• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA BANK SYARIAH MANDIRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA BANK SYARIAH MANDIRI"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE

PADA BANK SYARIAH MANDIRI

Makalah : Tata Kelola Perusahaan

Ilham Akbar 0906608046

PROGRAM EKSTENSI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2013

(2)
(3)
(4)

ABSTRAK

Nama : Ilham Akbar Program Studi : Akuntansi

Judul : Penerapan Good Corporate Governance pada Bank Syariah Mandiri

Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) pada sektor perbankan sangat diperlukan untuk membangun kepercayaan masyrakat dan dunia internasional sebagai syarat mutlak bagi dunia perbankan untuk berkembang dengan baik dan sehat. Oleh karena itu perlu dipahami mengenai prinsip-prinsip dan praktik good corporate governance pada sektor perbankan. Dan perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian terhadap praktik corporate governance

(5)

ABSTRACT

Name : Ilham Akbar Study Program : Accounting

Title : Implementation of Good Corporate Governance in Syariah Mandiri Bank

Implementation of Good Corporate Governance (GCG) in the banking sector is needed to build confidence in the community and internationally as an essential condition for the banking sector to develop well and healthy. Therefore it is necessary to understand the principles and practices of good corporate governance in the banking sector. And the necessary supervision and control of the corporate governance practices at banking institutions.

(6)

Daftar Isi

1. Halaman Judul ... i

2. Halaman Pengesahan ... ii

3. Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah ... iii

4. Abstrak ... iv

5. Abstract ... v

6. Daftar Isi ... vi

7. Latar Belakang ... 1

8. GCG pada Bank Syariah Mandiri (BSM) ... 4

9. Self Assessment GCG Perbankan ... 5

10.Kebijakan GCG ... 5

11.Mekanisme GCG ... 6

12.Struktur Organ GCG ... 7

13.Laporan Komite Audit ... 10

14.Laporan Komite Remunerasi dan Nominasi ... 11

15.Komite di bawah Direksi ... 11

16.Corporate Secretary ... 11

17.Audit Ekstern ... 12

18.Satuan Kerja Audit Internal (SKAI) ... 12

19.Laporan Sumber Daya Manusia ... 13

20.Laporan Manajemen Risiko ... 13

21.Laporan Kepatuhan ... 13

22.Laporan Corporate Social Responsibility (CSR) ... 14

23.Etika (Code Of Conduct) ... 14

(7)

Latar Belakang

Krisis yang melanda pada pertengahan 1997 membuat perekonomian Indonesia tidak stabil. Kondisi ini diperparah dengan rendahnya Corporate Governance . Hal ini ditandai dengan kurang transparannya pengelolaan perusahaan sehingga pengawasan publik menjadi sangat lemah. Konsentrasi pemegang saham besar pada beberapa keluarga menyebabkan campur tangan pemegang saham mayoritas pada manajemen perusahaan sangat terasa dan menimbulkan konflik kepentingan yang sangat menyimpang dari norma-norma tata kelola perusahaan yang baik. Oleh karena itu diperlukan tata kelola yang baik (good corporate governance) pada setiap sektor perekonomian di Indonesia agar dapat menjaga kelangsungan demi meningkatkan perekonomian Indonesia.

CG meningkat dengan pesat seiring dengan terbukanya skandal keuangan berskala besar seperti skandal Enron, Tyco, WorldCom, Maxwell, Polypec dan lain-lain. Oleh karena itu saat ini isu Good Corporate Governance (GCG) menjadi sangat penting. Keruntuhan perusahaan-perusahaan publik tersebut dikarenakan oleh strategi, prosedur, maupun praktik curang (fraud) dari manajemen puncak yang berlangsung cukup lama karena lemahnya pengawasan yang independen dari corporate boards.

