• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Gejala Gangguan Mental Emosional Penduduk Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Gejala Gangguan Mental Emosional Penduduk Indonesia"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Gejala Gangguan Mental

Emosional Penduduk Indonesia

Sri Idaiani, Suhardi, Antonius Yudi Kristanto Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan

Abstrak: Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, prevalensi gangguan mental

emosional penduduk Indonesia yang berusia >15 tahun sebesar 11,6%. Gangguan mental emosional merupakan suatu keadaan yang mengindikasikan individu mengalami suatu perubahan emosional yang dapat berkembang menjadi keadaan patologis apabila terus berlanjut, sehingga perlu dilakukan antisipasi agar kesehatan jiwa masyarakat tetap terjaga. Untuk itu, diperlukan gambaran mengenai gejala mental emosional yang dialami masyarakat melalui karakteristik sosiodemografi yang mempengaruhinya serta berdasarkan ranah kelompoknya. Tujuan umum penelitian ini adalah diketahuinya besaran gejala gangguan men-tal emosional pada penduduk Indonesia. Penelitian ini merupakan survei kesehatan jiwa pada Riskesdas 2007yang dilaksanakan di 33 provinsi di Indonesia yang terdiri dari 438 kabupaten/ kota. Kriteria inklusi anggota rumah tangga yang dinilai kesehatan jiwanya adalah minimal berusia 15 tahun dan bersedia mengikuti penelitian. Penilaian kesehatan jiwa dilakukan melalui wawancara oleh petugas pewawancara dengan menggunakan kuesioner self reporting

ques-tionnaire (SRQ) yang terdiri dari 20 butir pertanyaann. Apabila menjawab minimal 6 jawaban

“ya”, maka responden diidentifikasi mengalami gangguan mental emosional. Program statistik yang digunakan adalah SPSS versi 15.0 dengan metode complex samples. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa gejala terbanyak yang dialami masyarakat adalah gejala somatik, meskipun yang berperan terhadap gangguan mental emosional adalah gejala depresi, antara lain tidak mampu melakukan hal-hal yang bermanfaat dalam hidup, mempunyai pikiran untuk mengakhiri hidup, merasa tidak berharga, pekerjaan sehari-hari terganggu dan merasa sulit menikmati kegiatan sehari-hari. Karakteristik yang paling kuat pengaruhnya terhadap gangguan mental emosional adalah usia lanjut.

(2)

Analysis of Mental Emotional Disorder Symptoms in Indonesian People Sri Idaiani, Suhardi, Antonius Yudi Kristanto

National Institute of Health Research and Development Indonesia Ministry of Health

Abstract: Based on 2007 Basic Health Research (Riskesdas), the prevalence of mental emotional

disorder among Indonesian people aged >15 years was 11.6%. Mental emotional disorder is a condition which indicated an emotional changed of a person and could grow into a pathologic condition if it continues. Prevention actions should be taken to maintain the mental healthiness of a community. A description of mental emotional symptoms experienced by a community is needed through sociodemographic characteristics influenced and symptoms analysis based on the com-munity. The main aim of this study was to undertake the magnitude of mental emotional symptoms of Indonesian population. A mental health survey was conducted within the Riskesdas 2007 frame, in 33 provinces in Indonesia, which consisted of 438 districts or cities. The inclusion criterion were age 15 years or older and were willing to participate in the research. Mental health assess-ment was done through interviews using self reporting questionnaire (SRQ), consisted of 20 questionnaire items. If there were at least 6 “yes” answers, a respondent was considered to have a mental emotional disorder. SPSS 15.0 version was used and analysis was done with complex samples method. It was concluded that the most symptoms experienced by most people were somatic symptoms, although depression symptom was the main symptom of mental emotional disorder (e.g. could not perform useful things in life, having thoughts to end life or feel useless, have work disturbance, and difficult to enjoy daily activities). The elderly had the strongest association with mental emotional disorder.

