• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI & KERANGKA PEMIKIRAN. pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya (Hasibuan,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI & KERANGKA PEMIKIRAN. pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya (Hasibuan,"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

6

LANDASAN TEORI & KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Pengertian Manajemen

Manajemen adalah suatu ilmu serta seni yang mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya (Hasibuan, 2007). Melalui perencanaan, pengorganisasian, pengarah, dan pengendalian sumber daya organisasi. Sehingga dapat terselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain (Robbins, 2003) untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Pendapat lain dikemukakan oleh Hersey dan Blanchard (2005) yang menganggap manajemen adalah proses kerja sama dengan dan melalui orang-orang dan kelompok untuk mencapai tujuan organisasi dengan cara yang efektif.

Dari beberapa ahli menjelaskan dan dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen adalah sebuah ilmu yang mengatur pemanfaatan sumber daya serta proses kerja sama dengan orang-orang melalui perencanaan, pengorganisasian, pengarah, dan pengendalian untuk mencapai tujuan organisasi.

2.1.2 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Nawawi (2005) terdapat beberapa fungsi dari manajemen sumber daya manusia. Fungsi - fungsi manajemen sumber daya manusia tersebut antara lain sebagai berikut :

(2)

1. Pelayanan

MSDM berfungsi untuk memberikan pelayanan bagi para pekerja dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan kemampuannya agar menjadi sumber daya manusia yang kompetitif.

2. Kontrol

MSDM berfungsi untuk mengontrol perwujudan kontribusi para pekerja dalam mencapai tujuan bisnis perusahaan.

3. Pengembangan

MSDM berfungsi untuk memberikan kesempatan para pekerja untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan profesionalitasnya dalam bekerja melalui berbagai kegiatan.

4. Kompensasi dan Akomodasi

MSDM berfungsi untuk mewujudkan dan mengembangkan rasa aman dan kepuasan kerja di lingkungan para pekerja.

5. Advis

MSDM berfungsi untuk pemberian informasi, bantuan, saran dan pendapat kepada para manajer dan bahkan manajer tertinggi dalam pengambilan keputusan atau menyelesaikan masalah sumber daya manusia di lingkungan masing – masing.

2.1.3. Praktik Manajemen Sumber Daya Manusia

Praktik - praktik MSDM yang dijalankan secara efektif berguna untuk mendukung tujuan dan sasaran perusahaan. MSDM yang efektif telah terbukti dapat meningkatkan kinerja perusahaan melalui kontribusinya dalam menciptakan kepuasaan karyawan dan pelanggan, inovasi, produktivitas, serta

(3)

pengembangan reputasi yang baik didalam komunitas perusahaan. Menurut Noe et al (2010), praktik – praktik MSDM tersebut meliputi berbagai aktivitas, antara lain :

1. Analisis dan perancangan pekerjaan

2. Perencanaan SDM (menetapkan kebutuhan SDM) 3. Perekrutan (menarik karyawan yang potensial) 4. Seleksi (memilih karyawan)

5. Pelatihan dan pengembangan (mengajarkan karyawan cara melaksanakan pekerjaannya dan mempersiapkan mereka dimasa mendatang)

6. Kompensasi (memberikan penghargaan kepada karyawan) 7. Manajemen kinerja (mengevaluasi kinerja karyawan)

8. Hubungan antar karyawan (menciptakan lingkungan kerja yang positif)

2.2 Kompensasi

2.2.1 Pengertian Kompensasi

Kompensasi (balas jasa) langsung merupakan hak bagi karyawan dan menjadi kewajiban perusahaan untuk membayarnya. Karena disinilah letak pentingnya kompensasi bagi karyawan sebagai seorang penjual tenaga (fisik dan pikiran). Kompensasi merupakan pengeluaran dan biaya bagi perusahaan, Perusahaan mengharapkan agar kompensasi yang dibayarkan memperoleh imbalan prestasi kerja yang lebih besar dari karyawan.

Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2007) menyatakan bahwa:

“Kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan”.

(4)

Menurut Siswanto Sastrohadiwiryo (2003) adalah:

“Kompensasi adalah imbalan jasa atau balas jasa yang diberikan oleh perusahaan kepada para tenaga kerja karena tenaga kerja tersebut telah memberikan sumbangan tenaga dan pikiran demi kemajuan perusahaan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan”.

2.2.2 Jenis-jenis Kompensasi

Menurut Gary Dessler (2004) kompensasi mempunyai tiga komponen sebagai berikut :

1. Pembayaran uang secara langsung (direct financial payment) dalam bentuk gaji, dan intensif atau bonus/komisi.

2. Pembayaran tidak langsung (indirect payment) dalam bentuk tunjangan dan asuransi.

2.2.3 Tujuan Diadakan Pemberian Kompensasi

Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2007), tujuan pemberian kompensasi (balas jasa) antara lain adalah:

1. Ikatan Kerja Sama

Dengan pemberian kompensasi terjalinlah ikatan kerja sama formal antara majikan dengan karyawan. Karyawan harus mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik, sedangkan pengusaha/majikan wajib membayar kompensasisesuai dengan perjanjian yang disepakati.

