• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas Makan Orangutan (Pongo pygmaeus) di Pusat Primata Schmutzer, Jakarta RIDHATUL ZUHRA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Aktivitas Makan Orangutan (Pongo pygmaeus) di Pusat Primata Schmutzer, Jakarta RIDHATUL ZUHRA"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

i

RIDHATUL ZUHRA

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

(2)

i

ABSTRAK

RIDHATUL ZUHRA. Aktivitas makan orangutan (Pongo pygmaeus) di Pusat Primata Schmutzer (PPS), Jakarta. Dibimbing oleh R. R. DYAH PERWITASARI dan ENTANG ISKANDAR.

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data aktivitas makan dan pemilihan jenis pakan dari delapan individu orangutan di Pusat Primata Schmutzer (PPS), Jakarta. Pengambilan data dilakukan mulai bulan Maret 2008 sampai bulan September 2008. Pencatatan aktivitas makan dilakukan dengan metode focal animal sampling sedangkan data pemilihan pakan diperoleh dengan pengamatan langsung terhadap pakan yang dikonsumsi orangutan di kandang individu (single cage). Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama 6 bulan dengan total waktu pengamatan sebanyak 336 jam, tercatat tiga jenis aktivitas yang mendominasi aktivitas harian orangutan yaitu, aktivitas makan (53,18%), aktivitas istirahat (17,27%), dan lokomosi (14,79%). Puncak aktivitas harian berkisar pada pukul 08.00 dan pukul 14.00. Aktivitas makan tertinggi terjadi pada pagi hari (08.00–10.30) dan sore hari (13.30–16.00), sedangkan aktivitas istirahat banyak terjadi pada siang hari (10.30–13.00). Orangutan mengonsumsi pakan yang disediakan PPS sebanyak 96,90% dari total aktivitas makan dan 3,10% jenis makanan lain yang terdapat di kandang peragaan PPS. Jenis tumbuhan yang paling sering dikonsumsi orangutan adalah beringin (Ficus benjamina) sebanyak 0,48% dari total konsumsi, rumput gajah (Pannisetum purpureum) sebesar 0,24% dan asam keranji (Dialium indicum) sebanyak 0,21%. Selain itu, orangutan juga mengonsumsi tanah, kotoran, dan serangga. Beberapa orangutan juga minum air dan urin. Berdasarkan pengamatan terhadap palatabilitas pakan, terdapat tiga jenis pakan yang menempati urutan teratas dalam hal pemilihan, yaitu telur, mangga, dan pisang.

ABSTRACT

RIDHATUL ZUHRA. Feeding activity of orangutan (Pongo pygmaeus) in Schmutzer Primate Centre, Jakarta. Under direction of R. R. Dyah Perwitasari and Entang Iskandar.

The study of feeding activity and feeding preference of eight orangutans has been conducted at Schmutzer Primate Centre, Jakarta, from March to September 2008. Feeding activity data collection was performed using focal animal sampling, while feeding preference of each object was collected by direct observation on the single cage. Based on 336 hours observation within 6 months, orangutan spent 53,18% of the time on feeding, 17,27% on resting, and 14,79% on traveling. The daily activity pattern was distributed bimodally with peaks at about 08.00 and 14.00. Feeding activity was greater in the morning (08.00–10.30) and in the afternoon (13.30– 16.00), while resting was greater at the midday. The percentage of fruits / vegetables consumed provided by the Schmutzer Primate Centre was greater (96,90%) than foods available in the exhibition cages (3,10%). Three species of plants were consumed frequently; fig (Ficus benjamina) (0,48%), rumput gajah (Pannisetum purpureum) (0,24%) and velvet tamarind (Dialium indicum) (0,21%), respectively. In addition, orangutan sometimes eat soil, feces, and insect. Based on feeding preference observed on the single cage, there were 3 kinds of foods highly preferred by orangutan, such as, egg, mango, and banana.

(3)

ii

RIDHATUL ZUHRA

G34104009

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

(4)

iii

Judul : Aktivitas Makan Orangutan (

Pongo pygmaeus

) di Pusat Primata

Schmutzer, Jakarta

Nama

: Ridhatul Zuhra

Nim

: G34104009

Disetujui,

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Dr. Ir. R. R. Dyah Perwitasari, M.Sc

Dr. Ir. Entang Iskandar, M.Si.

NIP: 196604031990032001

NIP: 196706192007011002

Diketahui,

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Dr. drh. Hasim, DEA

NIP: 196103281986011002

(5)

iv

Makan Orangutan (Pongo pygmaeus) di Pusat Primata Schmutzer, Jakarta ini dilakukan mulai bulan Maret 2008 sampai bulan September 2008. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkah laku makan dan palatabilitas pakan orangutan secara ex situ.

Ucapan terimakasih Penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Ir. R. R. Dyah Perwitasari, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Entang Iskandar, M. Si selaku pembimbing. Terimakasih kepada pihak Taman Margasatwa Ragunan dan Pusat Primata Schmutzer atas bantuan yang diberikan selama penelitian. Juga kepada teman-teman Biologi 41 atas semangat dan dukungannya.

Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat menjadi satu bata kecil untuk membangun dunia ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2009

Ridhatul Zuhra

(6)

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Maret 1986 di Langsa, Nanggroe Aceh Darussalam. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara, pasangan Bapak M. Chalil Abdurrahman dan Ibu Aidawaty.

Penulis lulus pada tahun 2004 dari SMU Swasta Yayasan Pendidikan Arun dan diterima di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor pada tahun yang sama melalui jalur USMI.

Penulis pernah melaksanakan studi lapangan di Wana Wisata Cangkuang dan menulis laporan studi lapangan dengan judul Keanekaragaman Makrofungi di Wana Wisata Cangkuang, Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat. Penulis juga pernah melaksanakan praktik lapangan di PT Arun LNG dan menulis laporan praktik lapangan dengan judul Analisis Kadar Klorin pada Pengelolaan Limbah Cair di PT Arun NGL. Selama menjalani perkuliahan, penulis pernah aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa TPB IPB (2004–2005) sebagai staf departemen Kewirausahaan, menjadi pimpinan umum buletin masyarakat Aceh di Bogor, Teumurui (2005–2006), dan menjadi ketua departemen Kewirausahaan Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong, Bogor (2006–2007).

(7)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI...vi

DAFTAR TABEL...vii

DAFTAR LAMPIRAN...vii

PENDAHULUAN ...1

Latar Belakang...1

Tujuan ...1

Waktu dan Tempat ...2

BAHAN DAN METODE ...2

Objek Penelitian...2

Alat...2

Metode Penelitian ...2

Metode Pengamatan Tingkah Laku ...2

Penentuan Tingkat Palatabilitas Pakan ...2

Identifikasi Tumbuhan ...2

HASIL ...3

Pemanfaatan Waktu Harian Orangutan ...3

Aktivitas Makan...3

Jenis Pakan ...4

Palatabilitas Pakan ...5

Pengaruh suhu harian terhadap aktivitas orangutan ...7

PEMBAHASAN...7

Pemanfaatan Waktu Harian Orangutan ...7

Aktivitas Makan...8

Jenis Pakan ...9

Palatabilitas Pakan ...10

Pengaruh suhu harian terhadap aktivitas orangutan ...10

SIMPULAN ...11

SARAN...11

DAFTAR PUSTAKA ...11

(8)

vii

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Tabel 1 Data individu orangutan yang diamati ... 3

2 Tabel 2 Persentase aktivitas harian orangutan PPS selama bulan April – Agustus 2008 ... 4

3 Tabel 3 Persentase jenis pakan yang dikonsumsi orangutan PPS di kandang peragaan selama bulan April–Agustus 2008... 6

4 Tabel 4 Bagian Tumbuhan yang dikonsumsi orangutan PPS ... 6

5 Tabel 5 Palatabilitas orangutan terhadap jenis pakan yang disediakan PPS... 7

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Lampiran 1 Penggolongan orangutan berdasarkan kelas umur... 15

2 Lampiran 2 Jenis pakan sore yang diberikan PPS selama bulan April-Agustus 2008... 17

3 Lampiran 3 Palatabilitas pakan individu orangutan ... 18

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kera besar merupakan jenis primata yang diklasifikasikan bersama manusia ke dalam superfamili Hominoidea. Kelompok kera besar dibedakan dari kelompok kera lainnya berdasarkan ciri seperti tidak berekor, tubuh dan massa otak yang lebih besar, serta memiliki karakteristik tubuh bagian bawah yang teradaptasi untuk melakukan lokomosi secara suspensi (Dolhinow & Fuentes 1999). Primata yang tergolong kera besar yaitu simpanse, gorila, dan orangutan. Ketiganya merupakan anggota famili Pongidae (Cawlishaw & Dunbar 2000).

