• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam rangka mengukur tingkat keberhasilan pembangunan dibidang kesehatan sesuai dengan Visi Misi Provinsi Gorontalo yaitu “Masyarakat Gorontalo yang mandiri untuk hidup sehat” dan Misi yaitu Peningkatan kualitas sumber daya manusia pelaksana pembangunan kesehatan, menggerakkan dan memberdayakan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat serta mewujudkan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau. Untuk mencapai tujuan tersebut maka diselenggarakan pembangunan kesehatan yang berkesinambungan, baik oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten / Kota, maupun oleh masyarakat termasuk swasta.

Berdasarkan Undang – undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN) Tahun 2005-2025, pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010 adalah gambaran situasi kesehatan diProvinsi Gorontalo yang memuat data tentang kesehatan dan data pendukung lainnya.

Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan saat ini terbukti telah berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Namun demikian masih banyak masalah – masalah kesehatan yang harus dihadapi dan membutuhkan upaya – upaya solusi yang dapat menunjang meningkatnya derajat kesehatan di Indonesia pada umumnya dan Provinsi Gorontalo pada khususnya. Saat ini kesehatan adalah salah satu factor yang sangat menentukan dan dominan dalam Indikator pencapaian tujuan MDG’s (Millenium Development Goals) diantara delapan elemen yang ada yang merupakan strategi pemerintah pusat guna mewujudkan pembangunan yang berkesinambungan.

(2)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

Permasalahan utama yang dihadapi adalah rendahnya kualitas kesehatan penduduk yang antara lain ditunjukkan dengan angka kematian bayi, anak balita, dan ibu maternal, serta tingginya proporsi balita yang menderita gizi kurang, masalah gender, belum memadainya tenaga kesehatan; serta terbatasnya sumber pembiayaan kesehatan dan belum optimalnya alokasi pembiayaan kesehatan. Dari indicator kesehatan diatas diharapkan kepada Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota dan swasta agar dapat bekerja sama dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan kesadaran akan pentingnya hidup sehat, memanfaatkan secara optimal sarana pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau terutama oleh masyarakat miskin dan menciptakan individu, keluarga, masyarakat serta lingkungan yang sehat.

B. MAKSUD DAN TUJUAN

Secara garis besar maksud dari penyusunan profil kesehatan Provinsi Gorontalo ini adalah menyajikan data dan informasi kesehatan untuk dapat dipergunakan oleh seluruh kalangan baik ditingkat pusat, daerah, swasta dan bagi pengambil keputusan untuk merencanakan program kesehatan di Provinsi Gorontalo yang akan datang.

Sedangkan tujuan penyusunan Profil kesehatan provinsi Gorontalo adalah: 1. Menyajikan data umum wilayah

2. Menyajikan data Sumber Daya Kesehatan

3. Menyajikan data program kesehatan sesuai indikator Standar Pelayanan Minimal

C. SISTEMATIKA PENYUSUNAN

Sistematika penyusunan Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo 2010 adalah: 1. Pendahuluan

Berisi latar belakang, maksud dan tujuan, sistematika penyajian profil kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010.

(3)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

2. Gambaran Umum.

Berisi gambaran umum Provinsi Gorontalo yang meliputi keadaan geografi, pendidikan, keadaan penduduk seperti jumlah penduduk, keadaan geografis, demografi, tingkat ekonomi dan lain-lain.

3. Pembangunan Kesehatan Daerah

Berisi uraian visi, misi, strategi dan program pembangunan kesehatan

4. Pencapaian Pembangunan Kesehatan

Berisi tentang hasil-hasil yang telah dicapai dalam pembangunan kesehatan di Provinsi Gorontalo selama Tahun 2010.

5. Kesimpulan dan saran

Mencakup tentang kesimpulan keadaan umum maupun kesimpulan tentang pencapaian pembangunan kesehatan dan kinerja pembangunan kesehatan.