(5)

2. Kepuasan Kerja

Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, status sosial, dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya.

3. Pengadaan Efektif

Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang qualified untuk perusahaan akan lebih mudah.

4. Motivasi

Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan mudah memotivasi bawahannya.

5. Stabilitas Karyawan

Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal konsistensi yang kompentatif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turn-over relatif kecil.

6. Disiplin

Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan semakin baik. Mereka akan menyadari serta mentaati peraturan-peraturan yang berlaku.

7. Pengaruh Serikat Buruh

Dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh dapat dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya. 8. Pengaruh Pemerintah

Jika program kompensasi sesuai dengan undang-undang perburuhan yang berlaku (seperti batas upah minimum) maka intervensi pemerintah dapat dihindarkan.

(6)

2.2.4 Sistem Kompensasi

Sistem pembayaran kompensasi yang umum diterapkan adalah: 1. Sistem Waktu

Dalam sistem waktu, besarnya kompensasi (gaji, upah) ditetapkan berdasarkan standar waktu seperti jam, minggu, atau bulan.

2. Sistem Hasil (Output)

Dalam sistem hasil, besarnya kompensasi/upah ditetapkan atas kesatuan unit yang dihasilkan pekerja, seperti per potong, meter, liter, dan kilogram. 3. Sistem Borongan

Sistem borongan adalah suatu cara pengupahan yang penetapan besarnya jasa didasarkan atas volume pekerjaan dan lama mengerjakannya.

2.3 Motivasi Kerja

2.3.1 Pengertian Motivasi

Perilaku manusia sebenarnya hanyalah cerminan yang paling sederhana motivasi dasar mereka. Agar perilaku manusia sesuai dengan tujuan organisasi, maka harus ada perpaduan antara motivasi akan pemenuhan kebutuhan mereka sendiri dan permintaan organisasi. Perilaku manusia ditimbulkan atau dimulai dengan adanya motivasi. Menurut Robbins (2007) motivasi merupakan proses yang berperan pada intensitas, arah, dan lamanya berlangsung upaya individu ke arah pencapaian sasaran. Pengertian motivasi juga datang dari Marihot Tua E. H. (2002) yaitu faktor-faktor yang mengarahkan dan mendorong perilaku atau keinginan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk usaha keras atau lemah. Motivasi kerja didefinisikan sebagai kondisi yang

(7)

berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2002)

Pengertian lainnya tentang motivasi dikemukakan oleh Sopiah (2008) dengan definisi sebagai keadaan di mana usaha dan kemauan keras seseorang diarahkan kepada pencapaian hasil-hasil atau tujuan tertentu. Hasil-hasil yang dimaksud bisa berupa produktivitas, kehadiran atau perilaku kerja kreatif lainnya. Berdasarkan beberapa pengertian motivasi di atas maka dapat disimpulkan bahwa motivasi timbul dari diri sendiri untuk mencapai suatu tujuan tertentu dan juga bisa dikarenakan oleh dorongan orang lain. Tetapi motivasi yang paling baik adalah dari diri sendiri karena dilakukan tanpa paksaan dan setiap individu memiliki motivasi yang berbeda untuk mencapai tujuannya.

2.3.2 Teori Motivasi

Beberapa teori motivasi yang dikenal dan dapat diterapkan dalam organisasi akan diuraikan sebagai berikut :

1. Teori Dua Faktor Herzberg

Teori ini berdasarkan interview yang telah dilakukan oleh Herzberg. Penelitian yang dilakukan dengan menginterview sejumlah orang. Herzberg tiba pada suatu keyakinan bahwa dua kelompok faktor yang mempengaruhi perilaku adalah :

a. Hygiene Factor

Faktor ini berkaitan dengan konteks kerja dan arti lingkungan kerja bagi Individu. Faktor-faktor yang hygiene dimaksud adalah kondisi

(8)

kerja, dasar pembayaran (gaji), kebijakan organisasi, hubungan antar personal, dan kualitas pengawasan.

b. Satisfier Factor

Merupakan faktor pemuas yang dimaksud berhubungan dengan isi kerja dan definisi bagaimana seseorang menikmati atau merasakan pekerjaannya. Faktor 19 yang dimaksud adalah prestasi, pengakuan, tanggung jawab dan kesempatan untuk berkembang. Menurut teori ini faktor-faktor yang mendorong aspek motivasi adalah keberhasilan, pengakuan, sifat pekerjaan yang menjadi tanggung jawab seseorang, kesempatan meraih kemajuan, dan pertumbuhan. Sedangkan faktor - faktor hygiene yang menonjol adalah kebijaksanaan perusahaan, supervisi, kondisi pekerjaan, upah dan gaji, hubungan dengan rekan kerja sekerja, kehidupan pribadi, hubungan dengan para bawahan, status, dan keamanan. Tiga Jenis Motivasi David Mc Clelland

a) Kebutuhan Akan Prestasi

Kebutuhan akan prestasi merupakan dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses. Kebutuhan ini pada hirarki Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Ciri-ciri inidividu yang menunjukkan orientasi tinggi antara lain bersedia menerima resiko yang relatif tinggi, keinginan untuk mendapatkan umpan balik tentang hasil kerja mereka, keinginan mendapatkan tanggung jawab pemecahan masalah. n-ACH adalah motivasi untuk berprestasi, karena itu karyawan akan berusaha mencapai prestasi

