• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. MSG adalah garam natrium glutamat, zat aditif pada makanan yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. MSG adalah garam natrium glutamat, zat aditif pada makanan yang"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Monosodium Glutamat (MSG)

MSG adalah garam natrium glutamat, zat aditif pada makanan yang meningkatkan cita rasa makanan yang ada dalam makanan kemasan tanpa tertera pada label. Hal ini bisa menyebabkan masyarakat mengkonsumsi MSG dalam konsentrasi tinggi karena tidak ada dicantumkan kadar MSG dalam makanan kemasan (Ismail, 2012).

MSG kemudian menjadi bahan penambah rasa yang dipakai di seluruh dunia dan menjadi bahan penambah rasa yang banyak dipakai di Asia Tenggara. MSG banyak digunakan pada masakan Cina dan Asia Tenggara yang dikenal dengan nama Ajinomoto®, Sasa®, Miwon® (Wakidi, 2012).

Asam glutamat adalah asam amino yang terdapat paling banyak dalam cairan otak dan sumsum tulang belakang, dan bekerja sebagai neurotransmitter. Asam glutamat merupakan komponen dari asam folat dan GTF (faktor toleransi glukosa) dan merupakan precursor dari GABA (gamma-amino butyric acid). Dalam usus, glutamat dirombak menjadi citrulin dan arginin, suatu regulator penting dari sistem imun. Dengan demikian, glutamat adalah esensial pula bagi baiknya fungsi usus dan pemeliharaan barrier mukosanya. Penggunaannya terutama sebagai garam natrium (MSG) untuk memperkuat rasa dalam makanan. Sebagai suplemen pada keadaan stress untuk memperbaiki kondisi lambung-usus dan sistem imun, juga guna memperbaiki fungsi otak. Efek sampingnya pada dosis tinggi berupa sakit kepala,

(2)

mual, muka menjadi merah, dan perasaan panas yang disebut sindroma restoran cina (Tan dan Rahardja, 2002).

Asam glutamat (asam bebas dari MSG) adalah unsur pokok dari protein yang terdapat pada bermacam-macam sayuran, daging, seafood, dan air susu ibu. Asam glutamat digolongkan pada asam amino non essensial karena tubuh manusia sendiri dapat menghasilkan asam glutamat. Asam glutamat terdiri dari 5 atom karbon dengan 2 gugus karboksil yang pada salah satu karbonnya berkaitan dengan NH2 yang

menjadi ciri pada asam amino. Struktur kimia MSG sebenarnya tidak banyak berbeda dengan asam glutamat, hanya pada salah satu gugus karboksil yang mengandung hidrogen diganti dengan natrium. Gugus karboksil setelah diionisasi dapat mengaktifkan stimulasi rasa pada alat pengecap.

Rumus kimia dari MSG seperti yang terlihat pada Gambar 2.1:

Gambar 2.1 Monosodium Glutamat (MSG) (Wakidi, 2012).

2.2 Beberapa Penelitian Terhadap MSG

Kadar asam glutamat dalam darah manusia mulai meningkat setelah mengkonsumsi MSG 30 mg/kgBB/hari, yang berarti sudah mulai melampaui kemampuan metabolisme tubuh. Bila masih dalam batas terkendali, peningkatan

(3)

kadar ini akan menurun kembali ke kadar normal atau seperti kadar semula dalam 3 jam, berarti rata-rata dalam sehari dibatasi penambahan maksimal 2,5-3,5 g MSG (BB 50-70 kg), dan tidak boleh dalam dosis tinggi sekaligus. Sementara, satu sendok teh rata-rata berisi 4-6 g MSG (Maidawilis, 2010).

MSG mempunyai pengaruh terhadap kemampuan untuk merasakan suatu makanan dari dua percobaan makanan yang diberikan terhadap 36 pria dan wanita yang sehat. MSG meningkatkan citarasa makanan sampai 0,6 %. Percobaan yang diberikan selama 1 minggu dengan mengkonsumsi MSG menunjukkan kemampuan untuk mencicipi makanan semakin meningkat. Dampak pemberian MSG pada makanan meningkatkan kadar kalsium dan magnesium, selain itu juga meningkatkan kadar lemak dalam tubuh (Bellisle, dkk., 1991).

