• Tidak ada hasil yang ditemukan

Referat Stroke Hemoragik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Referat Stroke Hemoragik"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

REFERAT

REFERAT

STROKE HEMORAGIK

STROKE HEMORAGIK

DISUSUN OLEH:

DISUSUN OLEH:

Muhammad Arman Pratomo

Muhammad Arman Pratomo

1102009180

1102009180

PEMBIMBING:

PEMBIMBING:

dr. Perwitasari, Sp. S

dr. Perwitasari, Sp. S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF RSUD SERANG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF RSUD SERANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

SEPTEMBER 2014

SEPTEMBER 2014

(2)

TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA STROKE HEMORAGIK STROKE HEMORAGIK

I.

I. ANATOMI PEMBULUH DARAH OTAKANATOMI PEMBULUH DARAH OTAK

Secara anatomis, pembuluh darah serebral terdiri dari dua sistem yaitu sistem Secara anatomis, pembuluh darah serebral terdiri dari dua sistem yaitu sistem karotis dan

karotis dan sistem vertebrobasiler. sistem vertebrobasiler. Jatah darah kJatah darah ke otak e otak 1/3 disalurkan 1/3 disalurkan melaluimelalui lintasan vaskuler vertebrobasiler dan 2/3 melalui arteri karotis interna.

lintasan vaskuler vertebrobasiler dan 2/3 melalui arteri karotis interna. Pembagian daerah otak yang diperdarahi pembuluh darah serebral : Pembagian daerah otak yang diperdarahi pembuluh darah serebral :

Anterior circulation (sistem karotis) Anterior circulation (sistem karotis) Anterior choroidal

Anterior choroidal Hippocampus, globus pallidus, lower internal capsuleHippocampus, globus pallidus, lower internal capsule Anterior

Anterior cerebral cerebral Medial Medial frontal frontal dan dan parietal parietal cortex cortex cerebri cerebri and and subjacentsubjacent white matter, anterior corpus callosum

white matter, anterior corpus callosum Middle

Middle cerebral cerebral Lateral Lateral frontal, frontal, parietal, parietal, occipital, occipital, and and temporal temporal cortex cortex andand subjacent white matter

subjacent white matter Lenticulostriate

Lenticulostriate  branches

 branches

Caudate nucleus, putamen, upper internal capsule Caudate nucleus, putamen, upper internal capsule

Posterior circulation (sistem

Posterior circulation (sistem vertebrobavertebrobasiler)siler) Posterior inferior

Posterior inferior cerebellar basilar cerebellar basilar

Medulla, lower cerebellum Medulla, lower cerebellum

Anterior inferior Anterior inferior cerebellar

cerebellar

Lower and mid pons, mid cerebellum Lower and mid pons, mid cerebellum

Superior

Superior cerebellar cerebellar Upper Upper pons, pons, lower lower midbrain, midbrain, upper upper cerebellumcerebellum Posterior

Posterior cerebellar cerebellar Medial Medial occipital occipital and and temporal temporal cortex cortex and and subjacent subjacent whitewhite matter, posterior corpus callosum, upper midbrain

matter, posterior corpus callosum, upper midbrain Thalamoperforate Thalamoperforate  branches  branches Thalamus Thalamus Thalamogeniculate Thalamogeniculate  branches  branches Thalamus Thalamus

(3)

II. SISTEM SARAF MOTORIK

Perjalanan saraf motorik terbagi dua yaitu sistem piramidalis dan ekstrapiramidalis : 1. Sistem Piramidalis :

Pusat sistem motorik terletak di gyrus presentralis (area broadman 4) ditempat ini terdapat  Motor Homonculus, serabut saraf kemudian berjalan melalui traktus piramidalis ,yang dibentuk oleh neuron sel Batz yang terdapat  pada lapisan kelima gyrus presentralis, berjalan konvergen ke kaudal ke kapsula interna menempati 2/3 krus posterior. Kemudian berjalan ke  pedunculus oblongata dan medulaspinalis. Pada kornu anterior medula spinalis sebagian serabut saraf ±85% berjalan ke kontralateral (disebut traktus kortikospinal lateral), persilangan ini disebut decussatio pyramidalis, sedangkan serabut yang lain ±15% tidak menyilang berakhir di kornu anterior homolateral (disebut traktus kortikospinal anterior).

