• Tidak ada hasil yang ditemukan

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR BERSIH KAWASAN BERIKAT NUSANTARA (KBN) MARUNDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR BERSIH KAWASAN BERIKAT NUSANTARA (KBN) MARUNDA"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

ii LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI

“PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR BERSIH KAWASAN BERIKAT NUSANTARA (KBN) MARUNDA”

Disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Strata Satu (S1) Jurusan Teknik Lingkungan

Disusun Oleh : SAEPULOH

33121026

Telah diperiksa dan diuji pada tanggal : 15 Juli 2018.

Dosen Penguji I Dr.Ir.Supriyanto, M.P NIDN : 040166605 Dosen Pembimbing II Dodit Ardiatma S.T, M.Sc NIDN : 0403029201 Menyetujui

Ketua Program Studi Teknik Lingkungan

Dodit Ardiatma S.T, M.Sc NIDN : 0403029201

Dosen Penguji II

Putri Anggun Sari, S.Pd. M.T NIDN : 0420028902 Dosen Pembimbing I

( ... )

Ir. Martin Darmasetiawan. M.M

Mengetahui Ketua STT Pelita Bangsa

Dr.Ir.Supriyanto, M.P NIDN : 040166605

(2)

iii KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia, serta kenikmatan-Nya yang sangat besar, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tuagas Akhir (TA) ini. Salawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, beserta para sahabat dan para pengikutnya. Laporan Tugas Akhir berjudul “ Perencanaan detail instalasi pengolahan air bersih KAWASAN BERIKAT NUSANTARA (KBN) Marunda”.

Tugas Akhir ini dilaksanakan di KAWASAN BERIKAT NUSANTARA (KBN) Marunda dan berlangsung selama empat bulan yaitu pada bulan April dan Juli 2017. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Ketua Sekolah Tinggi Teknologi (STT) Pelita Bangsa Cikarang – Bekasi. 2. Bapak Dodit Ardiatma S.T, M.Sc sebagai Pembimbing I sekaligus Kaprodi

Teknik Lingkungan STT Pelita Bangsa, terimakasih atas bimbingan, arahan, saran, dan nasihatnya dalam penyusunan Laporan Kerja Praktek.

3. Bapak Martin Darmasetiawan selaku Perencana sekaligus sebagai Pembimbing Lapangan yang telah memberikan bimbingan dan kesempatan kepada saya untuk menyelesaikan Tugas Akhir di KAWASAN BERIKAT NUSANTARA (KBN) Marunda.

4. Seluruh karyawan di Yayasan Ekamitra Nusantara atas atas dukungan yang telah diberikan selama menyelesaikan Tugas Akhir.

5. Keluarga besar tercinta, Ibu dan bapak yang senantiasa memberikan doa dan dukungannya kepada saya.

6. Rekan – rekan Angkatan TL 2012 wabilkhusus Ahmad Mansur, Sudarso dan Rahmi Febrianti Dewi serta Galih Saputra dari angkatan 2013 dan rekan-rekan dari angkatan 2014. yang bersedia meluangkan waktu memberikan motifasi serta dorongan kepada saya untuk menyelesaikan penulisan Laporan Tugas Akhir ini.

(3)

iv Atas segala bantuan yang berkaitan dengan penyelesaian penyusunan dan penulisan Laporan Tugas Akhir ini penulis hanya dapat berdoa semoga Allah SWT, yang Maha Rahman dan Rahim memberikan balasan yang setimpal.

Sebagai manusia biasa, penulis menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini jauh dari sempurna, untuk itu segala saran guna perbaikan laporan Tugas Akhir ini sangat penulis harapkan.

Cikarang, 15 Juli 2018 Penulis

(4)

v

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Maksud Kegiatan ... 4

1.4. Tujuan kegiatan ... 4

1.5. Lingkup kegiatan ... 4

1.6. Manfaat Kegiatan ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Definisi Air Minum ... 6

2.3. Penerapan Strategi Pengolahan Air Menurut Jenis Air ... 13

2.4. Metode Proyeksi Penduduk ... 37

2.5. Kerangka Berfikir ... 40

BAB III METODE PENELITIAN ... 42

3.1 Umum ... 42

3.2 Perencanaan Teknis Unit Intake atau Air Baku ... 3.8.1.43 3.3 Perencanaan Unit Produksi ... 3.8.1.45 3.4 Perencanaan Teknis Unit Distribusi ... 3.8.1.45 3.5 Perencanaan Teknis Unit Pelayanan ... 3.8.1.48 3.6 Detail Engineering Desain (DED) Kapasitas IPA 40 lt/dt Di Kawasan Berikat Nusantar Marunda ... 3.8.1.48 3.7 Analisa Perhitungan Pondasi Instalasi Pengolahan Air (IPA) ... 3.8.1.48 3.8 Lokasi Perancangan ... 3.8.1.51 DAFTAR ISI COVER JUDUL….……….…….………..……….i

(5)

vi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 53

4.1 Umum ... 53

4.2 Perencanaan Umum dan Kebutuhan Air ... 54

4.3 Perencanaan Teknis Unit Intake dan Air Baku ... 64

4.4 Perencanaan Unit Produksi ... 71

4.5 Rancangan Instalasi Pengolahan Air ... 75

BAB V PENUTUP ... 84

5.1 Kesimpulan ... 84

5.2 Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 86

(6)

vii

Gambar 3. 1 Diagram Alir Perancangan ... 42

Gambar 3. 2 Lokasi KBN Marunda ... 3.8.1.51 Gambar 4. 1 Kebutuhan Air per Tahap………..59

Gambar 4. 2 Fluktuasi Kebutuhan Air ... 60

Gambar 4. 3 Peta Daerah Pelayanan KBN Marunda ... 63

Gambar 4. 4 Area kawasan yang dapat ditampung oleh Kolam Air Baku ... 68

Gambar 4. 5 Jaringan Pipa Transmisi Intake-Kolam... 70

Gambar 4. 6 Diagram Skematik Sistem Pengolahan Air ... 71

Gambar 4. 7 Diagram Sistem Pengolahan Air Lengkap ... 72

Gambar 4. 8 Tata Letak Instalasi Pengolahan Air ... 74

Gambar 4. 9 Rangkaian Pengolahan Air Utama ... 81

Gambar 4. 10 Rangkaian Ultra Filtrasi ... 82

Gambar 4. 11 Sigle Line Diagram ... 83 DAFTAR GAMBAR

(7)

viii

Tabel 2. 1 Kualitas Air Minum Permenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010 ... 8

Tabel 2. 2 Kriteria Perencanaan Unit Koagulasi (Pengaduk Cepat) ... 21

Tabel 2. 3 Kriteria Perencanaan Unit Flokulasi (Pengaduk Lambat) ... 24

Tabel 2. 4 Karakteristik Media Filter ... 32

Tabel 2. 5 Alternatif Pengolahan Untuk Penyisihan Parameter Yang Melebihi Baku Mutu ... 36

Tabel 3. 1 Kriteria Pipa Transmisi……….………3.8.1.43 Tabel 3. 2 Kriteria Pipa Distribusi ... 3.8.1.46 Tabel 4. 1 Kebutuhan Air Kawasan Berikat Nusantara Marunda ………55

Tabel 4. 2 Tahapan Pembangunan Kawasan Berikat Marunda C04 ... 56

Tabel 4. 3 Kebutuhan Air Kawasan Berikat Nusantara Marunda ... 58

Tabel 4. 4 Kebutuhan Kapasitas Pengolahan, pompa Dan Daya ... 61

Tabel 4. 5 Rancangan Reservoir Penampungan Air baku ... 63

Tabel 4. 6 Kualitas Air Baku yang harus diolah ... 65

Tabel 4. 7 Volume Limbah yang dapat ditampung ... 66

Tabel 4. 8 Kriteria saluran dan pipa air baku ... 69

Tabel 4. 9 Asumsi Kualitas Air Baku di kolam Penampngan ... 76 DAFTAR TABEL

(8)

1 1.1. Latar Belakang Masalah

Air merupakan zat yang mutlak bagi setiap makhluk hidup dan kebersihan air adalah syarat utama bagi terjaminnya kesehatan makhluk hidup itu sendiri. Manusia sebagai salah satu mahluk hidup sangat membutuhkan air sebagai penunjang kehidupan mereka. Sebagai contoh dalam memasak, mencuci, dan untuk air minum. Air dapat ditemukan mulai dari daerah laut, danau, sungai dan lain lain. Indonesia sebagai negara yang dikelilingi oleh perairan yang luas juga tak lepas dari masalah banyaknya wilayah di Indonesia yang tidak terlayani air bersih (Dwijusaputro, 1981).

Instalasi pengolahan air bersih sebagai infrastruktur kota sangat berperan dalam menunjang perkembangan kota. Kota modern membutuhkan sistem perencanaan air bersih yang baik, sehingga mampu memenuhi kebutuhan pertumbuhan penduduknya. Pengelolaan sistem penyediaan air bersih yang layak serta memenuhi kebutuhan masyarakat dan aktivitas perkotaan secara keseluruhan akan meningkatkan produktivitas kota dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan kesejahteraan masyarakat berbanding lurus dengan ketersediaan air minum yang dilakukan oleh Pemerintah (Direktorat Cipta Karya, 2010).

