• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Morfologi Rhizophora stylosa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Morfologi Rhizophora stylosa"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi dan Morfologi Rhizophora stylosa

Rhizophora stylosa memiliki nama setempat : Bakau, bako-kurap, slindur, tongke besar, wako, bangko. Deskripsi umumnya yaitu: pohon dengan satu atau banyak batang, tinggi hingga 10 m.

Klasifikasi R. stylosa dapat diuraikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Malpighiales

Family : Rhizophoraceae

Genus : Rhizophora

Species : Rhizophora stylosa

(2)

berbintil agak halus. Leher kotilodon kuning kehijauan ketika matang. Ukuran hipokotil : panjang 20-35 cm (kadang sampai 50 cm) dan diameter 1,5-2,0 cm (Noor, et al., 1999).

Ekologi R. stylosa

R. stylosa tumbuh pada habitat yang beragam di daerah pasang surut, lumpur, pasir dan batu, menyukai pematang sungai pasang surut, tetapi juga sebagai jenis pionir di lingkungan pesisir atau pada bagian daratan dari mangrove. Satu jenis relung khas yang bisa ditempatinya adalah tepian mangrove pada pulau/substrat karang. Rhizophora stylosa menghasilkan bunga dan buah sepanjang tahun. Penyebaran R. stylosa diantaranya di Taiwan, Malaysia, Filipina, sepanjang Indonesia, Papua New Guinea dan Australia Tropis (di Indonesia tercatat dari Jawa, Bali, Lombok, Sumatera, Sulawesi, Sumba, Sumbawa, Maluku dan Irian Jaya. Kondisi salinitas sangat mempengaruhi komposisi mangrove. Berbagai jenis mangrove mengatasi kadar salinitas dengan

cara yang berbeda-beda. Beberapa diantaranya secara selektif mampu

menghindari penyerapan garam dari media tumbuhnya, sementara beberapa jenis

yang lainnya mampu mengeluarkan garam dari kelenjar khusus pada daunnya

(Noor et al., 1999).

Daya adaptasi atau toleransi jenis tumbuhan mangrove terhadap kondisi

lingkungan yang ada mempengaruhi terjadinya zonasi pada kawasan hutan

mangrove. Permintakatan jenis tumbuhan mangrove dapat dilihat sebagai proses

suksesi dan merupakan hasil reaksi ekosistem dengan kekuatan yang datang dari

(3)

Pembagian zonasi kawasan mangrove yang dipengaruhi adanya perbedaan

penggenangan atau perbedaan salinitas meliputi :

1. Zona garis pantai, yaitu kawasan yang berhadapan langsung dengan laut.

Lebar zona ini sekitar 10-75 meter dari garis pantai dan biasanya ditemukan

jenis Rhizophora stylosa, R. mucronata, Avicennia marina dan Sonneratia alba.

2. Zona tengah, merupakan kawasan yang terletak di belakang zona garis pantai

dan memiliki lumpur liat. Biasanya ditemukan jenis Rhizophora apiculata, Avicennia officinalis, Bruguiera cylindrica, B. gymnorrhiza, B. parviflora, B. sexangula, Ceriops tagal, Aegiceras corniculatum, Sonneratia caseolaris

dan Lumnitzera littorea.

3. Zona belakang, yaitu kawasan yang berbatasan dengan hutan darat. Jenis

tumbuhan yang biasanya muncul antara lain Achantus ebracteatus, A. ilicifolius, Acrostichum aureum, A. speciosum. Jenis mangrove yang tumbuh adalah Heritiera littolaris, Xylocarpus granatum, Excoecaria agalocha, Nypa fruticans, Derris trifolia, Osbornea octodonta dan beberapa jenis tumbuhan yang biasa berasosiasi dengan mangrove antara lain Baringtonia asiatica, Cerbera manghas, Hibiscus tiliaceus, Ipomea pes-caprae, Melastoma candidum, Pandanus tectorius, Pongamia pinnata, Scaevola taccada dan

Thespesia populnea (Pramudji dan Purnomo, 2003).