2. Sistem Ekstrapiramidalis

Terdiri dari korteks, ganglia basalis, midbrain. Gangllia basalis terdiri dari globus palidus, putamen, nukleus kaudatus, substansia nigra, nukleus

(4)

III. SISTEM SARAF SENSORIS

Sistem saraf sensoris memiliki dua jalur berdasarkan lokasi penerimaan rangsang : 1. Sensibilitas permukaan

Rangsang diterima di reseptor kemudian serabut saraf berjalan ke ganglion spinale, kemudian melalui radix posterior ke kornu posterior, ditempat ini  berganti neuran kemudian menyilang linea mediana menjadi traktus spinothalamikus, kemudian ke atas ke thalamus. Pada thalamus serabut saraf yang berasal dari badan bagian bawah berjalan lebih lateral sedangkan badan  bawah lebih medial, kemudian berganti neuron kembali dan berakhir di gyrus

sentralis posterior. 2. Sensibilitas dalam

Serabut saraf bejalan mulai dari reseptor ke ganglion spinale lalu ke radix  posterior, di sini serabut membagi dua menjadi funicullus gracilis ,untuk daerah sakralis, lumbalis dan thorakalis bawah, dan funiculus cuneatus , untuk bagian thorakal atas dan sevikalis. Serabut secara berurutan ini menuju nukleus goll dan nukleus burdach sebelumnya berganti neuron. Kemudian  bersilang membentuk lemniscuss medialis menuju ke thalamus berganti

(5)

I. DEFINISI

Menurut World Health Organization  (WHO), stroke adalah gangguan fungsional otak yang terjadi mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global, berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.

Stroke hemoragik adalah stroke yang diakibatkan oleh perdarahan arteri otak didalam jaringan otak (intracerebral hemorrhage) dan/atau perdarahan arteri diantara lapisan pembungkus otak, piamater dan arachnoidea

II. KLASIFIKASI

Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya a. Stroke Iskemik :  Trombosis serebri  Emboli serebri  Hipoperfusi sistemik  b. Stroke Hemoragik  Perdarahan intraserebral  Perdarahan subaraknoid

2. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu a. Transient Ischemic Attack (TIA)

 b.  Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND) c. Stroke in evolution / Progressing Stroke

d. Completed stroke

3. Berdasarkan sistem pembuluh darah a. Sistem karotis

(6)

III. FAKTOR RESIKO

Faktor risiko stroke terdiri dari :

1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi : a. Usia

Risiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setiap  penambahan usia tiga tahun akan meningkatkan risiko stroke sebesar 11  –   20 %. Orang yang berusia > 65 tahun memiliki risiko stroke sebesar 71 %, sedangkat usia 65 –  45 tahun memiliki risiko 25 %, dan 4 % terjadi pada orang berusia < 45 tahun.

 b. Jenis Kelamin

Insiden stroke 1.25 kali lebih besar pada laki  –   laki dibanding  perempuan.

c. Ras / Bangsa

Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke daripada orang kulit  putih.

d. Hereditas

Riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia < 65 tahun, meningkatkan risiko stroke

2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi : a. Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke. Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak 4 sampai 6 kali. Makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga memudahkan terjadinya penyumbatan/perdarahan otak. Sebanyak 70% dari orang yang terserang stroke mempunyai tekanan darah tinggi.

 b. Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak sekuat hipertensi. Diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat sehingga berpengaruh terhadap terjadinya stroke. risiko terjadinya

(7)

stroke pada penderita diabetes mellitus 3,39 kali dibandingkan dengan yang tidak menderita diabetes mellitus.

