• Tidak ada hasil yang ditemukan

TOLERANCE AS A CONFLICT S SOLUTION

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TOLERANCE AS A CONFLICT S SOLUTION"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1

TOLERANCE AS A CONFLICT’S SOLUTION

Eunike E. Hiandarto, Dewi Sikiani, Hutri Dhara Sasmita, Yohanes K. Herdiyanto, David Hizkia Tobing

Center for Health and Indigenous Psychology (CHIP), Udayana University, Bali-Indonesia [email protected]

Abstract

Newcomer means somebody who went away from his country to new country or island (Poerwadarminta in Nasution, 1997). The conflict arises between newcomers and local residents frequently become the causes of problems. According to Luthans, and Hodgetts & Altman (in Wijono, 2011) conflict between individual or interpersonal conflict is a conflict that has more chance to be seen in a relation between individual. A solution for conflicts between newcomers and local residents is tolerance. Based on Yusuf’s study (2002), tolerance can be divided in to tolerance in religion and tolerance in social.

In this study, researcher used method of interview to subjects that became samples in this study for collecting the datas. The subject in this study are two persons that are female, non-Balinese and non-Javanese, Moslem, single, senior high school graduated, and settled in Denpasar. Paradigm that being used in this study is natural paradigm that comes from phenomenological’s approach.

This study’s result are tolerance is one of the solution that can be used if a conflict happened for subject. The cause of tolerance are misperception, language, and religion. There are two impacts from tolerance which are adaptation and mutual respect. The form of tolerance that being shown from subject consist of two forms which are positive –which is discussion– and negative –which is apathetic.

(2)

2

TOLERANSI SEBAGAI SOLUSI KONFLIK

Eunike E. Hiandarto, Dewi Sikiani, Hutri Dharasasmita, Yohanes K. Herdiyanto, David Hizkia Tobing

Center for Health and Indigenous Psychology (CHIP), Universitas Udayana, Bali-Indonesia [email protected]

Abstrak

Pendatang atau yang dikenal dengan istilah perantau memiliki arti seseorang yang pergi atau mencari penghidupan di pulau atau negara lain (Poerwadarminta dalam Nasution, 1997). Munculnya konflik antara penduduk pendatang dengan penduduk asli Bali tidak jarang menjadi penyebab permasalahan-permasalahan yang ada. Menurut Luthans, dan Hodgetts & Altman (dalam Wijono, 2011) konflik antar pribadi atau interpersonal conflict adalah suatu konflik yang mempunyai kemungkinan lebih sering muncul dalam kaitannya antara individu. Untuk menyelesaikan konflik-konflik antara pendatang dengan masyarakat lokal diperlukan solusi yaitu salah satunya toleransi. Menurut penelitian Yusuf (2002) yaitu toleransi dibagi menjadi toleransi agama dan toleransi sosial.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode wawancara terhadap subjek yang menjadi sampel penelitian dalam pengumpulan data. Subjek dalam penelitian ini adalah dua orang yang memiliki karakteristik yaitu perempuan, suku non Bali dan non Jawa, beragama Islam, belum menikah, pendidikan terakhir minimal SMA atau sederajat, dan menetap di Denpasar. Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma alamiah yang bersumber pada pandangan fenomenologis.

Hasil penelitian menghasilkan toleransi merupakan salah satu solusi yang digunakan apabila terjadi konflik pada subyek. Penyebab terjadinya toleransi yaitu adanya mispersepsi, bahasa dan agama. Terdapat dua dampak dari toleransi yaitu adaptasi dan saling menghargai. Bentuk toleransi yang ditunjukkan oleh subyek adalah bentuk secara positif berupa diskusi dan negatif berupa apatis.

(3)

3

LATAR BELAKANG

Bangsa Indonesia memiliki masyarakat yang majemuk. Hal ini ditunjukkan dengan adanya keberagaman suku, ras, agama, dan golongan. Keberagaman tersebut telah menjadi suatu tradisi yang diwariskan dari waktu ke waktu. Berdasarkan letak geografis, Indonesia terdiri dari beberapa pulau. Masing-masing pulau memiliki karakteristik secara tersendiri. Salah satu pulau yang telah terkenal karakteristiknya adalah Pulau Bali.

