• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan sastra Indonesia pasca 1965 memiliki sejumlah ciri dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan sastra Indonesia pasca 1965 memiliki sejumlah ciri dan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan sastra Indonesia pasca 1965 memiliki sejumlah ciri dan kecenderungan berbeda dari karya sastra sebelumnya. Pada masa tersebut banyak karya-karya sastra berisi menghadirkan persoalan politik, ketimpangan, ketidakadilan sosial, kebobrokan penguasa dan kemiskinan rakyat. Ini menunjukkan sesuatu yang berbeda dari karya sastra sebelumnya yang masih tercurah pada eksperimentasi estetik dengan tradisi budaya sebagai sumber.

Meski demikian, ada beberapa karya sastra yang tidak sepenuhnya terlepas dari perkara ketidakberesan sosial. Keith Foulcher (Prisma, 1988: 20) mengatakan bahwa sebagian dari karya sastra terpenting awal periode orde baru dapat dilihat sebagai pemekaran energi yang kemungkinan tempat dalam iklim sekitar tahun 1965, ketika pendefisian kesetiaan politik mendominasi sebagian kerja dan hasil kreatif orang Indonesia (Ngarto Februana).

Di masa reformasi sekarang masih terdapat karya sastra yang mengangkat fenomena sosial tahun 1965 yang masih memiliki keterkaitan dengan tegaknya pemerintahan orde baru. Dari sejarah tersebut banyak peneliti dan sastrawan, hendak mengungkap fakta-fakta yang masih tersembunyi. Itu disebabkan rezim ini memiliki banyak kisah menarik yang patut dijadikan pelajaran bagi bangsa kita di masa berikutnya.

Pada masa tersebut memang terjadi peristiwa penting yang dapat menentukan masa depan bangsa dan juga kesusastraan Indonesia. Pertama; dalam

(2)

2 bidang kesusastraan terjadi perselisihan antara kubu Manikebu dengan paham humanismenya dan kubu Lekra dengan paham realisme sosialisnya. Namun seiring kudeta G30S/PKI (masih kontroversi) gagal, larangan terhadap karya Manifes tidak berlaku lagi, yaitu sejak Deputi Mentri Pendidikan Dasar, mengeluarkan keputusan pada bulan Maret 1966 bahwa karya–karya penanda tangan Manifes tidak bertentangan dengan Pancasila dan itu bersifat politis semata tanpa menilai isinya, mereka yang disebut di atas (golongan manifes kebudayaan) adalah korban fitnah prolog gestapu/PKI.

Namun, bagaimana dengan nasib Lekra? Mulai tanggal 30 November 1965 karya-karya Lekra dilarang dipakai di sekolah-sekolah dengan daftar pengarang Lekra sebanyak 87 orang. Alasan pelarangan karya sastra Lekra antara lain adalah untuk mengadakan tindak lanjut dalam usaha penumpasan pengaruh– pengaruh G30S/PKI, khususnya di bidang mental ideologis.

Kedua, dalam bidang sosial politik terjadi kudeta pemerintahan yang dilancarkan oleh petingi CC-PKI (masih kontroversi) yang disusul pengganyangan besar-besaran oleh tentara Angkatan Darat yang dipimpin Jendral Soeharto terhadap anggota maupun simpatisan Partai Komunis Indonesia.

Secara hukum memang PKI telah mati dengan dikeluarkannya tap MPRS-RI No.XXV/MPRS/1966. Namun secara de facto, organisasi ini ternyata masih bergiat secara aktif walau dilakukan secara tingkat kerahasiaan yang cukup tinggi. Sejak rezim Soeharto muncul ke permukaan, selama tiga puluh tahun terhadap organisasi ini telah dilakukan berbagai macam cara untuk menghancurkan partai yang berideologi pemahaman Marxisme-Leninsme. Dimulai dengan menangkap hidup atau matinya petinggi-petinggi yang dianggap ikut terlibat dalam kudeta 30

(3)

3 September 1965, sampai kepada rakyat paling bawah sekalipun harus dibumihanguskan tanpa kecuali. Tentu saja hal ini berdampak pada masyarakat lain yang tidak berdosa. Mereka yang tidak terlibat pun mendapatkan getahnya, ada yang disiksa, dihina, dilarang, diawasi diasingkan bahkan sampai dibunuh.