(4)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

BAB II

GAMBARAN UMUM PROVINSI GORONTALO

Provinsi Gorontalo terbentuk tanggal 16 Februari 2001 yang merupakan pemisahan dari Provinsi induk yaitu Provinsi Sulawesi Utara. Sebagai provinsi yang berusia 10 tahun, masih banyak memiliki kelemahan dan kekurangan baik berupa kualitas dan kuantitas sumber daya manusia, maupun sarana dan prasarana dalam bidang kesehatan.

A. Keadaan Geografis Dan Topografi

Gambar : 2.1 Peta Provinsi Gorontalo

Secara Geografis Provinsi Gorontalo terletak di antara 0,19' – 1,15’ Lintang Utara (LU) dan 121,23’ – 123,43’ Bujur Timur (BT). Batas Provinsi Gorontalo adalah sebagai berikut :

a. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Buol Toli-Toli (Sulawesi Tengah) dan Laut Sulawesi.

(5)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

c.

Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bolaang Mongondow (Sulawesi Utara) Sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Tomini (Gorontalo).

Wilayah Provinsi Gorontalo sampai dengan saat ini terdiri dari 1 Kota dan 5 Kabupaten. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan kabupaten yang terakhir terbentuk yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Gorontalo. Luas wilayah Provinsi Gorontalo adalah 12.101,66 km2 yang terperinci seperti pada gambar

berikut:

Tabel : 2.1

Luas Wilayah Provinsi Gorontalo Tahun 2010

Kabupaten/Kota Luas Wilayah (km2) Persentase (%)

Kota Gorontalo 64,79 0,5

Kabupaten Gorontalo 1.847,00 15,3

Kabupaten Boalemo 2.301,00 19

Kabupaten Pohuwato 4.244,31 35,1

Kabupaten Bone Bolango 1.985,00 16,4

Kabupaten Gorontalo Utara 1.659,56 13,7

Provinsi Gorontalo 12.101,66 100

Sumber : Profil kesehatan Kab/Kota Tahun 2010

Dari tabel di atas nampak bahwa Kabupaten Pohuwato adalah Kabupaten yang mempunyai wilayah paling luas yaitu 4.244,31 km2 dari luas Provinsi Gorontalo yaitu sebesar 12.101,66 km2. Sedangkan daerah dengan luas wilayah paling kecil adalah Kota Gorontalo hanya 64,79 km2 dengan persentase 0,5% dari luas wilayah Provinsi Gorontalo.

Tabel : 2.2

Jumlah Kecamatan dan Kelurahan/Desa Di Provinsi Gorontalo Tahun 2010

Kabupaten/Kota Kecamatan Desa/Kelurahan

Kota Gorontalo 6 49

Kabupaten Gorontalo 17 168

Kabupaten Boalemo 7 82

Kabupaten Pohuwato 13 94

Kabupaten Bone Bolango 17 163

Kabupaten Gorontalo Utara 6 56

Provinsi Gorontalo 66 612

(6)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

Berdasarkan tabel di atas data yang bersumber dari Profil Kabupaten/Kota, yang memiliki perkembangan jumlah Kecamatan yaitu tertinggi Kabupaten Gorontalo dan Bone bolango masing-masing dengan 17 Kecamatan. Peningkatan ini karena adanya pemekaran wilayah sehingga jumlah kecamatan, desa dan kelurahan bertambah.

B. Gambaran Demografi

Tabel: 2.3

Kepadatan Penduduk Menurut Jenis Kelamin Provinsi Gorontalo Tahun 2010

Kabupaten/Kota Penduduk Laki-Laki Perempuan Penduduk Total Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk (per km2)