Pulau Bali merupakan pulau yang terkenal sampai ke manca negara karena wisata dan budayanya. Sehingga, banyak orang berdatangan untuk wisata atau menetap di Bali. Hal ini menyebabkan masyarakat yang berada di Bali memiliki beragam latar belakang suku, ras, agama, dan golongan. Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Bali adalah 3.890.756 jiwa dengan jumlah penganut agama Hindu sebanyak 3.247.283 jiwa dan sebanyak 64.373 jiwa menganut agama Islam, Protestan, Katolik, Buddha, serta Konghucu. Karena banyaknya jumlah pendatang yang datang ke Bali, diasumsikan bahwa kategori penduduk pendatang adalah semua orang yang non-Hindu dan non-Bali yang menetap dan tinggal di Bali.

Jenis penduduk yang tinggal di Bali bisa dibagi menjadi dua kelompok yaitu penduduk lokal dan pendatang. Pendatang atau yang dikenal dengan istilah perantau memiliki arti seseorang yang pergi atau mencari penghidupan di pulau atau negara lain (Poerwadarminta dalam Nasution, 1997). Naim (dalam Aprianti, 2012) menetapkan enam unsur pokok bagi perantau yaitu meninggalkan kampung halaman; dengan kemauan sendiri; untuk jangka waktu yang lama atau tidak; dengan tujuan mencari penghidupan, menuntut ilmu atau mencari pengalaman; biasanya dengan maksud pulang; dan merantau adalah lembaga sosial yang membudaya. Sehingga, masyarakat pendatang di provinsi Bali diartikan sebagai pendatang dari daerah lain yang sekarang sedang berdomisili di daerah Bali yang memiliki latar belakang budaya berbeda dengan daerah asalnya. Salah satu asal daerah dari pendatang yang berdomisili di Bali berasal dari Bima. Bima terletak di Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan jumlah penduduk 443.663 jiwa pada Sensus Penduduk 2011. Seperti definisi perantau di atas, pendatang dari Bima yang masih muda dapat diasumsikan memiliki tujuan untuk menuntut ilmu dengan maksud pulang kembali ke kota asalnya.

Banyaknya pendatang yang merantau ke Bali ini menimbulkan masalah-masalah seperti penyalahgunaan narkoba, kriminalitas, kepadatan penduduk,

(4)

4

pengangguran, dan kriminalitas yang muncul karena adanya penduduk pendatang. Munculnya konflik antara penduduk pendatang dengan penduduk asli Bali tidak jarang menjadi penyebab permasalahan-permasalahan yang ada. Seperti berita di Sosial Berita yang terjadi pada tanggal 18 September 2015 yaitu bentrok yang terjadi antara kelompok pemuda asal Bima dengan salah satu ormas besar di Bali yang menelan korban luka bacok sebanyak dua orang. Kapolsek Denpasar Barat, Ajun Komisaris Wisnu Wardana menyatakan jika pemicu konflik ini diduga kuat disebabkan oleh kesalahpahaman antar keduabelah pihak (Sulaiman, 2015).

Menurut KBBI, konflik diartikan sebagai percekcokan; perselisihan, pertentangan; ketegangan atau pertentangan antara dua kekuatan. Sementara konflik budaya adalah persaingan antara dua masyarakat sosial yang mempunyai kebudayaan yang hampir sama. Menurut Putman & Pool (dalam Wijono, 2011) konflik adalah interaksi antara individu, kelompok atau organisasi yang membuat tujuan atau arti yang berlawanan, dan merasa bahwa orang lain sebagai pengganggu yang potensial terhadap pencapaian tujuan mereka. Sementara menurut Mullins (dalam Wijono, 2011) konflik adalah kondisi terjadinya ketidaksesuaian tujuan dan munculnya berbagai pertentangan perilaku, baik yang ada dalam diri individu, kelompok, maupun organisasi.

Beberapa tipe konflik menurut Coleman (dalam Liliweri, 2005) atau perbedaan penting dalam sifat atau asal-usul konflik komunitas adalah masalah konflik. Coleman menampilkan dua perbedaan antara kejadian yang merupakan hasil konflik atau area of life they affect. Area ini mungkin terjadi karena (1) bias ekonomi-industri atas penentuan sebuah lokasi pabrik di kota, (2) antara pajak pendapatan yang tidak sesuai, (3) antara kekuasaan dan wewenang yang menimpulkan konflik karena ada pihak yang dominan dan yang tidak; (4) antara nilai budaya atau keyakinan yang berbeda, seperti nilai agama yang berdampak pada komunitas yang berbeda-beda (sering terjadi dalam masyarakat multikultur) dan (5) sikap sebagian orang atau kelompok terhadap orang atau kelompok lain.

