• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 DKI JAKARTA (ANGKA TETAP)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 DKI JAKARTA (ANGKA TETAP)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

No. 57/12/31 Th. XV, 2 Desember 2013

H

ASIL

S

ENSUS

P

ERTANIAN

2013

DKI

J

AKARTA

(A

NGKA

T

ETAP

)

RUMAH TANGGA PETANI GUREM TAHUN 2013 SEBANYAK 8.611 RUMAH TANGGA,

TURUN 81,04 PERSEN DARI TAHUN 2003

1. PENDAHULUAN

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan amanat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan mengacu pada sejumlah rekomendasi dari Food and Agriculture Organization (FAO) yang menetapkan “The World Programme for the 2010 Around Agricultural Censuses Covering Periode 2006-2015”. Pelaksanaan ST2013

BADAN PUSAT STATISTIK

 Jumlah rumah tangga usaha pertanian tahun 2013 sebanyak 12.287 rumah tangga terdiri atas,

subsektor tanaman pangan 1.301 rumah tangga, hortikultura 5.018 rumah tangga, perkebunan 95 rumah tangga, peternakan 3.637 rumah tangga, perikanan 4.456 rumah tangga, dan kehutanan 98 rumah tangga. Sementara itu jumlah rumah tangga pertanian pengguna lahan 9.515 rumah tangga atau 77,44 persen dari total rumah tangga usaha pertanian di DKI Jakarta.

 Jumlah rumah tangga petani gurem tahun 2013 sebanyak 8.611 rumah tangga atau sebesar 90,50

persen dari rumah tangga pertanian pengguna lahan, mengalami penurunan sebanyak 36.817 rumah tangga atau turun 81,04 persen dibandingkan tahun 2003 sebanyak 45.428 rumah tangga.

 Jumlah petani yang bekerja di sektor pertanian sebanyak 14.139 orang, terbanyak di subsektor

hortikultura sebesar 5.853 orang dan terkecil di subsektor perkebunan dan subsektor kehutanan masing-masing sebesar 113 orang.

 Petani utama sebesar 29,19 persen berada di kelompok umur 45-54 tahun.

 Jumlah sapi dan kerbau pada 1 Mei 2013 sebanyak 4.997 ekor, terdiri dari 2.108 ekor sapi potong,

2.686 ekor sapi perah dan 203 ekor kerbau.

(2)

dari data mentah ST2003 dengan menggunakan konsep ST2013 yang tidak menggunakan Batas Minimal Usaha dan master wilayah ST2013 untuk rumah tangga usaha pertanian.

2.

USAHA PERTANIAN

Berdasarkan Hasil pencacahan lengkap ST2013 diketahui bahwa jumlah rumah tangga usaha pertanian pada tahun 2013 sebesar 12.287 rumah tangga. Subsektor hortikultura, subsektor perikanan, dan subsektor peternakan merupakan tiga subsektor yang memiliki jumlah rumah tangga usaha pertanian terbanyak yaitu masing-masing 5.018 rumah tangga, 4.456 rumah tangga, dan 3.637 rumah tangga. Sementara itu, perkebunan merupakan subsektor yang paling sedikit memiliki rumah tangga usaha pertanian, yaitu sebanyak 98 rumah tangga.

Gambar 1.

Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian Menurut Subsektor, Tahun 2003 dan 2013 (rumah tangga)

Rumah tangga usaha pertanian pada tahun 2013 mengalami penurunan sebanyak 40.296 rumah tangga dari 52.583 rumah tangga pada tahun 2003 menjadi 12.287 rumah tangga, yang berarti terjadi rata-rata penurunan sebesar 7,66 persen per tahun. Secara absolut penurunan terbesar terjadi di subsektor peternakan dan penurunan terendah di subsektor kehutanan, yaitu masing-masing turun sebanyak 16.096 rumah tangga dan 568 rumah tangga. Sedangkan secara persentase perkebunan merupakan subsektor yang mengalami penurunan paling besar selama 10 tahun terakhir yaitu sebesar 97,29 persen, sedangkan jasa pertanian menjadi subsektor dengan tingkat penurunan terendah yaitu sebesar 57,87 persen .

