• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH GENETIK MATERNAL SIFAT PERTUMBUHAN SAPI BALI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH GENETIK MATERNAL SIFAT PERTUMBUHAN SAPI BALI"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH GENETIK MATERNAL

SIFAT PERTUMBUHAN SAPI BALI

(Maternal Effects on Growth Traits of Bali Cattle)

LISA PRAHARANI

Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002

ABSTRACT

The aim of this study was to investigate the effect of maternal genetic on genetic evaluation of Bali cattle. There were 8,260 calves born since 1985 through 2001 used to analyze genetic parameters affecting weaning weight (WW) and yearling weight (YW). Contemporary group (CG) was defined as a location-year-season combination. A connectedness program was used to evaluate genetic linkages between contemporary groups. Single trait analysis were done including: CG, sex of calf, cow age, and the significant two-ways interaction as fixed effect; dam, sire and sire x dam co-variant as random effect. Variance components were computed by the ASREML package using animal model from BLUP. Estimation of direct heritability (h2d) for WW-D

(0,35) were lower than those for YW-D (0,46). The estimated maternal heritability (h2m) were 0,11 and 0,08

for WW-M and YW-M, respectively. The estimated genetic correlation between direct and maternal effect (rdm) were -0,28 and -0,62 for WW-DM and YW-DM, respectively. Although the estimated maternal effects

on Bali cattle was low, the inclusion of maternal effect has to be considered due to moderate correlation between direct and maternal effects.

Key Words: Additive Direct Effects, Bali Cattle, Live Weights, Maternal Effects

ABSTRAK

Suatu penelitian dilakukan untuk mempelajari pengaruh genetik maternal dalam evaluasi genetik sapi Bali. Data sebanyak 8.260 ekor sapi Bali anak yang lahir antara tahun 1985 dan 2001 digunakan untuk menganalisis parameter genetik bobot hidup ternak pada umur sapih (WW) dan umur setahun (YW). Kontemporari grup (CG) ditentukan berdasarkan kombinasi antara tahun kelahiran-musim-lokasi. Program connectedness digunakan untuk menganalisa hubungan genetik antara kontemporari grup. Pendugaan ragam dan peragam (kovarian) genetik diperoleh dari analisis animal model satu-sifat (single-trait) dari BLUP (Best Linear Unbiased Prediction) menggunakan program ASREML software dengan memasukkan matrik hubungan genetik antara individu. Pengaruh tetap dalam model adalah CG, jenis kelamin ternak, kelompok umur induk dan umur ternak sebagai kovariat. Sedangkan ternak (anak), pejantan, induk dan peragam induk x pejantan sebagai pengaruh acak. Pendugaan heritabilitas (h2d) WW-D dan YW-D adalah 0.31 dan 0.4.

Pendugaan heritabilitas pengaruh genetik maternal (h2m) WW-M dan YW-M adalah 0,11 dan 0,08. Korelasi

antara ragam genetik dan maternal (rdm) sebesar -0,28 dan -0,62 untuk WW-DM dan YW-DM. Meskipun

pengaruh genetik maternal kecil, sebaiknya pengaruh genetik maternal tetap dimasukkan ke dalam model analisis parameter genetik mengingat korelasi antara pengaruh individu dan genetik maternal yang cukup besar.

Kata Kunci: Pengaruh Maternal, Pengaruh Aditif, Bobot Hidup, Sapi Bali

PENDAHULUAN

Sifat-sifat pertumbuhan seperti bobot sapih pada hewan mamalia dipengaruhi oleh genetik individu hewan secara langsung dari induk dan bapaknya (direct effect) dan pengaruh genetik induk (maternal effect) yang merupakan ekspresi dari gen-gen induk melalui

kemampuan induk (mothering ability) dalam merawat anak dan produksi susu. Pengaruh genetik maternal ini telah ada sejak prenatal berkaitan dengan kemampuan induk menyediakan lingkungan yang baik dalam kandungan sampai membesarkan anak setelah lahir berkaitan dengan kemampuan induk menyediakan lingkungan yang mendukung

(2)

pertumbuhan anak seperti produksi susu. Kemampuan induk tersebut dipengaruhi oleh genetik induknya dan lingkungan serta interaksi keduanya. Seperti pada sifat lain, pengaruh genetik kemampuan induk ini terdiri dari pengaruh aditif, dominan dan epistasi

(MRODE, 1996). Beberapa penelitian

melaporkan pentingnya memasukkan pengaruh genetik maternal dalam model penghitungan pendugaan komponen variasi genetik guna memperoleh ketepatan dalam pendugaan ragam genetik sifat pertumbuhan, bobot sapih dan bobot hidup umur setahun (FERRAZ et al., 2000; ALBUQUEQUE dan MEYER, 2001).