Menurut Luthans, dan Hodgetts & Altman (dalam Wijono, 2011) bentuk-bentuk konflik yaitu (1) konflik dalam diri individu; (2) konflik antar pribadi; dan (3) konflik organisasi. Konflik antar pribadi atau interpersonal conflict adalah suatu konflik yang mempunyai kemungkinan lebih sering muncul dalam kaitannya antara individu. Berbagai faktor bisa menjadi penyebab munculnya konflik antar pribadi di antaranya adanya kesalahan dalam persepsi (misperception), kesalahan berpendapat

(5)

5

(misopinion), kesalahan dalam memahami (misunderstanding), kesalahan dalam berkomunikasi (miscommunication), perbedaan tujuan (goal different), perbedaan nilai-nilai (values different), latar belakang budaya (culture background), sosial-ekonomi (social-economic), dan sifat-sifat pribadi (personality traits).

Konflik-konflik yang dialami oleh pendatang yang merantau di Bali ini sebagian besar disebabkan oleh perbedaan nilai budaya yang berbeda. Namun, untuk menjaga kedamaian antar pendatang dan penduduk lokal di Bali diperlukan solusi yang tepat untuk menyelesaikan konflik dengan baik.

Menurut KBBI, toleransi adalah sifat atau sikap toleran; batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan. Penelitian ini menggunakan bentuk-bentuk toleransi berdasarkan penelitian Yusuf (2002) yaitu toleransi dibagi menjadi toleransi agama dan toleransi sosial. Sehingga toleransi didefinisikan sebagai bentuk respon terhadap konflik di mana individu melakukan kerjasama untuooooook menegakkan kedamaian dalam batas-batas tertentu dengan masyarakat yang beranekaragam tanpa harus mengorbankan nilai-nilai dalam dirinya.

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti membuat rumusan masalah berupa bagaimana konsep penyelesaian konflik yang tepat menurut responden pendatang dari luar Bali.

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode wawancara terhadap subjek yang menjadi sampel penelitian dalam pengumpulan data. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara terhadap kedua subjek dengan waktu dan lokasi yang berbeda. Wawancara dilakukan sebanyak dua kali untuk memperdalam informasi yang didapatkan dari masing-masing subjek terkait dengan konsep toleransi sebagai salah satu solusi dalam mengatasi konflik antara pendatang dari Bima dengan masyarakat asli Bali. Wawancara dilaksanakan dengan panduan pertanyaan (guideline) terkait dengan konsep toleransi sebagai salah satu solusi pendatang dari Bima dalam mengatasi konflik dengan penduduk asli Bali yang diperdalam dengan probing yang dilakukan oleh peneliti. Data dan informasi yang didapat dari subjek disimpan dalam bentuk audio dan verbatim. Dalam penelitian ini, sumber data utama penelitian berasal dari kata-kata dan tindakan subjek, sedangkan data tambahan

(6)

6

penelitian ini berupa sumber tertulis seperti jurnal dan buku yang mendukung kelengkapan informasi data dan data statistik jumlah penduduk.

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma alamiah yang bersumber pada pandangan fenomenologis. Menurut Husserl (dalam Moleong, 2014), fenomenologi diartikan sebagai pengalaman subjektif atau pengalaman fenomenologikal, studi tentang kesadaran dari perspektif pokok dari seseorang. Istilah fenomenologi sering digunakan sebagai anggapan umum untuk merujuk pada pengalaman subjektif dari berbagai jenis dan tipe subjek yang ditemui (Moleong, 2014). Fenomenologi merupakan pandangan berpikir yang menekankan pada fokus kepada pengalaman-pengalaman subjektif manusia dan interpretasi-interpretasi dunia (Moleong, 2014).

Subjek dalam penelitian ini adalah dua orang yang memiliki karakteristik yaitu perempuan, suku non Bali dan non Jawa, beragama Islam, belum menikah, pendidikan terakhir minimal SMA atau sederajat, dan menetap di Denpasar.

Teknik pemeriksaan keabsahan data hasil penelitian untuk menguji kriterium kredibilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik triangulasi dengan metode menurut Patton (dalam Moleong, 2014). Metode triangulasi yang dilakukan menggunakan dua orang subjek dengan karakteristik serupa untuk memastikan keabsahan data yang diberikan.