52583, 0 5729, 0 19462, 0 3508, 0 19733, 0 12611, 0 666, 0 1303, 0 12287, 0 1301, 0 5018, 0 95, 0 3637, 0 4456, 0 98, 0 549, 0 ,0 10000,0 20000,0 30000,0 40000,0 50000,0 60000,0

DKI Jakarta Tanaman Pangan

Hortikultura Perkebunan Peternakan Perikanan Kehutanan Jasa Pertanian

Jum lah R um ah Ta ng ga 2003 2013

(3)

Tabel 1.

Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian Menurut Subsektor Tahun 2003 dan 2013

Sektor/Subsektor

Rumah Tangga Usaha Pertanian (rumah tangga) 2003 2013 Perubahan Absolut % (1) (2) (3) (4) (5) SEKTOR PERTANIAN 52.583 12.287 -40.296 -76,63 SUBSEKTOR : 1. Tanaman Pangan 5.729 1.301 -4.428 -77,29 Padi 3.020 912 -2.108 -69,80 Palawija 3.031 428 -2.603 -85,88 2. Hortikultura 19.462 5.018 -14.444 -74,22 3. Perkebunan 3.508 95 -3.413 -97,29 4. Peternakan 19.733 3.637 -16.096 -81,57 5. Perikanan 12.611 4.456 -8.155 -64,67 Budidaya Ikan 7.673 2.386 -5.287 -68,90 Penangkapan Ikan 5.078 2.404 -2.674 -52,66 6. Kehutanan 666 98 -568 -85,29 Budidaya Tanaman Kehutanan 665 94 -571 -85,86 Penangkapan Satwa/Tumbuhan Liar 0 4

Pemungutan Hasil Hutan/Penangkapan Satwa Liar 1 1 0 0,00 7. Jasa Pertanian 1.303 549 -754 -57,87 Keterangan : Satu rumah tangga usaha pertanian dapat mengusahakan lebih dari 1 sub subsektor usaha pertanian, sehingga jumlah rumah

tangga usaha pertanian bukan merupakan penjumlahan rumah tangga usaha pertanian dari masing-masing subsektor tanaman pangan, hortrikultura, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan.

Jumlah rumah tangga petani gurem (rumah tangga usaha pertanian pengguna lahan yang menguasai lahan kurang dari 0,5 hektar) di DKI Jakarta tahun 2013 sebanyak 8.611 rumah tangga. Komposisi terbanyak berada di Jakarta Barat sebesar 3.081 rumah tangga, disusul Jakarta Timur sebesar 2.408 rumah tangga dilanjutkan Jakarta Selatan sebesar 1.566 rumah tangga. Sementara komposisi rumah tangga petani gurem terkecil berada di Kepulauan Seribu sebesar 91 rumah tangga.

Gambar 2.

Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Petani Gurem Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2003 dan 2013 (rumah tangga)

45428,0 1257,0 14287,0 11192,0 2619,0 12058,0 4015,0 8611,0 91,0 1566,0 2408,0 120,0 3081,0 1345,0 ,0 5000,0 10000,0 15000,0 20000,0 25000,0 30000,0 35000,0 40000,0 45000,0 50000,0 DKI Jakarta Kepulauan Seribu Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Pusat Jakarta Barat Jakarta Utara

(4)

mengalami penurunan. Jika pada tahun 2003 petani gurem di DKI Jakarta sebanyak 45.428 rumah tangga, maka pada tahun 2013 berkurang menjadi 8.611 rumah tangga atau turun sebesar 81,04 persen. Penurunan terbesar secara absolut terjadi di Jakarta Selatan yang mencapai 12.721 rumah tangga. Ditinjau secara persentase penurunan rumah tangga petani gurem terbesar terjadi di Jakarta Pusat sebesar 95,42 persen. Penurunan jumlah rumah tangga petani gurem sebagian besar berasal dari penurunan 9.483 rumah tangga usaha pertanian yang menguasai lahan kurang dari 1000 m2.

Tabel 2.

Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian Pengguna Lahan Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2003 dan 2013 (rumah tangga)

No. Kabupaten/Kota

Rumah Tangga Usaha Pertanian Pengguna Lahan (rumah tangga) 2003 2013 Perubahan Absolut % (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1 Kepulauan Seribu 1.289 91 -1.198 -92,94 2 Jakarta Selatan 14.510 1.642 -12.868 -88,68 3 Jakarta Timur 12.088 2.706 -9.382 -77,61 4 Jakarta Pusat 2.717 139 -2.578 -94,88 5 Jakarta Barat 12.254 3.159 -9.095 -74,22 6 Jakarta Utara 4.404 1.778 -2.626 -59,63 DKI Jakarta 47.262 9.515 -37.747 -79,87

Dari seluruh rumah tangga usaha pertanian pada tahun 2013, sebesar 77,44 persen merupakan rumah tangga usaha pertanian pengguna lahan (9.515 rumah tangga). Sedangkan rumah tangga usaha pertanian bukan pengguna lahan hanya sebesar 22,56 persen, atau sebanyak 2.772 rumah tangga. Selama kurun waktu sepuluh tahun, rumah tangga usaha pertanian pengguna lahan mengalami penurunan sebesar 37.747 rumah tangga atau sebesar 79,87 persen. Penurunan jumlah rumah tangga pengguna lahan terbesar secara absolut terjadi di Jakarta Selatan yang mencapai 12.868 rumah tangga. Sementara itu penurunan jumlah rumah tangga pengguna lahan terbesar secara persentase terjadi di Jakarta Pusat yang mencapai 94,88 persen.

Berdasarkan kondisi demografi petani menurut jenis kelamin, hasil Sensus Pertanian 2013 menunjukkan bahwa dari seluruh jumlah petani sebanyak 14.139 orang yang bekerja di sektor pertanian pada tahun 2013 didominasi oleh petani laki-laki sebesar 12.631 orang (89,33%). Sedangkan jumlah petani perempuan yang bekerja di sektor ini hanya berjumlah 1.508 orang atau sebesar 10,67 persen. Kondisi ini berlaku umum untuk komposisi petani di masing-masing subsektor pertanian baik di tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Persentase jumlah petani laki-laki terbesar berada di subsektor penangkapan ikan yang mencapai 97,19 persen sementara persentase petani laki-laki paling sedikit berada di subsektor tanaman pangan yang mencapai 84,51persen.

Sementara itu dari hasil Sensus Pertanian 2013 juga diketahui bahwa sebanyak 5.041 petani yang bekerja di sektor pertanian berada di subsektor hortikultura atau terbesar dari seluruh subsektor pertanian. Subsektor lain yang juga banyak menyerap jumlah tenaga kerja berturut-turut adalah subsektor peternakan dan penangkapan ikan dengan jumlah petani yang masing-masing sebesar 3.680 orang dan 2.558 orang.

(5)

Tabel 3.

Jumlah Petani Menurut Sektor/Subsektor dan Jenis Kelamin Tahun 2013

Sektor/Subsektor

Laki-Laki Perempuan Jumlah Absolut % Absolut % Absolut % (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) SEKTOR PERTANIAN 12.631 89,33 1.508 10,67 14.139 100,00 SUBSEKTOR : 1. Tanaman Pangan 1.304 84,51 239 15,49 1.543 100,00 2. Hortikultura 5.041 86,13 812 13,87 5.853 100,00 3. Perkebunan 103 91,15 10 8,85 113 100,00 4. Peternakan 3.680 86,75 562 13,25 4.242 100,00 5. Perikanan Budidaya Ikan 2.510 94,33 151 5,67 2.661 100,00 Penangkapan Ikan 2.558 97,19 74 2,81 2.632 100,00 6. Kehutanan 106 93,81 7 6,19 113 100,00

Dari Tabel 4 diketahui bahwa sebanyak 3.586 rumah tangga usaha pertanian dengan kelompok umur petani utamanya antara 45 – 54 tahun. Sementara jumlah rumah tangga usaha pertanian yang kelompok umur petani utamanya kurang dari 15 tahun sebanyak 3 rumah tangga dan jumlah rumah tangga usaha pertanian yang kelompok umur petani utamanya di atas 65 tahun sebanyak 1.818 rumah tangga. Pada tabel ini juga menunjukkan bahwa petani utama DKI Jakarta terbesar berada di kelompok usia 45 - 54 tahun yakni sebesar 3.586 rumah tangga (29,19 persen) atau dengan kata lain kelompok usia produktif mendominasi kelompok umur di bidang usaha pertanian.

