• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Self-Directed Learning Ditinjau dari Pola Pembelajaran E-learning Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Perbedaan Self-Directed Learning Ditinjau dari Pola Pembelajaran E-learning Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Self-Directed Learning

1. Pengertian belajar

Lahey (2007) mendefinisikan belajar sebagai perubahan perilaku yang relatif permanen dan terjadi sebagai hasil dari latihan dan pengalaman. Belajar tidak semestinya melibatkan penguasaan fakta atau konsep sesuatu bidang ilmu tetapi juga melibatkan perasaan-perasaan yang berkaitan dengan emosi, kasih sayang, benci, hasrat, dengki dan kerohanian.

Spears (dalam Suryabrata, 2002) yang menyatakan belajar sebagai suatu proses atau kegiatan yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada seseorang dalam melakukan kegiatan belajar. Perubahan yang terjadi ketika belajar juga dapat berbentuk perubahan cara berpikir yang mungkin dapat menyebabkan perubahan tujuan dan arah kehidupan, sehingga apa yang dilakukan sebelumnya ditinggalkan sama sekali.

(2)

2. Pengertian self-directed learning

Self-directed learning atau kemandirian belajar merupakan salah satu

kemampuan yang harus dimiliki oleh mahasiswa pendidikan jarak jauh atau pengguna e-learning. Definisi self-directed learning atau belajar mandiri bukan berarti belajar sendiri dan diselesaikan sendiri, tetapi lebih kepada bagaimana dapat memperoleh pengetahuan atas inisiatif sendiri. Self-directed learning memberikan kesempatan kepada mahasiwa untuk menentukan tujuan belajar, merencanakan proses belajar, menggunakan sumber-sumber belajar yang dipilih, membuat keputusan-keputusan akademis, dan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan belajar (Seamolec, 2008).

(3)

dilakukan. Pendidikan jarak jauh atau e-learning merupakan suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan untuk mengatasi keterpisahan yang hampir permanen dalam jarak ruang dan waktu antara mahasiswa dan dosen. Penyelenggaraan pendidikan tersebut menitikberatkan pada penggunaan media dan sistem belajar yang lebih banyak menyerahkan kendali pembelajaran kepada mahasiswa.

Menurut Knowles (dalam, Tennant, 2006), self-directed learning adalah dimana individu mengambil inisiatif, dengan atau tanpa bantuan orang lain, dalam mendiagnosa kebutuhan belajar, merumuskan tujuan belajar, mengidentifikasi sumber daya manusia dan material untuk belajar, memilih dan menerapkan strategi pembelajaran yang tepat dan mengevaluasi hasil pembelajaran. Sedangkan Wedemeyer (dalam Rusman, 2011) menyatakan bahwa self-directed learning adalah seseorang belajar secara mandiri mempunyai kebebasan untuk belajar tanpa harus menghadiri pembelajaran yang diberikan dosen dikelas.

Candy (dalam Tennant, 2006) menyatakan bahwa self-directed learning dapat dianggap suatu proses dimana mahasiswa secara bertahap mengendalikan pembelajaran mereka atau sebagai titik akhir yang ideal di mana self-directed

learning dapat dikembangkan. Sedangkan Gibbons (2002) menyatakan

self-directed learning merupakan peningkatan pengetahuan, kemampuan, pencapaian,

(4)

Jadi, self-directed learning merupakan suatu kemampuan dari individu untuk dapat berpikir, merencanakan, memilih strategi belajar, dan mengevaluasi performanya sehingga individu dapat menyelesaikan masalahnya secara efektif. Self-directed learning bisa dikatakan kemandirian seseorang dalam kegiatan belajarnya.

3. Dimensi self-directed learning

Menurut Gibbons (2002) ada beberapa dimensi dari self-directed learning yaitu:

a. Mahasiswa mengontrol pengalaman belajarnya.