Pengelolaan perusahaan (CG) dalam dunia ekonomi merupakan hal yang dianggap penting sebagaimana yang terjadi dalam pemerintahan negara. Implementasi GCG pada saat ini bukan lagi sekedar kewajiban, namun telah menjadi kebutuhan bagi setiap perusahaan dan organisasi. Pernyataan tersebut telah menegaskan bahwa perusahaan memiliki kedudukan penting dalam menjalankan perannya dalam kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat. Krisis perbankan di Indonesia yang dimulai pada akhir tahun 1997 bukan semata-mata diakibatkan oleh krisis ekonomi, tetapi juga di akibatkan oleh belum diimplementasikannya GCG dan etika yang melandasinya. Oleh karena itu, usaha mengembalikan kepercayaan kepada dunia perbankan Indonesia melalui restrukturisasi dan rekapitalisasi, hanya dapat mempunyai dampak jangka panjang apabila disertai tiga tindakan penting, yakni:

(8)

1. Ketaatan terhadap prinsip kehati-hatian; 2. Pelaksanaan GCG;

3. Pengawasan yang efektif dari otorisasi pengawasan bank (Pedoman GCG Perbakan Indonesia, 2004).

Oleh karena itu ketaatan akan prinsip-prinsip GCG, antara lain transparansi (transparency), kemandirian (independence), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), dan kewajaran (fairness) dalam menjalankan perbankan dan segala prosedur yang ada didalamnya haruslah terlaksana dengan baik agar perbankan dapat berkembang dengan baik dan sehat. (Pedoman GCG Indonesia, KNKG, 2006).

Pelaksanaan GCG pada sektor perbankan sangat diperlukan untuk membangun kepercayaan masyrakat dan dunia internasional sebagai syarat mutlak bagi dunia perbankan untuk berkembang dengan baik dan sehat. Oleh karena itu perlu dipahami mengenai prinsip-prinsip dan praktik GCG pada sektor perbankan. Selain itu perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian terhadap praktik CG pada lembaga perbankan.

Penerapan GCG perlu didukung oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk (Wahyudin, 2008). Prinsip dasar yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pilar adalah :

1. Negara dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang-undangan yang menunjang iklim usaha yang sehat, efisien, dan transparan. Melaksanakan peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum secara konsisten (consistent law enforcement).

2. Dunia usaha sebagai pelaku pasar menerapkan GCG sebagai pedoman pelaksanaan usaha.

3. Masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa serta pihak yang terkena dampak dari beberapa perusahaan menunjukkan kepedulian dan melakukan kontrol sosial secara obyektif dan bertanggung jawab (Pedoman GCG Indonesia, KNKG, 2006).

(9)

CG yang tidak efektif menjadi penyebab utama terjadinya krisis ekonomi dan kegagalan pada berbagai perusahaan di Indonesia akhir-akhir ini. Penerapan CG yang efektif dapat memberikan sumbangan yang penting dalam memperbaiki kondisi perekonomian, serta menghindari terjadinya krisis dan kegagalan serupa di masa depan.

(10)

GCG pada Bank Syariah Mandiri (BSM)

GCG merupakan unsur penting di industri perbankan mengingat risiko dan tantangan yang dihadapi semakin meningkat. Penerapan GCG secara konsisten akan memperkuat posisi daya saing perusahaan, memaksimalkan nilai perusahaan, mengelola sumber daya dan risiko secara lebih efisien dan efektif, yang pada akhirnya akan memperkokoh kepercayaan pemegang saham dan stakeholders, sehingga perusahaan dapat beroperasi dan tumbuh secara berkelanjutan dalam jangka panjang (Laporan Tahunan BSM, 2009).

BSM berkomitmen penuh melaksanakan GCG di seluruh tingkatan dan jenjang organisasi dengan berpedoman pada berbagai ketentuan dan persyaratan terkait. Hal itu diwujudkan dalam (Laporan Tahunan BSM, 2009):

1. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi

2. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite-komite dan satuan kerja yang menjalankan fungsi pengendalian internal bank

3. Penerapan fungsi kepatuhan auditor internal dan eksternal

4. Penerapan manajemen risiko, termasuk sistem pengendalian internal 5. Penyediaan dana kepada pihak terkait dan penyediaan dana berskala besar 6. Rencana strategis bank

7. Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan bank

Untuk mengoptimalkan penerapan GCG, BSM melakukan penguatan infrastruktur, restrukturisasi internal yang mengarah kepada praktik terbaik, penyesuaian dan pembaharuan sistem dan prosedur yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan GCG yang efektif (Laporan Tahunan BSM, 2009).

