1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Indonesia adalah negara kepulauan yang dibatasi oleh lautan luas terbentang
dari Sabang sampai dengan Merauke, dan dari pulau Rotte Nusa Tenggara Timur
sampai dengan pulau Miangas Sulawesi Utara. Bentuk topografi itu
memungkinkan masyarakat yang mendiami pesisir pantai melakukan aktivitas dan
berpindah tempat dari satu daerah ke wilayah lain menggunakan perahu
menelusuri laut dalam dan dangkal di pesisir pantai. Demikian pula halnya
komunitas suku Bajo yang menganggap laut sebagai bahagian dari kehidupannya
sehari-hari, karena mencari nafkah di laut.
Sekitar awal abad 18 Masehi petualangan manusia perahu meninggalkan
kampung halamannya dengan modal pengetahuan dari orang tua mereka.
Pengetahuan yang diperoleh bersandar pada pedoman hidup orang tua yang sarat
dengan kearifan lokal secara turun temurun. Juga yang menjadi panduan dalam
mengarungi lautan adalah mencermati tanda-tanda seperti pesisir pantai, pulau
yang dilaluinya, rasi bintang pada malam hari dan irama gelombang laut serta
pemahaman saat air pasang dan surut di setiap setengah bulan Qamariah.
Pengetahuan itu diperoleh dengan pola autodidak dan pengalaman sehari-hari
sehingga menjadi kebiasaan dan sudah berpola pada perilaku keseharian mereka.
Pola yang menjadi perilaku dapat dikatakan sebagai budaya komunitas tertentu.
Hal semacam itu telah berulang dan berkelanjutan dari generasi ke generasi
2
seseorang atau kelompok dan bahkan golongan dinamakan pula sebagai tradisi
turun temurun atau budaya.
Pemahaman tentang salah satu suku bangsa atau etnik acapkali mengacu pada
latar belakang asal muasalnya. Sama halnya dengan etnisitas (suku) Bajo yang
oleh beberapa pakar dan kelompok ilmuan yang menekuni kajiannya di bidang
sejarah, Kajian Lisan dan Antropologi disinonimkan dengan suku Laut dan
manusia Perahu. Dilatari pula oleh penemuan di beberapa kawasan Asia Tenggara
khususnya di Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura, Thailand, Vietnam dan
Negara Asia lainnya, bahkan dianggap sebagai salah satu kelompok suku bangsa
yang ada di negara masing-masing. Padahal asal usul etnis (suku Bajo) banyak
pakar memberi alasan bahwa mereka berasal dari kelompok etnik Bugis Bajoe
yang bermukim di Bone provinsi Sulawesi Selatan. Ada perkampungan di pesisir
pantai di sekitar teluk Bone dan pelabuhan laut di Bajoe, disitulah hidup
segolongan anak manusia yang dinamakan orang Bajoe (di luar wilayah itu
dinamakan suku Bajo, manusia Perahu dan suku Laut). Etnik Bugis yang memberi
label To Bajo (orang Bajo) pada To Sama (orang biasa/manusia pada umumya).
Dari segi pola hidup dan bentuk tubuh relatif sama dengan manusia Indonesia
lainnya, lebih banyak mendiami pesisir laut dan hidupnya bergantung pada hasil
laut serta menetap di pinggir pantai dan masing-masing berkembang secara turun
temurun di rumah tinggalnya. Anak manusia ini selalu berpindah-pindah dari satu
pesisir pantai ke pesisir pulau sekitarnya. Mereka mengutamakan keseimbangan
hidup dengan lingkungan tempat bermukim kala itu. Dengan ketergantungan
3
kehidupan di luar profesi sebagai pelaut dengan andalan menangkap berbagai
jenis ikan seperti ikan tuna, cakalang, dan ikan hiu termasuk teripang yang harga
jualnya relatif mahal di pasaran umum. Juga jenis cumi-cumi, gurita, ikan kakap,
ikan kembung, kepiting, udang, kerang-kerangan, dan lainnya.
