• Tidak ada hasil yang ditemukan

1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "1"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

ABSTRAK

ERITA NOVA. NIM 15300300014 judul skripsi “Manajemen Peserta Didik Berbasis Budaya Religius di Pondok Pesantren Modern Al-Harbi Pabalutan Kabupaten Tanah Datar”, Jurusan Manajemen Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar.

Pokok permasalahan penelitian dalam skripsi ini adalah manajemen peserta didik berbasis budaya religius, peserta didik yang ada di Pondok Pesantren Modern Al-Harbi Pabalutan Kabupaten Tanah Datar banyak yang berasal dari keluarga Brokenhome, yang mana sikap dan perilaku peserta didik tersebut nakal dan sulit diatur, dan ada juga peserta didik yang melanggar aturan disekolah lain dan dipindahkan ke Pondok Pesantren ini. Tujuan penelitian ini adalah 1) Untuk menjelaskan bagaimana perencanaan peserta didik berbasis budaya religius, 2) Untuk menjelaskan bagaimana pelaksanaaan peserta didik berbasis budaya religius, 3) untuk menjelaskan bagaimana evaluasi pelaksanaan peserta didik berbasis budaya religius.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan mengambil lokasi di Pondok Pesantren Modern Al-Harbi Pabalutan Kabupaten Tanah Datar. Subjek dalam penelitian ini adalah Kepala Sekolah, Waka Kesiswaan, Guru, dan Peserta Didik di Pondok Pesantren Modern Al-Harbi Pabalutan Kabupaten Tanah Datar. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, dokumentasi serta teknik mengecek keabsahan data, peneliti menggunakan triangulasi sumber.

Hasil temuan menunjukkan 1) perencanaan peserta didik berbasis budaya religius dilakukan dengan cara membuat program kerja dan mengadakan musyawarah dengan kepala sekolah mengenai kegiatan budaya religius yang akan diterapkan di Pondok Pesantren Modern Al-Harbi Pabalutan Kabupaten Tanah Datar, 2) pelaksanaan peserta didik berbasis budaya religius dilakukan dengan melaksanakan kegiatan keagamaan yaitu, fornis, shalat berjama’ah, shalat Duha, anjuran untuk berpuasa Senin Kamis, muhadaroh, muhasabah, asmaulhusnah, mengadakan pelajaran PPI, tahfiz Al-Qur’an, 3) Evaluasi pelaksanaan peserta didik berbasis budaya religius di Pondok Pesantren Modern Al-Harbi Pabalutan dilakukan untuk mendapatkan informasi dan pembuktian yang akan menunjukkan sejauhmana tingkat keberhasilan dalam pelaksanaan peserta didik berbasis budaya religius

(8)
(9)
(10)

DAFTAR ISI

COVER

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

SURAT PERSETUJUAN PEMBIMBING

SURAT PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 6

C. Rumusan Masalah ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 7

F. Definisi Operasional ... 7

BAB II KAJIAN TEORI A. Manajemen Peserta Didik ... 10

1. Pengertian Manajemen ... 10

2. Manajemen Peserta Didik... 17

3. Budaya Religius... 30

B. Penelitian yang Relevan ... 43

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 46

B. Latar dan Waktu Penelitian ... 47

(11)

C. Sumber Data ... 47

D. Teknik Pengumpulan Data ... 48

E. Teknik Analisis Data ... 49

F. Teknik Penjaminan Keabsahan Data ... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Temuan Umum ... 54

1. Profil Sekolah ... 54

2. Sejarah Sekolah ... 49

3. Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah ... 56

4. Struktur Organisasi Sekolah ... 57

5. Daftar Prestasi Siswa ... 59

6. Data Pendidik dan Tenaga Kependidikan ... 60

B. Temuan Khusus ... 60

1. Manajemen Peserta Didik Berbasis Budaya Religius ... 60

a. Perencanaan Peserta Didik Berbasis Budaya Religius ... 60

b. Bentuk Perencanaan Peserta Didik Berbasis Budaya Religius . 61 c. Orang yang Terlibat dalam PerencanaaN ... 62

d. Cara dalam Pelaksanaan Peserta Didik Berbasis Budaya Religius ... 63

e. Pelaksanaan Peserta Didik Berbasis Budaya Religius Sudah Sesuai dengan Perencanaan ... 64

f. Evaluasi Pelaksanaan Peserta Didik Berbasis Budaya Religius ... 65

g. Teknik Evaluasi Peserta Didik Berbasis Budaya Religius ... 66

h. Kendala Saat Melakukan Evaluasi Peserta Didik Berbasis Budaya Religius ... 66

2. Budaya Religius ... 67

a. Langkah dalam Menanamkan dan Meningkatkan Peserta Didik Berbasis Budaya Religius ... 67

b. Keseriusan Peserta Didik dalam Menerapkan Budaya Religius ... 68

(12)

c. Cara Mempertahankan Penanaman Budaya Religius

Terhadap Peserta Didik ... 69

d. Bentuk Budaya Religius dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan Budaya Religius ... 71

e. Masalah yang Dihadapi Saat Melaksanakan Budaya Religius ... 72

f. Sanksi yang Dilakukan Pendidik/Guru Jika Peserta Didik Tidak Melaksanakan Budaya Religius ... 74

C. Pembahasan ... 75

1. Perencanaan Peserta Didik Berbasis Budaya Religius ... 75

2. Pelaksanaan Peserta Didik Berbasis Budaya Religius ... 77

3. Evaluasi Peserta Didik Berbasis Budaya Religius ... 79

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 82 B. Saran ... 83 DAFTAR PUSTAKA ... 84 LAMPIRAN vi

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jumlah Peserta Didik di Pondok Pesantren Modern AL-Harbi

Pabalutan Kabupaten Tanah Datar ... ... 5 Tabel 2 Waktu penelitian ... ... 47 Tabel 3 Profil MTsS Pondok Pesantren Modern Al-Harbi Pabalutan

Kabupaten Tanah Datar ... ... 54 Tabel 4 Daftar Prestasi Peserta Didik ... ... 59 Tabel 5 Data pendidik dan tenaga kependidikan yang mengajar di MTsS

Pondok Pesantren Modern Al-Harbi Pabalutan Kabupaten Tanah

Datar ... ... 60

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Pola Pelakonan ... 36

Gambar 2 Pola Peragaan ... 36

Gambar 3 Analisis Data ... 51

Gambar 3 Triangulasi Data ... 52

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman Wawancara ... 86

Lampiran 2 Kisi-Kisi Pedoman Wawancara ... 88

Lampiran 3 Transkip Wawancara dengan Kepala Madrasah ... 91

Lampiran 4 Transkip Wawancara dengan Waka Kesiswaan ... 96

Lampiran 5 Transkip Wawancara dengan Guru ... 100

Lampiran 6 Transkip Wawancara dengan TU ... 103

Lampiran 7 Transkip Wawancara dengan Siswa ... 106

Lampiran 8 Lampiran Foto ... 107

Lampiran 9 Surat Izin Penelitian... 113

Lampiran 10 Surat Balasan Penelitian ... 114

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manajemen berasal dari bahasa Latin dari kata “manus” yang artinya “tangan” dan agere berarti melakukan. Kata-kata ini dibangun menjadi kata managere bermakna menangani sesuatu, mengatur, membuat sesuatu menjadi seperti yang diinginkan dengan mendayagunakan seluruh sumberdaya yang ada. Kata managere diterjemahkan kedalam bahasa inggris dalam bentuk kata kerja infinitinya adalah to manage dengan kata bendanya management dan manager untuk orang yang melakukan kegiatan manajemen. Akhirnya manajemen diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia menjadi manajemen atau pengelolaan (Asmendri, 2012:1).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah proses mengatur, merencanakan, mengorganisasikan dan mengelola suatu lembaga pendidikan atau sekolah dengan memanfaatkan seluruh sumberdaya yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.

Manajemen adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama oleh dua orang atau lebih yang didasarkan atas aturan tertentu dalam rangka mencapai suatu tujuan. Dua orang atau lebih yang bekerja sama tersebut dibagi kedalam berepa bagian seperti, adanya yang berfungsi sebagai manager (Imron, A, 2012:5).

Peserta didik adalah orang atau individu yang mendapatkan layanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan agar tumbuh dan berkembang dengan baik serta mempunyai kepuasan dalam menerima pelajaran yang diberikan oleh guru (Asmendri, 2014:3).

Manajemen peserta didik dapat diartikan sebagai usaha pengaturan terhadap peserta didik, mulai dari peserta didik masuk sekolah sampai dengan mereka lulus. Diatur secara langsung adalah segi yang

(17)

berkenaanberkenaan dengan peserta didik secara tidak langsung, pengaturan dari segi yang lai peserta didik dimaksudkan untuk dapat memberikan layanan yang baik kepada peserta didik (Imron,A, 2012:6).