Hal ini juga berhubungan dengan peningkatan ekonomi dimana dengan ketersediaan air minum yang layak dan berkesinambungan diharapkan dapat membuat masyarakat dapat bekerja dengan efektif. Kekurangan dalam sistem penyediaan air minum di Indonesia masih berkutat pada

BAB I PENDAHULUAN

(9)

2 rendahnya cakupan wilayah yang terlayani air bersih oleh Pemerintah, baik dalam sistem perpipaan maupun dalam sistem non-perpipaan. Rendahnya cakupan pelayanan tersebut secara operasional merupakan refleksi dari pengelolaan sistem yang kurang efisien maupun kurangnya pendanaan untuk pengembangan sistem pengembangan sistem yang sudah ada (Direktorat Cipta Karya, 2010).

Perencanaan sarana dan prasarana air minum mengacu pada berlakunya Undang-undang No. 25 tahun 2000, dimana seluruh pelaksanaan kegiatan dan pendanaan pembangunan disiapkan dan dilaksanakan oleh masing-masing pemerintah daerah atau kawasan. Dalam hal ini akan direncanakan detail perencanaan untuk PT. Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Pelabuhan Marunda. Sebagaimana diketahui bahwa PT. Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Pelabuhan Marunda yang menempati tanah seluas kurang lebih 198 Ha (seratus sembilan puluh delapan hektar) beserta bangunan diatasnya terletak di Kelurahan Marunda Kecamatan Cilincing Jakarta Utara telah ditetapkan sebagai Kawasan Berikat (Bonded Zone) dan menjadi tambahan wilayah usaha Perusahaan Perseroan (PERSERO) PT. Kawasan Berikat Nusantara. Beberapa aspek legal lainnya yang melatar belakangi perencanaan detail pengolahan air serta acuannya adalah :

a) Undang-Undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air b) Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

c) Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

d) Keppres 11/1992, tentang penunjukan dan penetapan wilayah usaha Perusahaan Perseroan (Persero) PT. KBN.

e) Peraturan Menteri PU No. 18/PRT/M/2007 tentang Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

Sesuai dengan Peraturan Menteri 18/PRT/M/2007 tentang Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, pada

(10)

3 Lampiran III tentang Perencanaan Teknis Pengembangan SPAM dinyatakan perencanaan teknis adalah suatu rencana rinci pembangunan sistem penyediaan air minum di suatu kota atau kawasan yang meliputi unit air baku, unit produksi, unit distribusi, dan unit pelayanan. Dengan adanya DED ini diharapkan PT.Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Pelabuhan Marunda mampu mewujudkan pembangunan infrastruktur SPAM yang handal dengan perencanaan teknis yang telah memenuhi spesifikasi dan standard yang berlaku sehingga keberlanjutan manfaat infrastruktur air minum dapat tercapai dalam pembangunan dan pengoperasiannya secara optimum.

Secara umum perencanaan detail untuk pembangunan Instalasi Pengolahan Air dan reservoir secara teknis mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 18 tahun 2007 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum khususnya lampiran 3 tentang perencanaan teknis dan lampiran 4 tentang pelaksanaan konstruksi. Namun yang utama hal-hal yang bersifat panduan dan formal tersebut dipadukan pengalaman konsultan dalam merencanakan instalasi bangunan air sebagai berikut :

Perencanaan teknis memuat: 1) rancangan detail kegiatan, 2) perhitungan dan gambar teknis, 3) spesifikasi teknis,

4) rencana anggaran biaya, 5) analisis harga satuan, dan 6) tahapan dan jadwal pelaksanaan,

7) dokumen pelaksanaan kegiatan (dokumen lelang, jadwal pelelangan, pemaketan).

(11)

4 1.2. Rumusan Masalah

Permasalahan dalam Tugas Akhir perencanaan detail Instalasi Pengolahan Air PT.Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Pelabuhan Marunda adalah sebagai berikut :

a. Bagaimana meningkatkan kapasitas produksi hingga memenuhi kebutuhan.

b. Bagaimana memenuhi kebutuhan pelayanan air minum untuk PT.Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Pelabuhan Marunda.

1.3. Maksud Kegiatan

Maksud dari kegiatan ini adalah membuat perencanaan detail teknis untuk pembangunan Water Tretment Plant dengan kapasitas tertentu secara performance serta siap ditenderkan pada produsen WTP yang kompeten. 1.4. Tujuan kegiatan

Tujuan dari kegiatan ini diharapkan dapat :

a. Meningkatkan kapasitas produksi sehingga target produksi dan kualitas produksi yang dihasilkan sesuai dengan standar Nasional. b. Meningkatkan cakupan pelayanan serta memenuhi kebutuhan

pelayanan air minum untuk PT.Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Pelabuhan Marunda.

1.5. Lingkup kegiatan

1. Wilayah studi yang dipergunakan adalah perencanaan detail Instalasi Pengolahan Air PT.Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Pelabuhan Marunda.

2. Standar yang digunakan dalam Perencanaan mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 18 tahun 2007 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum

(12)

5 3. Aspek yang ditinjau dalam perancangan instalasi pengolahan air ini

meliputi aspek teknis.

4. Sumber air baku yang dipergunakan dalam perancangan berasal dari Banjir Kanal Timur.

5. Tugas akhir ini bertujuan mendesain bangunan pengolahan air meliputi perencanaan Intake, Pipa Transmisi dan Instalasi Pengolahan Air.

a. Penentuan Kebutuhan Air 1) Pengumpulan Data Industri 2) Perhitungan satuan kebutuhan air 3) Perhitungan kebutuhan air

4) Penentuan proyeksi kebutuhan air 5) Penentuan kriteria perencanaan

• Debit Rencana dan proyeksi kapasitas IPA • Fluktuasi pemakaian air

• Volume Reservoir b. Perencanaan intake :

1) Penentuan debit andalan dari sumber air 2) Penentuan Level efektif pengambilan air

3) Penentuan kualitas air baku yang efektif untuk perencanaan pengolahan air

4) Perencanaan bangunan pengolahan air c. Perencanaan Pipa Transmisi

1) Penentuan jalur pipa

2) Perhitungan hidrolis perpipaan

3) Perencanaan detail jalur pipa transmisi

d. Perencanaan Instalasi Pengolahan Air yang mengacu pada SNI 6774-2008

Tata cara perencanaan unit paket instalasi pengolahan air meliputi:

(13)

6 1) Perencanaan Tata Letak

2) Perencanaan Rumah Pompa • Intake

• Distribusi

3) Perencanaan Reservoir

4) Perencanaan Instalasi Pengolahan Air 5) Perencanaan Ruang Lumpur

e. Perencnaan bangunan Operasional f. Perencanaan gudang

g. Perencanaan Rumah dosing

h. Perencanan Sistem Kontrol otomatis

1.6. Manfaat Kegiatan

Hasil perencanaan pekerjaan perencanaan Instalasi Pengolahan Air (IPA) bersifat implementatif sesuai dengan keperluan dokumen tender.

Dokumen Tender meliputi :

a. Gambar-gambar perencanaan dengan detail performance

b. Rencana Kerja dan syarat-syarat (RKS) yang berisi : syarat umum, syarat administrasi, spesifikasi teknis pekerjaan sesuai hasil perencanaan Detail Engineering Design (DED) Water Treatment Plant (WTP).

c. Daftar Kuantitas Pekerjaan.

d. Perhitungan Rencana Anggaran Biaya ( Estimate Engineer ) lengkap dengan analisa harga satuan pekerjaan.

Keluaran yang diharapkan dari hasil pelaksanaan pekerjaan Perencanaan Detail antara lain :

a). Gambar peta lokasi yang menunjukkan lokasi siteplan IPA

b). Perhitungan Hidrolis setiap bagian proses (koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi )

(14)

7 c). Apabila diperlukan, dapat dilakukan soil test ( diluar lingkup konsultan) untuk menganalisa konstruksi di lokasi kritis atau yang ditunjukkan owner PT.Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Pelabuhan Marunda.

d). Perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang dilengkapi dengan Analisa Harga Satuan serta Rencana Kerja dan Syarat-Syarat (RKS) meliputi syarat umum, syarat administrasi , spesifikasi teknis pekerjaan sipil dan M/E.

(15)

6 2.1. Definisi Air Minum

Pengertian air minum dapat diuraikan sebagai berikut: Menurut Permenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang melali syarat dan dapat langsung diminum. Air minum harus terjamin dan aman bagi kesehatan, air minum aman bagi kesehatan harus memenuhi persyaratan fisika, mikrobiologis, kimiawi dan radioaktif yang dimuat dalam parameter wajib dan parameter tambahan. Parameter wajib merupakan persyaratan kualitas air minum yang wajib diikuti dan ditaati oleh seluruh penyelenggara air minum, sedangkan parameter tambahan dapat ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kondisi kualitas lingkungan daerah masing masing dengan mangacu pada parameter tambahan yang ditentukan oleh Permenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Selanjutnya menurut Permendagri No. 23 tahun 2006 tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Pengaturan Tarif Air Minum pada Perusahaan Daerah Air Minum, Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia, air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Selanjutnya menurut Sutrisno (1991:1) air minum dalam kehidupan manusia merupakan salah satu kebutuhan paling esensial, sehingga kita perlu memenuhinya dalam jumlah dan kualitas yang memadai. Selain untuk dikonsumsi air bersih juga dapat dijadikan sebagai salah satu sarana dalam meningkatkan kesejahteraan hidup melalui upaya peningkatan derajat kesehatan. Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui bahwa air minum merupakan suatu kebutuhan pokok untuk kelangsungan hidup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

(16)

7 makhluk hidup, terutama manusia. Tanpa air minum manusia tidak bisa melangsungkan kehidupannya dengan baik karena tubuh manusia membutuhkan air minum terutama untuk menjaga kesehatan. 6 Jika hal ini sudah terpenuhi maka kualitas hidup manusia akan meningkat dan bisa melaksanakan kegiatan sehari-hari dengan baik.