Penerapan GCG di BSM membaik pada tahun 2009 dibandingkan penerapan GCG tahun-tahun sebelumnya. Pengukuran tingkat kepatuhan BSM dalam menerapkan GCG menggunakan checklist (self assessment) di mana hasil penilaiannya dalam bentuk indeks. Untuk keperluan internal, penilaian dilakukan secara semesteran dan untuk keperluan laporan kepada Bank Indonesia, penilaian dilakukan secara tahunan. Seiring dengan keluarnya Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.11/33/PBI/2009 tentang

(11)

Pelaksanaan GCG Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, BSM sudah mempersiapkan diri untuk mengikuti ketentuan yang berlaku dalam PBI tersebut (Laporan Tahunan BSM, 2009).

Self Assessment GCG Perbankan

Penerapan GCG di BSM dimulai dari komitmen pihak yang paling berpengaruh terhadap penetapan strategis perusahaan yang dikenal dengan 3 (tiga) pilar GCG yaitu Pemegang Saham, Dewan Komisaris dan Direksi. Penerapan GCG di BSM dimulai sejak periode 2003, menggunakan format standard checklist yang dibuat oleh Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) yang bekerjasama dengan Asian Development Bank (ADB). Hasil penilaian secara Self Assessment (SA) tahunan terus membaik sebagaimana hasil pengukuran oleh jajaran BSM (Dewan Komisaris, Direksi dan Pejabat Eksekutif) yang hasilnya berupa Indeks GCG semesteran (semester II 2009 = 91,88 kategori “Lebih Baik” meningkat dari semester I 2009 = 88,36 kategori “Lebih Baik”).

Adapun penilaian SA dengan metode versi BI dimulai periode 2007, di mana BSM mendapat kategori “Baik”, dan untuk nilai SA periode 2008 dengan kategori “Sangat Baik” yang berarti meningkat dibandingkan periode 2007. Hasil penilaian tersebut pada dasarnya sudah sesuai dengan hasil penilaian BI (videsurat BI No.10/959/DPbS tanggal 21 Juli 2008), di mana BI menyarankan agar BSM mempertahankan dan meningkatkan kualitas pelaksanaan GCG.

Nilai komposit yang dihasilkan BSM adalah 1,325 pada tahun 2009, lebih baik dibandingkan nilai komposit tahun 2008 sebesar 1,425. Nilai komposit BSM dalam pelaksanaan Self Assessment GCG adalah Sangat Baik, sesuai dengan komitmen BSM untuk senantiasa mengimplementasikan GCG dengan penuh komitmen dan konsisten (Laporan Tahunan BSM, 2009).

Kebijakan GCG

BSM telah memiliki kelengkapan berbagai kebijakan (soft-structure) yang mengatur pelaksanaan GCG. BSM menyusun soft-structure GCG sedemikian rupa sesuai dengan

(12)

kebutuhan, dan mengacu pada berbagai ketentuan yang berlaku di Indonesia. Soft-structure GCG yang berlaku di BSM adalah sebagai berikut (Laporan Tahunan BSM, 2009):

a. BSM menyusun Piagam GCG (GCG Charter) berdasarkan Keputusan Bersama Dewan Komisaris dan Direksi No.9/002-SKB/KOM.DIR tanggal 30 April 2007. Piagam GCG merupakan peraturan, kaidah dan kebijakan BSM yang wajib dipatuhi oleh seluruh jajaran BSM. Piagam GCG diharapkan dapat menjadi acuan dalam pengelolaan BSM sehingga dalam implementasinya dapat selaras dan sesuai dengan standar GCG.

b. BSM menyusun Code of Conduct BSM berdasarkan Surat Keputusan Bersama Direksi dan Komisaris No. 4/002/DIR.KOM tanggal 26 November 2002. Code of Conduct BSM merupakan pedoman bagi segenap insan BSM agar berperilaku secara islami, profesional, bertanggung jawab, wajar, patut, dan dapat dipercaya bagi seluruh jajaran BSM baik dalam melakukan hubungan bisnis dengan para nasabah, rekanan, maupun hubungan dengan rekan sekerja.

c. Piagam Komite, terdiri dari: Piagam Komite Audit, Piagam Komite Remunerasi dan Nominasi, dan Piagam Komite Pemantau Risiko.

