• Tidak ada hasil yang ditemukan

INOVASI ALAT KESENIAN DEGUNG DENGAN MENGGUNAKAN BAMBU DI DESA CIAMPANAN KECAMATAN CINEAM KABUPATEN TASIKMALAYA (Suatu Kajian Geografis )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INOVASI ALAT KESENIAN DEGUNG DENGAN MENGGUNAKAN BAMBU DI DESA CIAMPANAN KECAMATAN CINEAM KABUPATEN TASIKMALAYA (Suatu Kajian Geografis )"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

¹Mahasiswa Program Studi Gerografi Pendidikan Geografi, FKIP Univ. Siliwangi Tasikmalaya ²Dosen Program Studi Gerografi Pendidikan Geografi, FKIP Univ. Siliwangi Tasikmalaya

INOVASI ALAT KESENIAN DEGUNG DENGAN MENGGUNAKAN BAMBU DI DESA CIAMPANAN KECAMATAN CINEAM

KABUPATEN TASIKMALAYA (Suatu Kajian Geografis )

THE INOVATION OF DEGUNG ART INSTRUMENT BY USING BAMBOO IN CIAMPANAN VILLAGE SUBDISTRICT OF CINEAM

REGENCY OF TASIKMALAYA (A Geographical Study)

Muhamad Baban Syabani¹ (ello_benk@yahoo.com) Nandang Hendriawan² (nandang.hendriawan@yahoo.com)

Program Studi Pendidikan Geografi

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi

ABSTRACT

MUHAMAD BABAN SYABANI.2014. The Inovation of Degung Art Instrument by Using Bamboo in Ciampanan Village Subdistrict of Cineam Regency of Tasikmalaya ( A Study of Geographis). Geography Education Department. Faculty of Educational Sciences and Teachers Training. Siliwangi University Tasikmalaya.

The background of this research is the expensive of degung’s art instrument therefore become obstacle for devotee either education department or another user to have or to change degung’s art instrument that exit. From the expensive price of degung’s art instrument so degung’s art isntrument is created by using bamboo in Ciampanan Village Subdistrict of Cineam Regency of Tasikmalaya by someone who is name is Ki Etob.

The method which is used in this reseach is descriptive qualitatif method, the techniques of colleting data which are used are observation, interview, literature’s study and documentation’s study. The instrument which are used are observation reference, interviewing reference and documentation’s instrument. The collecting of sample use purpossive sampling technique namely the collecting of data source by certain consideration. The informant taken by the writer is the maker of degung art instrument, the art expert in Ciampanan Village and society.

The results from this reseach show that the process of making degung’s art instrument by using bamboo consist of : (1) The preparation process of material is felling of tree, drying, cutting and sellecting bamboo. (2) The problem of making instument including saron instrument, jenglong and bonang. (3) Adjustment sound is wilahan and tube. The kind of bamboo which is used as the material of degung’s art instrument in this inovation are betung bamboo, apus and wulung. The eforts to develop degung’s art instrument by using bamboo in Ciampanan Village are overspread by introductively and socialization to teenager as the next generations, doing promotion to schools, searching events, art culture exhibition, launching to every school, holding the sing competition which is followed by degung’s art instrument by using bamboo or joining in reception event, making studio and forming the art group of this instrument.

(2)

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

Kesenian yang terdapat di Jawa Barat salah satunya yaitu kesenian degung, kesenian degung ini adalah sejenis gamelan yang khas dan berasal dari masyarakat sunda yang sudah ada pada awal abad ke-19. Kesenian degung ini dalam penyajiannya mempunyai ciri tertentu dalam warna musiknya. Seperangkat Gamelan degung terdiri dari 7 waditra, yaitu bonang, saron 1, saron 2, jenglong, goong, kendang, dan suling (Supandi. 1994:15).