Manajemen pserta didik bentuk penataan dan pengaturan terhadap kegiatan yang berkaitan dengan peserta didik mulai masuk sampai dengan keluarnya peserta didik tersebut dari sekolah. Manajemen peserta didik bukan hanya berbentuk pencatatan data peserta didik, melainkan meluputi aspek yang lebih luas, secara operasional dapat membamtu upaya pertumbuhan dan perkembangan peserta didik melalui proses pendidikan di sekolah ( Asmendri, 2014: 1).

Manajemen peserta didik tidak semata pencatatan data peserta didik akan tetapi meliputi aspek yang lebih luas yaitu dapat membantu upaya pertumbuhan anak melalui proses pendidikan disekolah. Menurut Suharsimi Arikunto bahwa peserta didik adalah siapa saja yang terdaftar sebagai objek didik disuatu lembaga pendidikan. Menurut UU Sisdiknas bahwa peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu (Annisa. 2017. Manajemen peserta didik berbasis kecerdasan Spiritual pendidikan islam. Vol.5:133).

Dari pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa manajemen peserta didik berbasis budaya religius adalah usaha pengaturan yang dilakukan untuk membentuk penataan dan pengaturan terhadap peserta didik, mulai dari peserta didik masuk sekolah sampai mereka lulus serta dapat mengembangkan potensi yang ada baik secara material, akhlak secara efektif dan efisien.

Menrurut kamus besar bahasa indnesia, buadaya diartikan sebgai pikiran, adat istiadat, sesuatu yang sudah berkembang, sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sulit diubah. Istilah budaya menurut Kotler dan Heskett, budaya dapat diartikan sebagai totalitas pola perilaku, kesenian, kepercayaan, kelembagaan dan semua produk lain dari karya dan

(18)

pemikiran manusia yang mencirikan kondisi suatu masyarakat atau penduduk yang ditransmisikan bersama.

Dari pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa budaya adalah sebuah pemikiran, adat istiadat, kebiasaan yang unik yang dimiliki seseorang, kelompok, lembaga, intansi pendidikan atau sekolah maupun masyarakat yang sudah berlangsung secara terus-menerus dalam jangka panjang dan sulit untuk merubah dan menghilangkan kebiasaan yang sudah dilakukan.

Budaya religius lembaga pendidikan adalah upaya terwujudnya nilai-nilai ajaran agama sebagai tradisi atau kebiasaan dalam berperilaku dan budaya organisasi yang diikuti oleh seluruh warga di lembaga pendidikan, dengan menjadikan agama sebagai tradisi dalam lembaga pendidikan maka secara sadar maupun tidak ketika warga lembaga mengikuti tradisi yang telah tertanam sebenarnya warga lembaga pendidikan sudah melakukan ajaran agama (Faturrohman, 2015:51).

Budaya religius dapat tersermin dari perilaku atau akhlak yang merupakan sifat atau watak seseotang dalam perbuatannya seharihari, penerapan akhlak tergantung kepada manusia yang diubungkan dengan ata perangai atau tabiat maka manusia tersebut akan membawa kepada perilaku positif atau negatif. Sebagaimana dalam firman Allah dalam Q.S. Ar-Ra’d (13):11









































































Artinya:bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di mukadan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaumsehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Makatakada yang dapa tmenolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.

(19)

Krisis moral yang melanda bangsa ini menjadi sebuah kegelisahan bagisemua kalangan. Bagaimana tidak dari maraknya kasus korupsi yang tidak pernah surut bahkan mengalami peningkatan dari waktu kewaktu. Disisi lain krisis ini menjadi komplek dengan berbagai peristiwa yang cukup memilukan seperti tawuran pelajar, penyalahgunaan obat terlang, pergaulan bebas, aborsi, penganiayaan yang disertai pembunuhan (Yunus. 2018. Manajemen Kinerja Berbasis Budaya Religius Dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru. ISSN: 2620-6692 Vol. 01).

Budaya religius di lembaga pendidikan merupakan upaya penanaman nilai-nilai ajaran agama kepada peserta didik, agar berperilaku sesuai dengan ajaran agama islam, dan mempunyai kemampuan spiritual yang tinggi sehingga lembaga pendidikan mengasilkan peserta didik yang berakhlak mulia, bermutu dan berdaya saing.

Berdasarkan hasil observasi yang penulis lakuan pada tanggal 15 Februari 2019 di MTsS Pondok Pesantren Modern Al-Harbi Pabalutan Kabupaten Tanah Datar, penulis melakukan wawancara dengan kepala Madrasah, bahwa sekolah Al-Harbi merupakan sekolah Pesantren Modern yang memberikan pelajaran yang bersifat umum, dan menanamkan nilai religius kepada peserta didik, yang mana pondok pesantren Al-Harbi menggunakan kurikulum 2013, dan peserta didik di pondok pesantren dilakukan sistem pondok yaitu, siswa yang mondok diberikan materi pelajaran tentang agama agar dapat membentuk peserta didik yang beriman dan bertaqwa kepada Allah swt.

Berdasarkan visi yang ada di Pondok Pesantren Modern Al-Harbi Pabalutan Kabupaten Tanah Datar yaitu, Membentuk Pribadi Muslim Dan Muslimah yang Berkrakter Mulia, Beriman, Berilmu, Beramal, Bertaqwa, Berkualitas dan Profesional Menuju Ridho Ilahi, Berdasarkan Al-Qur’an Dan Sunnah, maka peserta didik yang ada di pondok pesantren Modern dilakukan penerapan budaya religius agar dapat menciptakan peserta didik yang berilmu, beramal, bertaqwa dan berkualtitas.

(20)

Pondok Pesantren Al-Harbi Pabalutan menerapkan budaya atau kebiasaan melalui pelaksanaan kegiatan yaitu, pada setiap hari Jum’at melakukan kegiatan pelajaran PPI, Kultum, muhadoroh, muhasabah, dan tafizul qur’an, yang dibimbing oleh pembina asrama kepada santri pada malam hari. Peserta didik di pondok pesantren Al-Harbi mengadakan program tahfiz, yang mana peserta didik di sekolah tersebut sudah yang menmpunyai hafalan 4 Juz Al-Qur’an.

Peserta didik yang ada di Pondok Pesantren Al-Harbi Pabalutan banyak yang berasal dari keluarga Brokenhome, yang mana sikap dan perilaku peserta didik tersebut nakal sulit diatur, dan ada juga peserta didik yang melanggar aturan di sekolah lain dan dipindahkan ke Pondok Pesantren Modern Al-Harbi PabalutanKabupaten Tanah Datar.

Jadi dengan adanya sistem pondok di Pesantren Al-Harbi Pabalutan lebih meningkatkan budaya teligius dan dapat menanamkan nilai-nilai agama pada peserta didik melalui pelajaran dan kebiasaan yang ada di pesanteren agar dapat membentuk pribadi peserta didik yang beriman dan bertaqwa kepada Allah swt, karena sekarang banyak siswa yang lebih memilih sekolah yang bersifat umum, dan hanya sebagian kecil yang mau sekolah ke sekolah yang berbasis religius.

Tabel 1

Jumlah Peserta Didik Madrasah Pondok Pesantren Al-Harbi Pabalutan Kabupaten Tanah Datar

No Kelas Jumlah 1 VII VIII IX L P L P L P 13 Orang 4 Orang 13 Orang 12 Orang 15 Orang 6 Orang 63 Orang

(21)

Dari data jumlah peserta didik diatas dapat dilihat bahwa jumlah peserta didik yang ada di Madrasah Pondok Pesantrem Modern Al-Harbi pabalutan Kabaupaten Tanah Datar masih sedikit.

Berdasarkan latar belakang diatas, disini peneliti tertarik untuk meniliti atau meninjau lebih dalam tentang “Manajemen Peserta Didik Berbasis Budaya Religius di Pondok Pesantren Modern Al-Harbi Pabalutan Kabupaten Tanah Datar.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka peneliti memfokuskan penelitian yaitu manajemn peserta didik berbasis budaya religius di Pondok Pesantren Modern Al-Harbi Pabalutan Kabupaten Tanah Datar.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan fokus penelitan diatas maka yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana perencanaan peserta didik berbasis budaya religius di Pondok Pesantren Modern Al-Harbi PabalutanKabupaten Tanah Datar?

2. Bagaimana pelaksanaan peserta didikberbasis budaya religius di Pesantren Modern Al-Harbi Pabalutan Kabupaten Tanah Datar? 3. Bagaimana evaluasi peserta didik berbasis budaya budaya religius di

Pesantren Modern Al-Harbi Pabalutan Kabupaten Tanah Datar? D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk menggambarkan perencanaan peserta didik berbasis budaya religius di Pondok Pesantren Modern Al-Harbi Pabalutan Kabupaten Tanah Datar.