Pengaruh Salinitas Terhadap Pertumbuhan Tanaman

Pertumbuhan tinggi tanaman dapat didefinisikan sebagai bertambah

besarnya tanaman yang diikuti oleh peningkatan bobot kering. Beberapa ahli

(4)

pemanjangan sel, ahli tanah umumnya mendefinisikan pertumbuhan sebagai

peningkatan bahan kering. Definisi ini meliputi proses deferensiasi yang besar

sumbangannya dalam penimbunan bahan kering, dalam analisis akhir,

perkembangan dan morfogenesis tanaman yang merupakan akibat dari ketiga hal

berikut: pertumbuhan karena pembelahan, pembesaran dan deferensiasi sel.

Pertumbuhan suatu pohon adalah pertambahan tumbuh dalam besar dan

pembentukan jaringan baru, pertumbuhan tersebut dapat pula diukur dari berat

seluruh tanaman (biomassa), dan juga meliputi pertumbuhan bagian atas dan

bagian bawah (Syah, 2011).

Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh dan berkembang pada

daerah muara sungai atau pesisir pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air

laut. Oleh karena kawasan hutan mangrove secara rutin digenangi oleh pasang air

laut, maka lingkungan (tanah dan air) hutan mangrove bersifat salin. Vegetasi

yang hidup di lingkungan salin, baik lingkungan tersebut kering maupun basah

disebut dengan halopita. Berbagai kondisi lingkungan ekstrim tersebut, yakni

lingkungan salin, tanah jenuh air, radiasi matahari dan suhu tinggi akan

menyebabkan terganggunya metabolismee tumbuhan dan pada akhirnya akan

menyebabkan rendahnya produktivitas atau laju pertumbuhan tanaman

(Onrizal, 2005).

Salinitas air dan salinitas tanah rembesan merupakan faktor penting dalam

pertumbuhan, daya tahan, dan zonasi spesies mangrove. Tumbuhan mangrove

tumbuh subur di daerah estuaria dengan salinitas 10-30 ppt. Salinitas yang sangat

(5)

karena dampak dari tekanan osmotik yang negatif. Akibatnya, tajuk mangrove

semakin jauh dari tepian perairan secara umum menjadi kerdil dan berkurang

komposisi jenisnya (Syah, 2011).

Kebanyakan tumbuhan memiliki toleransi sangat rendah terhadap salinitas,

sehingga tidak mampu tumbuh di dalam atau di dekat air laut. Hal ini terjadi

karena kebanyakan jaringan makhluk hidup lebih cair daripada air laut, akibatnya

air dari dalam jaringan tumbuhan dapat keluar akibat proses osmosis, sehingga

tumbuhan kekeringan, menjadi layu, dan mati. Lingkungan yang keras ini

menyebabkan diversitas hutan mangrove cenderung lebih rendah daripada

umumnya hutan hujan tropis (Noor et al., 1999).

Lopez-Hoffman et al. (2007) menyebutkan bahwa berat kering tanaman dan laju pertumbuhannya dipengaruhi juga oleh intensitas cahaya dan salinitas.

Rasio akar-daun menjadi lebih tinggi pada salinitas tinggi. Kemampuan hidup

semai akan lebih tinggi pada salinitas lebih rendah dan akan makin meningkat

kemampuannya dengan ketersediaan cahaya yang optimum. Pada Krauss et al., (2008) melaporkan bahwa pertumbuhan awal tanaman mangrove juga sangat

dipengaruhi oleh faktor global seperti temperatur dan faktor spesifik lokasi seperti

salinitas. Salinitas memainkan peranan penting pada adaptasi pertumbuhan

mangrove. Pertumbuhan semai akan memperluas distribusi mangrove dan

meningkatkan rehabilitasi mangrove. Meskipun mangrove adalah salah satu jenis

halofita, namun semainya sensitif terhadap stress garam, substrat yang bergaram

(6)

