• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. melimpah, salah satunya adalah krustasea yang termasuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. melimpah, salah satunya adalah krustasea yang termasuk"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 17.508 pulau dimana dua per tiga wilayahnya berupa laut sehingga memiliki hasil laut yang melimpah, salah satunya adalah krustasea yang termasuk didalamnya lobster, kepiting, udang, udang karang, serta teritip. Dalam kulit atau cangkang krustasea ini mengandung kitin. Kitosan adalah kitin dalam bentuk terdeasetilasi yang memiliki sifat lebih baik daripada kitin dalam hal kelarutan dan sifat fungsionalnya.

Kitosan adalah polimer alami dari unit glukosamine (unit deasetil) dan N-asetil-D-glukosamin yang bersifat biodegradabel dan non toksik, serta mempunyai kelebihan, yaitu dapat membuka tight junction dan mukoadhesif, sehingga dapat meningkatkan absorpsi obat karena memiliki sifat hidrofil (Henrik dkk, 1996). Kitosan sering digunakan dalam nanoteknologi khususnya pada pembuatan nanopartikel sebagai polimer untuk membuat komplek nanopartikel-obat, namun kitosan memiliki beberapa kelemahan yaitu sukar larut dalam air, viskositasnya yang tinggi, dan memiliki kecenderungan untuk berkoagulasi dengan protein pada pH tinggi sehingga dapat mempengaruhi stabilitas nanopartikel yang dihasilkan. Untuk memperbaiki karakteristiknya, maka rantai kitosan dapat dipotong dalam rangkaian yang lebih pendek dan disebut sebagai kitosan oligomer atau kitooligosakarida. Keuntungan lain dari pemotongan kitosan

(2)

adalah aktivitas biologisnya menjadi lebih baik, karena gugus aktif yang dimiliki bertambah (Syafputri, 2013). Selain itu semakin pendek rantai kitosan, maka stabilitas nanopartikel akan lebih baik karena ukuran partikel yang semakin kecil. Salah satu metode yang sedang dikembangkan untuk memotong rantai kitosan menjadi lebih pendek adalah dengan radiasi sinar Gamma dengan dosis radiasi tertentu.

Gamavuton-0 (GVT-0) dengan nama kimia 1,5-bis(4’-hidroksi-3’-metoksifenil)-1,4-pentadien-3-on, adalah senyawa analog kurkumin hasil sintesis Fakultas Farmasi UGM yang dipatenkan sebagai obat antiinflamasi (Sardjiman, 2000). GVT-0 memiliki stabilitas yang lebih tinggi daripada kurkumin namun memiliki kelarutan yang rendah dalam air sehingga bioavailibilitasnya rendah. Untuk itu, perlu dilakukan formulasi baru untuk memperbaiki kelarutan Gamavuton-0 dan menghasilkan sistem penghantaran obat yang tepat, salah satunya adalah nanopartikel dengan menggunakan polimer kitosan. Kitosan yang digunakan untuk membuat kompleks nanopartikel-obat dalam penelitian ini adalah kitosan yang telah diradiasi dengan sinar Gamma.

Salah satu metode yang dapat digunakan dalam pembuatan nanopartikel adalah metode gelasi ionik dengan menggunakan tripolifosfat sebagai crosslinker. Gelasi ionik merupakan metode yang sederhana, karena tidak menggunakan pelarut organik, dan dapat dikontrol dengan mudah. Preparasi nanopartikel dilakukan dengan mencampur obat, kitosan, dan pengait silang tripolifosfat (TPP). TPP akan menstabilkan muatan positif yang terkumpul di permukaan kitosan sehingga derajat ikatan crosslinking lebih baik (Albhar dkk, 2012). Prinsip pembentukan