Metode analisis data pada penelitian ini dipersingkat sehingga menggunakan theoritical coding untuk proses analisis. Theoritical coding terdiri dari open coding,

axial coding, dan selective coding dari Straus & Corbin (dalam Sald, 2009). Teknik analisis ini merangkum keseluruhan analisis data model Spradley (dalam Moleong, 2014). Penjelasan untuk masing-masing tahapannya adalah

1. Open Coding

Pada proses open coding (pengkodean terbuka), peneliti membentuk kategori awal dari informasi tentang fenomena yang dikaji dengan pemisahan informasi menjadi beberapa kategori atau segmen. Di dalam setiap kategori atau segmen, peneliti berupaya menemukan subkategori atau subsegmen dan mencari data untuk membuat dimensi atau memperlihatkan kemungkinan ekstrim pada kontinum subsegmen tersebut.

(7)

7

2. Axial Coding

Dalam axial coding (pengkodean poros), peneliti menyusun data dengan cara baru setelah open coding. Rangkaian data ini disajikan dengan menggunakan paradigma pengkodean atau diagram logika melalui beberapa langkah yakni mengidentifikasi fenomena sentral, menjajaki kondisi kausal (kategori yang memengaruhi fenomena), melakukan spesifikasi strategi-strategi (tindakan atau interaksi yang dihasilkan fenomenasentral), mengidentifikasi konteks dan kondisi yang menengahinya (luas dansempitnya kondisi yang memengaruhi strategi), dan menggambarkan konsekuensi (hasil strategi).

3. Selective Coding

Pada proses selective coding (pengkodean terpilih), peneliti mengidentifikasi alur cerita kemudian mencatatkannya berdasarkan pengintegrasian kategori-kategori yang telah dilakukan pada axial coding. Metode kualitatif tidak menggunakan hipotesis, metode ini digunakan untuk meneliti kondisi objektif yang alamiah berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan di lapangan (Raco, 2010).

(8)

8 HASIL

Diagram 1. Toleransi (Terlampir)

Dalam penelitian ini tema besar yang diangkat adalah mengenai toleransi. Toleransi merupakan salah satu solusi yang digunakan apabila terjadi konflik pada subyek. Penyebab terjadinya toleransi yaitu adanya mispersepsi, bahasa dan agama. Mispersepsi terjadi karena terdapat perbedaan pandangan antara subyek dengan teman-temannya. Subyek penelitian adalah pendatang dari Bima yang sedang menetap di Bali, sehingga bahasa Bali menjadi kendala pada subyek dan memicu adanya sikap toleransi. Dominasi agama yang ada di Bali adalah agama Hindu, sedangkan subyek penelitian menganut agama Islam. Dalam agama Islam, makanan yang mengandung babi adalah sesuatu yang dianggap haram dan sangat dilarang untuk dikonsumsi. Bali merupakan pulau yang banyak menjual makanan yang mengandung babi secara luas dan terbuka karena mayoritas penduduk Bali adalah agama Hindu, yang memperbolehkan mengonsumsi daging tersebut. Hal tersebut menjadi kendala subyek selama tinggal di Bali dan menjadi penyebab adanya respon toleransi dari subyek.

Toleransi juga memberi dampak pada subyek. Terdapat dua dampak dari toleransi yaitu adaptasi dan saling menghargai. Subyek melakukan adaptasi dengan lingkungan di Bali, karena terdapat perbedaan bahasa dan persepsi. Saling menghargai juga dilakukan oleh subyek. Dengan adanya toleransi, subyek lebih menghargai perbedaan agama dan lingkungan yang dirasakan oleh subyek selama menetap di Bali.

Bentuk toleransi yang ditunjukkan oleh subyek adalah bentuk secara positif dan negatif. Bentuk toleransi positif dalam penelitian ini adalah diskusi. Sebelum menunjukkan toleransi, subyek melakukan diskusi untuk meluruskan mispersepsi yang terjadi antara subyek dan teman-temannya. Selain bentuk toleransi positif, terdapat bentuk toleransi negatif yaitu apatis. Subyek menunjukkan sikap apatis terhadap sindiran dari teman-temannya yang memiliki persepsi negatif tentang Bima pada awalnya. Sikap apatis dari subyek menandakan adanya respon toleransi dari kendala yang ia alami.