c. Penyakit Jantung

Penyakit jantung yang paling sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium/atrial fibrillation (AF), karena memudahkan terjadinya penggumpalan darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh darah di otak. Di samping itu juga penyakit  jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, pasca operasi jantung juga memperbesar risiko stroke. Fibrilasi atrium yang tidak diobati meningkatkan risiko stroke 4 –  7 kali.

d. Transient Ischemic Attack  (TIA)

Sekitar 1 dari seratus orang dewasa akan mengalami paling sedikit 1 kali serangan iskemik sesaat (TIA) seumur hidup mereka. Jika diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari para pasien ini kemudian akan mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima tahun setelah serangan  pertama. Risiko TIA untuk terkena stroke 35-60% dalam waktu lima

tahun. e. Obesitas

Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes melitus. Obesitas meningkatkan risiko stroke sebesar 15%. Obesitas dapat meningkatkan hipertensi, jantung, diabetes dan aterosklerosis yang semuanya akan meningkatkan kemungkinan terkena serangan stroke.

f. Hiperkolesterolemia

Kondisi ini secara langsung dan tidak langsung meningkatkan faktor risiko, tingginya kolesterol dapat merusak dinding pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit jantung koroner. Kolesterol yang tinggi terutama Low Density Lipoprotein (LDL) akan membentuk  plak di dalam pembuluh darah dan dapat menyumbat pembuluh darah  baik di jantung maupun di otak. Kadar kolesterol total > 200 mg/dl

(8)

g. Merokok

Kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 4 kali. Merokok menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri di seluruh tubuh (termasuk yang ada di otak dan jantung), sehingga merokok mendorong terjadinya aterosklerosis, mengurangi aliran darah, dan menyebabkan darah mudah menggumpal.

h. Alkohol

Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu metabolisme tubuh, sehingga terjadi dislipidemia, diabetes melitus, mempengaruhi  berat badan dan tekanan darah, dapat merusak sel-sel saraf tepi, saraf otak dan lain  –   lain. Konsumsi alkohol berlebihan meningkatkan risiko terkena stroke 2-3 kali.

i. Stres

Hampir setiap orang pernah mengalami stres. Stres psiokososial dapat menyebabkan depresi. Jika depresi berkombinasi dengan faktor risiko lain (misalnya, aterosklerosis berat, penyakit jantung atau hipertensi) dapat memicu terjadinya stroke. Depresi meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 2 kali.

 j. Penyalahgunaan Obat

Pada orang-orang yang menggunakan narkoba terutama jenis suntikan akan mempermudah terjadinya stroke, akibat dari infeksi dan kerusakan dinding pembuluh darah otak. Di samping itu, zat narkoba itu sendiri akan mempengaruhi metabolisme tubuh, sehingga mudah terserang stroke.

(9)

IV. PATOFISIOLOGI DAN GEJALA KLINIS

Patofisiologi terjadinya stroke hemoragik dan gejala klinisnya berupa : 1. Patofisiologi berdasarkan penyebabnya :

a. Pendarahan Intraserebral

Merupakan 10% dari seluruh kasus yang ada. Perdarahan intraserebri ditandai oleh adaya perdarahan ke dalam parenkim otak akibat pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang dari  pembuluh darah superficial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim

otak yang di bagian distalnya berupa anyaman kapiler.

Atherosklerosis yang terjadi dengan meningkatnya usia dan adanya hipertensi kronik, maka sepanjang arteri penetrans ini terjadi aneurisma kecil  –   kecil (mikroaneurisma) dengan diameter sekitar 1 mm disebut aneurismas Charcot-Bouchard. Pada suatu saat aneurisma ini dapat pecah oleh tekanan darah yang meningkat sehingga terjadilan perdarahan ke dalam parenkim otak. Darah ini mendorong struktur otak dan merembes ke sekitarnya bahkan dapat masuk ke dalam ventrikel atau ke ruangan subaraknoid yang akan bercampur dengan cairan serebrospinal dan merangsang meningens.