(3)

nanopartikel pada metode ini adalah terjadinya interaksi ionik antara gugus amina terprotonasi pada kitosan yang bermuatan positif dengan muatan negatif GVT-0 yang membentuk struktur intermolekul dan/atau intramolekul tiga dimensi (Agnihotri dkk, 2004). Crosslinker polianion yang paling banyak digunakan adalah tripolifosfat, karena bersifat tidak toksis dan memiliki multivalen (Fan dkk, 2012). Kitosan teradiasi sinar Gamma 0 kGy dan 150 kGy dikarakterisasi untuk mengetahui pengaruh radiasi sinar Gamma terhadap sifat fisika-kimianya. Untuk mendapat nanopartikel yang stabil, maka dilakukan formulasi nanopartikel dengan variasi konsentrasi kitosan teradiasi sinar Gamma 150 kGy, Gamavuton-0, dan tripolifosfat. Nanopartikel yang memiliki stabilitas paling optimal dikarakterisasi dengan mengamati ukuran partikel, morfologi partikel, dan entrapment efficiency. Sehingga dalam penelitian ini diharapkan akan diperoleh nanopartikel GVT-0 dengan polimer kitosan teradiasi sinar Gamma yang memiliki ukuran partikel, morfologi partikel, dan entrapment efficiency yang optimal sehingga memiliki stabilitas yang baik.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pengaruh radiasi sinar Gamma 150 kGy terhadap karakteristik kitosan (organoleptis, viskositas, dan derajat deasetilasi)?

2. Apakah kitosan yang diradiasi dengan sinar Gamma 150 kGy dapat menghasilkan nanopartikel GVT-0 yang dibuat dengan metode gelasi ionik dan pengait silang tripolifosfat?

(4)

3. Bagaimanakah karakter nanopartikel GVT-0 (ukuran partikel, morfologi partikel dan entrapment efficiency) yang dihasilkan oleh preparasi nanopartikel menggunakan polimer kitosan teradiasi sinar Gamma 150 kGy, dibandingkan dengan nanopartikel GVT-0 yang dihasilkan oleh kitosan yang tidak diradiasi (0 kGy)?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Menghasilkan nanopartikel GVT-0 yang dibuat menggunakan polimer kitosan teradiasi sinar Gamma 150 kGy dengan metode gelasi ionik dan pengait silang tripolifosfat.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengaruh radiasi sinar Gamma 150 kGy terhadap karakteristik kitosan (organoleptis, viskositas, dan derajat deasetilasi).

b. Mengetahui apakah kitosan yang diradiasi dengan sinar Gamma 150 kGy dapat menghasilkan nanopartikel GVT-0 yang dibuat dengan metode gelasi ionik dan pengait silang tripolifosfat.

c. Mengetahui karakteristik nanopartikel GVT-0 (ukuran partikel, morfologi partikel dan entrapment efficiency) yang dihasilkan oleh preparasi nanopartikel menggunakan polimer kitosan teradiasi sinar Gamma 150 kGy dibandingkan dengan nanopartikel GVT-0 yang dibuat dari kitosan yang tidak diradiasi (0 kGy).

(5)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai aplikasi kitosan yang diradiasi dengan sinar Gamma 150 kGy pada formulasi nanopartikel GVT-0 dengan metode gelasi ionik dan pengait silang tripolifosfat.

E. Tinjauan Pustaka 1. Kitosan Teradiasi Sinar Gamma

Kitosan ditemukan oleh C. Roughes pada tahun 1859. Kitosan merupakan turunan kitin yang diperoleh dengan cara diasetilasi atau penghilangan gugus asetilnya (Rathke dan Hudson, 1994). Nama kimia kitosan adalah Poli-(1,4)-2-amino-2-deoksi-D-glukopiranosa yang merupakan polimer alami yang ramah lingkungan karena dapat dibuat dari limbah kitin dengan struktur kimia seperti pada gambar 1.

Gambar 1. Struktur kitosan

Kitin banyak ditemukan pada kulit cangkang hewan famili krustasea seperti kepiting, udang, dan lobster. Kitosan juga dapat ditemukan pada beberapa mikroorganisme, yeast, dan fungi (Illum dkk, l999). Kitin merupakan polimer alami paling berlimpah kedua di alam setelah selulosa. Kitin adalah jenis polisakarida terbanyak ke dua di bumi setelah selulosa dan dapat ditemukan pada eksoskeleton

(6)

invertebrata dan beberapa fungi pada dinding selnya (Campbell dkk, 2002). Cangkang kering arthropoda rata-rata mengandung 20-50% kitin (Suhardi, 1992). Kitin juga diketahui terdapat pada kulit siput, kepiting, kerang, dan bekicot (Stephen, 1995). Unit utama polimer kitin adalah 2-deoksi-2-(asetilamino) glukosa yang dihubungkan dengan ikatan β-(1,4)-glikosidik membentuk rantai panjang polimer linier (Hejazi dan Amiji, 2003).