Kota Gorontalo 88.944 93.917 182.861 2.822

Kabupaten Gorontalo 174.874 179.983 354.857 192

Kabupaten Boalemo 63.658 65.519 129.177 56

Kabupaten Pohuwato 63.690 65081 128.771 30

Kabupaten Bone Bolango 70.747 70.974 141.721 71

Kabupaten Gorut 58.963 60.250 119.213 72

PROVINSI GORONTALO 520.876 535.724 1.056.600 87

Sumber : Profil kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2010

Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Kabupaten / Kota menunjukkan jumlah penduduk Provinsi Gorontalo tahun 2010 sebanyak 1.056.600 jiwa yang terdiri dari Laki-Laki 520.876 jiwa dan Perempuan 535.724 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 87 Jiwa/Km². Dilihat dari sebarannya jumlah penduduk terbesar berada di Kabupaten Gorontalo sebanyak 354.857 jiwa, menyusul Kota Gorontalo 182.861 jiwa, Kabupaten Bone Bolango 141.721 jiwa, Kabupaten Boalemo 129.177 jiwa, Kabuaten Pohuwato 128.771 jiwa, dan jumlah penduduk yang paling sedikit adalah Kabupaten Gorontalo Utara 119.213 jiwa.

Sedangkan dilihat dari tingkat kepadatan penduduk, Kota Gorontalo memiliki kepadatan penduduk paling tinggi yaitu 2.822 jiwa/Km2, diikuti Kabupaten Gorontalo 192

jiwa/Km2, Kabupaten Gorontalo Utara 72 jiwa/Km2, Kabupaten Bone Bolango 71 jiwa/Km2,

(7)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

Gambar : 2.2

Jumlah penduduk (Jiwa) 2008 2007 2006 Tahun 919.385 Jiwa 1.308.551 Jiwa 100.009 JUMLAH PENDUDUK PROVINSI GORONTALO

TAHUN 2006 - 2010 2009 1.012.191 Jiwa 1.056.600 Jiwa 2010

(8)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

Gambar : 2.3

Diagram Proporsi Penduduk Laki-laki Dan Perempuan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

Sumber : Profil kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2010

Gambar : 2.4

Grafik Kecenderungan Jumlah Penduduk Miskin Di Provinsi Gorontalo Tahun 2002-2008

Sumber : BPS Provinsi Gorontalo

Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa persentase penduduk miskin di Provinsi Gorontalo pada tahun 2002 sampai tahun 2008 menunjukkan kecenderungan menurun, tetapi masih selalu berada di atas nilai Rata-rata Nasional. Prosentase

(9)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

penduduk miskin di Provinsi Gorontalo tahun 2010 mencapai 23,19% data ini mengalami penurunan dibandingkan tahun 2009 yang tercatat di Badan Pusat Statistik Provinsi Gorontalo sebesar 25,01%. Hal ini menunjukkan bahwa Provinsi Gorontalo masih berada diatas angka nasional yaitu 14,15%.

Gambar : 2.5

Grafik Jumlah Penduduk Miskin per Kabupaten/Kota Di Provinsi Gorontalo Tahun 2001-2007

Sumber : Institut Pertanian Bogor ( IPB)

Tabel : 2.4

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Gorontalo Tahun 2004-2007

Sumber : Bappeda Provinsi Gorontalo

KAB/KOTA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

2004 2005 2006 2007 Boalemo 64.4 65.9 66.4 67.17 Kab. Gorontalo 66.0 66.8 67.2 67.89 Pohuwato 64.1 66.0 67.4 68.66 Bone Bolango 65.0 67.3 68.6 69.74 Kota Gorontalo 69.2 70.4 71.3 71.38 Provinsi Gorontalo 65.4 67.7 68.0 68.98 Nasional 68.7 69.6 70.1 70.59

(10)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Gorontalo sampai tahun 2007 sebesar 68,98 meningkat 0,97 dari IPM tahun 2006 sebesar 68,01. Pada tahun 2007 IPM tertinggi di Kota Gorontalo yaitu 71,38 sedangkan IPM terendah adalah Kabupaten Boalemo sebesar 67,17. Peningkatan IPM di Provinsi Gorontalo ini didorong oleh kenaikan angka harapan hidup, kenaikan rata-rata lama sekolah setiap tahunnya dan kenaikan rata-rata pengeluaran riil yang dapat di lihat dari tabel berikut