Onset perdarahan intraserebri sangat mendadak, seringkali terjadi saat beraktivitas dan disertai nyeri kepala berat, muntah dan  penurunan kesadaran, kadang-kadang juga disertai kejang. Distribusi umur biasanya pada usia pertengahan sampai tua dan lebih sering dijumpai pada laki-laki. Hipertensi memegang peranan penting sebagai penyebab lemahnya dinding pembuluh darah dan  pembentukan mikroaneurisma. Pada pasien nonhipertensi usia lanjut,  penyebab utama terjadinya perdarahan intraserebri adalah amiloid angiopathy. Penyebab lainnya dapat berupa aneurisma, AVM, angiopati kavernosa, diskrasia darah, terapi antikoagulan, kokain, amfetamin, alkohol dan tumor otak. Dari hasil anamnesa tidak dijumpai adanya riwayat TIA.

Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia  basalis, pons, serebelum dan thalamus. Perdarahan pada ganglia

(10)

system ventrikuler ke dalam rongga subarachnoid. Adanya Perluasan intraventrikuler sering berakibat fatal. Perdarahan pada lobus hemisfer serebri atau serebelum biasanya terbatas dalam parenkim otak.

Apabila pasien dengan perdarahan intraserebri dapat bertahan hidup, adanya darah dan jaringan nekrotik otak akan dibersihkan oleh fagosit. Jaringan otak yang telah rusak sebagian digantikan pleh  jaringan ikat, lia dan pembuluh darah baru, yang meninggalkan

rongga kecil yang terisi cairan.

Gambaran klinis tergantung dari lokasi dan ukuran hematoma. Karakteristiknya berupa sakit kepala, muntah-muntah dan kadang-kadang kejang pada saat permulaan. Kesadaran dapat terganggu pada keadaan awal dan menjadi jelas dalam waktu 24-48 jam pertama bila volume darah lebih dari 50 cc. Karena jaringan otak terdorong, maka timbul gejala defisit neurologik yang cepat menjadi berat dalam  beberapa jam.

Dari hasil pemeriksaan didapatkan CSS seperti air cucian daging (xanthocrome) pada pungsi lumbal dan adanya perdarahan (hiperdens) pada CT Scan.

 b. Pendarahan Subarachnoid

Ditandai dengan perdarahan yang masuk ke dalam rongga subarachnoid. Onsetnya sangat mendadak dan disertai nyeri kepala hebat, penurunan kesadaran dan muntah. Distribusi umur penderita ini umumnya terjadi pada usia muda dan lebih banyak pada wanita.

Pada 10-15% kasus penyebabnya tidak diketahui, Umumnya akibat rupture aneurisma, kadang-kadang juga karena pecahnya malformasi arterivenosa, dan terapi antikoagulan. Aneurisma  biasanya berlokasi di sirkulus Willisi dan percabangannya. Bila aneurisma pecah, darah segera mengisi ruang subarakhnoid atau merembes ke dalam parenkim otak yang letaknya berdekatan.

Gejala klinis perdarahan subarachnoid berupa sakit kepala kronik akibat penekanan aneurisma yang besar terhadap organ sekitar, akibat pecahnya aneurisma mendadak dirasakan sakit kepala hebat,

(11)

meningen positif berupa kaku kuduk akibat darah dalam likuor dan Kernig’s sign, Perdarahan subhialoid pada funduskopi, CSS gross hemorrhagic pada pungsi lumbal dan CT scan menunjukkan adanya darah dalam rongga subarachnoid. Komplikasi berupa vasospasme dapat terjadi > 48 jam setelah onset dengan akibat terjadinya infark otak dan deficit neurologik fokal. Perdarahan ulang kadang-kadang terjadi dalam beberapa mingu setelah kejadian pertama. Angka kematian cukup tinggi 30-70% dan tergantung beratnya penyakit pada saat pertama kali muncul.