Mekanisme GCG

Gambar 1. Mekanisme GCG (Laporan Tahunan BSM, 2009).

RUPS melakukan pengambilan keputusan penting yang didasari pada kepentingan perusahaan, dengan memperhatikan ketentuan Anggaran Dasar dan peraturan perundangan yang berlaku. Pengelolaan dilakukan oleh Direksi, sementara Dewan Komisaris melakukan pengawasan yang memadai terhadap kinerja pengelolaan

(13)

perusahaan. Untuk memastikan produk-produk BSM tidak melanggar prinsip-prinsip syariah, BSM dikawal oleh Dewan Pengawas Syariah (Laporan Tahunan BSM, 2009).

Struktur Organ GCG

Organ perusahaan, terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah, dan Direksi, mempunyai peran penting dalam pelaksanaan GCG secara efektif. Organ perusahaan harus menjalankan fungsinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku atas dasar prinsip bahwa masing-masing organ mempunyai independensi dalam melaksanakan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya semata-mata untuk kepentingan perusahaan (Laporan Tahunan BSM, 2009).

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

RUPS adalah organ perusahaan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perusahaan dan memegang segala kewenangan yang tidak diserahkan kepada Direksi, Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas Syariah. RUPS sebagai organ perusahaan merupakan wadah para pemegang saham untuk mengambil keputusan penting berkaitan dengan modal yang ditanam dalam perusahaan, dengan memperhatikan ketentuan Anggaran Dasar dan peraturan perundang-undangan. Keputusan yang diambil dalam RUPS didasari pada kepentingan usaha perusahaan jangka panjang. RUPS dan atau pemegang saham tidak melakukan intervensi terhadap tugas, fungsi dan wewenang Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah serta Direksi dengan tidak mengurangi wewenang RUPS untuk menjalankan hak sesuai dengan Anggaran Dasar dan peraturan perundang-undangan. Pengambilan keputusan RUPS dilakukan secara wajar dan transparan. Pada RUPS dan RUPSLB tahun 2009 telah dilakukan pemberitahuan dan undangan bagi pemegang saham sesuai ketentuan yang berlaku. BSM memiliki tata cara penyelenggaraan RUPS di mana disebutkan bahwa agenda acara RUPS disampaikan beserta undangan RUPS. RUPS memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris, antara lain mengangkat dan memberhentikan anggota Dewan Komisaris dan Direksi, mengevaluasi kinerja Dewan Komisaris dan Direksi, mengesahkan perubahan Anggaran Dasar, memberikan persetujuan atas laporan tahunan, menetapkan alokasi penggunaan laba,

(14)

menunjuk akuntan publik, serta menetapkan jumlah dan jenis kompensasi serta fasilitas.

2. Dewan Komisaris

Dewan Komisaris adalah organ perusahaan yang bertugas dan bertanggung jawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi serta memastikan bahwa BSM melaksanakan GCG pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. Dalam rangka mendukung efektivitas pelaksanaan dan tanggung jawabnya, Dewan Komisaris telah membentuk Komite Audit, Komite Pemantau Risiko dan Komite Remunerasi dan Nominasi. Dewan Komisaris BSM telah memenuhi ketentuan fit & proper test dari Bank Indonesia, UU Perseroan Terbatas dan ketentuan GCG. BSM mewajibkan anggota Dewan Komisaris untuk mengungkapkan kepemilikan sahamnya, baik pada BSM maupun pada bank dan perusahaan lain, yang berkedudukan di dalam dan di luar negeri dalam suatu laporan yang harus diperbaharui setiap tahunnya. Anggota Dewan Komisaris tidak mengambil dan/atau menerima keuntungan pribadi dari bank selain remunerasi dan fasilitas lainnya yang ditetapkan RUPS. Seluruh anggota Dewan Komisaris memiliki integritas, kompetensi dan reputasi keuangan yang memadai. Dalam melaksanakan tugas, Dewan Komisaris bertanggung jawab kepada RUPS. Pertanggungjawaban Dewan Komisaris kepada RUPS merupakan perwujudan akuntabilitas pengawasan atas pengelolaan perusahaan dalam rangka pelaksanaan prinsip-prinsip GCG. Kinerja Dewan Komisaris dievaluasi berdasarkan unsur-unsur penilaian kinerja yang disusun oleh Komite Remunerasi dan Nominasi. Pelaksanaan penilaian dilakukan pada tiap akhir periode tutup buku. Hasil penilaian kinerja Dewan Komisaris disampaikan dalam RUPS.

a. Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris

Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris BSM sejalan dengan Anggaran Dasar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Independensi Dewan Komisaris

Anggota Dewan Komisaris BSM telah memenuhi jumlah, komposisi, kriteria dan independensi sesuai Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 yang diubah dengan PBI Nomor 8/14/PBI/2006 di mana jumlah anggota Dewan Komisaris

(15)

BSM saat ini adalah empat orang. Dua orang di antaranya atau sama dengan 50% anggota Dewan Komisaris adalah Komisaris Independen. Penggantian dan pengangkatan anggota Dewan Komisaris telah memperhatikan rekomendasi dari Komite Remunerasi dan Nominasi. Setiap anggota Dewan Komisaris tidak memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua dengan anggota Dewan Komisaris lainnya dan/atau anggota Direksi.

c. Susunan Anggota Dewan

Komisaris Susunan Anggota Dewan Komisaris BSM berdasarkan RUPS tanggal 19 Juni 2008.

d. Pengawasan dan Rekomendasi Dewan Komisaris

Dewan Komisaris BSM secara proaktif melakukan pengawasan dan memberikan masukan kepada Direksi. Pengawasan dilakukan secara langsung termasuk memantau tindak lanjut atas rekomendasi dari Komisaris kepada Direksi, maupun melalui komite-komite yang dibentuk.

e. Rapat Dewan Komisaris

Rapat Dewan Komisaris diselenggarakan minimal sebulan sekali. Rapat Dewan Komisaris tersebut dapat berupa Rapat Internal Dewan Komisaris maupun Rapat Dewan Komisaris bersama Direksi.

f. Rangkap Jabatan Dewan Komisaris

Dewan Komisaris tidak ada yang merangkap jabatan sebagai anggota Dewan Komisaris, Direksi atau Pejabat Eksekutif pada 1 (satu) lembaga/perusahaan bukan lembaga keuangan, atau anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau Pejabat Eksekutif yang melaksanakan fungsi pengawasan pada 1 (satu) perusahaan anak bukan Bank yang dikendalikan oleh Bank.

g. Kebijakan Remunerasi

Pemberian remunerasi dan fasilitas lain mengacu kepada keputusan dari pemegang saham sebagaimana ditetapkan dalam RUPS dengan memperhatikan saran yang diberikan oleh Komite Remunerasi dan Nominasi.

(16)

h. Pelatihan Dewan Komisaris

Untuk meningkatkan kompetensi dan menunjang pelaksanaan tugas Dewan Komisaris BSM selama tahun 2009, anggota Dewan Komisaris BSM telah mengikuti berbagai program pelatihan, workshop, konferensi, dan seminar.

3. Dewan Pengawas Syariah (DPS)

Sebagai bank yang bergerak di bidang syariah, maka dibentuk Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS bersifat independen yang anggota-anggotanya ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN), sebuah badan di bawah Majelis Ulama Indonesia (MUI). Seluruh pedoman produk pendanaan, pembiayaan dan operasional harus disetujui oleh DPS untuk menjamin kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip syariah. 4. Direksi

Direksi adalah organ perusahaan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perusahaan untuk kepentingan dan tujuan perusahaan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Direksi sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggung jawab secara kolektif dalam mengelola perusahaan. Direksi bertanggung jawab terhadap pengelolaan perusahaan agar dapat menghasilkan nilai tambah dan memastikan kesinambungan usaha. Masing-masing anggota Direksi melaksanakan tugas dan mengambil keputusan sesuai dengan pembagian tugas dan wewenang. Tugas, wewenang, dan hal-hal lain yang terkait dengan Direksi sesuai dengan Anggaran Dasar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugasnya, Direksi bertanggung jawab kepada RUPS. Pertanggungjawaban Direksi kepada RUPS merupakan perwujudan akuntabilitas pengelolaan perusahaan dalam rangka pelaksanaan prinsip-prinsip GCG. Kinerja Direksi dievaluasi oleh Dewan Komisaris baik secara individual maupun kolektif berdasarkan unsur-unsur penilaian kinerja yang disusun oleh Komite Remunerasi dan Nominasi. Pelaksanaan penilaian dilakukan pada tiap akhir periode tutup buku. Hasil penilaian kinerja Direksi oleh Dewan Komisaris disampaikan dalam RUPS.