Persyaratan Kualitas Air Minum Persyaratan kualitas air minum sebagaimana yang ditetapkan melalui Permenkes RI nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum, meliputi persyaratan bakteriologis, kimiawi, radioaktif dan fisik. Terdapat 2 parameter kualitas air minum, yaitu sebagai berikut. 1 Parameter wajib yaitu: a) Parameter microbiologi b) Parameter kimia an-organik 2 Parameter yang tidak wajib yaitu: a) Parameter fisik b) Parameter kimiawi

2.2.1 Jenis-Jenis Proses Pengolahan Air

Secara kimiawi, rumusan air baku dapat digambarkan sebagai berikut : H2O+X

Dimana :

X = Adalah kontaminan, yang dapat berupa:

zat padat terlarut/suspendend solid untuk air golongan 1,2 dan 3

Zat organik terlarut/suspendend solid untuk air golongan 4  Ca dan Mg untuk air golongan 5

Semua jenis air di atas, perlu mengalami proses pemisahan X, untuk dapat menjadi air yang layak dikonsumsi manusia. Proses pemisahan dilakukan sampai X memenuhi kriteria untuk dapat dikonsumsi. Kriteria ini telah disusun oleh Pemerintah dan dapat dipakai sebagai patokan/acuan akhir dari suatu proses pengolahan air (lihat tabel 1.1.).

(17)

8

1. Pemisahan zat padat dari air baku secara kimiawi

2. Pemisahan zat padat dari air baku secara gravitasi

3. Pemisahan zat padat dari air baku secara penyaringan

4. Desinfeksi air untuk mencegah terjadinya kontaminasi air

2.2.2 Pemisahan zat padat dari air baku secara kimiawi

Air baku yang masih tetap keruh meski telah diendapkan selama lebih dari satu jam atau lebih, mengindikasikan bahwa dalam air tersebut masih terdapat koloid-koloid yang melayang-layang, yang tidak akan mengendap. Dengan kondisi seperti ini, efek gravitasi hanya sedikit atau hampir tidak ada pengaruhnya terhadap proses pemisahan kontaminan. Pemisahan kontaminan dari air baku jenis ini lebih efektif dilakukan dengan cara kimiawi, yaitu dengan menggunakan zat kimia.

Kriteria kualitas air yang dapat digunakan sebagai standar atau acuan kualitas air yang aman untuk dikonsumsi adalah standar kualitas air berdasarkan Permenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010.

(18)

9 Dengan menambahkan atau mencampurkan zat kimia ke dalam air baku, maka akan terjadi proses koagulasi, yang secara harfiah dapat diartikan sebagai proses pembekuan atau penggumpalan. Secara kimia, koagulasi merupakan proses destabilisasi muatan pada zat padat yang terlarut oleh zat kimia koagulan sehingga zat padat tersebut menggumpal dan dapat mengendap.

Pada prinsipnya zat kimia atau koagulan yang dapat dipakai adalah semua unsur dengan kation bervalensi dua keatas, dengan daya elektrolit yang kuat, misalnya : Fe, Al, Ba.

Yang umum dipakai adalah:

 Jenis Aluminium (Al) dan turunannya yaitu:

- Aluminium Sulfat atau tawas (Al3(SO4)2.18H2O) dan - Poli Aluminium Clhoride (PAC)

 Jenis logam besi (Fe) yaitu : - Fero Sulfat (Fe(SO4)) - Feri Chloride (FeCl3)

Setelah proses koagulasi akan terbentuk bintik-bintik flok kecil, yang untuk dapat diendapkan dengan mudah perlu dibesarkan atau

(19)

10 dikelompokkan menjadi flok yang lebih besar. Proses ini yang kemudian disebut sebagai proses flokulasi.

Penjelasan lebih lanjut mengenai proses koagulasi dan flokulasi ini dapat dilihat pada bab berikutnya.

2.2.3 Pemisahan zat padat dari air baku secara gravitasi

Pemisahan zat padat dari air baku secara gravitasi dengan pengendapan atau sedimentasi dapat dilakukan dengan dua jenis proses yaitu :

Batch atau paket tanpa mengalirnya air, dimana air dibiarkan stagnan

di suatu wadah pada jangka waktu tertentu. Setelah air itu jernih atau kontaminan terendapkan maka air kemudian dikeluarkan.

Continue (kontinu), dimana air dialirkan melalui suatu bejana atau bak dalam jangka waktu tertentu (mulai dari air masuk sampai air keluar) sehingga memungkinkan kontaminan yang ada di dalam air untuk mengendap.

Proses pengendapan pada suatu instalasi pengolahan air umumnya merupakan proses yang kontinu. Hal ini dimaksudkan agar pengolahan dapat dilakukan secara berurutan dan kontinu pada suatu sistem aliran. Ada dua jenis proses pengendapan yang dapat dilakukan yaitu:

Pengendapan yang dilakukan sebelum proses koagulasi atau biasa

disebut sebagai proses prasedimentasi.

Proses prasedimentasi perlu dilakukan pada air baku dengan tingkat sedimen yang tinggi. Dengan adanya proses ini (yang dilakukan sebelum proses koagulasi) maka akan terjadi pengurangan bahan kimia pada proses koagulasi. Tetapi apabila kandungan sedimen pada air baku tidak tinggi, misalnya untuk air jenis 2, maka proses prasedimentasi hanya akan sedikit berpengaruh pada proses koagulasi.

Pengendapan yang dilakukan setelah proses koagulasi atau biasa

(20)

11 Untuk mendapatkan proses sedimentasi yang baik, perlu dibuatkan suatu reaktor atau bak sedimentasi dengan memperhitungkan perilaku dari proses pengendapan partikel atau flok.

2.2.4 Pemisahan zat padat dari air baku secara penyaringan (filtrasi). Setelah dilakukan proses pengendapan/sedimentasi, air diharapkan sudah jernih. Namun karena keluaran atau efluen dari bak pengendap tetap masih mengandung partikel flok yang belum terendapkan, maka perlu dilakukan penyaringan dengan menggunakan suatu media penyaring. Media penyaring yang umum dipakai adalah pasir dengan ukuran tertentu. Ada dua jenis aliran air dalam proses penyaringan yaitu :

 vertikal yaitu aliran air dari atas ke bawah atau sebaliknya

horizontal yaitu air dialirkan secara horizontal

Jenis aliran yang umum dilakukan adalah jenis aliran vertikal dari atas ke bawah, dengan pertimbangan kemudahan dalam proses pencucian media penyaring.

Pada prinsipnya, proses yang terjadi dalam penyaringan atau filtrasi adalah sebagai berikut :

1. Proses pengayakan, yaitu proses pemisahan partikel yang lebih besar dari celah butir media penyaring.

2. Proses pengendapan flok atau partikel kecil diantara butiran pasir

3. Proses flokulasi antar butir pasir

4. Proses biologis

Untuk dapat mengakomodasikan keempat proses ini, maka kecepatan penyaringan perlu diatur dan dikendalikan sedemikian rupa. Kecepatan penyaringan umumnya berkisar antara 2 (L/dt)/m2 sampai 2,7 (L/dt)/m2. Penyaringan jenis ini biasa disebut saringan pasir cepat.

Jika ruang antar butir penuh, media penyaring menjadi jenuh dan tidak mampu meloloskan air baku lagi, sehingga media penyaring tersebut perlu

(21)

12 dicuci. Pencucian media penyaring dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:

1) Penyemburan dengan udara

2) Pencucian permukaan media penyaring 3) Pencucian dengan aliran balik (backwash)

Setelah pencucian, media penyaring akan pulih kembali dan dapat melakukan proses penyaringan kembali.

Penyaringan/filtrasi pada kecepatan yang sangat rendah akan menghasilkan proses biologis pada permukaan media penyaring, sehingga akan terjadi proses koagulasi secara biologis di permukaan media yang kemudian dilanjutkan dengan terjadinya proses flokulasi antara butir media. Rendahnya kecepatan penyaringan akan mengakibatkan flok-flok tersebut mengendap pada ruang antar butir dan proses pengayakan. Secara keseluruhan, proses filtrasi lambat ini dapat dikategorikan sebagai suatu replika dari pengolahan lengkap yang terdiri dari:

1) Koagulasi (secara biologis) 2) Flokulasi

3) Sedimentasi (antar butir) 4) Filtrasi (pengayakan)

Filter lambat dapat digunakan sebagai pengolahan dengan syarat kekeruhan yang masuk ke dalam media penyaring cukup rendah (maksimum 50 mg/LSiO2). Kecepatan penyaringan yang disyaratkan untuk filter lambat berkisar pada 0.1-.0,3 (L/dt)/m2. Pencucian media filter lambat ini dilakukan dengan cara membersihkan lapisan filter bagian atas secara berkala. Hal ini dimaksudkan untuk mengembalikan kapasitas koagulasi dari proses mikrobiologis. Jenis penyaringan ini biasa disebut saringan pasir lambat.

(22)

13 2.2.5 Desinfeksi air untuk mencegah terjadinya kontaminasi air

Setelah melalui proses filtrasi, air diharapkan sudah memenuhi standar kualitas yang diharapkan. Untuk dapat mempertahankan kondisi ini, terutama dari segi kontaminasi biologis, maka selain air tersebut harus ditampung pada reservoir yang bebas dari kontaminasi, perlu juga dilakukan proses desinfeksi yaitu proses pembebasan air dari kontaminasi mikrobiologis.