Tabel 4.

Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian

Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Petani Utama Tahun 2013

Kelompok Umur Petani Utama (Tahun) Laki-Laki Perempuan Jumlah Absolut Distribusi (Persen) (1) (2) (4) (6) (7) < 15 3 0 3 0,02 15 – 24 95 4 99 0,81 25 – 34 1.048 12 1.060 8,63 35 – 44 2.704 63 2.767 22,52 45 – 54 3.428 158 3.586 29,19 55 – 64 2.826 128 2.954 24,04 65 + 1.722 96 1.818 14,80 Jumlah 11.826 461 12.287 100,00 Distribusi (Persen) 96,25 3,75 100,00 100,00

Rumah tangga usaha pertanian dengan petani utama laki-laki juga terlihat lebih tinggi jumlahnya jika dibandingkan dengan petani utama perempuan. Kecenderungan ini terjadi hampir serupa di masing-masing kelompok umur. Jumlah rumah tangga usaha pertanian dengan petani utama laki-laki tercatat sebesar 11.826 rumah tangga, jauh lebih tinggi dibandingkan petani utama perempuan yang tercatat sebesar 461 rumah tangga. Persentase jumlah rumah tangga pertanian dengan petani utama laki-laki terbesar berada pada

(6)

Gambar 3.

Jumlah Petani Utama Menurut Kelompok Umur Tahun 2013

Komposisi jumlah petani utama secara keseluruhan terbesar berada pada kelompok umur 45 - 54 tahun sebesar 29,19 persen, kemudian disusul kelompok umur 55 - 64 tahun (24,04%) dan kelompok umur 35 - 44 tahun (22,52%). Kelompok umur dibawah 15 tahun dan kelompok umur 15 - 24 tahun merupakan dua kelompok umur yang paling sedikit jumlah petani utamanya dengan nilai masing-masing sebesar 0,03 persen dan 0,80 persen

3. PERUSAHAAN PERTANIAN BERBADAN HUKUM DAN USAHA PERTANIAN LAINNYA

Ditinjau dari jumlah perusahaan pertanian yang berbadan hukum, hasil Sensus Pertanian 2013 menunjukkan bahwa terdapat 48 perusahaan pertanian. Sebagian besar atau sebanyak 21 perusahaan pertanian yang berbadan hukum bergerak di subsektor perikanan disusul subsektor kehutanan sebanyak 17 perusahaan pertanian. Sedangkan tanaman pangan dan peternakan merupakan subsektor yang paling sedikit memiliki perusahaan pertanian masing-masing sebanyak 1 perusahaan pertanian.

Gambar 4.

Perbandingan Jumlah Perusahaan Berbadan Hukum Menurut Subsektor, Tahun 2003 dan 2013 (Perusahaan)

Kelompok umur <15 0,02 % Kelompok umur 15-24 0,81 % Kelompok umur 25-34 8,63 % Kelompok umur 35-44 22,52 % Kelompok umur 45-54 29,19 % Kelompok umur 55-64 24,04 % Kelompok umur 65+ 14,80 % ,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 40,0 45,0 50,0 48,0 ,0 15,0 ,0 8,0 13,0 12,0 ,0 48,0 1,0 8,0 ,0 1,0 21,0 17,0 ,0 Juml ah Pe ru sah aan 2003 2013

(7)

Secara keseluruhan jumlah Perusahaan Pertanian pada tahun 2013 sama dengan pada tahun 2003, yaitu sebanyak 48 unit. Namun, terdapat perubahan jumlah perusahaan pada tingkat subsektor. Secara absolut perubahan terbesar terjadi pada subsektor Perikanan, yang mengalami penambahan 8 perusahaan atau 61,54 persen. Penurunan sebanyak masing-masing 7 perusahaan terjadi pada subsektor Hortikultura dan Peternakan, atau penurunan 46,67 persen dan penurunan 87,50 persen. Sementara pada subsektor Kehutanan terjadi peningkatan sebanyak 5 perusahaan atau naik 41,67 persen.