Laporan Komite Audit

Susunan anggota Komite Audit telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam PBI Nomor 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank

(17)

Umum. Persyaratan tersebut adalah anggota Komite Audit paling kurang terdiri dari seorang Komisaris Independen, seorang pihak independen yang memiliki keahlian di bidang keuangan atau akuntansi dan seorang dari pihak independen yang memiliki keahlian di bidang hukum atau perbankan. Dalam melaksanakan tugasnya, Komite Audit selalu berpedoman pada rencana kerja yang telah disusun (Laporan Tahunan BSM, 2009).

Laporan Komite Remunerasi dan Nominasi

Sejalan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum, keberadaan Komite Renumerasi dan Nominasi ini ditetapkan melalui Keputusan Rapat Dewan Komisaris No.9/001/RAKOM tanggal 22 Januari 2007 yang salah satunya tentang pembentukan Komite Remunerasi dan Nominasi (Laporan Tahunan BSM, 2009).

Komite di bawah Direksi

Komite di bawah Direksi adalah Komite Manajemen Risiko (KMR). Komite ini dibentuk untuk memberikan saran dan rekomendasi kepada Direktur Utama terkait kebijakan dan strategi manajemen risiko. KMR beranggotakan Direksi dan Kepala Divisi yang secara fungsional mengelola risiko usaha bank. Tugas KMR antara lain meliputi penyusunan kebijakan, strategi dan pedoman penerapan manajemen risiko, penyempurnaan pelaksanaan manajemen risiko dan penetapan manajemen risiko, penyempurnaan pelaksanaan manajemen risiko dan penetapan keputusan bisnis yang menyimpang dari prosedur normal. Forum KMR diadakan minimal satu kali dalam sebulan (Laporan Tahunan BSM, 2009).

Corporate Secretary

Corporate Secretary BSM dijabat oleh Kepala Divisi Hubungan Korporasi & Hukum yang mengemban misi untuk mendukung terciptanya citra perusahaan yang baik secara konsisten, dan berkesinambungan melalui pengelolaan program komunikasi yang efektif kepada segenap pemangku kepentingan. Corporate Secretary berfungsi sebagai penghubung antara BSM dengan stakeholders, dan masyarakat umum serta bertanggung

(18)

jawab untuk menyediakan dan menyampaikan informasi yang penting mengenai BSM kepada masyarakat umum maupun untuk kepentingan pemegang saham (Laporan Tahunan BSM, 2009).

Audit Ekstern

Pelaksanaan audit atas laporan keuangan untuk tahun buku 2009 telah sesuai ketentuan Bank Indonesia tentang transparansi kondisi keuangan bank, dan Standar Profesional Akuntan Publik, serta perjanjian kerja dan ruang lingkup audit yang telah ditetapkan. Agar proses audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan serta perjanjian kerja dan ruang lingkup audit yang telah ditetapkan dan selesai sesuai dengan target waktu yang telah ditetapkan, secara rutin dilakukan pertemuan-pertemuan yang membahas beberapa permasalahan penting yang signifikan. BSM selalu berupaya meningkatkan komunikasi antara Kantor Akuntan Publik, Komite Audit dan Manajemen BSM untuk dapat meminimalisir kendala-kendala yang terjadi selama proses audit berlangsung. Kantor Akuntan Publik telah memenuhi kewajiban dengan menyampaikan laporan hasil audit

dan Management Letter kepada Bank Indonesia, dan untuk memenuhi ketentuan

kerahasiaan bank sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Laporan Tahunan BSM, 2009).

