LAPORAN LAPANGAN
LAPORAN LAPANGAN
SEDIMENTOLOGI
SEDIMENTOLOGI
ANALISIS KERAKAL
ANALISIS KERAKAL
Disusun oleh: Disusun oleh:Reyhan Ahmad Pragiwaka Reyhan Ahmad Pragiwaka
21100117140070 21100117140070
LABORATORIUM SUMBER DAYA ENERGI,
LABORATORIUM SUMBER DAYA ENERGI,
SEDIMEN, DAN PALEONTOLOGI
SEDIMEN, DAN PALEONTOLOGI
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
SEMARANG
APRIL 2018
APRIL 2018
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan lapangan Sedimentologi acara Analisis Kerakal ini t elah disahkan pada:
hari :
tanggal :
pukul :
Sebagai tugas Laporan lapangan Sedimentologi mata kuliah Sedimentologi.
Semarang, April 2018
Asisten acara, Praktikan,
Nurus Syamsa Aulia Reyhan Ahmad Pragiwaka
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... i DAFTAR ISI ... ii BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Maksud ... 1 1.2 Tujuan ... 11.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 1
BAB II PERHITUNGAN DATA ... 2
2.1 Parameter Bentuk Butir ... 2
BAB III PEMBAHASAN ... 8
BAB IV KESIMPULAN ... 11
DAFTAR PUSTAKA ... 12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Maksud
Maksud dari kegiatan lapangan praktikum sedimentologi acara analisis kerakal adalah sebagai berikut:
Mengambil sampel kerakal batuan sedimen dan batuan beku di tiga titik baik lokasi hulu sungai maupun hilir sungai.
Menghitung densitas dari masing-masing batuan
Menghitung nilai sphericity, roundness, flatness ratio, dan oblate- prolate dari tiap batuan
1.2 Tujuan
Maksud dari kegiatan lapangan praktikum sedimentologi acara analisis kerakal adalah sebagai berikut:
Menginterpretasikan mekanisme transportasi yang dialami oleh batuan.
Mengetahui intensitas abrasi secara kualitatif yang telah dialami oleh batuan
Mengetahui parameter bentuk butir dari kerakal 1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Pengambilan sampel kerakal dilaksanakan pada: hari, tanggal : Minggu, 25 Februari 2018
pukul : 07.00 WIB – selesai
BAB II
PERHITUNGAN DATA
2.1 Parameter Bentuk Butir a. Bentuk (
Shape/F orm
)Bentuk butir didefinisikan sebagai ruang geometris dari sebuah butir. T.Zingg, 1935 mendefinisikannya sebagai dimnsi relative dari sumbu paling panjang (L), sedang (I), dan pendek (S) dari partikel yang kemudian digunakan untuk memisahkannya kedalam 4 golongan, yaitu oblate(tabular) , equent (kubik), bladeddan prolate (berbentuk batang).
Gambar 2.1 Klasifikasi Zingg dalam Bentuk Pebble
b. Sphericity (Ψ)
Spherecity adalah ukuran yang menggambarkan kecenderungan suatu bentuk butir kearah bentuk membola sehingga secara tiga dimensi ukuran sumbunya mendekati sama (Tucker, 1991, h.15). Ada beberapa persamaan untuk menentukan harga sphericity ini, antara lain :
Friedman dan Sanders (1978)
Mendefinisikan Spherecity adalah perbandingan luas permukaan partikel (Ap) dan luas permukaan lengkung yang
volumenya sama (As).
= Ap = luas permukaan partikel
As = Luas permukaan bola yang volumenya = volume partikel
Menurut Krumbein (1958) : ψp = 3 1 3 . .
L S I L Keterangan:L = Long Intercept (a)
I = Intermediet Intercept (b) S =Short Intercept
Menurut Folk (1958)
Dalam praktek, Vp luas permukaan partikel dan Vcs adalah volume lengkung terkecil yang melingkungi partikel.
PengukuranSpherecityharus mempertimbangkan tingkah laku hirdolika yang mengontrol partikel. Partikel cenderung terorientasi menurut bidang sumbu panjang dan menengah yang dikenal dengan proyeksi maksimum Spherecity(ψp), diformulakan:
ψ p = 3 1 2 .
I L S Keterangan: S = diameter pendek L = diameter panjang I = diameter menengah.Tabel 2.1 Skala Spheri cityMenurut Folk 1968 Ukuran (mm) Bentuk < 0,6 Very Elongated 0,6 – 0,63 Elongated 0,63 – 0,66 Sub Elongated 0,66 – 0,69 Intermediate Shape 0,69 – 0,72 Sub Equent 0,72 – 0,75 Equent 0,75 < Very Equent
Gambar 2.2 Sumbu-sumbu L (a), I (b) dan S (c) pada partikel sedimen
Menurut Wedell (1935)
Dalam praktek, luas permukaan partikel tidak teratur, oleh karena itu tidak mungkin untuk diukur. Untuk mudahnya, dilakukan pengukuran volume dalam air, sehingga Sphericity menjadi:
ψо = 3 1
Vcs
Vp
Keterangan :Vp = Volume partikel (diukur dengan Air)
Vcs = Volume dari bola yang mencangkup volume partikel (circumbing sphere)
c.