(9)

tertingginya, pencapaian tujuan tersebut bersifat realistis tetapi menantang, dan kemajuan dalam pekerjaan. Karyawan perlu mendapat umpan balik dari lingkungannya sebagai bentuk pengakuan terhadap prestasinya tersebut.

b) Kebutuhan Akan Kekuasaan

Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk mengendalikan dan mempengaruhi orang lain. Kebutuhan ini pada teori Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. Mc Clelland menyatakan bahwa kebutuhan akan kekuasaan sangat berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu posisi kepemimpinan. n-pow adalah motivasi terhadap kekuasaan. Karyawan memiliki motivasi untuk berpengaruh terhadap lingkungannya, memiliki karakter kuat untuk memimpin dan memiliki ide-ide untuk menang. Ada juga motivasi untuk peningkatan status dan prestise pribadi.

c) Kebutuhan Untuk Berafiliasi atau Bersahabat

Kebutuhan akan Afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab. Individu merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan yang erat, kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan pihak lain. Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial yang tinggi.

(10)

Mc Clelland mengatakan bahwa kebanyakan orang memiliki kombinasi karakteristik tersebut, akibatnya akan mempengaruhi perilaku karyawan dalam bekerja atau mengelola organisasi. Dalam teorinya Mc Clelland mengemukakan bahwa individu mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi ini dilepaskan dan dikembangkan tergantung pada kekuatan atau dorongan motivasi individu dan situasi serta peluang yang tersedia. Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan yaitu kebutuhan akan prestasi kebutuhan, kekuasaan, dan kebutuhan afiliasi. Model motivasi ini ditemukan diberbagai lini organisasi, baik staf maupun manajer. Beberapa karyawan memiliki karakter yang merupakan perpaduan dari model motivasi tersebut.

Teori Motivasi Kebutuhan Maslow

Maslow menyatakan bahwa manusia dimotivasi untuk memuaskan sejumlah kebutuhan yang melekat pada diri setiap manusia yang cenderung bersifat bawaan (Marihot Tua E.H., 2002). Hipotesis Maslow mengatakan bahwa lima jenjang kebutuhan yang bersemayam dalam diri manusia terdiri dari :

1. Fisiologis, antara lain kebutuhan akan sandang, pangan, papan dan kebutuhan jasmani lain.

2. Keamanan, antara lain kebutuhan akan keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional.

3. Sosial, antara lain kasih sayang, rasa saling memiliki, diterima-baik, persahabatan.

(11)

4. Penghargaan, antara lain mencakup faktor penghormatan diri seperti harga diri, otonomi, dan prestasi; serta faktor penghormatan diri luar seperti misalnya status, pengakuan dan perhatian.

5. Aktualisasi Diri, merupakan dorongan untuk menjadi seseorang atau sesuai ambisinya yang mencakup pertumbuhan, pencapaian potensi, dan pemenuhan kebutuhan diri.

Sedangkan Mitchell, Vance F. Dan Pravin Moudgill (dikutip oleh Fuad Mas’ud, 2004) mengembangkan teori hierarki kebutuhan menjadi : 1. Kebutuhan keamanan

2. Kebutuhan sosial 3. Kebutuhan harga diri 4. Kebutuhan otonomi 5. Kebutuhan aktualisasi diri

Teori Douglas Mc Gregor (Teori X dan Teori Y)

Douglas Mc Gregor mengemukakan dua pandangan yang jelas berbeda mengenai manusia. Pada dasarnya yang satu negatif, yang ditandai sebagai Teori X, dan yang lain positif, yang ditandai dengan Teori Y. Menurut Teori X, empat asumsi yang dipegang manajer adalah sebagai berikut:

1. Karyawan secara inheren tidak menyukai kerja dan, bila dimungkinkan, akan mencoba menghindarinya.

2. Karena karyawan tidak menyukai kerja, mereka harus dipaksa, diawasi, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai sasaran. 3. Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari

(12)

4. Kebanyakan karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain yang terkait dengan kerja dan akan menunjukkan ambisi yang rendah.

Kontras dengan pandangan negatif mengenai kodrat manusia ini, Mc Gregor mencatat empat asumsi positif, yang disebutnya sebagai teori Y : 1. Karyawan dapat memandang kerja sebagai kegiatan alami yang sama

dengan istirahat atau bermain.

