BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker serviks adalah keganasan yang mengenai leher rahim yang merupakan bagian bawah rahim yang menonjol ke puncak liang senggama (vagina) (Kemenkes, 2010). Kanker serviks sebagian besar disebabkan oleh adanya dengan infeksi virus
Human papiloma virus (HPV), sering terdapat pada ibu yang aktif secara seksual sejak usia muda, berganti-ganti pasangan seks, riwayat IMS, HIV/AIDS, perokok dan
sosial ekonomi rendah (Delia, 2010).
Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2008, kejadian kanker serviks sekitar 1.500.000 – 2.000.000 kasus setiap tahunnya di seluruh dunia
(Manuaba, 2010). Saat ini penyakit kanker serviks menempati peringkat teratas diantara berbagai jenis kanker yang menyebabkan kematian pada perempuan di
dunia. Prevalensi kasus kanker serviks di dunia mencapai 1,4 juta dengan 493.000 kasus baru dan 273.0000 mengalami kematian. Dari data tersebut lebih dari 80% penderita berasal dari Negara berkembang, di Asia Selatan, Asia tenggara, Sub sahara
Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Selatan (Nadia, 2009).
Di Indonesia, setiap tahun terdeteksi lebih dari 15.000 kasus kanker serviks
dan sekitar 8000 kasus diantaranya berakhir dengan kematian. Angka kejadian kanker serviks di Indonesia tahun 2011 mencapai angka 100 per 100.000 penduduk pertahun,
Menurut data dari Yayasan Kanker Indonesia (2011) menyebutkan setiap
tahunnya sekitar 500.000 wanita didiagnosa menderita kanker serviks dan lebih dari 250.000 wanita meninggal dunia.
Menurut Kementerian Kesehatan RI tahun 2010, di Indonesia Insiden penyakit kanker serviks berdasarkan data dari Badan Registrasi Kanker Ikatan Dokter Ahli Patologi Indonesia (IAPI ) di 13 Rumah Sakit di Indonesia kanker serviks
menduduki peringkat pertama 17,2% diikuti kanker payudara 12,2%. Tetapi dari Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) di Indonesia tahun 2008 diketahui bahwa
kanker payudara menempati urutan pertama (18,4) sementara kanker payudara sebesar (10,3%). Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, insiden kanker serviks 76,2% diantara kanker ginekologi.
Data yang diperoleh dari dinas kesehatan Provinsi Sumatera Utara penderita kanker serviks pada tahun 2011 terdapat 74 kasus dan pada tahun 2012 terdapat 331
kasus. Di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan pada tahun 2009 ditemukan penderita kanker serviks sebanyak 121 kasus dan yang paling sering pada usia > 40 tahun (82,6%) dan terus mengalami peningkatan pada tahun 2011 penderita
kanker serviks sebanyak 367 ibu dan paling sering pada usia 40-55 tahun sedangkan di Rumah Sakit Pirngadi Medan tahun 2011 terdapat 102 pasien kanker serviks yang
berkunjung ke Poli ginekologi.
Kanker serviks merupakan masalah kesehatan utama wanita di dunia,
diagnosis sehingga pasien datang dalam kondisi kanker sudah stadium lanjut, keadaan
umum yang lemah, juga status sosial ekonomi yang rendah, keterbatasan sumber daya, sarana, dan prasarana (Rasjidi, 2010). Alasan lain meningkatnya kejadian
kanker serviks adalah karena kurangnya program penapisan yang efektif dengan tujuan untuk mendeteksi keadaan sebelum kanker maupun kanker pada stadium dini termasuk pengobatannya sebelum proses invasif yang lebih lanjut (Kemenkes RI,
2010).
Umumnya penderita kanker serviks yang datang ke Rumah sakit atau pusat
kesehatan sekitar 70% dalam stadium lanjut (parah) dan 30% stadium dini. Dalam kondisi lanjut, maka diperlukan biaya yang besar karena harus melakukan pembedahan atau penyinaran (radioterapi), padahal jika dalam stadium dini proses
penyembuhan lebih murah (Manuaba, 2010).
Hingga saat ini banyak wanita yang tidak melakukan pemeriksaan IVA secara
rutin,dengan dijumpai 40-45 kasus baru setiap hari (Goedadi, 2012). Hal ini terlihat masih banyaknya ditemukan kematian karena penyakit kanker serviks yang terlambat didiagnosa. Insidens kanker serviks terus meningkat seiring dengan meningkatnya
populasi sehingga meningkatkan beban kesehatan negara. Padahal sebenarnya penyakit ini dapat dicegah dengan deteksi dini lesi prakanker yang apabila segera
diobati tidak akan berlanjut menjadi kanker serviks.