2. Untuk menggambarkan pelaksanaan manajemen peserta didik berbasis buday areligius di Pesantren Modern Al-Harbi Pabalutan Kabupaten Tanah Datar.

(22)

3. Untuk meggambarkan evaluasi peserta didik berbasis budaya budaya religius di Pesantren Modern Al-Harbi Pabalutan Kabupaten Tanah Datar.

E. Manfaat Penelitian

Terdapat beberapa manfaat yang didapat dari penelitian yang dilakukan, yaitu sebagai beriku tini:

1. Secara Teoritis

a. memberi pengetahuan dan wawasan terkait manajemen peserta didik berbasis budaya religius dalam membentuk peserta didik yang mempunyai budaya atau kebiasaan religius.

b. memberikan sumbangan pemikiran atau ide untuk mengembangkan teori-teori dalam bidang manajemen pendidikan khususnya manajemen peserta didik berbais budaya areligius.

2. Secara Praktis

a. Dapat menambah ilmu pengetahuan bagi peneliti, sehingga dapat berperan sebagai pembinaan serta koordinasi dengan kepala madrsah dan guru yang menjadi pengampu peserta didik berbasis budaya religius.

b. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan dan bahan pertimbangan untuk kepala madrasah, selanjutnya agar dalam pelaksanaan peserta didik berbasis budaya religius dapat berjalan dengan baik dan dapat membentuk peserta didik yang berkualitas dan berbudaya religius.

c. Sebagai bahan rujukan dalam rumusan materi pendidik agar dalam melaksanakan peserta didik berbasis budaya religius.

F. Definisi Operasional

1. Manajemen Peserta Didik

Manajemen peserta didik merupakan penataan dan pengaturan terhadap kegiatan yang berkaitan dengan peserta didik sejak peserta didik masuk sekolah sampai keluar atau lulus dari sekolah. Manajemen peserta didik selain melakukan pencatatan data peserta

(23)

didik dan meliputi aspek-aspek yang secara operasional dapat diguanakan untuk membantu kelancaran pertumbuhan dan perkembangan peserta didik melalui proses pendidikan di sekolah

Berdasarkan uraian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa manajemen peserta didik adalah suatu proses pengaturan terhadap kegiatan peserta didik, yaitu mulai dari peserta didik masuk sekolah sampai lulus, dengan memberikan pelayanan yang baik agar membantu kelancaran pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dengan baik.

2. Budaya Religius

Budaya religius adalah sekumpulan nilai-nilai agama yang melandasi perilaku, tradisi kebiasaan keseharian, dan sombol-simbol yang dipraktikkan oleh kepala sekolah, guru, petugas administrasi, peserta didik, dan masyarakat sekolah. sebab budaya tidak hanya berbentuk simbolik semata sebagaimana yang tercermin diatas, tetapi didalamnya penuh dengan nilai-nilai. Budaya religius sekolah merupakan cara berfikir dan cara bertindak warga sekolah yang didasarkan atas nilai-nilai religius (keberagamaan). Religius mnerurut islam menjalankan ajaran agama secara menyeluruh, yaitu dengan melaksanakan seluruh perintah Allah dan menjauhi segala larangannya.

Budaya religius lembaga pendidikan adalah uapaya terwujudnya nilai-nilai ajaran agama sebagai tradisi dalam berperilaku dan budaya organisasi diikuti oleh seluruh warga di lembaga pendidikan tersebut, dengan menjadikan agama sebagai tradisi dalam lembaga pendidikan maka secara sadar maupun tidak ketika warga lembaga mengikuti tradisi yang telah tertanam sebnarnya warga lembaga pendidikan sudah melakukan ajaran agama. Oleh karena itu, untuk membudayakan nilai-nilai keberagamaan (religius) dapat dilakukan dengan beberapa cara antra lain melalui: kebijakan pimpinan sekolah, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dikelas, kegiatan

(24)

ekstrakurikuler diluar kelasserta tradisi dan perilaku waga sekolah secara kontinyu dan konsisten, sehingga tercipta religious culture tersebut di lingkungan sekolah.

(25)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Manajemen Peserta Didik 1. Pengertian Manajemen

Manajemen bersal dari bahasa Latin dari kata “manus” yang artinya “tangan” dan agere berarti melakukan. Kata ini digabung menjadi kata managere bermakna menangani sesuatu, mengatur, membuat sesuatu menjadi seperti diinginkan dengan mendayagunakan seluruh sumberdaya yang ada. Kata managere diterjemahkan kedalam Bahasa Inggris yaitu dari kata to manage dengan kata bendanya managemen dan manager untuk orang yang melakukan kegiatan manajemen (Asmendri, 2012:1).

Secara etimologis (etimos= asal usul kata, logos= ilmu atau kajian), ensiklopedia bebas Wekepedia menjelaskan bahwamanajemen berasal dari kata dalam bahasa Prancis Kuno “management”, yang berarti “seni melaksanakan dan mengatur”. Oleh karena itu, Mary Parker Follet, telah mendefenisikan manajemen sebgai seni menyelesaikan oekerjaan melalui orang lain. Definisi ini bermakna bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan oranguntuk secara sinergis mencapai tujuan organisasi (Supran, 2015:41).

Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah seni yang dilakukan untuk mengatur atau membuat sesuatu menjadi yang seperti diinginkan dengan pemanfaatan seluruh sumberdaya dengan baik dan benar yairu mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, evaluasi dari kegiatan yang akan dilaksanakan.

“Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan pengguna sumberdaya organisasi lain agar tercapai tujuan organisasi

(26)

yang telah ditetapkan” (Stooner, Dalam Prim, 2013:33).Manajemen sering didefenisikan sebagai “pecapaian tujuan melalui orang lain”. Kedengarannya memeng terlalu sederhana, tetapi memberi kita gambaran tentang beberapa hal mendasar. Pertama berkaitan dengan pencapaian tujuan”. Manajemen selalu berkaitan dengan sebuah usaha untuk encapai tujuan tertentu dan bukan semata-mata sebuah posisi atau jabatan di dalam perusahaan. Banyak orang memiliki jabatan “manajer”, kan tetapi dalam kenyataan mereka hanya menjalankan kedudukan dan bukan mengarahkan sesuatu kearah pencapaian tujuan yang tertentu (Pasrizal, H, 2015:1).

Hesey dan Blanchard, mengemukakan manajemen adalah proses kerjasama antara individu dan kelompok serta sumber daya lainnya dalam mencapai tujuan organisasi adalah sebagai aktivitas manajemen. Dengan kata lain, aktivitas manajerial hanya ditemukan dalam wadah sebuah organisasi, baik organisasi bisnis, pemerintahan, sekolah, industri, rumah sakit (Syafruddin, 2005:41).

Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemamfaatan sumberdaya manusia secara efektif, yang didukung oleh sumber-sumber lain dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam pengertian ini, ada sistem yang yang terdapat dalam manajemen, yaitu sistem organisasi dan sisitem manajerial organisasi. Sistem organisasi berhubungan dengan model atau pola keorganisasian yang dianut, sedangakan sisitem manajerial berkaitan dengan pola-pola pengorganisasian, kepemimpinan dan kerjasama yang diterapkan oleh para anggota organisasi (Hikmat, 2014:11).

Menurut (Hendri dalam Fazis, M, 2014:3).Manajemen adalah seni dalam mengambil keputusan, artinya manajemn merupakan kemampuan, kemahiran, atau keterampilan menerapkan prinsip-prinsip serta teknik dalam memanfaatkan sumberdaya secara berdaya guna untuk merealisasikan tujuan, sedangkan manajemen sebagai suatu seni, disini memandang bahwa didalam mencapai suatu tujuan diperlukan

(27)

kerjasama dengan orang lain, jadi bagaimana memerintahkan kepada orang lain agar mau bekerja sama. Pada hakikatnyakegiatan manusia umumnya mengatur, mengatur disini diperlukan sesuatu seni, bagaimana orang lain memerlukan pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama. Fungsi manajemen sebagai seni adalah untuk mencapai tujuan yang nyata, mendatangkan hasil dan manfaat.