2. Orang-orang akan melakukan pengarahan diri dan pengawasan diri jika mereka memiliki komitmen pada sasaran.

3. Rata-rata orang dapat belajar untuk menerima, bahkan mengusahakan, tanggung jawab.

4. Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif menyebar luas ke semua orang dan tidak hanya milik mereka yang berada dalam posisi manajemen.

Teori ini dikemukakan oleh Clayton Alderfer yang berargumen bahwa ada 3 kelompok kebutuhan inti, yaitu :

1. Existence (eksistensi)

Kelompok eksistensi memperhatikan tentang pemberian persyaratan keberadaan materiil dasar kita, mencakup butir-butir yang yang oleh Maslow dianggap sebagai kebutuhan psikologis dan keamanan.

2. Relatedness (keterhubungan)

Hasrat yang kita miliki untuk memelihara hubungan antar pribadi yang penting. Hasrat sosial dan status menuntut terpenuhinya interaksi dengan orang-orang lain, dan hasrat ini sejalan dengan

(13)

kebutuhan sosial Maslow dan komponen eksternal pada klasifikasi penghargaan Maslow.

3. Growth (pertumbuhan)

Hasrat intrinsik untuk perkembangan pribadi, yang mencakup komponen intrinsik dari kategori penghargaan Maslow dan karakteristik-karakteristik yang tercakup pada aktualisasi diri. Berbeda dengan teori hierarki kebutuhan, teori ERG memperlihatkan bahwa lebih dari satu kebutuhan dapat berjalan pada saat yang sama, dan jika kepuasan pada kebutuhan pada kebutuhan tingkat lebih tinggi tertahan, maka hasrat untuk memenuhi kebutuhan tingkat lebih rendah meningkat.

Teori Pengharapan

Dewasa ini, salah satu dari penjelasan yang paling diterima secara luas mengenai motivasi adalah teori pengharapan (ekspektasi) dari Victor Vroom. Teori ini berargumen bahwa kekuatan dari kecenderungan untuk bertindak dengan cara tertentu bergantung pada kekuatan pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh output tertentu dan tergantung pada daya tarik output itu bagi individu tersebut. Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan mengatakan karyawan dimotivasi untuk melakukan upaya lebih keras bila ia meyakini upaya itu akan menghasilkan penilaian kinerja yang lebih baik. Oleh karena itu, teori tersebut berfokus pada 3 hubungan, yaitu :

1. Hubungan upaya – kinerja. Probabilitas yang dipersepsikan oleh individu yang mengeluarkan sejumlah upaya tertentu itu akan mendorong kinerja.

(14)

2. Hubungan kinerja – imbalan. Sampai sejauh mana individu itu meyakini bahwa berkinerja pada tingkat tertentu akan mendorong tercapainya output yang diinginkan.

3. Hubungan imbalan – sasaran pribadi. Sampai sejauh mana imbalanimbalan organisasi memenuhi sasaran atau kebutuhan pribadi individu serta potensi daya tarik imbalan tersebut bagi individu tersebut.

2.3.3 Jenis-jenis Motivasi

Ada dua jenis motivasi, yaitu motivasi positif dan motivasi negatif dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Motivasi Kerja Positif

Motivasi kerja positif adalah suatu dorongan yang diberikan oleh seorang karyawan untuk bekerja dengan baik, dengan maksud mendapatkan kompensasi untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan berpartisipasi penuh terhadap pekerjaan yang ditugaskan oleh perusahaan / organisasinya. Ada beberapa macam bentuk pendekatan motivasi positif dalam rangka meningkatkan kinerja pegawai, yaitu :

a. Penghargaan terhadap pekerjaan yang dilakukan

Seorang pemimpin memberikan pujian atas hasil kerja seorang karyawan jika pekerjaan tersebut memuaskan maka akan menyenangkan karyawan tersebut.

Teori tahapan

1. Hubungan upaya – kinerja 2. Hubungan kinerja – imbalan

(15)

3. Hubungan imbalan – tujuan pribadi b. Informasi

Pemberian informasi yang jelas akan sangat berguna untuk menghindari adanya berita-berita yang tidak benar, kesalahpahaman, atau perbedaan pendapat dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.

c. Pemberian perhatian yang tulus kepada karyawan sebagai seorang individu para karyawan dapat merasakan apakah suatu perhatian diberkan secara tulus atau tidak, dan hendaknya seorang pimpinan harus berhati-hati dalam memberikan perhatian.

d. Persaingan

Pada umumnya setiap orang senang bersaing secara jujur. Oleh karena itu pemberian hadiah untuk yang menang merupakan bentuk motivasi positif.

e. Partisipasi

Dijalankannya partisipasi akan memberikan manfaat seperti dapat dihasilkannya suatu keputusan yang lebih baik.

f. Kebanggaan

Penyelesaian suatu pekerjaan yang dibebankan akan menimbulkan rasa puas dan bangga, terlebih lagi jika pekerjaan yang dilakukan sudah disepakati bersama.