Kitosan bersifat polielektrolit sehingga dapat dengan mudah berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti protein. Kitosan relatif lebih banyak digunakan pada berbagai bidang industri terapan dan industri kesehatan daripada kitin (Marganof, 2002). Kitosan memiliki banyak manfaat bagi pangan, agrikultur, dan medis. Namun kitosan memiliki sifat yang sukar larut dalam air, viskositasnya yang tinggi serta memiliki BM yang besar. Menurut Shahidi dkk (1999) kitosan dapat larut jika dilarutkan dalam pelarut asam dan dalam viskositas yang tinggi.

Parameter dasar yang dapat digunakan untuk karakterisasi kitosan adalah derajat deasetilasi, bobot molekul polimer, viskositas, dan sifat kristalnya. Derajat deasetilasi merupakan suatu parameter mutu kitosan yang menunjukkan persentase gugus asetil yang telah dihilangkan dari rendemen kitin. Derajat deasetilasi sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat kimia dan kegunaan kitosan. Semakin tinggi derajat deasetilasi kitosan, maka jumlah gugus asetil kitosan semakin sedikit sehingga interaksi antar ion dan ikatan hidrogennya semakin kuat. Derajat deasetilasi juga berpengaruh terhadap kemampuan biodegrabilitas dan imunologik (Tolaimate dkk, 2000). Untuk mengetahui nilai derajat deasetilasi, dapat menggunakan FTIR, dengan metode garis dan persamaan Moore dan Robert.

(7)

Sampel dibuat pelet dalam bentuk KBr kemudian ditentukan spektrumnya (Hargono dkk, 2008).

Kitosan umumnya memiliki derajat N-deasetilasi sebesar 40%-98% dan bobot molekul antara 50 kDa sampai 2.000 kDa. Kedua karakteristik ini sangat penting terhadap sifat fisika-kimia kitosan oleh sebab itu kedua karakteristik tersebut berpengaruh besar pada sifat biologis kitosan (Sannan dkk, 1976). Kitosan merupakan basa lemah dengan nilai pKa dari residu D-glukosamin sekitar 6,2 - 7,0 dan tidak larut pada pH netral dan basa (Amiji dan Patel, 1996).

Kitosan yang tersedia secara komersial memiliki derajat deasetilasi sebesar 66%-99% dan memiliki bobot molekul rata-rata 3,8 kDa dan 2000 kDa (Sundar dkk, 2010). Kitosan dengan deasetilasi sempurna 100% jarang terjadi karena gugus asetat yang berdekatan ke gugus hidroksil cis dapat mengalami N-deasetilasi, tetapi gugus yang trans lebih resisten (Suhardi, 1992). Produk dengan derajat deasetilasi yang tinggi lebih diminati untuk aplikasi biomedis, untuk memperoleh hasil yang diinginkan, parameter ini dapat dimodifikasi. Derajat deasetilasi dapat diturunkan dengan reasetilasi sedangkan bobot molekul melalui depolimerisasi menggunakan asam (Mohadi dkk, 2007).

Salah satu pemanfaatan kitosan baru dapat dilihat setelah kitosan dipecah dalam bentuk yang lebih sederhana, yaitu oligomer kitosan. Proses pemecahan rantai kitosan dapat dilakukan dengan beberapa metode, seperti radiasi suara dan hidrolisis secara kimiawi. Namun, yield dari hasil pemotongan tersebut sangat rendah karena pemotongan bersifat acak sehingga bentuk oligomernya tidak seragam (Cheng dan Li, 2000). Selain itu metode secara kimiawi menimbulkan

(8)

sampah kimia dan reprodusibilitasnya rendah walaupun merupakan metode yang mudah dan murah (Sirmats, 2009). Oleh karena itu, metode yang lebih sering digunakan adalah metode enzimatik karena enzim bekerja secara spesifik dan hasil pemotongannya lebih seragam (Barret dkk, 2003). Contoh enzim yang sering digunakan adalah kitosanase dan selulase yang diisolasi dari fungi (Baker dkk, 2007).