(5)

mereka sendiri, mereka tidak hanya belajar secara efektif tetapi mereka juga menjadi sendiri mereka sendiri.

b. Perkembangan ketrampilan

Dimana mahasiswa belajar untuk fokus dan mengeluarkan bakat dan energi. Untuk alasan ini, penekanan dalam self directing learning ada pada perkembangan ketrampilan dan proses yang mengarah pada kegiatan yang produktif. Mahasiswa belajar untuk mencapai hasil yang baik, berpikir secara independen, dan merencanakan dan melaksanakan kegiatan mereka sendiri. Proses-proses, dan keterampilan yang terlibat di dalamnya, datang secara bersama-sama untuk melakukan suatu tindakan. Mahasiswa mempersiapkan dan kemudian bernegosiasi dengan diri mereka sendiri dengan dosennya, sering dalam bentuk perjanjian tertulis yang menjadi catatan dari kontrak. Tujuannya adalah untuk menyediakan sebuah kerangka kerja yang memungkinkan mahasiswa untuk mengidentifikasi kepentingan mereka dan melengkapi mereka untuk mewujudkannya dengan sukses.

c. Mengubah diri pada kinerja yang paling baik

Self-direction disini akan terbengkalai jika tidak diberikan tantangan. Pertama,

(6)

risiko untuk melampaui yang mudah dan susah. Bagi mahasiswa itu berarti mahasiswa mau untuk menunjukan kemampuan mereka yang terbaik.

d. Manajemen diri

Manajemen diri yaitu, pengelolaan diri dan usaha mereka dalam belajar. Dalam self-directed learning, pilihan dan kebebasan akan dicocokkan dengan kontrol diri dan tanggung jawab. Mahasiswa belajar untuk mengekspresikan kontrol diri dengan mencari, dan membuat komitmen untuk, kepentingan pribadi inti. Dalam proses ini, mereka tidak hanya menentukan apa yang akan mereka lakukan tetapi jenis penampilan yang akan mereka lakukan. Self-directed learning membutuhkan keyakinan, keberanian, dan tekad untuk memberi energi pada usaha yang akan dilakukan. Mahasiswa mengembangkan sifat ini agar mereka terampil dalam mengelola waktu mereka sendiri dan usaha serta sumber daya yang mereka butuhkan untuk melakukan pekerjaan mereka. Bahkan dalam hal organisir dengan baik. Dalam menghadapi hambatan, mahasiswa belajar untuk memecahkan kesulitan mereka, mencari alternatif, dan memecahkan masalah mereka dalam rangka mempertahankan produktivitas yang efektif.

e. Motivasi diri dan penilaian diri.

(7)

pekerjaan mereka, dan mencapai sukses, mereka belajar untuk menginspirasi usaha mereka sendiri. Demikian pula, mahasiswa belajar untuk mengevaluasi kemajuan mereka sendiri mereka menilai kedua kualitas pekerjaan mereka dan proses yang mereka dirancang untuk melakukan itu. Dalam self-directed learning, penilaian diri adalah cara penilaian yang penting dalam belajar dan belajar bagaimana belajar menjadi mahasiswa kritis dan penilaian akan kegiatan mereka sendiri. Sama seperti motivasi diri memberikan energi mahasiswa untuk menghasilkan prestasi yang dievaluasi, penilaian diri, dan memotivasi mahasiswa untuk mencari prestasi terbaik.

4. Proses self-directed learning dalam konteks online

Beberapa peneliti juga telah memeriksa dampak pembelajaran online pada proses self-directed learning (dalam Gibbons, 2002). Tiga bidang utama telah dieksplorasi, yaitu:

a. Perencanaan

Belajar online menyediakan fleksibilitas bagi mahasiswa untuk kecepatan belajar mereka sendiri. Dalam pembelajaran e-learning (misalnya, chatting atau classroom-virtual), mahasiswa masih memiliki fleksibilitas untuk memilih tempat

(8)

bagi mahasiswa untuk menciptakan ruang belajar mereka sendiri dan menentukan kecepatan belajar mereka sendiri dan urutan.