Orangutan merupakan salah satu kera besar yang dikelompokkan ke dalam superfamili Hominoidea, famili Pongidae, dan genus Pongo (Dolhinow & Fuentes 1999). Saat ini terdapat dua spesies orangutan yang endemik di pulau Sumatera (Pongo abelii) dan Kalimantan (Pongo pygmaeus) (Zhang et al. 2001 ; Muir et al. 2000). Persebaran orangutan di Sumatera terbatas pada ujung utara sedangkan di Kalimantan persebarannya lebih luas, khususnya di wilayah-wilayah yang belum tersentuh aktivitas manusia (Galdikas 1984). Secara morfologi orangutan Sumatera dan Kalimantan sulit dibedakan, tetapi karakteristik rambut orangutan dewasa dapat digunakan sebagai penuntun untuk membedakan keduanya. Orangutan Kalimantan dewasa memiliki rambut yang cenderung berwarna coklat kemerahan sedangkan rambut orangutan Sumatera biasanya berwarna lebih pucat. Orangutan Sumatera memiliki rambut putih di sekitar wajahnya, yang belum pernah dijumpai pada orangutan Kalimantan. Selain itu, rambut orangutan Sumatera biasanya lebih lembut dan lemas, sedangkan pada orangutan Kalimantan lebih kasar dan jarang (Galdikas 1984).

Orangutan hidup soliter dan lebih bersifat arboreal dibandingkan jenis kera besar lainnya (Galdikas 1984). Telapak tangan dan kakinya dapat menggenggam dengan baik. Hal ini sangat mendukung pergerakan orangutan yang dilakukan dengan brakhiasi (Dolhinow & Fuentes 1999).

Orangutan mengalami dimorfisme seksual yang dapat diamati berdasarkan ukuran tubuh (Cawlishaw & Dunbar 2000) serta ciri morfologi jantan dan betina. Salah

satu perbedaan morfologi tersebut dapat dilihat pada struktur bantalan pipi yang hanya terdapat pada individu jantan. Ciri dimorfisme seksual lain dapat diamati pada perbedaan ukuran jantan dan betina. Individu jantan umumnya berukuran dua kali lebih besar dari individu betina (Cawlishaw & Dunbar 2000). Adanya perbedaan morfologi ini penting dalam komunikasi visual (Kuze et al. 2005).

Hewan memiliki sifat selektif terhadap pakan yang tersedia (Church et al. 1974). Selektivitas ini timbul akibat faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari dalam tubuh hewan, misalnya kondisi kesehatan hewan (Sutardi 1980) dan palatabilitas hewan terhadap pakan. Faktor eksternal yang mempengaruhi diantaranya cita rasa, tekstur, ukuran, dan konsistensi pakan (Wiseman & Cole 1990). Palatabilitas didefinisikan sebagai respon yang diberikan oleh hewan terhadap pakan yang diberikan (Pond et al. 1995). Menurut Mcilroy (1976) palatabilitas tidak dapat dikorelasikan dengan kandungan gizi yang diperoleh hewan. Jenis pakan dengan tingkat palatabilitas tinggi belum tentu memilki nilai gizi yang tinggi pula. Sebagian ahli berpendapat bahwa tingkat palatabilitas merupakan hal yang penting karena pakan dengan nilai nutrisi yang tinggi tidak akan berarti bila tidak disukai hewan.

Pada kondisi alami, orangutan lebih banyak mengonsumsi buah dibandingkan jenis pakan lainnya. Pakan lain yang dikonsumsi orangutan adalah daun, pucuk, bunga, epifit, liana, dan kulit kayu (Galdikas 1984; Sinaga 1992). Pada beberapa kasus, orangutan juga mengonsumsi kukang (Nycticebus coucang) (Utami & van Hooff 1997).

Pusat Primata Schmutzer (PPS) merupakan sarana rekreasi, sekaligus konservasi dan edukasi primata yang terletak di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta. Kandang peragaan satwa yang terdapat di PPS dibangun mendekati keadaan habitat alami orangutan. Koleksi satwa yang terdapat di PPS umumnya berasal dari sitaan pemerintah, pemberian sukarela masyarakat, dan sumbangan. Lahan seluas 13 hektar ini juga dilengkapi dengan perpustakaan, museum, arena bermain, dan gedung teater kecil.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas makan dan tingkat

(10)

2

palatabilitas pakan orangutan di Pusat Primata Schmutzer, Jakarta sehingga pemberian pakan orangutan dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien.

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan September 2008 di Pusat Primata Schmutzer, Jakarta. Identifikasi tumbuhan dilakukan di Bagian Ekologi dan Sumber Daya Tumbuhan Departemen Biologi FMIPA IPB. Analisis data dilakukan di Bagian Biosistematika dan Ekologi Hewan Departemen Biologi FMIPA IPB.

BAHAN DAN METODE

Objek Penelitian

Objek penelitian yang diamati adalah delapan individu orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) berumur enam hingga 14 tahun (Tabel 1). Berdasarkan klasifikasi Galdikas (1984), orangutan di PPS dapat dibagi menjadi kelompok anak, pradewasa, dan dewasa umur muda (Lampiran 1). Individu yang dipilih adalah individu yang sudah dapat secara mandiri mencari makanan tanpa bantuan individu lainnya (usia enam tahun ke atas) (van Adrichem et al. 2006).

Alat

Alat yang digunakan selama penelitian adalah alat tulis, pengukur waktu (jam), kamera digital, dan termometer.

Metode Penelitian

Metode Pengamatan Tingkah Laku Habituasi, yaitu suatu pendekatan yang dilakukan pengamat untuk membuat objek pengamatan terbiasa dengan kehadiran pengamat. Pendekatan ini juga diperlukan agar pengamat dapat mengenali objek yang akan diamati sehingga dapat membedakan individu yang satu dengan individu lainnya (Galdikas 1984).

Focal animal sampling, yaitu suatu cara pengamatan tingkah laku dengan mengamati hanya satu individu dalam selang waktu tertentu. Teknik ini digunakan untuk mengetahui semua jenis tingkah laku yang dilakukan oleh individu yang diamati (Martin & Bateson 1993). Pencatatan dilakukan selama selang waktu 30 menit untuk setiap individu orangutan.

Pengamatan tingkah laku harian orangutan dilakukan ketika orangutan berada di kandang terbuka (enclosure cage).

Pengelompokan aktivitas harian yang diamati mengacu pada Maple (1980) dan Galdikas (1984). Menurut Galdikas (1984), makan, lokomosi, dan istirahat merupakan tingkah laku harian utama orangutan. Suatu aktivitas akan dikelompokkan ke dalam aktivitas makan apabila orangutan memasukkan makanan ke dalam mulut, sebagian atau seluruhnya, kemudian menelan makanan atau sari makanan tersebut. Aktivitas istirahat mengacu pada kondisi ketika orangutan sedikit atau tidak melakukan aktivitas sama sekali atau diam dalam rentang waktu tertentu. Objek pengamatan dapat dikatakan melakukan lokomosi jika ia berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, dalam jarak tempuh pendek atau jarak tempuh yang jauh.

Penentuan Tingkat Palatabilitas Pakan

Uji palatabilitas, dilakukan dengan pemberian pakan sistem cafeteria feeding

yaitu dengan memberi kesempatan pada hewan untuk memilih sendiri pakan yang disediakan untuk dikonsumsi (Patrick & Schaible 1980). Pakan yang dipilih diberi peringkat berdasarkan urutan konsumsi (Indarwati 2007). Palatabilitas digunakan untuk mendeskripsikan derajat keinginan hewan untuk memilih dan mengkonsumsi jenis pakan tertentu. Pakan dengan palatabilitas tinggi akan memiliki tingkat konsumsi yang tinggi. Uji palatabilitas terhadap jenis pakan yang disediakan PPS dilakukan ketika orangutan dimasukkan ke dalam kandang tidur setelah pukul 16.00 WIB. Pencatatan jenis pakan yang dikonsumsi dilakukan ketika orangutan mulai mengonsumsi jenis pakan pertama orangutan berhenti makan.

Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan, dilakukan dengan mengamati dan mencatat jenis dan bagian tumbuhan yang dikonsumsi, pengoleksian sampel tumbuhan, dan identifikasi dengan mencocokkan sampel tumbuhan dengan menggunakan buku identifikasi Heyne (1987).

(11)

Tabel 1 Data Individu Orangutan yang Diamati

Umur*

No Nama Jenis

Kelamin (tahun) Asal

1 Inah Betina 14 Sumbangan

2 Amida Betina 13 Sumbangan

3 Voni Betina 14 Sumbangan

4 Mada Betina 14 Sumbangan

5 Billy Betina 12 Sumbangan

6 Zidane Jantan 12 Sumbangan

7 Putu yase Jantan 11 Sumbangan

8 Pingky Betina 6 Sumbangan

Catatan:

*umur pada saat pengamatan dilakukan

Sumber: data perawat orangutan Pusat Primata Schmutzer

HASIL

Pemanfaatan Waktu Harian Orangutan

Selama penelitian, orangutan sangat aktif pada pagi hari (08.00–10.30), sedikit aktif pada siang hari (10.30–13.00), dan aktif kembali pada sore hari (13.30–16.00) (Gambar 1). Pada pukul 08.00 orangutan dikeluarkan dari kandang tidur ke kandang peragaan yang sebelumnya telah dilakukan penyebaran pakan oleh perawat orangutan. Sesaat setelah memasuki kandang peragaan, orangutan akan mencari makan secara aktif. Mendekati siang hari, orangutan akan mencari tempat teduh untuk menghindari sengatan matahari secara langsung. Orangutan akan memulai aktivitas sore ketika pemberian pakan tambahan. Pemberian pakan tambahan dilakukan pada satu lokasi sehingga kompetisi antar individu sering terjadi.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama 336 jam jenis aktivitas dengan persentase tertinggi adalah aktivitas makan. Jenis aktivitas ini dilakukan sebanyak 53,18% dari total aktivitas harian (Tabel 2). Aktivitas dengan persentase tinggi lainnya, adalah istirahat (17,27%) dan lokomosi (14,79%). Aktivitas istirahat paling banyak terjadi pada pukul 10.30 hingga pukul 13.30. Kisaran suhu udara pada waktu tersebut adalah 330C–360C. Ketika beristirahat, orangutan biasanya menetap di tempat yang teduh seperti di bawah semak dan di atas pohon. Beberapa orangutan akan membangun sarang, baik di permukaan tanah maupun pada dahan pohon. Aktivitas istirahat biasanya dilakukan dalam posisi duduk atau tidur. Aktivitas lokomosi dapat berlangsung di

atas pohon (arboreal) maupun di tanah (terestrial). Aktivitas ini banyak terjadi pada pagi hari (08.00-10.30). Berdasarkan tiga aktivitas harian utama, orangutan yang paling aktif melakukan aktivitas berturut-turut adalah Inah, Putuyase, dan Amida (Gambar 2).

Orangutan juga meminum air yang tersedia di PPS. Sumber air dapat berasal dari water nipple atau kolam. Aktivitas ini memiliki persentase 0,33% dari total aktivitas. Selain meminum air yang disediakan di PPS, ditemukan individu yang meminum urinnya sendiri (0,18%). Tingkah laku minum urin ini dilakukan oleh indivu betina (Mada) dan individu jantan (Putu dan Zidane). Selain meminum urinnya sendiri, orangutan juga meminum urin individu lainnya.

Aktivitas Makan

Total aktivitas makan selama pengamatan sebesar 53,18% dari total aktivitas harian. Frekuensi aktivitas makan paling tinggi terjadi pada pagi hari sekitar pukul 08.00–10.30 yaitu sebesar 59,15% dari total aktivitas makan. Aktivitas makan rendah pada siang hari (pukul 10.30–13.00 WIB) sebesar 10,05%, kemudian kembali meningkat pada sore hari (pukul 13.30– 16.00 WIB) sebesar 30,81% dari total aktivitas makan.

Pemberian pakan utama di PPS dilakukan dengan menyebar pakan di sekitar kandang terbuka. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi penguasaan pakan oleh individu dominan. Meskipun begitu, kadang dominasi tetap terjadi. Selama pengamatan aktivitas makan, ditemukan adanya individu betina yang cenderung menguasai pakan,

(12)

4

yaitu Vony. Biasanya Vony menyerang individu lain yang akan mengonsumsi pakan yang berada di dekatnya. Beberapa kali Vony juga merampas pakan yang sedang dimakan oleh individu lainnya. Tingkah laku seperti ini hanya ditemukan pada individu yang berada di kandang terbuka sumatera.

Tingkah laku berbagi makanan memiliki persentase 0,76% dari total aktivitas harian. Tingkah laku ini paling

sering terjadi antara induk dengan anaknya (55%). Tingkah laku berbagi makanan juga terlihat pada individu dewasa dari ketiga kandang peragaan dengan persentase 45%.

Foodshare atau berbagi makanan biasanya didahului oleh foodbegging, yaitu tingkah laku meminta makanan. Meskipun begitu tidak setiap foodbegging diakhiri oleh

foodsharing.

Gambar 1 Persentase aktivitas utama orangutan berdasarkan waktu.

Tabel 2 Persentase aktivitas harian orangutan PPS selama Bulan April–Agustus 2008 No. Aktivitas Durasi Aktivitas

(jam:menit:detik)

Total Jumlah Aktivitas (kali)

Persentasi Total Jumlah Aktivitas (%) 1 Makan 042:66:00 12300 53,18% 2 Istirahat 162:11:00 3994 17,27% 3 Lokomosi 022:09:40 3420 14,79% 4 Bermain 032:08:02 1090 4,71% 5 Merawat diri 021:55:18 689 2,98% 6 Sosial 015:12:51 598 2,59% 7 Lain-lain* 007:41:29 418 1,81% 8 Agonistik 004:38:51 227 0,98% 9 Berbagi makanan 001:04:47 175 0,76% 10 Kawin 001:40:12 100 0,43% 11 Konsumsi air 000:42:10 76 0,33% 12 Minum urin 000:34:34 42 0,18% Total 336:00:00 23129 100,00% Keterangan:

*Lain-lain: aktivitas lainnya dengan persentase yang sangat kecil

Jenis Pakan

P

ersentase tertinggi dari seluruh jenis pakan yang dikonsumsi adalah pakan yang disediakan oleh PPS (97,80%). Pakan yang diberikan terdiri dari buah, sayur, kacang-kacangan, dan beberapa pakan tambahan lainnya. Jenis yang paling banyak

dikonsumsi adalah buah (63,55% dari total jenis yang disediakan PPS).

Kandang terbuka PPS merupakan hutan kecil yang banyak ditumbuhi tumbuhan tumbuhan berkayu, semak, maupun herba. Kondisi kandang peragaan ini memungkinkan orangutan mengkonsumsi

30,81% 10,05% 59,15% 36,26% 14,53% 49,21% 9,69% 58,09% 32,22% 0,00% 10,00% 20,00% 30,00% 40,00% 50,00% 60,00% 70,00%

pagi siang sore

waktu frek u ensi makan lokomosi istirahat

(13)

berbagai jenis pakan selain yang disediakan Pusat Primata Schmutzer (Tabel 3).

Tumbuhan yang tumbuh di dalam kandang peragaan merupakan salah satu jenis pakan non-PPS yang sering dikonsumsi. Jenis tumbuhan yang paling sering dikonsumsi orangutan adalah beringin (Ficus benjamina) (0,50%). Bagian yang dikonsumsi dapat berupa pucuk daun atau kulit kayu.

Cara orangutan mengonsumsi kulit kayu sangat unik, biasanya mereka menguliti kulit kayu hingga bagian kambium terlihat. Kulit kayu yang diperoleh akan dikunyah untuk mendapatkan sarinya. Setelah dikunyah selama beberapa saat, ampas kulit kayu akan dikeluarkan dari mulutnya.

Orangutan yang paling sering mengonsumsi daun dan kulit kayu beringin adalah kelompok Sumatera. Kelompok yang

sebagian besar anggotanya terdiri dari induk dengan bayi ini lebih banyak menghabiskan waktu di atas pohon beringin.