Metode lain yang sedang dikembangkan untuk memecah rantai kitosan adalah dengan radiasi sinar Gamma. Metode ini tidak mempengaruhi biokompatibilitas kitosan yang diradiasi dengan dosis pensterilan yaitu 25 kGy (Rosiak dan Ulanski, 1992). Radiasi ini menginduksi dua reaksi utama yang secara signifikan dapat mempengaruhi kegunaan polimer yaitu pemotongan rantai utama dan pembentukan ikatan silang. Ada kemungkinan bahwa salah satu reaksi dapat mendominasi sifat polimer yang paling teradiasi sehingga akan menentukan sifat akhir polimer tersebut (O'Donnell, 1991). Radiasi sinar Gamma juga dapat menginduksi pembukaan cincin piranosa pada kitosan (Gryczka, 2009). Menurut Rosiak dan Ulanski (1992) kitosan yang diradiasi dengan dosis sampai dengan 25 kGy, dapat menyebabkan penurunan bobot molekul polimer akibat terjadinya pemotongan pada ikatan β-(1,4)-glikosidik.

Berdasarkan Lim dkk (1998) kitosan dengan kemurnian dan derajat deasetilasi tinggi yang diradiasi dengan sinar Gamma menggunakan dosis untuk sterilisasi (25 kGy) dapat menyebabkan terpotongnya rantai utama kitosan. Sedangkan kitin yang tidak diradiasi dan dideasetilasi dengan larutan NaOH 40 % menunjukkan derajat deasetilasi sebesar 72 %, namun kitin yang diradiasi dengan

(9)

dosis 50 kGy dan dideasetilasi dengan 20 % NaOH memiliki derajat deasetilasi sebesar 81,5 %. Kitosan yang diradiasi sinar Gamma dengan dosis 100 kGy mengalami penurunan bobot molekul rata-rata dari 1,9 × 105Da menjadi 6,5 × 104

Da sehingga meningkatkan kelarutannya dalam air. Jika ukuran rantai polimer kitosan bertambah kecil, laju gerakan translasinya menjadi semakin cepat, sehingga viskositas larutannya bertambah rendah (Fernandez-Kim, 2004).

2. Gamavuton-0

Senyawa gamavuton (GVT-0), dengan nama kimia 1,5-bis (4’-hidroksi-3’-metoksifenil)-1,4-pentadien-3-on, adalah senyawa analog kurkumin. Kurkumin secara alami dapat diisolasi dari rimpang Curcuma domestica (Masuda dkk, 1993) dan Curcuma longa L. Nama Gamavuton-0 sendiri berasal dari kata “Gama” yang berarti Gadjah Mada (University), dan “vu” dari “Vrije Universitetit”, serta “ton” adalah senyawa dengan struktur keton (Ikawati, 2009). Senyawa ini mempunyai jembatan rantai karbon yang lebih pendek (pentadienon) daripada kurkumin (heptadien-dion), memiliki satu gugus karbonil dan tidak mempunyai gugus metilen. Senyawa ini lebih stabil pada pH di atas 6,5 dibandingkan dengan kurkumin dan tetap mempunyai sifat anti oksidan (Sardjiman dkk, 1997).

O H3CO

HO

OCH3

OH

(10)

Struktur GVT-0 (Gambar 2), hilangnya gugus metilen dan karbonil menjadi 1,4-pentadien-3-on, menghasilkan senyawa yang lebih stabil dibanding kurkumin. Gamavuton-0 (GVT-0) disintesis dengan mengubah gugus -diketon pada kurkumin menjadi gugus keton. Gamavuton-0 memiliki struktur dasar dienon yang simetris pada bagian tengah yang menghubungkan dua cincin aromatis dan merupakan derivat aseton yang telah diuji aktivitasnya dalam menghambat proliferasi sel endothelial yaitu pada kadar 3 g/mL yang menunjukkan persen inhibisi 96,6% dan kadar 6g/mL menunjukkan persen inhibisi 97,7% (Robinson dkk, 2003).