Gamelan degung yang berkualitas baik terbuat dari perunggu dan kuningan, sedangkan bahan gamelan degung yang terbuat dari bahan besi dengan bentuk dan kualitas sederhana dimaksudkan untuk lebih memasyarakatkan alat degung agar dapat terjangkau masyarakat luas terutama untuk memenuhi kebutuhan para penggunanya. Seperti kebutuhan untuk para peserta didik di sekolah-sekolah atau lembaga pendidikan, para seniman ataupun pengguna yang lainnya. Adapun tujuan adanya pendidikan musik gamelan di sekolah-sekolah (non kesenian) bukan dimaksudkan untuk menciptakan peserta didik menjadi pelaku seni/seniman yang memiliki keahlian tinggi sebagai musisi. Akan tetapi peserta didik lebih diarahkan untuk mengenali, menghargai keberadaan kesenian gamelan degung sebagai sebuah bentuk kebudayaan yang harus dijaga, dimana peserta didik ini mempunyai peran sebagai generasi penerus supaya gamelan degung ini bisa tetap terjaga keberadaannya.

Prihatin dengan kondisi harga alat kesenian degung yang saat ini relatif mahal dan kebutuhan para pengguna baik itu seniman ataupun lembaga pendidikan serta pengguna yang lainnya terhadap alat kesenian degung. Maka diciptakanlah alat kesenian degung dengan menggunakan bahan yang cukup sederhana, yaitu dengan menggunakan bambu yang dilakukan oleh pelaku seni asli daerah Kabupaten Tasikmalaya tepatnya di Kecamatan Cineam Desa Ciampanan yang begitu peduli akan kebudayaan sunda khususnya Kesenian degung yaitu seorang yang bernama Ki Etob.

1.2. Tujuan

Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1) Untuk mengetahui Bagaimanakah proses terciptanya alat kesenian degung dengan menggunakan bambu di Desa

(3)

Ciampanan Kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya, 2) Untuk mengetahui Bagaimanakah upaya untuk mengembangkan alat kesenian degung dengan menggunakan bambu di Desa Ciampanan Kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya.

B. METODE PENELITIAN

Metode kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat yang meyakinkan, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2013). Dengan menggunakan metode penelitian diatas, penulis mencoba memberikan gambaran yang lebih jelas tentang inovasi alat kesenian degung dengan menggunakan bambu di Desa Ciampanan Kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya.

3. PEMBAHASAN

3.1 Inovasi Alat Kesenian Degung dengan Menggunakan Bambu

Menurut Koentjaraningrat (2009:210) Inovasi adalah suatu proses pembaruan dan penggunaan sumber-sumber alam , energi dan modal, pengaturan baru dari tenaga kerja dan penggunaan teknologi baru yang semua akan menyebabkan adanya sistem produksi menghasilkan produksi-produksi baru.

Alat kesenian degung dengan menggunakan bambu ini tercipta atau lahir pada 17 Agustus 2013. Inovasi ini dilakukan atas dasar keprihatinan pencipta alat kesenian degung dengan menggunakan bambu yang bernama Ki Etob terhadap kebutuhan atau minat para pengguna alat kesenian degung yang terdapat di Desa Ciampanan, tetapi hal itu terkendala oleh harga alat degung yang relatif mahal, sehingga menjadi kendala bagi penggunanya. Adapun alat kesenian degung yang diinovasi yaitu saron, jenglong dan bonang.

Bambu yang digunakan sebagai bahan inovasi alat kesenian degung ini banyak tumbuh di Desa Ciampanan, hal tersebut menjadi salah satu alasan kenapa inovasi yang dilakukan oleh Ki Etob menggunakan bahan bambu. Hasil dari inovasi

(4)

alat kesenian degung dengan menggunakan bambu ini memliki perbedaan baik dari segi bentuk, nada, cara bermain, serta dari segi harganya pun sangat jauh berbeda. Jika alat kesenian degung berharga sekitar Rp.10.000.000 sampai dengan > Rp.90.000.000, maka alat kesenian degung dengan menggunakan bambu ini jika dijual bisa berharga sekitar Rp.3.000.000,00 – Rp.5.000.000,00

Namun alat kesenian degung dengan menggunakan bambu ini belum diproduksi secara komersil karena menurut pemaparan penciptanya sendiri yaitu Ki Etob, alat ini diproduksi atau dibuat jika ada even-even atau atau pagelaran saja, dengan tujuan Ki Etob ingin mengenalkan dan menyeberluaskannya terlebih dahulu, supaya masyarakat bisa mengetahui akan keberadaan alat yang tergolong baru ini yaitu alat kesenian degung dengan menggunakan bambu.