Jenis tumbuhan lain yang juga dikonsumsi adalah rumput gajah (Pannisetum purpureum) sebesar 0,24% dan asam keranji (Dialium indicum) sebanyak 0,21% dari total konsumsi. Bagian rumput gajah yang dikonsumsi adalah daun dan bagian pangkal yang lunak. Orangutan juga mengonsumsi rumput gajah yang telah kering. Bagian tumbuhan asam keranji yang dikonsumsi adalah bagian daun (Tabel 4).

Selain pakan yang berupa tanaman, orangutan juga mengonsumsi tanah (0,55%) yang digali pada kedalaman 5–10 cm dari permukaan. Tingkah laku ini sering dilakukan baik oleh individu yang berada di kedua kandang terbuka, maupun individu yang berada di kandang sentral.

Gambar 2 Persentase aktivitas harian utama (makan, istirahat, lokomosi) individu orangutan.

Palatabilitas Pakan

Sesaat setelah dimasukkan ke dalam kandang tidur (pukul 16.00), orangutan akan langsung memakan pakan yang disediakan. Orangutan akan terus makan, tanpa diselingi aktivitas lain, hingga akhirnya berhenti. Orangutan biasanya akan berhenti makan apabila telah mengonsumsi 14–20 unit buah atau ketika buah yang lebih disukai telah habis.

Jenis buah yang dikonsumsi tidak berkorelasi dengan jumlah buah yang

dikonsumsi. Orangutan sering menghabiskan jenis pakan tertentu terlebih dahulu, baru kemudian mengonsumsi jenis lainnya, karena porsi pakan yang disediakan berbeda untuk tiap jenis.

Pengamatan terhadap tingkat palatabilitas pakan menunjukkan bahwa telur rebus, mangga, dan pisang merupakan jenis pakan dengan tingkat palatabilitas yang paling tinggi diantara jenis pakan lainnya (Tabel 5). Palatabilitas pakan berbeda antar tiap individu yang diamati (Lampiran 3). 21,83% 9,99% 13,58% 11,96% 12,28% 12,17% 8,52% 9,68% 0,00% 5,00% 10,00% 15,00% 20,00% 25,00%

Inah Billy Vony Mida Pingky Zidane Putuyase Mada

individu

pers

(14)

6

Tabel 3 Persentase jenis pakan yang dikonsumsi orangutan PPS di kandang peragaan selama bulan April–Agustus 2008 Jenis Makanan Durasi Konsumsi (jam:menit: detik) Total Jumlah Aktivitas (kali) Persentasi Total Jumlah Aktivitas (%) No.

Nama Lokal Nama Ilmiah Famili

1 Pakan PPS (Lampiran 2) 33:20:27 12030 97,80% 2 Tanah 00:49:10 68 0,55% 3 Batu dinding 00:00:36 1 0,01% 4 Kotoran 00:00:50 2 0,02% 5 Serangga Formicidae (Goulet & Huber 1993) 00:40:00 2 0,02% 6 Ikan 00:04:21 1 0,01% 7 Serasah 00:00:51 1 0,01%

8 Asam Keranji Dialium indicum L. Fabaceae 00:47:44 26 0,21% 9 Terong pipit Solanum torvum Swartz Solanaceae 00:02:42 4 0,03% 10 Beringin Ficus benjamina L. Moraceae 02:50:29 61 0,50% 11 Petai cina Leucaena leucocephala

(Lamk.) De Wit. Mimosaceae 00:06:53 5 0,04% 12 Glodokan Polyalthia longifolia

Thw. Anonaceae 00:11:39 9 0,07%

13 Salak Salaca edulis Reinw. Palmae 00:03:59 3 0,02% 14 Mangga Mangifera indica L. Anacardiaceae 00:25:26 5 0,04% 15 Salam Syzygium polyanthum

(Wight.) Walp. Myrtaceae 00:21:50 15 0,12% 16 Rumput gajah Pannisetum purpureum

Schumach. Poaceae 10:15:31 29 0,24%

17 Ganyong Canna edulis Ker. Cannaceae 00:02:51 3 0,02% 18 Kangkung

darat Ipomoea reptana Poir. Convolvulaceae 00:06:08 2 0,02% 19 Putri malu

besar Mimosa invisa Mar. Fabaceae 00:06:03 4 0,03%

20 lain-lain 01:19:36 29 0,24%

Total 42:66:0 12300 100,00%

Tabel 4 Bagian Tumbuhan yang dikonsumsi orangutan PPS

Jenis Tumbuhan No. Nama

Lokal Nama Ilmiah Famili

Bagian yang Dimakan

1 Asam

Keranji Dialium indicum Fabaceae Daun muda

2 Terong pipit Solanum torvum Solanaceae Daun muda dan Bunga

3 Beringin Ficus benjamina Moraceae Daun dan Kulit

kayu 4 Petai cina Leucaena leucocephala (Lamk.) De

Wit. Mimosaceae Daun

5 Glodokan Polyalthia longifolia Thw. Anonaceae Daun

6 Salak Salaca edulis Reinw. Palmae Umbut

(15)

Jenis Tumbuhan No.

Nama

Lokal Nama Ilmiah Famili

Bagian yang Dimakan

8 Salam Syzygium polyanthum (Wight.) Walp. Myrtaceae Daun 9 Rumput

gajah Pannisetum purpureum Schumach. Poaceae

Daun dan batang muda

10 Ganyong Canna edulis Ker. Cannaceae Daun

11 Kangkung

darat Ipomoea reptana Poir. Convolvulaceae Daun 12 Putri malu

besar Mimosa invisa Mar. Fabaceae Daun muda

Tabel 5 Palatabilitas orangutan terhadap jenis pakan yang disediakan PPS Urutan dikonsumsi

Pengamatan ke-

No. Jenis Pakan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rerata urutan konsumsi Pembulatan 1 telur rebus 1 2 1 1 1 4 1 1 1 1 1,4 1 2 mangga 1 1 1 2 3 1 4 1 1 3 1,8 2 3 pisang 4 2 6 1 3 2 2 1 4 1 2,6 2 4 jeruk lokal 5 3 5 2 5 5 6 3 1 2 3,7 3 5 nenas 9 5 7 3 6 3 3 6 3 4 4,9 4 6 salak 7 6 10 5 4 4 4 2 2 6 5 5 7 kumek 6 4 3 7 7 4 4 6 5 7 5,3 5 8 tomat 8 7 6 8 5 6 10 4 7 4 6,5 6 9 ubi 2 6 10 7 9 9 7 7 9 5 7,1 7 10 jambu biji 8 8 8 6 7 7 9 8 9 9 7,9 8 11 jagung 10 6 7 6 7 10 8 7 10 8 7,9 8

Keterangan. Nilai rata-rata urutan konsumsi yang rendah memiliki nilai palatabilitas yang tinggi

Pengaruh suhu harian terhadap aktivitas orangutan

Pengamatan terhadap aktivitas harian orangutan di PPS dibagi ke dalam tiga waktu yaitu pagi (08.00-10.30 WIB), siang (10.30-13.00 WIB), dan sore (13.30-16.00 WIB). Pengukuran suhu udara dilakukan sebanyak tiga kali dalam satu hari, sesuai waktu pengamatan. Suhu udara pada pagi hari berkisar antara 28oC-31oC, 33oC-36oC pada siang hari, dan pada sore hari 30oC-33oC.

Pada pagi hari, orangutan secara aktif melakukan lokomosi (49,21% dari total aktivitas lokomosi) dan aktivitas makan (59,15% dari total aktivitas makan). Meskipun suhu udara rendah (28oC), orangutan cenderung menghindari sengatan sinar matahari secara langsung. Biasanya orangutan akan menghindari sengatan sinar matahari dengan mencari tempat teduh, seperti di atas pohon dan di balik semak, atau menggunakan daun yang lebar seperti daun keladi untuk menutupi kepalanya.

Menjelang siang hari, orangutan lebih banyak beristirahat (58,09% dari total aktivitas istirahat). Biasanya orangutan

beristirahat dengan duduk atau tidur pada suatu tempat dalam waktu yang sangat lama. Aktivitas istirahat juga diselingi aktivitas menelisik dan sedikit aktivitas makan (10,05% dari total aktivitas makan).