2. Motivasi Kerja Negatif

Motivasi kerja negatif dilakukan dalam rangka menghindari kesalahankesalahan yang terjadi pada masa kerja. Selain itu, motivasi kerja negatif juga berguna agar karyawan tidak melalaikan kewajiban-kewajiban

(16)

yang telah dibebankan. Bentuk motivasi kerja negatif dapat berupa sangsi, skors, penurunan jabatan atau pembebanan denda.

2.4 Turnover Intention

2.4.1 Pengertian Turnover Intention

Menurut Zeffane dikutip oleh Kurniasari (2004). Arti Intention niat atau keinginan yang timbul pada individu untuk melakukan sesuatu. Sementara turnover adalah berhentinya seseorang karyawan dari tempatnya bekerja secara sukarela dapat didefinisikan bahwa turnover intention adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela menurut pilihannya sendiri.

Harnoto (2002:2) menyatakan, “turnover intention adalah kadar atau intensitas dari keinginan untuk keluar dari perusahaan, banyak alasan yang menyebabkan timbul nya turnover intention ini dan di antara nya adalah keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik”. Pendapat tersebut juga relatif sama dengan pendapat yang telah di ungkapkan sebelum nya, bahwa turnover intention pada dasarnya adalah keinginan untuk meninggalkan (keluar) dari perusahaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa turnover intention adalah keinginan untuk keluar dari organisasi.

Model konseptual dan model empiris tentang turnover intention memberikan dukungan kuat terhadap proporsi yang menyatakan bahwa intensi perilaku membentuk determinan paling penting dari perilaku sebenarnya (actual behavior) (Lee, Mowday, O’ Really dan Cadwell, dikutip dari Kuarniasari, 2004). Sementara itu proses turnover intention sebaiknya dimulai ketika karyawan baru mulai bekerja atau menjadi

(17)

anggota organisasi. 9 Menurut Eran Vigoda dikutip oleh Kurniasari (2004) turnover merupakan suatu kontrol individu, dimana dapat memberikan hasil penelitian yang lebih cepat dan relatif mudah diprediksi dibanding perilaku intention-nya.

Menurut Zeffane dikutip oleh Kurniasari (2004) ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya turnover, diantaranya adalah faktor eksternal, yakni pasar tenaga kerja, faktor institusi yakni kondisi ruang kerja, upah, ketrampilan kerja, dan supervisi, karakteristik personal dari karyawan seperti intelegensi, sikap, masa lalu, jenis kelamin, minat, umur, dan lama bekerja serta reaksi individu terhadap pekerjaannya.

Menurut Mobley (1979) dikutip oleh Abraham Camelia (2004) tentang employee turnover, terdapat hubungan antara kepuasan kerja dan berhenti bekerja. Hubungan itu dimulai dari adanya pikiran untuk berhenti bekerja, usaha-usaha untuk mencari pekerjaan baru, berinteraksi untuk berhenti bekerja atau tetap bertahan dan yang terakhir adalah memutuskan untuk berhenti bekerja. Menurut Mobley, perasaan tidak puas akan memicu rencana untuk berhenti bekerja, yang kemudian akan mengarahkan pada usaha mencari pekerjaan baru. Industri yang memiliki angka turnover intention yang tinggi mengindikasikan bahwa karyawan tidak betah bekerja di industri tersebut. Jika dilihat dari segi ekonomi tentu industri akan mengeluarkan cost yang cukup besar karena industri sering melakukan rekruitmen yang biayanya sangat tinggi, pelatihan dan menguras tenaga serta biaya dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi suasana kerja menjadi kurang menyenangkan.

(18)

Selain itu, adanya turnover intention menurut Dalton & Todor dikutip oleh Widhiastuti (2002) 10 dapat mengganggu proses komunikasi, produktivitas serta menurunkan kepuasan kerja bagi karyawan yang masih bertahan. Organisasi selalu berusaha mencari cara menurunkan tingkat perputaran karyawan terutama dysfunctional turnover intention yang menimbulkan berbagai potensi biaya seperti biaya pelatihan yang sudah diinvestasikan pada karyawan, tingkat kinerja yang mesti dikorbankan, serta biaya rekruitmen dan pelatihan kembali.

Walaupun pada kasus tertentu perputaran kerja terdiri dari karyawan dengan kinerja rendah tetapi tingkat perpindahan kerja karyawan yang terlalu tinggi mengakibatkan biaya yang ditanggung organisasi jauh lebih tinggi dibanding kesempatan memperoleh peningkatan kinerja dari karyawan baru (Hollenbeck & Williams, 1986) dikutip oleh Kurniasari (2004:24). Berbagai studi telah menunjukkan bahwa berpindah merupakan variabel yang paling berhubungan dan lebih banyak menerangkan varians perilaku turnover intention. Tingkat intention adalah kriteria yang cukup baik untuk mengukur stabilitas yang terjadi di organisasi tersebut, dan juga bisa mencerminkan kinerja dari organisasi (Muchinsky dalam Abraham Carmeli, 2004:35).