3.2 Latar Belakang Terciptanya Alat Kesenian Degung dengan Menggunakan Bambu

Dalam sejarah kebudayaan sunda, gamelan degung merupakan salah satu gamelan khas dan hasil kreativitas masyarakat sunda, dan diperkirakan awal perkembangannya sekitar pada akhir abad ke-18 atau pada awal abad ke-19.

Menurut Koentjaraningrat (2009:164) unsur-unsur kebudayaan terbagi menjadi tujuh unsur yaitu :

a. Bahasa

b. Sistem Pengetahuan

c. Organisasi Sosial d. Sistem peralatan hidup dan teknologi

e. Sistem mata pencaharian hidup f. Sistem Religi

g. Kesenian

Dari ketujuh unsur tersebut sangat melekat pada kesenian degung yaitu bahasa dan kesenian. Kemudian apa bila dikaji alat yang digunakan dalam latar belakang dan yang mendasari diciptakannya alat kesenian degung dengan menggunakan bambu ini adalah alat kesenian degung yang merupakan khas masyarakat sunda.

Terciptanya alat kesenian degung dengan menggunakan bambu ini, berawal dari pencipta yang bernama Ki Etob diminta untuk menyetem alat kesenian degung

(5)

yang ada di sekolah SDN Rahayu yang berada di Desa Ciampanan. Tetapi, melihat kondisi alat kesenian degung yang ada di sekolah tersebut sudah tidak sesuai untuk dipakai dan digunakan, karena alat kesenian degung yang terdapat di sekolah tersebut kurang memenuhi standar, dengan alasan alat-alat degungnya menggunakan bahan atau besi yang murah. jadi setiap kali dimainkan selalu berubah pada nadanya, akibatnya nada yang dikeluarkan jauh dari nada yang diinginkan. Dan di Desa Ciampanan sendiri banyak seniman atau pengguna yang membutuhkan alat kesenian degung, serta sekolah-sekolah pun masih banyak yang belum memilikinya, dikarenakan harga alat kesenian degung yang standar itu harganya relatif mahal. Maka dari itu Ki Etob mempunyai ide atau gagasan untuk membuat atau menciptakan alat kesenian degung dari bahan yang sederhana dan mudah didapat yaitu menggunakan bambu.

Dari ide dan gagasan yang dimilki oleh Ki Etob tersebut, maka Ki Etob dapat menghasilkan sesuatu dan menemukan penemuan yang baru dan belum ada sebelumnya. Para sarjana mengatakan dalam Koentjaraningrat (2009:210) bahwa pendorong dari suatu gagasan atau ide itu adalah :

a. Kesadaran para individu akan kekurangan dalam kebudayaan b. Mutu dari keahlian dalam suatu kebudayaan

c. Sistem perangsang bagi aktivitas mencipta dalam masyarakat

Kesadaran yang dimiliki oleh Ki Etob akan Kurang dan terbatasnya kebutuhan sesuatu yang dianggap sangat dibutuhkan oleh masyarakat baik para seniman atau dari lembaga pendidikan begitu menjadi bahan beban pikiran bagi Ki Etob sendiri untuk mencari solusi atau jalan keluar agar bisa mengatasi permasalahan yang ditemukan dalam lingkungannya. Sehingga Ki Etob terangsang daya akan kreativitasnya untuk berani mencoba melakukan dan membuat hal yang baru, yaitu melakukan inovasi dari alat yang sebelumnya yaitu alat gamelan degung, tapi dengan bahan yang sebelumnya tidak pernah digunakan yaitu menggunakan bambu. Inovasi yang dilakukan oleh Ki Etob adalah suatu hasil karya yang didasari akan keterbatasan dalam sistem yang ada pada lingkungannya dengan melihat dan memanfaatkan hasil alam yang ada.