Tabel : 2.5

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Gorontalo

Komponen Pembentuk IPM 2002 2004 2005 2006 2007

Angka Harapan Hidup (tahun) 64,20 64,50 65,40 65,60 66,19

Angka Melek Huruf (%) 95,20 94,70 95,00 95,70 95,70

Rata-rata lama sekolah (tahun) 6,50 6,80 6,80 6,80 6,91

Rata-rata Pengeluaran Riil (ribuan Rp) 573,30 585,90 607,80 608,65 615,94

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 64,13 65,4 67,5 68,01 68,98

Sumber : BPS Provinsi Gorontalo

Gambar : 2.6

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Gorontalo Tahun 2004-2008

(11)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

C. Gambaran Ekonomi

Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional, Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah Garis Kemiskinan (GK) yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan(GKNM), penentuan GKM berdasarkan pengeluaran penduduk untuk memenuhi kebutuhan.

Berdasarkan data Susenas tahun 2005 jumlah penduduk miskin yang ada di Provinsi Gorontalo mencapai 29,05% atau sebanyak 255.200 jiwa angka ini lebih baik dari tahun 2002 yang mencapai 32,13 % atau 257.688

Badan Pusat Statistik Provinsi Gorontalo, menyatakan jumlah penduduk miskin di Provinsi Gorontalo pada Maret 2010 sebanyak 220.886 jiwa atau sebanyak 23,19% dari jumlah penduduk. Ini terjadi penurunan jika dibandingkan dengan penduduk miskin bulan Maret 2009 sebanyak 224.617 jiwa atau sebanyak 25,01%.

Gambar : 2.7

Persentase Penduduk Miskin Provinsi Gorontalo di Komparasikan dengan Nasional Tahun 2006 - 2010

(12)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

Dari gambar diatas dapat di lihat bahwa persentase penduduk miskin Provinsi Gorontalo lebih tinggi dibandingkan dengan angka nasional, namun penurunan persentase penduduk miskin di Provinsi Gorontalo berlangsung relatif lebih cepat jika dibandingkan dengan nasional. Di tingkat nasional, penurunan persentase penduduk miskin hanya bergerak dari 17,75 persen pada tahun 2006 menjadi 13,33 persen pada tahun 2009 atau menurun 4,42%. Sedangkan di Provinsi Gorontalo, bergerak dari 29,13 persen pada tahun 2006 menjadi 23,19 persen pada tahun 2010 atau menurun 5,94%.

Mata pencaharian utama masyarakat Gorontalo adalah sector pertanian. Jika dilihat dari lapangan usaha yang banyak ditekuni oleh penduduk bekerja di Provinsi Gorontalo, ada 3 sektor lapangan utama yang banyak menyerap tenaga kerja yaitu sektor pertanian (48,04 %) diikuti oleh sektor perdagangan (16,25%), jasa (13,31 %) sedangkan sektor lainnya terserap pada lapangan kerja pertambangan, listrik-gas-air, bangunan, angkutan dan keuangan (22,4%). (Indikator sosial budaya, Bapppeda Provinsi Gorontalo).

Oleh karena itu prioritas pembangunan Provinsi Gorontalo adalah sector pertanian di samping perikanan dan pengembangan SDM. Laju pertumbuhan ekonomi dapat di lihat melalui besaran perubahan nilai PDRB ADHK ( produk domestic regional bruto atas dasar harga konstanta) tahun berjalan terhadap tahun sebelumnya. Pada tiga tahun terakhir, laju pertumbuhan ekonomi di Provinsi Gorontalo terus mengalami peningkatan sebagai berikut :

PDRB Tahun 2007, dibagi atas :

- PDRB ADHB = 4.760.695

- PDRB ADHK = 2.339.218

- PDRB Per Kapita = 4.957.328

Pertumbuhan ekonomi tahun 2007 adalah 7,51% PDRB Tahun 2008, dibagi atas :

(13)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

- PDRB ADHK = 2.520.673

- PDRB Per Kapita = 6.075.589

Pertumbuhan ekonomi tahun 2008 adalah 7,76% PDRB Tahun 2009, dibagi atas :