b. Monitoring

Fleksibilitas yang diberikan dalam pembelajaran online menawarkan kebebasan lebih untuk mahasiswa, namun juga menyajikan tantangan (dalam Gibbons, 2002). Beberapa tantangan dapat diamati oleh mahasiswa untuk memonitoring pembelajaran mereka. Tidak seperti di ruang kelas tradisional dimana instruktur dapat dengan mudah melihat apakah mahasiswa memperhatikan atau aktif berpartisipasi dalam kegiatan kelas dengan mengamati isyarat fisik mereka (seperti ekspresi wajah), dalam sebuah lingkungan belajar online, tanggung jawab memotitoring diri sangat besar.

c. Mengevaluasi

(9)

5. Pengukuran Self-Directed Learning

Salah satu cara untuk mengetahui self-directed learning subjek adalah dengan menggunakan pengukuran self-directed learning. Metode self-report yang akan digunakan untuk mengungkapkan self-directed learning yang mengacu dari teori Gibbon (2002). Metode ini dianggap sebagai salah satu metode yang paling bisa diandalkan dengan menggunakan beberapa daftar pernyataan-pernyataan yang harus dijawab oleh individu. Metode ini sering disebut dengan skala self-directed learning. Dari respon subjek pada setiap pernyataan akan disimpulkan guna mengetahui arah dan intensitas self-directed learning pada setiap subjek. Salah satu sifat skala self-directed learning adalah isi pernyataannya dapat berupa pernyataan langsung yang jelas tujuan ukurnya, akan tetapi dapat pula berupa pernyataan langsung yang kurang jelas bagi para subjek. Para subjek akan mendapatkan stimulus tentang self-directed learning yang jawabannya berupa setuju sampai tidak setuju (Azwar, 2000).

B. E-learning

(10)

E-learning bisa juga diartikan sebagai pembelajaran jarak jauh (distance learning) yang memanfaatkan teknologi komputer, jaringan komputer dan/atau

internet. E-learning memungkinkan pembelajar untuk belajar melalui komputer di tempat mereka masing-masing tanpa harus secara fisik pergi mengikuti pelajaran/perkuliahan di kelas. E-learning sering pula dipahami sebagai suatu bentuk pembelajaran berbasis web yang bisa diakses dari intranet di jaringan lokal atau internet. Sebenarnya materi e-learning tidak harus didistribusikan secara online baik melalui jaringan lokal maupun internet, distribusi secara offline

menggunakan media CD/DVD pun termasuk pola e-learning (E-learning system, 2008).

E-learning sering disebut penggunaan jaringan pada teknologi informasi

(11)

1. Pola-pola e-learning

Menurut Romiszowski (dalam Naidu, 2006), ada 4 (empat) pola dalam penggunaan e-learning yaitu,

a. Individualized self-paced e-learning online

Individualized self-paced e-learning online mengacu pada situasi dimana

seorang individu belajar melalui mengakses sumber belajar seperti database atau course content online via intranet atau internet, contohnya tipikal dari ini adalah

seorang mahasiswa belajar sendiri atau melakukan beberapa penelitian di internet atau local network.

b. Individualized self-paced e-learning offline

Individualized self-paced e-learning offline mengacu pada situasi di mana

seorang pembelajar menggunakan sumber belajar seperti database atau secara offline belajar dengan bantuan komputer (misalnya, meskipun tidak tersambung

ke intranet atau internet), contoh dari hal ini adalah mahasiswa bekerja sendirian dari hard drive, CD atau DVD.

c. Group-based e-learning synchronously

Group-based e-learning synchronously mengacu pada situasi dimana

kelompok mahasiswa belajar bersama melalui intranet atau internet. Ini mungkin termasuk konferensi berbasis chat, dan satu atau dua arah audio atau video-conference, contoh ini termasuk mahasiswa yang terlibat dalam chatting atau

(12)

d. Group-based e-learning asynchronously

Group-based e-learning asynchronously mengacu pada situasi di mana

sekelompok mahasiswa belajar bersama melalui intranet atau internet dan dalam pertukaran atau proses pembelajaran antara peserta terjadi dengan jeda waktu (yakni, tidak secara real time), contoh umum semacam ini aktivitas termasuk diskusi online melalui mailing list dan text-based conferencing dalam sistem pembelajaran manajemen.