(6)

Ada beberapa Alat kesenian degung yang dijadikan sebagai inovasi, yaitu Saron, bonang, jenglong. Adapun goong, tidak dibuat sebagai alat yang diinovasikan. Menurut Ki Etob, goong hanya alat pelengkap saja, dan terdapat juga pada alat kesenian yang lain seperti kesenian tari topeng, tarling, rampak kendang, dan lain lain.

Dalam proses pembuatan alat kesenian degung dengan menggunakan bambu ini ada beberapa tahapan yang dikerjakan oleh Ki Etob yaitu :

a. Penebangan, penjemuran, dan pemotongan bambu

b. Pembuatan alat saron : ancak saron, tabung ancak, dan wilahan c. Pembuatan alat jenglong : ancak jenglong dan tabung suara d. Pembuatan alat bonang : ancak bonang dan tabung suara e. Pembuatan alat goong : ancak goong dan tabung suara f. Penyeteman suara

Menurut Koentjaraningrat (2009:210) Inovasi adalah suatu proses pembaruan dan penggunaan sumber-sumber alam , energi dan modal, pengaturan baru dari tenaga kerja dan penggunaan teknologi baru yang semua akan menyebabkan adanya sistem produksi menghasilkan produksi-produksi baru. Dengan demikian inovasi itu mengenai pembaruan kebudayaan yang khusus mengenai unsur teknologi dan ekonomi. Proses inovasi sudah tentu sangat erat kaitannya dengan penemuan baru dalam teknologi. Suatu penemuan biasanya merupakan suatu proses sosial yang panjang dan melalui dua tahap khusus, yaitu discovery dan invention.

Untuk perbandingan antara alat kesenian degung dengan hasil inovasi dengan menggunakan bambu bisa dilihat pada gambar 1 berikut ini :

Inovasi Dengan Menggunakan Bambu

Alat Kesenian Degung

(7)

Jenglong Jenglong

Bonang Bonang

Gambar 1. Perbandingan Alat

Diciptakannya alat kesenian degung dengan menggunakan bambu yang dilakukan oleh Ki Etob ini termasuk kedalam suatu proses penemuan baru dengan menggunakan sumber-sumber alam yaitu menggunakan bahan bambu yang didapatkan dari daerah Desa Ciampanan itu sendiri sebagai bahan utama dari pembuatan alat kesenian degung ini. Meskipun pada kenyataannya, pembuatan alat kesenian degung ini masih menggunakan alat atau teknologi yang cukup sederhana seperti golok, pisau raut, gergaji, bor, serutan, meteran, palu, kampak, tuner dan lain lain, serta dikerjakan pula secara manual.

Dan untuk melihat perbedaan antara alat kesenian degung dengan inovasi menggunakan bambu bisa dilihat pada tabel 1 berikut :

Tabel 1 Perbedaan Alat Inovasi Dengan Menggunakan

Bambu

Alat Kesenian Degung - Nada tidak mudah berubah

atau stabil

- Nada sering berubah

- Nada lebih rendah dan karakter suara lebih lembut - Suara lebih nyaring dari alat

degung khususnya dari bahan besi

- Nada lebih tinggi

- Perubahan dari penclon menjadi tabung (Jenglong dan Bonang)

- Jenglong dan bonang berpenclon

(8)

- Bisa dipadukan dengan musik modern

- Tidak bisa dpadukan dengan musik modern

- Segi tampilan lebih simpel dan sederhana

- Lebih Artistik - Perubahan dalam ancak (fold

up)

- Ancak tetap

- Menggunakan dua pemukul - Menggunakan satu pemukul - Alatnya lebih banyak, saron

menjadi 4 dalam satu set lengkap.