Metabolit Sekunder

Semua makhluk hidup agar dapat melangsungkan hidup, tumbuh dan

reproduksinya perlu melakukan transformasi dan interkonversi sejumlah besar

senyawa organik. Proses transformasi dan interkonversi tersebut dilaksanakan

melalui suatu sistem terintegrasi yang terdiri atas reaksi-reaksi kimia beraturan

yang dikatalisis dan dikontrol secara ketat oleh sistem enzimatik dengan jalur

reaksi yang terlibat (disebut dengan jalur-jalur metabolisme). Senyawa-senyawa

organik yang dihasilkan dan terlibat dalam metabolismee disebut sebagai

metabolit. Beberapa metabolit penting dalam metabilisme tersebut adalah

senyawa-senyawa karbohidrat, protein, lemak dan asam nukleat. Meskipun

karakteristik makhluk hidup sangat bervariasi akan tetapi jalur jalur metabolik

yang secara umum mensintesis dan memodifikasi senyawa-senyawa karbohidrat,

protein, lemak dan sam nukleat secara esensial sama pada semua makhluk hidup,

yang secara kolektif disebut dengan metaboolisme primer dan segala senyawa

senyawa yang terlibat di dalam jalur tersebut disebut sebagai metabolit primer.

Metabolit dan metabolismee primer dibutuhkan untuk menunjang terjadinya

pertumbuhan pada setiap organism. Contoh proses metabolismee primer adalah

degradasi senyawa karbohidrat dan gula melalui jalur glikolisis dan siklus krebs,

degradasi lemak dan optimasi pembentukan energi (Sudibyo, 2002).

Berlawanan dengan jalur metabolismee primer (yang melaksanakan

sintesis, degradasi dan terjadi secara universal) terdapat jalur metabolismee lain

yang melibatkan senyawa organik spesifik dan terjadi sangat terbatas di alam.

Metabolismee tersebut disebut sebagai metabolismee sekunder dan metabolismee

(7)

hanya ditemukan pada organism spesifik, atau bahkan pada galur spesifik dan

hanya diproduksi pada kondisi-kondisi tertentu. Metabolit sekunder memang tidak

dibutuhkan untuk pertumbuhan, akan tetapi sangat dibutuhkan untuk

kelangsungan hidupnya, yaitu merupakan senyawa yang berguna untuk

menangkal serangan dari predator dan untuk bertahan terhadap lingkungan.

Contoh metabolit sekunder antara lain : senyawa-senyawa asam lemak, flavonoid,

triterpenoid, lignin, steroid, dll (Sudibyo, 2002).

Pengaruh Salinitas Terhadap Fisiologi

Dalam kaitannya dengan adaptasi terhadap kandungan garam, mangrove

dikelompokkan menjadi dua kelompok yakni (1) salt-excreting mangrove, seperti jenis Avicennia, Aegiceras, dan Aegialitis, dan (2) non-secretor mangrove, seperti jenis Rhizophora, Bruguiera, Sonneratia, dan lain-lain. Sehubungan dengan ini Hutching dan Saenger (1987) mengemukakan tiga cara mangrove beradaptasi

terhadap garam sebagai berikut:

1) Sekresi garam (salt extrusion/salt secretion)

Flora mangrove menyerap air dengan salinitas tinggi kemudian

mengekskresikan garam dengan kelenjar garam yang terdapat pada daun.

Mekanisme ini dilakukan oleh Avicennia, Sonneratia, Aegiceras, Aegialitis, Acanthus, Laguncularia dan Rhizophora (melalui unsur-unsur gabus pada daun). 2) Mencegah masuknya garam (salt exclusion)

Flora mangrove menyerap air tetapi mencegah masuknya garam, melalui

(8)

3) Akumulasi garam (salt accumulation)

Flora mangrove seringkali menyimpan Na dan Cl pada bagian kulit kayu,

akar dan daun yang lebih tua. Daun penyimpan garam umumnya sukulen dan

pengguguran daun sukulen ini diperkirakan merupakan mekanisme mengeluarkan

kelebihan garam yang dapat menghambat pertumbuhan dan pembentukan buah.