2. Komponen e-learning

Secara garis besar, menurut Romiszowski (dalam Naidu, 2006) ada 3 (tiga) komponen utama yang menyusun e-learning, yaitu:

a. Sistem e-learning

Sistem perangkat lunak yang memvirtualisasi proses belajar mengajar konvensional. Bagaimana manajemen kelas, pembuatan materi atau konten, forum diskusi, sistem penilaian (rapor), sistem ujian online dan segala fitur yang berhubungan dengan manajemen proses belajar mengajar. Sistem perangkat lunak tersebut sering disebut dengan learning managements system (LMS).

b. Konten e-learning

(13)

multimedia-based content (konten berbentuk multimedia interaktif) atau text-based content

(konten berbentuk teks seperti pada buku pelajaran biasa) c. Peralatan e-learning

Infrastruktur e-learning dapat berupa personal computer (PC), jaringan komputer dan perlengkapan multimedia. Termasuk di dalamnya peralatan teleconference apabila kita memberikan layanan synchronous learning melalui

teleconference.

3. Kelebihan dan kekurangan pada e-learning

Rusman (2011) ada beberapa kelebihan dari e-learning yaitu :

a. Tersedianya fasilitas e-moderating dimana dosen dan mahasiswa dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet secara regular atau kapan saja tanpa dibatasi jarak, tempat, dan waktu.

b. Dosen dan mahasiswa dapat menggunakan bahan ajar atau petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadwal melalui internet, sehingga keduanya saling menilai sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari.

c. Mahasiswa dapat belajar atau me-review bahan pelajaran setiap saat dan dimana saja kalau diperlukan, mengingat bahan ajar tersimpan di komputer.

(14)

e. Baik dosen maupun mahasiswa dapat melakukan diskusi melalui internet yang dapat diikuti dengan jumlah mahasiswa yang banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas.

f. Perubahan dari mahasiswa yang pasif ke aktif dan lebih mandiri.

g. Relatif lebih efisien, misalnya bagi mereka yang tinggal jauh dari perguruan tinggi.

Selain itu, ada terdapat beberapa kritik mengenai e-learning menurut Bullen (dalam Rusman, 2011), yaitu :

a. Kurangnya interaksi antara dosen dan mahasiswa atau bahkan antar sesama mahasiswa itu sendiri.

b. Kecenderungan mengabaikan aspek akademis atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis/komersial.

c. Proses pembelajaran cenderung ke arah pelatihan daripada pendidikan.

d. Perubahan peran dosen dari yang semula menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini juga dituntut mengetahui teknik pembelajaran yang menggunakan ICT/medium komputer.

e. Mahasiswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal. f. Tidak semua tempat tersedia difasilitasi internet.

g. Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki ketrampilan mengoperasikan internet.

(15)

C. Mahasiswa

Mahasiswa dalam peraturan pemerintah RI No.30 tahun 1990 adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Menurut Susantoro (dalam Puspita 2009) mahasiswa merupakan kalangan muda yang berumur antara 19 sampai 28 tahun yang memang dalam usia tersebut mengalami suatu peralihan dari tahap remaja ke tahap dewasa. Sosok mahasiswa juga kental dengan nuansa kedinamisan dan sikap kenyataan objektif, sistematik dan rasional.