Derajat pendarahan subaraknoid berdasarkan Hunt dan Hess :

 Derajat 0 : Tidak ada gejala dan aneurisma belum ruptur  Derajat 1 : Sakit kepala ringan

 Derajat 2 : Sakit kepala berat dengan tanda rangsang

meningeal dan kemungkinan adanya defisit saraf kranial

 Derajat 3 : Kesadaran menurun dengan defisit fokal

neurologi ringan

(12)

 Derajat 5 : Koma dalam, deserebrasi

2. Patofisiologi berdasarkan lokasi lesi vaskuler a. Anterior circulation (sistem karotis)

Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda dan gejala disfungsi hemisfer serebri seperti afasia, apraxia, atau agnosia. Selain itu dapat juga timbul hemiparese, gangguan hemisensoris, dan gangguan lapang pandang.

 b. Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)

Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda dan gejala disfungsi batang otak termasuk koma, drop attacks  (jatuh tiba-tiba tanpa penurunan kesadaran), vertigo, mual dan muntah, gangguan saraf otak, ataxia, defisit sistem sensorimotorik kontralateral (hemiparese alternans). Selain itu dapat juga timbul hemiparese, gangguan hemisensoris, dan gangguan lapang pandang tetapi tidak spesifik untuk stroke yang disebabkan sistem vertebrobasiler.

V. DIAGNOSIS

Diagnosis stroke hemoragik dapat ditegakkan berdasarkan : 1. Anamnesis

Dari anamnesa didapatkan gejala pada pasien biasanya bervariasi tergantung dari area otak yang terkena dan seberapa luasnya perdarahan. Stroke hemoragik  biasanya menunjukkan gejala peningkatan tekanan intrakranial dibandingkan

daripada tipe lain dari stroke.

Pokok manifestasi dari stroke ini adalah hemiparese, hemiparestesia, afasia, disartria, & hemianopsia. Hemiparese yang ringan dapat dirasakan oleh  penderita sebagai gangguan gerakan tangkas. Hemiparestesia hampir selamanya

dikemukakan secara jelas.

a. Pada Insufisiensi karotis biasanya didapatkan keluhan berupa :

 Tidak bisa menggerakkan separuh atau sebagian dari anggota

tubuhnya

(13)

 Gangguan bicara (afasia) bila lesi pada daerah hemisfer

dominan

 Kebutaan (amaurosis fugaks)  Kesulitan bicara (disartria)

 b. Pada insufisiensi vertebrobasiler dapat ditemukan keluhan berupa:

 Penglihatan ganda (diplopia)

 Mata sulit untuk membuka (ptosis) akibat parese otot otot

ekstraokular

 Pusing seperti berputar (vertigo)

 Kesulitan untuk berbicara atau pelo (disartria)  Kesulitan untuk menelan (disfagia)

 Kelumpuhan sebelah atau bahkan seluruh badan (hemiparese

atau tetraparese)

 Tidak merasakan anggota tubuhnya atau rasa baal

(hemianestesia) baik unilateral maupun bilateral

Klasifikasi stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score (SSS) :

 SSS = (2,5 x kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x sakit kepala) - (0,1 X tekanan darah diastole) - (3 x atheroma) - 12

(14)

 Muntah :

Tidak = 0; Ya = 1

 Sakit kepala :

Tidak = 0; Ya = 1

 Tanda –  tanda atheroma :

Tidak ada = 0; Satu atau lebih tanda atheroma = 1 (Diabetes mellitus, angina, claudicatio intermitten).

 Interpretasi hasil score :

 > 1 : Stroke hemoragik 

 < -1 : Stroke non-hemoragik 

 -1 s/d 1 : Diagnosa tidak pasti, lihat hasil CT scan

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan awal dilakukan pemeriksaan status generalis pasien, kemudian status neurologisnya.