(9)

9

PEMBAHASAN

Dalam menghadapi konflik atau permasalahan, subyek memiliki cara-cara untuk menyelesaikan konflik tersebut dan cara tersebut dinamakan sebuah solusi. Berdasarkan penelitian ini, subyek memaparkan berbagai solusi yang salah satunya adalah toleransi. Toleransi merupakan hal yang paling dominan digunakan oleh kedua subyek dalam penelitian ini. Kedua subyek merupakan pendatang dari Bima yang beragama Islam dan saat ini sedang menetap di Bali. Adapun berbagai penyebab yang memunculkan bentuk toleransi sehingga memberi dampak pada kehidupan subyek.

Definisi

Definisi toleransi secara umum digambarkan oleh kedua subjek sebagai bentuk penyelesaian masalah dari dalam diri dengan berusaha menyesuaikan diri dengan keadaan orang lain dan mengurangi tingkat keparahan konflik agar mencapai hubungan yang lebih harmonis. Sejalan dengan Ismail (2012) bahwa prinsip hidup toleran dalam upaya mencegah terjadinya konflik dan upaya terus-menerus membangun kedamaian.

Penyebab

Penyebab toleransi yang didapat dalam penelitian ini adalah mispersepsi, bahasa, dan agama. Kedua subyek penelitian ini merupakan pendatang dari Bima yang saat ini sedang menetap di Bali untuk melanjutkan studinya di perguruan tinggi. Posisi kedua subyek sebagai pendatang adalah pemicu munculnya sikap toleransi dalam menghadapi konflik atau permasalahan. Keenganan untuk memperparah konflik merupakan tujuan utama dari munculnya sikap toleransi. Kota Bima dan pulau Bali tentunya memiliki berbagai perbedaan sehingga memunculkan berbagai konflik. Perbedaan yang mendasar pada kota Bima dan pulau Bali adalah bahasa dan agama.

Berdasarkan Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, banyaknya penduduk menurut agama dan kabupaten/kota di Bali pada Sensus Penduduk tahun 2010 adalah agama Hindu sebanyak 3.247.383 jiwa, Islam sebanyak 520.244 jiwa, Protestan sebanyak 64.454 jiwa, Katolik sebanyak 31.397 jiwa dan Budha sebanyak 21.156 jiwa. Hal tersebut menunjukkan bahwa mayoritas penduduk di Bali menganut agama Hindu.

Dalam agama Hindu, tidak adanya larangan dalam mengonsumsi babi, sedangkan dalam agama Islam adalah sebaliknya. Berdasarkan observasi, Bali

(10)

10

merupakan pulau yang banyak menjual makanan yang mengandung Babi secara luas dan terbuka. Makanan yang memiliki kandungan babi tersebut merupakan salah satu pemicu konflik yang dirasakan oleh subyek penelitian. Bahasa juga merupakan pemicu konflik karena pulau Bali memiliki bahasa daerahnya sendiri yaitu bahasa Bali. Sebagai pendatang di Bali tentunya subyek memiliki keterbatasan dalam memahami bahasa Bali. Faktanya dalam lingkungan subyek banyak yang menggunakan bahasa Bali untuk berkomunikasi sehari-hari.

Toleransi yang muncul pada subyek pertama disebabkan oleh mispersepsi dengan temannya. Subyek pertama mengalami konflik dengan teman dekatnya. Subyek mengungkapkan bahwa permasalahan muncul karena salah satu temannya telah mengkhianati pertemanannya dengan berteman dekat bersama teman lain yang pernah melakukan hal tidak menyenangkan kepada teman subyek tersebut. Teman subyek menggangap bahwa hal tersebut tidak menjadi masalah untuk dirinya. Untuk konflik tersebut, subyek awalnya melakukan diskusi dengan temannya agar dapat menyelesaikan konflik. Hal tersebut dilakukan untuk menyesuaikan pandangan-pandangan yang tidak seragam. Setelah diskusi dilakukan, subyek berusaha untuk menyesuaikan pandangannya dengan teman subyek agar dapat melanjutkan hubungan pertemanannya. Di dalam hubungan persahabatan, apabila terjadi konflik, pihak yang terlibat akan cenderung melakukan pengorbanan demi kebaikan hubungan persahabatannya menurut Taylor, Pepalu & Sears (dalam Audi, 2014). Subyek telah berkorban untuk temannya dengan melakukan toleransi terhadap pandangan yang tidak seragam.