Proses desinfeksi umumnya dilakukan dengan menggunakan larutan zat kimia reaktif, yang sifatnya dapat mengoksidasi kontaminan mikrobiologis. Zat kimia ini dilarutkan dan dipertahankan konsentrasinya di dalam air sehingga dapat mencegah kontaminasi mikrobiologis. Zat kimia yang umum dipakai sebagai desinfektan adalah :

1) Kaporit Ca(OCl)2

2) Natrium Hipochloride (Na(OCl)) 3) Gas Chlor

4) Ozon

5) Dan lain lain

Selain dengan menggunakan zat kimia, desinfeksi juga dapat dilakukan dengan menggunakan radiasi dari sinar ultraviolet. Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi tertentu sinar ultraviolet dapat membunuh mkroorganime yang ada dalam air. Tetapi karena penyinarannya tidak permanen, kemungkinan terjadinya kontaminasi dapat terjadi lagi.

2.3. Penerapan Strategi Pengolahan Air Menurut Jenis Air 2.3.1. Umum

Penerapan strategi pengolahan air dibedakan berdasarkan jenis dan karakteristik air, seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Strategi pengolahan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan sistem

(23)

14 pengolahan lengkap dan sistem pengolahan kombinasi. Sistem pengolahan lengkap adalah sistem pengolahan dengan menggunakan seluruh komponen yang terdiri dari:

1) pra sedimentasi 2) koagulasi-flokulasi 3) sedimentasi 4) filtrasi dan 5) desinfeksi

Sedangkan sistem pengolahan kombinasi merupakan sistem kombinasi diantara jenis atau komponen pengolahan yang ada.

2.3.2. Intake

Untuk Instalasi Pengolahan Air Bersih diperlukan beberapa unit sebagai berikut :

1. Intake

Beberapa lokasi intake pada sumber air yaitu intake sungai, intake danau dan waduk, dan intake air tanah . Jenis–jenis intake, yaitu intake t ower, shore intake, intake crib, intake pipe atau conduit, infiltration gallery, sumur dangkal dan sumur dalam (Kawamura, 1991, diacu dalam Darmasetiawan 2004).

Intake merupakan bangunan penangkap atau pengambil air baku dari suatu badan air sehingga air baku tersebut dapat dikumpulkan dalam suatu wadah untuk selanjutnya dilakukan pengolahan. Unit ini berfungsi untuk : 1. Mengumpulkan air dari sumber untuk menjaga kuantitas debit air

yang dibutuhkan oleh instalasi pengolahan.

2. Menyaring benda-benda kasar denganmenggunakan bar screen. 3. Mengambil air baku sesuai dengan debit yang diperlukan oleh

instalasi pengolahan yang direncanakan demi menjaga kontiniuitas penyediaan dan pengambilan air dari sumber.

(24)

15 4. Bangunan intake dilengkapi dengan screen, pintu air, dan saluran

pembawa.

Faktor yang perlu diperhatikan dalam merencanakan suatu sistem intake adalah keandalan, keamanan, dan minim biaya pengoperasian serta pemeliharaan. Pemilihan sistem intake yang akan dibangun harus mempertimbangkan kondisi aliran, kualitas sumber air baku, kondisi iklim, fluktuasi debit, peraturan yang berlaku, informasi geografis dan geologis, serta aspek ekonomi (Kawamura, 2000).

Rumus dan kriteria desain yang digunakan dalam perhitungan intake adalah :

 Kecepatan aliran pada pintu intake (Qasim, Motley, & Zhu, 2000).

= … … … (2.1)

Dimana :

V : kecepatan (m/s) Q : debit aliran (m3/s) A : luas bukaan (m2)

 Volume bak pengumpul

= 1 … … … (2.2) = … … … . … … … … (2.3) Dimana : V : Volume (m3) : Waktu detensi : Debit aliran (m3/s) : Panjang (m) ( = (3-4) ) L : Lebar (m) T : Tinggi/ kedalaman (m) (1m – 1,5m)

(25)

16 Kriteria desain (Qasim, Motley, & Zhu, 2000) :

Kecepatan aliran pada saringan kasar < 0,08 m/s. Kecepatan aliran pada pintu intake < 0,08 m/s. Kecepatan aliran pada saringan halus < 0,2 m/s. Lebar bukaan saringan kasar 5 - 8 cm.

Lebar bukaan saringan halus ± 5cm.

2.3.3. Koagulasi

Pada proses koagulasi, koagulan dicampur dengan air baku selama beberapa saat hingga merata. Setelah pencampuran ini, akan terjadi destabilisasi koloid yang ada pada air baku. Koloid yang sudah kehilangan muatannya atau terdestabilisasi mengalami saling tarik menarik sehingga cenderung untuk membentuk gumpalan yang lebih besar. Faktor yang menentukan keberhasilan suatu proses koagulasi yaitu jenis koagulan yang digunakan, dosis pembubuhan koagulan, dan pengadukan dari bahan kimia (Martin D, 2001, diacu dalam Sutrisno, 2002).

Pengadukan cepat dapat dilakukan dengan cara: pengadukan secara hidrolis (terjunan dan pengadukan dalam pipa) dan pengadukan secara mekanik.

Koagulasi didefenisikan sebagai destabilisasi muatan pada koloid dan partikel tersuspensi, termasuk bakteri dan virus, oleh suatu koagulan. Secara umum koagulasi adalah proses dimana ion-ion yang berlawanan dengan muatan koloid, dimasukkan kedalam air sehingga meniadakan kestabilan koloid. Jadi, koagulasi adalah proses pembentukan koloid yang stabil menjadi koloid yang tidak stabil dan membentuk flok- flok dari gabungan koloid yang berbeda muatan. Secara umum proses koagulasi berfungsi untuk :

(26)

17 1. Mengurangi kekeruhan akibat adanya partikel koloid anorganik

maupun organik di dalam air.

2. Mengurangi warna yang diakibatkan oleh partikel koloid di dalam air. 3. Mengurangi bakteri-bakteri patogen dalam partikel koloid, algae, dan

organisme plankton lain.

4. Mengurangi rasa dan bau yang diakibatkan oleh partikel koloid dalam air.

Pemilihan koagulan sangat berperan penting dalam menentukan kriteria desain dari sistem pengadukan, serta sistem flokulasi dan klarifikasi yang efektif. Koagulan sebagai bahan kimia yang ditambahkan ke dalam air tentunya juga memiliki beberapa sifat atau kriteria-kriteria tertentu, diantaranya :

 Kation trivalent (+3)

Non toksik

 Tidak terlarut pada batasan pH netral

Koagulan yang ditambahkan harus dapat berpresipitasi di luar larutan sehingga ion tidak tertinggal di dalam air. Presipitasi ini sangat membantu dalam proses penyisihan koloid.

Koagulan yang umumnya digunakan adalah koagulan yang berupa garam logam, seperti alumunium sulfat, ferri klorida, dan ferri sulfat. Polimer sintetik juga sering digunakan sebagai koagulan. Perbedaan antara koagulan berupa garam logam dengan polimer sintetik adalah reaksi hidrolitiknya di dalam air. Garam logam mengalami hidrolisis ketika dicampurkan ke dalam air, sedangkan polimer sintetik tidak mengalaminya. Pembentukan produk hidrolisis tersebut terjadi pada periode yang singkat, yaitu kurang dari 1 detik dan produk tersebut langsung teradsorb ke dalam partikel koloid serta menyebabkan destabilisasi muatan listrik pada koloid tersebut. Setelah itu, produk hidrolisis secara cepat terpolimerisasai melalui reaksi hidrolitik. Oleh

(27)

18 sebab itu, pada pembubuhan koagulan garam logam, proses pengadukan cepat (rapid mixing) sangat penting karena :

a. Hidrolisis dan polimerisasi adalah reaksi yang sangat cepat.

b. Suplai koagulan dan kondisi pH yang merata sangat penting untuk pembentukan produk hidrolitik.

c. Adsorpsi spesies ini ke dalam partikel koloid berlangsung cepat.

Sedangkan pada penggunaan koagulan polimer hal tersebut tidak terlalu kritis karena reaksi hidrolitik tidak terjadi dan adsorpsi koloid terjadi lebih lambat karena ukuran fisik polimer yang lebih besar, yaitu sekitar 2-5 detik. Pada penggunaan alumunium sulfat sebagai koagulan, air baku harus memiliki alkalinitas yang memadai untuk bereaksi dengan alumunium sulfat sehingga menghasilkan flok hidroksida. Umumnya, pada rentang pH dimana proses koagulasi terjadi alkalinitas yang terdapat dalam bentuk ion bikarbonat.

Reaksi kimia sederhana pada pembentukan flok adalah sebagai berikut : Al2(SO4)3• 14 H2O + 3 Ca(HCO3)2 → 2 Al(OH)3 + 3 CaSO4 + 14 H2O + 6 CO2

Apabila air baku tidak mengandung alkalinitas yang memadai, maka harus dilakukan penambahan alkalinitas. Umumnya, alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida diperoleh dengan cara menambah kalsium hidroksida. Sehingga persamaan reaksi koagulasinya menjadi sebagai berikut :

Al2(SO4)3• 14 H2O + 3 Ca(OH)2 → 2 Al(OH)3 + 3 CaSO4 + 14 H2O Sebagian besar air baku memiliki alkalinitas yang memadai sehingga tidak diperlukan penambahan bahan kima selain alumunium sulfat. Rentang pH optimum yang diperlukan alum antar 4,5-8, karena pada rentang tersebut alumunium hidroksida realtif tidak larut.