Berdasarkan uraian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa manajemen adalah suatu proses yang dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengawasan dan evaluasi terhadap seluruh sumebr daya yang ada di suatu sekolah maupun instansi lain agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara efektif dan efisien.

a. Fungsi Manajemen

(Andang, 2014:24). Menyatakan bahwa kegiatan atau fungsi manajemen, meliputi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), motivasi (motivating), penataan staf (stafing), pengarahan atau komando (directing atau comanding), memimpin (leading), koordinasi (coordinating), pengendalian (controlling), pelaporan (reporting)berikut penjelasanya:

1) Perencanaan (planning)

Pramudi Atmusudirjo memberikan definisi perencanaan sebagai perhitungan dan penentuan tentang sesuatu yang akan dijalankan dalam mencapai tujuan tertentu, oleh siapa, dan bagaimana. Dalam perspektif pendidikan adalah suatu penerapan yang rasional dari analisis sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan agar pendidikan itu lebih efektif dan efesien serta sesuai dengan kebutuhan dan tujuan para bawahan dan masyarakat. (Andang, 2014:24)

Perencanaan merupakan salah satu syarat mutlak bagi setiap kegiatan manajemen. Tanpa perencanaan atauplanning,

(28)

pelaksanaan suatu kegiatan mengalami kesulitan atau bahkan kegagalan dalam mencapai mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Di dalam setiap perencanaan ada dua faktor yang harus diperhatikan, yaitu faktor tujuan dan faktor sarana, baik sarana personel maupun sarana material. (Asmendri, 2012:15).

Dari uraian diatas penulis menyimpulkan perencanaan atau planning adalah langkah pertama atau hal pertama yang harus dilakukan dalam melaksanakan suatu kegiatan agar tidak mengalami kesulitan atau kegagalan, dan tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara efektif dan efisien

2) Pengorganisasian (organizing)

Fungsi pengorganisasian diartikan sebagai kegiatan membagi tugas kepada orang-orang yang terlibat dalam kerja sama untuk memudahkan pelaksanaan kerja. Pelaksanaan fungsi pengorganisasian dapat memanfaatkan struktur yang sudah dibentuk dalam organisasi.artinya, deskripsi tugas yang akan dibagikan adalah berdasarkan tugas dan fungsi struktur yang ada dalam suatu organisasi. Pengorganisasian suatu tugas dapat melancarkan alokasi sumber daya dengan kombinasi yang tepat untuk mengimplementasikan rencana. Dalam pengorganisasian, terdapat beberapa langkah yang harus diperhatikan, diantaranya: menetukan tugas-tugas harus dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi, membagi seluruh beban kerja menjadi kegiatan-kegiatan yang dapat dilaksanakan oleh perorangan atau kelompok, menggabungkan pekerjaan para anggota dengan cara yang rasionaldan efesien, menetapkan mekanisme untuk mengorganisasikan pekerjaan dalam satu kesatuan yang harmonis, melakukan monitoring dan mengambil langkah-langkah penyesuaian untuk mempertahankan serta meningkatkan efektivitas.

(29)

Pengorganisasian merupakan pengelompokan kegiatan yang diperlukan, yakni penetapan susunan organisasi serta tugas dan fungsi dari setiap unit yang ada dalam organisasi, serta menetapkan kedudukan dan sifat hubungan antara masing-masing unit. Pengorganisasian dapat dirumuskan sebagai keseluruhan aktivitas manajemen dalam pengelompokan orang-orang serta penetapan tugas, fungsi, wewenang, serta tanggung jawab masing-masing dengan tujuan terciptainya aktivitas- aktivitas yang berdaya guna dan berhasil dalam pencapaian tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu (Manullang, 2012:10).

Berdasarkan uraian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa pengorganisasian merupakan suatu kegiatan pembagian tugas yang dilakukan dalam suatu organisasi yang tujuannya untuk mempermudahdan memperlancar pekerjaan setiap bidang di lembaga pendidikan atau sekolah, agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara efektif dan efisien. 3) Fungsi Motivasi (Motivating)

Pelaksanaan fungsi motivasi sangat penting dalam menjalankan roda organisasi.motivasi merupakan dorongan untuk berbuat, untuk menjalankan program, dan untuk bengkit dari keterpurukan. Motivasi yang kuat dalam menjalankan suatu program merupakan modal dalam mencapai keberhasilan suatu program.Seorang manajer harus mampu memberikan motivasi kepada anggotanya agar memiliki semangat kerja dalam mencapai keberhasilan.Pemberian motivasi kepada anggota tidak hanya dalam bentuk menyemangati spirit kerja dengan kata-kata, tetapi yang jauh lebih besar adalah menyediakan atau menciptakan kebutuhan-kebutuhan atau alat-alat yang memuaskan anggota sehingga pelaksanaan kegiatan organisasi dapat dilakukan secara maksimal.Dalam

(30)

memotivasi anggota, seorang manajer dituntut untuk mengetahui kebutuhan anggota secara fundamental.

4) Fungsi Penataan Staf (Stafing)

Fungsi penataan staf sebenarnya sama dengan fungsi assembling atau recoard, yaitu fungsi yang dilakukan dengan menepatkan orang-orang untuk melaksanakan tugas dalam mencapai tujuan dengan menggunakan prinsip menempatkan orang sesuai dengan keahlian. Kesesuaian tugas diberikan berdasarkan keahlian akan mendukung pelaksanaan tujuan tercapai secara efektif. Apabila anggota yang diberikan suatu tugas belum memahami dan tidak memiliki keahlian, dalam fungsi stafing, seorang manajer dituntut untuk memeberikan latihan dan pengembangan agar anggota mampu memberikan daya guna maksimal dalam organisasi.

5) Fungsi Pengarahan atau Komando (Directing atau Commanding)

Fungsi ini dilakukan sebagai usaha untuk memberikan bimbingan, saran dan perintah dalam pelaksanaan tugas masing-masing bawahan agar dapat berjalan sesuai yang direncanakan dan berada pada jalur yang ditetapkan. Sebuah program yang sudah masuk dalam perencanaan dan dapat mencapai hasil sesuai dengan target yang sudah ditetapkan. Pada dasarnya, pengarahan selalau berkaitan dengan beberapa hal, antara lain terbangunnya motivasi kepada bawahan dalam mengarahkan proritas kerja, ditanamkanaya motivasi kepada bawahan yang diorientasikan pada pencapaian prestasi kerja, dan terjadinya dinamika kelompok sehingga mengharuskan keterlibatan atasan untuk mnanganinya.

6) Fungsi Memimpin (Leading)

Fungsi ini mendorong manajer untuk menerima orang lain agar bertindak sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.

(31)

Dalam fungsi ini, terdapat beberapa langkah yang bisa dilakukan, antara lain: mengambil keputusan, mengadakan komunikasi agar ada bahasa yang sama antara manajer dan bawahan, memberi semangat inspirasi orang-orang yang menjadi anggota kelompoknya, dan memperbaiki pengetahuan dan sikap-sikap bawahan agar mereka terampil dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

7) Fungsi Koordinasi (Coordinating)

Fungsi koordinasi adalah fungsi dengan melakukan kerja sama dalam melaksanakan tugas-tugas yang berbeda sehingga tidak terdapat pekerjaan yang sama yang dikerjakan oleh orang berbeda. Dalam fungsi ini sangat menghindari terjadinya pembekakan, terbengkalai, atau terjadi kekosongan tugas yang dapat menyebabkan kurang berfungsinya strukrur-struktur tugas yang dibagikan sehingga mencapai tujuan bersama dapat dilakukan secara efektif dan efesien.

8) Fungsi Pengendalian (Controlling)

Fungsi pengendalian dilakukan untuk mengadakan penilaian dan koreksi mengenai segala hal yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas.Fungsi ini meliputi penentuan standar, supervisi dan mengukur penampilan atau pelaksanaan terhadap standar dan memberikan keyakinan bahwa tujuan organisasi tercapai, sampai akhir.Oleh Karena itu, pengendalian juga meliputi monitoring dan evaluasi.Kegiatan ini sangat erat kaitanya dengn perencanaan karena melalui pengendalian maka efektivitas manajemen dapat diukur.

9) Fungsi Pelaporan (Reporting)

Fungsi ini mengharuskan semua kegiatan manajemen mulai dari awal sampai akhir harus melalui pelaporan, baik secara tertulis maupun lisan.Perkembangan hasil kegiatan atau kendala yang dihadapi disampaikan kepada semua komponen

(32)

yang terlibat dalam aktiviitas manajemen sehingga masing-masing dapat mengetahui pencapaian kerja yang telah dilakukan.Kendala-kendala yang dihadapi selama pelaksanaan kegiatan direfleksikan secara bersama sehingga diharapkan kegiatan di masa mendatang dapat dihindari atau diminimalisasi.

2. Manajemen Peserta Didik

a. Pengertian Manajemen Peserta Didik

Manajemen peserta didik merupakan penataan dan pengaturan terhadap kegiatan yang berkaitan dengan peserta didik sejak peserta didik masuk sekolah sampai keluar atau lulus dari sekolah. Manajemen peserta didik selain melakukan pencatatan data peserta didik dan meliputi aspek-aspek yang secara operasional dapat diguanakan untuk membantu kelancaran pertumbuhan dan perkembangan peserta didik melalui proses pendidikan di sekolah (Badrudin, 2014: 23).

