• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI A. STRES KERJA 1. Definisi Stres Kerja - Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Stres Kerja Pegawai Negeri Sipil Di Kanwil Kementrian Agama Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI A. STRES KERJA 1. Definisi Stres Kerja - Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Stres Kerja Pegawai Negeri Sipil Di Kanwil Kementrian Agama Medan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI A. STRES KERJA

1. Definisi Stres Kerja Menurut Lazarus & Folkman (dalam Morgan, 1986) stres merupakan

suatu keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh atau

kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai membahayakan dan melebihi

kemampuan individu untuk mengatasinya.

Menurut Schuler (Robbins, 2003), stres merupakan suatu kondisi dinamik

yang di dalamnya seorang individu di konfrontasikan dengan suatu peluang,

kendala, atau tuntutan yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkannya dan

hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting.

Baron dan Greenberg (1990) mendefinisikan stres sebagai reaksi-reaksi

emosional dan psikologis yang terjadi pada situasi dimana tujuan individu

mendapat halangan dan tidak bisa mengatasinya.

Menurut Gibson, et. al (1996) stres merupakan suatu tanggapan

penyesuaian, yang diperantarai oleh perbedaan-perbedaan individu dan proses

psikologis, yang merupakan hasil dari konsekuensi diri dari setiap tindakan dari

luar (lingkungan), situasi, atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis

(2)

Dale dan Staudohar (1982), menyatakan stres kerja merupakan suatu

tekanan yang dirasakan oleh seseorang yang mempengaruhi emosi, proses pikiran

dan kondisi fisik seseorang di mana tekanan ini disebabkan oleh lingkungan

pekerjaan di mana individu tersebut berada.

Rogers & Cobb (1974) mendefinisikan stres kerja sebagai suatu

ketidakcocokan antara keterampilan seseorang, kemampuan, dan tuntutan yang

diberikan oleh lingkungan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kebutuhan

seseorang. (Wijono, 2010).

Beehr and Newman (1978) mengemukakan bahwa stres kerja adalah

kondisi dimana tuntutan pekerjaan melebihi kemampuan pekerja menghadapinya

sehingga menyebabkan tergganggunya fungsi normal fisik maupun psikologis

sang pekerja. Menurut Van Harrison & Pinneau (1975) beserta Caplan et al

(dalam Beehr & Newman, 1978), stres kerja merupakan setiap karakteristik

lingkungan kerja yang bisa menjadi ancaman bagi individu.

Stres kerja juga didefiniskan sebagai perasaan yang menekan atau tertekan

yang dialami oleh pegawai dalam menghadapi suatu pekerjaan. Stres kerja dapat

dilihat dari simptom, misalnya, emosi yang tidak stabil, perasaan tidak senang,

suka menyendiri, sulit tidur, merokok berlebihan, cemas, gugup, mengalami

gangguan pencernaan, serta tekanan darah meningkat (Mangkunegara, 2005).

Evan dan Johnson (2000) menyebutkan bahwa stres kerja merupakan satu

(3)

Stres kerja adalah kondisi dimana tuntutan pekerjaan melebihi kemampuan

pekerja menghadapinya sehingga menyebabkan tergganggunya fungsi normal

fisik maupun psikologis sang pekerja. (Beehr and Newman, 1978).

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa stres kerja

merupakan suatu tekanan yang dirasakan oleh seseorang yang berasal dari

interaksi antara individu dengan lingkungan pekerjaan dimana terdapat

ketidakcocokan antara keterampilan seseorang, kemampuan, dan tuntutan yang

diberikan oleh lingkungan pekerjaan yang bisa mempengaruhi emosi, proses

pikiran dan kondisi fisik seseorang di dalam bekerja.

2. Faktor Stres Kerja

Menurut Robbins (2003), faktor–faktor yang dapat menimbulkan stres

kerja antara lain:

1. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan merupakan segala perubahan yang terjadi dalam

lingkungan organisasi yang dapat mempengaruhi tingkat stres pada anggota

organisasi. Faktor Lingkungan yang dapat menyebabkan stres ialah

ketidakpastian lingkungan, seperti ketidakpastian situasi ekonomi,

ketidakpastian\ politik, dan perubahan teknologi. Kondisi organisasi ini akan

mempengaruhi individu yang terlibat di dalamnya (Sheridan & Radmacher,

(4)

2. Faktor organisasi

Faktor yang berasal dari organisasi seperti adanya tuntutan tugas yang

berlebihan, tekanan untuk menyelesaikan pekerjaan. atasan yang kaku, tidak

peka dan terlalu banyak menuntut, rekan sekerja yang tidak mendukung,

bisa menjadi faktor organisasi yang bisa menyebabkan stres pada karyawan.