Satuan Kerja Audit Internal (SKAI)

BSM berupaya menjaga dan mengamankan kegiatan usaha Bank dan sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia No. 1/6/PBI/1999 tanggal 20 September 1999 tentang Penugasan Direktur Kepatuhan (Compliance Director) dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank Umum. Sejak awal beroperasinya BSM telah membentuk suatu Divisi untuk menjalankan fungsi Satuan Kerja Audit Intern (SKAI). Unit kerja ini semula bernama Divisi Pengawasan Intern (DPI). Sejak bulan Januari 2009 Divisi Pengawasan Intern (DPI) berubah menjadi Divisi Audit Intern (DAI). Kepala DAI bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama dan memiliki jalur komunikasi langsung dengan Dewan Komisaris. DAI bertanggung jawab melakukan pemeriksaaan secara independen terhadap segenap audit di BSM. DAI bekerja berdasarkan suatu

(19)

rencana audit tahunan yang sebelumnya telah disetujui Direktur Utama dan direview oleh Dewan Komisaris. Laporan hasil audit dan realisasi kegiatan audit DAI dilaporkan melalui Laporan Kaji Ulang Business Plan yang disampaikan kepada Dewan Komisaris sebagai wakil Pemegang Saham. Dewan Komisaris, melalui Komite Audit dan Direksi, memantau dan mengkonfirmasi apakah pihak yang diaudit (auditee) telah mengambil langkah-langkah yang memadai atas hasil temuan audit tersebut. Pelaksanaan audit oleh DAI dilakukan berdasarkan risk based audit, di mana alokasi sumber daya (SDM, waktu dan hari audit) dilakukan berdasarkan tingkat risiko dari auditee, sehingga sumber daya DAI akan lebih fokus pada auditee yang memiliki risiko tinggi (Laporan Tahunan BSM, 2009).

Laporan Sumber Daya Manusia

Unit kerja yang membidangi urusan sumber daya manusia sejak BSM terbentuk adalah Divisi Sumber Daya Manusia (DSI). Di awal tahun 2009 DSI dipecah menjadi dua unit kerja, yaitu Divisi Human Capital (DHC) dan Desk Training. Pemisahan unit kerja ini bertujuan untuk lebih meningkatkan kinerja dan fokus pada bidangnya masing-masing. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan bisnis BSM yang semakin pesat (Laporan Tahunan BSM, 2009).

Laporan Manajemen Risiko

Perkembangan dunia perbankan yang pesat memicu bank untuk lebih kreatif dan dinamis dalam mengembangkan berbagai produk dan layanan. Hal ini berdampak pada peningkatan kompleksitas usaha bank sehingga diperlukan tata kelola perusahaan dan penerapan manajemen risiko yang lebih kuat. Karena itu, bank terus memperbaiki dan mengembangkan manajemen risiko sesuai kompleksitas usaha bank dan iklim persaingan (Laporan Tahunan BSM, 2009).

Laporan Kepatuhan

Ketidakpatuhan terhadap hukum dan peraturan perundangan tidak hanya berakibat pada teguran oleh pihak regulator, melainkan bisa menimbulkan publikasi negatif yang dapat mencemarkan reputasi BSM sebagai bank syariah terkemuka di Indonesia. Reputasi aset

(20)

paling berharga bagi sebuah bank, di samping sumber daya manusia. Dengan perubahan dan gejolak yang terus menerpa iklim usaha perbankan saat ini, tidak dapat diabaikan pentingnya menjaga reputasi yang baik. Atas dasar ini, fungsi kepatuhan di BSM menjadi amat penting untuk mendukung pengelolaan risiko kepatuhan yang sesuai dengan perkembangan usaha BSM. Selain itu sesuai karakteristik bisnis perbankan maka juga perlu diantisipasi secara baik risiko produk dan jasa, khususnya kemungkinan digunakan produk dan jasa BSM sebagai sarana pencucian uang atau pendanaan bagi kegiatan terorisme sehingga menyebabkan ancaman bagi kelangsungan usaha BSM (Laporan Tahunan BSM, 2009).