Menurut Fahim (1999) MSG menyebabkan penurunan kandungan histamin yang berarti dalam sistem saraf pusat dan menyebabkan kerusakan pada otak. MSG menyebabkan terjadinya obesitas dan gangguan pertumbuhan serta perkembangan tubuh pada tikus neonatal. Selain itu beberapa peneliti lain mengatakan bahwa MSG dapat menyebabkan gangguan endokrinal melalui mekanisme hipotalamus-hipofisis (Maidawilis, 2010).

Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Nizamuddin, (1993), dilaporkan bahwa pengaruh pemberian MSG peroral terhadap spermatogenesis dan kesuburan tikus jantan dewasa, dosis 2400, 4800 dan 9600 mg/kgBB/hari selama 49 hari, menimbulkan efek pengurangan diameter tubulus semniferus dan menyebabkan gangguan spermatogenesis sesuai dengan besarnya dosis MSG yang diberikan.

(4)

Penelitian lain dilakukan pada anak mencit jantan dan betina yang baru dilahirkan dengan melakukan penyuntikan subkutan dari hari ke-2 sampai hari ke-11, dengan dosis berangsur-angsur meningkat, dari 2,2 sampai 4,2 mg/kgBB. Ternyata setelah dewasa, bila mencit jantan dikawinkan dengan mencit betina yang diberi MSG, maka jumlah kehamilan dan jumlah anak berkurang pada mencit betina yang diberi MSG. Pada mencit betina dan mencit jantan yang diberi MSG, terjadi pengurangan berat kelenjar endokrin, yaitu pada kelenjar hipofisis, tiroid, ovarium, dan testis. Setelah dewasa, pada mencit betina yang diberi MSG terjadi kelambatan kanalisasi vagina dan mempunyai siklus estrus yang lebih panjang daripada kontrol. Setelah dewasa, pada mencit jantan yang diberi MSG didapatkan tanda-tanda fertilitas menurun, misalnya berkurangnya berat testis dan hipofisis (Maidawilis, 2010).

Pada penelitian dengan menggunakan tikus jantan yang diberi MSG selama 15 hari dan 30 hari yang diberi 4 g/kgBB intraperitonial memperlihatkan pengaruhnya berupa penurunan berat testis, jumlah sperma dan peningkatan jumlah sperma yang rusak atau abnormal. Jumlah sperma yang normal pada tikus yang dipajankan dengan MSG jangka panjang lebih sedikit dibanding dengan yang dipajankan dengan jangka pendek. Pada penelitian ini juga disimpulkan bahwa salah satu mekanisme yang mungkin terjadi akibat dari efek toksik yang ditimbulkan oleh MSG pada sistem reproduksi mencit jantan adalah dengan cara menurunkan kadar asam askorbat testis (Nayanatara, dkk., 2008).

Pemberian MSG 4 g/kgBB secara intraperitonial pada tikus yang baru lahir selama 2 hari sampai usia 10 hari dan diperiksa pada usia prapubertas dan dewasa,

(5)

memperlihatkan pada usia prapubertas terjadi hiperleptinemia, hiperadiposit, dan peningkatan kadar kortikosteron, penurunan berat testis, jumlah sel sertoli dan sel leydig per testis, serta penurunan kadar Luteinizing Hormone (LH), Folicle Stimulating Hormone (FSH), Thyroid (T), dan Free T4 (FT4). Sementara pada saat dewasa memperlihatkan hiperleptimia yang lebih tinggi dan penurunan dar FSH dan LH dan tidak nampak perubahan pada struktur testis (Miskowiak, dkk., 1993).

2.3 Siklofosfamida

Siklofosfamid sebagai agen alkilasi bekerja lewat timbulnya efek sitotoksik melalui pemindahan gugus alkilnya ke berbagai unsur sel. Alkilasi DNA di dalam nukleus merupakan interaksi utama yang menyebabkan kematian sel. Tempat alkilasi utama di dalam DNA adalah posisi N7 guanin. Sistem sitokrom P450 mixed function

axidase mikrosoma hati mengubah siklofosfamid menjadi

4-hidroksisiklofosfamid yang seimbang dengan aldofosfamid. Metabolit-metabolit aktif ini dibawa aliran darah ke jaringan tumor dan jaringan sehat, dimana pemecahan nonenzimatik dari aldofosfamid menjadi bentuk sitotoksik fosforamid mustard dan akrolein. Hati terlindung oleh adanya pembentukan 4-ketosiklofosfamid dan karboksifosfamid, metabolit inaktif yang terbentuk secara enzimatik (Salmon, 1998).