Faktor organisasi merupakan suatu kondisi organisasi yang langsung

mempengaruhi individu (Gibson,1996). Budaya organisasi merupakan salah

satu faktor organisasi yang menyebabkan stres kerja karyawan. Hal tersebut

dikarenakan nilai-nilai yang ada di dalam budaya organisasi tersebut

dijadikan pedoman dalam berperilaku dalam organisasi

(Mangkunegara,2005).

3. Faktor individual

Menurut Sheridan & Radmacher (1992), faktor-faktor individual merupakan

faktor yang berasal dari apa yang terjadi pada segala hal di luar jam kerja

seorang karyawan yang berpengaruh pada timbul tidaknya stres dalam

kehidupan pekerjaan seseorang. Faktor individual, dapat terjadi dalam

segala hal kehidupan pribadi individu di luar pekerjaan, seperti masalah

keluarga dan ekonomi. Faktor-faktor yang bersifat individual tersebut yang

menjadi stressor dalam kehidupan seseorang akan berdampak pada

(5)

3. Dimensi Stres Kerja

Dimensi stres kerja oleh Beehr dan Newman (dalam Rice, 1999), antara

lain:

1. Fisiologis

Menurut Behr dan Newman (dalam rice, 1999), aspek fisiologis merupakan

suatu penurunan kesehatan fisik secara bertahap yang muncul dalam diri

seseorang yang bisa muncul pada pegawai dalam kondisi stres kerja. Aspek

fisiologis yang terlihat pada pegawai bisa dilihat melalui:

a. Meningkatnya detak jantung

b. Lebih mudah lelah

c. Terdapat gangguan pernapasan

d. Lebih sering berkeringat

e. Lebih sering sakit kepala

f. Memiliki gangguan tidur.

2. Psikologis

Menurut Behr dan Newman (dalam rice, 1999) aspek psikologis merupakan

suatu masalah emosi dan kognitif yang muncul dalam diri seseorang yang

bisa muncul pada pegawai dalam kondisi stres kerja. Aspek stres yang

muncul pada keadaan psikologis pegawai dapat dilihat melalui:

a. Lebih mudah mengalami kecemasan

b. Lebih mudah marah dan bersifat sensitif

c. Sulit berkomunikasi

(6)

e. Sulit untuk berkonsentrasi

f. Kehilangan kreativitas

g. Kehilangan semangat hidup

h. Menurunnya rasa percaya diri

3. Aspek Perilaku

Menurut Behr dan Newman (dalam rice, 1999) aspek perilaku merupakan

perilaku yang timbul akibat adanya stres kerja. Aspek stres yang dikaitkan

dengan perubahan perilaku pegawai dapat dilihat melalui:

a. Menunda atau menghindari pekerjaan

b. Penurunan prestasi dan produktivitas

c. Minum minuman keras dan mabuk

d. Perilaku makan yang tidak normal

e. Agresivitas dan Kriminalitas

f. Penurunan kualitas hubungan interpersonal

B. BUDAYA ORGANISASI 1. Definisi Budaya Organisasi

Menurut Schein (1992) budaya organisasi merupakan asumsi-asumsi dasar

yang dipelajari baik sebagai hasil memecahkan masalah yang timbul dalam proses

penyesuaian dengan lingkungannya, maupun sebagai hasil memecahkan masalah

yang timbul dari dalam organisasi, antar unit-unit organisasi yang berkaitan

(7)

Robbins (2006), menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan suatu

sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi yang

membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain.

Tosi, Rizzo, Carroll (dalam Munandar, 2001) mengatakan bahwa budaya

organisasi merupakan cara-cara berpikir, berperasaan, dan bereaksi berdasarkan

pola-pola tertentu yang ada di dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian

organisasi.