Roundness
(Rd)Roundness adalah sifat bentuk partikel yang berhubungan dengan ketajaman atau kelengkungan tepi dan pojok-pojoknya (Friedman, 1978, h.61). Roundness secara geometri tidak tergantung dari Spherecity .
Definisi secara teoritis,roundness(Rd = ρ) menyatakan hubungan antara
radius tepi dan pojok butiran (r), jumlah pojok yang diukur (N), dan radius lingkaran maksimum yang digambarkan (R). Ada beberapa cara untuk menentukan harga roundness, yaitu:
Menurut Wadell (1932)
N
R
r
N
R
r
p
Rw
.
)
/
(
Keterangan:r = jari-jari tiap sudut
R = jari-jari maksimum lingkaran dalam N = jumlah sudut
Gambar 2.3 Diagram yang Menunjukkan Pengukuran Jari-Jari
Tester dan Bay
% 4 ' ' ' ' BC CD DA AB Rd % 100 ' ' x AB aa AB AB ... %, 100 ' ' x dst BC bb BC BC Gambar 2.4 Pengukuran dengan
Dial Caliper
Gambaran mengenai harga roundness dan sphericity telah dibuat oleh Power (1953) sebagai berikut:
Gambar 2.5 Kategori
Roundness
danspheri city
Tabel 2.2 Klasifikasi derajat kebundaran Class Name Powers (1949) Pettijhon
(1949) Folk (1955) Very Angular Angular Subangular Subrounded Rounded Well rounded 0,12 – 0,17 0,17 – 0,25 0,25 – 0,35 0,35 – 0,49 0,49 – 0,70 0,70 – 1,00 0,00 – 0,15 0,15 – 0,25 0,25 – 0,40 0,40 – 0,60 0,60 – 1,00 0,00 – 1,00 1,00 – 2,00 2,00 – 3,00 3,00 – 4,00 4,00 – 5,00 5,00 – 6,00
d. F lattenes R atio
(Fr)Flattenes Ratio (Fr) yaitu derajat kepipihan suatu partikel.
Menurut Wenworth (1919) C C B A Fr 2 , dimana : A = panjang B = lebar C = ketebalan Menurut Cailleux (1947, 1952) E 2 l L Fr Keterangan : L = panjang l = lebar E = ketebalan terbesar
e. Oblate-Prolate
(OP)Oblate-Prolate (OP) yaitu derajat kepipihan-kepanjangan suatu partikel.
Menurut Dobkins dan Folk (1968)
)
5
,
0
(
)
/(
.
S L I L L S OPBAB III
PEMBAHASAN
Pengambilan sampel kerakal dilakukan di dua tempat yaitu bagian hulu dan hilir Sungai Jabungan. Pada masing-masing tempat, terdapat tiga titik pengambilan. Tiap titik diambil sebanyak tiga sampel batuan sedimen dan tiga batuan beku. Data-data yang diperoleh dari perhitungan sphericity, roundness, flatness ratio, oblate- prolate, dan density dapat dijadikan dasar interpretasi mengenai kejadian apa saja
yang dialami oleh butir-butir kerakal selama transportasinya.
Sphericity adalah ukuran yang menggambarkan kecenderungan suatu bentuk butir kearah bentuk membola sehingga secara tiga dimensi ukuran sumbunya mendekati sama (Tucker, 1991). Jika sphericity dari suatu kerakal cenderungequant , maka dapat diinterpretasikan mekanisme transportasinya berupa
rolling karena bentuk kerakal yang equant (membola) akan lebih mudah bergerak dengan cara menggelinding. Abrasi yang terjadi cenderung merata sehingga kerakal akan berbentuk membola. Sebaliknya, jika spherecitydari suatu kerakal cenderung
elongated , maka dapat diinterpretasikan mekanisme transportasinya berupa sliding
karena akan sulit untuk bergerak menggelinding di dasar jika bentuknya memanjang seperti balok. Abrasi yang terjadi cenderung pada satu sisi saja sehingga akan mempertahankan bentuk baloknya.
Pada kerakal dari titik pengambilan hulu, 12 batu dari total 18 batu nilai
sphericity diklasifikasikan sebagai very equant , 1 batu diklasifikasian sebagai
equant , 2 batu diklasifikasikan sebagai intermediate shape, 3 batu diklasifikasikan sebagai very elongated . Pada bagian hulu ini, didominasi oleh batuan dengan
sphericity equant hingga very equant sehingga mekanisme transportasinya berupa
rolling karena bentuk kerakal yang equant (membola) akan lebih mudah bergerak dengan cara menggelinding. Batu dengan sphericity very elongated hingga
intermediate shape merupakan suatu anomali dari data. Kemungkinan batu tersebut merupakan batu yang baru mengalami transportasi sehingga abrasi yang dialami belum begitu intensif.