Dengan berkembangnya program komputer software, maka analisis dengan menggunakan model yang rumit (complex) semakin mungkin dilakukan seperti memisahkan genetik individu ternak (direct) dan pengaruh genetik maternal (MEYER, 1997). Dalam evaluasi genetik ternak sapi, pengaruh maternal telah banyak disarankan untuk dimasukkan ke dalam penghitungan variasi genetik karena pengaruh maternal dalam pertumbuhan ternak sapi sejak prasapih (CAMPELO et al., 2004). Pendugaan ragam pengaruh genetik maternal pada sapi Bos taurus dan Bos indicus telah banyak dilaporkan dengan kisaran sebesar 10-30% (KOOTS et al., 1994; DEMEKE et al., 2003). Sedangkan pendugaan ragam pengaruh genetik maternal pada sapi Bali belum pernah dilaporkan. Penelitian ragam genetik pada sapi Bali terdahulu melaporkan total heritabilitas ternak yang merupakan gabungan antara ragam genetik ternak dan pengaruh genetik maternal (DJEGHO et al., 1992; TALIB et al., 1998).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ragam genetik ternak dan pengaruh genetik maternal sifat pertumbuhan sapi Bali. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi program seleksi sifat pertumbuhan sapi Bali dalam upaya peningkatan produktivitas dan pengembangan sapi Bali melalui peningkatan mutu genetik ternak.

MATERI DAN METODE

Sebanyak 8.260 ekor anak sapi yang terdiri dari 4281 ekor jantan dan 3979 ekor betina yang lahir antara tahun 1985 dan 2001 di propinsi Bali digunakan dalam penelitian ini. Data bobot hidup diperoleh dari 4 lokasi yang

berbeda yang berasal dari berbagai umur induk dikelompokkan menjadi 3 grup (2 – 3 tahun, 4 – 5 tahun dan lebih dari 5) serta dua jenis kelamin (betina dan jantan) selama 17 tahun pada dua musim kelahiran (kemarau dan hujan). Sebagai kontemporari grup (CG), ternak dikelompokkan berdasarkan lokasi-musim-tahun kelahiran. Selanjutnya pejantan yang memiliki catatan anak kurang dari 5 dalam satu kontemporari grup tidak diikutkan dalam analisis. Untuk mengetahui faktor non genetik yang mempengaruhi bobot hidup maka dilakukan analisis pendahuluan guna menentukan faktor non-genetik yang berpengaruh nyata dalam WW dan YW menggunakan PROC MIXED (SAS, 2001). Faktor tersebut dimasukkan ke dalam animal model BLUP dalam analisis pendugaan komponen ragam dan peragam. Data dianalisis dengan memasukkan kontemporari grup, jenis kelamin anak, umur induk, umur ternak sebagai kovariat dan interaksi dua faktor pengaruh tetap (fixed effect) sedangkan pejantan sebagai pengaruh acak (random effect).

Penentuan hubungan genetik (koneksitas) melalui pejantan yang sama antara kontemporari grup digunakan program Connectedness (ELZO, 2002) yang diversifikasi oleh program Fortran. Hanya kontemporari grup yang mempunyai hubungan genetik untuk masing-masing bobot hidup digunakan dalam analisis data. Matrik hubungan genetik antara individu ternak (NRM=numerator relationship matrix) dibuat berdasarkan informasi ternak, pejantan dan induk. Dalam matrik tersebut identifikasi ternak dibuat dengan nomor identifikasi yang lebih besar karena tahun kelahiran lebih terakhir daripada pejantan dan induknya, sedangkan identifikasi pejantan dan induk pun harus berbeda dimana nomor identifikasi pejantan lebih kecil dari nomor identifikasi induk untuk memudahkan pembacaan program komputer software. Jumlah ternak yang dimasukkan dalam matrik sebanyak 13386 ekor terdiri dari 294 pejantan, 4873 induk dan 8219 anak yang lahir antara tahun 1979 dan 2001. Hanya catatan produksi dan tetua (pedigree) ternak yang lengkap digunakan dalam analisis data.

Pendugaan ragam dan peragam (kovarian) genetik diperoleh dari analisis animal model single-trait menggunakan AsREML (GILMOUR

(3)

matrik hubungan genetik antara individu. Sebagai pengaruh tetap dalam model tersebut adalah CG, jenis kelamin anak, kelompok umur induk, umur ternak (linear, kuadratik dan kubik) dan interaksi 2 faktor yang mempunyai pengaruh nyata terhadap WW dan YW. Sedangkan pejantan dan induk dimasukkan sebagai pengaruh acak serta pengaruh acak lingkungan permanen induk.

Persamaan animal model BLUP satu-sifat dengan pengaruh genetik maternal yang digunakan dalam analisis dapat dijelaskan melalui formula berikut:

y = Xb + Zi ui + Zd ud + Zpe dpe+ e

dimana:

y = vektor performan WW dan YW

b = vektor dari grup kontemporari, jenis kelamin ternak, umur induk, interaksi dua faktor peubah tetap yang signifikan (hasil dari analisis pendahuluan)

ui = vektor pengaruh acak dari genetik ternak

yang diperoleh langsung dari kedua tetuanya (direct genetic)

ud = vector pengaruh acak dari genetik

maternal (=½ genetik ternak dari induk + pengaruh genetik maternal)

dpe = vektor pengaruh acak lingkungan yang

permanen dari induk sebagai pengaruh genetik maternal

X = matrik yang hanya berisikan nilai 1 dan 0, serta faktor linier, kuadratik yang menghubungkan catatan ternak terhadap elemen-elemen dalam vektor b

Zi = matrik yang hanya berisikan nilai 1 dan 0

dan yang menghubungkan catatan ternak terhadap elemen-elemen dalam vektor ui

Zd = matrik yang hanya berisikan nilai 1 dan 0

dan yang menghubungkan catatan ternak terhadap elemen-elemen dalam vektor ud

Zpe = matrik yang hanya berisikan nilai 1 dan 0

dan yang menghubungkan catatan ternak terhadap elemen-elemen dalam vektor dpe

e = vektor pengaruh error (residual effect) Analisis pendugaan ragam genetik dilakukan dengan menggunakan restricted maximum likelihood (REML). Konfergen diasumsikan telah tercapai pada saat dua iterasi menghasilkan nilai log-likelihood kurang dari 0,0002. Pendugaan heritabilitas berdasarkan rumus: h2d = σ2d2p, dimana σ2d adalah ragam

aditif ternak (direct additive effect) dan σ2p

adalah total ragam fenotipik. Sedangkan pendugaan heritabilitas pengaruh genetik maternal berdasarkan rumus: h2m = σ2m2p,

dimana σ2m adalah ragam aditif pengaruh

genetik maternal. Standar error heritabilitas dan korelasi genetik dihitung dengan menggunakan AsREML. Pengujian signifikasi dari nilai heritabilitas dan korelasi genetik dan fenotipik menggunakan selang kepercayaan 95% dengan memakai standar error.

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan umum

Pemeliharaan ternak di lokasi penelitian umumnya dengan pola manajemen yang hampir sama. Ternak induk dan anak dipelihara dalam satu kandang, sampai betina siap melahirkan anak berikutnya. Ternak diberikan pakan hijauan dalam kandang sebanyak 25 – 30 kg rumput berupa rumput lapangan, rumput gajah (bila tersedia dalam kebun rumput) ditambah dedak 1 – 2 kg/ekor/hari (kadang-kadang) sebagai pakan tambahan dengan sedikit garam. Air Minum tersedia ad libitum dalam kandang. Ternak betina yang bunting diberi pakan tambahan berupa dedak dan atau sisa limbah pertanian lainnya seperti kulit jagung, jerami kacang tanah. Perkawinan dilakukan melalui kawin alam dengan pejantan milik kelompok (pejantan komunal), tetapi bila memungkinkan (inseminator siap) perkawinan dilakukan melalui inseminasi buatan (IB). Pengobatan secara teratur diberikan oleh peternak dengan bantuan Dinas/Instansi Peternakan setempat.

Struktur data

Pada tahap awal analisis, data bobot hidup yang diperoleh dari hasil dua penimbangan bobot hidup pada dua umur yang berbeda disortir dan dibersihkan dari percilan (outlier) umur ternak dan bobot hidup yang lebih dari 3 standard deviasi serta ternak-ternak yang tidak diketahui tetuanya. Rataan bobot hidup pada penimbangan pertama sebesar 90,5 ± 15,46 kg (WW) dan penimbangan kedua sebesar 139,5 ± 16,33 kg (YW) seperti terlihat dalam Tabel 1.

(4)

Tabel 1. Struktur data berdasarkan jumlah pejantan, induk dan anak

Jumlah observasi Item

Data awal Data akhir Anak

Induk Pejantan

Rasio anak : pejantan Rasio anak : induk

Umur ternak penimbangan pertama WW (hari) Rataan ± standar deviasi

Kisaran

Bobot hidup penimbangan pertama WW (kg) Rataan ± standar deviasi

Kisaran

Umur ternak bobot hidup penimbangan kedua YW (hari) Rataan ± standar deviasi

Kisaran

Bobot hidup penimbangan kedua YW (kg) Rataan ± standar deviasi

Kisaran 8,219 4,873 294 27,95 1.69 7,973 191,65 ± 38,85 85 – 419 7,973 86,46 ± 16,32 40 – 203 7,193 351,81 ± 41,21 194 – 546 7,193 135,39 ± 17,80 78 – 268 7,979 4,716 281 28,39 1,69 7,570 189,79 ± 33,51 110 – 270 7,570 85,43 ± 14,16 40 – 130 6,955 352,31 ± 36,45 271 – 450 6,955 135,34 ± 16,83 80 – 219

Data bobot hidup ternak pada umur antara 110 dan 270 hari dalam penimbangan pertama digunakan untuk menganalisis WW, sedangkan bobot hidup ternak pada umur 271 dan 450 hari dalam penimbangan kedua untuk YW. Rataan jumlah anak yang dimiliki oleh seekor pejantan pada WW dan YW hampir sama. Sedangkan induk memiliki catatan anak rata-rata 2 dan 1,4 untuk WW dan YW.

Hasil analisis pendahuluan menunjukkan pengaruh tetap yang berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap bobot hidup WW dan YW umur induk, jenis kelamin dan interaksi antara umur induk dan jenis kelamin yang akan dimasukkan ke dalam model analisis pendugaan parameter genetik.

Ragam genetik WW-D dan YW-D

Pendugaan komponen ragam dan peragam (kovarian) serta heritabilitas ditampilkan pada Tabel 2. Heritabilitas tetuanya pada WW-D (h2d = 040 ± 0,05) sedikit lebih rendah

dibandingkan dengan YW-D (h2d = 0,50 ±

0,06). Nilai heritabilitas WW-D dan YW-D

berbeda dari nol (P < 0,001). Nilai heritabilitas WW-D yang lebih rendah dari YW-D tersebut seperti penelitian yang dilakukan oleh ALBUQUERQUE dan MEYER (2001) pada sapi Nellore, dimana heritabilitas bobot hidup sedikit lebih tinggi dengan bertambahnya umur ternak sampai ternak berumur 300 hari. Pendugaan nilai heritabilitas WW-D dan YW-D dalam penelitian ini berada dalam kisaran heritabilitas bobot hidup lepas sapih dan umur setahun ternak sapi yang dirangkum oleh KOOTS et al. (1994) dan MOHIUDDIN (1993). Akan tetapi, bila dibandingkan dengan penelitian sapi Bali sebelumnya oleh TALIB et al. (1998) dan DJEGHO et al. (1992), nilai heritabilitas dalam penelitian ini lebih tinggi. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh perbedaan metode dalam penghitungan komponen peragam dan perbedaan jumlah data yang dianalisis. Kedua penelitian tersebut memasukkan pejantan dalam herd (nested model) dan tidak memisahkan peragam genetik dengan pengaruh genetik maternalnya, sehingga menyebabkan ragam genetik yang lebih kecil. Selain itu komponen peragam juga berbeda disebabkan ragam genetik maternal

(5)

yang tidak dipisahkan dari ragam genetik ternak (direct) seperti dilaporkan oleh MEYER (1997).

Dalam penelitian ini pendugaan nilai heritabilitas dihitung melalui pemisahan komponen peragam menjadi ragam aditif dari tetua (direct) dan genetik maternal yang akan mempengaruhi nilai heritabilitas. MOHIUDDIN (1993) mengatakan prosedur penghitungan yang berbeda akan menghasilkan pendugaan nilai heritabilitas yang berbeda. Selain itu, dalam penelitian ini juga dilakukan pemilahan data (data set) berdasarkan koneksitas antara CG, sehingga hanya ternak yang mempunyai hubungan genetik antara kontemporarinya saja yang digunakan dalam analisis perhitungan ragam genetik. Metode pemilahan ini sangat dianjurkan untuk mendapatkan ketepatan dalam penghitungan ragam genetik dan memperkecil pendugaan ragam kesalahan (PEV) seperti yang dilaporkan oleh MATHUR et al. (1998).

Pendugaan heritabilitas ternak (h2d) untuk

WW-D dan YW-D cukup besar (moderate), sehingga seleksi pada kedua sifat bobot hidup tersebut diharapkan efektif. Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan genetik bobot hidup sapi Bali pada umur pascasapih dapat dilakukan melalui seleksi. Meskipun umur penyapihan pada sapi Bali belum ditentukan karena biasanya anak bersama induk sampai induk melahirkan anak berikutnya, maka seleksi bobot hidup sapi sebelum umur setahun masih beralasan.

Ragam pengaruh genetik maternal

Struktur data kurang memungkinkan memisahkan lingkungan permanen dan pengaruh genetik maternal disebabkan kurangnya data induk yang mempunyai catatan anak lebih dari satu atau yang tercatat memiliki anak lebih dari satu kali seperti dalam Tabel 1. Selain itu, data yang digunakan dalam penelitian ini hanya menghitung keragaman genetik induk/pejantan dan anak seperti dalam catatan tetua yang tersedia, sementara catatan nenek (grand maternal) tidak tersedia. WILLHAM (1980) dan MEYER (1997) melaporkan kesulitan yang sama dengan penelitian ini yang sering terjadi bila mengevaluasi genetik dengan menggunakan data lapang (peternak). Struktur data dapat mempengaruhi hasil analisis variasi genetik pengaruh maternal seperti yang dilaporkan oleh MANIATIS dan POLLOTT (2003).

Pengaruh genetik maternal (h2m) dalam

penelitian ini rendah untuk WW-M dan YW-M sebesar 0,01 ± 0,01 disebabkan rendahnya ragam pengaruh genetik maternal seperti dalam Tabel 2. Pengaruh maternal sapi Bali dalam penelitian ini diharapkan besar karena sistem pemeliharaan sapi Bali dimana umumnya anak dan induk berada dalam kandang yang sama sampai induk melahirkan anak berikutnya. Akan tetapi rendahnya pengaruh genetik maternal sapi Bali disebabkan juga oleh rendahnya produksi susu induk sapi Bali seperti yang dilaporkan BAMUALIM dan Tabel 2. Pendugaan komponen ragam (kg2), heritabilitas dan korelasi WW dan YW

Parameter Ragam (δ2) Heritabilitas (h2) Korelasi (rdm)

WW-D 39,8 ± 8,2 0,4 ± 0,05 WW-M 0,7 ± 1,2 0,01 ± 0,01 WW-P 103,4 ± 10,75 WW-DM -0,6 ± 3,5 -0,2 ± 0,1 YW-D 143,7 ± 26,2 0,5 ± 0,06 YW-M 2,1 ± 2,8 0,01 ± 0,01 YW-P 268,9 ±30,0 YW-DM -5,3 ± 8,3 -0,6 ± 0,2

D : genetik ternak (direct effect)

M : genetik pengaruh induk (maternal effect) DM : korelasi genetik ternak dan pengaruh induk P : fenotipik

(6)

WIRDAHAYATI (2002) menyatakan bahwa produksi susu induk sapi Bali rendah. Penelitian terhadap beberapa bangsa sapi melaporkan pengaruh genetik maternal yang rendah seperti pada sapi Brahman dan Wokalup (sintetik breed) sebesar 0,04 dan 0,06 (ROBINSON dan O’ROURKE, 1992; DEMEKE et al., 2003).

Pendugaan nilai korelasi antara genetik ternak dan pengaruh genetik maternal dalam penelitian sebesar -0,2 ± 0,2 dan -0,6 ± 0,2 masing-masing untuk WW-DM dan YW-DM seperti yang ditunjukan dalam Tabel 2. Meskipun proporsi pengaruh genetik maternal rendah, korelasi negatif yang cukup besar perlu dipertimbangkan dalam evaluasi genetik bobot hidup sapi Bali. MEYER (1997) melaporkan pengaruh genetik maternal sebaiknya dimasukkan ke dalam model evaluasi genetik mengingat besarnya korelasi genetik dengan pengaruh maternal untuk menghindari bias dalam perhitungan ragam genetik ternak. Secara umum, nilai korelasi genetik dan pengaruh maternal dalam penelitian ini masih termasuk dalam kisaran yang dilaporkan oleh MOHIUDDIN (1993); KOOTS et al. (1994) yang merangkum beberapa bangsa sapi yaitu dari -0,91 sampai 0,25 (bobot sapih) dan dari -0,91 sampai 0,49 (bobot setahun). Nilai korelasi negatif antara genetik (direct) dan pengaruh maternal menunjukkan adanya sifat antagonisme (berlawanan) dalam penelitian ini, sehingga perlu diperhatikan dalam program seleksi seperti yang dianjurkan oleh ROBISON (1981) dan LEE et al. (2000). Korelasi genetik antara individu (direct) dan pengaruh maternal yang cukup besar dalam penelitian ini disebabkan negatif korelasi peragam individu dan maternal kemungkinan terjadi karena korelasi lingkungan yang berlawanan (negative) antara induk dan anaknya seperti yang dilaporkan oleh IWAISAKI et al. (2005).

KESIMPULAN

Pengaruh genetik maternal sapi Bali pada bobot sapih dan umur setahun sangat kecil. Sedangkan proporsi genetik sapi Bali sebesar 40% untuk bobot sapih dan 50% untuk bobot umur setahun potensi untuk seleksi bobot sapih dan bobot umur setahun. Perlu pengamatan

lebih lanjut terhadap kecilnya pengaruh induk sapi Bali.

DAFTAR PUSTAKA

ALBUQUERQUE,D.G. and K.MEYER.2002. Estimates of direct and maternal genetic effects for weights from birth to 600 days of age in Nelore cattle. J. Anim. Breed. Genet. 118: 83 – 92. BAMUALIM, A. dan R.B. WIRDAHAYATI. 2002.

Nutrition and management strategies to improve Bali cattle productivity in Nusa Tenggara. Proc. of an ACIAR Workshop on Strategies to Improve Bali Cattle in Eastern Indonesia, Denpasar, Bali, Indonesia.

CAMPÊLO, J.E.G., P.S. LOPES, R.A. TORRES, L. CAMPOS. R.F. EUCLYDES, C.V. ARAÚJO and C.S.PEREIRA. 2004. Maternal effects on the genetic evaluation of Tabapuã beef cattle. Genetics and Molecular Biology. 27, 4, 517 – 521.

DEMEKE, S., F.W.C. NESER and S.J. SCHOEMAN. 2003. Variance components and genetic parameters for early growth traits in a mixed population of purebred Bos indicus and crossbred cattle. Livest. Prod. Sci. 84: 11 – 21. DJEGHO,Y, H.T. BLAIR and D.J. GARRICK. 1992. Estimates of phenotypic and genetic parameters for weaning and yearling weights in Bali beef cattle. Asian-Aust. J. Animal Sci. 5: 623 – 628.

ELZO, M.A. 2002. Multibreed Connectedness Program CSET (version 11/21/2001). Animal Breeding Mimeo Series, No. 54, University of Florida, Gainesville. p. 11.

FERRAZ, J.B., S,J. P. ELER and P.M.T. RIBEIRO. 2000. Genetic study of Santa Gertrudis cattle in Brazil. Livestock Research for Rural Development 12: 1 – 9.

GILMOUR,A.R.,B.R.CULLIS,S.J.WELHAM and R. THOMPSON. 2000. ASREML Reference Manual. Printed by NSW Agriculture, Orange Agricultural Institute, Forest Road, Orange, NSW, 2800 Australia. p. 217.

IWAISAKI, H., S. TSURUTA, I. MISZTAL and J.K. BERTRAND. 2005. Estimation of correlation between maternal permanent environmental. effects of related dams in beef cattle. J. Anim. Sci. 83: 537–542.

KOOTS, K.R., J.P. GIBSON, C. SMITH and J.W. WILTON. 1994. Analyses of published genetic parameter estimates for beef production traits. 1. Heritability. Anim. Breed. Abstr. 62: 309 – 338.

(7)

LEE,J.W.,S.B.CHOI,Y.H.JUNG,J.F.KEOWN and L.D.VAN VLECK. 2000. Parameter estimates for direct and maternal genetic effects on yearling, eighteen-month, and slaughter weights of Korean native cattle. J. Anim. Sci. 78: 1414 – 1421.

MANIATIS,N. and G.E.POLLOTT. 2003. The impact of data structure on genetic (co)variance components of early growth in sheep, estimated using an animal model with maternal effects. J. Anim. Sci. 81: 101–108 MATHUR,P.K.,B.SULLIVAN and J.CHESNAIS. 1998.

A new method for assessing connectedness between herds. Proc. National swine Improv. Fed. Conf. and annual meeting. On line: http://www.nsif.com/Conferences/1998/mathu r.htm. Accesed Feb 29, 2004.

MEYER,K. 1997. Estimates of genetic parameters for weaning weight of beef cattle accounting for direct-maternal environmental covariances. Livestock Prod. Sci. 52:187 – 199.

MOHIUDDIN, G. 1993. Estimates of genetic and phenotypic parameters of some performance traits in beef cattle. Anim. Breed. Abstr. 61: 495 – 522.

MRODE,R.A. 1996. Linear models for the prediction of animal breeding values. CAB International. Biddles Ltd, Guilford. UK.

ROBINSON,D.L. and P.K.O'ROURKE. 1992. Genetic parameters for live weights of beef cattle in the tropics. Aust. J. Agric. Res. 43: 1297 -1305.

ROBISON, O.W. 1981. The influence of maternal effects on the efficiency of selection; a review. Livest. Prod. Sci. 8: 121 – 137.

SAS. 2001. SAS User’s Guide: Statistics. SAS Inst., Inc., Cary, NC.

TALIB,C.,G.N.HINCH,S.SIVARAJASINGHAM and A. BAMUALIM. 1998. Factors influencing pre weaning and weaning weights of Bali (Bos sondaicus) calves. Proc. of 6th World

Congress on Genetics Applied to Livestock Production, Armidale, NSW, Australia, 11 – 16 Jan. 23: 141.

WILLHAM, R.L. 1980. Problems in estimating maternal effects. Livest. Prod. Sci. 7: 405 – 418.

Gambar

Tabel 1. Struktur data berdasarkan jumlah pejantan, induk dan anak
Tabel 2. Pendugaan komponen ragam (kg 2 ), heritabilitas dan korelasi WW dan YW

Referensi

Dokumen terkait

Sebab perempuan yang bekerja sebagai tukang suun berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi menengah kebawah sehingga untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga perempuan

Outline materi (silabi) : Pemahaman mengenai pengertian bahan pangan yang dapat menimbulkan keracunan makanan, bagaimana pengaruh racun terhadap tubuh, baik yang berasal

Kompetensi profesional guru kewirausahaan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar yang indikatornyal antara lain meliputi : (1) Menguasai materi, struktur, konsep dan pola

Berdasarkan nilai tahanan jenis dan keadaan geologi, hasil penelitian diidentifikasi terdapat 4 jenis lapisan batuan permukaan didaerah Desa Pawan, Rokan Hulu,

Buah sawit yang gugur dimanfaatkan menjadi bahan baku pembuatan arang briket dengan cara mengolah buah sawit menggunakan mesin hasil rancangan, mesin ini

Bagian Keuangan.. Kemudian Edward Sallis mengartikan MMT sebagai upaya menciptakan budaya mutu di mana tujuan setiap anggotanya ingin menyenangkan pelanggannya, dan di mana struktur

1) Modifikasi alokasi waktu. Pengelolaan proses belajar mengajar. Pengelolaan proses belajar mengajar.Proses belajar mengajar merupakan kegiatan utama sekolah. Sekolah diberi

Tahap ini auditor melakukan review dan pengujian terhadap pengendalian manajemen PT. Sindu Amritha Kota Pasuruan dengan tujuan untuk menilai efisiensi, efektivitas dan