(28)

19 2.3.3.1. Pengadukan Cepat (Rapid Mixing)

Tipe alat yang biasanya digunakan untuk memperoleh intensitas pengadukan dan gradien kecepatan yang tepat dapat diklafikasikan sebagai berikut :

1. Pengaduk Mekanis

Pengaduk secara mekanis adalah metode paling umum yang digunakan karena metode ini dapat diandalkan, sangat efektif, dan fleksibel pada pengoperasiannya. Biasanya pengadukan cepat menggunakan turbine impeller, paddle impeller, atau propeller untuk menghasilkan turbulensi (Reynolds, 1982).

Pengadukan tipe inipun tidak terpengaruh oleh variasi debit dan memiliki headloss yang sangat kecil. Apabila terdapat beberapa bahan kimia yang akan dibubuhkan, aplikasi secara berurutan lebih dianjurkan, sehingga akan membutuhkan kompartemen ganda. Untuk menghasilkan pencampuran yang homogen, koagulan harus dimasukkan ke tengah-tengah impeller atau pipa inlet.

5. Pengaduk Pneumatis

Pengadukan tipe ini menggunakan tangki dan peralatan aerasi yang kira-kira mirip dengan peralatan yang digunakan pada proses lumpur aktif. Rentang waktu detensi dan gradien kecepatan yang digunakan sama.dengan pengadukan secara mekanis. Variasi gradien kecepatan bisa diperoleh dengan memvariasikan debit aliran udara. Pengadukan tipe ini tidak terpengaruh oleh variasi debit dan memiliki headloss yang relatif kecil.

6. Pengaduk Hidrolis

Pengadukan hidrolisis dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain dengan menggunakan baffle basins, weir, flume, dan loncatan

(29)

20 hidrolis. Hal ini dapat dilakukan karena masing-masing alat tersebut menghasilkan aliran yang turbulen karena terjadinya perubahan arah aliran secara tiba-tiba. Sistem ini lebih banyak dipergunakan di negara berkembang terutama di daerah yang jauh dari kota besar, sebab pengadukan ini memanfaatkan energi dalam aliran yang menghasilkan nilai gradient kecepatan (G) yang tinggi, serta tidak perlu mengimpor peralatan, mudah dioperasikan, dan pemeliharaan yang minimal (Schulz/ Okun, 1984).

Tetapi metode ini memiliki kekurangan antara lain tidak bisa disesuaikan dengan keadaan dan aplikasinya sangat terbatas pada debit yang spesifik.

Persamaan waktu detensi dan gradient kecepatan (G) yang digunakan untuk unit koagulasi hidrolis adalah sebagai berikut (Qasim, Motley, & Zhu, 2000) : = … … … . . … … … (2.4) = . ℎ. ₁ … … … (2.5) Dimana : G : Gradien kecepatan (dtk-1) V : Volume bak (m3) g : Percepatan gravitasi (m/dtk2)

hL : Headloss karena friksi, turbulensi, dll (m) v : Viskositas kinematik (m2/dtk

(30)

21 t₁ : Waktu detensi (dtk)

2.3.3.2. Kriteria Desain Unit Koagulasi

Kriteria desain unit koagulasi sebagai berikut (Qasim, Motley, & Zhu, 2000) :

 Gradien kecepatan, G = 100 – 1000 (detik-l).

 Waktu detensi, td = 10 detik – 5 menit.

 G x td = (30000 – 60000)

Tabel 2. 2 Kriteria Perencanaan Unit Koagulasi (Pengaduk Cepat)

Unit Kriteria Pengaduk Cepat Tipe Hidrolis : 1. Terjunan 2. Saluran bersekat

3. Dalam pipa prainstalasi pengolahan air bersekat Mekanis :

1. Bilah (blade), pedal (padle) Kinstalasi pengolahan air 2. Flotasi Waktu Pengadukan 1-5 Nilai G/detik > 750 Sumber : SNI 6674: 2008 2.3.4. Flokulasi

(31)

22 Faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk flok yaitu kekeruhan pada air baku, tipe dari suspended solids, pH, alkalinitas, bahan koagulan yang dipakai, dan lamanya pengadukan (Sutrisno, 20 02). Beberapa tipe flokulator adalah channel floculator (buffle channel horizontal, buffle channel vertikal, buffle channel vertikal dengan diputar, melalui plat berlubang, dalam Cone, dan dengan pulsator), pengadukan secara mekanik, pengadukan melalui media, pengadukan secara pneuma tic (dengan udara).

Flokulasi adalah proses pengadukan lambat setelah proses pencampuran cepat. Tujuan pengadukan lambat ini adalah untuk mempercepat penggabungan partikel yang disebabkan oleh proses aglomerasi dari partikel koloid non stabil bermuatan sehingga menjadi bentuk yang dapat diendapkan dan tersisa dalam partikel dalam bentuk yang dapat disaring. Flokulasi dicapai dengan mengaplikasikan pengadukan yang tepat untuk memperbesar flok-flok hasil koagulasi. Pengadukan pada bak flokulasi harus diatur sehingga kecepatan pengadukan semakin ke hilir semakin lambat, serta pada umumnya waktu detensi pada bak ini adalah 20 sampai dengan 40 menit. Hal tersebut dilakukan karena flok yang telah mencapai ukuran tertentu tidak dapat menahan gaya tarik dari aliran air dan menyebabkan flok pecah kembali, oleh sebab itu kecepatan pengadukan dan waktu detensi dibatasi.

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam desain unit flokulasi antara lain:

Kualitas air baku dan karakteristik flokulasi. Kualitas tujuan dari proses pengolahan.  Headloss tersedia dan variasi debit instalasi.

Kondisi lokal.  Aspek biaya.

(32)

23 Terdapat beberapa kategori sistem pengadukan untuk melakukan proses flokulasi ini, yaitu :

1. Flokulasi mekanis

Flokulasi mekanis dapat dibedakan menjadi :

Flokulasi dengan sumbu pengaduk vertikal berbentuk turbin  Flokulasi dengan sumbu pengaduk horizontall berbentuk paddle

 Unit-unit lain yang telah dipatenkan seperti walking bean, floksilator, dan NU-treat

2. Flokulasi hidrolis dengan sekat (baffle channel basins) Unit flokulasi hidrolis dengan sekat dibedakan atas :

Unit saluran flokulasi berpenyekat dengan arah aliran horizontal Unit saluran flokulasi berpenyekat dengan arah aliran vertikal

Perhitungan turbulensi aliran yang diakibatkan oleh kehilangan tekanan dalam bak horizontal baffle channel didasarkan pada persamaan : 1. Perhitungan gradien kecepatan (G)

Persamaan matematis yang dipergunakan untuk menghitung gradient kecepatan ini sama dengan perhitungan yang telah diberikan pada unit koagulasi (Qasim, Motley, & Zhu, 2000) :

= . ℎ. ₁ … … … (2.6)

Dimana :

G : Gradien kecepatan (dtk-1) V : Volume bak (m3)

g : Percepatan gravitasi (m/dtk2)

(33)

24 v : Viskositas kinematik (m2/dtk

t₁ : Waktu detensi (dtk)

2. Perhitungan kehilangan tekanan total (Htot)

Kehilangan tekanan total sepanjang saluran horizontal baffle channel ini diperoleh dengan menjumlahkan kehilangan tekanan pada saat saluran lurus dan pada saluran belokan.

= … … … (2.7)

Dimana :

a. Hb adalah kehilangan tekanan pada belokan yang disebabkan oleh belokan sebesar 180°. Persamaan untuk menghitung besarnya kehilangan tekanan ini adalah sebagai berikut :

= 2. ………..………(2.8)

Dimana :

H : Kehilangan tekanan di belokan (m) K : Koefisien gesek, diperoleh secara empiris V : Kecepatan aliran pada belokan (m/s) g : Percepatan gravitasi (m/s)

b. H adalah kehilangan tekanan pada saat aliran lurus. Kehilangan tekanan ini terjadi pada saluran terbuka sehingga perhitungannya didasarkan pada persamaan Manning.

Tabel 2. 3 Kriteria Perencanaan Unit Flokulasi (Pengaduk Lambat)

Kriteria Umum Flokulator Hidrolis Flokulator Mekanis Flokulator Clarifier Sumbu Horizontal dengan Pedal Sumbu Vertikal dengan Bilah

(34)

25 G (Gradient Kecepatan) 1/detik 60 (menurun) – 5 60 (menurun) - 10 70 (menurun) – 10 100 – 10 Waktu Tinggal 30 – 45 30 – 40 20 – 40 20 – 100 Tahap Flokulasi (buah) 6 – 10 3 - 6 2 - 4 1 Pengendalian Energi Bukaan Pintu/ Sekat

Kecepatan Putaran Kecepatan Putaran Kecepatan Aliran Air Kecepatan Aliran Max. (m/detik) Luas Bilah/Pedal Dibandingkan Luas Bak (%) - 5 - 20 0,1 - 0,2 - Kecepatan Perputaran Sumbu (rpm) - 1 - 5 8 – 25 - Tinggi (m) 2 - 4* Sumber : BSN : SNI 6674: 2008 2.3.5. Sedimentasi

Sedimentasi adalah pemisahan partikel secara gravitasi. Pengendapan kandungan zat padat di dalam air dapat digolongkan menjadi pengendapan diskrit (kelas 1), pengendapan flokulen (kelas 2), penngendapan zone, pengendapan kompresi/tertekan (Martin D, 2001; Peavy, 1985; Reynolds, 1977). Jenis bak pengendap adalah bak pengendap aliran batch da n bak pengendap dengan aliran kontinu. pompa (memompa air yang ada di reservoir penampung ke dasar filter), menggelontor air yang ada di reservoir atas (eleva ted tank) secara gravit asi ke dasar filter, dan

(35)

26 menggelontor air yang ada di filter sebelahnya ke filter yang sudah jenuh (interfilter).