Hal ini yang menjadi latar belakang pengarang dalam merepresentasikan gagasannya ke dalam dunia sastra. Sebagaimana dunia sastra adalah dunia imajinatif. Di mana fakta dalam karya sastra merupakan fiksi yang pada hakekatnya fiksionalitas. Ia merupakan pencampuran antara pengalaman, imajinasi, dan keluasan wawasan pengarangnya. Ini yang dialami pengarang dalam kehidupannya, direnungkan, dihayati, dan dievaluasi. Lalu dengan kemampuan imajinasi dan keluasan wawasan pengetahuannya pengarang mengungkapkannya kembali dengan menggunakan bahasa sebagai alatnya. Jadilah semua itu menjadi sebuah dunia rekaan (Maman S Mahayana, 2005).

Menurut Damono (1984: 7), sastra dalam zaman industri ini berusaha untuk menciptakan kembali dunia sosial yang berupa hubungan manusia dengan keluarganya, lingkungan, politik, negara dan sebagainya. Pengarang berusaha melakukan penyusupan dengan menembus permukaan kehidupan sosial yang menunjukkan adanya cara-cara manusia dalam menghayati masyarakat dengan perasaannya. Merujuk pada pernyataan Nurgiyantoro (2005: 2) bahwa sebagai sebuah karya sastra imajiner fiksi- yang menurut Abrams bersinonim dengan novel, menawarkan berbagai permasalahan manusia dengan kemanusiaan dan hidup dengan kehidupan. Pengarang yang mengamati permasalahan tersebut kemudian mencoba menerjemahkan ke dalam karyanya melalui bahasa. Hal ini

(4)

4 diperkuat oleh pernyataan Februana (2007) bahwa bentuk dan isi novel lebih banyak berasal dari fenomena sosial dari pada seni lain.

Berdasarkan pemaparan di atas, salah satu karya sastra yang mengangkat permasalahan realitas sosial adalah novel Tapol karya Ngarto Februana. Novel ini tidak hanya mengungkap realitas semata, tetapi sekaligus melegitimasi dari buku-buku kesusastraan terdahulu yang dilarang pemerintah pada masa orde baru, seperti halnya novel-novel Pramoedya Ananta Toer. Berdasarkan karaktristik bentuk, isi, dan muatannya novel Tapol dapat memberikan sesuatu yang menarik bagi pembacanya. Sehingga keistimewaan tersebut menarik untuk dijadikan bahan kajian dalam penelitian ini.

Ngarto Februana merupakan salah satu sastrawan yang cukup lama terjun ke dalam dunia sastra. Sejak 1986, ia menulis cerpen di berbagai media massa: Bernas Yogya Post, Suara Pembaruan, Bisnis Indonesia, Jawa Pos, dan beberapa majalah remaja. Cerpennya Ancaman diantologikan dalam Guru Tarno (cerpen pilihan Bernas 1994); Lewat Tengah Malam dimuat dalam antologi Cendramawa (cerpen pilihan Bernas 1995); dan Katak Sudah Mati dimuat dalam antologi Grafiti Imaji (Yayasan Multi Media Sastra 2002). Karya-karyanya di-on-linekan di www.geocities com/ngartofebruana. Ngarto pernah mengikuti program penulis novel yang diselenggarakan Majelis Sastra Asia Tenggara di Bogor 2001.

Kelahiran batu, Jawa Timur, 4 Februari 1967 ini, tamat dari SMA negeri Batu, menempuh pendidikan di juruan Sastra Indonesia Universitas Gadjah Mada, selesai tahun 1995. Sejak April 1997, ia redaktur bahasa majalah D&R. setelah D&R tutup Februari 2002, Ngarto bekerja sebagai wartawan tabloid Semanggi. Belum satu tahun, Semanggi tutup, Ngarto kembali dengan Detak hingga berhenti

(5)

5 terbit pada Oktober 2001. Kini, ia penulis di pusat data pada analisa TEMPO (halaman: tentang pengarang).