Mekanisme adaptasi akumulasi garam ini terdapat pada Excoecaria, Lumnitzera, Avicennia, Osbornia, Rhizophora, Sonneratia dan Xylocarpus.

Onrizal (2005) melaporkan bahwa sebagaimana halnya halofita lainnya,

jenis mangrove mengandung konsentrasi garam yang tinggi pada jaringannya.

Pada salinitas yang tinggi, ion-ion Na+ dan Cl- mendominasi komposisi ion

jaringan. Secara umum konsentrasi ion-ion anorganik yang diperlukan oleh

mangrove di dalam mengatur potensial osmotik antar sel, agar lebih rendah dari

potensi air dalam tanah. Banyaknya jumlah genangan air akan mempengaruhi

pertumbuhan mangrove dalam hal ini adaptasi fisiologis dalam menjaga

keseimbangan air, seperti perilaku stomata, tingkat osmotik, dan pengeluaran

garam.

Mekanisme fisiologi yang terjadi pada tumbuhan adalah untuk bertahan

dalam cekaman garam. Selain metabolismee bergeser untuk mengatasi tantangan

lingkungan, sel membran tanaman itu sendiri merupakan hambatan mendasar

bagi faktor eksternal. Lipid pada membran sel memainkan

peranan penting dalam adaptasi terhadap salinitas yang berbeda melalui

(9)

konstituen membran lipid walaupun memiliki struktur kimia yang mirip dan jalur

biosintesis (Oku et al, 2003).

Beberapa studi telah menunjukkan bahwa fitosterol berkontribusi untuk

mengatur permeabilitas ion dari membran sel tumbuhan meskipun menunjukkan

variasi dalam keberhasilan tergantung pada struktur kimia dari kerangka karbon

sterol (Grunwald, 1974). Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh

Basyuni et al., (2012) bahwa kandungan triterpenoid pada akar Rhizophora stylosa lebih banyak daripada kandungan fitosterol.

Salinitas dari garis pantai menurun kearah darat, sehingga salinitas

maksimum ditemukan dari arah pinggiran menuju laut (36 ‰ salinitas, sekitar

1000 mmol / kg larutan aktif osmotik, atau kira-kira 25 bar tekanan osmotik pada

25oC). Salinitas ini berkurang kearah darat selama musim hujan sebagai akibat

curah hujan atau drainase air tawar dari tanah. Di belakang komunitas mangrove

yang mempunyai salinitas ekstrim tersebut, salinitas rendah di permukaan tanah

selama musim hujan, dan hampir garam larutan tanah jenuh selama musim

kemarau. Kasus stres salinitas dapat dideteksi melalui analisis osmolalitas

Referensi

Dokumen terkait

Hutan mangrove sebagai hutan yang tumbuh pada tanah alluvial di daerah pantai dan sekitar muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut serta ciri dari.. hutan ini terdiri

Benih dengan vigor daya simpan yang tinggi dapat disimpan untuk periode simpan yang normal dalam kondisi suboptimum dan daya simpan lebih panjang apabila kondisi ruang simpan

Menurut Kusmana dkk., (2005) hutan mangrove adalah suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang

Dengan adanya preferensi yaitu jika seorang konsumen lebih menyukai gula pasir curah maka ia akan tetap memilih gula pasir curah tersebut untuk dikonsumsi hingga akhirnya

Pada siklus hidupnya, rajungan melakukan migrasi dari daerah yang memiliki salinitas relatif rendah seperti di estuari menuju perairan lebih dalam dengan salinitas

Murai & Toda (2001) juga menyatakan bahwa individu Thrips tabaci (Thysanoptera: Thripidae) yang hidup pada suhu yang lebih rendah mempunyai warna tubuh yang lebih

Waktu proses perkecambahan berlangsung, embrio mengembang (volumenya bertambah), bakal batang dan bakal akar tumbuh keluar dari endosperm tersebut (grempore) dan

Secara ringkas hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang