BAB III
ARAHAN PEMBANGUNAN
BIDANG CIPTA KARYA
3.1 ARAHAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA
DAN ARAHAN PENATAAN RUANG
Dalam rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak
huni dan berkelanjutan, konsep perencanaan pembangunan
infrastruktur Bidang Cipta Karya disusun dengan berlandaskan
pada berbagai peraturan perundangan dan amanat perencanaan
pembangunan. Untukmewujudkan keterpaduan pembangunan
permukiman, Pemerintah Pusat, Provinsi, dan
Kabupaten
Indramayu perlu memahami arahan kebijakan tersebut, sebagai
dasar perencanaan, pemrograman, dan pembiayaan pembangunan
Bidang Cipta Karya.
3.1.1 Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Dalam pelaksanaannya, pembangunan infrastruktur Bidang Cipta
Karya dihadapkan pada beberapa isu strategis, antara lain
bencana alam, perubahan iklim, kemiskinan, reformasi birokrasi,
kepadatan penduduk perkotaan, pengarusutamaan gender, serta
3.1.1.1 RPJP Nasional 2005 – 2025 (UU No. 17 Tahun 2007)
RPJPN 2005-2025 yang ditetapkan melalui
UU No. 17 Tahun
2007
, merupakan dokumen perencanaan pembangunan jangka
panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara
menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap dalam jangka
waktu 2005-2025. Dalam dokumen tersebut, ditetapkan bahwa
Visi Indonesia pada tahun 2025 adalah “
Indonesia yang Mandiri,
Maju, Adil dan Makmur
”. Dalam penjabarannya RPJPN
mengamanatkan
beberapa
hal
sebagai
berikut
dalam
pembangunan bidang Cipta Karya, yaitu:
a. Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri,perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan melalui pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive approach) dan pendekatan terpadu dengan
sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup, sumber daya air, serta kesehatan.
b. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan maka Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada (1) peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan air
minum dan sanitasi, (2) pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat, (3) penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan profesional, dan
(4)penyediaan sumber-sumber pembiayaan murah dalam
pelayanan air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin.
seluruh masyarakat untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh. Peran pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan kebijakan pembangunan sarana dan prasarana, sementara peran swasta dalam penyediaan sarana dan prasarana akan makin ditingkatkan terutama untuk proyek-proyek yang bersifat komersial.
d. Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap tahapan RPJMN, yaitu :
• RPJMN ke 2 (2010-2014): Daya saing perekonomian
ditingkatkan melalui percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerjasama antara pemerintah dan
dunia usaha dalam pengembangan perumahan dan
permukiman.
• RPJMN ke 3 (2015-2019): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi
seluruh masyarakat terus meningkat karena didukung oleh
sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan
berkelanjutan, efisien, dan akuntabel. Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh.
• RPJMN ke 4 (2020-2024): terpenuhinya kebutuhan hunian
yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung sehingga terwujud kota tanpa permukiman kumuh.
3.1.1.2 RPJM Nasional 2010 – 2014 (Perpres No. 05 Tahun 2010)
RPJMN 2010-2014 yang ditetapkan melalui
Peraturan Presiden
No. 5 Tahun 2010
menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan
dasar permukiman, seperti air minum, air limbah,persampahan
dan drainase.
Dokumen RPJMN juga menetapkan sasaran pembangunan
infrastruktur permukiman pada periode 2010-2014, yaitu:
a. Tersedianya akses air minum bagi 70 % penduduk pada akhir tahun
2014, dengan perincian akses air minum perpipaan 32 persen dan akses air minum non-perpipaan terlindungi 38 %.
b. Terwujudnya kondisi Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) hingga akhir tahun 2014, yang ditandai dengan tersedianya akses terhadap sistem pengelolaan air limbah terpusat (off-site) bagi 10%
total penduduk, baik melalui sistem pengelolaan air limbah terpusat skala kota sebesar 5% maupun sistem pengelolaan air limbah terpusat skala komunal sebesar 5 % serta penyediaan akses dan peningkatan kualitas sistem pengelolaan air limbah setempat (on-site) yang layak bagi 90 % total penduduk.
c. Tersedianya akses terhadap pengelolaan sampah bagi 80 % rumah
tangga di daerah perkotaan.
d. Menurunnya luas genangan sebesar 22.500 Ha di 100 kawasan
strategis perkotaan.
Untuk mencapai sasaran tersebut maka kebijakan pembangunan
diarahkan untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap
layanan air minum dan sanitasi yang memadai, melalui:
a. Menyediakan perangkat peraturan di tingkat Pusat dan/atau Daerah, b. Memastikan ketersediaan air baku air minum,
c. Meningkatkan prioritas pembangunan prasarana dan sarana permukiman,
d. Meningkatkan kinerja manajemen penyelenggaraan air
minum,penanganan air limbah, dan pengelolaan persampahan,
e. Meningkatkan sistem perencanaan pembangunan air minum dan sanitasi,
f. Meningkatkan cakupan pelayanan prasarana permukiman,
h. Mengembangkan alternatif sumber pendanaan bagi pembangunan infrastruktur
i. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dan swasta,
j. Mengurangi volume air limpasan, melalui penyediaan bidang resapan.
3.1.1.3 MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia)
Dalam rangka transformasi ekonomi menuju negara maju
denganpertumbuhan ekonomi 7-9 persen per tahun, Pemerintah
menyusun MP3EI yang ditetapkan melalui
Perpres No. 32 Tahun
2011
. Dalam dokumen tersebut pembangunan setiap koridor
3.1.1.4 MP3KI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia)
Dalam upaya menekan angka kemiskinan, pemerintah sejak 2009
mendesain program Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pengurangan Kemiskinan di Indonesia (MP3KI). Program ini
langsung menyasar masyarakat bawah yang mengalami
kemiskinan ekstrim di Indonesia. Sebagai program andalan,
MP3KI ini juga bertujuan untuk mengimbangi rencana besar
pembangunan ekonomi yang terintegrasi dalam Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
(MP3EI).
MP3EI digulirkan guna menjaga stabilitas makro-ekonomi,
mendorong percepatan pertumbuhan sektor riil, memperbaiki
iklim investasi, mempercepat dan memperluas pembangunan
infrastruktur, menguatkan skema kerja sama pembiayaan
investasi dengan swasta, ketahanan energi, ketahanan pangan,
reformasi birokrasi dan tata kelola, meningkatkan sumber daya
manusia (SDM) dan inovasi teknologi.
Fokus kerja MP3KI tertuang dalam sejumlah program, pertama,
penanggulangan kemiskinan eksisting
Klaster I
, berupa bantuan
dan jaminan/perlindungan sosial. Lalu di
Klaster II
adalah
pemberdayaan masyarakat,
Klaster III
tentang Koperasi, Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah (KUMKM), dan
Klaster IV
adalah
Tahapan pelaksanaan MP3KI menjadi 3 (tiga) tahapan yaitu:
TAHAP 1 (Periode 2013-2014)
•
Percepatan pengurangan kemiskinan untuk mencapai target 8%
-10% pada tahun 2014;
•
Tidak ada program baru kemiskinan. Perbaikan pelaksanaan
program penanggulangan kemiskinan yang berjalan selama ini,
melalui
cara
“KEROYOKAN”
DI
KANTONG-KANTONG
KEMISKINAN, SINERGI LOKASI DAN WAKTU, SERTA
PERBAIKAN SASARAN (seperti : Program Gerbang Kampung di
Menko Kesra);
•
Sustainable livelihood
sebagai penguatan kegiatan usaha
masyarakat miskin, termasuk membangun keterkaitan dengan
MP3EI;
•
Terbentuknya BPJS kesehatan pada tahun 2014 .
TAHAP 2 (Periode 2015 –2019)
•
Transformasi program-program pengurangan kemiskinan;
•
Peningkatan cakupan, terutama untuk Sistem Jaminan Sosial
menuju universal coverage;
•
Terbentuknya BPJS Tenaga Kerja;
•
Penguatan
sustainable livelihood
.
TAHAP 3 (Periode 2020-2025)
•
Pemantapan system penanggulangan kemiskinan secara
terpadu;
3.1.1.5 KEK (UU No. 39 Tahun 2009)
UU No. 39 Tahun 2009
menjelaskan bahwa Kawasan Ekonomi
3.1.1.6 Direktif Presiden (Inpres No. 3 Tahun 2010)
Dalam
Inpres No. 3 Tahun 2010
, Presiden RI mengarahkan
seluruh
Kementerian,
Gubernur,
Walikota/Bupati,
untuk
menjalankan program pembangunan berkeadilan yang meliputi
Program pro rakyat, Keadilan untuk semua, dan Program
Pencapaian MDGs. Ditjen Cipta Karya memiliki peranan penting
dalam pelaksanaan Program Pro Rakyat terutama program air
bersih untuk rakyat dan program peningkatan kehidupan
masyarakat perkotaan. Sedangkan dalam pencapaian MDGs,
Ditjen Cipta Karya berperan dalam peningkatan akses pelayanan
air minum dan sanitasi yang layak serta pengurangan
permukiman kumuh.
3.1.2 Arahan Penataan Ruang
Rencana Tata Ruang Wilayah memuat arahan struktur ruang dan
pola ruang.
Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat
permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang
berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat
yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional, sedangkan
pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu
wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan
peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
3.1.2.1
RTRW NASIONALRencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) adalah arahan
kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah negara.
Penataan ruang wilayah nasional bertujuan untuk mewujudkan:
1. Ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, danberkelanjutan;
2. Keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
3. Keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota;
4. Keterpaduan pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi dalam kerangka negara kesatuan republik indonesia;
5. Keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dalam rangka pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negative terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang;
6. Pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat;
7. Keseimbangan dan keserasian perkembangan antar wilayah; 8. Keseimbangan dan keserasian kegiatan antar sektor; dan
9. Pertahanan dan keamanan negara yang dinamis serta integrasi nasional
RTRWN menjadi pedoman untuk :
1. Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional 2. Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional
3. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional
4. Pewujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah provinsi, serta keserasian antarsektor 5. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi
A. Kebijakan Dan Strategi Penataan Ruang Nasional
Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah nasional
meliputi kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang
dan pola ruang. Kebijakan pengembangan struktur ruang
meliputi:
a. Peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata dan berhierarki; dan
b. Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumberdaya air yang terpadu dan merata di seluruh wilayah nasional.
Strategi untuk peningkatan akses pelayanan perkotaan dan
pusat pertumbuhan ekonomi wilayah meliputi:
a. Menjaga keterkaitan antar kawasan perkotaan, antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan, serta antara kawasan perkotaan dan wilayah di sekitarnya;
b. Mengembangkan pusat pertumbuhan baru di kawasan yang belum terlayani oleh pusat pertumbuhan;
c. Mengendalikan perkembangan kota-kota pantai; dan
d. Mendorong kawasan perkotaan dan pusat pertumbuhan agar lebih kompetitif dan lebih efektif dalam pengembangan wilayah di sekitarnya.
e. Strategi untuk peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana meliputi:
f. Meningkatkan kualitas jaringan prasarana dan mewujudkan keterpaduan pelayanan transportasi darat,laut, dan udara;
g. Mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi terutama di kawasan terisolasi
h. Meningkatkan jaringan energi untuk memanfaatkan energi terbarukan dan tak terbarukan secara optimal serta mewujudkan keterpaduan sistem penyediaan tenaga listrik
j. Meningkatkan jaringan transmisi dan distribusi minyak dan gas bumi, serta mewujudkan sistem jaringan pipa minyak dan gas bumi nasional yang optimal.
Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang meliputi:
a. kebijakan dan strategi pengembangan kawasan lindung;b. kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budi daya; dan c. kebijakan dan strategi pengembangan kawasan strategis
nasional.
B. Rencana Struktur Ruang Wilayah Nasional
Rencana struktur ruang wilayah nasional meliputi:
1. Sistem perkotaan nasional;2. Sistem jaringan transportasi nasional 3. Sistem jaringan energi nasional
4. Sistem jaringan telekomunikasi nasional; dan 5. Sistem jaringan sumber daya air.
1. Sistem Perkotaan Nasional
Sistem perkotaan nasional terdiri atas PKN, PKW, dan
PKL.PKN dan PKW tercantum dalam Lampiran II yang
merupakanbagian
tidak
terpisahkan
dari
Peraturan
Pemerintah ini.PKL ditetapkan dengan Peraturan Daerah
tentang RencanaTata Ruang Wilayah Provinsi berdasarkan
usulan pemerintahkabupaten/kota, setelah dikonsultasikan
dengan Menteri. PKN, PKW, dan PKL dapat berupa:
a. Kawasan megapolitan; b. Kawasan metropolitan; c. Kawasan perkotaan besar;
Tabel 3.1 Sistem Perkotaan Nasional Provinsi Jawa Barat
Provinsi PKN PKW PKL
Daerah Khusus Ibukota Jakarta Jawa Barat -Banten
Kawasan Perkotaan
Jabodetabek -
-Jawa Barat
Kawasan Perkotaan Bandung Raya
Sukabumi
-Cirebon Cikampek -Cikopo Palabuhan ratu Indramayu Kadipaten Tasikmalaya Pangandaran Sumber : PP No 26 Tahun 2008 Tentang RTRW Nasional
2. Sistem Jaringan Transportasi Nasional
Sistem jaringan transportasi nasional terdiri atas:
a. Sistem jaringan transportasi darat;b. Sistem jaringan transportasi laut; dan c. Sistem jaringan transportasi udara.
3. Sistem Jaringan Energi Nasional
Sistem jaringan energi nasional terdiri atas:
a. jaringan pipa minyak dan gas bumi;b. pembangkit tenaga listrik; dan c. jaringan transmisi tenaga listrik.
4. Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud
merupakan sistem sumber daya air pada setiap wilayah
sungai dan cekungan air tanah.
C. Rencana Pola Ruang Wilayah Nasional
Rencana pola ruang wilayah nasional terdiri atas:
a. Kawasan lindung nasional; danb. Kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional
1. Kawasan Lindung
a. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan\ bawahannya;
b. Kawasan perlindungan setempat;
c. Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya; d. Kawasan rawan bencana alam;
e. Kawasan lindung geologi; dan f. Kawasan lindung lainnya.
Tabel 3.2 Kawasan Lindung Nasional Provinsi Jawa Barat
Provinsi Kawasan Lindung Nasional Lokasi
Jawa Barat
Suaka Margasatwa Cikepuh Kabupaten Sukabumi Suaka Margasatwa Gunung
Sawal Kabupaten Ciamis
Cagar Alam Gunung Tangkuban
Perahu Kabupaten Bandung Barat
Cagar Alam Leuweung Sancang Kabupaten Garut
Cagar Alam Gunung Tilu Kabupaten Bandung
Cagar Alam Gunung
Papandayan Kabupaten Garut
Cagar Alam Gunung Burangrang
Kabupaten Subang dan Purwakarta
Cagar Alam Kawah Kamojang Kabupaten Bandung
Cagar Alam Gunung Simpang Kabupaten Bandung danKabupaten Cianjur
Taman Nasional Gunung Gede – Pangrango
Kabupaten Ciajur,
Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor
Taman Nasional Halimun – Salak
Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi Taman Nasional Gunung
Ciremai Kabupaten Kuningan
Taman Wisata Alam Gunung
Tampomas Kabupaten Sumedang
Taman Wisata Alam Laut
Cijulang Kabupaten Pangandaran
Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi
Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut
Sumber : PP No 26 Tahun 2008 Tentang RTRW Nasional
2. Kawasan Budidaya Yang Memiliki Nilai Strategis
Kawasan budi daya terdiri atas:
a. Kawasan peruntukan hutan produksi
3. Kawasan peruntukan hutan produksi yang dapat dikonversi.
b. Kawasan peruntukan hutan rakyat
Kawasan peruntukan hutan rakyat ditetapkan dengan
criteria kawasan yang dapat diusahakan sebagai hutan
oleh orang pada tanah yang dibebani hak milik.
c. Kawasan peruntukan pertanian
Kawasan peruntukan pertanian ditetapkan dengan kriteria:
1. Memiliki kesesuaian lahan untuk dikembangkan sebagaikawasan pertanian;
2. Ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan abadi; 3. Mendukung ketahanan pangan nasional; dan/atau
4. Dapat dikembangkan sesuai dengan tingkat ketersediaan air. 5. Kawasan peruntukan perikanan;
d. Kawasan peruntukan perikanan ditetapkan dengan kriteria:
1. Wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan penangkapan, budi daya, dan industri pengolahan hasil perikanan; dan/atau
2. Tidak mengganggu kelestarian lingkungan hidup.
e. Kawasan peruntukan pertambangan
Kawasan peruntukan pertambangan yang memiliki nilai
strategis nasional terdiri atas pertambangan mineral dan
batubara,
pertambangan
minyak
dan
gas
bumi,
pertambangan panas bumi, serta air tanah.
f. Kawasan peruntukan industri;
Kawasan peruntukan industri ditetapkan dengan kriteria:
1. Berupa wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatanindustri;
2. Tidak mengganggu kelestarian fungsi lingkungan hidup; dan/atau
3. Tidak mengubah lahan produktif.
g. Kawasan peruntukan pariwisata;
Kawasan peruntukan pariwisata ditetapkan dengan
kriteria:
2. Mendukung upaya pelestarian budaya, keindahan alam, dan lingkungan.
h. Kawasan peruntukan permukiman; dan/atau
Kawasan peruntukan permukiman ditetapkan dengan
kriteria:
1. Berada di luar kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana;
2. Memiliki akses menuju pusat kegiatan masyarakat di luar kawasan; dan/atau
3. Memiliki kelengkapan prasarana, sarana, dan utilitas pendukung.
i. Kawasan peruntukan lainnya
Kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional
ditetapkan sebagai kawasan andalan. Nilai strategis
nasional meliputi kemampuan kawasan untuk memacu
pertumbuhan ekonomi kawasan dan wilayah di sekitarnya
serta mendorong pemerataan perkembangan wilayah.
Tabel 3.3 Kawasan Andalan Provinsi Jawa Barat
Provinsi Kawasan Andalan Sektor Unggulan
Jawa Barat
Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur (Bopunjur dan Sekitarnya)
pertanian, pariwisata, industri dan perikanan Kawasan Sukabumi dan
Sekitarnya
perikanan, pertanian, pariwisata dan
perkebunan Kawasan Purwakarta, Subang,
Karawang (Purwasuka) pertanian, industri,pariwisata dan perikanan
Kawasan Cekungan Bandung industri, pertanian,pariwisata dan perkebunan
Kawasan Cirebon-Indramayu-Majalengka-Kuningan (Ciayumaja Kuning) dan Sekitarnya
pertanian, industri, perikanan dan pertambangan Kawasan Priangan
Timur-Pangandaran
pertanian, industri, perkebunan, pariwisata dan perikanan
Sumber : PP No 26 Tahun 2008 Tentang RTRW Nasional
D. Penetapan Kawasan Strategis Nasional
1. Pertahanan dan keamanan; 2. Pertumbuhan ekonomi; 3. Sosial dan budaya;
4. Pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi;dan/atau
5. Fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
Tabel 3.4 Kawasan Strategis Nasional Provinsi Jawa Barat
Provinsi Kawasan Strategis
Nasional Lokasi
Jawa Barat
Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung
Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi dan Kabupaten Sumedang Kawasan Fasilitas Uji
Terbang Roket Pamengpeuk
Kabupaten Garut
Kawasan Stasiun Pengamat Dirgantara
Pamengpeuk Kabupaten Garut
Kawasan Stasiun Pengamat Dirgantara Tanjung Sari
Kabupaten Sumedang
Kawasan Stasiun
Telecomand Provinsi Jawa Barat
Kawasan Stasiun Bumi
Penerima Satelit Mikro Provinsi Jawa Barat Sumber : PP No 26 Tahun 2008 Tentang RTRW Nasional
3.1.2.2
RTRW KAWASAN STRATEGIS NASIONALPenetapan kawasan strategis nasional dilakukan berdasarkan
kepentingan:
1. Pertahanan dan keamanan
Kawasan
strategis
nasional
dari
sudut
kepentingan
pertahanan dan keamanan ditetapkan dengan kriteria:
a. diperuntukkan bagi kepentingan pemeliharaan keamanan
dan pertahanan negara berdasarkan geostrategi nasional;
b. diperuntukkan bagi basis militer, daerah latihan militer,
persenjataan, dan/atau kawasan industri sistem pertahanan;
atau
c. merupakan wilayah kedaulatan negara termasuk pulau-pulau
kecil terluar yang berbatasan langsung dengan negara
tetangga dan/atau laut lepas.
2. Pertumbuhan ekonomi
Kawasan
strategis
nasional
dari
sudut
kepentingan
pertumbuhan ekonomi ditetapkan dengan kriteria:
a. memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh;
b. memiliki
sektor
unggulan
yang
dapat
menggerakkan
pertumbuhan ekonomi nasional;
c. memiliki potensi ekspor;
d. didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan
ekonomi;
e. memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi
tinggi;
f. berfungsi
untuk
mempertahankan
tingkat
produksi
pangan
nasional dalam rangka mewujudkan ketahanan
pangan nasional;
g. berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber
energi dalam rangka mewujudkan ketahanan energi nasional;
atau
h. ditetapkan
untuk
mempercepat
pertumbuhan
kawasan
tertinggal.
3. Sosial dan budaya
Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan sosial dan
budaya ditetapkan dengan kriteria:
a. merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat
istiadat atau budaya nasional;
b. merupakan
prioritas
peningkatan
kualitas
sosial
dan
budaya serta jati diri bangsa;
dilindungi dan dilestarikan;
d. merupakan
tempat
perlindungan
peninggalan
budaya
nasional;
e. memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman
budaya; atau
f. memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial
skala nasional.
4. Pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi
Kawasan
strategis
nasional
dari
sudut
kepentingan
pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi
ditetapkan dengan kriteria:
a. diperuntukkan
bagi
kepentingan
pengembangan
ilmu
pengetahuan dan teknologi berdasarkan lokasi sumber daya
alam strategis nasional, pengembangan antariksa, serta
tenaga atom dan nuklir;
b. memiliki sumber daya alam strategis nasional;
c. berfungsi sebagai pusat pengendalian dan pengembangan
antariksa;
d. berfungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan
nuklir; atau
e. berfungsi
sebagai
lokasi
penggunaan
teknologi
tinggi
strategis.
5. Fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan fungsi
dan
daya dukung lingkungan hidup ditetapkan dengan
kriteria:
a. merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati;
b. merupakan aset nasional berupa kawasan lindung yang
ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau
fauna yang hampir punah atau diperkirakan akan punah
yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan;
setiap tahun berpeluang menimbulkan kerugian negara;
d. memberikan perlindungan terhadap keseimbangan
iklim makro;
e. menuntut
prioritas
tinggi peningkatan
kualitas
lingkungan hidup;
f. rawan bencana alam nasional; atau
g. sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan
mempunyai
dampak
luas
terhadap
kelangsungan
kehidupan.
Adapun RTRW KSN yang telah ditetapkan sampai saat ini adalah
sebagai berikut :
a. Perpres No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur;
b. Perpres No. 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan;
c. Perpres No. 55 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Makassar, Maros, Sungguminasa, Takalar;
d. Perpres No. 62 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Medan, Binjai, Deli Serdang, dan Karo;
e. Perpres No. 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda;
f. Perpres No. 87 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun.
3.1.2.3
RTRW PULAURencana Tata Ruang (RTR) Pulau merupakan rencana rincidan
operasionalisasi dari RTRWN. Adapun arahan yang harus
diperhatikan dari RTR Pulau untuk penyusunan RPIJM
Kabupaten/Kota adalah:
b. Arahan pengendalian pemanfaatan ruang yangmemberikan arahan batasan wilayah mana yang dapatdikembangkan dan yang harus dikendalikan.
c. Strategi operasionalisasi rencana pola ruang dan struktur ruang khususnya untuk bidang Cipta Karya seperti pengembangan prasarana sarana air minum, air limbah, persampahan, drainase, RTH, rusunawa, agropolitan, dll.
Hingga saat ini RTRW Pulau yang telah ditetapkan adalah:
a. Perpres No. 88 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sulawesi;
b. Perpres No. 3 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Kalimantan;
c. Perpres No. 13 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera;
d. Perpres No. 28 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Jawa-Bali.
3.1.2.4
RTRW PROVINSI JAWA BARATRTRWP merupakan matra spasial dari Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah (RPJPD) yang berfungsi
sebagai
penyelaras kebijakan penataan ruang nasional, Daerah, dan
Kabupaten/Kota serta sebagai acuan bagi instansi Pemerintah,
Pemerintah Daerah dan masyarakat untuk mengarahkan lokasi
dan menyusun program pembangunan yang berkaitan dengan
pemanfaatan ruang di Daerah.
Kedudukan RTRWP adalah sebagai pedoman dalam :
a. Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) dan rencana sektoral lainnya;
b. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang;
d. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;
e. Penataan ruang KSP; dan
f. Penataan ruang wilayah Kabupaten/Kota
A. Kebijakan Dan Strategi Penataan Ruang
Kebijakan dan strategi penataan ruang, meliputi :
a. Kebijakan dan strategi perencanaan tata ruang;
b. Kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang; dan
c. Kebijakan dan strategi pengendalian pemanfaatan ruang
1. Kebijakan dan Strategi Perencanaan Tata Ruang
Kebijakan perencanaan tata ruang meliputi :
a. Penyusunan dan peninjauan kembali rencana tata ruang
yang dilakukan melalui pendekatan partisipatif;
b. Tindaklanjut RTRWP ke dalam rencana yang lebih
terperinci;
c. Penyelarasan RTRW kabupaten/kota dengan substansi
RTRWP.
Strategi perencanaan tata ruang meliputi :
a. Peningkatan
peran
kelembagaan
dan
peranserta
masyarakat dalam perencanaan tata ruang;
b. Penyelarasan RTRW kabupaten/kota dengan RTRWP;
c. Menjadikan RTRWP sebagai acuan bagi perencanaan
sektoral dan wilayah;
d. Penyusunan kesepakatan RTRWP dengan rtrw provinsi
yang berbatasan;
e. Penyusunan rencana tata ruang KSP
2. Kebijakan dan Strategi Pemanfaatan Ruang
Kebijakan pengembangan wilayah diwujudkan melalui
pembagian 6 (enam) WP serta keterkaitan fungsional
antarwilayah dan antarpusat pengembangan. Penetapan
WP
dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas
pengelolaan pembangunan. Penetapan WP merupakan
penjabaran dari Kawasan Strategis Nasional dan Kawasan
Andalan pada sistem nasional. Pembagian WP terdiri atas :
a. WP Bodebekpunjur sebagai pengembangan kawasan
perkotaan di wilayah Jawa Barat dengan kesetaraan
fungsi dan peran kawasan di KSN Jabodetabekpunjur
serta antisipatif terhadap perkembangan pembangunan
wilayah perbatasan, meliputi Kota Bogor, Kabupaten
Bogor, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kota Depok dan
sebagian wilayah di Kabupaten Cianjur;
b. WP Purwasuka sebagai penjabaran dari Kawasan
Andalan Purwasuka, meliputi Kabupaten Purwakarta,
Kabupaten Subang, dan Kabupaten Indramayu;
c. WP Ciayumajakuning sebagai penjabaran dari Kawasan
Andalan Ciayumajakuning yang antisipatif terhadap
perkembangan pembangunan wilayah perbatasan,
meliputi Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, Kabupaten
Indramayu,
Kabupaten
Majalengka,
Kabupaten
Kuningan, dan sebagian wilayah di Kabupaten
Sumedang;
e. WP Sukabumi dan sekitarnya sebagai penjabaran dari
Kawasan Andalan Sukabumi yang antisipatif terhadap
perkembangan pembangunan wilayah perbatasan,
meliputi Kota Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, dan
sebagian wilayah di Kabupaten Cianjur; dan
f. WP KK Cekungan Bandung, meliputi Kota Bandung,
Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota
Cimahi dan sebagian wilayah di Kabupaten Sumedang.
Kebijakan pengembangan wilayah melalui keterkaitan
fungsional antar WP, meliputi:
a. Kawasan yang terletak di bagian utara provinsi,
mencakup WP Bodebekpunjur dan sebagian WP
Purwasuka, WP KK Cekungan Bandung dan WP
Ciayumajakuning,
menjadi
kawasan
yang
dikendalikan perkembangannya;
b. Kawasan yang terletak di bagian timur provinsi,
mencakup sebagian WP Ciayumajakuning, WP KK
Cekungan Bandung dan WP Priangan
Timur-Pangandaran, ditetapkan sebagai kawasan yang
didorong perkembangannya;
c. Kawasan yang terletak di bagian selatan provinsi,
meliputi sebagian WP KK Cekungan Bandung, WP
Sukabumi dan sekitarnya serta WP Priangan
Timur-Pangandaran, ditetapkan menjadi kawasan yang
dibatasi perkembangannya;
d. Kawasan yang terletak di bagian barat provinsi,
meliputi sebagian WP Bodebekpunjur, WP KK
Cekungan Bandung dan WP Sukabumi dan
sekitarnya, ditetapkan menjadi kawasan yang
ditingkatkan perkembangannya.
a. Mengendalikan pengembangan wilayah, meliputi :
1. Memenuhi kebutuhan pelayanan umum perkotaan
yang berdayasaing dan ramah lingkungan;
2. Membatasi kegiatan perkotaan yang membutuhkan
lahan luas dan potensial menyebabkan alih fungsi
kawasan lindung dan lahan sawah;
3. Menerapkan kebijakan yang ketat untuk kegiatan
perkotaan yang menarik arus migrasi masuk tinggi;
4. Mengembangkan sistem transportasi massal;
5. Meningkatkan
koordinasi
dan
kerjasama
antarprovinsi dalam mewujudkan kesetaraan peran
dan fungsi di ksn; dan
6. Mengembangkan mekanisme pembagian peran (
role
sharing)
terutama
dengan
provinsi
yang
berbatasandalam pengelolaan kawasan lindung
berbasis das dan pemanfaatan sumberdaya alam.
b. Mendorong pengembangan wilayah, meliputi:
1.
Memprioritaskan investasi untuk mengembangkan
kawasan sesuai dengan arahan RTRWP;
2.
Mendorong kegiatan ekonomi berbasis pertanian,
kelautan dan perikanan, pariwisata, industri dan
perdagangan/jasa;
3.
Memprioritaskan
pengembangan
infrastruktur
wilayah;
4.
Menjamin ketersediaan serta kualitas sarana dan
prasarana permukiman yang memadai, terutama di
wilayah perbatasan; dan
c. Membatasi pengembangan wilayah, meliputi:
1.
Mempertahankan dan menjaga kelestarian kawasan
lindung yang telah ditetapkan;
2.
Meningkatkan produktivitas lahan dan aktivitas
budidaya
secara
optimal
dengan
tetap
memperhatikan fungsi lindung yang telah ditetapkan;
3.
Meningkatkan akses menuju dan ke luar kawasan;
4.
Meningkatkan sarana dan prasarana permukiman
terutama di wilayah perbatasan;
5.
Meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar
provinsi dalam mewujudkan kesetaraan peran dan
fungsi di ksn; dan
6.
Mengembangkan mekanisme pembagian peran (
role
sharing)
terutama
dengan
provinsi
yang
berbatasandalam pengelolaan kawasan lindung
berbasis das.
d. Meningkatkan pengembangan wilayah, meliputi:
1.
Mendorong kegiatan ekonomi berbasis pertanian,
kelautan dan perikanan, pariwisata, industri, dan
perdagangan/jasa;
2.
Memprioritaskan
pengembangan
infrastruktur
wilayah;
3.
Mengembangkan sistem transportasi massal;
4.
Menjamin ketersediaan dan kualitas sarana dan
prasarana permukiman yang memadai, terutama di
wilayah perbatasan; dan
5.
Meningkatkan
koordinasi
dalam
mewujudkan
kesetaraan peran dan fungsi di wilayah perbatasan.
3. Kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang
a. Pemantapan peran perkotaan di Daerah sesuai fungsi yang
telah ditetapkan, yaitu PKN, pknp, PKW, pkwp, dan PKL;
b. Pengembangan sistem kota-desa yang sesuai dengan
dayadukung dan dayatampung serta fungsi kegiatan
dominannya;
c. Pengendalian perkembangan kawasan perkotaan di wilayah
utara serta wilayah yang berada di antara wilayah utara
dan selatan untuk menjaga lingkungan yang berkelanjutan;
d. Pengendalian perkembangan sistem kota di wilayah selatan
dengan tidak melebihi dayadukung dan dayatampungnya;
e. Penataan dan pengembangan infrastruktur wilayah yang
dapat menjadi pengarah, pembentuk, pengikat, pengendali
dan pendorong pengembangan wilayah untuk mewujudkan
sistem kota di Daerah;
f. Mendorong terlaksananya peran WP serta KSP dalam
mewujudkan pemerataan pertumbuhan wilayah dan
sebaran penduduk.
Strategi pemantapan peran kawasan perkotaan di Daerah
sesuai fungsi yang telah ditetapkan meliputi :
a. Meningkatkan peran PKN sebagai pusat koleksi dan
distribusi skala internasional, nasional atau beberapa
provinsi;
b. Mengembangkan kegiatan ekonomi di bagian timur dengan
orientasi pergerakan ke arah Cirebon;
c. Meningkatkan peran kawasan perkotaan di bagian selatan
menjadi PKNp yang mempunyai fungsi tertentu dengan
skala pelayanan internasional, nasional atau beberapa
provinsi;
e. Meningkatkan peran kawasan perkotaan di bagian timur
dan selatan menjadi PKWp yang mempunyai fungsi
tertentu dengan skala pelayanan provinsi atau beberapa
kabupaten/kota;
f. Meningkatkan peran PKL perkotaan sebagai kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
kabupaten/kota atau beberapa kecamatan; dan
g. Meningkatkan peran PKL perdesaan sebagai pusat koleksi
dan distribusi lokal yang menghubungkan desa sentra
produksi dengan PKL perkotaan
Strategi pengembangan sistem kota-desa yang sesuai dengan
dayadukung lingkungan serta fungsi kegiatan dominannya
meliputi:
a. Mengendalikan mobilitas dan migrasi masuk terutama ke
wilayah pusat pertumbuhan;
b. Mengendalikan pertumbuhan permukiman skala besar dan
mendorong pengembangan permukiman vertikal di
kawasan padat penduduk, antara lain di kawasan
perkotaan Bodebek dan kawasan perkotaan Bandung Raya;
c. Mengendalikan pertumbuhan kawasan permukiman skala
besar dan mendorong pengembangan permukiman vertikal
di Kawasan Pantura untuk mengurangi kecenderungan alih
fungsi lahan sawah; dan
d. Mengendalikan
perkembangan
kegiatan
industri
manufaktur dan kawasan permukiman skala besar di
koridor Bodebek-Cikampek-Bandung.
Strategi pengendalian perkembangan kawasan perkotaan di
wilayah utara dan wilayah yang berada di antara wilayah
utara dan selatan untuk menjaga lingkungan yang
berkelanjutan meliputi :
b. Meningkatkan fungsi WP sebagai klaster pengembangan
ekonomi wilayah belakangnya (
hinterland
); dan
c. Memantapkan fungsi PKW, PKWp, dan PKL untuk
mendukung klaster perekonomian di WP, melalui
penyediaan prasarana dengan kuantitas dan kualitas
sesuai standar pelayanan minimal.
Strategi pengendalian dan pengembangan sistem kota di
wilayah selatan sesuai dengan dayadukungnya meliputi :
a. Menetapkan WP Sukabumi dan sekitarnya serta WP
Priangan Timur-Pangandaran;
b. Meningkatkan fungsi WP sebagai klaster pengembangan
ekonomi; dan
c. Memantapkan fungsi PKW, PKWp, dan
PKL untuk
mendukung
klaster perekonomian di WP, melalui
penyediaan prasarana dengan kuantitas dan kualitas
sesuai standar pelayanan minimal.
Strategi penataan dan pengembangan sistem prasarana
wilayah yang dapat menjadi pengarah, pembentuk, pengikat,
pengendali dan pendorong pengembangan wilayah untuk
terwujudnya sistem kota di Daerah meliputi :
a. Mengembangkan dan meningkatkan ketersediaan dan
kualitas prasarana wilayah untuk mendukung pergerakan
di sepanjang koridor kawasan perkotaan Bandung
Raya-Cirebon, dan kawasan perkotaan Pangandaran ke arah
Cirebon;
b. Mengembangkan sistem angkutan umum massal di
Kawasan Perkotaan Bodebek, Kawasan Perkotaan Bandung
Raya dan Cirebon untuk mengurangi masalah transportasi
perkotaan;
kawasan perkotaan Cirebon dan mengurangi intensitas
kegiatan di Kawasan Perkotaan Bodebek dan Kawasan
Perkotaan Bandung Raya;
d. Meningkatkan
ketersediaan dan kualitas pelayanan
prasarana serta fasilitas pendukung kegiatan perkotaan
dan perdesaan pada WP;
e. Mengembangkan sistem energi dan kelistrikan yang dapat
memantapkan fungsi PKW, PKWp, PKL perkotaan, dan PKL
perdesaan;
f. Meningkatkan ketersediaan dan kualitas prasarana
sumberdaya air berbasis DAS untuk menunjang kegiatan
perkotaan dan pertanian;
g. Mengembangkan
sistem
Tempat
Pengolahan
dan
Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) regional sesuai dengan
proyeksi pertumbuhan penduduk, perkembangan kegiatan
perkotaan dan ekonomi;
h. Mengembangkan sistem telekomunikasi yang merata
terutama untuk menunjang kegiatan ekonomi yang
dikembangkan di PKL perkotaan, PKL perdesaan, PKW, dan
PKWp; dan
i. Meningkatkan pelayanan ekonomi, kesehatan, pendidikan,
dan budaya, terutama di PKL perkotaan dan PKL
perdesaan, untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk
serta mengurangi mobilitas dan migrasi ke pusat kegiatan
di PKN dan PKW.
Strategi pendorong terlaksananya peran WP dan KSP dalam
mewujudkan pemerataan pertumbuhan wilayah dan sebaran
penduduk meliputi :
a. Menentukan fungsi setiap WP agar terjadi sinergitas
pembangunan;
c. Optimalisasi fungsi PKW dan PKL dalam setiap WP; dan
d. Meningkatkan ketersediaan dan kualitas prasarana untuk
mendukung mobilitas dan pemenuhan kebutuhan dasar di
dalam WP.
4. Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang.
Kebijakan pengembangan pola ruang meliputi :
a. Pengembangan kawasan lindung; dan
b. Pengembangan kawasan budidaya.
5. Kebijakan dan Strategi Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang meliputi :
a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui pengawasan dan
penertiban yang didasarkan kepada arahan peraturan
zonasi sistem provinsi, arahan perizinan, arahan insentif
dan disinsentif, serta arahan sanksi;
b. Pemberian izin pemanfaatan ruang sebagai salah satu alat
pengendalian pemanfaatan ruang;
c. Pemberian izin pemanfaatan ruang yang merupakan
kewenangan kabupaten/kota, berpedoman pada rtrwp;
d. Pemberian izin pemanfaatan ruang oleh kabupaten/kota
yang berdampak besar dan/atau menyangkut kepentingan
nasional dan/atau provinsi, dikoordinasikan dengan
gubernur.
B. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Rencana tata ruang wilayah provinsi terdiri dari : 1. Rencana struktur ruang wilayah provinsi, meliputi :
• Rencana pengembangan sistem perkotaan meliputi : 1. Sistem perkotaan di Daerah terdiri atas :
b. Penetapan Pangandaran dan Palabuhanratu sebagai
pknp, yang mempunyai fungsi tertentu dengan skala
pelayanan internasional, nasional atau beberapa
provinsi;
c. Penetapan Kota Sukabumi, Palabuhanratu,
Cikampek-Cikopo, Indramayu, Kadipaten, Tasikmalaya dan
Pangandaran sebagai PKW, dengan peran menjadi
pusat koleksi dan distribusi skala nasional;
d. Penetapan Kota Banjar dan Rancabuaya sebagai pkwp,
yang mempunyai fungsi tertentu dengan skala
pelayanan provinsi atau beberapa kabupaten/kota;
e. Penetapan kawasan Cikarang, Cibinong, Cimanggis,
Cibadak,
Cianjur,
Sindangbarang,
Purwakarta,
Karawang,
Soreang,
Padalarang,
Sumedang,
Pamanukan, Subang, Jalan Cagak, Jatibarang,
Sumber, Majalengka, Kuningan, Garut, Pameungpeuk,
Singaparna, Ciamis dan Banjarsari sebagai PKL
Perkotaan, dengan wilayah pelayanan kabupaten/kota
dan beberapa kecamatan;
f. Penetapan Jampang Kulon, Sagaranten, Jampang
Tengah,
Sukanagara,
Wanayasa,
Plered,
Perdesaan, dengan wilayah pelayanan kabupaten/kota
dan beberapa kecamatan.