Defisit neurologis yang sudah jelas mudah dikenal terutama hemiparesis yang  jelas. Selain itu terdapat pula tanda tanda pengiring hemiparese yang dinamakan

gangguan Upper Motor Neuron (UMN) ialah:

a. Tonus otot pada lesi yang lumpuh meninggi  b. Refleks tendon meningkat pada sisi yang lumpuh

c. Refleks patologis positif pada sisi yang lumpuh

Mengenal manifestasi stroke yang sangat ringan adalah lebih penting daripada mengenal hemiparese yang sudah jelas. Manifestasi stroke yang paling ringan sering berupa gangguan ketangkasan gerak maka dari itu urutan pemeriksaan susunan motorik sebagai berikut:

a. Pemeriksaan ketangkasan Gerak  b. Penilaian tenaga otot otot

c. Penilaian refleks tendon

d. Penilaian refleks patologis, seperti:

 Refleks Babinsky  Refleks Oppenheim  Refleks Gordon

(15)

 Refleks Gonda

3. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium

 Hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit, hitung jenis,

trombosit, masa perdarahan, masa pembekuan, Laju Endap Darah (LED)

 Fungsi Ginjal (ureum, kreatinin)  Fungsi hati (SGOT/SGPT)

 Urine Lengkap

 Elektrolit (Na, K, Cl) dan AGD (Analisa Gas Darah)  Asam Urat

 Kholesterol, Trigliserid

 b. CT scan

 Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk

membedakan stroke infark dengan stroke perdarahan.

 Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara

umum adalah didapatkan gambaran hipodense sedangkan pada stroke perdarahan menunjukkan gambaran hiperdens.

c. Pemeriksaan MRI

Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak (sangat sensitif).

d. Pemeriksaan Angiografi.

Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem karotis atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau aneurisma pada pembuluh darah.

e. Pemeriksan USG

Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial , menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis.

f. Pemeriksaan Pungsi Lumbal

Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan atau MRI. Pada stroke PIS didaptkan gambaran LCS seperti cucian daging atau  berwarna kekuningan. Pada PSA didapatkan LCS yang gross

(16)

VI. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan stroke hemoragik adalah sebagai berikut : 1. Penatalaksanaan Umum Stroke Akut

a. Stabilisasi jalan napas dan pernapasan

 Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi

oksigen < 95 %

 Perbaiki jalan nafas, termasuk pemasangan pipa orofaring pada

 pasien yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas

 Intubasi ETT atau LMA diperlukan pada pasien dengan hipoksia

( pO2 < 60 mmHg atau pCO2 > 50 mmHg), atau syok, atau pada  pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi

 b. Stabilisasi hemodinamik 

 Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan

hipotonik seperti glukosa)

 Optimalisasi tekanan darah

 Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi

c. Pemeriksaan awal fisik umum

 Tekanan darah

 Pemeriksaan jantung

 Pemeriksaan neurologi umum awal (derajat kesadaran,

 pemeriksaan pupil dan okulomotor, dan keparahan hemiparesis) d. Pengendalian TIK 

 Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema

serebral

 Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan

 penderita yang mengalami penurunan kesadaran karena  peningkatan TIK 

 Sasaran terapi adalah TIK < 20 mmHg dan CPP > 70 mmHg  Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan TIK :

(17)

o Hindari penekanan vena jugular 

o Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik 

o Hindari hipernatremia

o Jaga normovolemia

o Osmoterapi atas indikasi :

 Manitol 0.25  –   0.5 gr/KgBB selama > 20 menit, diulang setiap 4  –  6 jam dengan target ≤ 310 mOsm/L.

 Furosemid dengan dosis inisial 1 mg/KgBB IV  bila perlu

o Intubasi untuk menjaga normoventilasi

o Kortikosteroid tidak direkomendasi untuk mengatasi

edema otak dan tingginya TIK pada stroke iskemik 

o Drainase ventrikular dianjurkan pada hidrosefalus akut

akibat stroke iskemik serebelar 

o Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik

serebelar yang menimbulkan efek masa, merupakan tindakan yang dapat menyelamatkan nyawa

e. Penanganan transformasi hemoragik  f. Pengendalian kejang

 Bila kejang, berikan diazepan bolus lambat IV 5  –   20 mg dan

diikuti oleh fenitoin loading dose 15  –   20 mg/Kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit

 Bila kejang belum teratasi, rawat di ICU

 Pada stroke pendarahan intraserebral, obat antikonvulsan

 profilaksis dapat diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan bila tidak ada kejang selama pengobatan

g. Pengendalian suhu tubuh

 Setiap penderita stroke yang disertau demam harus diberikan

obat antipiretik dan diatas penyebabnya

 Beriksan acetaminophen 650 mg bila suhu > 38.5°C atau >

(18)

 Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan

kultur dan diberikan antibiotik 

 Jika didapatkan meningitis, segera diikuti dengan terapi

antibiotik 

h. Pemeriksaan penunjang

 EKG

 Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, faal

hemostasis, kadar gula darah, analisis urin, analisa gas darah, dan elektroklit)

 Bila ada kecurigaan pendarahan subaraknoid, lakukan pungsi

lumbal untu pemeriksan CSF

 Pemeriksaan radiologi (foto rontgen dada dan CT scan).

2. Penatalaksanaan Hipertensi Pada Stroke Akut

a. Pada pasien stroke pendarahan intraserebral akut, apabila TDS > 200 mmHg atau MAP > 150 mmHg, tekanan darah diturunkan secara kontinyu dengan pemantauan tekanan darah setiap 5 menit

 b. Apabila TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg disertai dengan gejala dan tanda peningkatan TIK, lakukan pemantauan TIK.

Tekanan darah dapat diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinyu atau intermiten dengan  pemantauan tekanan perfusi serebral ≥ 60 mmHg

c. Apabila TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa disertai dengan gejala dan tanda peningkatan TIK, tekanan darah diturunkan secara hati  –   hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermiten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg.

d. Pada pasien stroke pendarahan intraserebral dengan TDS 150  –   220 mmHg, penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman

e. Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah pada penderita stroke pendarahan intraserebral

(19)

f. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan beta blocker (labetalol dan esmolol), calcium channel blocker (nikardipin dan diltiazem) intravena digunakan dalam upaya diatas.

Hidralazin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena mengakibatkan peningkatan TIK

g. Pada pendarahan subaraknoid aneurismal, tekanan darah harus dipantau dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk mencegah risiko terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta  pendarahan ulang.

Untuk mencegahan pendarahan berulang, tekanan darah diturunkan hingga TDS 140 –  160 mmHg. Sedangkan TDS 160  –  180 mmHg sering digunakan sebagai target TDS dalam mencegah risiko terjadinya vasospasme.

h. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga lebih rendah dari target diatas pada kondisi tertentu yang mengancam target organ lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal ginjal akut, dan ensefalopati hipertensif.

Target penurunan tersebut adalah 15 –  25 % pada jam pertama, dan TDS 160/90 mmHg pada 6 jam pertama.

3. Penatalaksanaan Khusus Stroke Akut.

a. Penatalaksanaan pendarahan intraserebral

 Pasien dengan defisiensi berat faktor koagulasi atau

trombositopenia berat sebaiknya mendapat terapi pengganti faktor koagulasi atau trombosit

 Apabila terjadi gangguan koagulasi dapat diberikan :

o Vitamin K 10 mg IV

o FFP 2  –   6 unit diberikan untuk mengoreksi defisiensi

faktor pembekuan darah  b. Penatalaksanaan pendarahan subaraknoid

 Tatalaksana umum :

o Tatalaksana PSA derajat I dan II adalah sebagai berikut :

(20)

 Tidah baring total dengan posisi kepala ditinggikan 30°, beri O2 2 –  3 LPM bila perlu  Hati –  hati dalam penggunaan sedatif

 Usahakan euvolemia dan monitor ketat sistem kardiopulmoner dan kelainan neurologi yang ada

o Tatalaksana PSA dereajat III, IV, dan V :

 Lakukan penatalaksanaan ABC

 Perawatan dilakukan di ruang intensif

 Lakukan intubasi ETT untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalan napas yang adekuat.