Menurut Kawamura (2000), sedimentasi adalah suatu proses yang dirancang untuk menghilangkan sebagian besar padatan yang dapat mengendap secara gravitasi. Tujuan digunakannya unit sedimentasi yaitu untuk menghilangkan pasir atau kerikil halus, particulate-matter, biological-floc, chemical-floc serta untuk pemekatan padatan dalam tangki pemekat lumpur.

Proses sedimentasi dari suatu partikel yang berada di dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

 Ukuran partikel

Bentuk partikel

Berat jenis/ kecepatan partikel  Viskositas cairan

Konsentrasi partikel dalam suspensi  Sifat-sifat partikel dalam suspensi

Menurut Coe dan Clevenger (1916), yang kemudian dikembangkan oleh Camp (1946) dan Fitch (1956) dan dikutip oleh Reynolds (1982),pengendapan yang terjadi pada bak sedimentasi bisa dibagi menjadi empat kelas. Pembagian ini didasarkan pada konsentrasi dari partikel tersebut untuk berinteraksi. Penjelasan mengenai keempat jenis pengendapan ini adalah sebagai berikut :

1. Pengendapan tipe I, Free Settling

Pengendapan tipe I adalah pengendapan dari partikel diskrit yang bukan merupakan flok pada suatu suspensi. Partikel terendapkan sebagai unit terpisah dan tidak terlihat flokulasi atau interaksi antara partikel-partikel tersebut. Contoh pengendapan tipe I adalah prasedimentasi dan pengendapan pasir pada grit chamber.

(36)

27 2. Pengendapan tipe II, Flocculent Settling

Pengendapan tipe II adalah pengendapan dari partikel-partikel yang berupa flok pada suatu suspensi. Partikel-partikel tersebut akan membentuk flok selama pengendapan terjadi, sehingga ukurannya akan membesar dan mengendap dengan laju yang lebih cepat. Contoh pengendapan tipe ini adalah pengendapan primer pada air buangan dan pengendapan pada air yang telah melalui proses koagulasi dan flokulasi.

3. Pengendapan tipe III, Zone/ Hindered Settling

Pengendapan tipe III adalah pengendapan dari partikel dengan konsentrasi sedang, dimana partikel-partikel ini tersebut sangat berdekatan sehingga gaya antar partikel mencegah pengendapan dari partikel di sekelilingnya. Partikel-partikel tersebut berada pada posisi yang tetap satu sama lain dan semua mengendap dengan kecepatan konstan. Sebagai hasilnya massa partikel mengendap dalam satu zona. Pada bagian atas dari massa yang mengendap akan terdapat batasan yang jelas antara padatan dan cairan.

4. Pengendapan tipe IV, Compression Settling

Pengendapan tipe IV adalah pengendapan dari partikel yang memiliki konsentrasi tinggi dimana partikel-partikel bersentuhan satu sama laindan pengendapan bisa terjadi hanya dengan melakukan kompresi terhadap massa tersebut.

Bak sedimentasi yang ideal dibagi menjadi 4 zona yaitu zona inlet, zona outlet, zona lumpur, dan zona pengendapan. Ada 3 bentuk dasar dari bak pengendapan yaitu rectangular, circular, dan square. Ada beberapa cara untuk meningkatkan performa dari proses sedimentasi, antara lain :

(37)

28 1. Peralatan aliran laminar yang meningkatkan performa dengan

membuat kondisi aliran mendekati kondisi ideal. Alat yang digunakan antara lain berupa tube settler ataupun plate settler yang dipasang pada outlet bak. Alat tersebut meningkatkan penghilangan padatan karena jarak pengendapan ke zona lumpur berkurang, sehingga surface loading rat berkurang dan padatan mengendap lebih cepat (Qasim, Motley, & Zhu, 2000).

5. Peralatan solid-contact yang didesain untuk meningkatkan efisiensi flokulasi dan kesempatan yang lebih besar untuk partikel berkontak dengan sludge blanket sehingga memungkinkan pembentukan flok yang lebih besar.

Rumus-rumus dan kriteria desain yang digunakan dalam perhitungan sedimentasi yaitu :

Rasio panjang-lebar bak (Qasim, Motley, & Zhu, 2000)

!"!# $%#&' = ( )… … … . . (2.9) Dimana : P : Panjang bak l : Lebar bak

Surface loading rate (Qasim, Motley, & Zhu, 2000)

= … … … . . … … … . . (2.10)

(38)

29 v : Surface loading rate

Q : Debit bak

A : Luas permukaan bak

Kecepatan aliran di tube settler (Montgomery, 1985)

= .,₁………..(2.11)

Dimana :

v : Kecepatan aliran pada settler (m/s) Q : Debit bak (m³/s)

A : Luas permukaan bak (m²) α : Kemiringan settler = 60

 Weir loading rate (Qasim, Motley, & Zhu, 2000)

- = … … … . . (2.12)

Dimana :

W : Weir loading rate (m3/ m.hari) Q : debit bak (m3/hari)

L : Panjang total weir (m)

 Bilangan Reynold dan bilangan Froude (Montgomery, 1985)

(39)

30 =0 .10 … … … . . (2.14) 2 = . ………..(2.15) Dimana : R : Jari-jari hidrolis (m) A : Luas permukaan (m2) P : Keliling settler (m)

V : Kecepatan aliran di settler (m/s) v : Viskositas kinematik (m2/s) R : Reynolds number

F : Froude number

Waktu detensi bak (Qasim, Motley, & Zhu, 2000)

= … … … . . (2.16)

Dimana :

T : Waktu detensi (s) V : Volume bak (m3) Q : debit bak (m3/s)

Waktu detensi bak (Qasim, Motley, & Zhu, 2000)

= … … … . . (2.17)

(40)

31 T : Waktu detensi (s)

V : Volume bak (m3) Q : debit bak (m3/s)

Menurut Montgomerty (1985), kriteria desain suatu bak sedimentasi :

Surface loading rate = (60-150) m3/m2.day

Weir loading rate = (90-360) m3/m.day  Waktu detensi bak = 2 jam

Waktu detensi settler = 6-25 menit  Rasio panjang terhadap lebar = 3:1 – 5:1

 Kecepatan pada settler = (0,05 – 0,13) m/meni

Reynolds number < 2000 Froude number > 10-5

2.3.6. Filtrasi

Filtrasi merupakan proses pengolahan dengan cara mengalirkan air melewati suatu media filter yang disusun dari bahan-bahan butiran dengan diameter dan tebal tertentu. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan bahan-bahan terlarut dan tak terlarut (biological floc) yang masih tersisa setelah pengolahan secara biologis.

Berdasarkan kontrol terhadap laju filtrasinya, filter dibedakan menjadi :

Filter dengan aliran tetap (Constan Rate Filter)  Filter dengan aliran menurun (Declining Rate Filter) Berdasarkan driving force-nya, filter dibedakan menjadi :

Filter dengan gravitasi  Filter bertekanan

(41)

32 Berdasarkan susunan media penyaring di dalamnya, filter dapat dibedakan menjadi :

Filter dengan media tunggal, media filter yang digunakan hanya satu

lapisan dari jenis media yang sama, biasanya berupa pasir atau hancuran antrasit.

 Filter dengan media ganda, media filter yang digunakan dua lapisan dari jenis media yang berbeda, biasanya berupa pasir atau hancuran antrasit.

Filter dengan multi media, media filter yang digunakan lebih dari dua

lapisan yang bermacam-macam, biasanya berupa pasir, hancuran antrasit, dan garnet.

Berdasarkan laju filtrasinya (hydraulic loading), filter dibedakan menjadi :

Saringan pasir cepat (rapid sand filter)  Saringan pasir lambat (slow sand filter)

Pada perencanaan instalasi pengolahan air minum umumnya digunakan adalah saringan pasir cepat dengan media ganda. Hal ini dilakukan karena filter media ganda memiliki kelebihan dibandingkan dengan filter media tunggal, yaitu waktu filtrasi yang lebih panjang, laju filtrasi yang lebih besar, kemampuan untuk memfilter air dengan turbiditas dan partikel tersuspensi yang tinggi.