Manajemen peserta didik dikatakan sebagai suatu layanan yang memusatkan perhatian pada pengaturan, pengawasan dan layanan siswa di kelas dan di luar kelas seperti: pengenalan, pendaftaran, layanan individual seperti pengembangan keseluruhan kemampuan, minat, kebutuhan sampai ia matang di sekolah.

Berdasarkan pendapat diatas, penulis menyimpulkan bahwa manajemen peserta didik adah suatu proses pengaturan terhadap peserta didik mulai dari peserta didik masuk sampai dengan lulus, dan memberikan layanan untuk mengembangkan minat, bakat dan menyediakan kebutuhan yang di butuhkan oleh peserta didik.

Manajemen peserta didik dapat diartikan sebagai usaha pengaturan terhadap peserta didik, mulai dari peserta didik masuk sekolah sampai dengan mereka lulus. Yang diatur secara langsung adalah segi yang berkenaan dengan peserta didik. Pengaturan

(33)

terhadap segi lain peserta didik dimaksudkan untuk memberikan layanan sebaik mungkin kepada peserta didik (Impron,A, 2012:6).

Berdasarkan uraian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa manajemen peserta didik adalah suatu proses pengaturan terhadap kegiatan peserta didik, yaitu mulai dari peserta didik masuk sekolah sampai lulus, dengan memberikan pelayanan yang baik agar membantu kelancaran pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dengan baik.

Peserta didik menurut ketentuan umum Undang-Undang RI tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi dirinya melalui prses pendidikan pada jenjang, jalur dan jenis pendidikan tertentu. Pada taman kanak-kanak disebut dengan anak didik, sedangkan pendidikan dasar dan menengah disebut dengan siswa, sementara pada perguruan tinggi disebut dengan mahasiswa (Imron,A, 2012:5).

Peserta didik adalah sosok manusia sebagai ndividu/pribadi (manusia seutuhnya). Individu diartikan orang yang tidak tergantung dari orang lain, dalam arti benar-benar seorang pribadi yang menentukan diri sendiri dan tidak dipaksa dari luar, mempunyai sifat-sifat dan keinginan sendiri (Ahmad, A dalam Asmendri, 2014:3).

Peserta didik merupakan salah satu komponen manusia yang menempati posisi sentral dalam proses pendidikan. Dipandang dalam segi kedudukannya peserta didik adalah makhluk yang sedang dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masning. Dalam perspektif pedagogis, peserta didik diartikan sebagai makhluk homo educandum, makhluk yang mengajarkan pendidikan. Dengan pengertian ini, peserta didik dipandang sebagai manusia yang memiliki potensi-potensi, sehingga memrlukan binaan dan bimbingan untuk

(34)

mengaktualisasikannya agar dapat menjadi manusia yang sempurna.

Perspektif islam, peserta didik adalah individu yang sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, psikologis, sosial dan religius dalam mengarungi kehidupan didunia dan di akhirat kelak. Dalam pandangan tasawuf peserta didik sering kali disebut murid atau talib. Secara etimologis berarti orang yang menghendaki. Abuddin Nata mengartikan murid adalah orang yang menginginkan atau membutuhkan sesuatu. Sedangkan menurut arti terminologi murid adalah pencari hakikat dibawah bimbingan dan arahan seorang pembimbing spiritual(Sukring, 2013: 89).

Berdasarkan uraian diatas penulis dapat menimpulkan peserta didik adalah individu/pribadi yang menempuh pendidikan melalui jalur dan jenjang pendidikan mulai dari Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi, agar dapat mengembangkan potensi, bakat dan minat dari seorang peserta didik.

b. Ruang Lingkup Manajemen Peserta Didik 1) Perencanaan Peserta Didik

Pembinaan peserta didik pada sekolah/madrasah haruslah diarahkan kepada pencapaian tujuan dan fungsi pendidikan nasioanl. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 pendidikan nasioanal berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta kepribadian bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa, berqkhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, serta bertanggung jawab.

(35)

2) Kedisiplinan Peserta Didik

Kehadiran peserta didik di sekolah/madrasah adalah hal yang sangat penting karena berlangsungnya proses pendidikan menghendaki keterlibatan langsung antara pendidik dan peserta didik. Dengan demikian perlu adanya pengaturan terhadap kehadiran dan ketidak hadiran peserta didik di sekolah/madrsah.

3) Bimbingan dan Konseling

Menurut Mortensen dan Schmuller yang dikutip oleh Ibrahim bahwa pelaksanaan pendidikan di sekolah perlu melibatkan bimbingan yang terarah. Pengertian bimbingan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 “bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenali lingkungan, dan merencanakan masadepan, bimbingan diberikan oleh guru pembimbing”.

a) Personalia bimbingan

Menurut Sujanto (2007), personalia atau tenaga bimbingan diangkat sekolah/madrasah adalah kepala sekolah/madrasah, wakil kesiswaan, guru bimbingan guru mata pelajaran, wali kelas, dan pengawas.

b) Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS)

Salah satu bentuk kegiatan peserta didik di sekolah/madrasah adalah organisasi siswa intra sekolah (OSIS) adalah untuk meningkatkan iman dan taqwa, menjunjung tinggi kebudayaan nasional, meningkatkan prestasi, apresiasi dan kreasi seni sebagai dasar pembentukan luhur, serta mempertinggi semngat kebangsaan.

(36)

(Badrudin, 2014:24). Menyatakan bahwa tujuan dan fungsi manajemen pserta didik yaitu, bertujuan untuk mengatur kegiatan-kegiatan peserta didik agar menunjng proses pembelajaran di sekolah/masdrasah sehingga proses pembelajaran berjalan lancar, tertib, teratur, dan dapat memberikan kontribusi bagai pencapaian tujuan pembelajaran dan tujuan sekolah/madrasah secara efektif dan efisien. Secara khusus, manajemen peserta didik bertujuan untuk:

a. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan psikomotor peserta didik

b. Menyalurkan dan mengembangkan kemampuan umum (kecerdasan), bakat dan minat peserta didik

c. Menyalurkan aspirasi, harapan dan memenuhi kebutuhan peserta didik

d. Peserta didik mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan hidup yang lebih lanjut dapat belajar dengan baik dan mencapai cita-cita mereka.

Fungsi manajemen peserta didik secara khusus dirumuskan sebagai berikut:

1. Fungsi yang berkenaan dengan pengembangan individualitas peserta didik, yaitu agar mereka dapat mengembangkan potensi-potensi individualitasnya tanpa banyak terhambat. Potensi-potensi bawaan tersebut meliputi: kemampuan umum (kecerdasan), kemampuan khusus (bakat).

2. Fungsi yang berkenaan dengan pengembangan fungsi sosial peserta didik, yaitu agar peserta didik dapat mengadakan sosialisasi dengan sebayanya, orang tua dan keluargaya, dengan lingkungan sosial sekolahnya dan lingkungan sosial masyarakat.

3. Fungsi yang berkenaaan dengan penyaluran aspirasi dan harapan peserta didik, yaitu peserta didik dapat menyalurkan

(37)

hobi, kesenangan, dan minat. Hobi dan minat peserta didik perlu disalurkan karena dapat menunjang perkembangan diri peserta didik secara keseluruhan.

4. Fungsi yang berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan peserta didik ialah agar peserta didik sejahtera dalam hidupnya.

d. Prinsip-prinsip manajemen peserta didik

(Prihatin, E, 2011:11).Menyatakan bahwa adapun prinsip-prinsip manajemen peserta didik yaitu:

a. Manajemen peserta didik sebagai bagian dari keseluruhan manajemen sekolah. Sehingga harus mempunyai kesamaan visi, misi dan tujuan manajemen sekolah secara keseluruhan. Penetapan manajemen peserta didik ditetapkan pada kerangka manajemen sekolah, tidak boleh ditmpat di luar sekolah

b. Segala bentuk kegiatan manajemen peserta didik harus mengembangkan visi pendidikan dalam rangka mendidik peserta didik

c. Kegiatan manajemen peserta didik harus diupayakan untuk mempersatukan peserta didik yang mempunyai aneka ragam latar belakang dan mempunyai bakat yang berbeda. Perbedaan diantara peseeta didik tidak diarahkan pada konflik diantara mereka, akan tetapi justru untuk mempersatukan dan saling memahami dan menghargai.

d. Kegiatan manajemen peserta didik harus dipandang sebagai uapaya pengaturan terhadap pembimbingan peserta didik, diperlukan kerjasama yang baik dan harmonis antara pembimbing dan yang dibimbing atau peserta didik.

e. Kegiatan manajemen peserta didik harus mendorong dan mengacu kemandirian peserta didik, dimana kemandirian akan memotivasi anak untuk selalu tergantung pada orang lain, dan dapat melakukan segala kegiatan secara mandiri. Hal itu sangat

(38)

bermanfaat bagi peserta didik dilingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat.

e. Penerimaan peserta didik baru

1) Kebijakan penerimaan peserta didik baru

Kebijakan operasional penerimaan peserta didik baru memuat aturan mengenai jumlah peserta didik yang dapat diterima disuatu sekolah. Penentuan mengenai jumlah peserta didik, tentu juga didasarkan atas kenyataan-kenyataan yang ada di sekolah (faktor kondisional sekolah). Faktor kondisional sekolah tersebut meliputi: daya tampung kelas baru, kriteria mengenai siswa yang diterima, anggaran yang tersedia, sarana dan prasarana yang ada, tenaga kependidikan yang tersedia, peserta didik yang tinggal dikelas satu (Asmendri, 2014:38).