- PDRB ADHB = 7.082.611

- PDRB ADHK = 2.710.737

- PDRB Per Kapita = 7.198.127

Pertumbuhan ekonomi tahun 2009 adalah 7,54% (LPPD Prov.Gorontalo 2010) Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan perekonomian akan berdampak bagi kesejahteraan kelompok masyarakat itu sendiri. Berbagai faktor yang sangat kompleks antara lain; tingkat pendidikan yang rendah, kurangnya pengetahuan dan ketrampilan, lapangan kerja yang terbatas, kurangnya motivasi untuk mencari nafkah, dan sebagainya merupakan faktor penyebab kurangnya keterlibatan dalam kegiatan perekonomian yang menyebabkan banyaknya jumlah pengangguran di masyarakat, kesenjangan antara kebutuhan dan ketidakmampuan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak menyebabkan jumlah kemiskinan meningkat, semua ini di perparah dengan peningkatan harga kebutuhan pokok yang semakin menjauhkan masyarakat dari kesejahteraan.

D. Gambaran Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan masyarakat dapat diukur dengan kemampuan membaca dan menulis yang dilihat dari Angka Melek Huruf (AMH), yaitu persentase penduduk umur 10 tahun keatas yang dapat membaca dan menulis baik huruf latin dan atau huruf lainnya. Sumber dari profil Kabupaten/Kota tahun 2010 angka melek huruf di Provinsi Gorontalo adalah 17,8%. Data ini belum dapat menunjukkan keadaan tingkat pendidikan di Provinsi Gorontalo karena hanya 2 Kabupaten/Kota yang terdapat data lengkap yaitu Kota Gorontalo dan kabupaten Bone Bolango.

(14)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

Jenjang Pendidikan tertinggi yang ditamatkan dapat menjadi salah satu faktor untuk menilai kualitas Sumber Daya Manusia. Jenjang pendidikan yang ditamatkan berbanding lurus dengan Kualitas SDM yang tersedia sehingga Semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditamatkan maka semakin berkualitas sumber daya manusia yang ada demikian pula sebaliknya. Persentase pendidikan tertinggi yang ditamatkan penduduk Provinsi Gorontalo dapat dilihat dari diagram dibawah ini :

Gambar : 2.8

Diagram Persentase Penduduk berusia 10 tahun ke atas menurut tingkat pendidikan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

Sumber : Profil Kesehatan KabupatenKota Tahun 2010

Dari table diatas dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan penduduk Provinsi Gorontalo masih sangat rendah, persentase penduduk dengan tingkat pendidikan menengah keatas masih lebih kecil dibandingkan penduduk dengan tingkat pendidikan menengah kebawah.

(15)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

BAB III

SITUASI DERAJAT KESEHATAN PROVINSI GORONTALO

Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah. Undang–Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 memberikan batasan; Kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dengan demikian kesehatan juga merupakan komponen pembangunan yang memiliki nilai “investatif”, hal ini dikarenakan berbicara tentang kesehatan maka akan membicarakan juga tentang ketersediaan tenaga siap pakai dalam hal ini Sumber Daya Manusia yang sehat dan produktif tentunya.

Penerapan paradigma hidup sehat dibidang pelayanan kesehatan masyarakat (Intervensi Public Health) dilakukan dengan mengembangkan program pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan Human Life Quality and Satisfaction, lingkungan hidup yang lebih sehat dan dinamis (keseimbangan Human Ecology) akan menghasilkan keturunan manusia yang lebih sehat. Diharapakan pada tahun 2010 ini, Provinsi Gorontalo akan mencapai tingkat kesehatan yang lebih tinggi ditandai dengan penduduknya yang hidup dalam lingkungan yang sehat, sudah mempraktikan perilaku hidup bersih dan sehat, mampu menyediakan dan memanfaatkan (menjangkau) pelayanan kesehatan yang bermutu, memiliki derajat kesehatan yang tinggi.

Kecenderungan kehidupan kita menghadapi transisi demografi dan epidemiologi, tantangan global dan regional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat termasuk dibidang informasi, telekomunikasi dan transportasi serta maraknya demokrasi disegala bidang. Semua ini mendorong perlunya dilakukan peninjauan kembali terhadap kebijakan yang ada serta dirumuskannya paradigma baru dibidang kesehatan yakni paradigma sehat.