Keywords: mental emotional disorder, Riskesdas, SRQ

Pendahuluan

Pada tahun 1993, World Bank dan World Health Orga-nization (WHO) menemukan metode pengukuran baru yang disebut global burden of disease. Metode ini tidak terlalu memberikan fokus pada kematian, tetapi juga pada kesakitan, dengan demikian kesehatan mental menjadi salah satu masalah yang berperan dalam global burden of disease tersebut. Tahun 2000 diperoleh data gangguan mental sebesar 12%, tahun 2001 meningkat menjadi 13% dan diprediksi pada tahun 2020 menjadi 15%.1 World Health Report (WHO) 2001

menyebutkan bahwa gangguan meuropsikiatri merupakan penyumbang sepertiga disabilitas yang dinilai dengan dis-ability adjusted life years (DALYs).2 Meskipun gangguan

jiwa mempunyai kontribusi yang berarti, belum semua penderita yang mengalaminya memperoleh pengobatan oleh karena masih terdapat stigma, tidak mampu berobat dan belum semua negara memiliki kebijakan di bidang kesehatan jiwa.1,2 Untuk menyusun program kesehatan jiwa, selayaknya

didukung oleh data penelitian. Data prevalensi pada masyarakat sangat penting bagi penyusunan program serta perencanaan kesehatan yang di dalamnya meliputi pem-biayaan kesehatan jiwa. Salah satu cara mendapatkan data

yang cukup baik dengan cara yang relatif murah, mudah dan efektif adalah dengan menggunakan alat ukur self-reporting questionnaire (SRQ). Dikatakan murah karena dapat dilakukan dalam waktu yang cukup singkat serta tidak memerlukan sumber daya manusia khusus untuk menilainya. SRQ efektif karena memiliki validitas yang cukup baik dalam hal sensistivitas dan spesifisitasnya.1

SRQ adalah kuesioner yang dikembangkan oleh WHO untuk skrining gangguan psikiatri dan keperluan penelitian yang telah dilakukan di berbagai negara. SRQ banyak digunakan di negara-negara yang sedang berkembang dan tingkat pendidikan penduduknya masih rendah. Selain itu SRQ juga sangat cocok digunakan di negara yang pen-duduknya masih banyak yang berasal dari tingkat sosial ekonomi rendah.1,3

Berdasarkan laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, yang menggunakan SRQ untuk menilai kesehatan jiwa penduduk, prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia yang berusia >15 tahun sebesar 11,6%.4 Gangguan mental emosional merupakan

suatu keadaan yang mengindikasikan individu mengalami suatu perubahan emosional yang dapat berkembang menjadi

(3)

keadaan patologis apabila terus berlanjut sehingga perlu dilakukan antisipasi agar kesehatan jiwa masyarakat tetap terjaga. Istilah lain gangguan mental emosional adalah distres psikologik dan distres emosional. Untuk itu diperlukan gambaran mengenai gejala mental emosional yang dialami masyarakat melalui karakteristik latar belakang yang mem-pengaruhinya.

Atas dasar hal tersebut di atas, tujuan umum penelitian ini adalah diketahuinya besaran gejala gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia menggunakan kuesioner SRQ. Tujuan khususnya adalah dinilainya faktor risiko sosiodemografi individu dengan gangguan mental emosional, diketahuinya gejala yang banyak dialami penduduk usia >15 tahun dan pada kelompok yang mengalami gangguan mental emosional, serta diidenti-fikasinya kelompok yang mengalami gejala gangguan kognitif, cemas, depresi, somatik dan penurunan energi. Metode

Penelitian ini merupakan analisis lanjut data Riskesdas 2007. Riskesdas tersebut dilaksanakan di 33 provinsi di In-donesia yang terdiri dari 438 kabupaten/kota. Riskesdas 2007 adalah sebuah survei yang dilakukan secara potong lintang (cross sectional). Desain tersebut terutama dimaksudkan untuk menggambarkan masalah kesehatan penduduk di seluruh pelosok Indonesia secara menyeluruh, akurat dan berorientasi pada kepentingan para pengambil keputusan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Populasi Riskesdas 2007 adalah seluruh anggota rumah tangga atau individu di seluruh pelosok Indonesia. Populasi sumbernya adalah anggota rumah tangga yang berasal dari rumah tangga terpilih pada blok sensus. Sampel rumah tangga dan anggota rumah tangga dalam Riskesdas 2007 identik dengan daftar sampel rumah tangga dan anggota rumah tangga Susenas 2007. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa metodologi penghitungan dan cara penarikan sampel untuk Riskesdas 2007 identik pula dengan two stage sam-pling yang digunakan dalam Susenas 2007. Dari setiap kabupaten/kota yang masuk dalam kerangka sampel kabupaten/kota diambil sejumlah blok sensus yang proporsional terhadap jumlah rumah tangga di kabupaten/ kota tersebut. Kemungkinan sebuah blok sensus masuk ke dalam sampel blok sensus pada sebuah kabupaten/kota bersifat proporsional terhadap jumlah rumah tangga pada sebuah kabupaten/kota (probability proportional to size). Bila dalam sebuah blok sensus terdapat lebih dari 150 (seratus lima puluh) rumah tangga, maka dalam penarikan sampel di tingkat ini akan dibentuk sub-blok sensus. Secara kese-luruhan, berdasarkan sampel blok sensus dalam Susenas 2007 terdapat 17 357 (tujuh belas ribu tiga ratus lima puluh tujuh) sampel blok sensus.