Aktivitas makan dan lokomosi orangutan akan kembali meningkat pada sore hari (30,81% untuk aktivitas makan dan 36,26% untuk lokomosi), saat pemberian pakan tambahan. Biasanya orangutan akan berkumpul di daerah pemberian pakan tambahan hingga pemberian pakan selesai dilakukan.

PEMBAHASAN

Pemanfaatan Waktu Harian Orangutan

Lama waktu aktif merupakan periode aktif orangutan dalam melakukan aktivitas hariannya. Waktu aktif ini dimulai ketika orangutan bangun pagi dan keluar dari sarang tidur sampai dengan aktivitas membuat sarang tidur pada sore hari. Waktu aktif ini berkisar dari pukul 05.35–06.41 pada pagi hari sampai dengan kisaran pukul Tabel 4 lanjutan

(16)

8

17.44–18.24 pada sore hari (Krisdijantoro 2007).

Menurut Maple (1980) waktu aktif orangutan di penangkaran memiliki korelasi positif terhadap waktu pemberian pakan. Hal tersebut terjadi pada orangutan yang terdapat di Taman Margasatwa Yerkes dan Atlanta. Orangutan pada taman margasatwa tersebut mendapatkan pakan di pagi hari dan memulai aktivitas hariannya pada waktu yang sama. Pada pukul 08.00–11.00 interaksi sosial akan sering terjadi. Orangutan akan beristirahat pada siang hari, dan akan aktif kembali pada pukul 14.00– 15.00.

Jenis aktivitas tertinggi pada penelitian ini berturut-turut adalah makan (53,69%), istirahat (17,27%), dan lokomosi (14,79%). Persentase ini tidak berbeda nyata dengan persentase yang diperoleh pada penelitian lainnya. Pada penelitian yang dilakukan di Wanariset Samboja, Kalimantan Timur orangutan melakukan aktivitas makan sebesar 45,9%, 41,9% untuk aktivitas istirahat, dan lokomosi sebesar 12,1% (Ramadhan 2008). Di Hutan Mentoko Taman Nasional Kutai diperoleh persentase aktivitas makan sebesar 46%, aktivitas istirahat sebesar 43%, dan lokomosi sebesar 10% (Krisdijantoro 2007). Di Tanjung Puting, orangutan menghabiskan 60,1% waktu hariannya untuk makan, 19,3% untuk istirahat, dan 20,5% untuk lokomosi (Galdikas 1984). Persentase aktivitas makan dari keempat penelitian yang telah dilakukan memiliki korelasi positif dengan aktivitas lokomosi. Persentase aktivitas makan akan tinggi ketika orangutan aktif melakukan lokomosi untuk mendapatkan sumber-sumber pakan.

Selama pengamatan ditemui adanya beberapa individu orangutan yang meminum air dari sumber-sumber air di PPS. Hal ini berbeda dengan pengamatan yang dilakukan terhadap orangutan di Hutan Mentoko Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur. Selama penelitian tersebut tidak pernah dijumpai adanya orangutan yang turun ke sumber air baik sungai atau kubangan untuk meminum air. Orangutan mencukupi kebutuhan airnya dengan mengonsumsi buah dan daun yang banyak mengandung air, atau dari kambium pepohonan. Selain itu, orangutan memenuhi kebutuhan air pada saat hujan (Krisdijantoro 2007).

Selain meminum air dari sumber air di PPS, juga ditemukan tingkah laku minum urin (0,18%). Aktivitas minum urin juga

ditemukan pada simpanse di lembaga penelitian biomedis, San Antonio. Sepuluh dari lima puluh tiga simpanse yang diamati tercatat melakukan aktivitas minum urin. Aktivitas ini digolongkan ke dalam aktivitas yang abnormal. Munculnya berbagai tingkah laku abnormal ini diduga terkait dengan latar belakang individu yang terlibat dan perubahan lingkungan hidupnya (Warniment & Brent Tanpa Tahun).

Aktivitas Makan

Persentase total aktivitas makan yang terjadi selama pengamatan sebesar 53,18 % dari total aktivitas harian. Sinaga (1992) melaporkan orangutan di wilayah Bahorok, Taman Nasional Gunung Leuser menghabiskan 39,2% waktu hariannya untuk aktivitas makan.

Selama pengamatan, frekuensi aktivitas makan paling tinggi terjadi pada pagi hari sekitar pukul 08.00–10.30. Aktivitas makan rendah pada siang hari (pukul 10.30–13.00) kemudian kembali meningkat pada sore hari (pukul 13.30–16.00). Menurut Ramadhan (2008) aktivitas makan orangutan tinggi pada pagi hari (06.00–08.00 WITA) dan pada sore hari sekitar pukul 15.00 WITA.

Pemberian pakan di PPS dilakukan dengan menyebar pakan di seluruh area kandang peragaan. Penyebaran pakan ini dilakukan untuk mengurangi dominasi pakan oleh imdividu tertentu. Penyebaran pakan yang dilakukan pada Lophocebus albigena (grey-cheeked mangabeys) dan

Cercocebus torquatus torquatus (red-capped mangabeys) di Stasiun Biologi, Paimpont, Perancis, akan mempengaruhi interaksi sosial dan aktivitas makan dari kedua jenis tersebut. Penyebaran pakan terutama sangat penting bagi individu dengan status sosial yang rendah karena dapat mempermudah akses ke sumber pakan dan mengurangi risiko adanya gangguan dari individu dominan (Heulin & Cruz 2005).

Selama pengamatan ditemukan adanya tingkah laku berbagi makanan (0,76%) dari total aktivitas harian. Tingkah laku ini paling banyak terjadi antara induk dengan anaknya (55%). Menurut Maple (1980) orangutan liar cenderung tidak berbagi makan secara aktif dengan anaknya, meskipun anaknya masih bayi. Biasanya anak orangutan akan berusaha mengambil potongan kecil makanan dari mulut atau tangan induknya. Transfer makanan antara induk dan anak sering terjadi pada gorila (Gorilla gorilla gorilla). Biasanya sang anak akan berusaha

(17)

mengambil makanan dari induknya. Induk gorila juga mengambil makanan dari anaknya. Aktivitas berbagi makanan ini sangat penting, terutama untuk mengenalkan kepada individu muda berbagai jenis makanan yang dapat dikonsumsi maupun yang tidak dapat dikonsumsi (Nowel & Fletcher 2006).

Tingkah laku berbagi makanan yang diamati selama penelitian biasanya didahului oleh foodbegging, meskipun tidak setiap

foodbegging akan diakhiri oleh foodsharing.

Foodbegging merupakan salah satu cara yang dilakukan primata untuk menarik perhatian individu lain. Pada penelitian yang dilakukan terhadap orangutan, simpanse, gorila, dan bonobo menunjukkan bahwa ketika akan melakukan foodbegging, objek pengamatan akan berusaha menarik perhatian dengan berpindah ke hadapan individu yang memiliki pakan kemudian menunjukkan isyarat tertentu (Liebal et al. 2004).

Jenis Pakan

Proporsi jenis makanan tertinggi selama pengamatan adalah buah dengan persentase 63,55%. Pada orangutan di Hutan Mentoko Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur, konsumsi buah menempati proporsi tertinggi dengan persentase 63,2% (Krisdijantoro 2007). Orangutan di wilayah Bahorok, Taman Nasional Gunung Leuser mengonsumsi buah sebanyak 55,6% dari pakan hariannya (Sinaga 1992). Sedangkan orangutan di Kalimantan Tengah mengonsumsi buah sebanyak 61% dari waktu makan, karena itu dapat dikatakan pada dasarnya orangutan bersifat frugivor (Galdikas 1984). Jenis kera besar lain seperti gorila dan simpanse yang terdapat di Taman Nasional Kahuzi-Biega juga mengonsumsi buah sebagai pakan utamanya (76,70% untuk gorila dan 58,90% untuk simpanse) (Yamagiwa & Basabose 2006).

Selain pakan yang disediakan PPS, orangutan juga mengonsumsi tumbuhan yang tumbuh di dalam kandang peragaan (1,58%). Bagian yang dikonsumsi berupa daun, bunga, kulit kayu, batang muda, dan umbut (pangkal batang). Orangutan di Hutan Mentoko Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur, juga mengonsumsi bagian tumbuhan berupa daun (26,2%), dan kulit kayu (8,48%) (Krisdijantoro 2007). Orangutan di wilayah Bahorok, Taman Nasional Gunung Leuser mengonsumsi daun

sebanyak 35,3%, dan sisanya merupakan jenis makanan lain (Sinaga 1992).