Menurut Kemenkes RI (2010) kunci keberhasilan program pengendalian
dari 50% wanita yang terdiagnosa kanker tidak pernah melakukan penapisan
(Kemenkes RI, 2010).
WHO menyebutkan 4 komponen penting yang menjadi pilar dalam
penanganan kanker serviks, yaitu : pencegahan infeksi HPV, deteksi dini melalui peningkatan kewaspadaan dan program skrining yang terorganisir, diagnosis dan tatalaksana, serta perawatan paliatif untuk kasus lanjut. Deteksi dini kanker serviks
merupakan terobosan inovatif dalam pembangunan kesehatan untuk mengurangi angka kematian dan kesakitan akibat kanker serviks. Beberapa metode deteksi dini
dapat dilakukan diantaranya dengan metode pemeriksaan visual yakni inspeksi visual dengan asam asetat, merupakan metode yang dapat dijadikan pilihan dalam pembuatan kebijakan kesehatan nasional Indonesia karena karakteristik metode IVA
sesuai dengan kondisi Indonesia yang memiliki keterbatasaan ekonomi,sarana dan prasarana kesehatan (Depkes RI, 2008).
Kebijakan untuk menentukan lesi prakanker akan memberikan dampak yang cukup besar di dalam menurunkan insidensi, morbiditas dan mortalitas kanker serviks. Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) telah dilakukan uji coba pada wanita di
Negara Afrika dan ternyata dapat menurunkan insidensi 26% dan ternyata mempunyai sensifitas dan spesifitas yang cukup baik dalam menemukan lesi
prakanker (FK.UI, 2007).
Pemeriksaan skrining yang lazim digunakan saat ini untuk menentukan lesi
efektif, lebih mudah, sederhana. Keadaan ini lebih mungkin dilakukan di negara
berkembang seperti di Indonesia.
Menurut FK UI tahun 2007, deteksi penyakit kanker serviks dapat dilakukan
secara sederhana dengan metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) yang sangat sederhana, murah, nyaman, praktis dan mudah. Sederhana yaitu dengan mengoleskan asam cuka putih, murah. Nyaman, karena prosedurnya tidak rumit,
tidak memerlukan persiapan dan tidak menyakitkan. Praktis artinya dapat dilakukan dimana saja, tidak memerlukan sarana khusus cukup tempat tidur yang representatif,
spekulum dan lampu. Mudah karena dapat dilakukan oleh bidan dan perawat yang sudah terlatih. Bila hasilnya normal, IVA dapat diulang setiap tiga atau lima tahun. Bila hasilnya positif, maka pemeriksaan akan dilanjutkan dengan biopsy
(Pengambilan sampel jaringan serviks) ke laboratorium dengan menggunakan tehnik papsmear atau Gynescopy oleh dokter ahli kandungan.
Pemerintah telah melakukan program penapisan kanker serviks dalam mengendalikan kanker serviks. Untuk melaksanakan program ini, Departemen Kesehatan telah menyelenggarakan pilot project deteksi dini kanker serviks di 6
kabupaten di Indonesia yaitu Deli serdang, Gresik (Jawa Timur), Kebumen (Jawa Tengah), Gunung Kidul (DI Yogjakarta), Karawang (Jawa Barat), dan Gowa
(Sulawesi Selatan). Deteksi dini kanker serviks ini dilakukan dengan menggunakan metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) (Depkes RI, 2008).
program skrining kanker serviks minimal 80% dari polulasi wanita yang berisiko
berusia 30 – 50 tahun.
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara telah melaksanakan program
pencegahan kanker serviks (see and treat) yakni metode skrining dan terapi pada kanker serviks yang baik dengan sumber daya terbatas, program ini dilaksanakan sejak tahun 2007. Dinas Kesehatan bekerjasama dengan seluruh puskesmas dalam
melakukan pemeriksaan deteksi dini kanker serviks dengan menggunakan metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA).
Pengetahuan sangat menentukan seseorang dalam berperilaku, hal ini sesuai dengan pendapat Green dan Kauter (2005) bahwa perilaku dipengaruhi oleh faktor predisposisi antara lain pengetahuan sejalan dengan pendapat Bloom dikutip oleh
Notoatmojo (2003) membagi perilaku manusia ke dalam 3 domain, ranah atau kawasan yakni:Kognitif, Afektif, dan Psikomotor. Dalam pengembangannya, teori
bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yaitu Pengetahuan, Sikap dan Tindakan. pengetahuan atau kognitif merupakan domain sangat penting untuk terbentuknya perilaku nyata (tindakan) seseorang. Tanpa
pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi.