Tabel 3.5 Sistem Perkotaan Provinsi
NO KAB./KOTA PKN PKNp PKW PKWp PKL
PERKOTAAN
PKL PERDESAAN
1 Kota Bekasi
Bodebek 2 Kab Bekasi
3 Kota Bogor 4 Kab Bogor 5 Kota Depok 6 Kota
Sukabumi Sukabumi
7 Kab
Sukabumi Palabuhanratu Palabuhanratu Cibadak
Jampang kulon Sagaranten Jampang tengah
8 Kab Cianjur Cianjur
Sindangbarang Sukanagara 14 Kota Cimahi 15 Kab
Indramayu Indramayu Jatibarang
Karangampel 19 Kab Cirebon
20 Kab
Majalengka Kadipaten Majalengka
Kertajati
Kab Garut Rancabuaya GarutPameungpeuk CikajangBungbulang
23 Kota
NO KAB./KOTA PKN PKNp PKW PKWp PKL PERKOTAAN
PKL PERDESAAN
24 Kab
Tasikmalaya Singaparna Karangnunggal
25
Kab Ciamis Pangandaran Pangandaran
Ciamis
26 Kota Banjar Banjar
Sumber : Perda No 22 Tahun 2010 Tentang RTRW Provinsi Jawa Barat
Tabel 3.6 Sistem Perkotaan PKN (Kawasan Perkotaan BODEBEK)
PKN Kota Hirarkhi I Kota Hirarkhi II Kota Hirarkhi III
Kawasan Perkotaan Bodebek
Kota Bekasi
Cikarang TarumajayaTambun Setu
Kota Depok Cimanggis
Sumber : Perda No 22 Tahun 2010 Tentang RTRW Provinsi Jawa Barat
Tabel 3.7 Sistem Perkotaan (Kawasan Perkotaan Bandung Raya) PKN Kota Hirarkhi I Kota Hirarkhi II Kota Hirarkhi III
Kawasan
Bandung Barat Padalarang
Cililin
Tabel 3.8 Sistem Perkotaan (PKN Cirebon)
PKN Kota Hirarkhi I Kota Hirarkhi II Kota Hirarkhi III
Cirebon
Kota Cirebon
Kabupaten
Cirebon Sumber
Arjawinangun Palimanan Lemahabang Ciledug Sumber : Perda No 22 Tahun 2010 Tentang RTRW Provinsi Jawa Barat
• Rencana pengembangan infrastruktur wilayah.
Rencana pengembangan infrastruktur wilayah di Daerah, meliputi :
a. Pengembangan infrastruktur jalan dan perhubungan
terdiri atas :
• Pengembangan jaringan jalan primer yang melayani distribusi barang dan jasa yang menghubungkan PKN, pknp, PKW, pkwp dan PKL;
• Pengembangan jaringan jalan tol dalam kota maupun antarkota sebagai penghubung antarpusat kegiatan utama;
• Pengembangan jaringan kereta api yang berfungsi sebagai penghubung antar PKN serta antara PKN dengan pknp dan pkwp;
• Pengembangan bandara dan pelabuhan nasional maupun internasional serta terminal guna memenuhi kebutuhan pergerakan barang dan jasa dari dan ke Daerah dalam skala regional, nasional, maupun internasional; dan
• Pengembangan sistem angkutan umum massal dalam rangka mendukung pengembangan pusat kegiatan utama.
b. Pengembangan infrastruktur sumberdaya air dan irigasi
berbasis DAS terdiri atas :
•
WS
Cidanau-Ciujung-Cidurian-Cisadane-Ciliwung-Citarum;
•
WS Cimanuk-Cisanggarung;
•
WS Citanduy;
•
WS Cisadea-Cibareno.
c. Pengembangan infrastruktur energi dan kelistrikan
terdiri atas :
•
Pengembangan instalasi dan jaringan distribusi
listrik untuk meningkatkan pasokan listrik ke
seluruh wilayah;
•
Pengembangan energi terbarukan meliputi panas
bumi, energi potensial air, energi surya, energi angin
dan bioenergi; dan
•
Pengembangan energi tak terbarukan meliputi bahan
bakar
minyak,
gas,
dan
batubara
untuk
meningkatkan pasokan energi.
d. Pengembangan infrastruktur telekomunikasi terdiri
atas:
• Pengembangan telekomunikasi di Desa yang belum terjangkau sinyal telepon;
• Pengembangan telekomunikasi di Desa yang belum dilalui jaringan terestrial telekomunikasi; dan
• PengembanganCyber Province.
e. pengembangan infrastruktur permukiman, terdiri atas :
• Pengembangan hunian vertikal di perkotaan;
• Pengembangan kawasan siap bangun atau lingkungan siap bangun di perkotaan;
• Peningkatan pelayanan sistem air minum;
• Pengelolaan air limbah dan drainase;
• Pengelolaan persampahan;
• Peningkatan kualitas lingkungan permukiman kumuh;
• Pembangunan kawasan dan sarana olahraga;
• Pembangunan pusat kebudayaan;
• Pembangunan rumah sakit;
• Pembangunan pasar induk regional;
• Peningkatan prasarana dasar permukiman perdesaan;
• Peningkatan dan pembangunan pusat kegiatan belajar; dan
• Pembangunan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) pembantu.
2. Rencana Pola Ruang Wilayah Provinsi
Rencana pola ruang wilayah provinsi, terdiri atas:
a. Kawasan Lindung Provinsi
Rencana pola ruang kawasan lindung provinsi meliputi :
a. Menetapkan kawasan lindung provinsi sebesar 45% dari luasseluruh wilayah Daerah yang meliputi kawasan lindung berupa kawasanhutan dan kawasan lindung di luar kawasan hutan, yang ditargetkan untuk dicapai pada tahun 2018;
b. Mempertahankan kawasan hutan minimal 30% dari luas Daerah Aliran Sungai (DAS);
c. Mempertahankan kawasan resapan air atau kawasan yang berfungsi hidroorologis untuk menjamin ketersediaan sumberdaya air; dan
d. Mengendalikan pemanfaatan ruang kawasan lindung yang berada di luar kawasan hutan sehingga tetap berfungsi lindung.
Kawasan lindungterdiri dari:
a. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya, meliputi :
1.
Kawasan hutan lindung;2.
Kawasan resapan air;b. Kawasan perlindungan setempat, meliputi : 1. Sempadan pantai;
2. Sempadan sungai;
3. Kawasan sekitar waduk dan danau/situ; 4. Kawasan sekitar mata air;
5. RTH di kawasan perkotaan; c. Kawasan suaka alam, meliputi :
2. Kawasan suaka margasatwa;
3. Kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya; 4. Kawasan mangrove;
d. Kawasan pelestarian alam, meliputi : 1. Taman nasional;
2. Taman hutan raya; 3. Taman wisata alam;
e. Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan; f. Kawasan rawan bencana alam, meliputi :
1. Kawasan rawan tanah longsor; 2. Kawasan rawan gelombang pasang; 3. Kawasan rawan banjir;
g. Kawasan lindung geologi, meliputi :
1. Kawasan cagar alam geologi dan kawasan kars; 2. Kawasan rawan bencana alam geologi;
3. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah; h. Taman buru;
i. Kawasan perlindungan plasma nutfah eks-situ; j. Terumbu karang;
k. Kawasan koridor bagi satwa atau biota laut yang dilindungi; dan l. Kawasan yang sesuai untuk hutan lindung.
Tabel 3.9 Kawasan Lindung Provinsi Jawa Barat
Fungsi Jenis/Tipe Klasifikasi
Fisik Lokasi (Kode)
1. Kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan bawahannya
1.1 Kawasan Hutan berfungsi lindung
Hutan
Lindung Hutan
Tereletak di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH): Bogor, Sukabumi, Cianjur, Purwakarta, Kawasan Bandung Utara, Kawasan Bandung Selatan, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Sumedang, Majalengka, Indramayu dan Kuningan.