Budaya organisasi menunjukkan suatu nilai-nilai, kepercayaan dan

prinsip-prinsip yang mendasari suatu sistem manajemen organisasi (Denison,

1990). Adanya perspektif budaya organisasi memusatkan perhatian terhadap

nilai-nilai dasar, keyakinan-keyakinan, dan asumsi-asumsi yang hidup dalam

organisasi, pola-pola perilaku yang berasal dari shared meanings, dan

simbol-simbol yang mengekspresikan hubungan-hubungan antara asumsi-asumsi,

nilai-nilai dan perilaku dari anggota-anggota organisasi (Denison,1990).

Budaya Organisasi menurut Davis dan John Newstrom (dalam

Mangkunegara, 2005) bahwa budaya organisasi merupakan seperangkat asumsi,

kepercayaan, sistem-sistem nilai, dan norma yang disepakati tiap anggota

organisasi.

John R. Schermerhorn dan James G.Hunt (dalam Mangkunegara, 2005)

mengatakan bahwa budaya organisasi merupakan sistem kepercayaan bersama

dan nilai-nilai yang dikembangkan dalam organisasi dan menjadi pedoman dalam

(8)

Menurut Luthans (1998), setiap anggota akan berperilaku sesuai dengan

budaya yang berlaku, agar diterima oleh lingkungannya. Dengan demikian,

budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan

perilaku anggota organisasi.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Mangkunegara (2005) yang

menyatakan bahwa budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem

keyakinan, nilai-nilai, dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang

dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota organisasi untuk mengatasi masalah

adaptasi eksternal dan internal.

Menurut Melinda (2004) dalam penelitiannya terhadap budaya organisasi,

pengukuran terhadap budaya organisasi bukanlah untuk mengetahui bentuk

budaya organisasi, melainkan untuk mengetahui sampai sejauh mana budaya

organisasi telah diserap dan dijadikan landasan kerja oleh seluruh anggota

organisasi. Hal tersebut juga sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Robbins

(2003) yang mengatakan bahwa budaya organisasi yang kuat merupakan suatu

keadaan dimana nilai-nilai inti organisasi dipegang secara intensif dan dianut

bersama oleh anggota organisasi. Oleh karena itu, semakin kuatnya budaya

organisasi, berarti semakin menunjukkan bahwa nilai-nilai organisasi

terinternalisasi ke dalam diri pegawai.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan

suatu pola keyakinan dan nilai-nilai organisasi sebagai proses penyesuaian dengan

(9)

organisasi serta dijadikan sebagai pedoman dalam berperilaku di dalam suatu

organisasi.

2. Fungsi Budaya Organisasi

Fungsi Budaya Organisasi menurut Robbins (2006), yaitu:

1. Budaya Organisasi berfungsi sebagai pembeda. Hal tersebut berarti budaya

yang ada di dalam suatu organisasi dapat menciptakan pembedaan yang

jelas antara satu organisasi dengan organisasi yang lain.

2. Budaya Organisasi dapat memberikan suatu rasa identitas bagi anggota

organisasi. Dengan budaya organisasi yang kuat, anggota organisasi akan

memiliki identitas yang merupakan ciri khas organisasi.

3. Budaya Organisasi sebagai komitmen. Adanya budaya organisasi dapat

menumbuhkan komitmen pada anggota organisasi.

4. Budaya organisasi dapat menjaga stabilitas organisasi. Hal tersebut

mengandung pengertian bahwa adanya kesatuan komponen-komponen

organisasi yang direkatkan dengan pemahaman budaya yang sama akan

membuat kondisi organisasi relatif stabil.

5. Budaya organisasi sebagai mekanisme yang memandu dan membentuk

(10)

3. Dimensi Budaya Organisasi

Adapun dimensi budaya organisasi menurut Denison (dalam Sobirin,

2007), yaitu:

1. Involvement (keterlibatan)

Dimensi involvement (keterlibatan) ini menekankan pada sejauh mana

tingkat partisipasi karyawan (anggota organisasi) dalam proses pengambilan

keputusan. Budaya organisasi yang efektif menekankan prinsip-prinsip

keterlibatan (involvement), partisipasi, dan keterpaduan dari

kepentingan-kepentingan individu dengan kepentingan-kepentingan-kepentingan-kepentingan organisasi (Denison,

1990).