Kebijakan penerimaan peserta didik, juga memuat sistem pendaftaran dan seleksi atau penjaringan yang akan diberlakukan untuk peserta didik. Kebijakan ini juga berisi waktu pendaftaran, kapan dmulai dan kapan diakhiri, selanjutnya juga memuat personalia-personalia yang akan terlihat adalam pendaftaran, seleksi dan penerimaan peserta didik.

Kebijakan penerimaan peserta didik ini dibuat berdasarkan petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Petunjuk demikian harus dipedomani karena ia memang dibuat dalam rangka menempatkan calon peserta didik sebagaimana yang diinginkan atau yang diidealkan (Imron,A, 2012:42).

2) Sistem penerimaan peserta didik

Ada dua sistem peneriaan peserta didik baru. Pertama, dengan menggunakan sistem promosi, sedangkan yang kedua dengan menggunakan sistem seleksi. Promosi adalah upaya untuk memberitahukan atau menawarkan produk atau jasa

(39)

dengan tujuan untuk menarik konsumen atau mengonsumsinya (Menurut Rangkuti 2009).Tujuan dari promosi diantaranya memodifikasi tingkah laku, memberitahu, membujuk dan mengingatkan. Maka yang dimaksud dengan sistem promosi dalam penerimaan peserta didik adalah penerimaan peserta didik, yang sebelumnya tanpa menggunakan seleksi. Mereka yang mendaftar sebagai peserta didik diterima semua begitu saja. Sehingga mereka yang mendaftar sebagai peserta didik tidak ada yang ditolak. Sistem promosi demikian, secara umum berlaku pada sekolah-sekolah yang pendaftarannya kurang dari jatah atau daya tampung yang ditentukan.

Kedua adalah sistem seleksi. Sistem seleksi ini dapat dibagi menjadi tiga macam. Pertama, seleksi berdasarkan Penelusuran Minat dan Kemampuan (DANEM), dan yang ketiga seleksi berdasarkan hasil tes masuk (Asmendri, 2014:39).

3) Kriteria penerimaan peserta didik baru

Ada tiga kriteria penerimaan peserta didik. Pertama, kriteria acuan patokan (standard criterian referenced), yaitu suatu penerimaan peserta didik yang didasarkan atas patokan-patokan yang telah ditentukan sebelumnya. Kedua, kriteria acuan norma (norm criterian referenced), yaitu penerimaan calon peserta didik yang didasarkan atas keseluruhan potensi calon peserta didik yang mengikuti seleksi. Dalam hal ini sekolah menetapkan kriteria sekolah menetapkan kriteria penerimaan berdasarkan prestasi keseluruhan peserta didik.

Ketiga, kriteria yang didasarkan atas daya tampung sekolah/madrasah, sekolah terlebih dahulu menentukan berapa jumlah diterima. Setelah sekolah menentukan, kemudian merangking prestasi siswa mulai dari prestasi paling tinggi paling rendah (Imron, A, 2012:45).

(40)

4) Prosedur Penerimaan Peserta Didik Baru

Penerian peserta didik termasuk salah satu aktivitas penting dalam manajemen peserta didik. Sebab aktivitas penerimaan ini menentukan seberapa kualitas input yang dapat diterima oleh sekolah

Adapun langkah-langkah penerimaan peserta didik adalah sebagai berikut:

a) Pembentukan panitia penerimaan peserta didik baru

Kegiatan yang pertama kali yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam penerimaan peserta didik baru adalah pembentukan panitia. Panitia ini dibentuk dengan maksud ahar secepat mungkin melaksanakan pekerjaannya. Panitia yang sudah terbentuk, umumnya diformalkan dengan menggunakan Surat Keputusan (SK) Kepala Sekolah. Susunan panitia penerimaan peserta didik baru dapat mengambil alternatif sebagai berikut:

1. Ketua Umum : Kepala Madrasah

2. Ketua Pelaksana : Wakil Kepala Madrasah Urusan Kesantrian

3. Sekretaris : Kepala Tata Usaha atau Guru 4. Bendahara : Bendaharawan Sekolah 5. Pembantu Umum : Guru

6. Seleksi-Seleksi : Guru

i. Seksi Kesekriatan : Pegawai TU ii. Seksi Pengumuman/Publikasi : Guru

iii. Seksi Pendaftaran : Guru

iv. Seksi Seleksi : Guru

(41)

Adapun deskrpsi tugas masing-masing panitia adalah a. Ketua umum

Bertanggung jaawab secara umum atas pelaksanaan peserta didik baru, baik sifatnya kedalam, maupun keluar.

b. Ketua pelaksana

Bertanggung jawabats terselenggaranya penerimaan peseta didik baru sejak awal perencanaan sampai dengan yang diinginkan

c. Sekretaris

Bertanggung jawab atas tersusunnya konsep menyeluruh mengenai penerimaan peserta didik baru d. Bendahara

Bertanggung jawab atas pemasukan dan pengeluaran anggaran penerimaan peserta didik baru dengan sepengetahuan ketua pelaksana.

e. Pembantu umum

Membantu ketua umum, ketua pelakasana, sekretaris dan bendahara jika sedang dibutuhkan.

f. Seksi kesekretariatan

Membantu sekretaris dalam hal pencatatan, penyimpanan, pengadaan, pencarian kembali dan pengiriman konsep-konsep, keterangan, data yang diperlukan dalam penerimaan peserta didik baru.

g. Seksi pengumuman/pulikasi

Mengumumkan penerimaan peserta didik baru sehingga dapat diketahui orang sebanyak mungkin calon peserta didik yang adapat memasuki sekolah.

h. Seksi pendaftaran

Seperti melakukan pendaftaran calon peserta didik baru berdasarkan ketentuan dan persyaratan yang telah

(42)

ditentuakan dan melakukan pendaftaran ulang atas peserta didik yang telah diterima.

i. Seksi kepegawaian

Mengatur para pengawas sehingga mereka melakukan tugas pengawasan ujian secara tertib dan disiblin

j. Seksi seleksi

Mengadakan seleksi atas peserta didik berdasarkan ketentuan yang telah dibuat bersama.

b) Rapat penerimaan peserta didik baru

Rapat penerimaan peserta didik baru dipimpin oleh wakil kepala sekolah urusan kesiswaan. Pembicaraan dalam rapat ini adalah keseluruhan ketentuan penerimaan peserta didik baru. Dalam rapat ini, keseluruhan anggota panitia dapat berbicara sesuai kapasitas masing-masing. Aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan dibicarakan setuntas mungkin sehingga setelah selesai rapat, seluruh anggota panitia tinggal menindak lanjuti saja

Hasil rapat panitia penerimaan peserta didik baru tersebut dicatat dalam buku notulen rapat. Buku notulen rapat meripakan buku catatan tentang rapat yang dapat dijadikan sebagai salah satu bahan untuk membuat keputusan-keputusan sekolah (Imron,A. 2012:51).

c) Pembuatan, Pengiriman/Pemasangan Pengumuman

Menurut (Imron, A, 2012:56). Setelah rapat mengenai penerimaan peserta didik baru berhasil mengambil keputusan-keputusan penting, seksi pengumuman, membuat pengumuman berisi hal-hal sebagai berikut: (1) Gambaran singkat mengenai sekolah, meliputi sejarah,

kelengkapan gedung yang dimiliki, fasilitas-fasilitas yang dimiliki serta tenaga kependidikan, guru, pustakawan, labor dan sebagainya

(43)

(2) Persyaratan pendaftaran peserta didik baru yang meliputi:

(a) Lulusan ujuan yang ditunjukkan dengan Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) atau Surat Keterangan Kepala Sekolah/madrasah yang menyatakan lulus.

(b) Berkelakuan baik yang ditujukan dengan Surat Keterangan Berkelakukan Baik dari POLRI atau Kepala Sekolah/madrasah.

(c) Berbadan sehat yang ditujukan dari Surat Keterangan dari Dokter.