Subyek kedua juga memunculkan bentuk toleransi karena adanya konflik dengan teman-temannya. Permasalahan yang terjadi karena adanya perbedaan bahasa, agama dan persepsi. Subyek berasal dari suku Bima yang saat ini sedang menetap di Bali, yang menandakan bahwa ia merupakan pendatang dari Bima. Saat subyek kedua berkomunikasi dengan teman-temannya, terdapat beberapa temannya yang menggunakan bahasa Bali. Subyek tidak memahami bagaimana cara merespon hal tersebut. Teman yang menggunakan bahasa Bali, kemudian diingatkan oleh teman subyek lainnya untuk menggunakan bahasa Indonesia. Subyek tidak memberitahu secara langsung kepada temannya yang menggunakan bahasa Bali untuk mengganti bahasa Indonesia sebagai bahasa dalam berkomunikasi, melainkan subyek langsung berusaha untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan di Bali. Hal ini sejalan dengan Liliweri (2002) yaitu bahasa merupakan komponen budaya yang sangat penting untuk

(11)

11

mempengaruhi penerimaan, perilaku, perasaan, dan kecenderungan untuk bertindak menanggapi dunia sekeliling.

Penyebab munculnya toleransi selanjutnya pada subyek kedua adalah agama. Masyarakat Bali lebih didominasi oleh agama Hindu yang dibolehkan untuk memakan makanan yang mengandung babi. Dalam agama subyek yaitu agama Islam, babi merupakan hal yang diharamkan dan sangat dilarang untuk dikonsumsi. Salah satu ayat dalam Al-Quran yaitu Al-Ma’idah ayat tiga menyebutkan bahwa

“diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelihkan bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih.”

Berdasarkan pengalaman subyek, temannya pernah mengonsumsi makanan yang mengandung daging babi di hadapan subyek. Awalnya subyek merasa aneh dengan hal tersebut namun seiring berjalannya waktu, subyek dapat memahami kondisi tersebut tanpa melakukan perdebatan dengan temannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Sufanti dkk (2015) bahwa sikap toleransi kehidupan beragama merupakan salah satu sikap siswa yang perlu ditingkatkan.

Perbedaan persepsi juga dirasakan oleh subyek kedua dengan temannya di Bali. Kesalahan interpretasi pesan akan memunculkan pandangan sosial yang keliru berupa

stereotype dan prejudice yang keduanya lebih dikenal dengan istilah pandangan etnosentrisme. Suatu pandangan subyektif yang menilai budaya sendiri paling superior dan unggul dibanding budaya orang lain. Budaya sendiri ditempatkan sebagai pusat orientasi dan strandar untuk mengukur budaya-budaya lain. Pada saat yang sama etnosentrisme melahirkan sinisme, sikap meremehkan dan apriori (Patta, 2014). Berdasarkan hal tersebut, teman subyek menunjukkan kesalahan dalam menginterpretasi pesan tentang kota Bima sehingga memunculkan stereotype dan prejudice. Stereotype dan prejudice memunculkan pandangan etnosentrisme sehingga teman subyek memunculkan sindiran tentang kota Bima kepada subyek. Subyek merasa tidak nyaman dengan sindiran yang ia dapatkan. Perbuatan tersebut hanya dikarenakan oleh kejahilan temannya menurut anggapan subyek dan bukan merupakan permasalahan yang serius. Bentuk respon subyek terhadap sindiran tersebut adalah toleransi karena menggangap suatu hal yang serius menjadi hal yang biasa.

(12)

12 Dampak

Data mengenai dampak toleransi juga didapatkan oleh peneliti. Adapun dampak dari toleransi tersebut adalah saling menghargai. Subjek merasakan bahwa dampak dari perbedaan pandangan adalah munculnya rasa saling menghargai. Pada subyek pertama, ia mentolerir pandangan yang tidak seragam karena adanya persepsi negatif terhadap orang lain. Sedangkan pada subyek kedua, ia mentolerir pandangan yang tidak seragam karena adanya persepsi negatif terhadap kota Bima. Terkait dengan makanan yang mengandung daging babi, subyek kedua juga telah menunjukkan sikap menghargai perbedaan agama yang ada. Dalam agama Islam, babi merupakan makanan yang haram untuk dikonsumsi, tetapi subyek dapat mentolerir pandangan tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan sikap toleransinya apabila terdapat teman subyek yang mengonsumsi daging babi, ia tidak memarahinya dan mendiamkan sebagai bentuk saling menghargai. Sejalan menurut Yusuf (2002) bahwa toleransi menegakkan kedamaian hidup bersama dan melakukan kerjasama dalam batas-batas tertentu dalam masyarakat yang serba beranekaragam, baik ras, tradisi, keyakinan maupun agama. Sehingga bentuk saling menghargai dapat memberikan kedamaian pada kehidupan subyek.