Tabel 5.

Jumlah Perusahaan Pertanian Berbadan Hukum dan Usaha Pertanian Lainnya Menurut Subsektor Tahun 2003 dan 2013

Sektor/Subsektor

Perusahaan Pertanian Berbadan Hukum (Perusahaan) Usaha Pertanian Lainnya 2013 (Unit) 2003 2013 Perubahan Absolut % (1) (2) (3) (4) (5) (6) SEKTOR PERTANIAN 48 48 0 0,00 26 SUBSEKTOR : 1. Tanaman Pangan 0 1 1 1 Padi 0 0 0 0,00 0 Palawija 0 1 1 0 2. Hortikultura 15 8 -7 -46,67 13 3. Perkebunan 0 0 0 0,00 2 4. Peternakan 8 1 -7 -87,50 2 5. Perikanan 13 21 8 61,54 18 Budidaya Ikan 0 4 4 0 Penangkapan Ikan 0 17 17 0 6. Kehutanan 12 17 5 41,67 1 7. Jasa Pertanian 0 0 0 0,00 0

4. SAPI DAN KERBAU

Jumlah sapi dan kerbau pada 1 Mei 2013 sebanyak 4.997 ekor, terdiri dari 2.108 ekor sapi potong, 2.686 ekor sapi perah dan 203 ekor kerbau. Jumlah sapi potong betina lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah sapi potong jantan. Hasil Sensus Pertanian 2013 menunjukkan bahwa jumlah sapi potong betina sebanyak 77 ekor dan jumlah sapi potong jantan sebanyak 2.031 ekor. Sedangkan sapi perah betina sebanyak 2.372 ekor dan jumlah sapi perah jantan hanya sebanyak 314 ekor. Sementara itu populasi kerbau betina sebanyak 59 ekor dan jumlah kerbau jantan sebanyak 144 ekor.

Gambar 5.

(8)

Kota dengan jumlah sapi dan kerbau terbanyak adalah Jakarta Selatan, dengan jumlah sapi dan kerbau sebanyak 2.244 ekor. Sedangkan Jakarta Pusat adalah kota dengan jumlah sapi dan kerbau paling sedikit (63 ekor). Jumlah sapi potong terbanyak terdapat di Jakarta Timur, yaitu sebanyak 747 ekor, dan jumlah sapi perah terbanyak adalah Jakarta Selatan, dengan jumlah sapi perah sebanyak 1.469 ekor. Sedangkan jumlah ternak kerbau terbesar berada di Jakarta Barat yang berjumlah 84 ekor.

Tabel 6.

Jumlah Sapi dan Kerbau Pada 1 Mei 2013 Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin (ekor)

No. Kabupaten/Kota

Sapi Potong Sapi Perah Kerbau Jumlah Sapi dan

Kerbau Jantan Betina Jumlah Jantan Betina Jumlah Jantan Betina Jumlah

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) 1 Kepulauan Seribu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 Jakarta Selatan 717 25 742 224 1.245 1.469 32 1 33 2.244 3 Jakarta Timur 738 9 747 84 1.070 1.154 53 11 64 1.965 4 Jakarta Pusat 4 0 4 6 53 59 0 0 0 63 5 Jakarta Barat 508 24 532 0 0 0 55 29 84 616 6 Jakarta Utara 64 19 83 0 4 4 4 18 22 109 DKI Jakarta 2.031 77 2.108 314 2.372 2.686 144 59 203 4.997

Bila dirinci menurut wilayah (Tabel 6), tiga kota yang memiliki sapi potong paling banyak adalah Jakarta Timur dengan jumlah populasi sebanyak 747 ekor, kemudian Jakarta Selatan (742 ekor), dan Jakarta Barat (532 ekor). Sementara itu, kota yang memiliki sapi potong paling sedikit adalah jakarta Pusat dengan jumlah populasi sebanyak 4 ekor. Kepulauan Seribu tidak memiliki sapi potong.