GVT-0 dapat menghambat autooksidasi asam linoleat yang lebih tinggi dibanding kurkumin (Masuda dkk, 1993). GVT-0 juga menunjukkan aktivitas antioksidan dan antiinflamasi (Reksohadiprojo dkk, 2004) serta menghambat enzim siklooksigenase (Nurrochmad dkk, 1998). Turunan ini memiliki efek yang lebih rendah untuk mengiritasi gastrointestinal dan tidak secara signifikan menunjukkan efek toksik pada uji toksisitas akut dan subkronis (Soni dkk, 1992). Menurut Cen dkk (2009) analog kurkumin ini juga lebih poten menghambat proliferasi tiga

human colorectal cell lines (HCT-116, HT29, SW480) melalui mekanisme

apoptosis. GVT-0 juga mempunyai aktivitas antitumor (Youssef dan El-Sherbeny, 2005), dapat menekan peradangan, menghambat penipisan kartilage/tulang rawan, dan menekan produksi TNF dan IL-1 pada artritis rematoid (Ikawati dkk, 2008). Struktur kimia GVT-0 yang mirip dengan kurkumin menyebabkan GVT-0 juga mempunyai sifat yang sukar larut dalam air. Untuk meningkatkan kelarutan GVT-0 dalam air, bioavailibilitas, dan efikasinya perlu dilakukan pengembangan

(11)

terhadap sistem penghantaran obat nanopartikel menggunakan polimer kitosan dan pengait silang TPP.

3. Nanopartikel

Nanopartikel adalah struktur koloid berukuran subnano yang tersusun dari polimer sintetik atau semi sintetik dengan ukuran 10-1000 nm (Rawat dkk, 2006). Sistem polimer memungkinkan kontrol farmakokinetik yang lebih baik dari obat yang dibawanya dan membuat stabilitas obat menjadi lebih baik (Peppas, 1995). Oleh karena itu, nanopartikel menjadi salah satu alternatif sistem enkapsulasi obat yang efektif pada obat yang sangat sensitif terhadap perubahan lingkungannya (Soppimath dkk, 2001). Dalam bidang farmasi nanopartikel dijelaskan sebagai suatu bentuk sistem penghantaran obat, dimana obat terlarut, terenkapsulasi, terjerap, terabsorbsi, maupun disisipkan secara kimia pada makromolekul atau polimer (Tiyaboonchai, 2003).

Kriteria polimer pembawa untuk nanopartikel adalah mudah dibuat dan dikarakterisasi, murah, biokompatibel, biodegradabel, non toksik, non imunogenik, dan larut dalam air. Sistem penghantaran nanopartikel juga harus stabil, tidak toksik, reprodusibel, mudah dan murah untuk dibuat dalam skala besar, serta dapat diaplikasikan untuk berbagai obat, protein, dan polinukleotida (Tiyaboonchai, 2003). Sifat nanopartikel tergantung pada proses penyiapan, ukuran partikel, potensial zeta, pH, atau morfologi partikelnya. Sehingga parameter-parameter tersebut harus dikendalikan untuk mencapai sifat nanopartikel yang dikehendaki (Mora-Huertas dkk, 2010).

(12)

Keuntungan nanopartikel sebagai penghantaran obat per oral adalah dapat meningkatkan bioavailabilitas karena adanya peningkatan kelarutan dan stabilitas obat, meningkatkan transport obat melalui sirkulasi limfatik sehingga menghindari

pre systemic metabolism di hepar, controlled release, dan mereduksi iritasi

gastrointestinal oleh obat (Sakuma dkk, 2001). Nanopartikel dapat menghantarkan obat dengan lebih baik ke unit kecil dalam tubuh, mengatasi resistensi yang disebabkan oleh barier fisiologi tubuh, sehingga dapat mengurangi toksisitas dan meningkatan efisiensi distribusi obat (Rawat dkk, 2006). Nanopartikel dengan ukuran 50-100 nm dengan muatan hampir netral dapat menembus kedalam tumor besar setelah pemberian sistemik (Hu-Lieskovan dkk, 2005). Menurut Zhuo (2010) manfaat yang diharapkan dari nanopartikel sebagai pembawa agen antikanker sehingga dapat meningkatkan khasiat obat adalah adanya peningkatan kelarutan yang dapat memfasilitasi penghantaran obat, peningkatan t1/2 obat, peningkatan

akumulasi obat dalam jaringan target (kanker dan sel), pelepasan obat menjadi konstan dan stabil, serta mengurangi pengeluaran obat dari sel akibat efflux-pump.