Laporan Corporate Social Responsibility (CSR)

Corporate Social Responsibility (CSR) merujuk pada semua hubungan yang terjadi antara perusahaan dengan semua stakeholders, termasuk pelanggan, pegawai, komunitas, pemilik, pemerintah, supplier bahkan kompetitor. CSR merupakan konsep di mana BSM secara sukarela menyumbangkan sesuatu ke arah masyarakat yang lebih baik dan lingkungan hidup yang lebih bersih. Kegiatan-kegiatan yang dijalankan BSM di tahun 2009 terus diupayakan agar sesuai dengan konsep dasar CSR, yaitu membantu mengatasi atau mengurangi permasalahan yang terjadi di masyarakat, mengusahakan terjadinya perubahan perilaku masyarakat, dan mengupayakan pencapaian kesejahteraan kehidupan masyarakat (Laporan Tahunan BSM, 2009).

Etika (Code Of Conduct)

BSM telah memiliki Code of Conduct sejak tahun 2002. Code of Conduct merupakan tanggung jawab seluruh jajaran BSM sesuai dengan budaya perusahaan yang mengacu ada akhlaqul karimah (budi pekerti yang mulia). Code of Conduct dimaksudkan untuk memberikan pedoman berperilaku yang islami, profesional, bertanggung-jawab, wajar, patut dan dipercaya bagi seluruh jajaran BSM baik dalam melakukan hubungan bisnis dengan para nasabah, rekanan, maupun dengan rekan sekerja. Sasaran umum dari Code of Conduct adalah menyusun suatu petunjuk agar setiap pelanggaran Code of Conduct yang dilakukan oleh insan BSM dapat secara cepat terdeteksi. Kepatuhan terhadap Code of Conduct dapat mencegah berkembangnya hubungan yang tidak wajar dengan para

(21)

asabah atau antara sesama pejabat BSM. Segenap pegawai BSM diwajibkan untuk membaca, mendiskusikan, memahami, dan menghayati Code of Conduct secara tepat, baik, dan benar. Lebih dari itu, pegawai juga harus menaati Code of Conduct yang diwujudkan dengan menandatangani surat pernyataan kesanggupan untuk menaati dan melaksanakan Code of Conduct secara konsisten dan penuh tanggung jawab (Laporan Tahunan BSM, 2009).

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Wahyudin, Moh. (2008), Good Corporate Governance pada Badan Usaha Manufaktur, Perbankan, dan Jasa Keuangan Lainnya. Alfabeta. Bandung.

Bank Syariah Mandiri, Laporan Tahunan 2009. Pedoman Umum GCG Indonesia, KNKG, 2006. Pedoman GCG Perbakan Indonesia, 2004

Gambar

Gambar 1. Mekanisme GCG (Laporan Tahunan BSM, 2009).

Referensi

Dokumen terkait

dengan judul “ Modul Pembelajaran Pemrograman Pada Mikrokontroler Atmega328p-Pu ” adalah benar hasil karya saya sendiri dan bukan merupakan duplikasi, serta tidak

Tujuan Program Keahlian Teknik Komputer dan Jaringan secara umum mengacu pada isi Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 mengenai Tujuan Pendidikan Nasional penjelasan

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kepadatan total dan karakteristik bakteri pelarut fosfat yang di isolasi dari rizosfer tanaman pisang nipah ( Musa paradisiaca

Munculnya lapisan petani dengan status kesejahteraan miskin tidak hanya terjadi pada lapisan petani tunakisma mutlak maupun tunakisma tidak mutlak tetapi juga pada lapisan

C-Organik penting untuk mikroorganisme tidak hanya sebagai unsur hara, tetapi juga sebagai pengkondisi sifat fisik tanah yang mempengaruhi karakteristik agregat dan air

Hasil analisis peneliti, Pekerja Anak di Bawah Umur termasuk dalam bentuk Pidana yang dilakukan oleh orang tua anak dengan cara memaksa dan membiarkan anaknya bekerja atau

SIRS berhubungan dengan kegagalan organ, dan berbagai kondisi kritis obstetris. terjadi pada pasien yang dirawat di ICU.' SIRS te{adi pada 59% pasien obstetrik di

Tabulasi-tabulasi hasil pada tahap analisis deskriptif berupa: (1) Rangkuman hasil analisis aspek estetik dan aspek identitas pada ragam hias Batik Sumedang, Batik