Seperti yang telah disinggung di atas, pada dasarnya novel Tapol karya Ngarto Februana ini merupakan cerminan situasi sosial dan politik pada masa pasca 630S. Konflik politik, konflik batin mewarnai kisah-kisah dalam novel ini sehingga membuat jalinan cerita sangat memikat. Sebelum terbit, novel ini pernah dipresentasikan di Majelis Sastra Asia Tenggara, 2001, dan setelah itu dimuat secara bersambung di harian Jawa Pos, Surabaya. Beberapa tokoh memberi komentar dan bahkan membuat ulasan panjang. Dr. Anhar Gonggong, sejarawan, berkomentar: "Tapol merupakan novel yang didasari oleh fakta sejarah. Ini diolah oleh penulisnya dengan sangat baik. Dari situ kita dapat membaca sketsa tragedi manusia yang terjadi dalam lingkaran sejarah manusia Indonesia yang tragis, yaitu G30S/PKI, 1965."

Novel ini banyak mendapat respon dari mahasiswa fakultas sastra, khususnya dari jurusan sastra Indonesia, untuk dijadikan bahan kajian penulisan skripsi. Di antaranya adalah Yuyud Eka Asmawan, mahasiswa Fakultas Sastra/Sastra Indonesia, Universitas Negeri Jember, Jawa Timur. Dalam kajiannya berjudul "Kajian Politik Kekuasaan pada Novel Tapol Karya Ngarto Februana", ia mengatakan: “Aspek politik kekuasaan sangat dominan dalam novel Tapol, sehingga novel tersebut sangat menarik perhatian para peneliti politik di dalam karya sastra.

Hal ini dapat menimbulkan daya tarik bagi masyarakat pembaca karena berwawasan politik, terutama mengenai kekuasaan. Politik kekuasaan sangat bermanfaat bagi para pembaca untuk menambah pengetahuan.” Sementara itu,

(6)

6 Esti Susilarti, dalam sebuah resensinya di Kedaulatan Rakyat, Minggu, 10-11-2002, menulis: “Karena itulah, setting cerita dengan lokasi Jakarta, Yogya, Klaten, Madiun bisa dijalin dengan gamblang. Sehingga sebagai novel, karya Ngarto Februana ini enak dibaca. Dengan tebal 175 halaman, membuat orang tidak awang-awangen untuk membaca. Dari bahasa yang cukup ngepop mengalirlah menjadi kalimat rancak. Penulis terasa sangat menghayati substansi novel. Hal itu bisa dilihat dari nuansa emosi yang ‘dilekatkan’ pada tokoh-tokoh.” Sebuah komentar panjang ditulis oleh J.J. Kusni, yang didistribusikan melalui beberapa mailing list. Antara lain, Kusni mengatakan: ”Dengan memilih tema Tapol dan bahkan menjadikan kata Tapol sebagai judul novelnya, aku memahaminya bahwa Ngarto Februana juga tidak bisa menutup mata nurani kemanusiaannya akan masalah bangsa dan negeri serta jutaan korban yang belum berakhir hingga sekarang.

Sebelumnya banyak novel yang menyinggung atau memiliki latar peristiwa sejarah sekitar tahun 1965. Ashadi Siregar pada tahun 1979 menerbitkan novelnya yang berjudul Jentera Lepas (1979) yang menceritakan nasib sebuah keluarga yang berkaitan dengan PKI sesudah peristiwa tahun 1965. Yudistira ANM dengan novelnya Mencoba Tidak Menyerah (1979) yang melukiskan kesengsaraan sebuah keluarga setelah sang bapak yang disangka oleh masyarakat beraliran komunis ditahan oleh aparat pemerintah.