- Saron hanya 2 alat (1 dan 2)

- Harga relatif lebih terjangkau - Harga relatif mahal

Hasil dari penciptaan yang dilakukan oleh Ki Etob itu disebut suatu discovery. Adapun pengertian dari discovery itu sendiri adalah suatu penemuan dari suatu unsur kebudayaan yang baru, baik berupa suatu alat baru, suatu ide baru, yang diciptakan oleh seorang individu, atau suatu rangkaian dari beberapa individu dalam masyarakat yang bersangkutan. Discovery baru menjadi invention bila masyarakat sudah mengakui, menerima, dan menerapkan penemuan baru itu. Discovery yang telah dilakukan oleh Ki Etob sejauh ini sudah diketahui oleh masyarakat Desa Ciampanan, meskipun belum seluruhnya mengetahui akan keberadaan alat yang tergolong penemuan baru ini, terutama dari pihak pemerintah. 3.4 Jenis Bambu yang Digunakan Sebagai Bahan Baku Pembuatan Alat

Kesenian dengan Menggunakan Bambu

Di Indonesia terdapat kurang lebih 65 jenis bambu. Ada yang masih tumbuh liar dan belum jelas kegunaannya. Beberapa jenis bambu tertentu mempunyai manfaat atau nilai ekonomis tinggi seperti Bambu ater, gombong, lemang, tali, hitam, mayau, tiyang, kaas, lolebo, ori, cendani, embong, ampel, kaur, Sembilan, batu, sengkoreh, manggong, terasi, andong, dabo, uel-uel, uncea, wuluh, jalur, jala, dabuk, serik, kapal, rengen, bungkok, apus, tutul, toi, tamiang, kuning, duri, tomula, kenayau, jalugading, galah, tikus, jawa, teku, talang, legi, seit (Kasmudjo, 2009:66) Jenis bambu yang digunakan dalam pembuatan alat ini cukup tersedia di daerah sekitar Desa Ciampanan. Dilihat dari Faktor geografi yaitu iklim, Desa Ciampanan memiliki syarat dalam tumbuhnya bambu diantaranya iklim Desa Ciampanan memiliki suhu rata-rata 28-30°C, dengan ketinggian berada pada 446

(9)

meter diatas permukaan laut dan bertipe curah hujan B yaitu agak basah, dimana bambu termasuk jenis tanaman yang membutuhkan banyak air.

Dari masih tersedianya bahan baku dari daerah Desa Ciampanan, Ki Etob mempunyai pemikiran untuk memenuhi kebutuhan bahan baku dalam jangka waktu kedepan, supaya bahan baku untuk pembuatan alat kesenian degung dengan menggunakan bambu tersebut bisa terpenuhi oleh Ki Etob sendiri jika alat ini sudah diproduksi secara komersil, yaitu dengan cara menanam pohon bambu di lahan yang dimlikinya. Tidak hanya Ki Etob, masyarakat pun mulai menanam pohon bambu jenis yang digunakan untuk bahan baku pembuatan alat kesenian degung ini. Jadi bahan baku yang digunakan untuk sementara ini belum terlalu dibutuhkan dan didatangkan dari luar daerah Desa Ciampanan. Adapun jenis bambu yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan alat kesenian degung dengan menggunakan bambu ini yaitu bambu apus, bambu wulung dan bambu betung. 3.5 Upaya Upaya yang Dilakukan untuk Mengembangkan Alat Kesenian Degung dengan Menggunakan Bambu

Difusi adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan secara meluas sehingga melewati batas tempat di mana kebudayaan itu timbul (Supardan, 2009:205). Upaya dan proses untuk menyebarkan dalam artian usaha untuk memeperkenalkan supaya alat ini bisa lebih dikenal lagi dan untuk mendapatkan pengakuan yang lebih luas lagi dari masyarakat telah dilakukan oleh penciptanya sendiri yaitu Ki Etob. Dimana Ki Etob pernah memperkenalkan alat kesenian degung ini keluar dari tempat dimana alat ini diciptakan yaitu Desa Ciampanan, seperti memperkenalkannya ke luar negeri yaitu Malaysia pada tahun 2013 dalam even festival musik, menggelar acara di Lapas Banceuy sekaligus launching perdana dan menggelar acara di Radio Bobotoh Bandung.