Tabel 2. 4 Karakteristik Media Filter

Material Bentuk Spherita Berat Relatif

Porositas

(%) Ukuran (mm) Pasir Silika Rounded 0.82 2.65 42 0.4 - 1.0 Pasir Silika Angular 0.73 2.65 53 0.4 - 1.0 Pasir Ottawa Spherical 0.95 2.65 40 0.4 - 1.0 Kerikil Silika Rounded 2.65 40 1.0 - 5.0

(42)

33 Antrasit Angular 0.72 1.50 - 1.75 55 0.4 - 1.4 Sumber : Droste,1997

Menurut Reynolds (1982), kriteria desain unit saringan pasir cepat :

Ketinggian air di atas pasir : 90 – 120 cm  Kedalaman media penyangga : 15.24 – 60.96 cm

Ukuran efektif media penyangga : 0.16 – 5.08 cm  Perbandingan panjang dan lebar bak filtrasi : (1-2) : 1

Kecepatan aliran saat backwash : 880–1173.4

m3/hari-m2

 Ekspansi media filter : 20 -50 %

Waktu untuk backwash : 3 – 10 menit

Jumlah bak minimum : 2 buah

 Jumlah air untuk backwash : 1- 5 % air terfiltrasi

2.3.7. Desinfeksi

Desinfeksi air bersih bertujuan membunuh bakteri patogen yang ada dalam air. Desinfektan air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: pemanasan, penyinaran antara lain dengan sinar UV, ion-ion l ogam antara lain dengan copper dan silver, asam atau basa, senyawa-se nyawa kimia, dan chlorinasi (Sutrisno, 2002). Proses desinfeksi dengan klo rinasi diawali dengan penyiapan larutan kaporit dengan konsentrasi tertentu serta penetapan dosis klor yang tepat. Metode pembubuhan dengan kaporit yang dapat diterapkan sederhana dan tidak membutuhkan tenaga listrik tetapi cukup tepat pembubuhannya secara kontinu adalah: metoda gravitas i dan metode dosing proporsional (Martin D 2001, diacu dalam Perdana A diarsa 2007).

Desinfeksi air bersih dilakukan untuk menonaktifkan dan menghilangkan bakteri patogen untuk memenuhi baku mutu air minum.

(43)

34 Desinfeksi sering menggunakan klor sehingga desinfeksi dikenal juga dengan khlorinasi. Keefektifan desinfektan dalam membunuh dan menonaktifkan mikroorganisme berdasarkan pada tipe desinfektan yang digunakan, tipe mikroorganisme yang dihilangkan, waktu kontak air dengan desinfektan, temperatur air, dan karakter kimia air (Qasim, Motley, & Zhu, 2000).

Klorin biasanya disuplai dalam bentuk cairan. Ukuran dari wadah klorin biasanya tergantung pada kuantitas klorin yang digunakan, teknologi yang dipakai, ketersediaan tempat, dan biaya transportasi dan keamanan. Salah satu klorin yang umum digunakan adalah sodium hipoklorit. Sodium hipoklorit hanya bisa dalam fase liquid, biasanya mengandung konsentrasi klorin sebesar 12,5-17 % saat dibuat. Sodium hipoklorit bersifat tidak stabil, mudah terbakar, dan korosif. Sehingga perlu perhatian ekstra dalam pengangkutan, penyimpanan, dan penggunaanya. Selain itu larutan sodium hipoklorit dapat dengan mudahnya terdekomposisi karena cahaya ataupun panas, sehingga harus disimpan di tempat yang dingin dan gelap, dan juga tidak disimpan terlalu lama. Metode yang dapat digunakan untuk mencampur klorin dengan air adalah metode mekanis, dengan menggunakan baffle, hydraulic jump, pompa buster pada saluran (Tchobanoglous, 2003).

Klorinasi memiliki beberapa kriteria desain, diantaranya :

 Jumlah feeder: minimal 2 buah dengan 1 sebagai cadangan.

Sisa klor: 0,3-0,5 mg/L. Setelah proses desinfeksi perlu diperiksa nilai

pH dan agresifitas akhir yang akan menentukan perlu atau tidaknya penambahan kapur. Desinfeksi juga disebut dengan pengolahan post-klorinasi.

(44)

35 2.3.8. Reservoir

Reservoir digunakan pada sistem distribusi untuk meratakan aliran,

untuk mengatur tekanan, dan untuk keadaan darurat. Jenis pompa penyediaan air yang banyak digunakan adalah: jenis putar (pompa sentrifugal, pompa diffuser atau pompa turbin meliputi pompa turbin untuk sumur dan pompa submersible untuk sumur dalam), pompa jenis langkah positif (pompa torak, pompa tangan, pompa khusus meliputi pompa vortex atau pompa kaskade, pompa gelembung udara atau air lift pump, pompa jet, dan pompa bilah). Efisiensi pompa umumnya antara 60 sampai 85% (Noerbambang, 2000).

Reservoir adalah tanki penyimpanan air yang berlokasi pada instalasi (Qasim, Motley, & Zhu, 2000). Reservoir memiliki arti penting dalam pendistribusian air minum. Fungsi reservoir antara lain :

Equalizing Flows, yaitu untuk menyeimbangkan aliran-aliran,

sedangkan debit yang keluar bervariasi atau berfluktuasi, unsur ini diperlukan suatu penyeimbangan aliran yang selain melayani fluktuasi juga dapat dipergunakan untuk menyimpan cadangan air untuk keadaan darurat.

Equalizing Pressure atau menyeimbangkan tekanan, pemerataan

tekanan diperlukan akibat bervariasinya pemakaian air di daerah distribusi.

Sebagai distributor, pusat atau sumber pelayanan

Sistem distribusi mencakup aliran secara gravitasi penggunaan pompa bertekanan, dan suatu kombinasi aliran secara gravitasi dan dengan pompa. Perhitungan kapasitas resevoir distribusi dilakukan berdasarkan pemakaian air dari jam ke jam yang selalu

berbeda, selain itu metode pengaliran juga mempengaruhi besarnya kapasitas reservoir yang harus disediakan.

(45)

36 Variasi reservoir disesuaikan dengan sistem pengaliran, yaitu :

1. Reservoir tinggi, yaitu pengalihan distribusi dilakukan secara gravitasi, reservoir ini bisa berupa ground tank (reservoir), atau berupa reservoir menara (roof tank) yang ketinggiannya harus diperhitungkan agar pada titik kritis masih ada sisa tekan.

2. Reservoir rendah yaitu pengaliran distribusi dilakukan dengan pemompaan, resevoirnya berupa ground tank.

3. Penggunaan reservoir pembantu, misalkan karena adanya batasan konstruksi, sehingga volume yang keluar dari reservoir tidak mencukupi.

Kriteria desain reservoir :

 Jumlah unit atau kompartemen > 2

Kedalaman (H) = (3 – 6) m  Tinggi jagaan (Hj) > 30 cm

Tinggi air minimum (Hmin) = 15 cm Waktu tinggal (td) > 1 jam

Air baku harus melalui proses pengolahan agar memenuhi baku mutu air minum. Berikut ini adalah parameter air baku yang belum memenuhi baku mutu dan alternatif pengolahannya. Alternatif cara pengolahan untuk menyisihkan parameter yang melebihi baku mutu dapat dilihat pada tabel 2.4.

Tabel 2. 5 Alternatif Pengolahan Untuk Penyisihan Parameter Yang Melebihi Baku Mutu

Para meter

(46)

37 Kekeruhan Koagulasi-Flokulasi, Pengendapan,

Filtrasi, dan Prasedimentasi BOD Pengendapan dengan penambahan bahan

kimia, Desinfeksi, Filtrasi, Karbon Aktif COD Pengendapan dengan penambahan bahan kimia,

Filtrasi, dan Desinfeksi Khromium Koagulasi-Flokulasi,

Pengendapan, Filtrasi, dan Karbon Aktif

Nitrit Desinfeks

i, Filtrasi

Kadmium Koagulasi-Flokulasi, Pengendapan, Filtrasi, dan Prasedimentasi

Bakteri E. Coli Desinfeks

i, Filtrasi Total Bakteri

Coliform

Desinfeks i, Filtrasi Sumber : Tambo, 1974 dalam Oktiawan, 2012.

2.4. Metode Proyeksi Penduduk

Proyeksi penduduk diperlukan dalam perancangan instalasi pengolahan air minum yang akan digunakan dalam jangka waktu yang panjang. Hal ini penting dilakukan agar bangunan tersebut dapat digunakan sesuai dengan periode desain yang telah direncanakan dan tidak menimbulkan masalah pada masa yang akan datang. Begitu juga hal nya dalam mendesain instalasi pengolahan air minum bagi penduduk di suatu wilayah studi, maka jumlah penduduk haruslah diketahui. Untuk mengetahui jumlah penduduk pada masa yang akan datang, digunakanlah metode proyeksi penduduk.

(47)

38 2.4.1. Metode Aritmatika/Linear

Metode ini didasarkan pada angka kenaikan penduduk rata-rata setiap tahun. Metode ini digunakan jika data berkala menunjukkan jumlah penambahan yang relatif sama setiap tahunnya. Persamaan umumnya adalah:

3 = % + 56 … … … . . . (2.18) % = − 5(,6)8 … … … . . (2.19) 5 =8 (,6 ) − (,6)(,3)8(,6 2) − (,6 )2 … … … . . (2.20)

dimana:

Y = nilai variabel Y berdasarkan garis regresi, populasi ke-n X = nilai independen, bilangan yang dihitung dari tahun ke tahun a = konstanta

b = koefisien arah garis (gradien) regresi linear

2.4.2. Metode Geometri (Power)

Metode ini didasarkan pada rasio pertambahan penduduk rata-rata tahunan. Sering digunakan untuk meramal data yang perkembangannya melaju sangat cepat. Pertumbuhan penduduk diplot pada semilog. Persamaan umumnya adalah:

3 = % + 56 … … … . . . (2.21)

Persamaan diatas dapat dikembalikan kepada model linear dengan mengambil logaritma napirnya (ln). Persamaannya adalah:

(48)

39 In 3 = 98 % + 5 98 6 … … … . . . (2.22)

Persamaan tersebut linear dalam ln X dan ln Y:

In % =,I₁ (3 ) − 5 ,I₁ (6)8 … … … . . (2.23) 5 =8, (I₁ 3 )(I₁ X) − (,₁ 6 )(,9₁ Y)8,(I X)2 − (,₁ 6 )2 … … … . . (2.24)

dimana:

Y = Nilai variabel Y berdasarkan garis regresi,populasi ke-n X = Bilangan independen, bilangan yang dihitung dari tahun awal a = konstanta

b = koefisien arah garis (gradien) regresi linear

2.4.3. Metode Eksponensial

Pada metode ini rumus digunakan adalah:

Y = %>5 … … … . . … … … . . . (2.25)

dimana:

x = jumlah tahun dari tahun 1 sampai tahun ke-n y = jumlah penduduk

n = jumlah data a = Konstanta

b = Koefisien arah garis (gradien) regresi linear

(49)

40

5 =8, (X I₁ 3 ) − (I X)(,9₁ Y)8,(X 2) − (,6 )2 … … … . . (2.27)

Pemilihan metode proyeksi dilakukan dengan menghitung standar deviasi (simpangan baku)dan koefisien korelasi.