Menurut Papalia (2003), mahasiswa termasuk dalam tahap pencapaian (achieving stage), yaitu tahap dimana indivdu menggunakan pengetahuan yang dimiliki untuk mencapai kemandirian dan kompetensi, misalnya dalam hal karir dan keluarga. Masa di kampus merupakan tempat dimana mahasiswa dapat mengembangkan rasa ingin tahu mereka secara intelektual, dan meningkatkan kemampuan dalam hal bekerja serta meningkatkan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan. Memilih untuk kuliah merupakan suatu gambaran untuk memperoleh karir di masa depan dan hal ini akan cenderung mempengarhui pola berpikir individu.

(16)

tersendiri, sehingga mahasiswa mencapai komitmen yang relatif dimana dia membuat pertimbangan sendiri dan memilih nilai serta kepercaan yang benar menurutnya.

Menurut Piaget (dalam Papalia, 2003) mahasiswa termaksud dalam tahap berpikir post-formal, yaitu pola berpikir yang matang didasari pada pengalaman dan intuisi subjektif, tapi tetap berlandaskan pada logika untuk mengatasi keraguan, ketidakpastian dan lainnya. Secara umum, mahasiswa adalah seseorang yang terdaftar dan aktif dalam perkuliahan di perguruan tinggi baik negeri maupun swasta.

Mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU) adalah para peserta didik yang terdaftar, aktif dan belajar di perguruan tinggi USU. Mahasiswa USU Stara-1 (S-Stara-1) tersebar di Stara-13 fakultas, dimana sudah mulai menggunakan sistem e-learning. Salah satu bentuk dari e-learning adalah dari pengisian Kartu Rencana Studi (KRS) yang sekarang dilakukan secara online dengan mengakses portal akademik. Selain itu para mahasiswa USU sering menggunakan media elektronik sebagai alat pendukung dalam pembelajarannya seperti dengan menggunakan laptop, in-focus, flashdisk, Wi-Fi dan lainnya.

(17)

media untuk mengirim tugas serta menggunakan milis Fakultas sebagai tempat untuk berbagi informasi atau untuk berdiskusi baik dengan dosen maupun teman-teman. Wi-Fi juga sudah hampir ada di setiap kawasan USU, dengan menggunakan weblogin USU dimana mahasiswa bisa mengakses internet secara gratis dengan memasukan username dan password yang ada pada setiap mahasiswa

D. Hubungan Self-Drected Learning dengan Pola Pembelajaran E-learning Pada

Mahasiswa Universitas Sumatera Utara

Belajar adalah sebagai perubahan perilaku yang relatif permanen dan terjadi sebagai hasil dari latihan dan pengalaman (Lahey, 2007). Proses dimana seseorang belajar sering juga disebut dengan pembelajaran. Pembelajaran merupakan upaya sengaja dan bertujuan yang berfokus kepada kepentingan, karakteristik, dan kondisi orang lain agar orang tersebut dapat belajar dengan efektif dan efisien (Miarso, 2004). Di dalam proses pembelajaran, para mahasiswa selalu diarahkan untuk menjadi mahasiswa yang mandiri, dan untuk menjadi seorang mahasiswa dituntut untuk belajar, sehingga dapat dicapai suatu kemandirian belajar atau self directed learning.

(18)

(2002) menyatakan ada lima dimensi dalam mahasiswa mengontrol atas pengalaman belajarnya, mampu mengembangkan ketrampilannya dalam pembelajaran, mahasiswa juga mengubah diri pada kinerja yang paling baik, mampu untuk manajemen diri dan yang terakhir adalah motivasi diri serta penilaian diri.

Kerka (dalam Hiemstra, 2009) menyatakan bahwa self directed learning bersifat fleksibel dalam proses pembelajaran baik secara waktu dan tempat. Self directed learning bisa digunaka pada setiap metode pembelajaran termaksud pada

pembelajaran e-learning. Hal ini selaras dengan Ruelland (dalam Hiemstra, 2009), bahwa e-learning menyediakan flesibilitas dalam ritme pembelajaran.

(19)

learning yang tidak baik maka mahasiswa tidak akan mampu melakukan salah

satu dari pola pembelajaran e-learning secara baik.