Rumus molekul siklofosfamida dapat dilihat pada gambar 2.2:

(6)

Deskripsi:

a. Nama dan Struktur kimia: 2-[Bis(2-kloroetil)amino]tetrahidro-2H-1,3,2-oksazafosforin 2-oksida monohidrat [6055-19-2].

b. Sifat fisikokimia:

Serbuk hablur, putih, pada penghabluran terbentuk molekul air. Larut dalam air dan dalam etanol.

c. Sediaan :

Siklofosfamid tersedia dalam bentuk kristal 100, 200, 500 mg dan 1,2 gram untuk suntikan, dan tablet 25 dan 50 mg untuk pemberian per oral.

d. Mekanisme kerja:

Siklofosfamid merupakan obat yang dalam tubuh mengalami konversi oleh enzim sitokrom P-450 menjadi 4-hidroksisiklofosfamid dan aldofosfamid yang merupakan obat aktif. Aldofosfamid selanjutnya mengalami perubahan non enzimatik menjadi fosforamid dan akrolein. Efek siklofosfamid dipengaruhi oleh penghambat atau perangsang enzim metabolismenya. Sebaliknya, siklofosfamid sendiri merupakan perangsang enzim mikrosom, sehingga dapat mempengaruhi aktivitas obat lain (Depkes, 1995).

2.4 Histologi Organ Penting 2.4.1 Sistem Saraf Pusat (Otak)

Menurut Dellmann dan Eurell (1998), parenkhim jaringan saraf terdiri dari neuron dan sel penunjang yang disebut neuroglia. Jaringan saraf dalam bentuk sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) atau Central Nerovus System (CNS) dan susunan saraf perifer/tepi (SST) atau Peripheral Nervous System (PNS). SSP

(7)

terdiri atas otak dan medula spinalis sedangkan SST terdiri dari nervus cranialis dan

spinalis yang dihubungkan dengan saraf (nervus) dan ganglia yang berupa syaraf

motorik dan syaraf sensorik (Lu, 1995).

a. Neuron

Neuron merupakan unit struktural dan fungsional dari sistem saraf. Selain itu, neuron juga sebagai unit tropik karena sifatnya dalam mentransformasi dan menyokong sesuatu yang diinervasikan. Dengan pengecualian sel reseptor olfaktorius, neuronnya khas dengan tidak mempunyai kemampuan mitosis. Struktural neuron terdiri dari badan sel dan serabut saraf yang terdiri dari dendrit

dan akson (Dellmann dan Eurell 1998). Dari segi patologi, menurut Macfarlane et al. (2000), neuron sangat sensitifterhadap kerusakan oleh berbagai macam agen termasuk anoksia, hipoglikemia, infeksi virus dan gangguan metabolik intraseluler (misalnya: yang berhubungan dengan defisiensi vitamin B). Ada dua tipe utama kerusakan neuron yang tergantung dari kecepatan perubahannya. Pertama, nekrosis cepat. Hal ini berkaitan dengan kegagalan fungsi akut, misalnya kerusakan agen berupa hipoksia, akan menyebabkan nuklear menjadi piknosis dan sitoplasma mengkerut dan kemudian terjadi pemutusan sel dengan memfagositosis sel debri. Kedua, atrofik lambat. Hal ini berhubungan dengan kehilangan fungsi secara berangsur-angsur. Neuron biasanya mengecil atau dapat juga menggelembung disertai metabolit abnormal dan pada akhirnya terjadi pemutusan sel neuron (Macfarlane, 2000).

(8)

Otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu: 1. Cerebrum (Otak Besar)

2. Cerebellum (Otak Kecil) 3. Brainstem (Batang Otak)

4. Limbic System (Sistem Limbik) 1. Cerebrum (Otak Besar)

Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual. Kecerdasan intelektual atau IQ Anda juga ditentukan oleh kualitas bagian ini.

cerebrum (otak besar) juga bisa dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Kedua belahan itu terhubung oleh kabel-kabel saraf di bagian bawahnya. Secara umum, belahan otak kanan mengontrol sisi kiri tubuh, dan belahan otak kiri mengontrol sisi kanan tubuh. Otak kanan terlibat dalam kreativitas dan kemampuan artistik. Sedangkan otak kiri untuk logika dan berpikir. 2. Cerebellum (Otak Kecil)

Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak Kecil juga menyimpan dan melaksanakan

(9)

serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya.

3. Brainstem (Batang Otak)

Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat datangnya bahaya.