Menurut Nuranna (2006) mengemukakan rendahnya pengetahuan wanita mengenai kanker serviks membuat rendahnya keinginan wanita untuk melakukan
keengganan untuk melakukan deteksi dini , menyebabkan sebagian besar ( >70% )
pasien dating ke fasilitas kesehatan dalam kondisi yang sudah parah dan sulit disembuhkan. Hanya sekitar 2% dari wanita di Indonesia yang memiliki pengetahuan
tentang kanker serviks.
Hasil penelitian sebelumnya yakni tentang pengetahuan dan sikap wanita yang telah menikah terhadap pemeriksaan IVA (Radiah, 2009) di Puskesmas Medan Area
Selatan tahun 2009 menunjukkan masih rendahnya kesadaran WUS untuk periksa IVA, dengan data yang yang diperoleh hanya 22% responden yang melakukan
pemeriksaan IVA dan 78% responden tidak melakukan pemeriksaan IVA dengan alasan mereka malu dan takut ketahuan kalau ada penyakit dalam dirinya.
Menurut penelitian Dewi, dkk di Buleleng (2011) menyatakan bahwa WUS
yang mempunyai tingkat pendidikannya tinggi cenderung melakukan pemeriksaan IVA daripada WUS yang pengetahuannya rendah, sebanyak 89,3% tidak melakukan
pemeriksaan IVA dan 10,7% melakukan pemeriksaan IVA, sedangkan pada WUS dengan tingkat pengetahuan tinggi, sebanyak16,7% tidak melakukan pemeriksaan IVA dan 73,3% melakukan pemeriksaan IVA. Dan WUS yang memiliki sikap baik,
cenderung melakukan pemeriksaan IVA daripada WUS yang sikapnya kurang, sebanyak 95,5% tidak melakukan pemeriksaan IVA dan 4,5% melakukan
pemeriksaan IVA, sedangkan pada WUS yang memiliki sikap baik, sebanyak 33,33% tidak melakukan pemeriksaan IVA dan 66,67%melakukan pemeriksaan IVA.Menurut
Survey awal yang dilakukan pada bulan Oktober 2013 bahwa Puskesmas
Padang Bulan merupakan Puskesmas yang memiliki jumlah penduduk yang besar dengan karakteristik penduduk yang berbeda baik dari tingkat sosial ekonomi
maupun tingkat pendidikan dan mempunyai fasilitas Pemeriksaan IVA yang tentunya dapat memberikan kemudahan kepada ibu Pasangan Usia Subur (PUS) untuk dapat melakukan pemeriksaan IVA bagi setiap ibu yang datang ke Puskesmas
Padang Bulan. Sejak tahun 2011 Puskesmas padang bulan telah melaksanakan program sosialisasi dan pemeriksaan IVA kepada masyarakat, khususnya kepada ibu
yang telah menikah. Berdasarkan laporan akhir tahun 2013 dari petugas Program KIA/KB , dari 5954 sasaran, yang sudah dilakukan pemeriksaan IVA baru sebanyak 1.786 (30%) ibu PUS dan 594 (10%) ibu PUS lainnya melakukan pemeriksaan
papsmear ke fasilitas lainnya. Sedangkan 3.572 (60%) ibu PUS belum melakukan pemeriksaan IVA. Juga pada saat dilakukan survey di lapangan dari 10 orang ibu
PUS didapat 3 orang ibu PUS yang sudah pernah melakukan pemeriksaan IVA, sedangkan 7 orang ibu PUS belum pernah melakukan pemeriksaan IVA dengan alasan berbeda-beda antara lain, belum penah tahu tentang pemeriksaan IVA, merasa
enggan karena harus buka aurat sewaktu pemeriksaan IVA, tidak merasakan adanya gejala-gejala kanker leher rahim.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi permasalahan yaitu
usia subur tentang kanker serviks dengan pemeriksaan IVA di Wilayah Kerja
Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Tahun 2014.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap ibu PUS tentang kanker
serviks dengan pemeriksaan IVA di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru tahun 2014
1.3.2 Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu PUS tentang kanker serviks dengan pemeriksaan IVA di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan
Kecamatan Medan Baru tahun 2014
b) Untuk mengetahui hubungan sikap ibu PUS tentang kanker serviks dengan
pemeriksaan IVA di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru tahun 2014
1.4 Manfaat penelitian
1. Sebagai masukan/informasi bagi Kepala/petugas kesehatan Puskesmas Padang Bulan dalam upaya meningkatkan kwalitas pelayanan pemeriksaan
IVA untuk deteksi dini kanker serviks dengan memberikan penyuluhan-penyuluhan kepada ibu Pasangan Usia Subur.
2. Sebagai bahan referensi dan menambah wawasan keilmuan dan pengalaman