1.2 Kawasan
resapan air Non Hutan Tersebar di Jawa Barat
2. Kawasan Perlindungan Setempat
2.1 Sempadan
pantai Non Hutan
Kab. Bekasi, Kab. Karawang, Kab. Sukabumi, Kab. Cianjur, Kab. Subang, Kab. Garut, Kab.
Tasikmalaya, Kab. Ciamis, Kab. Cirebon, Kab. Indramayu, Kota Cirebon
2.2 Sempadan
Fungsi Jenis/Tipe Klasifikasi
Fisik Lokasi (Kode)
2.3 Kawasan sekitar waduk dan danau/situ
Non Hutan
• Waduk Ir. H. Juanda-Jatiluhur, terletak di Kabupaten Purwakarta;
• Waduk Cirata, terletak di Kabupaten Purwakarta – Cianjur - Bandung Barat;
• Waduk Cileunca, Waduk Cipanunjang, dan Situ Sipatahunan, terletak di Kabupaten Bandung; • Waduk Saguling, Situ Ciburuy, dan Situ
Lembang, terletak di Kabupaten Bandung Barat; • Situ Gede, Waduk Pongkor, Situ Kemang,
Waduk Lido, Waduk Cikaret, terletak di Kabupaten Bogor;
• Waduk Darma, Waduk Wulukut, Waduk Dadap Berendung, terletak di Kabupaten Kuningan; • Waduk Sedong dan Situ Patok, terletak di
Kabupaten Cirebon;
• Waduk Cipancuh dan Situ Bolang, terletak di Kabupaten Indramayu;
• Waduk Sindang Pano, Waduk Sangyang, Situ Anggrarahan, Situ Rancabeureum, terletak di Kabupaten Majalengka;
• Waduk Jatigede, terletak di Kabupaten Sumedang;
• Waduk Cibeureum, terletak di Kabupaten Bekasi;
• Situ Kamojing, terletak di Kabupaten Indramayu;
• Situ Bagendit, terletak di Kabupaten Garut; • Situ Gede, terletak di Kabupaten Tasikmalaya; • Situ Bojongsari, terletak di Kota Depok. 2.4 Kawasan
sekitar mata air Non Hutan Tersebar di Jawa Barat 2.5 Ruang Terbuka
Hijau Kota
Hutan dan
Non Hutan Tersebar di Jawa Barat
3. Kawasan Suaka Alam
3.1 Kawasan Cagar Alam
Hutan
Konservasi Hutan
• Cagar Alam Arca Domas, Cagar Alam Yan Lapa, dan Cagar Alam Dungus Iwul, terletak di Kabupaten Bogor;
• Cagar Alam Talaga Warna, terletak di Kabupaten Bogor – Cianjur;
• Cagar Alam Takokak, Cagar Alam Cadas
Malang, dan Cagar Alam Bojong Larang Jayanti, terletak di Kabupaten Cianjur;
• Cagar Alam Gunung Simpang, terletak di Kabupaten Bandung - Cianjur;
• Cagar Alam Telaga Patengan, Cagar Alam Gunung Malabar, Cagar Alam Cigenteng Cipanji I/II, Cagar Alam Yung Hun, dan Cagar Alam Gunung Tilu, terletak di Kabupaten Bandung; • Cagar Alam Papandayan (perluasan) dan Cagar
Alam Kawah Kamajong, terletak di Kabupaten Bandung - Garut;
• Cagar Alam Gunung Tangkubanparahu, terletak di Kabupaten Bandung - Subang;
• Cagar Alam Talaga Bodas dan Leuweung Sancang, terletak di Kabupaten Garut; • Cagar Alam Sukawayana, Cagar Alam
Fungsi Jenis/Tipe Klasifikasi
Fisik Lokasi (Kode)
• Cagar Alam Burangrang, terletak di Kabupaten Purwakarta;
• Cagar Alam Gunung Jagat, terletak di Kabupaten Sumedang;
• Cagar Alam Pananjung Pangandaran dan Cagar Alam Panjalu/Koorders, terletak di Kabupaten Ciamis.
Suaka Margasatwa Cikepuh terletak di
Kabupaten Sukabumi
Suaka Margasatwa Gunung Sawal terletak di
Kabupaten Ciamis
Suaka Margasatwa Sindangkerta, terletak di Kabupaten Tasikmalaya
3.3 Kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya
Hutan
Konservasi Hutan
Suaka Alam Laut Leuweung Sancang, terletak di
Kabupaten Garut
Suaka Alam Laut Pangandaran, terletak di Kabupaten Ciamis
3.4 Kawasan pantai berhutan bakau/ payau
Hutan
Konservasi Hutan
Muara Gembong, terletak di Kabupaten Bekasi Muara Bobos dan Blanakan, terletak di
Kabupaten Subang
Tanjung Sedari, terletak di Kabupaten. Karawang
Eretan, terletak di pantai Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon
4. Kawasan Pelestarian Alam
4.1. Taman Nasional
Hutan
Konservasi Hutan
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango di Kabupaten Sukabumi, Bogor
Taman Nasional Gunung Halimun terletak di
Kabupaten Sukabumi dan Bogor
Taman Nasional Gunung Ciremai, terletak di
Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka
4.2. Taman Hutan Raya
Hutan Konservasi
Hutan
Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda terletak
Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung
Taman Hutan Raya Pancoran Mas terletak di Kota
Depok
Taman Hutan Raya Gunung Palasari dan Gunung Kunci di Kabupaten Sumedang
4.3. Taman Wisata
Alam HutanKonservasi Hutan
Taman Wisata Alam Gunung Salak Endah,
Taman Wisata Alam Talaga Warna dan Taman Wisata Alam Gunung Pancar, terletak di Kabupaten Bogor;
Taman Wisata Alam Sukawayana, terletak di Kabupaten Sukabumi;
Taman Wisata Alam Jember, terletak di
Kabupaten Cianjur;
Taman Wisata Alam Telaga Patengan dan Taman Wisata Alam Cimanggu, terletak di Kabupaten Bandung;
Taman Wisata Alam Curug Dago, terletak di Kota
Bandung;
Taman Wisata Gunung Tangkubanparahu,
terletak di Kabupaten Bandung Barat - Subang;
Taman Wisata Alam Curug Santri, terletak di Kabupaten Indramayu;
Taman Wisata Alam Kawah Kamojang terletak di
Kabupaten Bandung - Garut;
Taman Wisata Alam Papandayan, Taman Wisata
Alam Gunung Guntur dan Taman Wisata Alam Talaga Bodas, terletak di Kabupaten Garut;
Fungsi Jenis/Tipe Klasifikasi
Fisik Lokasi (Kode)
di Kabupaten Sumedang;
Taman Wisata Alam Linggarjati, terletak di Kabupaten Kuningan;
Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran, terletak di Kabupaten Ciamis;
Taman Wisata Alam lainnya, tersebar di
Kabupaten/Kota.
5. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu
Pengetahuan
Non Hutan
Istana Bogor, Batu Tulis, dan Gedung Negara BKPP Wilayah I terletak di Kota Bogor;
Istana Cipanas, Megalitikum Gunung Padang,
dan Kawasan Makam Rd. Aria di Cikundul, terletak di Kabupaten Cianjur;
Kawasan Gedung Sate, terletak di Kota Bandung; Candi Bojong Menje dan Kawasan Makam Syech
Mahmud di Kabupaten Bandung
Observatorium Bosscha dan Kampung Budaya Gua Pawon, terletak di Kabupaten Bandung Barat;
Makam Sunan Gunungjati, terletak di Kabupaten
Cirebon;
Gua Sunyaragi, Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Keraton Kacirebonan, dan Gedung Negara BKPP Wilayah III terletak di Kota Cirebon;
Museum Linggarjati, terletak di Kabupaten
Kuningan;
Kampung Naga dan Kawasan Makam Syech Sunan Rohmat Pamijahan, terletak di Kabupaten Tasikmalaya;
Gunung Kunci, Komplek Museum Prabu Geusan
Ulun, Komplek Makam Dayeuh Luhur, terletak di Kabupaten Sumedang;
Candi Cangkuang, Kampung Dukuh, Kawasan
Makam Syech Muhidin, dan Gedung Negara BKPP Wilayah IV, terletak di Kabupaten Garut;
Batu Tulis Ciaruteun, Kampung Budaya Sindangbarang, Kampung Adat Lemah Duhur, dan Gua Gudawang, terletak di Kabupaten Bogor;
Ciung Wanara Karang Kamulyan, Situ Lengkong
Panjalu, dan Kampung Kuta, terletak di Kabupaten Ciamis;
Pulau Biawak, terletak di Kabupaten Indramayu;
Kampung Ciptagelar, terletak di Kabupaten Sukabumi;
Kawasan Makam Syech Tb. Ahmad Bakri, dan
Gedung Negara BKPP Wilayah II, terletak di Kabupaten Purwakarta;
Kawasan Situs Candi Jiwa dan Makam Syech Quro, terletak di Kabupaten Indramayu; dan
Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan
lainnya, tersebar di Kabupaten/Kota.