Dalam usaha atau upaya untuk mengembangkan alat kesenian degung dengan menggunakan bambu ini tidak akan dapat bertahan dan berkembang jika tidak didukung oleh masyarakat luas dan tidak menjadi bagian nyata dari kehidupan kita. Menurut Agus Dono Karmadi (2007), untuk itu perlu ditumbuhkembangkan motivasi yang kuat untuk ikut tergerak berpartisipasi dalam melaksanakan pelestariannya, antara lain:

(10)

a. Motivasi untuk menjaga, mempertahankan dan mewariskan warisan budaya yang diwarisinya dari generasi sebelumnya.

b. Motivasi untuk meningkatkan pengetahuan dan kecintaan generasi penerus bangsa terhadap nilai-nilai sejarah kepribadian bangsa dari masa ke masa melalui pewarisan khasanah budaya dan nilai-nilai budaya secara nyata yang dapat dilihat, dikenang dan dihayati.

c. Motivasi untuk menjamin terwujudnya keragaman atau variasi lingkungan budaya.

d. Motivasi ekonomi yang percaya bahwa nilai budaya lokal akan meningkat bila terpelihara dengan baik sehingga memiliki nilai komersial untuk meningkatkan kesejahteraan pengampunya.

e. Motivasi simbolis yang meyakini bahwa budaya lokal adalah manifestasi dari jati diri suatu kelompok atau masyarakat sehingga dapat menumbuhkembangkan rasa kebanggaan, harga diri dan percaya diri yang kuat.

Dengan diciptakannya alat kesenian degung dengan menggunakan bambu ini diharapkan masyarakat Ciampanan bisa lebih menghargai dan merasa bangga untuk menjaga keberadaannya, karena secara waktu dan proses, alat ini lahir di Desa Ciampanan, dan juga bisa mengenalkan alat kesenian degung dengan menggunakan bambu ini pada anak-anak muda yang tidak lain sebagai generasi penerus. Alat degung dengan menggunakan bambu ini, diharapkan juga bisa lebih menambah warna baru dalam kesenian di tatar tanah Jawa Barat dan bisa dijadikan program dalam pembelajaran (seni budaya) di sekolah-sekolah, serta yang paling penting peran pemerintah harus lebih terlihat, supaya alat kesenian degung dengan menggunakan bambu ini bisa lebih dikenal lagi oleh masyarakat luas dan pemerintah harus memproses hak ciptanya supaya tidak diklaim oleh pihak yang lain.

4. SIMPULAN

Dari hasil deskripsi hasil penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Proses Terciptanya Alat Kesenian Degung Dengan Menggunakan Bambu di

Desa Ciampanan Kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya adalah berawal dari pencipta yang bernama Ki Etob, yang diminta untuk menyetem alat

(11)

kesenian degung oleh pihak sekolah SDN Rahayu yang berada di Desa Ciampanan. Tetapi, alat kesenian degung tersebut keadaannya sudah tidak sesuai untuk dipakai dan digunakan, dengan alasan alat kesenian degung yang ada di sekolah tersebut terbuat dari bahan besi yang kualitasnya kurang bagus, sehingga setiap kali alat degung itu dimainkan nadanya selalu berubah, akibatnya nada yang dikeluarkannya pun jauh dari nada yang diinginkan. Dan di Desa Ciampanan sendiri minat atau kebutuhan terhadap alat kesenian degung cukup banyak, terutama para seniman dan sekolah-sekolah. Namun minat atau kebutuhan dari penggunanya itu terkendala oleh harga alat kesenian degung yang relatif mahal. Dari mahalnya alat kesenian degung tersebut, maka Ki Etob mempunyai ide atau gagasan untuk menciptakan alat kesenian degung dari bahan yang sederhana dan mudah untuk mendapatkannya, khususnya dari daerah Desa Ciampanan, yaitu dengan menggunakan bambu.