Dampak selanjutnya adalah adaptasi dengan lingkungan subyek. Adaptasi dengan lingkungan diakibatkan karena adanya perbedaan bahasa. Bahasa Bali yang awalnya merupakan suatu hal yang tidak biasa, menjadi hal yang dapat dimaklumi untuk subyek kedua saat ini. Menurut Sapir-Whorf (dalam Liliweri, 2002) bahwa bahasa atau peristiwa mempengaruhi cara berpikir seseorang atau caranya memandang dunia. Subyek kedua mengubah cara pikirnya dengan berusaha mencari alternatif untuk belajar mengembangkan kemampuan dalam memahami bahasa Bali dengan membeli kamus bahasa Bali.

Bentuk

Selain didapatkan data mengenai definisi dan penyebab toleransi, peneliti juga mendapatkan data mengenai bentuk toleransi dari subyek. Terdapat dua bentuk toleransi yaitu bentuk positif dan bentuk negatif. Bentuk dalam toleransi positif yaitu diskusi. Subyek pertama melakukan diskusi saat memiliki perbedaan persepsi dengan temannya. Diskusi dilakukan untuk menyesuaikan persepsi yang berbeda. Hal ini sejalan dengan Herdikus (1991) yang menyatakan bahwa pada akhir diskusi, para

(13)

13

pendengar atau pemirsa memiliki pandangan atau pengetahuan yang lebih jelas mengenai masalah yang didiskusikan. Dengan adanya diskusi, subyek dapat mentolerir ketidaksamaan dan memiliki pandangan yang lebih jelas terkait dengan masalah yang terjadi dalam hubungan pertemanannya.

Bentuk toleransi negatif yang dimunculkan subyek adalah apatis. Sikap apatis yang dimunculkan subyek kedua merupakan respon dalam toleransi. Menurut Solmitz (dalam Artahsasta, 2015) apatisme adalah ketidakpedulian individu di mana mereka tidak memiliki minat atau tidak adanya perhatian terhadap aspek-aspek tertentu seperti kehidupan sosial maupun aspek fisik dan emosional. Subyek tidak menunjukan perhatian terhadap sindiran dari teman-temannya, hal tersebut menunjukkan sikap apatis. Subyek mengganggap bahwa hal tersebut merupakan bentuk kejahilan yang ia dapat maklumi tanpa harus diperdebatkan.

KETERBATASAN PENELITIAN

Konsep toleransi berdasarkan teori-teori Psikologi sulit untuk ditemukan, sehingga pengambilan konsep toleransi hanya berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya. Selama proses wawancara, subyek dalam penelitian ini kurang menunjukkan konflik-konflik yang pernah dialami. Subyek lebih menyangkal terhadap adanya konflik dan menggangap keadaan selalu damai. Selain itu, sikap toleransi lebih banyak dikemukakan oleh salah satu subjek penelitian ini, sehingga data yang didapat kurang kaya. Keterbatasan waktu dan tenaga juga mempengaruhi peneliti untuk memperkaya data pada penelitian ini.

SARAN

Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya lebih memperkaya literatur terutama buku-buku maupun jurnal yang berhubungan dengan sikap toleransi. Serta diimbangi dengan data yang diperoleh dari subjek penelitian, sehingga perbandingan antara teori dan data yang didapat dilapangan dapat seimbang bila dianalisis. Durasi dalam pengambilan data dan pengolahan data juga perlu dipersiapkan lebih matang agar mendapatkan hasil penelitian yang benar-benar relevan.

(14)

14 LAMPIRAN Diagram 1. Toleransi

(15)

15

DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’an Tajwid dan Terjemahan. (2006). Jakarta: Maghfirah Pustaka.

Artahsasta, V. (2015). Hubungan Antara Pemahaman Ideologi Pancasila dan Apatisme Politik Mahasiswa Psikologi Bina Nusantara. (Skripsi). Fakultas Psikologi Universitas Bina Nusantara, Jakarta.