4. Limbic System (Sistem Limbik)

Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak ibarat kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah. Sistem limbik berfungsi menghasilkan perasaan, mengatur produksi hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa senang, metabolisme dan juga memori jangka panjang.

b. Neuroglia

Neuroglia terdiri atas lebih dari 90% sel yang membangun sistem saraf. Sel neuroglia (gliosit) relatif kecil. Dengan pewarnaan biasanya, hanya nuklei dan perikarya yang terlihat. Secara bersamaan, neuroglia menyediakan dukungan struktural dan fungsional. Tidak seperti neuron yang matang, gliosit tetap dapat bermitosis dan mereka dapat menjadi sebuah tumor pada sistem saraf. Gliosit yang ditemukan di SSP adalah astrosit, oligodendrosit, sel mikroglia (makrofag) dan sel ependima (Dellmann dan Eurell, 1998)

(10)

Menurut Ganong (2002) pada SSP, terdapat tiga jenis utama sel glia. Mikroglia yang merupakan sel “pemakan bangkai” yang menyerupai sel-sel makrofag jaringan. Mereka mungkin berasal dari sumsum tulang dan masuk ke sistem saraf melalui sistem sirkulasi darah. Oligodendrogliosit berperan dalam pembentukan mielin. Astrosit mempunyai dua subtipe. Astrosit fibrosa, yang mengandung banyak filamen antara, terdapat terutama di substansia putih. Astrosit protoplasmik, ditemukan di substansi kelabu dan mempunyai sitoplasma yang granular.

c. Medula spinalis

Medula spinalis yang berbentuk silinder dapat dibagi ke dalam beberapa segmen yang dibatasi dengan kemunculan bilateralis nervus spinalis dorsal dan ventral. Sebuah potongan melintang Medula spinalis menunjukkan canal centralis yang dikelilingi oleh penampilan berbentuk kupu-kupu dari substansi abu-abu, yang di dalam putarannya dikelilingi oleh substansi putih seperti pada Gambar 2.3 (Dellmann dan Eurell 1998). Pada setiap setengah bagian medula spinalis, substansi alba dibagi ke dalam funikulus dorsalis, funikulus lateralis, dan funikulus ventralis (Eurell dan Frappier, 2006).

(11)

Keterangan:

Substansi abu-abu (gm) Substansi putih (wm)

Ligamentum densikulata (dent) Dura mater (d.m.) Dorsal roots (d.r.) Funikulus dorsalis (DF) Funikulus lateralis (LF) Funikulus ventralis (VF) 2.4.2 Hati

Hati merupakan kelenjar yang besar dan berlobus. Masing-masing lobus ditutup oleh sebuah mesotelium, di bawahnya terdapat kapsula dari Glisson, lapisan jaringan penghubung yang tipis. Masing-masing lobus terbagi dalam sejumlah lobulus klasik yang terdiri dari sinusoid dan gambaran dari sel parenkhim, hepatosit, yang menjari teratur sekitar vena centralis (Bacha dan Bacha, 2000). Lobus hati berbentuk heksagonal dan vena centralis sebagai pusat cabangnya sedangkan portal

canal terletak di luar batas lobus. Lobus portal merupakan wilayah segitiga yang

berpusat pada duktus empedu di portal canal (King, 2007).

(12)

Hati tersusun dalam lobulus-lobulus, yang di dalamnya mengandung darah dari cabang-cabang vena porta mengalir melewati sel-sel hati melalui sinusoid ke vena sentral di setiap lobulus. Terdapat celah-celah besar di sel endotel, dan plasma berkontak erat dengan sel hati. Biasanya hanya terdapat satu lapisan hepatosit di antara sinusoid-sinusoid, sehingga luas permukaan kontak total antara sel hati dengan plasma sangatlah besar. Darah arteri hepatica juga masuk ke dalam sinusoid. Vena-vena centralis bergabung membentuk Vena-vena hepatica, yang mengalir ke dalam Vena-vena

cava cranialis. Semua darah yang mengalir melewati usus dan limpa akan diterima

oleh hati melalui vena portal hepatica. Darah portal tidak hanya membawa nutrisi tetapi juga membawa berbagai macam kontaminan (obat-obatan, toksin dari makanan, dan bakteri) yang terserap melalui mukosa usus atau yang diproduksi oleh limpa. Selain itu, hati juga mendapat suplai darah dari arteri yang membawa oksigen dari arteri hepatica (King, 2007).