6. Kawasan Rawan Bencana Alam
6.1 Kawasan Rawan Tanah Longsor
Non Hutan
Kab. Bogor, Kab. Sukabumi, Kab. Cianjur, Kab. Bandung, Kab. Garut, Kab. Purwakarta, Kab. Sumedang, Kab.Tasikmalaya, Kab. Ciamis, Kab. Majalengka, Kab. Kuningan & Kab. Cirebon 6.2 Kawasan
Gelombang Pasang
Non Hutan Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu,Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, dan Kabupaten Bekasi
6.3 Kawasan
Rawan Banjir Non Hutan
Fungsi Jenis/Tipe Klasifikasi
Fisik Lokasi (Kode)
Kabupaten Bandung, Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Bekasi
7. Kawasan Lindung Geologi
7.1 Kawasan Konservasi Lingkungan Geologi
Non Hutan
1. Kawasan Cagar Alam Geologi, meliputi : • Kawasan Geologi Pasir Pawon dan Gua
Pawon, terletak di Kabupaten Bandung Barat;
• Kawasan Geologi Ciletuh, terletak di Kabupaten Sukabumi;
• Kawasan Geologi Rancah, terletak di Kabupaten Ciamis; dan
• Kawasan Geologi Pasirgintung, terletak di Kabupaten Tasikmalaya.
2. Kawasan Kars, tersebar di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Ciamis.
7.2 Kawasan Rawan
Bencana Geologi Non Hutan
1.Kawasan rawan bencana gunung api, meliputi : • Kawasan Gunung Salak, terletak di Kabupaten
Bogor dan Kabupaten Sukabumi;
• Kawasan Gunung Gede-Pangrango, terletak di Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi;
• Kawasan Gunung Patuha, Kawasan Gunung Wayang Windu, dan Kawasan Gunung Talagabodas, terletak di Kabupaten Bandung; • Kawasan Gunung Ciremai, terletak di
Kabupaten Kuningan, Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Majalengka;
• Kawasan Gunung Guntur, terletak di Kabupaten Garut;
• Kawasan Gunung Tangkubanparahu, terletak di Kabupaten Bandung Barat dan
KabupatenSubang;
• Kawasan Gunung Papandayan, terletak di Kabupaten Garut dan Kabupaten Bandung; dan
• Kawasan Gunung Galunggung, terletak di Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Garut.
2.Kawasan rawan gempa bumi tektonik, tersebar di daerah rawan gempa bumi Bogor-Puncak-Cianjur, daerah rawan gempa bumi Sukabumi-Padalarang-Bandung, daerah rawan gempa bumi Purwakarta-Subang-Majalengka, dan daerah rawan gempa bumi Garut-Tasikmalaya-Ciamis; 3.Kawasan rawan gerakan tanah, tersebar di
Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Subang, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Sumedang,
Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Ciamis;
Fungsi Jenis/Tipe Klasifikasi
Fisik Lokasi (Kode)
dan Sesar Baribis (Kuningan-Majalengka); 5.Kawasan rawan tsunami, tersebar di Kabupaten
Ciamis, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Sukabumi; dan
6.Kawasan rawan abrasi, tersebar di pantai Kabupaten Bekasi, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Ciamis.
7.3 Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah
Non Hutan
1. Kawasan imbuhan air tanah, tersebar di Jawa Barat
2. Kawasan sempadan mata air, tersebar di Jawa Barat.
8. Kawasan Taman Buru
Hutan
Konservasi Hutan
Taman Buru Gunung Masigit terletak di Kabupaten Bandung, Garut, dan Sumedang
9. Kawasan perlindungan plasma nutfah
Non Hutan
Muara Gembong, terletak di Kabupaten Bekasi; Kebun Raya Bogor, terletak di Kota Bogor; Taman Safari Indonesia, Taman Buah Mekarsari,
dan Gunung Salak Endah, terletak di Kabupaten Bogor;
Taman Bunga Nusantara, Kebun Raya Cibodas, dan Ciogong, terletak di Kabupaten Cianjur;
Pantai Pangumbahan dan Perairan Sukawayana, terletak di Kabupaten Sukabumi;
Jatiluhur/Sanggabuana, terletak di Kabupaten
Purwakarta;
Kawah Putih dan Gunung Patuha, terletak di Kabupaten Bandung;
Kebun Binatang Bandung, terletak di Kota Bandung;
Cimapang/Rancabuaya, terletak di Kabupaten
Garut;
Gunung Cakrabuana, Sirah Cimunjul dan
Gunung Galunggung terletak di Kabupaten Tasikmalaya;
Majingklak, Karang Kamulyan, Panjalu dan
Cukang Taneuh, terletak di Kabupaten Ciamis;
Gunung Ageung, terletak di Kabupaten
Majalengka;
Muara Cimanuk dan Pulau Biawak, terletak di Kabupaten Indramayu; dan
Kebun Raya Kuningan, terletak di Kabupaten Kuningan.
10. Terumbu
Karang Non Hutan
Pantai Cilamaya, terletak di Kabupaten
Indramayu;
Pantai Bobos, terletak di Kabupaten Subang;
Pantai Majakerta dan Pulau Biawak, terletak di Kabupaten Indramayu;
Pantai Karang Hawu, Cisolok, Citepus, Surade,
Ciracap, dan Ciwaru, terletak di Kabupaten Sukabumi;
Pantai Santolo, Cilauteureun sampai Cagar Alam Sancang, Cikelet, terletak di Kabupaten Garut;
Pantai Cipatujah sampai Karangtawulan, terletak
di Kabupaten Tasikmalaya; dan
Pantai Krapyak, Pantai Timur dan Barat Cagar
Fungsi Jenis/Tipe Klasifikasi
Fisik Lokasi (Kode)
11. Koridor satwa dan biota laut yang dilindungi
Non Hutan
Tempat bertelur penyu hijau, terdapat di Ciracap
dan Ujung Genteng, terletak di Kabupaten Sukabumi, serta Pantai Keusik Luhur, terletak di Kabupaten Ciamis;
Tempat bertelur penyu, terdapat di Pantai
Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya.
12. Kawasan yang sesuai untuk Hutan Lindung
Non Hutan
Tersebar di luar kawasan hutan negara, yang memiliki skor > 175, dihasilkan dari analisis hutan lindung kriteria SK Mentan No.
837/KPTS/Um/11/1980.
Sumber : Perda No 22 Tahun 2010 Tentang RTRW Provinsi Jawa Barat
b. Arahan pengembangan kawasan budidaya yang memiliki
nilai strategis provinsi.
Tabel 3.10 Kawasan Andalan Provinsi Jawa Barat
No Kawasan Andalan Sektor Unggulan
1 Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur(Bopunjur dan Sekitarnya)
Pertanian Pariwisata Industri Perikanan
2 Kawasan Sukabumi danSekitarnya
Perikanan Pertanian Pariwisata Perkebunan
3 Kawasan Purwakarta, Subang,Karawang (Purwasuka)
Pertanian Industri Pariwisata Perikanan
4 Kawasan Cekungan Bandung
Industri Pertanian Pariwisata Perkebunan
5 Kawasan Cirebon-Indramayu-Majalengka-Kuningan)
Pertanian Industri Perikanan Pertambangan
6 Kawasan Priangan Timur-Pangandaran
Pertanian Industri Perkebunan Pariwisata Perikanan Sumber : Perda No 22 Tahun 2010 Tentang RTRW Provinsi Jawa Barat