(d) Salinan STTB/Surat Keterangan Lulusan dari Kepala Sekolah dengan daftar nilai yang dimiliki. (e) Salinan lapor peserta didik dari sekolah

sebelumnya

(f) Membayar uang pendaftaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(g) Melampirkan pas foto ukuran 4x6 sesuai yang diminta oleh sekolah

(h) Batasan umur (yang ditujukkan dengan Surat keterangn kelahiran).

(3) Cara pendaftaran meliputi, pendaftaran secara kolektif melalui kepa sekolah tempat dimana peserta didik tersebut sebelumnya sekolah. Kedua pendaftaran secara individual oleh masing-masning calon peserta didik.

(4) Waktu pendaftaran, yang memuat keterangan waktu pendaftaran dimulai dan kapan diakhiri, yang meliputi hari, tanggal dan jam pelayanan

(5) Tempat pendaftaran yang menyatakan dimana saja calon peserta didik tersebut dapat mendaftarkan diri

(44)

(6) Berapa uang pendaftaran, dan kepada siapa uang tersebut harus diserahkan (melalui petuga pendaftaran atau bank yang ditunjuk) serta bagaiman cara pembayaran (tunai atau berangsur).

(7) Waktu dan tempat seleksi dilakukan (hari, tanggal, jam dan tempat).

(8) Kapan pengumuman hasil seleksi diumumkan, dan dimana calon peserta didik tersebut memperolehnya. d) Pendaftaran Calon Peserta Didik

Pendaftaran calon peserta didik merupakan kegiatan awal bagi peserta didik untuk melanjutkan pada tingkatan yang lebih tinggi lagi. Harusdisediakan pada saat pedaftaran peserta didik baru adalah loket pendaftaran, loket informasi dan loket formulir pendaftaran. Sedangkan yang harus diketahui oleh calon peserta didik adalah kapan formulir noleh diambil, bagaimana cara pengisian formulir dan kapan formulir yang sudah terisi dikembalikan (Asmendri, 2014: 49).

e) Seleksi peserta didik

Seleksi peserta didik baru dengan menggunakan nilai rapat (jika menggunakan sistem PMDK), nilai Ebtanas murni (jika menggunakan DANEM) dan juga menggunakan tes (Imron, A, 2012:60).

f) Penentuan Peserta Didik yang Diterima

Pada sekolah-sekolah yang sistem penerimannya berdasarkan DANEM, ketentuan siswa yang diterima didasarkan atau rangkaian DANEM yang dibuat, sedangkan sekolah yang memakai PMDK, ketentuan penerimaan didasarkan atas hasil rangkaian raport peserta didik, sedangkan sistem penerimaan menggunakan sistem tes, berdasarkan hasil tes(Prihatin, 2011:60).

(45)

g) Pendaftaran Ulang

Peserta didik yang mendaftar ulang dicatat dalam buku induk sekolah. Kemudian yang dimaksud dengan buku induk sekolah yaitu buku yang memuat data penting mengenai peserta didik yang bersekolah disekolahnya. 3. Budaya Religius

a. Pengertian Budaya Religius

Budaya atau culture merupakan istilah yang datang dari disiplin antropologi sosial. Dalam dunia pendidikan budaya dapat digunakan sebagai salah satu transmisi pengatahuan, sebenarnya yang tercakup dalam budaya sangatlah luas. Budaya seperti sofware yang berada dalam otak manusia, yang menentukan persepsi, mengidentifikasi apa yang dilihat, mengarahkan fokus pada satu hal, serta menghindar dari hal yang lain.Menurut kamus besar bahasa Indonesia, budaya diartikan sebagai: pemikiran, adat istiadat, sesuatu yang sudah berkembang, sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sulit diubah, menurut Kottler dan Henskett, dapat diartikan sebagai totalitas pola perilaku, kesenian, kepercayaan, kelembagaan dan semua produk lain dari karya dan pemikiran manusia yang mencirikan kondisi suatu masyarakat atau penduduk yang ditransmisikan bersama (Faturrohman, 2015:43).

Menurut Tylor dalam Faturrohman, 2015:44. Budaya merupakan suatu kesatuan yang unik dan bukan jumlah dari bagian suatu kemampuan kreasi manusia yang immaterial, berbentuk kemampuan psikologi seperti ilmu pengetahuan, teknologi, kepercayaan, keyakinan, seni.

Budaya religius adalah sekumpulan nilai-nilai agama yang melandasi perilaku, tradisi kebiasaan keseharian, dan sombol-simbol yang dipraktikkan oleh kepala sekolah, guru, petugas administrasi, peserta didik, dan masyarakat sekolah. sebab itu budaya tidak hanya berbentuk simbolik semata sebagaimana yang

(46)

tercermin diatas, tetapi didalamnya penuh dengan nilai-nilai. Budaya religius sekolah merupakan caraberfikir dan cara bertindak warga sekolah yang didasarkan atas nilai-nilai religius (keberagamaan). Religius mnerurut islam menjalankan ajaran agama secara menyeluruh, yaitu dengan melaksanakan seluruh perintah Allah dan menjauhi segala larangannya(Sahlan,A, 2010:75).

Sidi Gazalba, memberikan deskripsi tentang pengertiana agama atau religi , menjelsakan sebagai berikut, religi adalah suatu kesatuan unsur yang komprehensif, yang menjadikan seseorang disebut sebagai orang yang beragama (being religius), dan bukan sekedar mengakui mempunyai agama (having religius). Religiusitas meliputi pengetahuan agama, pengalaman agama, perilaku (moralitas) agama, dan sikap sosial keagamaan. Dalam islam, religiusitas pada gasris besarnya tercermin dalam dalam pengalaman akidah, syari’ah dan akhlak. Atau dengan uangkapan lain: iman, islam, ikhsan. Bila semua unsur diatas telah dimiliki seseorang, maka dapat dikatakan bahwa individu tersebut merupakan insan beragama yang sesungguhnya (Zakaria Firdaus, 2017. Pengaruh Pendidikan Agama Islam dan Budaya Religius Sekolah Terhadap Kecerdasan Emosional dan Spritual Siswa. Vol.5:49).

Budaya religius lembaga pendidikan adalah uapaya terwujudnya nilai-nilai ajaran agama sebagai tradisi dalam berperilaku dan budaya organisasi diikuti oleh seluruh warga di lembaga pendidikan tersebut, dengan menjadikan agama sebagai tradisi dalam lembaga pendidikan maka secara sadar maupun tidak ketika warga lembaga mengikuti tradisi yang telah tertanam sebnarnya warga lembaga pendidikan sudah melakukan ajaran agama. Oleh karena itu, untuk membudayakan nilai-nilai keberagamaan (religius) dapat dilakukan dengan beberapa cara

(47)

antra lain melalui: kebijakan pimpinan sekolah, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dikelas, kegiatan ekstrakurikuler diluar kelasserta tradisi dan perilaku waga sekolah secara kontinyu dan konsisten, sehingga tercipta religious culture tersebut di lingkungan sekolah (Faturrohman, 2015:52).

Di dalam Al-Qur’an Allah Swt menyebutkan bahwa betapa perlunya budaya religius di sekolah dalam surah Al-Rum ayat 30 yang menyatakan:

  Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Dari ayat diatas menjelaskan bahwa penciptaan budaya religius yang dilakukan disekolah semata-mata karena merupakan pengembangan dari potensi manusia sejak lahir atau fitrah. Ajaran Islam yang diturunkan Allah melalui Rasuln-Nya merupakan agama yang memperhatikan fitrah manusia, maka dari itu pendidikan islam harus sesuai dengan fitrah mansusia dan bertugas mengembangkan fitrah tersebut.

(Sahlan, 2010:77). Menjelaskan bahwa dalam penguatan karakter religius dapat dilakukan melalui: peraturan kepala sekolah/madrasah, implementasi kegiatan belajar mengajar, kegiatan ektrakurikuler, budaya dan perilaku yang dilaksanakan semua warga sekolah secara terus-menerus. Sehingga penguatan karakter berbasis religiusdapat tercapai sesuai yang diharapkan oleh sekolah.Beberapa upaya yang dapatdilakukan untuk mewujudkan kegiatan tersebut adalah mencontohkanketeladanaan, menciptakan lingkungan yang kondusif, dan ikut berperan aktif

(48)

(Suryati, E. Y. 2018. Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Religius. ISSN Cetak :2622-1276).

b. Model Penciptaan dan Pengembangan Budaya Religius

Secara umum budaya dapat terbentuk secara prescrptive dan dapat pula secra terprogram sebagai learningproces atau solusi terhadap masalah. Pertama terbentuknya budaya religius di lembaga pendidikan melalui peraturan, peniruan, penganutan, dan penataan suatu skenario (tradisi, perintah) dari atas atau dari luar pelaku budaya yang bersangkutan. Kedau adalah pembentukan budaya secara terprogram melalui learning proces. Pola ini bermula dari dalam diri pelaku budaya dan suara kebenaran, keyakunan, anggapan atau dasar dipegang teguh sebagai pendirian dan diaktualisasikan menjadi kenyataan melalui sikap dan perilaku (Chotimah, C, 2014:371).

c. Model pembentukan budaya religius di lembaga pendidikan

Situasi dan kondisi tempat model serta penerapan nilai yang menjadi dasar penanaman religius, yaitu:

1) Menciptakan budaya religius (karakter religius) yang bersifat vertikal dapat diterapkan melalui kegiatan peningkatan hubungan dengan Allah SWT baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Pelaksanaan kegiatan religius di sekolah yang bersifat ibadah, diantaranya sholat berjama’ah, membaca ayat suci Al-Qur’an, berdo’a bersama dan sebagainya.