Riskesdas dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2007 untuk 28 provinsi. Lima provinsi lainnya, yaitu Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua

dan Irian Jaya Barat baru dapat dilaksanakan pada bulan September sampai November 2008. Perbedaan waktu pelak-sanaan tersebut oleh karena letak geografis yang sulit serta anggaran yang terbatas. Riskesdas terintegrasi dengan Survei Sosial Ekonomi Nasional 2007 (Susenas 2007). Kriteria inklusi adalah anggota rumah tangga pada rumah tangga terpilih di blok sensus terpilih pada Susenas 2007. Responden yang dinilai kesehatan jiwanya minimal berusia 15 tahun dan bersedia mengikuti penelitian.

Penilaian kesehatan jiwa dilakukan melalui wawancara oleh petugas pewawancara dengan menggunakan kuesioner SRQ yang terdiri dari 20 butir pertanyaan. Meskipun pada dasarnya kuesioner ini sebaiknya dikerjakan langsung oleh responden atau self-administered, pada keadaan saat banyak penduduk yang tidak dapat membaca, diperbolehkan untuk digunakan melalui wawancara atau interviewer adminis-tered.1,3 Responden dinyatakan mengalami suatu gangguan

psikiatri apabila total jawaban “ya” di atas nilai batas pisah yang ditetapkan. Nilai batas pisah SRQ berkisar antara 3 dan 10.1,3,5 Di dalam Riskesdas ditetapkan 5/6 sebagai nilai batas

pisah, artinya responden yang menjawab “ya” lebih besar atau minimal 6 butir pertanyaan akan dianggap mengalami gangguan mental emosional atau distres yang memiliki potensi adanya suatu gangguan jiwa apabila diperiksa lebih lanjut oleh psikiater.3 Nilai batas pisah 5/6 ini didapatkan

sesuai penelitian uji validitas yang telah dilakukan oleh Hartono6, peneliti pada Badan Litbang Depkes tahun 1995.

Pada penelitian tersebut sensitivitas SRQ 88% dan spesifisitas 81%, nilai ramal positif 60% serta nilai ramal negatif 92%. Prosedur uji validitas ini wajib dilakukan untuk mendapatkan nilai batas pisah serta menghasilkan kuesioner yang baik pada berbagai setting.7,8 Nilai batas pisah kuesioner ini

bervariasi antara penelitian satu dengan lainnya, tergantung metode pengambilan sampel, bahasa yang dipakai, serta tujuan penelitian.3

Pada survei ini, SRQ yang digunakan adalah murni 20 butir pertanyaan. SRQ-20 terdiri dari pertanyaan pertanyaan mengenai gejala yang lebih mengarah kepada neurosis. Gejala depresi terdapat pada butir nomor 6, 9, 10, 14, 15, 16, 17; gejala cemas pada butir nomor 3,4,5; gejala somatik pada butir nomor 1, 2, 7, 19; gejala kognitif pada butir nomor 8, 12, 13; gejala penurunan energi pada butir 8, 11, 12, 13, 18, 20.9

Dalam analisis ini dilakukan telaah terhadap butir-butir pertanyaan SRQ-20 menurut konstruk atau ranah pembentuknya.