Pada endotel sinusoid banyak melekat makrofag (sel Kupffer) yang berproyeksi ke dalam lumen. Sel Kupffer merupakan sistem retikuloendotel dengan fungsi utama menelan bakteri dan benda asing lain dalam darah oleh sebab itu hati merupakan salah satu organ utama sebagai pertahanan terhadap invasi bakteri dan agen toksik (Wilson dan Lester, 1995).

(13)

Gambar 2.5 mikroskopik hati mencit (King, 2002)

Menurut Ganong (2002), hati memiliki fungsi sebagai berikut : pembentukan dan sekresi empedu; metabolisme nutrient dan vitamin (seperti glukosa dan gula lain, asam amino, lipid, vitamin yang larut dalam lemak, vitamin yang larut dalam air); invasi beberapa zat (toksin, steroid, hormon); sintesis protein plasma dan imunitas (sel Kupffer). Hati merupakan organ paling sering rusak (Lu, 1995).

Dua hal yang menjadi penyebab kerusakan hati yaitu pertama, hati menerima ±80% suplai darah dari porta yang mengalirkan darah dari sistem gastrointestinal, sehingga memungkinkan zat-zat toksik yang berasal dari tumbuhan, fungi, bakteri, logam, mineral dan zat-zat kimia lain yang diserap ke darah portal ditransportasikan ke hati. Kedua, hati menghasilkan enzim-enzim yang mampu melakukan biotransformasi pada berbagai macam zat eksogen maupun endogen untuk dieliminasi oleh tubuh. Kerusakan yang terjadi pada sel hati dapat bersifat sementara dan tetap. Sel akan mengalami perubahan untuk beradaptasi mempertahankan hidup

(14)

pada kerusakan yang bersifat sementara. Perubahan ini biasa disebut dengan degenerasi (McGavin, 2007).

Degenerasi hidropis merupakan kerusakan sel berupa pembengkakan sitoplasma yang berisi cairan akibat kerusakan membran sel. Degenerasi hidropis terjadi akibat sebagai respon sekunder akibat hipoksia, toksin, radikal bebas, virus, bakteri, dan perlukaan bermediasi imun (McGavin, 2007). Pengamatan histopatologi pada sel yang mengalami degenerasi hidropis akan berpenampakan seperti bervakuol berisi cairan dan sitoplasma membengkak (Underwood, 1992). Degenerasi lemak terjadi sebagai respon lanjut dari degenerasi hidropis, dimana sel tidak mampu memetabolisme lemak dengan baik sehingga terjadi akumulasi lemak pada sel. Pengamatan histopatologi sel yang mengalami degenerasi lemak ini memperlihatkan adanya vakuola yang jelas (Macfarlane, 2000).

Menurut Cheville (1999), kerusakan sel yang berkelanjutan dapat menyebabkan sel mengalami kematian. Proses kematian sel terdiri dari dua mekanisme yaitu apoptosis dan nekrosa. Apoptosis adalah bentuk kematian sel terprogram. Kematian apoptosis terlihat adanya pemadatan kromatin (piknosis), dan adanya badan apoptosis (ukuran sel mengecil). Apoptosis yang terjadi tidak melibatkan sel radang. Nekrosa merupakan kematian sekelompok sel yang berhubungan dengan deplesi sistem energi intraseluler yang berlangsung sangat cepat (Macfarlane 2000). Pada kejadian nekrosa kromatin inti dapat berbentuk menggumpal (piknosis), pecah (karyorexis) dan menghilang (karyolisis) (Cheville 1999).

(15)

2.4.3 Ginjal

Ginjal mencit memiliki tekstur yang halus, berwarna merah kecoklatan, dan menggantung bebas pada dorsal dinding tubuh dikelilingi oleh jaringan adipose (Seely, 1999). Pada semua spesies, arteri dan vena renalis, limfatik, saraf danureter melewati lekukan tunggal atau hilus. Semua ginjal dilingkupi oleh jaringan konektif kapsul yang tersusun atas serat kolagen utama tetapi dapat juga tersusun atas sejumlah otot licin. Posisi ginjal yang retroperitoneal biasanya terdapat satu permukaan dengan peritoneum (mesotelium, dan lapisan tipis jaringan konektif), yang ditutupi oleh jaringan adiposa. Ginjal dibagi atas dua bagian yaitu korteks (bagian luar) dan medula (bagian dalam) (Dellmann dan Eurell, 1998).

Dalam analisis toksipatologi, gangguan atau kerusakan ginjal diperiksa secara histopatologis. Toksin menyebabkan degenerasi dan nekrosa pada epitel tubuli terutama di bagian proksimal. Bentuk kerusakan pada ginjal akibat dari toksin adalah adanya degenerasi hidropis, dan nekrosa pada sel epitel tubuli proksimalis (Seely, 1999).