Paradigma sehat adalah cara pandang, pola pikir, atau model pembangunan kesehatan yang bersifat holistik, dimana melihat masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersifat lintas sektor, dan upayanya lebih diarahkan pada

(16)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan kesehatan, bukan hanya menyembuhkan orang sakit atau memulihkan kesehatan.

Secara makro paradigma sehat berarti pembangunan semua sektor harus memperhatikan dampaknya dibidang kesehatan, paling tidak harus memberikan kontribusi positif bagi pengembangan perilaku dan lingkungan sehat. Secara mikro paradigma sehat berarti bahwa pembangunan kesehatan lebih menekankan upaya promotif dan preventif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif.

Tujuan pembangunan Kesehatan adalah meningkatkan kesadaran dan kemampuan hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, dan mampu mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas, adil, merata serta terwujudnya derajat kesehatan yang optimal.

Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat serta meningkatkan mutu dan kemudahan pelayanan kesehatan yang semakin terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat serta membudayakan sikap hidup yang dapat menjamin hidup sehat, perbaikan gizi yang meningkatkan kemampuan fisik dan intelegensi serta berproduktifitas kerja yang meningkat, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan (kedokteran), serta sarana dan prasarana umum yang sudah memperhatikan kemungkinan timbulnya dampak negatif terhadap kesehatan serta perundang-undangan.

Sasaran pembangunan Kesehatan adalah terselenggaranya pelayanan kesehatan dan kesejahteraan sosial yang makin bermutu dan usaha yang mampu mewujudkan manusia yang tangguh, sehat, cerdas dan produktif. Untuk itulah Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo menetapkan visi, misi dan strategi sebagai berikut :

A. VISI :

Masyarakat Gorontalo Yang mandiri untuk hidup sehat

B. MISI :

1. Peningkatan kualitas sumber daya manusia pelaksana pembangunan kesehatan 2. Menggerakkan dan memberdayakan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat 3. Mewujudkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau

C. Tujuan

(17)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

2. Terciptanya masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat

3. Tercapainya pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau terutama bagi masyarakat miskin

4. Terciptanya kesehatan individu, keluarga, masyarakat serta lingkungan

D. Kebijakan

1. Peningkatan koordinasi, sinkronisasi dan kemitraan 2. Pemberdayaan masyarakat dan swasta

3. Pengembangan sumber daya kesehatan dan manajemen kesehatan 4. Peningkatan mutu dan keterjangkauan pelayanan kesehatan

5. Peningkatan status gizi masyarakat 6. Pengawasan dan akuntabilitas

E. STRATEGI :

1. Kerjasama Lintas Sektor dan Pemberdayaan Masyarakat

Pembangunan kesehatan yang dijalankan selama ini hasilnya belum optimal karena kurangnya dukungan lintas sektor. Beberapa program sektoral tidak atau kurang berwawasan kesehatan sehingga memberikan dampak negatif bagi kesehatan masyarakat.

Kemitraan yang setara, terbuka dan saling menguntungkan bagi masing-masing mitra dalam dalam upaya kesehatan merupakan sesuatu yang utama untuk upaya pembudayaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.

2. Peningkatan Mutu dan Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh kualitas sarana fisik, jenis tenaga yang tersedia, obat, alat kesehatan/sarana penunjang lainnya, proses pemberian pelayanan dan kompensasi yang diterima serta harapan masyarakat pengguna. Peningkatan kualitas fisik serta faktor-faktor tersebut diatas merupakan faktor prakondisi yang harus dipenuhi. Selanjutnya proses pemberian pelayanan ditingkatkan melalui peningkatan mutu dan profesionalisme sumber daya kesehatan. Sedangkan harapan masyarakat pengguna diselaraskan melalui peningkatan pendidikan masyarakat melalui penyuluhan kesehatan dan komunikasi yang baik antara pemberi pelayanan dan masyarakat.