Tidak pernah sekolah, tamat SD dan tamat SMP dikelompokkan sebagai pendidikan rendah; tamat SMA sebagai pendidikan sedang, dan tamat akademi atau perguruan tinggi sebagai pendidikan tinggi. Status perkawinan dibagi menjadi belum kawin, kawin, dan bercerai (cerai mati dan cerai hidup). Tingkat sosial ekonomi penduduk dinilai berdasarkan kuintil pengeluaran, yaitu pengeluaran perkapita rumah tangga yang dibagi menjadi kuintil (5 bagian). Kuintil, berbeda-beda pada masing-masing provinsi. Kuintil

(4)

tertinggi adalah 5, yaitu tingkat pengeluaran perkapita rumah tangga tertinggi, sedangkan tingkat pengeluaran perkapita terendah pada kuintil 1. Kuintil 1-3 digolongkan sebagai kelompok sosial ekonomi rendah, sedangkan kuintil 4 dan 5 digolongkan sosial ekonomi tinggi. Seluruh data dianalisis secara cross sectional. Karakteristik sosiodemografi res-ponden dan gejala yang banyak dialami penduduk dianalisis secara deskriptif dengan menyajikannya berdasarkan sebaran distribusi dan frekuensi. Untuk melihat hubungan antara faktor risiko yang terkait karakteristik sosiodemografi dilakukan analisis bivariat. Setelah dijabarkan, dilakukan analisis multivariat regresi logistik untuk semua variabel dengan nilai p<0,25 pada analisis bivariat. Sebagai variabel tergantung adalah gangguan mental emosional dan karakteristik sosiodemografi sebagai variabel bebas. Seluruh data diproses dengan menggunakan komputer. Program statistik yang digunakan adalah SPSS versi 15.0 dengan metode complex samples. Terdapat limitasi analisis multivariat pada penelitian ini oleh karena variabel yang ada pada dasarnya dirancang untu analisis deskriptif.

Hasil

Riskesdas berhasil mengunjungi 17 150 blok sensus dari 438 jumlah kabupaten/kota. Sebagian kecil blok sensus tidak berhasil dijangkau oleh Riskesdas oleh karena beberapa kendala geografis serta keamanan. Dari 17 357 blok sensus Susenas terdapat 278 352 rumah tangga. Jumlah rumah tangga Riskesdas adalah 258 284 (respons rate 98%). Jumlah anggota

Tabel 1. Sebaran Responden Berdasarkan Karakteristik So-siodemografi, Riskesdas 2007

Karakteristik responden f %

Kelompok umur (tahun)

Umur muda (15-34) 307 807 46,2 Umur sedang (35-64) 305 888 45,9 Umur tua (65+) 52 260 7,8 Jenis kelamin Laki-laki 319 578 48,0 Perempuan 346 381 52,0 Pendidikan Pendidikan tinggi 36 225 5,4 Pendidikan sedang 144 221 21,7 Pendidikan rendah 483 720 72,6 Pekerjaan Pegawai/sekolah 119 921 18,0 Non Pegawai 333 374 50,1 Ibu RT 136 228 20,5 Tidak bekerja 75 663 11,4 Status perkawinan Belum kawin 155 822 23,4 Kawin 455 715 68,4 Cerai 54 423 8,2 Tempat tinggal Kota 257 464 38,7 Desa 408 496 61,3 Sosial ekonomi Tinggi 247 150 37,1 Rendah 418 810 62,9

Tabel 2. Hubungan Bivariat antara Gangguan Mental dan Karakteristik Responden Riskesdas 2007

Gangguan mental Gangguan mental ORkasar 95%CI Nilai p -N= 581.244 (%) +N= 76.538 (%)

Kelompok umur (tahun)

Umur muda (15-34) 47,6 35,2 Referens 0,001

Umur sedang (35-64) 45,9 46,8 1,38 1,35-1,40 Umur tua (65+) 6,5 18,0 3,72 3,61-3,84 Jenis kelamin Laki-laki 49,4 37,1 Referens - 0,001 Perempuan 50,6 62,9 1,65 1,62-1,68 Pendidikan

Pendidikan tinggi 5,8 3,1 Referens 0,001 Pendidikan sedang 22,7 14,0 1,13 1,07-1,20 Pendidikan rendah 71,5 82,8 2,13 2,01-2,25 Pekerjaan Pegawai/sekolah 18,9 11,0 Referens 0,001 Non Pegawai 50,8 46,1 1,56 1,50-1,61 Ibu RT 20,0 23,7 2,03 1,96-2,10 Tidak bekerja 10,3 19,2 3,19 3,07-3,32 Status perkawinan

Belum kawin 24,1 17,1 Referens 0,001

Kawin 68,8 66,3 1,36 1,32-1,39 Cerai 7,1 16,5 3,29 3,18-3,40 Tempat tinggal Kota 39,2 34,8 Referens 0,001 Desa 60,8 65,2 1,21 1,16-1,25 Sosial ekonomi Tinggi 37,6 33,6 Referens 0,001 Rendah 62,4 66,4 1,18 1,16-1,22

rumah tangga yang dianalisis adalah 657 782 orang. Akan tetapi, data karakteristik sosiodemografi dan butir pertanyaan

(5)

yang tidak lengkap dianggap sebagai nilai missing dan tidak dianalisis. Karakteristik sosiodemografi responden yang mengikuti survei ini diperlihatkan pada tabel 1.