Berdasarkan proses pembuatannya, nanopartikel dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu nanosfer dan nanokapsul (Allemann dkk, 1993). Nanokapsul terdiri atas polimer yang membentuk dinding yang melingkupi senyawa obat yang dijerat. Sedangkan nanosfer dibuat dari matrik polimer padat dan didalamnya terdispersi senyawa obat (Delie dan Blanco, 2005). Secara umum nanopartikel dapat dibuat melalui mekanisme top-down dan bottom-up. Mekanisme top-down dilakukan dengan menggiling (milling) partikel besar menjadi partikel dengan ukuran nano (menjadi berukuran lebih kecil), sedangkan mekanisme bottom-up dilakukan

(13)

dengan pengendapan larutan sehingga partikel dibentuk dari ukuran kecil menjadi ukuran nano yang lebih besar (Gupta dan Kompella, 2006). Ada beberapa metode yang biasa digunakan untuk formulasi nanopartikel. Metode yang paling banyak digunakan untuk formulasi nanopartikel adalah dispersi polimer, polimerisasi monomer, dan gelasi ionik (Reverchon dan Adami, 2006; Rolland dkk, 2005).

Nanopartikel dikarakterisasi dengan penentuan ukuran partikel, morfologi partikel dan muatan permukaan/potensial zeta dengan menggunakan alat Scanning

Electron Microscopy (SEM), Transmission Electron Microscopy (TEM), atau Atomic Force Microscopy (AFM) serta Particle Size Analyzer (PSA). Pengamatan

dengan mikroskop elektron sangat berguna untuk menentukan bentuk keseluruhan nanopartikel. Stabilitas koloid dianalisis dengan menentukan potensial zeta nanopartikel. Potensial zeta adalah potensial listrik pada antarmuka lapisan rangkap medium dan lapisan cairan stationer yang melekat pada partikel yang terdispersi (Delgado dkk, 2005).

4. Gelasi Ionik

Metode gelasi ionik pertama kali dikembangkan oleh Calvo dkk (1997). Gelasi ionik merupakan salah satu teknik enkapsulasi dan umum digunakan untuk membentuk nanopartikel dari kitosan (Lee dkk, 2001). Metode gelasi ionik dapat dilakukan melalui pembentukan crosslinking secara kimia maupun fisika. Gugus amino kitosan dapat membuat crosslink secara kimia dengan dialdehid seperti glutaraldehid (Kunjachan dkk, 2010) atau menggunakan anion multivalen seperti natrium tripolifosfat (TPP) (Luo dkk, 2010), sitrat (Varshosaz dan Alinagari, 2005), dan sulfat (Chen dkk, 2007; Elsayed dkk, 2011) untuk membuat crosslink secara

(14)

fisika. Pembuatan crosslink secara fisika lebih banyak digunakan dalam pembuatan sistem penghantaran obat karena dapat meningkatkan biokompatibilitas dibandingkan dengan crosslink yang dibuat secara kimia (Kafshgari dkk, 2011). Terjadinya ikatan silang (crosslink) secara fisika yang bersifat reversibel dari interaksi elektrostatik (bukan merupakan ikatan silang secara kimia) untuk menghindari adanya toksisitas reagen dan efek lain yang tidak diharapkan (Racovita dkk, 2008). Selain itu glutaraldehid bersifat toksik dan dapat mengiritasi membran mukosa sehingga tidak dapat digunakan untuk membuat sediaan obat (Kafshgari dkk, 2011).