2. Consistency (kekonsistenan)

Dimensi ini menunjukkan bagaimana tingkat kesepakatan anggota

organisasi terhadap terhadap asumsi dasar dan nilai-nilai inti organisasi.

Budaya yang kuat menekankan sistem keyakinan, nilai-nilai, dan simbol

yang dipahami secara luas oleh anggota-anggota organisasi mengenai

perilaku, sistem, dan makna yang secara terpadu menuntut kepatuhan

individual daripada partisipasi sukarela (Denison & Mishra, 1995).

3. Adaptability (adaptabilitas)

Dimensi ini menekankan pada sejauh mana kemampuan organisasi dalam

merespon perubahan-perubahan lingkungan eksternal dengan melakukan

perubahan internal organisasi. Dimensi ini menekankan pada sistem-sistem

(11)

dalam perubahan perubahan kognitif, perilaku dan struktur internal

organisasi (Denison & Mishra, 1995).

4. Mission (misi)

Dimensi ini menunjukkan tujuan inti organisasi yang menjadikan organisasi

teguh dan fokus terhadap apa yang dianggap penting oleh organisasi.

Pandangan ini menekankan pentingnya suatu pemahaman yang sama dari

anggota organisasi mengenai fungsi dan tujuan organisasi (Denison, 1990).

Manfaatnya antara lain, memberikan tujuan dan makna, serta sekumpulan

alasan-alasan mengenai pentingnya kegiatan-kegiatan organisasi,

memberikan kepastian dan pengendalian dalam menentukan jenis-jenis

tindakan yang cocok bagi organisasi dan anggotanya (Denison, 1990).

C. PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP STRES KERJA

Davis dan John Newstrom (dalam Mangkunegara, 2005) mengatakan

bahwa budaya organisasi merupakan seperangkat asumsi, kepercayaan,

sistem-sistem nilai, dan norma yang disepakati tiap anggota organisasi.

Setiap organisasi tentu memiliki tujuan organisasi yang hendak dicapai.

Keberhasilan suatu organisasi untuk mengimplementasikan aspek-aspek atau

nilai-nilai (values) budaya organisasinya dapat mendorong perusahaan tersebut

tumbuh dan berkembang (Lako dan Irmawati 1997).

Dikatakan bahwa individu yang mempunyai nilai-nilai yang sama dengan

organisasi, maka mereka akan mudah berinteraksi secara efisien dengan sistem

nilai organisasi, mengurangi ketidakpastian, dan konflik serta meningkatkan

(12)

Rogers & Cobb (1974) mengartikan stres kerja sebagai ketidakcocokan

antara keterampilan seseorang, kemampuan, dan tuntutan yang diberikan oleh

lingkungan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kebutuhan seseorang. (Wijono,

2010).

Beberapa hal yang dapat menyebabkan stres kerja di dalam pekerjaan,

antara lain: beban kerja yang berlebihan, tekanan atau desakan waktu, buruknya

kualitas supervisi, iklim politis yang tidak aman, umpan balik tentang pelaksanaan

kerja yang tidak memadai, wewenang yang tidak cukup untuk melaksanakan

tanggung jawab, kemenduaan peranan, frustasi, konflik antar pribadi dan antar

kelompok dan perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dan karyawan (Handoko,

2000). Dampak dari stres tersebut bisa menghasilkan suatu kelelahan emosi,

perubahan kepribadian, burnout, dan pencapaian kinerja yang menurun

(Ivancevich et al, 2007).

Greenberg (2002), mengemukakan bahwa adanya partisipasi karyawan

dalam pembuatan keputusan/kebijakan dapat mempengaruhi stres karyawan di

tempat kerja. Selain itu Greenberg juga menyatakan bahwa partisipasi karyawan

dapat meperkecil munculnya stres kerja yang dialami karyawan. Sejalan dengan

pendapat yang dikemukakan oleh Denison (1990), bahwa untuk suatu organisasi

akan berjalan secara efektif apabila ada dimensi-dimensi budaya organisasi yang

salah satunya adalah dimensi Involvement (keterlibatan). Dengan adanya

keterlibatan tersebut, karyawan diikutsertakan dalam pengambilan keputusan

(13)

Faktor yang menyebabkan stres kerja dapat berasal dari faktor lingkungan,

faktor organisasi, dan faktor individu (Robbins, 2006). Dikatakan pula oleh

Robbins (2006) bahwa budaya organisasi yang kuat dalam suatu organisasi dapat

membantu melancarkan aktivitas organisasi dalam pencapaian tujuannya.