Terdapat 76 538 (11,6 %) responden yang mengalami gangguan mental emosional. Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa rasio odds (OR) variabel sosiodemografi yang berhubungan dengan gangguan mental emosional berkisar 1,1-3,7. Semua variabel memiliki nilai kemaknaan <0,25 sehingga seluruhnya dimasukkan ke dalam analisis multi-variat (tabel 3).

Untuk melihat hubungan antara variabel karakteristik responden dengan gangguan mental emosional, dilakukan analisis multivariat. Sebagai rujukan adalah kelompok umur <35 tahun, laki-laki, pendidikan tinggi, pekerjaan sebagai pegawai tetap, belum kawin dan sosial ekonomi tinggi. Berdasarkan analisis, OR seluruh variabel sosiodemografi terhadap gangguan mental emosional berkisar 1,0-2,5. Usia memiliki hubungan yang sangat kuat terhadap gangguan mental emosional dibandingkan variabel lainnya, khususnya usia tua lebih dari 65 tahun.

Dalam tabel 4 ditampilkan gejala gangguan mental emosional berdasarkan butir-butir pertanyaan SRQ-20. Pada bagian kiri tabel, ditunjukkan jumlah dan persentase penduduk yang mengalami gejala gangguan mental emosional selama 30 hari terakhir. Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa gejala yang paling banyak dialami adalah gejala somatik, misalnya sakit kepala, mudah lelah, sulit tidur, tidak nafsu makan dan rasa tidak enak di perut. Pada bagian kanan tabel, ditunjukkan gejala yang dialami penduduk yang

mengalami gangguan mental emosional (nilai total SRQ e”6). Berdasarkan data di atas, dapat diketahui beberapa gejala

Ggn Mental Emosional (+)

Butir pertanyaan n % % 95% CI p

1Sering menderita sakit kepala 309.632 46,8 23,5 23,1 - 23,9 0,001 2Tidak nafsu makan 113.657 17,2 46,0 45,4 - 46,6 0,001 3Sulit tidur 145.428 22,0 41,0 40,5 - 41,6 0,001 4Mudah takut 53.498 8,1 68,8 68,1 - 69,4 0,001 5Mersa tegang. cemas atau kuatir 78.498 11,9 63,0 62,4 - 63,6 0,001 6Tangan gemetar 57.948 8,8 65,3 64,6 - 65,9 0,001 7Pencernaan terganggu/buruk 68.279 10,3 57,4 57,4 - 58,1 0,001 8Sulit untuk berpikir jernih 46.86 7,1 74,6 73,9 - 75,2 0,001 9Mearasa tidak bahagia 34.097 5,2 78,7 78,0 - 79,4 0,001 10Menangis lebih sering 28.765 4,4 80,3 79,6 - 81,0 0,001 11Merasa sulit untuk menikmati kegiatan sehari-hari. 28.765 5,4 84,1 83,5 - 84,6 0,001 12Sulit untuk mengambil keputusan. 44.492 6,7 74,6 73,9 - 75,3 0,001 13Pekerjaan sehari-hari terganggu. 30.949 4,7 85,8 85,3 - 86,4 0,001 14Tidak mampu melakukan hal-hal yang bermanfaat dalam hidup. 21.238 3,2 90,9 90,3 - 91,4 0,001 15Kehilangan minat pada berbagai hal. 24.237 3,7 86,4 85,6 - 87,1 0,001 16Merasa tidak berharga. 20.626 3,1 89,3 88,7 - 89,9 0,001 17Mempunyai pikiran untuk mengakhiri hidup. 661.078 1,7 89,6 88,7 - 90,3 0,001 18Merasa lelah sepanjang waktu. 72.053 10,9 60,2 59,5 - 61,0 0,001 19Mengalami rasa tidak enak di perut. 109.394 16,5 46,8 46,1 - 47,4 0,001 20Mudah lelah 173.739 26,3 37,4 36,9 - 37,9 0,001 Tabel 4. Distribusi Penduduk Secara Umum dan Kelompok yang Mengalami Gangguan Mental Emosional Berdasarkan