2) Menciptakan budaya religius (karakter religius) yang bersifat horisontal yaitu lebih menempatkan sekolah sebagai institusi sosial yang berbasis religius dengan menciptakan hubungan antar sosial yang baik. Jenis hubungan sosial antar manusia dpat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: (a) hubungan antar atasan dan bawahan, (b) hubungan profesional, (c) hubungan sederajat atau sukarela berdasarkan nilai-nilai religius, seperti persaudaraan, kedermawanan, kejujuran, saling menghormati

(49)

dan sebagainya(suryati. 2018. Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Religius. ISSN:2622-1276).

(Faturrohman, 2015:105). Menyatakan bahwa model penciptaan budaya religius sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi tempat model itu akan diterapkan. Adapun model penciptaan budaya religius yaitu:

1) Model struktural, yaitu penciptaan budaya religius yang disemangati oleh adanya peraturan-peraturan, pembangunan kesan, baik dari dunia luar atas kepemimpinan atau kebijakan suatu lembaga pendidikan atau suatu organisasi. Model ini biasanya “top down”, yaitu kegiatan keagamaan atas prakarsa atau intruksi dari pejabat atau pimpinan atasan. Budaya religius yang ada di lembaga pendidikan biasanya bermula dari penciptaan suasana religius yang diserta penanaman nilai-nilai religius secara istiqomah. Penerapan suasana religius dilakukan dengan mengadakan kegiatan keagamaan dilingkungan lembaga pendidikan

2) Model formal, yaitu penciptaan budaya religius yang didasari pemahaman bahwa pendidikan agama adalah upaya manusia untuk mengajarkan masalah-masalah kehidupan akhirat saja atau kehidupan ruhani saja, sehingga pendiidkan agama pedidikan agama dihadapkan dengan non-keagamaan. Model penciptaan budaya religius tersebut berimplikasi terhadap pengembangan pendidikan agama yang lebih berorientasi pada keakhiratan, sedangkan maslah masalah dunia dianggap tidak penting. Penerapan buaya religius yang menggunakan model formal atau semangat keyakinan akan kehidupan manusia setelah mati. Bahwa kehidupan manusi yang sejati adalah bahwa kehidupan setelah mati, dan hidup didunia adalah tahap yang harus dilewati oleh manusia untuk mencari bekal untuk kehidupan setelah mati

(50)

3) Model mekanik, yaitu penciptaan buadaya religius yang didasari oleh pemahaman bahwa kehidupan terdiri atas berbagai aspek, dan pendidikan dipandang sebagai penanaman dan pengembangan seperangkat nilai kehidupan, yang masing-masning bergerak dan berjalan menurut fungsinya. Masing-masning gerak bagaikan sebuah mesinyang terdiri atas beberapa komponen atau elemen-elemen, yang masing-masing menjalankan fungsinya sendiri-sendiri dan diantara satu dengan lainnya bisa saling berkonsultasi .

4) Model organik, yaiu penciptaan budaya religius yang disemangati oleh adanya pandangan bahwa pendidikan agama adalah kesatan atau sebagai sistem (yang terdiri atas komponen-komponen yang rumit) yang berusaha mengembangkan pandangan/sikap hidup agamis, yang dimanifestasikan dalam sikap hidup dan keterampilan hidup yang religius. Model penciptaan budaya religus ini berimplikasi terhadap pengembangan pendidikan agama yang dibangun dari fundamental doctrins nfundamental values yang tertuang dan terkandung dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah shihahsebagai sumber pokok.

d. Proses Terbentuknya Budaya Religius Sekolah

Menurut Asmaun Sahlan, 2010:82). Secara umum budaya dapat terbentuk secara prescriptive dan dapat pula secara terprogram sebagai learning process atau solusi terhadap suatu masalah.

1) yang pertama adalah pembentukan atau terbentuknya budaya religius sekolah melalui peraturan, peniruan, penganutandan penataan suatu skenario (tradisi, perintah)dari atas atau dari luar pelaku budaya yang bersangkutan. Pola ini disebut pola pelakonan, modelnya sebagai berikut:

(51)

Gambar. 1 Pola Pelakonan

2) Pembentukanbudaya secara terprogram melalui learning process. Pola ini berasal dari dalam diri pelaku budaya, dan suara kebenaran, keyakinan, anggapan dasar atau dasar yang dipegang teguh sebagai pendirian, dan diaktualisasikan menjadi kenyataan melalui sikap dan perilaku. Kebenaran itu diperoleh melalui pengalaman atau pengkajian trial and eror dan pembuktiannya adalah peragaan pendiriannya tersebut. Itulah sebabnya pola aktualisasi disebut pola peragaan, modelnya adalah sebagai berikut:

Gambar.2 Pola peragaan

Berkaitan dengan hal diatas,menurut (Tasmir dalam Asmaun sahlan, 2010:84). Strategi yang dapat dilakukan oleh

Tradisi, Perintah

Skenario dari luar, dari atas

Penganutan

Penataan Peniruan Penurutan

PENDIRIAN di dalam diri pelaku budaya

Sika p

Perilaku Raga (kenyataan)

(52)

praktisi pendidikan untuk membentuk budaya religius di sekolah , diantaranya melalui:

a) memberikan contoh (teladan) b) membiasakan hal-hal yang baik c) menekankan disiplin

d) 4. memberikan motivasi dan dorongan e) 5. memberikan hadiah terutama psikologis f) 6. menghukum (dalam rangka mendisiplinkan)

g) 7. penciptaan budaya religius yang berpengaruh bagi pertumbuhan anak.

e. Wujud budaya religius di sekolah

(Koentjoroningrat dalam Sahlan, 2010:116).Menyatakan prosese pembudayaan dilakukan dilakukan melalui tiga tatanan yaitu:

1) Tataran nilai yang dianut , yaitu merumuskan secara bersama-sama nilai agama yang disepakati dan perlu dikembangkan di sekolah, untuk selanjutnya dibangun komitmen dan loyalitas bersama diantara semua warga sekolah terhadap nilai-nilai yang telah disepakati.

2) Tataran praktik keseharian, nilai-nilai keagamaan yang telah disepakati tersebut diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku keseharian oleh semua warga sekolah. proses pengembangannya dilakukan melalui tiga tahap: (1) sosialisai nilai-nilai agama yang disepakati sebagai sikap dan perilaku ideal yang ingin dicapai pada masa mendatang di sekolah. (2) penetapan action plan mingguan atau bulanan sebagai tahapan dan langkah sisitematis yang akan dilakukan oleh semua pihak di sekolah dalam mewujudkan nilai-nilai agama yang telah disepakati tersebut. (3) pemberian penghargaan terhadap yang berprestasi.

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi yang berjudul: Korelasi antara Manajemen Peserta Didik dengan Kedisiplinan Peserta Didik di Pondok Pesantren Modern Al-Furqon Banjarmasin, Nama Muhammad Rhobiyo

[r]

Panliten iki nggunakake tintingan Sosiologi Sastra kang mujudake panliten kualitatif deskriptif. Metode deskriptif digunakake kanggo ngrembug uga ngandharake

Kegiatan-kegiatan dimaksudkan untuk digunakan dengan kelompok kecil dari anak-anak yang memiliki masalah berbahasa dengan menggunakan prosedur ini, memilih kegiatan

Untuk mengetahui bahwa solar tracker berfungsi sesuai dengan perancangan, maka arus solar panel yang dirancang dibandingkan dengan arus keluaran solar panel tanpa

Gabungan derajat hemofilia secara klinis dan keterlibatan sendi memiliki nilai prediksi yang lebih baik terhadap kualitas hidup terkait kesehatan pasien hemofilia dewasa.. Kata

menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kesetaraan berarti sama tingkatannya (pangkatnya, kedudukannya) dan kesetaraan berarti perihal kesamaan

Interpretasi dan ketajaman analisis dari penulis terhadap hasil yang diperoleh dikemukakan di sini, termasuk pembahasan tentang pertanyaan-pertanyaan yang timbul