Terlepas dari latar belakang penciptaan alat kesenian degung dengan menggunakan bambu yang di lakukan Ki Etob, maka Ki Etob melakukan proses pembuatan alat kesenian degung dengan menggunakan bambu tersebut dengan beberapa tahapan. Adapun tahapan dari pembuatannya adalah sebagai berikut : a. Penebangan, penjemuran, dan pemotongan bambu

b. Pembuatan alat saron : ancak saron, tabung ancak, dan wilahan c. Pembuatan alat jenglong : ancak jenglong dan tabung suara d. Pembuatan alat bonang : ancak bonang dan tabung suara e. Pembuatan alat goong : ancak goong dan tabung suara f. Penyeteman suara

Dan jenis bambu yang digunakan sebagai bahan baku dalam inovasi alat kesenian degung ini adalah bambu apus, wulung dan betung.

2. Upaya untuk Mengembangkan Alat Kesenian Degung Dengan Menggunakan Bambu di Desa Ciampanan Kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya adalah : a. Melakukan usaha untuk pemasaran ke wilayah yang lebih luas lagi, memperkenalkan dan mensosialisasikannya kepada anak-anak muda sebagai generasi penerus dan melakukan penawaran-penawaran/promosi terhadap sekolah-sekolah.

(12)

b. Mencari even-even, paemeran seni dan budaya, mengadakan launching-launching ke setiap sekolah, mengadakan perlombaan lagu yang diiringi dengan alat kesenian degung dengan menggunakan bambu ini, atau diikutsertakan dalam tampilan acara hajatan, dengan tujuan untuk mengenalkan alat ini supaya masyarakat bisa lebih mengetahui akan alat kesenian dengan menggunakan bambu ini.

c. Membuat sanggar dan membentuk grup kesenian khas alat ini.

Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dalam peroses penelitian harus lebih mendalam, juga peneliti harus terjun langsung terhadap objek yang sedang diteliti, serta diharapkan lebih baik dari skripsi ini. Serta untuk Pemerintah yang mempunyai peran sebagai fasilitator, diharapakan bisa mengangkat dan memperkenalkan, juga mengembangkan alat kesenian degung dengan menggunakan bambu ini kepada masyarakat luas.

DAFTAR PUSTAKA

Dono Karmadi, Agus. (2011). Budaya Lokal Sebagai Warisan Budaya Dan Upaya

Pelestariannya. [online] Tersedia :

www.javanologi.info/main/themes/images/pdf/Budaya_Lokal-Agus.pdf (25 januari 2014)

Kasmudjo. 2013. Rotan Dan Bambu. Yogyakarta.Cakrawala Media

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta. RINEKA CIPTA

Soepandi, Atik. Sukanda P, Enip dan Kubarsah R, Ubun. 1994. Ragam Cipta Mengenal Seni Pertunjukan Daerah Jawa Barat. Bandung. CV.Sampurna

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung. AFABETA

Supardan, Dadang. 2009. Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Jakarta. BUMI AKSARA

Gambar

Gambar 1. Perbandingan Alat

Referensi

Dokumen terkait

Gambar preparat histologi pancreas (Gambar 1,K-) menunjukkan bahwa tikus normal memiliki pulau Langerhans yang saling kompak tanpa celah, hal ini sangat berbeda

Upaya menumbuhkan kesadaran muslim untuk membayar zakat sangat penting dan perlu ditempuh melalui berbagai cara diantaranya: memberikan pemahaman, membuat terobosan

Studi ini bertujuan untuk mengetahui ketinggian gelombang yang nantinya digunakan dalam perencanaan bangunan pengaman pantai.Pengukuran tinggi gelombang sangat jarang

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik

Anwar Dharma Sembiring, M.Si sekaligus sebagai penguji, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Program Doktor Ilmu Fisika di Fakultas

masyarakat” dan Kopetensi Dasar adalah “mendeskripsikan kegiatan pokok ekonomi yang meliputi kegiatan konsumsi, produksi dan distribusi barang atau jasa” yang

sebagaimana tercantum dalam STP serta jumlah Sanksi Administrasi yang telah dikurangkan sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi

1= tidak ada informasi mengenai peluang bisnis dan risiko perusahaan, 2= perusahaan menyebutkan mengenai peluang bisnis dan risiko perusahaan namun tidak memberikan penjelasan,