Gejala yang Banyak Dialami

Tabel 3. Hubungan Multivariat antara Gangguan Mental dan Karakteristik Responden

OR suaian 95%CI Nilai p

Kelompok umur (tahun)

Umur muda (15-34) Referens 0,001 Umur sedang (35-64) 1,31 1,27-1,34 Umur tua (65+) 2,54 2,44-2,64 Jenis kelamin Laki-laki Referens 0,001 Perempuan 1,46 1,43-1,50 Pendidikan

Pendidikan tinggi Referens 0,001 Pendidikan sedang 1,10 1,04-1,17 Pendidikan rendah 1,61 1,52-1,71 Pekerjaan Pegawai/sekolah Referens 0,001 Non Pegawai 1,11 1,07-1,15 Ibu RT 1,24 1,19-1,29 Tidak bekerja 1,80 1,73-1,87 Status perkawinan

Belum kawin Referens 0,001 Kawin 1,05 1,02-1,09 Cerai 1,39 1,33-1,44 Tempat tinggal Kota Referens 0,005 Desa 1,05 1,02-1,10 Sosial ekonomi Tinggi Referens 0,001 Rendah 1,10 1,07-1,13

(6)

yang erat hubungannya atau memberikan kontribusi yang besar untuk gangguan mental emosional, antara lain tidak mampu melakukan hal-hal yang bermanfaat dalam hidup, mempunyai pikiran untuk mengakhiri hidup, merasa tidak berharga, kehilangan minat pada berbagai hal, pekerjaan sehari-hari terganggu. Gejala somatik (sakit kepala, mudah lelah, tidak nafsu makan, pencernaan terganggu) tidak terlalu banyak berperan pada gangguan mental emosional, meskipun banyak dialami penduduk.

Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa semakin banyak gejala yang dialami, maka semakin besar kecenderungan mengalami gangguan mental emosional. Kuantitas gejala mempengaruhi terjadinya suatu gangguan mental emosional atau distres emosional. Hal ini berlaku pada seluruh ranah baik kognitif, cemas, depresi, somatik dan penurunan energi. Diskusi

Berdasarkan hasil penelitian ini, yang dilakukan di 33 provinsi di Indonesia dengan menggunakan Self Reporting Questionnaire-20 pada penduduk atau anggota rumah tangga yang berusia minimal 15 tahun dapat diketahui bahwa karakteristik sosiodemografi, faktor risiko yang berhubungan paling erat dengan gangguan mental emosional adalah usia lanjut. Semakin rendah pendidikan, semakin tinggi risiko

Tabel 5. Distribusi Gejala Gangguan Kognitif, Cemas, Depresi, Somatik dan Penurunan Energi Berdasarkan Ada Tidaknya Gangguan Mental Emosional

Gangguan Mental Gangguan Mental Emosional (-) N=581.244 Emosional (+) N=76.538

% 95% CI % 95% CI

Gejala kognitif

Tidak ada gejala kognitif 95,2 9 5 -95,3 4,8 4,7-5,0 1 gejala kognitif 49,2 48,4-50,0 50,8 50,0-51,6 2 gejala kognitif 16,2 15,5-17,1 83,8 82,9-84,5 3 gejala kognitif 1,1 0,9-1,3 98,9 98,7-99,1

Gejala cemas

Tidak ada gejala cemas 98,3 98,2-98,3 1,7 1,7- 1,8 1 gejala cemas 79,0 78,6-79,5 21,0 20,5-21,4 2 gejala cemas 38,3 38,5-40,1 60,7 59,9-61,5 3 gejala cemas 9,5 9,0-10,0 90.5 90,0-91,0

Gejala depresi

Tidak ada gejala depresi 96,8 96,7-96,9 3,2 3,1- 3,3 1 gejala depresi 57,1 56,5-57,8 42,9 42,2-43,5 2 gejala depresi 21,2 20,3-22,2 78,8 77,8-79,7 3 gejala depresi 5,9 5,3- 6,6 94,1 93,4-94,7 4-7 gejala depresi 0,4 0,3- 0,6 99,6 99,4-99,7