Demikian juga dengan novel Kubah (1980) karya Ahmad Tohari juga bercerita tentang seorang yang terlibat dalam Partai Komunis Indonesia ditahan di Pulau Buru. Sekembalinya dari tahanan ia kembali ke masyarakat dan sadar serta taat kepada agama. Novel Ahmad Tohari yang berikutnya yakni trilogi Ronggeng

(7)

7 Dukuh Paruk sedikit banyak juga menyinggung permasalahan ini. Tema dan permasalahan serupa juga termuat dalam novel karya Ayip Rosidi yang berjudul Anak Tanah Air Secercah Kisah (1985). (dalam skripsi Ngarto Februana)

Hal yang menarik dalam novel Tapol adalah permasalahan yang diungkapkan. Novel ini mengungkap realitas sosial dan politik yang penuh dengan kekejaman. Realitas sosial dan politik tersebut memiliki kesejajaran dengan situasi sosial dan politik dalam sejarah Indonesia. Bakdi Sumanto (jilid belakang novel Tapol) memberikan komentarnya terhadap novel ini. “Novel ini disusun dengan mengandalkan penelitian. Penulis tampaknya menjaga benar agar data yang diperolehnya tetap utuh, otensitasnya terasa, sekaligus juga menyentuhkan nuansa sebagai fiksi. Sehingga membaca novel ini seperti melihat sejarah tetapi memiliki dimensi kedalaman“. Jadi, dapat dikatakan novel ini sebagai novel luar biasa yang mempunyai kemiripan dengan peristiwa sejarah sekitar tahun 1965, meskipun samar-samar dan dalam bentuk yang berlainan dari tradisi kesusastraan Indonesia.

Selain itu, berdasarkan judul novel bahwa Tapol mencerminkan isi cerita mengenai kehidupan tahanan politik di masa orde baru, tahun 1989. Sedangkan tema memiliki beberapa tema cerita. Pertama, sebagai tema utama novel yaitu mengisahkan kehidupan mantan tahanan politik dan anak isterinya pada masa pemerintahan orde baru yang menyedihkan. Akibat kesewenangan penguasa yang menyebabkan penderitaan rakyat. Kedua, kemunculan ajaran komunis yang marak diterapkan oleh mahasiswa di tahun 1989, namun tidak cocok di Indonesia. Ketiga, perbedaan ideologi yang tidak mempengaruhi persahabatan, dan ke empat

(8)

8 kisah perjuangan seorang isteri dan kesetiaan terhadap suaminya menimbulkan rasa bangga keluarga.

Hal lain yang menarik dalam novel Tapol bila dibandingkan dengan novel yang menyinggung atau bercerita tentang peristiwa sejarah sekitar tahun 1965 lainnya, adalah gaya penceritaannya yang menunjuk secara langsung tentang situasi politik yang terjadi pada kurun sejarah sekitar tahun 1965. Demikian juga novel Tapol menunjuk secara langsung pada latar tempat dan nama-nama tokoh yang terlibat dalam peristiwa sejarah tersebut. Sehingga, sungguh situasi sosial dan politik dalam novel Tapol mempunyai kesejajaran dengan situasi sosial dan politik yang terjadi dalam sejarah Indonesia sekitar tahun 1965. Hal inilah yang menjadi latar belakang peneliti untuk menganalisis novel Tapol dan peneliti ingin membuktikan bahwa realitas sosial dalam novel Tapol punya kesejajaran dengan sejarah Indonesia sekitar tahun 1965.

Adapun salah satu pendekatan paling tepat digunakan untuk menganalisis bagaimana representasi realitas sosial dalam sebuah novel adalah dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Jabrohim (2002: 159) memaparkan bahwa pendekatan ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang lengkap, utuh, dan menyeluruh tentang hubungan timbal balik antara tiga anasir tersebut sangat penting artinya bagi peningkatan pemahaman dan penghargaan terhadap sastra itu sendiri.

Seperti yang telah dikemukakan di awal, objek dari penelitian ini sebelumnya sudah ada yang mengkaji, yaitu mahasiswa Fakultas Sastra/Sastra Indonesia Universitas Jember. Penelitiannya berjudul “Kajian Politik Dan Kekuasaan Pada Novel Tapol Karya Ngarto Februana“ oleh: Yuyud Eka Asmawa.

(9)

9 Penelitian tersebut lebih menitikberatkan pada masalah politik kekuasaan yang terjadi di dalam novel Tapol. Kajian politik kekuasaan meliputi sosok penguasa dalam politik, negara kekuasaan dan negara kerakyatan, merebut kekuasaan, mempertahankan kekuasaan, dan menghindari dari kekuasaan.