Pada umumnya komunitas suku Bajo relatif masih tertinggal dari segi
pendidikan jika dibandingkan dengan suku-suku yang ada di sekitar tempat
tinggalnya. Hal itu tampak pada kegiatan sehari-hari, karena anak-anak golongan
tersebut yang masuk dalam katagori usia sekolah, mereka cenderung lebih
mengutamakan membantu orang tua mencari ikan dengan perahu yang
disebutnya lepa-lepa. Meskipun di bidang pendidikan relatif tertinggal dengan
suku-suku lainnya, namun anak-anak suku Bajo tetap menghormati dan
meng-hargai kearifan lokal yang ada di dalam komunitasnya.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Masalah penelitian diupayakan untuk menemukan nilai-nilai dan kearifan lokal
sebagai berikut.
1. Seberapa besarkah dukungan orang tua terhadap pendidikan
anak-anaknya?
2. Bagaimana bentuk muatan kearifan lokal di komunitas suku Bajo?
3. Bagaimana bentuk upacara laut dan perangkat apa sajakah yang
menyertainya di kalangan suku Bajo?
4. Doa, mantra dan nyanyian apa sajakah yang didendangkan di saat
4
C. Tujuan Penelitian
Sebagaimana halnya masalah yang diutarakan di atas, penelitian ini bertujuan
untuk menemukan: (1) nilai pendidikan , (2) kearifan lokal, (3) upacara laut, dan
(4) doa, mantra, dan nyanyian. Tujuan pertama adalah untuk menjelaskan arti
pentingnya seseorang yang berpendidikan. Tujuan kedua adalah kesinambungan
melestarikan nilai dan kaidah yang ada. Tujuan ketiga untuk membuktikan dan
mengetahui eksistensi upacara laut, dan tujuan ke empat adalah melihat dan
mendengarkan doa-doa, mantra dan nyanyian yang didendangkan saat
penyelenggaraan ritual.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian kualitatif bersifat teoritis dan praktis. Manfaat teoritis untuk
pengembangan ilmu, sementara manfaat praktisnya guna memecahkan masalah.
Bilamana dapat menemukan pola atau model, jelas akan berguna sebagai
penjelasan, mengantisipasi atau memprediksi dan mengendalikan suatu gejala
sosial.
E. Definisi Operasional
Guna menghindari penafsiran dalam kajian ini, peneliti memberi batasan
operasional atau definisi operasional yang terkandung dalam judul, sebagai
berikut.
1. Nilai pedidikan merupakan syarat penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan komunitas suku Bajo, sekaligus menemukan pola pada
5
2. Muatan kearifan lokal secara turun temurun dari satu generasi ke generasi
berikutnya ditanamkan oleh orang tua dan tetap terpelihara serta
di-jalankan dengan baik bagi para komunitas suku Bajo.
3. Doa, mantra dan nyanyian yang didendangkan secara spesifik sebagai
persyaratan upacara ritual sebelum mencari rezeki di laut.
4. Budaya dan kebiasaan bermukim di pesisir pantai dan ada sebagian di
perahu sebagai tempat tinggalnya yang sekaligus sarana mencari nafkah
sudah berlangsung cukup lama dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Kearifan lokal itulah yang menjadi panduan dan panutan dalam menjalankan
hidupnya sehari-hari. Seratus persen suku Bajo adalah pemeluk agama Islam di
lokasi penelitian, yang berarti ajaran Islam dimanifestasikan dalam aktivitas
sehari-hari serta dengan pola budaya yang mereka anut dijadikan satu kesatuan
dalam menjalankan interaksi sosial dan budaya pada segala aspek kehidupannya.
Adat istiadat yang dijalankan dalam suku Bajo dan ajaran agama Islam tidak
ada benturan nilai yang mereka hadapi, malahan menjadi satu keutuhan yang
saling melengkapi karena adat istiadat dimasukkan dalam aspek agama, dan
agama dijadikan pedoman hidup sebagai anak manusia yang taat terhadap risalah
yang dibawa oleh nabi dan Rasulullah SAW sebagai wahyu dari Allah Azza