Gejala somatic

Tidak ada gejala somatik 99,1 99,0-99,1 0,9 0,9-1,0 1 gejala somatik 94,2 94,0-94,4 5,8 5,6-6,0 2 gejala somatik 76,7 76,2-77,2 23,3 22,8-23,8 3 gejala somatik 42,0 41,1-42,8 58,0 57,2-58,9 4 gejala somatik 9,0 8,5- 9,6 91,0 90,4-91,5

Gejala penurunan energi

Tidak ada gejala penurunan energi 99,3 99,3-99,4 0,7 0,6- 0,7 1 gejala penurunan energi 88,3 87,9-88,6 11,7 11,4-12,1 2 gejala penurunan energi 59,8 5 9 -59,8 40,2 39,4-41,0 3 gejala penurunan energi 21,7 20,9-22,5 78,3 77,5-79,1 4-6 gejala penurunan energi 2,3 2,1- 2,6 97,7 97,4-97,9

mengalami gangguan mental emosional. Kondisi ini sesuai dengan yang terjadi pada umumnya. Selain pendidikan, kondisi lain yang berkaitan dengan masalah kesehatan jiwa antara lain kemiskinan, pengangguran, gender serta situasi yang penuh tekanan lainnya. Kelompok masyarakat yang memerlukan perhatian adalah anak dan dewasa muda, wanita dan lanjut usia.11 Pada penelitian ini, kesehatan jiwa anak

dan remaja masih belum dapat ditelusuri oleh karena keterbatasan kuesioner, yaitu SRQ lebih diperuntukkan untuk kelompok masyarakat dewasa.

Gejala gangguan mental emosional yang banyak di alami penduduk antara lain sakit kepala (46,3%), mudah lelah (28%), sulit tidur (21,6%), rasa tidak enak di perut (17,5%) dan tidak nafsu makan (16,6%). Gejala-gejala tersebut tidak banyak berbeda dengan gejala terbanyak yang dialami responden di Nanggroe Aceh Darussalam secara umum berdasarkan Survei Kesehatan Daerah (Surkesda) 2006 yaitu sakit kepala (51,2%), mudah lelah (37%), sulit tidur (26%), merasa tidak enak di perut (25,6%) dan tidak nafsu makan (22,1%).10 Pada

penduduk yang menjadi korban pada peristiwa bencana alam tsunami akhir tahun 2004, gejala yang banyak dialami penduduk antara lain sakit kepala (50,4%), mudah lelah (36,1%), sulit tidur (26,5%), merasa tidak enak di perut (24,6%) dan merasa cemas atau khawatir (21,7%).10 Penelitian yang

(7)

dilakukan pada beberapa negara lain, khususnya pada kelompok penduduk yang berasal dari kalangan sosial ekonomi rendah ditemukan bahwa gejala terbanyak yang dialami penduduk adalah perasaan cemas, tegang, khawatir (55,0%). Gejala berikutnya adalah sakit kepala (54,0%) serta merasa tidak bahagia (44,5%). Pada penelitian tersebut disebutkan bahwa gejala yang sedikit dilaporkan adalah pikiran untuk mengakhiri hidup (14,0%) dan gemetar saat berjabatan tangan (16,0%).1

Gejala yang banyak memberikan kontribusi terhadap gangguan mental emosional antara lain tidak mampu melakukan hal-hal yang bermanfaat dalam hidup, mempunyai pikiran untuk mengakhiri hidup, merasa tidak berharga, pekerjaan sehari-hari terganggu dan merasa sulit menikmati kegiatan sehari-hari. Meskipun gejala terbayak yang dialami masyarakat adalah gejala somatik, tetapi gejala tersebut tidak memberikan kontribusi yang besar terhadap gangguan men-tal emosional. Terlihat bahwa semakin banyak gejala yang dialami, baik gejala depresi, cemas, kognitif, somatik maupun penurunan energi, semakin tinggi kecenderungan mengalami gangguan mental emosional. Hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa stres‘adalah kumulasi berbagai gejala.7

Kesimpulan dan Saran

Gejala terbanyak yang dialami masyarakat adalah gejala somatik, meskipun yang berperan terhadap gangguan men-tal emosional adalah gejala depresi, antara lain tidak mampu melakukan hal yang bermanfaat dalam hidup, mempunyai pikiran untuk mengakhiri hidup, merasa tidak berharga, pekerjaan sehari-hari terganggu dan merasa sulit menikmati kegiatan sehari-hari. Kelompok yang cenderung lebih banyak mengalami gangguan mental emosional antara lain usia tua, perempuan, pendidikan rendah, tidak bekerja dan mempunyai tingkat pendapatan perkapita rumah tangga rendah.