Turnover intention mengarah pada kenyataan akhir yang dihadapi organisasi berupa jumlah karyawan yang meninggalkan organisasi pada periode tertentu, sedangkan keinginan untuk berpindah mengacu pada hasil evaluasi individu mengenai kelanjutan hubungan dengan organisasi dan belum diwujudkan dalam tindakan pasti meninggalkan organisasi (Abraham Carmeli, 2004:20). 11 Tindakan penarikan diri menurut

(19)

Abelson (1987) dalam Suwandi & Indriartoro (2000:4-9) terdiri atas beberapa komponen yang secara simultan muncul dalam individu berupa adanya pikiran untuk keluar, keinginan untuk mencari lowongan pekerjaan lain, mengevaluasi kemungkinan untuk menemukan pekerjaan yang layak di tempat lain, dan adanya keinginan untuk meninggalkan organisasi.

2.4.2 Prediksi Turnover Intention

Menurut Mueller dikutip oleh Kurniasari (2004:2-5), ada beberapa aspek yang bisa dipakai sebagai predictor dari turnover intention, yakni : 1. Variabel Kontekstual

Variabel ini adalah variabel yang terpenting dalam mempelajari perilaku. Faktor yang penting dalam permasalahan mengenai turnover intentionadalah adanya alternatif pekerjaan lain yang tersedia di luar organisasi, alternatif-alternatif organisasi dan bagaimana individu tersebut menerima nilai atau menghargai perubahan pekerjaan. Variabel kontekstual ini tercakup didalamnya adalah :

2. Alternatif-alternatif yang ada di luar organisasi (external alternatives) Adanya kecenderungan karyawan untuk meninggalkan organisasi dikarenakan adanya alternatif pekerjaan baru di luar organisasi. Sementara itu dari sisi individu, umumnya pembentuk turnover intention berdasarkan persepsi subyektif dari pasar tenaga kerja, dan umumnya individu akan benar-benar melakukan perpindahan kerja jika persepsi yang ia bentuk sesuai dengan kenyataan, dan mereka merasa aman dengan pekerjaan yang baru.

(20)

3. Alternatif-alternatif yang ada di dalam organisasi (internal alternatives)

Adanya alternatif yang timbul dari dalam organisasi dimana kecenderungan karyawan melakukan turnover intention disebabkan karyawan melihat ada organisasi yang memiliki peluang kerja yang sama dengan sebelumnya yang bisa membuat karyawan tersebut lebih baik dari organisasi sebelumnya.

4. Harga atau nilai dari perubahan kerja (cost of job change)

Individu meninggalkan organisasi seringkali dikarenakan tersedianya alternatif-alternatif yang mendorong mereka untuk keluar dari organisasi. Namun ada faktor lain yang membuat individu memilih untuk tetap bertahan, yakni faktor keterikatan. Individu yang merasa terikat dengan organisasi cenderung untuk tetap bertahap di organisasi. Keterikatan menunjukkan pada kesulitan yang dihadapi oleh individu untuk berpindah atau mengubah pekerjaan, meski ia mengetahui adanya alternatif yang lebih baik diluar. Salah satu faktor yang meningkatkan harga dari turnover intention adalah asuransi kesehatan dan benefit yang didapat dari organisasi (misal pensiun dan bonus-bonus).

5. Sikap Kerja (Work Attitudes)

Model turnover intention umumnya menitikberatkan kepada sikap karyawan terhadap pekerjaan dan organisasinya sebagai pemicu dari proses turnover intention. (Farrell & Rusbult Mobley; Steers & Mowday dikutip oleh Kurniasari 2004:53). Hampir semua model proses turnover intention dimulai dengan premise yang menyatakan

(21)

bahwa keputusan untuk turnover intention dikarenakan oleh tingkat kepuasan kerja yang rendah dan komitmen organisasi yang rendah pula (Horn & Crriffeth dalam Kurniasari 2004:54).

Tercakup sikap kerja diantaranya adalah : a. Kepuasan kerja

Kepuasan kerja adalah sikap yang paling berpengaruh terhadap turnover intention. Hasil studi menunjukkan bahwa kepuasan kerja berkaitan erat dengan proses kognisi menarik diri, intensi untuk pergi dan tindakan nyata berupa turnover intention (Mueller dikutip oleh Kurniasari 2004:2-5).

b. Komitmen Organisasi

Selain kepuasan dengan pekerjaan, komitmen seseorang terhadap organisasi merupakan salah satu alasan seseorang untuk tetap bertahan.