 Hindari pemakaian sedatif

 Tindakan untuk mencegah pendarahan ulang :

o Kontrol dan monitor tekanan darah

o Bed rest total

o Terapi antifibrinolitik :

 Epsilon-aminocaproic acid : loading 4 mg IV, kemudian diikuti dengan infus kontinu 1 gr/jam atau asam traneksamat 1 gram IV kemudian dilanjutkan 1 gr setiap 6 jam sampai aneurisma tertutup atau biasanya disarankan selama 72 jam.

 Terapi umum :

o Berikan laxative untuk melunakkan feses secara reguler

o Analgetik :

 Acetaminophen ½ - 1 gr/4  –   6 jam dengan dosis maksimal 4 gr/4 –  6 jam

o Pasien yang sangat gelisah dapat diberikan :

 Haloperidol IM 1 –  10 mg tiap 6 jam

 Petidin IM 50 –  100 mg atau morfin SC atau IV 5  –  10 mg/4 –  6 jam

 Midazolam 0.06 –  1.1 mg/KgBB/jam  Propofol 1 –  3 mg/KgBB/jam

(21)

VII. KOMPLIKASI

1. Komplikasi neurologik :

a. Edema otak (herniasi otak)

Merupakan komplikasi yan penting stok akibat infark maupun karena  perdarahan. Pada kasus infark, edema terjadi secara vasogenik dan

sitoksik, pada intra dan extraseluler.  b. Vasospasme (terutama pada PSA)

Spasme sering terjadi pada pembuluh darah arteri yang dikelilingi oleh sejumlah besar darah subarachnoid. Vasospasme ini timbul sebagai akibat langsung dari darah atau sebagian produk darah, seperti hematin atau produk keping darah, pada dinding adventitia dari pembuluh darah arteri. Gejala vasospasme berupa penurunan kesadaran (misalnya  bingung, disorientasi, ”drowsiness”) dan defisit neurologis fokal tergantung pada daerah yang terkena. Gejala-gejala berfluktuatif dan dapat menghilang dalam beberapa hari atau secara gradual menjadi lebih  berat.

c. Hidrosefalus

Jika sejumlah besar darah, sebagai akibat ruptur pembuluh darah, merembes ke dalam sistem ventrikel atau membanjiri ruang subarachnoid bagaian basal, darah tersebut akan memasuki foramen Luschka dan Magendie. Dimana pasien akan mengalami penurunan kesadaran hingga pingsan sebagai akibat dari hidrosefalus akut. Hidrosefalus sub akut dapat terjadi akibat blokade jalur cairan serebrospinal oleh darah setelah 2 hingga 4 minggu. Keadaan ini  biasanya didahului oleh nyeri kepala, penurunan kesadaran dan

inkontinen. d. Higroma

Terjadinya pengumpulan darah intrasecerbral di suatu tempat akibat kelainan osmotik.

2. Komplikasi non-neurologik (Akibat proses di otak) : a. Tekanan darah meninggi

(22)

VIII. PROGNOSIS

Prognosis bergantung pada jenis stroke dan sindrom klinis stroke. Kemungkinan hidup setelah menderita stroke bergantung pada lokasi, ukuran, patologi lesi, ukuran,  patologi lesi, serta usia pasien dan penyakit yang menyertai sebelum stroke. Stroke hemoragik memiliki prognosis buruk. Pada 30 hari pertama risiko meninggal 50%, sedangkan pada stroke iskemik hanya 10%.

Referensi

Dokumen terkait

Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak fokal maupun

Stroke adalah gangguan fungsional yang terjadi secara mendadak berupa tanda-tanda klinis baik lokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian

Menurut World Health Organization (WHO) stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan

Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam

Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau

Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak fokal maupun global yang

Stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung lebih dari 24 jam atau

Definisi stroke menurut WHO adalah suatu gangguan fungsional otak dengan tanda dan gejala fokal maupun global, yang terjadi secara mendadak, berlangsung lebih dari