E-learning bisa diartikan pembelajaran dengan menggunakan media atau jasa bantuan perangkat elektronika (Munir, 2008). Sedangkan Romiszowski (dalam Naidu, 2006) menyatakan terdapat empat pola dari e-learning yang digunakan untuk keperluan pembelajaran, yaitu individualized self-paced e-learning online yang mengacu pada situasi dimana seorang individu belajar

melalui mengakses sumber belajar seperti database atau course content online via intranet atau internet. Individualized self-paced e-learning offline mengacu pada situasi dimana seorang pembelajar menggunakan sumber belajar seperti database atau secara offline belajar dengan bantuan komputer (misalnya, meskipun tidak tersambung ke intranet atau internet). Group-based e-learning synchronously mengacu pada situasi dimana kelompok pelajar bekerja sama melalui intranet atau internet. Hal ini termasuk konferensi berbasis chat, dan satu atau dua arah audio atau video-conference, dan group-based e-learning asynchronously mengacu pada situasi dimana sekelompok pelajar bekerja melalui intranet ata internet dan dalam pertukaran atau proses pembelajaran antara peserta terjadi dengan jeda waktu.

(20)

pembelajaran e-learning tetapi para mahasiswa juga sudah mulai melakukan kegiatan belajar dengan menggunakan pola pembelajaran e-learning.

Hal ini bisa dilihat jelas bahwa pada self directed learning mahasiswa USU memiliki keterkaitan dengan pola pembelajaran yang ada di USU. Perbedaan antara self directed learning dengan pola pembelajara e-learning yang dimaksudkan sebagai perbedaan pada suatu peningkatan pengetahuan, kemampuan, pencapaian atau pengembangan diri yang dipilih individu dan membuat usaha mereka sendiri yang ditinjau dari penggunaan pola-pola pembelajaran e-learning itu sendiri yaitu, Pertama, individualized self-paced e-learning online, Kedua, individualized self-paced e-learning offline, Ketiga,

group-based e-learning synchoronously dan yang Keempat, group-based

e-learning asynchoronously.

(21)

pola pembelajaran e-learning group-based e-learning synchoronously dimana mahasiswa lebih suka untuk memilih dan mengontrol pembelajarannya dalam belajar secara kelompok dengan menggunakan sarana internet seperti menggunakan chatting room, video conference dan lainnya. Terakhir pada pola pembelajaran e-learning group-based e-learning synchoronously mahasiswa akan mengontrol, memonitoring dan memilih pembelajarannya dalam belajar secara kelompok dimana melalui internet yang terdapat jeda waktu didalamnya.

E. Hipotesa Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

memiliki nilai yang lenih besar dari baku mutu level bahaya maka harus. segera dilakukan

Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu keadaan dimana terdapat kadar gula berlebihan dalam darah yang dapat mengakibatkan komplikasi berupa penyakit-penyakit kronis seperti

Bagaimana menurut anda dengan semboyan leluhur terdahulu yang menyatakan "Banyak anak banyak rejeki", apakah semboyan itu masih berlaku di budaya (kepercayaan) di

Selanjutnya menggunakan mulsa plastik untuk menutupi akar untuk mengurangi penyerapan air pada musim hujan, Cekaman air dilakukan 1-2 bln sehingga tanaman mununjukkan

SKRIPSI PENGARUH SISTEM DISPERSI

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah–Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul : “PENGARUH PERSEPSI WAJIB

coli (VTEC) O157:H7 dapat diisolasi dari susu di Kabupaten Bogor sebanyak 0,47% dari 214 sampel, Sukabumi 1,10% dari 91 sampel sedangkan dari Cianjur tidak ditemukan.. coli

Permasalahan yang diteliti: apakah dengan layanan bimbingan kelompok dapat meningkatkan sikap kepemimpinan pada siswa?, seberapa besar peningkatan sikap kepemimpinan