Metode gelasi ionik sangat sederhana dan mudah. Mekanisme pembentukan nanopartikel kitosan adalah adanya interaksi elektrostatik antara gugus amina terprotonasi kitosan dan gugus bermuatan negatif dari obat kemudian distabilkan oleh interaksi kitosan dengan polianion seperti tripolifosfat (Bodmeier dkk, 1989). Dalam suasana asam (pH 4-6) muatan positif gugus amina primer kitosan yang terprotonasi (-NH3+) berinteraksi dengan muatan negatif TPP untuk membentuk

kompleks dengan ukuran nanometer. Penambahan TPP dilakukan dalam proses gelasi ionik sebagai agen crosslinker berfungsi untuk menstabilkan partikel (Mohanraj dan Chen, 2006).

5. Natrium Tripolifosfat (Na5P3O10)

Natrium tripolifosfat atau disebut juga sodium tripolifosfat, disingkat Na-TPP, merupakan bentuk garam polikation natrium dengan anion tripolifosfat. Natrium tripolifosfat merupakan senyawa fosfat terkondensasi, dimana tiga buah gugus fosfat (PO4) terikat satu sama lain oleh jembatan atom oksigen.

(15)

Gambar 3. Struktur Kimia Natrium Tripolifosfat (Hawley, 1987)

Pada keadaan terkondensasi, anion TPP memiliki bilangan oksidasi berdasarkan muatannya sebesar 5--, sehingga dalam bentuk garam jumlah kation

natrium yang terikat berjumlah lima buah (pentanatrium) dengan rumus molekul seperti pada gambar 3. Natrium tripolifosfat memiliki bobot molekul sebesar 367, 86g/moldengan komposisi Na: 31,25%, O: 43, 49%, dan P: 25,26% (O’Neil, 2006). Tripolyphosphate (TPP) merupakan senyawa polianion non toksik yang mampu

berinteraksi dengan kitosan melalui gaya elektrostatik untuk membentuk jalinan silang ionik (ionic crosslink) (Mi dkk, 2003). Interaksi antara kitosan dan TPP menghasilkan crosslink nanopartikel kitosan yang biokompatibel, yang dapat secara efisien digunakan dalam penghantaran protein dan vaksin (Bhumkar dan Pokharkar, 2006). Menurut Panos dkk (2008) TPP biasanya digunakan untuk memancing terjadinya ionotropic gelation kitosan serta digunakan untuk membuat butiran dan mikrosfer kitosan karena mampu membentuk gel secara cepat (Mi dkk, 2003). TPP aman untuk digunakan sebagai bahan tambahan makanan dan diizinkan oleh US Food and Drug Administration.

(16)

F. Landasan Teori

Kitosan merupakan polimer alami dengan nama kimia Poli-(1,4)-2-amino-2-deoksi-D-glukopiranosa yang bersifat biodegradabel dan non toksik, dapat membuka tight junction serta bersifat mukoadhesif, sehingga dapat meningkatkan absorpsi obat karena memiliki sifat hidrofil. Oleh karena itu, kitosan banyak dipakai sebagai polimer untuk membentuk kompleks nanopartikel dan obat. Namun kitosan merupakan polimer yang sulit larut dalam air, sehingga untuk memperbaiki kelarutannya, rantai kitosan harus dipotong dalam rangkaian yang lebih pendek. Pemotongan kitosan ini dapat memperbaiki aktivitas dan karakteristik kitosan karena gugus aktifnya bertambah. Salah satu metode untuk memotong rantai kitosan adalah radiasi dengan sinar Gamma. Pemotongan rantai kitosan dengan radiasi sinar Gamma dapat terjadi karena adanya pemotongan ikatan β-(1,4)-glikosidik. Parameter dasar yang dapat digunakan untuk karakterisasi kitosan adalah organoleptis, viskositas, dan derajat deasetilasi. Oleh karena itu, dilakukan karakterisasi kitosan teradiasi sinar Gamma 150 kGy untuk mengetahui pengaruh radiasi tersebut terhadap karakteristik kitosan.