Beberapa teori menempatkan turnover intention sebagai faktor kuat yang menghambat terjadinya turnover intention dibanding faktor kepuasan. Menurut Mueller dikutip oleh Kurniasari (2004:10-13) kebanyakan orang jarang memutuskan apakah mereka tetap bertahan di pekerjaan yang ada ataupun tidak dan tetap mempertahankan pekerjaan yang sama sebagai fungsi dari suatu pilihan dibanding suatu kebiasaan. Kejadian-kejadian kritis memberikan kejutan yang cukup kuat bagi sistem kognitif individu untuk menilai ulang kembali situasi yang dihadapi dan melakukan tindakan nyata.

Kejadian-kejadian kritis yang berkaitan dengan pekerjaan seperti diabaikan dalam hal promosi, menerima tawaran yang lebih

(22)

menjanjikan atau mendengar tentang kesempatan kerja yang lain. Kejadian tersebut bisa meningkatkan atau menurunkan kecenderungan seseorang untuk turnover intention, karena setiap kejadian bisa disikapi secara berbeda antara individu yang satu dengan yang lain. Tercakup didalam kejadian-kejadian kritis adalah :

a. Kejadian yang berulang (continuation events) b. Kejadian yang bersifat netral (neutral events)

c. Kejadian yang tidak berulang (discontinuation events)

Kejadian-kejadian ini merupakan anteseden dari proses penarikan diri dari organisasi, yang diikuti oleh penarikan diri dari pekerjaan serta usaha mencari pekerjaan lain dan pada akhirnya diakhiri dengan keputusan untuk keluar dari pekerjaan. Secara konseptual, persepsi tentang sedikitnya pilihan kerja yang tersedia dan harga yang cukup mahal jika harus berpindah kerja, dapat mengurangi kemungkinan individu mencari pekerjaan baru dengan kata lain terdapat hubungan antara alternatif yang tersedia dengan intensi untuk berhenti bekerja. Mueller dikutip oleh Kurniasari (2004:16).

2.4.3 Dampak (akibat) dari Turnover bagi Perusahaan

Turnover sebenarnya tidak selalu berdampak negatif; melainkan juga positif terutama bila turnover yang ada memang dikehendaki oleh perusahaan. Kehilangan beberapa tenaga kerja kadang memang diinginkan, apalagi jika tenaga kerja yang pergi adalah yang kinerjanya rendah. Turnover merupakan indeks stabilitas dari tenaga kerja dimana

(23)

suatu pergerakan yang berlebihan merupakan hal yang tidak diinginkan dan mahal karena dapat menimbulkan berbagai dampak (biaya) seperti :

1. Hiring costs (biaya perekrutan meliputi waktu dan fasilitas untuk

rekruitmen wawancara dan penempatan).

2. Training costs meliputi waktu dari supervisor, bagian personalia dan

pelatih.

3. Tingkat kecelakaan dari pekerja baru yang cenderung lebih tinggi. 4. Hilangnya produktivitas dalam interval waktu antara keluarnya pekerja

lama sampai dengan diperoleh penggantinya.

5. Peralatan produksi yang tidak dapat difungsikan secara penuh selama proses perekrutan dan masa training.

6. Tingkat kerusakan dan waktu yang terbuang cenderung lebih tinggi pada pekerjaan baru. Kerja lembur yang disebabkan oleh banyaknya pekerja yang keluar mengakibatkan masalah dalam memenuhi jadwal pengiriman yang telah disepakati.

Menurut Wahyu Retno dikutip oleh Frizal (2006:26) disimpulkan bahwa dampak negatif yang ditimbulkan oleh turnover tidak hanya dihubungkan dengan faktor biaya tetapi juga faktor bukan biaya, sehingga perlu dipertimbangkan karena mempengaruhi efektivitas organisasi secara keseluruhan.

2.4.4 Mencengah tinggi nya Turnover Intention

Berikut ini adalah sejumlah hal yang dapat dilakukan perusahaan dalam memerangi masalah tingginya tingkat keluar masuknya karyawan menurut Lingrensing (1997) dikutip oleh Frizal (2006:33-34) yaitu :

(24)

a. Mengevaluasi kembali praktek perekrutan karyawan.

b. Mempekerjakan kembali mantan karyawan jika memungkinkan. c. Pengembangan rencana pensiun atau pembagian keuntungan.

d. Memastikan bahwa perusahaan telah membuat kesempatan-kesempatan bagi promosi adil dan dapat dimengerti secara baik. e. Membuka saluran komunikasi bagi manajemen.

f. Meningkatkan penggunaan insentif non-finansial.

g. Melakukan interview bagi karyawan yang akan pindah kerja dan meninggalkan perusahaan.

h. Menanyakan pada karyawan tentang apa yang mereka suka atau tidak suka dari hal-hal yang dipraktekkan di perusahaan.

i. Melakukan penilaian kerja secara teratur.