Orangutan PPS mengonsumsi daun beringin lebih banyak dibandingkan jenis tumbuhan lainnya. Menurut Zuraida (2004), sumber pakan alami yang sangat penting bagi orangutan adalah Ficus spp. Dapat dikatakan jenis ini merupakan keystone species, yaitu jenis tumbuhan yang selalu dikonsumsi sepanjang tahun. Ficus spp. mampu menyediakan buah sepanjang tahun sehingga keberadaanya dapat membantu kestabilan populasi orangutan.

Ficus juga merupakan jenis yang selalu dikonsumsi gorila dan simpanse di Taman Nasional Kahuzi-Biega. Meskipun simpanse dan gorila mengonsumsi jenis makanan yang tergantung pada musim, ficus merupakan salah satu jenis makanan yang selalu dikonsumsi sepanjang tahun. Bagian ficus

yang dikonsumsi adalah buah (Yamagiwa & Basabose 2006).

Ficus benjamina diketahui memiliki potensi sebagai obat. Daun Ficus telah digunakan sebagai obat tradisional untuk mengobati influenza, radang saluran pernafasan, batuk rejan, malaria, radang usus, disentri, dan kejang karena panas (Sidiyasa & Limberg 2007). Metode pengobatan diri sendiri dengan mengonsumsi daun tertentu ditemukan pada simpanse Nigeria (Pan troglodytes vellerosus). Simpanse pada daerah ini mengonsumsi daun Desmodium gangeticum

yang diduga untuk mengatasi serangan cacing parasit (Oesophagostonum stephanosiomum) selama musim hujan. Jenis tumbuhan ini ditemukan sebanyak 4% dari 299 contoh feses simpanse (Fowler et al. 2007). Meskipun orangutan PPS mengonsumsi Ficus dan beberapa jenis tumbuhan lainnya, dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui potensinya dalam metode pengobatan diri sendiri.

Selama pengamatan ditemukan orangutan yang mengonsumsi tanah (0,55%). Konsumsi tanah juga ditemukan pada orangutan Kalimantan. Tanah yang dikonsumsi diduga mengandung mineral tertentu atau kaolin dalam konsentrasi tinggi yang penting untuk menetralkan jumlah tanin beracun dan asam fenolat yang tinggi dalam makanan yang berasal dari daun (Meijaard et al. 2001). Konsumsi tanah (geophagus) juga ditemukan pada gorila pegunungan Rwanda. Konsumsi tanah ini dilaporkan terjadi pada musim panas ketika konsumsi beberapa jenis daun meningkat.

(18)

10

Daun-daun yang dikonsumsi diketahui mengandung beberapa racun yang berbahaya. Geophagi diduga dapat mengurangi berbagai masalah pencernaan yang terjadi akibat perubahan pola makan. Tanah yang dikonsumsi membantu mengabsorbsi racun dan mencegah dehidrasi selama musim kering (Mahaney et al. 1995).

Orangutan PPS juga mengonsumsi jenis pakan lain seperti pecahan batu, kotoran, serangga, ikan, dan serasah. Keanekaragaman konsumsi pakan juga terjadi pada orangutan di hidupan liar. Pada daerah tertentu ditemui orangutan yang mengonsumsi sarang rayap. Orangutan juga mengonsumsi jenis makanan lain seperti telur burung, vertebrata kecil, atau madu yang diambil dari sarang lebah (Meijaard et al. 2001). Pada beberapa kasus ditemukan orangutan yang mengonsumsi kukang (Nycticebus coucang) (Utami & van Hooff 1997). Dari variasi jenis makanan yang sangat tinggi ini dapat dikatakan orangutan merupakan tipe pengumpul atau pencari makan yang opurtunis, yaitu memakan apa saja yang dapat diperolehnya (Meijaard et al. 2001).

Variasi jenis pakan juga ditemukan pada Gorila dan simpanse di Taman Nasional Kahuzi-Biega. Pada saat ketersediaan buah menurun, gorila mengonsumsi lebih banyak bagian vegetatif tumbuhan seperti daun, kulit kayu, dan tunas sedangkan simpanse tetap mengonsumsi buah dan beberapa jenis hewan (serangga dan beberapa jenis mamalia kecil) (Yamagiwa & Basabose 2006).

Palatabilitas Pakan

Telur rebus, mangga, dan pisang merupakan jenis pakan dengan tingkat palatabilitas yang tinggi pada orangutan. Palatabilitas timbul akibat bekerjanya indra penciuman, peraba, dan perasa (McDonald

et al. 1995). Umumnya pakan yang lebih disukai (memiliki palatabilitas yang tinggi) akan lebih mudah dicerna hewan daripada pakan yang lebih bernutrisi tetapi palatabilitasnya rendah (Morrison 1959).

Berdasarkan hasil pengamatan, empat jenis buah yang memiliki palatabilitas tinggi adalah mangga, pisang, jeruk lokal, dan nenas (Tabel 5). Pada penelitian yang dilakukan di Ketambe, diketahui bahwa orangutan lebih suka memilih buah yang matang, mengandung banyak air, berkulit keras, dan berukuran besar. Buah yang

dipilih kadang manis ataupun masam (Ungar 1995).

Ketersediaan pakan di PPS tidak dipengaruhi musim. Hal ini memungkinkan orangutan untuk tetap mengkonsumsi jenis pakan yang disukai secara berkelanjutan. Berbeda dengan orangutan liar, yang konsumsi pakannya dipengaruhi oleh musim berbuah dan ketersedian jenis tumbuhan pakan tersebut. Hal ini berarti, tumbuhan yang banyak terdapat di hutan tempat orangutan berada akan lebih sering dikonsumsi orangutan (Krisdijantoro 2007). Preferensi jenis pakan yang dipengaruhi musim juga terjadi pada gorila dan simpanse di Taman Nasional Kahuzi-Biega. Ketika buah melimpah, kedua kera ini mengonsumsi Myrianthus holstii dan

Bridelia bridelifolia sebagai pakan utamanya. Gorila mengonsumsi lebih banyak serat ketika konsumsi buah menurun. Sedangkan simpanse akan tetap mengonsumsi buah dan mengonsumsi hewan lainnya untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya (Yamagiwa & Basabose 2006).

Pada dasarnya primata merupakan hewan yang selektif terhadap jenis pakan yang dikonsumsi (selective feeders). Konsumsi pakan akan dilakukan berdasarkan beberapa kriteria: ada tidaknya zat toksik pada bahan makanan dan komposisi fitokimia (protein, serat, karbohidrat, dan mineral) (Yeager 1989) (Lampiran 4). Pada orangutan di Wanariset Samboja, Kalimantan Timur, konsumsi pakan ditentukan oleh kandungan nutrisi pakan. Sedangkan asupan nutrisi memiliki korelasi positif terhadap bobot badan dan umur; orangutan dengan umur yang lebih tua dan bobot tubuh yang lebih tinggi akan mengonsumsi pakan dengan kandungan nutrien yang lebih tinggi (Zuraida 2004).

Pengaruh suhu harian terhadap aktivitas orangutan

Berdasarkan data tiga aktivitas harian utama (makan, lokomosi, dan istirahat), oarangutan di PPS lebih banyak melakukan aktivitas pada pagi hari (51,72%), sedikit pada siang hari (20,62%), dan akan meningkat kembali pada sore hari (27,66). Kisaran suhu udara pada pagi, siang, dan sore hari berturut-turut adalah 280C–310C, 330C–360C, dan 300C–330C. Pada pagi hari, orangutan secara aktif melakukan lokomosi (49,21%) dan aktivitas makan (59,15%). Menjelang siang hari, orangutan lebih banyak beristirahat (58,09%).

(19)

Menurut Krisdijantoro (2007) aktivitas orangutan tinggi pada pagi (pukul 05.30– 10.00) dan sore hari (14.00–18.30). Pada siang hari orangutan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk beristirahat dengan persentase tertinggi yaitu 40%.