Sejalan dengan pendapat tersebut dikatakan bahwa stres kerja juga

dipengaruhi oleh kondisi organisasi, seperti penetapan arah dan kebijaksanaan

organisasi, perubahan strategi organisasi, dan keuangan, tuntutan kerja, tanggung

jawab atas orang lain, perubahan waktu kerja, hubungan yang kurang baik antar

kelompok kerja dan konflik peran (Luthans, 1998).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ketika nilai-nilai yang ada di

dalam organisasi, maka stres kerja dapat diatasi oleh organisasi. pada dasarnya

fungsi budaya organisasi adalah untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan

internal organisasi (Mangkunegara, 2005). Ketika nilai-nilai organisasi yang ada

di dalam organisasi tersebut sudah terinternalisasi dengan kuat ke dalam diri

pegawai maka stres kerja juga akan semakin lemah.

Penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Saputra (2010) mengenai

pengaruh budaya organisasi terhadap stres kerja pegawai juga mengemukakan

bahwa budaya organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap stres kerja

pegawai. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Mariani (2007) yang

mengatakan bahwa nilai-nilai yang ada di dalam organisasi dapat menurunkan

(14)

Berdasarkan uraian diatas dapat diperoleh sebuah kerangka pemahaman

bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap stres yang dialami karyawan.

Karena budaya organisasi yang kuat dapat melancarkan aktivitas organisasi dalam

pencapaian tujuannya. Dan ketika nilai-nilai dalam budaya organisasi dirasakan

tidak sesuai dengan karyawan dalam organisasi, maka karyawan bisa mengalami

stres, dan begitu juga sebaliknya ketika nilai-nilai yang ada di dalam budaya

organisasi dirasakan sesuai dengan karyawan, maka karyawan akan merasa puas

dan menghasilkan kinerja yang baik yang bisa mengarahkan kepada tingkat stres

yang rendah.

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu dan teori-teori yang telah

dikemukakan oleh para ahli tersebut maka peneliti tertarik untuk melihat apakah

budaya organisasi berpengaruh terhadap penurunan tingkat stres kerja pegawai

negeri sipil di Kanwil Kementrian Agama (Kemenag) Medan.

D. HIPOTESA PENELITIAN

Berdasarkan uraian teoritis diatas, maka hipotesa yang diajukan dalam

penelitian ini adalah: “Ada pengaruh negatif budaya organisasi terhadap stres

kerja pegawai”. Hipotesis ini mengandung pengertian bahwa apabila budaya

organisasi semakin kuat terinternalisasi maka akan menyebabkan stres kerja

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa metode dapat digunakan untuk menentukan maturasi skeletal pada setiap individu, seperti; melihat ossifikasi tulang pergelangan tangan dengan menggunakan radiografi

Pada era teknologi sekarang ini telah banyak media cetak maupun elektronik yang dapat menampung iklan dari suatu produk Penulis membahas cara pembuatan animasi untuk mengiklankan

Misi ini untuk mewujudkan peningkatan pembangunan ekonomi bagi semua (inklusif), sekaligus meningkatkan kemandirian dan kemampuan daya saing, terutama berbasis

Strategi yang dilakukan Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Ponorogo lebih mengutamakan strategi yang ramah remaja yaitu dengan pembentukan

perusahaan, dimana konsumen adalah semua orang yang membeli dan menerima barang maupun jasa yang dikonsumsi secara pribadi, jadi adanya keterlibatan langsung konsumen dalam

Dari hasil belajar yang diperoleh, penerapan empat model variasi pembelajaran integrari CD multimedia dengan perangkat pembelajaran untuk memberikan pengalaman

Setelah menyimak https://www.youtube.com/watch?v=NvXtJjdAlXw cerita tentang pelestarian alam di kirim melalui geogle classroom atau WAG kelas , siswa

Dian Anggraini. An Analysis of Translation Techniques and Translation Quality of Economic Terms in The Warren Buffett Portfolio: Mastering the Power