Berdasarkan latar belakang dan masalah di atas, tujuan kajian penelitian ini sangat berbeda dengan kajian penelitian sebelumnya, sehingga novel ini masih layak untuk dikaji. Untuk itu, peneliti merumuskan judul penelitian sebagai berikut “Representasi Realitas Sosial Masyarakat Indonesia Tahun 1989 dalam Novel Tapol Karya Ngarto Februana.”

1.2 Batasan Masalah

Dalam penelitian sastra kerap muncul ketika pembaca dihadapkan dengan masalah penafsiran. Sebab setiap pembaca memiliki penafsiran yang berbeda terhadap sebuah karya terutama analisis karya sastra. Hal ini berkaitan dengan sifat karya sastra itu sendiri yang memuat permasalahan atau peristiwa secara kompleks.

Untuk menghindari multi tafsir dan luasnya permasalahan tersebut. Maka, peneliti membatasi masalah hanya terbatas pada struktur dan representasi realitas sosial yang terkandung dalam novel dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Realitas sosial mencakup kehidupan tokoh utama sebagai mantan tahanan politik di masa orde baru pada tahun 1989. Selanjutnya realitas mengenai gambaran penerapan ajaran komunis yang pernah terjadi di Indonesia.

(10)

10 1.3 Rumusan Masalah.

Dari batasan masalah di atas dapat dirumuskan beberapa masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1) Bagaimana struktur novel Tapol karya Ngato Februana ?

2) Realitas sosial apa sajakah dalam masyarakat Indonesia tahun 1989 yang direpresentasikan dalam novel Tapol karya Ngarto Februana?

3) Bagaimanakah bentuk model representasi yang digunakan pengarang dalam menyajikan realitas sosial dalam novel Tapol karya Ngarto Februana?

1.4 Tujuan Penelitian

Secara ringkas tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut; pertama peneliti mencoba mendeskripsikan struktur yang membangun novel Tapol tersebut, yang meliputi tema, penokohan, latar, dan alur. Kedua, merepresentasikan realitas sosial apa saja yang meliputi masalah sosial dan sejarah politik yang pernah terjadi di Indonesia. Sehingga novel tersebut sangat menarik perhatian para peneliti sejarah di dalam dunia sastra. Ketiga, peneliti menguraikan bagaimanakah bentuk model representasi yang digunakan pengarang dalam menyajikan realitas sosial dalam novel Tapol karya Ngarto Februana.

(11)

11 1.5 Manfaat Penelitian

1) Memperkaya wawasan penulis dalam mengkaji novel dengan pendekatan sosiologi sastra;

2) Memberikan kontribusi bagi dunia sastra, bagi khasanah kesusastraan di Indonesia khususnya dunia sastra;

3) Mengetahui tentang informasi dan pemaparan gambaran sosial yang ditampilkan dalam novel Tapol karya Ngarto Februana;

4) Dapat memberikan gambaran tentang gaya penulisan Ngarto Februana, sehingga lebih mudah dalam mengapresiasikan karya sastra.

1.6 Metode Penelitian

Mengutip Arikunto 1998:151, bahwa metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Seperti pada umumnya, metode yang digunakan dalam penelitian ini berorientasi pada metode deskriptif kualitatif. Tujuannya untuk memecahkan masalah dengan data-data, menyusun dan mengklasifikasikannya, menganalsis serta menginterpretasikannya. Objek penelitian ini berupa novel Tapol karya Ngarto februana. Hasil penelitian ini berupa deskripsi hasil pengkajian struktur novel, dan realitas sosial dalam novel yang kemudian menganalisis bagaimana model representasi yang disajikan pengarang dalam novel tersebut.

(12)

12 1.7 Sumber Data

Sumber data pada penelitian ini adalah novel, judul: Tapol, penulis: Ngarto Februana. Penerbit: Media Pressindo Yogyakarta. Cetakan I: September 2002 Cetakan II: April 2003. Jumlah halaman: 178 halaman, dan memiliki ukuran 14 x 21 cm.