Suhu udara sangat berpengaruh pada tingkah laku primata pada habitat terbuka. Pada babon (Papio cynocephalus) di Cagar Alam De Hoop, Afrika Selatan, suhu udara memiliki korelasi negatif terhadap aktivitas makan. Pada saat suhu udara tinggi, aktivitas makan akan menurun. Aktivitas istirahat memiliki korelasi yang positif dengan suhu udara. Aktivitas istirahat akan meningkat pada saat suhu udara tinggi, sedangkan lokomosi tidak memperlihatkan pengaruh yang signifikan (Hill et al. 2004).

Selain suhu udara, ketinggian tempat dan variasi musim juga mempengaruhi pola makan primata. Penelitian yang dilakukan pada monyet jepang (Macaca fuscata) di Yakushima menunjukkan adanya perbedaan pola makan bergantung ketinggian habitat hidupnya dan kondisi musim. Buah atau biji-bijian lebih banyak dikonsumsi padamonyet yang hidup di dataran rendah. Sedangkan monyet yang hidup di dataran tinggi lebih banyak mengonsumsi serat dan fungi. Ditinjau dari musim, konsumsi buah dan biji-bijian akan meningkat selama musim gugur. Pada musim semi, monyet akan lebih banyak mengonsumsi serat, dan sedikit di musim gugur (Hanya et al. 2003).

Pada penelitian yang dilakukan terhadap simpanse di hutan tropis, ditemukan bahwa simpanse lebih banyak menghabiskan waktu di permukaan tanah pada bulan-bulan ketika suhu udara panas atau musim kering. Meskipun pada waktu tersebut ketersedian buah tinggi. Persentase aktivitas harian yang lebih banyak dilakukan secara terestrial ini menunjukkan korelasi positif dengan temperatur maksimum dan memiliki korelasi negatif dengan kelembaban harian. Selama musim hujan ketika suhu udara lebih rendah simpanse lebih banyak melakukan aktivitas di atas pohon. Hal ini tidak terkait dengan ketersediaan pakan, melainkan untuk mengurangi efek termoregulasi (di hutan tropis suhu udara lebih tinggi pada tempat yang lebih tinggi) (Takemoto 2003).

SIMPULAN

Aktivitas makan orangutan di Pusat Primata Schmutzer sebesar 53,18% dari total

aktivitas harian. Aktivitas makan banyak terjadi di pagi hari, rendah pada siang hari dan kembali tinggi pada sore hari. Buah (63,55%) merupakan jenis pakan yang paling banyak dikonsumsi. Telur rebus, mangga, dan pisang merupakan jenis pakan yang memiliki palatabilitas tinggi. Jenis makanan selain yang disediakan oleh PPS yang banyak dikonsumsi adalah beringin (Ficus benjamina) dan rumput gajah (Pannisetum purpureum).

SARAN

Penelitian lanjutan untuk mengetahui tingkat konsumsi dan perbedaan konsumsi pakan antar-usia pada orangutan di PPS, Jakarta. Pemberian jenis pakan sebaiknya difokuskan pada jenis yang memiliki nilai palatabilitas yang tinggi. Dibutuhkan analisis lebih lanjut untuk mengetahui korelasi antara tingkat palatabilitas dengan kebutuhan nutrisi orangutan PPS.

DAFTAR PUSTAKA

Cawlishaw G, Dunbar R. 2000. Primates Conservation Biology. USA: The University of Chicago Press.

Church DC et al. 1974. Digestive Physiology and Nutrition of Ruminants. Volume ke-2. Oregon: O&B Books.

Dolhinow P, Fuentes A. 1999. The Nonhuman Primates. California: Mayfield Publishing Company. Fowler A et al. 2007. Leaf-swallowing in

Nigerian Chimpanzees: Evidence for assumed self-medication. Primates

48: 73–76.

Galdikas BMF. 1984. Adaptasi Orangutan di Suaka Tanjung Puting, Kalimantan Tengah. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Goulet H, Huber JT. 1993. Hymenoptera of the World: An Identification Guides to Families. Ottawa: Canada Comunication Group Publishing. Hanya G et al. 2003. Altitudinal and

seasonal variations in the diet of Japanese Macaques in Yakushima.

Primates 44: 51–59 .

Heulin CB, Cruz BM. 2005. Influence of food dispersion on feeding activity and social interactions in captive

(20)

12

torquatus torquatus. Primates 46: 77– 90.

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Volume I-IV. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan. Hill RA et al. 2004. Indices of

environmental temperatures for primates in open habitats. Primates

45: 7–13.

Indarwati I. 2007. Pemilihan pakan dan aktivitas makan Beruang Madu (Helarctos malayanus) pada siang hari di Pusat Penyelamatan Satwa Gadog Ciawi Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Krisdijantoro A. 2007. Analisis pola penggunaan ruang dan waktu Orangutan (Pongo pygmaeus pygmaeus Linneaus, 1760) di Hutan Mentoko Taman Nasional Kutai Kalimantan Timur [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Kuze N, Malim TP, Kohshima S. 2005. Developmental changes in the facial morphology of the Borneo Orangutan (Pongo pygmaeus) : Possible signals in visual communication. Am J Primatol 65: 353–376.

Liebal K et al. 2004. To move or not to move: How apes adjust to the attentional state of others. INIST-CNRS 5: 199–219.

Mahaney CW et al. 1995. A possible seasonal behavior for dealing with the effects of dietary change. Int J Primatol 16: 475-488.

Mahmud MK, Zulfianto NA, editor. 2009.

Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Maple TL. 1980. Orangutan Behavior. New York: van Nostrand Reinhold Company.

Martin P, Bateson P. 1993. Measuring Behaviour. Volume 2. London: Cambridge University Br.

McDonald P et al. 1995. Animal Nutrition. New York: John Wiley & Sons, inc. Mcilroy RJ. 1976. Pengantar Budidaya

Rumput Tropika. Susetyo S, et al. , penerjemah. Jakarta : Pradnya Paramita.

Meijaard E et al. 2001. Diambang Kepunahan! Kondisi Orangutan Liar di Awal Abad ke-21. Jakarta: The Gibbon Foundation Indonesia.

Morrison FB. 1959. Feeds and Feeding. Iowa: The Morrison Publishing Company.

Muir et al. 2000. mtDNA sequence diversity of Orangutans from the islands of Borneo and Sumatra. J Mol Evol 51: 471-480.

Nowel AA, Fletcher AW. 2006. Food Transfers in immature Wild Western Lowland Gorillas (Gorilla gorilla gorilla). Primates 47: 294–299. Patrick H, Schaible PJ. 1980. Poultry Feed

and Nutrition. Connecticut: Avi Publishing Co.

Pond WG, Church DC, Pond KR. 1995.

Basic Animal Nutrition and Feeding. Edisi ke-4. Canada: John Willey and Sons.

Ramadhan A. 2008. Evaluasi perubahan pola perilaku makan pada Orangutan (Pongo pygmaeus morio) di Pusat Reintroduksi Orangutan Borneo Orangutan Survival (BOS) Wanariset-Samboja Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Sidiyasa K, Limberg G, editor. 2007.

Tumbuhan Berkhasiat Obat Taman Nasional Kutai. Bontang: Balai Taman Nasional Kutai.

Sinaga T. 1992. Studi Habitat dan Perilaku Orangutan (Pongo pygmaeus abelii) di Bahorok Taman Nasional Gunung Leuser [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sutardi T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi.Jilid ke-1. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Takemoto H. 2003. Seasonal change in

terrestriality of chimpanzee in relation to microclimate in the tropical forest.

Am J Phys Anthropol 124: 81-92. Ungar PS. 1995. Fruit preference of four

sympatric primate species at Ketambe, Northern Sumatra, Indonesia. Int J Primatol 16: 221-245.

Utami SS, van Hoof Jan ARAM. 1997. Meat-eating by adult female Sumatran Orangutan (Pongo pygmaeus abelii). Am J Primatol 43: 159–165.

Van Adrichem GGJ et al. 2006. The development of wild immature Sumatran Orangutans (Pongo abelii) at Ketambe. Primates 47: 300–309.

(21)

Warniment A, Brent L. Tanpa Tahun. Abnormal behavior in a captive chimpanzee colony. Dept. of Laboratory Animal Medicine, Southwest Foundation for Biomedical Research. [terhubung berkala]. http://www.awionline.org/Lab_anima ls/biblio/jo-9.htm. [7 April 2009]. Wiseman J, Cole DJA. 1990. Feedstuff

Evaluation. London: Butterworth. Yamagiwa J, Basabose AK. 2006. Diet and

seasonal changes in sympatric Gorillas and Chimpanzees at Kahuzi-Biega National Park. Primates 47: 79–90.