Rumus standar deviasi:

# = 8(∑ &8(8 − 1)@) − (∑ &)@… … … . . (2.28)

Rumus Koefisien Korelasi:

$ = 1 −∑(A₁ − A) ²∑(A₁ − A) ² … … … . (2.29)

dimana: xI = P – P’

yI = P = Jumlah penduduk awal y = Pr = Jumlah penduduk rata-rata

y’ = P’ = Jumlah penduduk yang akan dicari

Metode pilihan ditentukan dengan cara melihat nilai S yang terkecil dan nilai R yang paling mendekati 1.

2.5. Kerangka Berfikir

Dengan semakin berkembangnya lingkup industri dan perumahan di Indonesia , tak terhindarkan lagi bahwa masyarakat semakin memikirkan standar kualitas yang tinggi baik dari segi kesehatan , ekonomi dan segi yang lain. Oleh karena itu pihak yang terkait perlu memikirkan aspek apa

(50)

41 saja yang bisa dikembangkan baik segi teknologi maupun ekonomi. Instalasi Pengolahan Air (IPA) Bersih merupakan salah satu sarana infrastruktur yang memiliki peran cukup penting dalam memenuhi kebutuhan air bersih di suatu kawasan industri dan perumahan, tak terkecuali di kawasan industri KBN Marunda. Instalasi Pengolahan Air (IPA) Bersih yang dilakukan secara terpadu dan mandiri ini mencakup segala kebutuhan air bersih baik untuk industri dan perumahan yang terdapat di kawasan. Sedikitnya ada beberapa faktor yang menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas air bersih : perilaku pemakaian air bersih pada individu pelanggan. zona distribusi yang berbeda-beda, baik pelanggan industri maupun perumahan. Perilaku pemakaian bisa terjadi mengingat konsumsi dari tiap kepala pada satu rumah atau industri berbeda-beda. Zona distribusi yang berbeda-beda menyebabkan aliran air yang dipasok juga mengalami perbedaaan, hal ini secara tidak langsung mempengaruhi pasokan air bersih ke masing-masing zona. Terjadinya masalah penurunan kualitas dan kuantitas air bersih tentu menjadi problematika tersendiri bagi pihak penanggung jawab kawasan, terlebih lagi, ini menyangkut tingkat kepuasaan pelanggan di kawasan yang mulai berkembang. Studi mengenai pengelolaan air bersih, yang didalamnya juga mencakup parameter kualitas, kuantias dan tingkat kebutuhan air bersih, kiranya dapat dilaksanakan dengan baik dan teliti. Tentunya butuh kordinasi yang intensif antara penulis, penanggung jawab IPA dan pelanggan mengenai studi ini, karena kordinasi ini nantinya akan sangat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait dalam menangani masalah tersebut.

(51)

42

3.1 Umum

Dasar atau kriteria desain perencanaan teknis Instalasi Pengolahan Air meliputi komponen-komponen dari unit-unit IPA antara lain dapat dilihat pada diagram alir perancangan seperti pada gambar 3.1 :

a. Perencanaan teknis unit intake atau air baku b. Perencanaan teknis unit koagulasi dan flokulasi c. Perencanaan teknis unit sedimentasi

d. Perencanaan teknis unit filtrasi e. Perencanaan teknis unit klorinasi

f. Perencanaan teknis rinci bangunan pelengkap

Gambar 3. 1 Diagram Alir Perancangan

Intake Koagulasi dan Flokulasi Filtrasi Klorinasi Bangunan Pelengkap Sedimentasi BAB III METODE PENELITIAN

(52)

43 3.2 Perencanaan Teknis Unit Intake atau Air Baku

a. Minimum debit 130% kebutuhan rata-rata air minum

b. Menyatu dengan intake lama atau membuat intake baru sesuai dengan hasil analisa kebutuhan

c. Tipe bangunan pengambilan air baku

d. Air permukaan : intake bebas, bendung atau infiltration galleries e. Perencanaan Teknis Unit Transmisi Air Baku , harus dirancang untuk

dapat mengalirkan debit aliran untuk kebutuhan maksimum, memprtimbangkan water hammer, dan asesoris lainnya memprtimbangkan water hammer, dan asesoris lainnya

Tabel 3. 1 Kriteria Pipa Transmisi

No Uraian Notasi Kriteria

1 Debit Perencanaan Q max Kebutuhan air hari maksimum

Q max = F max x Q rata-rata

2 Faktor hari maksimum F.max 1,10 – 1,50

3 Jenis saluran - Pipa atau saluran terbuka*

(53)

44

No Uraian Notasi Kriteria

4 Kecepatan aliran air dalam pipa a) Kecepatan minimum b) Kecepatan maksimum - Pipa PVC - Pipa DCIP V min V.max V.max 0,3-0,6 m/det 3,0-4,5 m/det 6,0 m/det 5 Tekanan air dalam pipa

a) Tekanan minimum b) Tekanan maksimum - Pipa PVC - Pipa DCIP - Pipa PE 100 - Pipa PE 80 H min H maks 1 atm 6-8 atm 10 atm 12.4 MPa 9.0 MPa 6 Kecepatan saluran terbuka a) Kecepatan minimum b) Kecepatan maksimum V.min V.maks 0,6 m/det 1,5 m/det 7 Kemiringan saluran terbuka S (0,5 – 1 ) 0/00

8 Tinggi bebas saluran terbuka

(54)

45

No Uraian Notasi Kriteria

9 Kemiringan tebing terhadap dasar saluran

- 45  ( untuk bentuk

trapesium)

* Saluran terbuka hanya digunakan untuk transmisi air baku

3.3 Perencanaan Unit Produksi - gambar lokasi/tata letak IPA - gambar lokasi reservoir - gambar detail konstruksi

Unit produksi dapat berupa :

a) Bangunan Saringan Pasir Lambat

Perencanaan teknis bangunan pasir lambat dilaksanakan sesuai SNI 03-3981-1995 tentang Tata Cara Perencanaan Instalasi Saringan Pasir Lambat.

b) Instalasi Pengolahan instalasi Air Minum Konvensional

Perencanaan teknis pengolahan air minum konvensional (lengkap secara proses) sesuai SNI 19-6774-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Unit Paket Instalasi Penjernihan Air.

3.4 Perencanaan Teknis Unit Distribusi

a. Air yang dihasilkan dari IPA dapat ditampung dalam reservoir air yang berfungsi untuk menjaga kesetimbangan antara produksi dengan kebutuhan, sebagai penyimpan kebutuhan air dalam kondisi darurat, dan sebagai penyediaan kebutuhan air untuk keperluan instalasi.

Gambar

Tabel 2. 1 Kualitas Air Minum Permenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010
Tabel 2. 2 Kriteria Perencanaan Unit Koagulasi (Pengaduk Cepat)
Tabel 2. 3 Kriteria Perencanaan Unit Flokulasi (Pengaduk Lambat)
Tabel 2. 4 Karakteristik Media Filter
+7

Referensi

Dokumen terkait

Begitu juga Maridi, selesai kuliah hidup dengan orang tuanya di Tretes, dapat pekerjaan ditolong oleh Pak Suhud, yang membangun dan mengelola hotel, Maridi

Dalam hubungan delta harga tegangan tidak berubah, tetapi harga arus pada tiap kumparan adalah 1 / ( 3  ) dari arus line... II.7 SKEMA

Kegiatan APSIFOR selain sharing juga melakukan temu ilmiah APSIFOR, dan sudah dilakukan sebanyak 5 kali. Pertemuan pertama APSIFOR di Universitas Surabaya di Surabaya pada

#ertama kita perlu bertanya mengapa kita ingin membuat  program media itu- Apakah pembuatan media tersebut ada kaitannya dengan kegiatan  pembelajaran tertentu

Berdasarkan hasil penelitian, disarankan bahwa: (1) berkenaan dengan level primitive know- ing, sebaiknya guru mengaitkan pembelajaran pecahan yang telah dipelajari pada jenjang

Majid Konting (2000), Kaedah Penyelidikan Pendidikan, Dewan Bahasa dan Pustaka, Siri

aktivitas spesifik β-galaktosidase isolat bakteri unggul terseleksi penghasil β-galaktosidase dari sampel buah Carica papaya tertinggi, dicapai pada waktu pertumbuhan