1.8 Definisi Operasional

Agar tidak terjadi kerancuan makna dan salah persepsi dari judul penelitian yang dilakukan, maka peneliti merumuskan definisi operasional dari judul penelitian.

Berikut definisi operasional:

1) representasi merupakan pencerminan yang melambangkan kenyataan, atau penggambaran, bayangan atas kenyataan. Dalam hal ini merujuk pada karya sastra (novel) yang memuat gambaran kehidupan sosial masyarakat Indonesia pada tahun 1989;

2) realitas sosial merupakan kenyatan sebenarnya mengenai kehidupan manusia atau hubungan seseorang dengan individu lainnya dalam bermasyarakat. Dalam konteks ini mengacu pada penelitian sebuah karya sastra, dengan disederhanakan bahwa realitas sosial mengacu pada kehidupan sosial masyarakat yang diterjemahkan pengarang ke dalam sebuah karya sastra (novel);

3) novel adalah sebuah karya sastra yang mengemukakan permasalahan atau imaji pengarang secara kompleks serta memuat fenomena sosial hasil terjemahan pengarangnya;

(13)

13 4) kajian sosiologi sastra merupakan sebuah aktivitas mengkaji karya sastra dilihat hubungannya dengan kenyatan, sejauh mana karya sastra itu mencerminkan kenyataan, kenyataan di sini mencakup segala sesuatu yang berada di luar karya sastra. Dalam penelitian ini mengacu pada pencerminan sebuah karya sastra dinilai berhubungan dengan kenyataan di masyarakat;

1.9 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data berupa studi pustaka. Teknik ini mencari data-data yang sesuai dan relevan dengan jenis penelitian yang akan dilaksanakan. Adapun data tersebut berupa teori sastra dan data-data yang berhubungan dengan realitas sosial pasca peristiwa G30S khsusnya kehidupan tahanan politik di era rezim orde baru. Selain itu bahan pustaka berupa hasil pengamatan, pemikiran, serta data-data dari media cetak dan elektronik lainnya turut membantu dalam penelitian ini.

1.10 Teknik Pengolahan Data

Adapun teknik pengolahan data dalam penelitian ini merujuk pada metode penelitian ilmiah, yakni sebagai berikut:

1) Menganalisis struktur teks novel untuk mengetahui alur pengaluran, tokoh penokohan, latar (setting), dan sudut pandang;

2) Selanjutnya peneliti mendeskripsikan realitas sosial apa saja yang dituangkan pengarang dalam novelnya. Dalam hal ini meliputi masalah sosial pada masa tahun 1989 sebagai akibat dari peristiwa G30S;

(14)

14 3) Pada tahap selanjutnya, peneliti menguraikan bagaimana model representasi yang digunakan pengarang dalam menyajikan realitas sosial dalam novel Tapol;

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini ditujukan untuk pengembangan sistem informasi administrasi, diharapkan dapat menghasilkan sebuah produk berupa Sistem Informasi Administrasi Santri Pada

Skripsi yang berjudul “Potensi Ekstrak Etanol Daun Mimba (Azadirachta indica) Sebagai Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti Dengan Metode Semprot” telah diuji dan disahkan pada

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayahnya yang diberikan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penelitian skripsi dengan judul

Jumlah rotifer dalam perut larva kerapu bebek (Cromileptes altivelis) yang dipelihara dengan penambahan kepadatan Nannochloropsis sp... penambahan kepadatan

A diffúziós tenzor képalkotás (DTI) képes ábrázolni a fehérállományi struktúrákat. Bár szigorú értelembe véve nem funkcionális eljárás – mivel nem egy

Dari hasil penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa untuk memaksimalkan proses suatu tanaman maka jumlah inokulum harus disesuikan dengan jumlah konsentrasi

Parameter keterhubungan (interrelationship) ranah sumber ‗kelapa yang sudak rusak‘ dengan ranah target ‗anak gadis yang sudah ternoda‘ dan parameter lingkungan

lain *ang ! *ang ! onta! dengan onta! dengan penderita secara lan penderita secara lan gsung& atau dengan e!stra! gsung& atau dengan e!stra! !husus *ang dibuat dari