Pembagian tubulus renalis seperti halnya aliran filtrasi yang berasal dari darah hingga menjadi tetes-tetes urin dari parenkhim ginjal yaitu meliputi nefron yang terdiri atas korpuskel ginjal (glomerulus dan kapsula Bowman’s), tubuli proksimal dan tubuli distal, macula densa, dan jerat henle. Selain nefron adalah sistem duktus pengumpul (Gambar 2.6) (Dellmann dan Eurell, 1998).

(16)

Gambar 2.6 Histopalogi Ginjal (King, 2002) Keterangan:

Glomerulus (glom) Tubuli proksimalis (p) Tubuli distalis (d).

Unit fungsional dari ginjal adalah nefron yang terdiri dari glomerulus, tubulus proksimalis yang berbelok-belok dan lurus, jerat henle desendens dan ascendens, segmen yang lurus, dan tubulus distalis (Seely, 1999).

(17)

Dalam perjalanan sepanjang tubulus ginjal, volume cairan filtrat akan berkurang dan susunannya berubah akibat proses reabsorpsi tubulus (penyerapan kembali air dan zat terlarut dari cairan tubulus) dan proses sekresi tubulus (sekresi zat terlarut ke dalam cairan tubulus) untuk membentuk kemih (urine) yang akan disalurkan ke dalam pelvis renalis. Air serta elektrolit dan metabolit penting lainnya akan diserap kembali. Selain itu, susunan urine dapat berubah-ubah, dan banyak mekanisme pengaturan homeostasis yang mengurangi atau mencegah perubahan susunan cairan ekstrasel (CES) dengan cara mengubah jumlah air dan zat terlarut tertentu yang dieksresi melalui urine. Dari pelvis renalis, urine dialirkan ke dalam vesika urinaria (kandung kemih) untuk kemudian dikeluarkan melalui proses berkemih, atau miksi (Ganong, 2002).

Fungsi ginjal dalam toksisitas dapat dievaluasi melalui urinalisis dan penentuan serum darah, seperti kreatinin dan nitrogen urea darah. Urin mencit memiliki berat jenis yang tinggi. Proteinuria secara normal ada pada mencit dan meningkat pada mencit jantan dewasa karena pengaruh hormone testosteron. Albumin dan prealbumin berespon terhadap proteinuria. Ginjal mencit juga mensintesa MUP (Mouse Urinary Protein), suatu protein yang hampir sama dengan alfa-2u-globulin yang ada pada tikus. Akan tetapi MUP pada mencit tidak direabsorpsi oleh ginjal dan mempunyai sifat ikatan yang berbeda. Ginjal mencit mempunyai sistem enzim tertentu dalam membantu proses metabolisme, detoksifikasi, dan biotransformasi xenobiotik (Seely, 1999).

Referensi

Dokumen terkait

Masa waktu yang telah dipilih mulai tahun 2009 yaitu ketika krisis dalam negeri Amerika Serikat menjadi Krisis Ekonomi Global pada tahun 2008, yang pada awal tahun

Pada tahap analisis kamus data dapat digunakan sebagai alat komunikasi antara analisis sistem dengan pemakai sistem tentang data yang mengalir di sistem, yaitu

Dan dalam pemenuhan kebutuhan tersebut, perilaku yang dimunculkan akan berbeda dalam menghadapi sesuatu, untuk melakukan kebutuhan secara riligius membutuhkan niat

Pelaksanaan penelitian dimulai dengan mengurus administrasi, baik administrasi di kampus maupun di lembaga. Pihak kampus melaksanakan administrasi dengan membuat surat izin

Proses penyearahan dapat dijelaskan melalui Gambar 2.2 (a), (b) dan (c), pada setengah siklus pertama dengan polaritas positif, dioda pada rangkaian penyearah akan ON karena

Jika MOSFET dalam kondisi ideal, ketika MOSFET dalam kondisi ON memiliki karakteristik tegangan pada terminal pengalir dan sumber (V DS ) sama dengan nol dan arus yang

b. Menentukan dan mengembangkannya menjadi tujuan pembelajaran. Merumuskan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan guru dengan menerapkan model pembelajaran Picture

Berdasarkan hasil penelitian dari 82 responden di Poliklinik Saraf RSU Anutapura Palu Tahun 2018 tentang hubungan derajat depresi dengan nyeri kepala pada penderita