Disarankan dilakukan identifikasi gejala depresi sedini mungkin untuk mencegah terjadinya gangguan jiwa yang lebih berat. Oleh karena faktor usia berhubungan paling kuat dibandingkan faktor karakteristik lainnya, maka diperlukan perhatian yang lebih besar terhadap kelompok masyarakat yang berusia lanjut agar gangguan emosional tidak berkembang menjadi gangguan yang lebih berat.

Daftar Pustaka

1. Harpham T, Reichenheim M, Oser R, Thomas E,Hamid N, Jaswal S, et al. Measuring health in cost effective manner. Health Policy and Planning. 2003;18(3):344.

2. WHO. WHO report. Mental health: new understanding, new hope. Geneva: WHO; 2001

3. WHO. A user’s guide to the self reporting questionnaire.Geneva: WHO; 1994.

4. Departemen Kesehatan RI. Laporan hasil riset kesehatan dasar 2007. Jakarta: Depkes RI; 2008

5. Al-Subaie AS, Mohammed K, Al-Malik T. The Arabic self report-ing questionnaire as a psychiatric screenreport-ing instrument in medi-cal patients. Ann Saudi Med. 1998;18(4):308-10.

6. Hartono IG. Psychiatric morbidity among patients attending the Bangetayu community health centre in Indonesia [Tesis]. Perth: University of Western Australia; 1995

7. Bowling A. Measuring disease, 2nd edition. Philadelphia: Open University Press; 2001.

8. Mc Dowell I. Measuring health: A guide to rating scales and questionnaire, 3rd edition. New York: Oxford University Press; 2006.

9. Chereian VI, Peltzer K, Cherian L. The factor-structure of the self reporting questionnaire (SRQ-20) in South Africa. East Afr Med J. 1998;75(11):654-56.

10. Identifikasi faktor risiko stres dan variabel sosiodemografi berdasarkan Survei Kesehatan Daerah Nanggroe Aceh Darussalam 2006. Media Litbangkes. 2008; Vol XVIII Sup 1.

11. Desjarlais R, Eisenberg L, Good B, Kleinman A. World mental health. New York: Oxford University Press; 1995.

Gambar

Tabel 2. Hubungan Bivariat antara Gangguan Mental dan Karakteristik Responden Riskesdas 2007
Tabel 4.  Distribusi Penduduk Secara Umum dan Kelompok yang Mengalami  Gangguan Mental Emosional Berdasarkan   Gejala yang Banyak Dialami
Tabel 5. Distribusi Gejala Gangguan Kognitif, Cemas, Depresi, Somatik dan Penurunan Energi   Berdasarkan Ada Tidaknya Gangguan Mental Emosional

Referensi

Dokumen terkait

Sejalan dengan dimensi-dimensi sebagai ciri sekolah unggul, menurut Djoyonegoro Sekolah unggulan adalah sekolah yang mempunyai indikator : (1) prestasi akademik dan non akademik di

Atas isu tersebut penulis meresponnya secara arsitektural dengan menghadirkan “Ruang Antara: Sarana Edukasi Pola Asuh Orang Tua terhadap Anak”, sehingga mewadahi kebutuhan

Pada proses ini, batu kapur (limestone) yang telah dihancurkan dibakar dalam kiln pada temperatur sekitar 1000 o C untuk mendekomposisi batu kapur menjadi kalsium oksida

masyarakat dalam pendidikan, yang berarti juga bertentangan dengan konsep Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah (MPBS).. Pada kasus best practice ini, kita akan

Menjelaskan ikatan-ikatan kimia yang terlibat pada interaksi obat reseptor (ikatan kovalen, hidrogen, ion, dipol, van der Waals, dan hidrofob) dan peran ikatan

Penelitian ini dilanjutkan dengan melakukan uji sensitivitas pada obat yang resisten terhadap itrakonazol pada konsentrasi 4 µg/ml

Factors that influence students' perceptions about a motorcycle gang in junior secondary school (MTs) Al-Muttaqin the absence of information about the motorcycle

 j. Cermat menempatkan sesuai sistem FIFO a. S1 profesi radiografer pengalaman kerja 4-8 tahun c. S2 pelatihan orientasi lapangan d. Sebagai pelaksana teknis pelayanan radiologi