2.4.5 Pengukuran Turnover Intention

Mutiara (2004:91) berpendapat bahwa keinginan untuk berpindah kerja didefinisikan sebagai keinginan untuk meninggalkan organisasi dengan sengaja dan sadar. Sebagaimana halnya dengan konsep - konsep lainnya yang bersifat kualitatif atau yang di sebut konstruk. Konsep ini dapat diukur dengan menggunakan daftar pernyataan (kuesioner) yang dapat terdiri dari beberapa pertanyaan. Berikut ini adalah pengukuran yang digunakan oleh para peneliti sebelumnya (Mutiara Sibarani Panggabean, dalam jurnal bisnis akuntansi, 2004).

(25)

2.4.6 Jenis-jenis Turnover Intention

Menurut Suwandi dan Nur Indriantoro, turnover dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

a) Voluntary turnover : karyawan meninggalkan perusahaan karena

alasan sukarela.

b) Voluntary turnover dapat dibedakan menjadi dua :

Avoidable turnover (yang dapat dihindari).

Unavoidable turnover (yang tidak dapat dihindari).

Seperti yang dikutip oleh Suwandi dan Nur Indriantoro, avoidable turnover (yang dapat dihindari) disebabkan oleh : upah yang lebih baik di tempat lain, kondisi kerja yang lebih baik di organisasi lain, masalah dengan kepemimpinan / administrasi yang ada, serta adanya organisasi lain yang lebih baik. Sedangkan unavoidable turnover (yang tidak dapat dihindari) disebabkan oleh : pindah kerja ke daerah lain karena mengikuti pasangan, perubahan arah karir individu, harus tinggal di rumah untuk menjaga pasangan atau anak, dan kehamilan.

- Involuntary turnover : karyawan meninggalkan perusahaan karena

terpaksa. Involuntary turnover diakibatkan oleh tindakan pendisiplinan yang dilakukan oleh perusahaan atau karena lay off.

2.5 Kerangka Pemikiran

Melalui penelitian ini dapat diketahui seberapa jauh kompensasi dan motivasi kerja terhadap turnover intention. Dimana kompensasi dan motivasi kerja merupakan variabel independen/bebas serta turnover intention merupakan variabel merupakan variabel dependen/terikat dengan sumber data yang berasal

(26)

dari PT. Azda Jaya Perkasa. Kerangka pemikiran dari masalah yang ada serta pemecahannya digambarkan sebagai berikut :

2.6 Hipotesis

Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka pemikiran di atas, maka dapat diajukan tiga hipotesis penelitian sebagai berikut :

Hipotesis 1:

Bagaimana pengaruh kompensasi terhadap (Turnover Intention)?

H0 = Variabel kompensasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variable (Turnover Intention)

Ha = Variabel kompensasi berpengaruh secara signifikan terhadap variable (Turnover Intention)

Hipotesis 2:

Bagaimana pengaruh motivasi kerja terhadap (Turnover Intention)?

H0 = Variable tingkat motivasi kerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel Turnover Intention

Ha = Variabel tingkat motivasi kerja berpengaruh secara signifikan terhadap variabel Turnover Intention

Hipotesis 3:

• Bagaimana pengaruh kompensasi dan motivasi kerja terhadap keinginan untuk keluar (Turnover Intention)?

Kompensasi (X1)

Motivasi Kerja (X2)

(27)

H0 = Kompensasi dan motivasi kerja tidak berpengaruh terhadap Turnover Intention

Ha = Kompensasi dan motivasi kerja berpengaruh terhadap Turnover Intention

Referensi

Dokumen terkait

Jika diambil 3 bola sekaligus, maka peluang terambil 2 bola merah & 1 kuning adalah.. Jika diambil 3 bola, satu per satu,

Berdasarkan hasil pengamatan praktek kerja lapangan yang dilaksanakan di Balai Pembibitan dan Budidaya Ternak Ruminansia Kendal dapat diambil kesimpulan bahwa kambing

Penelitian ini benujuan untuk mengembangkan buku ajar pendidikan inktusif yang dilengkapi beberapa indicator penunjangnya, yaitu deskripsi mata kuliah dan satuan acara

atau guludan memotong lereng + rorak setiap jarak 4.5 m pada pertanaman sayuran searah lereng dapat sebagai alternatif untuk mengendalikan erosi hingga lebih

manajemen laboratorium serta peningkatan sarana dan prasarana yang terkait dengan pengujian Obat dan Makanan.. Penguatan Institusi melalui peningkatan sarana dan prasarana

Data diolah dengan menggunakan software Efficiency Meassurement System (EMS) untuk mencari nilai efisiensi. Serta ada pula yang dapat mempertahankan skor

Sebab keempat adalah tanaman bertambah tinggi akibat sudah lebih dari 20 tahun ditanam sehingga menggeser level keragaman vertikalnya, kecuali strata IV pada tahun 2007 yang

Faktor-faktor lokasi menurut Soepono (1999), dapat dikelompokkan menjadi dua orientasi yaitu, pertama, orientasi transportasi, yang dimaksud dengan orientasi