Sapi perah paling banyak terdapat di Jakarta Selatan dengan jumlah populasi sebanyak 1.469 ekor, disusul jakarta Timur (1.154 ekor), dan Jakarta Pusat (59 ekor). Sedangkan provinsi yang sama sekali tidak terdapat populasi sapi perah adalah Jakarta Barat dan Kepulauan Seribu.

Kerbau paling banyak terdapat di Jakarta Barat dengan jumlah populasi sebanyak 84 ekor, kemudian Jakarta Timur (64 ekor), dan Jakarta Selatan (33 ekor). Kota yang sama sekali tidak memiliki populasi kerbau adalah Jakarta Pusat dan Kepulauan Seribu.

5. KONSEP DAN DEFINISI

Kegiatan pencacahan Sensus Pertanian 2003 dilakukan dengan pendekatan rumah tangga dimana setiap rumah tangga usaha pertanian dilakukan pencacahan di lokasi tempat tinggal rumah tangga tersebut berada. Kegiatan usaha pertanian yang dilakukan oleh rumah tangga tangga usaha pertanian yang berada di luar wilayah (Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi) tempat tinggal rumah tangga tetap dicatat sebagai kegiatan usaha pertanian di tempat tinggal dimana rumah tangga tersebut. Penentuan suatu rumah tangga sebagai rumah tangga usaha pertanian mengacu pada syarat Batas Minimal Usaha (BMU) dan dijualnya suatu komoditi pertanian. Penentuan syarat rumah tangga usaha pertanian ini tidak berlaku untuk kegiatan usaha di subsektor tanaman pangan.

Pada kegiatan Sensus Pertanian 2013, pencacahan rumah tangga usaha pertanian dilakukan dengan pendekatan rumah tangga dan status pengelola usaha pertanian. Rumah tangga yang dicakup sebagai rumah tangga usaha pertanian dalam Sensus Pertanian 2013 adalah rumah tangga usaha pertanian yang berstatus sebagai mengelola usaha pertanian milik sendiri, mengelola usaha pertanian dengan bagi hasil dan mengelola usaha pertanian dengan menerima upah. Disamping itu pada kegiatan ST 2013 ini tidak

(9)

mensyaratkan Batas Minimal Usaha dari setiap komoditi pertanian yang diusahakan oleh rumah tangga, namun untuk syarat komoditi pertanian yang dijual masih tetap berlaku dalam ST 2013.

Usaha Pertanian adalah kegiatan yang menghasilkan produk pertanian dengan tujuan sebagian

atau seluruh hasil produksi dijual/ditukar atas risiko usaha (bukan buruh tani atau pekerja keluarga). Usaha pertanian meliputi usaha tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan, termasuk jasa pertanian. Khusus tanaman pangan (padi dan palawija) meskipun tidak untuk dijual (dikonsumsi sendiri) tetap dicakup sebagai usaha.

Rumah Tangga Usaha Pertanian adalah rumah tangga yang salah satu atau lebih anggota rumah

tangganya mengelola usaha pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual, baik usaha pertanian milik sendiri, secara bagi hasil, atau milik orang lain dengan menerima upah, dalam hal ini termasuk jasa pertanian.

Perusahaan Pertanian Berbadan Hukum adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan jenis

usaha di sektor pertanian yang bersifat tetap, terus menerus yang didirikan dengan tujuan memperoleh laba yang pendirian perusahaan dilindungi hukum atau izin dari instansi yang berwenang minimal pada tingkat kabupaten/kota, untuk setiap tahapan kegiatan budidaya pertanian seperti penanaman, pemupukan, pemeliharaan, dan pemanenan. Contoh bentuk badan hukum: PT, CV, Koperasi, Yayasan, SIP Pemda.