GVT-0 merupakan senyawa turunan kurkumin dengan nama kimia

1,5-bis(4’-hidroksi-3’-metoksifenil)-1,4-pentadien-3-on. GVT-0 memiliki berbagai

aktivitas biologis yaitu sebagai antioksidan, antiinflamasi, antitumor, dan dapat menghambat enzim siklooksigenase. Namun, sebagai senyawa analog kurkumin, GVT-0 juga memiliki sifat yang sukar larut dalam air, sehingga terus dilakukan pengembangan sistem pengahantaran obat yang tepat bagi GVT-0 untuk

(17)

memperbaiki kelarutannya, salah satunya adalah dengan sistem penghantaran nanopartikel.

Nanopartikel adalah struktur koloid berukuran subnano yang tersusun dari polimer sintetik atau semi sintetik dengan ukuran 10-1000 nm. Sistem polimer tersebut membuat kontrol farmakokinetik yang lebih baik dari obat yang dibawanya sehingga tingkat kestabilan obat lebih baik, dapat memperbaiki kelarutan sehingga bioavailibilitas obat juga meningkat. Polimer yang sering digunakan dalam pembuatan nanopartikel adalah kitosan. Salah satu metode pembuatan nanopartikel yang umum digunakan adalah metode gelasi ionik. Dasar metode gelasi ionik adalah interaksi antara muatan positif dan negatif yang kemudian membentuk gel dalam ukuran nanopartikel. Muatan positif berasal dari gugus amina terprotonasi polimer kitosan dan GVT-0 yang bermuatan negatif dalam air karena adanya gugus karbonil dan hidroksil, sehingga dapat mengadakan mekanisme gelasi ionik. Interaksi ionik tersebut pada formulasi yang tepat dapat membentuk partikel berukuran nano. Tripolyphosphate (TPP) merupakan senyawa polianion yang tidak toksik yang mampu berinteraksi dengan kitosan melalui gaya elektrostatik untuk membentuk jalinan silang ionik (ionic crosslink) yang berfungsi untuk menstabilkan partikel sehingga nanopartikel GVT-0 tidak mudah lepas (Mi dkk., 2003). Nanopartikel dikarakterisasi dengan penentuan ukuran partikel, distribusi ukuran partikel, morfologi partikel dan entrapment efficiency.

(18)

G. Hipotesis

1. Kitosan teradiasi sinar Gamma 150 kGy memiliki viskositas yang lebih rendah dan derajat deasetilasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kitosan yang tidak diradiasi (0 kGy).

2. Kitosan teradiasi sinar Gamma 150 kGy dapat menghasilkan nanopartikel GVT-0 yang dibuat dengan metode gelasi ionik dan pengait silang tripolifosfat. 3. Karakteristik nanopartikel GVT-0 (ukuran partikel, morfologi partikel dan

entrapment efficiency) yang dihasilkan oleh preparasi nanopartikel

menggunakan polimer kitosan teradiasi sinar Gamma 150 kGy lebih baik dibandingkan dengan nanopartikel GVT-0 yang dihasilkan oleh kitosan yang tidak diradiasi (0 kGy).

Gambar

Gambar 1. Struktur kitosan
Gambar 2. Struktur GVT-0 (Sardjiman, 2000)
Gambar 3. Struktur Kimia Natrium Tripolifosfat (Hawley, 1987)

Referensi

Dokumen terkait

disimpulkan bahwa penambahan bit pada sosis daging sapi berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air sosis. Semakin tinggi penambahan bit, maka semakin tinggi pula

Metode analisis data yang digunakan adalah regresi linear berganda, Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel persepsi kualitas pelayanan berpengaruh terhadap

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan:

Alhamdulillah, puji syukur hanya pada Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta nikmat-Nya, serta memberikan kemudahan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi sehingga

Daur ulang e-waste yang dilakukan secara ilegal di India tidak ramah lingkungan karena proses solder untuk pengambilan emasnya mengakibatkan polusi udara dan

Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah: (1) terdapat kontribusi yang positif dan signifikan efektifitas kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru,

Hasil penelitian ini antara lain : 1) Proses Pengadaan Peralatan Laboratorium Komputer Jurusan Akuntansi SMK N 1 Klaten: a) Identifikasi kebutuhan peralatan yang dilakukan