Pada kerakal dari titik pengambilan hilir, 14 batu dari total 18 batu nilai
sphericitydiklasifikasikan sebagai very equant , dan 4 batu diklasifikasikan sebagai
very elongated . Pada bagian hilir ini, didominasi oleh batuan dengan sphericity equant hingga very equant sehingga mekanisme transportasinya berupa rolling
karena bentuk kerakal yang equant (membola) akan lebih mudah bergerak dengan cara menggelinding. Abrasi yang terjadi cenderung merata sehingga kerakal akan berbentuk membola. Batu dengan sphericity very elongated merupakan suatu anomali dari data. Kemungkinan batu tersebut merupakan batu yang baru mengalami transportasi sehingga abrasi yang dialami belum begitu intensif.
Densitas dari kerakal dapat menentukan mekanisme trasnportasinya apakah berupa suspended load, saltation, atau bed load . Semakin tinggi densitas kerakal terhadap densitas fluida, maka kerakal akan cenderung mengalami transportasi berupabed load . Jika densitas kerakal lebih rendah, maka akan mengalami saltation
atau suspended load. Densitas juga berkaitan dengan energi dari arus yang membawanya. Kerakal dengan densitas yang tinggi membutuhkan energi arus yang lebih besar untuk mentransportasikannya, sehingga batuan dengan densitas tinggi seperti batuan beku akan cenderung mengalami bed load . Batuan sedimen cenderung mempunyai densitas yang lebih rendah dibandingkan dengan batuan beku. Hal ini disebabkan oleh batuan sedimen mempunyai rongga-rongga sehingga lebih bersifat porous dan permeabel. Lain halnya dengan batuan beku yang bersifat lebih kompak.
Roundness butiran pada endapan sedimenditentukan oleh komposisibutiran, ukuran butir, proses transportasi clan jarak transportnya (Boggs, 1987).Butiran dengan sifat fisik keras clan resisten seperti kuarsa clan zircon lebih sulit membulat selama proses transport dibandingkan butiran yang kurang keras seperti feldspar dan piroksen. Butiran dengan ukuran kerikil sampai berangkal biasanyalebih mudah membulat dibandingkan butiran pasir. Berdasarkan data roundness yang telah dihitung, seluruh batuan baik sedimen maupun beku pada hulu mapun hilir memiliki nilai roundness yang terolong rounded hingga well rounded . Hal ini menunjukkan resistensi batuan yang cenderung kurang sehingga intensitas abrasi
yang dialami cukup kuat untuk membuat batuan menjadi rounded hingga wellrounded .
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis dan pembahasan dari kerakal-kerakal yang terlah diamati, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut.
Pada kerakal dari titik pengambilan hulu, 12 batu dari total 18 batu nilai sphericity diklasifikasikan sebagai very equant , 1 batu diklasifikasian
sebagai equant , 2 batu diklasifikasikan sebagai intermediate shape, 3 batu diklasifikasikan sebagai very elongated . Pada bagian hulu ini, didominasi oleh batuan dengan sphericity equant hingga very equant sehingga mekanisme transportasinya berupa rolling karena bentuk kerakal yangequant (membola) akan lebih mudah bergerak dengan cara menggelinding.
Pada kerakal dari titik pengambilan hilir, 14 batu dari total 18 batu nilai sphericity diklasifikasikan sebagai very equant , dan 4 batu diklasifikasikan sebagai very elongated . Pada bagian hilir ini, didominasi oleh batuan dengan sphericity equant hingga very equant sehingga mekanisme transportasinya berupa rolling karena bentuk kerakal yangequant (membola) akan lebih mudah bergerak dengan cara menggelinding. Abrasi yang terjadi cenderung merata sehingga kerakal akan berbentuk membola
Batuan dengan densitas lebih tinggi cenderung mengalami transportasi berupa bedload. Sementara itu, batuan dengan densitas lebih rendah
cenderung mengalami transportasi saltation.
Batuan dengan roundess yang tergolong rounded hingga well rounded mengalami intensitas abrasi yang lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Boggs, S. Jr., 2006. Principles of Sedimentology and Stratigraphy: Fourth Edition, Pearson Education, Inc., New Jersey.
Folk, R.L., 1974. Petrology of Sedimentary Rocks: Hemphill Publishing Company, Austin, TX,. 182 p.
Friedman, G. M. and Sanders, J. E., 1978. Principles of sedimentology: New York-Chichester-Brisbane-Toronto, John Wiley and Sons, 792 p.
Nichols, G., 2009, Sedimentology and Stratigraphy: Second Edition; Wiley-Blackwell, UK