Aprianti, I. (2012). Hubungan Antara Perceived Social Support dan Psychological Well-Being Pada Mahasiswa Perantau Tahun Pertama Di Universitas Indonesia. Skripsi. Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, Depok.

Audi, N.L. (2014). Persahabatan dan Toleransi Pemalasan Sosial pada Mahasiswa Psikologi Universitas Sumatera Utara. Jurnal Pemikiran & Penelitian Psikologi, 2 (9) 52-56.

Badan Pusat Statistika. Provinsi Bali (2010).

http://bali.bps.go.id/tabel_detail.php?ed=606013&od=6&id=6. Diunduh 17 Desember 2015.

Fitriana, N. (2013) Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Film Hafalan Sholat Delisa Karya Sony Gaokasak. (Skripsi). Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Ampel, Surabaya.

Herdikus, D. (1991). Retorika: Terampil Berpidato, Berdiskusi, Berargumentasi, Bernegosiasi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Liliweri, A. (2002). Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara.

Liliweri, A. (2005). Prasangka & Konflik: Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultur. Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara.

Nasution, K. (1997). Stres dan Perilaku Coping Pada Mahasiswa Perantau di Universitas Indonesia. Skripsi. Sarjana: Universitas Indonesia, Depok.

Patta, A. (2014). PENGEMBANGAN MODEL PERENCANAAN

KOMUNIKASI
ANTAR ETNIK SEBAGAI SOLUSI ATAS

MENGUATNYA KESADARAN ETNOSENTRISME. Jurnal Academica Fisip Untad, 1(6) 1411-3341.

Rochwulanningsih, Y., & Mahendra, U. (2013). Tipologi Sosiokultural Petambak Garam di Indonesia. Bandung: Universitas Diponegoro Press.

Sald, J. (2009). The coding manual for qualitative researchers. New Delhi: Sage Pub. Sudantra, I. K. (2013). Pengaturan Penduduk Pendatang Dalam Awig-Awig.

Sufanti, dkk. (2015). Pengembangan Bahan Ajar Apresiasi Biografi Tokoh Bermuatan Pendidikan Toleransi Kehidupan Beragama. (Publikasi Ilmiah). Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Sulaiman, A. (2015). Bentrok Kelompok Pemuda Bima dan Ormas Bali Pecah, Apa Penyebabnya?. http://sosialberita.net/2015/09/19/bentrok-kelompok-pemuda-bima-dan-ormas-bali-pecah-apa-penyebabnya/7608. Diunduh 18 Desember 2015.

Wijono, S. (2011). Psikologi Industri & Organisasi: Dalam Suatu Bidang Gerak Psikologi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Yusuf, A. A. (2002). Wawasan Islam. Bandung : Pustaka Setia.

Raco, J. R. (2010). Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya. Jakarta: Grasindo PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Moleong, L. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Referensi

Dokumen terkait

Simpulan dan Motivasi (Guru bersama dengan siswa membuat kesimpulan dari materi pelajaran yang sudah diajarkan dan guru juga memberi motivasi kepada siswa agar selalu semangat

Di daerah penyelidikan endapan gambut dapat dikualifikasikan sebagai "ombrogenus peat" yang terletak pada basin peat dan diklasifikasikan sebagai " Low Land

glibenklamid yang dibuat dengan teknik likuisolid mempunyai kelarutan baik. sehingga obat yang akan diabsorbsi ke dalam tubuh akan tinggi

Masih berlanjutannya pergerakan imbal hasil dengan kecenderungan mengalami kenaikan pada perdagangan kemarin didorong oleh berlanjutnya tekanan terhadap nilai tukar

Komponen yang sangat penting pada vaporizer adalah terdiri dari baterai, coil atomizer, RTA , RDTA atau RTA, kapas dan liquid.. Hasil dari penelitian tersebut menunjukan

keputusan dalam masalah multikriteria yang pertama kali diperkenalkan oleh Yoon dan Hwang pada tahun 1981. TOPSIS memberikan sebuah solusi dari sejumlah alternatif yang

Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empirik hubungan antara kecerdasan verbal-linguistik dan dukungan sosial dengan prestasi belajar pada pelajaran bahasa

Raja kami, raja dari pihak perempuan kami dan terlebih-lebih kepada Paman yang akan jadi menantu kami, terima kasih yang baik hati kami sampaikan pertama sekali kami