Yeager CP. 1989. Feeding behavior and ecology of the Proboscis Monkey (Nasalis larvatus). Int J Primatol 10: 497–530.

Zhang, et al. 2001. Genetic divergence of Orangutan subspecies (Pongo pygmaeus). J Mol Evol 52: 516-526. Zuraida. 2004. Konsumsi dan kandungan

nutrien pakan Orangutan (Pongo pygmaeus) (Studi Kasus di Pusat Reintroduksi Orangutan, Wanariset Samboja – Kalimantan Timur) [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

(22)
(23)

Lampiran 1 Penggolongan orangutan berdasarkan kelas umur Taraf

Perkembangan Jenis Kelamin

Umur

(tahun) Tingkah Laku Umum Karakter Morfologi

Bayi Jantan dan Betina 0 - 4

Biasanya berpegang pada induk pada waktu berpindah dari pohon ke pohon, akan

meninggalkan induk pada waktu makan; menyusu

Rambut lebih pucat dari hewan tua; sangat putih disekeliling mata dan moncong, diseluruh tubuh terdapat bercak putih

Anak Jantan dan Betina 4 - 7

Biasanya berpindah bersama, tetapi terlepas dari badan induk, beberapa kali diamati menggunakan sarang bersama induknya; masih menyusu

Wajah masih lebih putih daripada hewan yang lebih tua, tetapi lebih gelap daripada bayi; bercak putih semakin kabur

Betina 7 - 12

Sampai akhir kelahiran pertama; benar-benar bebas dari induk, sekalipun beberapa kali diamati bergerak pindah bersama induknya atau dengan satuan lain; sangat sosial; berpasangan dengan jantan selama masa tanggap seksual

Wajah tetap lebih putih daripada hewan dewasa; ukuran (tubuh) lebih kecil daripada individu dewasa

Remaja

Jantan 7 - 10

Benar-benar bebas dari induk, sekalipun beberapa kali diamati pindah bersama dengan induk atau dengan satuan lain; sangat sosial; berusaha melakukan kopulasi dengan betina remaja

Wajah tetap lebih putih daripada hewan dewasa; ukuran (tubuh) lebih kecil daripada betina dewasa

(24)

16

Taraf

Perkembangan Jenis Kelamin

Umur

(tahun) Tingkah Laku Umum Karakter Morfologi

Pradewasa Jantan 10 - 15

Mulai bersuara yang mirip dengan "seruan panjang", berpasangan dengan betina, sangat sosial

Wajah gelap, bantalan pipi dan kantung leher mulai berkembang, lebih besar daripada betina dewasa tetapi lebih kecil daripada jantan dewasa

Betina 12 - 35

Biasanya telah memiliki anak dan diikuti dengan anaknya, berpasangan dengan jantan selama masa estrus, beberapa kali diamati berpindah bersama betina lain atau individu yang lebih muda

Wajah sangat gelap, beberapa kali diamati [telah] berjanggut

Dewasa Umur Muda

Jantan 15 - 35

Menyuarakan "seruan panjang", hidup soliter kecuali bila berpasangan dengan betina tanggap seksual

Ukuran [tubuh] sangat besar, [memiliki] bantalan pipi, kantung leher, kerap berjanggut, Beberapa kali diamati punggung gundul

Betina ≥35

Tidak diikuti bayi atau remaja, berpasangan tetapi tidak mengandung, lebih banyak bergerak di permukaan tanah daripada betina dengan bayi, gerakan lambat

Rambut tipis dan jarang, berkeriput Dewasa Umur Lanjut

Jantan ≥36

Tidak mengeluarkan "seruan panjang' atau berpasangan dengan betina, gerakan sangat lambat

Rambut tipis dan jarang, berkeriput dalam, bantalan pipi menyusut

Sumber: Galdikas 1984 Lampiran 1, lanjutan

(25)

Lampiran 2 Jenis pakan sore yang diberikan PPS selama bulan April-Agustus 2008 No. Jenis Pakan

1 Mangga 2 Kentang rebus 3 Jeruk bali 4 Pisang 5 Jeruk lokal 6 Kumek 7 Salak 8 Jambu biji 9 Nenas 10 Jagung 11 Timun 12 Ubi 13 Semangka 14 Apel washington 15 Sirsak 16 Markisa 17 Tomat 18 Telur rebus 19 Ercis 20 Pir 21 Pepaya 22 Manggis 23 Apel fuji 24 Siomak 25 Alpukat 26 Melon 27 Kesemek 28 Kacang panjang 29 Wortel 30 Paprika 31 Apel malang 32 Selada 33 Bit 34 Kembang kol 35 Kangkung 36 Bengkoang 37 Terong

(26)

18

Lampiran 3 Palatabilitas pakan tiap individu orangutan

urutan palatabilitas

No. Individu 1 2 3 4 5

1 Vony telur mangga pisang ubi jeruk lokal

2 Billy telur pisang jeruk lokal kumek salak 3 Amida telur pisang jeruk lokal salak salak 4 Pingky telur mangga pisang salak nenas

5 Inah telur mangga pisang nenas tomat

6 Zidane telur mangga pisang salak kumek 7 Putu telur jeruk lokal nenas jeruk lokal nenas 8 Mada telur mangga pisang jeruk lokal kumek

(27)

Lampiran 4 Nilai gizi pakan yang dikonsumsi orangutan PPS

Jenis Pakan Energi

(kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Air (g) telur 154 12,4 10,8 0,7 74,3

mangga harum manis 46 0,4 0,2 11,9 86,6

pisang raja 120 1,2 0,2 31,8 65,8 jeruk manis 45 0,9 0,2 11,2 87,2 nenas 40 0,6 0,3 9,9 88,9 salak 77 0,4 0 20,9 78 kumek 14 1,3 0,3 2,3 95,2 tomat 24 1,3 0,5 4,7 92,9

ubi jalar merah 151 1,6 0,3 35,4 61,9

jambu biji 49 0,9 0,3 12,2 86

jagung 147 5,1 0,7 31,5 61,8

Keterangan: komposisi zat gizi makanan per 100 gram berat dapat dikonsumsi (BDD) Sumber : Tabel Komposisi Pangan Indonesia, Persatuan Ahli Gizi Indonesia 2009

Gambar

Tabel 2 Persentase aktivitas harian orangutan PPS selama Bulan April–Agustus 2008  No
Gambar 2 Persentase aktivitas harian utama (makan, istirahat, lokomosi) individu orangutan
Tabel 3 Persentase jenis pakan yang dikonsumsi orangutan PPS di kandang peragaan selama bulan  April–Agustus 2008  Jenis Makanan        Durasi  Konsumsi (jam:menit: detik)  Total  Jumlah  Aktivitas (kali)  Persentasi Total Jumlah Aktivitas  (%) No
Tabel 5 Palatabilitas orangutan terhadap jenis pakan yang disediakan PPS  Urutan dikonsumsi

Referensi

Dokumen terkait

Kepastian hukum bukan hanya berupa Pasal-Pasal dalam undang-undang, melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan Hakim antara putusan yang satu dengan putusan Hakim yang

[r]

Dengan penyentuhan singkat elektroda logam pada bagian benda kerja yang akan dilas,berlangsung hubungan singkat didalam rangkaian arus pengelasan, suatu arus listrik yang

Dari hasil pengelasan baja karbon rendah yang diberikan variasi kuat arus, dilakukan pengujian impak terhadap material tersebut. Material yang memiliki harga

Berbagai masalah yang dibahas meliputi Metafungsi bahasa, Konteks sosial, Pola Hubungan Metafungsi dan Konteks Sosial teks dan serta Kearifan budaya lokal Tradisi

[A cikk részben az Europa ismertetését foglalja össze Toldy Ferenc A magyar költészet története cím ű munkájának német fordításáról, részben a következ ő

Telah memenuhi syarat sebagai suatu karya ilmiah (Diktat) dalam mata kuliah Fungsi Kompleks pada Program Studi Matematika Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas

Posisikan objek persegi panjang sebagai background tulisan Posisikan objek persegi panjang sebagai background tulisan Kang Moen Ad-Dima’i, hingga tampak seperti