Usaha pertanian lainnya adalah usaha pertanian yang dikelola oleh bukan rumah tangga dan

bukan oleh perusahaan pertanian berbadan hukum, seperti: pesantren, seminari, kelompok usaha bersama, tangsi militer, lembaga pemasyarakatan, lembaga pendidikan, dan lain-lain yang mengusahakan pertanian.

Rumah Tangga Petani Gurem adalah rumah tangga pertanian pengguna lahan yang menguasai

lahan kurang dari 0,5 hektar.

Petani Utama adalah petani yang mempunyai penghasilan terbesar dari seluruh petani yang ada di

rumah tangga usaha pertanian.

Lahan yang Dikuasai adalah lahan milik sendiri ditambah lahan yang berasal dari pihak lain,

dikurangi lahan yang berada di pihak lain. Lahan tersebut dapat berupa lahan sawah dan/atau lahan bukan sawah (lahan pertanian) dan lahan bukan pertanian.

Rumah Tangga Usaha Pertanian Pengguna Lahan adalah rumah tangga usaha pertanian yang

melakukan satu atau lebih kegiatan usaha tanaman padi, palawija, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan, budidaya ikan/biota lain di kolam air tawar/tambak air payau, dan penangkaran satwa liar.

Rumah Tangga Usaha Jasa Pertanian adalah rumah tangga yang melakukan kegiatan usaha atas

dasar balas jasa atau kontrak/secara borongan, seperti melayani usaha di bidang pertanian.

Rumah Tangga Usaha Pertanian yang Melakukan Pengolahan Produksi Hasil Pertanian Sendiri adalah rumah tangga yangg melakukan kegiatan mengubah bahan baku hasil pertanian sendiri

menjadi barang jadi/setengah jadi atau barang yang lebih tinggi nilainya.

Jumlah Sapi dan Kerbau adalah jumlah sapi dan kerbau yang dipelihara pada tanggal 1 Mei 2013

baik untuk usaha (pengembangbiakan/penggemukan/pembibitan/pemacekan) maupun bukan untuk usaha konsumsi/hobi/angkutan/perdagangan/lainnya.

(10)

Informasi lebih lanjut hubungi:

Suhartono, S.Si, SE Kepala Bidang Statistik Produksi

Telepon : 021-42877301, Pesawat 4020 Fax : 021-42877350

e-mail : bps3100@bps.go.id

Homepage : http://jakarta.bps.go.id

Referensi

Dokumen terkait

Object atau acuan tanda yang terdapat di dalam Karikatur Cover Majalah Tempo Edisi 11-17 April 2011 berupa rambut Malinda yang digambarkan menjadi ular, jenderal

Pada Oktober 1918 Ottoman menyerah kepada Sekutu, dan Mustafa Kemal menjadi salah seorang pemimpin partai yang memilih untuk mempertahankan wilayah yang lebih kurang sama dengan

12 Mahasiswa dapat mengetahui dan mengevaluasi penggunaan sumber2sumber pendanaan bagi perusahaan multinasional melalui instrument antara lain obligasi internasional, pasar modal

Berdasarkan tabel 5 dari 86 responden yang mempunyai pengetahuan baik dan tidak menerima perubahan psikologis yang terjadi pada saat masa pubertas sebanyak 27

Dari Simulasi debit yang dilakukan terhadap 8 episode hujan terpilih selama tahun 2000 dan 2001 menunjukkan hasil simulasi dengan nilai koefisien kemiripan antara 71 % sampai 97%,

• Adanya sumber daya yang dapat menimbulkan rasa senang, indah, nyaman dan bersih. • Adanya aksesibilitas yang tinggi untuk dapat mengunjunginya. • Adanya

tidak semua warkat atau surat tidak semua warkat atau surat dapat dikata,rikan se*aai dapat dikata,rikan se*aai arsip+ se*a* surat atau warkat arsip+ se*a* surat atau

Misalnya, jika sebuah model Numerical Weather Prediction (NWP) menghasilkan curah hujan terlalu banyak, maka pengembang model dapat mengkonsultasikannya dengan model statistika