(18)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

Penyebaran sarana pelayanan kesehatan puskesmas dan rumah sakit serta sarana kesehatan lainnya termasuk sarana penunjang upaya kesehatan telah dapat dikatakan merata. Namum diakui bahwa penyebaran fisik tersebut masih belum diikuti sepenuhnya dengan peningkatan mutu pelayanan.

3. Peningkatan Gizi Masyarakat

Status gizi masyarakat sangat mempengaruhi dalam upaya pencapaian peningkatan sumber daya manusia yang berkulitas. Adanya krisis ekonomi berpengaruh pada penurunan status gizi masyarakat.

4. Peningkatan Sumber Daya Kesehatan dan Manajemen Kesehatan

Mutu sumber daya manusia kesehatan sangat menentukan keberhasilan upaya serta manajemen kesehatan. Adanya kompetisi dalam era pasar bebas sebagai akibat dari globalisasi harus diantisipasi dengan meningkatkan mutu dan profesionalisme sumber daya manusia kesehatan.

Dalam kaitannya dengan desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan, peningkatan kemampuan dan profesionalisme manajemen kesehatan disetiap tingkat administrasi merupakan kebutuhan yang sangat mendesak.

F. PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN :

Dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal maka Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo menjabarkan program - program Pembangunan Kesehatan di tahun 2010 adalah sebagai berikut :

1. Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan individu, keluarga, kelompok & masyarakat untuk hidup sehat & mengembangkan UKBM serta terciptanya lingkungan yg kondusif.

a. Pengembangan media promosi dan teknologi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)

b. Pengembangan upaya kesehatan bersumber masyarakat dan generasi muda c. Peningkatan pendidikan kesehatan kepada masyarakat

(19)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

2. Program Lingkungan Sehat

Bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yg lebih sehat agar melindungi masyarakat dari ancaman bahaya & masalah kesehatan dengan kegiatan sebagai berikut :

a. Penyediaan sarana air bersih dan sanitasi dasar b. Pemeliharaan dan pengawasan kualitas lingkungan c. Pengendalian dampak risiko pencemaran lingkungan d. Pengembangan wilayah sehat

3. Program Upaya Kesehatan Masyarakat

Bertujuan untuk menyelenggarakan Upaya Kesehatan secara menyeluruh, terpadu, berkelanjutan, terjangkau, berjenjang, profesional dan bermutu dengan mengutamakan keluarga miskin. Kegiatannya sebagai berikut :

a. Pelayanan kesehatan penduduk miskin di puskesmas dan jaringannya b. Pengadaan, peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana puskesmas

dan jaringannya

c. Pengadaan peralatan dan perbekalan kesehatan termasuk obat generik esensial

d. Peningkatan pelayanan kesehatan dasar yang mencakup sekurang-kurangnya promosi kesehatan, kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, perbaikan gizi, kesehatan lingkunga, pemberantasan penyakit menular dan pengobatan dasar

e. Penyediaan biaya operasional dan pemeliharaan

4. Program Upaya Kesehatan Perorangan

Bertujuan untuk meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta pemulihan kesehatan perorangan bagi segenap masyarakat.

a. Pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin kelas III RS

b. Pembangunan sarana dan prasarana RS di daerah tertinggal secara selektif c. Perbaikan sarana dan prasarana RS

d. Pengadaan obat dan perbekalan RS e. Peningkatan kesehatan rujukan

(20)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

f. Pengembangan pelayanan kesehatan keluarga g. Penyediaan operasional dan pemeliharaan

h. Peningkatan peran serta sektor swasta dalam UKP

5. Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit

Bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan, kematian & kecacatan akibat penyakit. & mencegah penyebaran serta mengurangi dampak penyakit.

a. Pencegahan dan penanggulangan faktor resiko b. Peningkatan imunisasi

c. Penemuan dan tatalaksana penderita

d. Peningkatan surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah

e. Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) pencegahan dan pemberantasan penyakit

6. Program Perbaikan Gizi Masyarakat

Bertujuan untuk meningkatkan intelektualitas dan produktivitas sumberdaya manusia dengan kegiatan – kegiatan sebagai berikut :

a. Peningkatan pendidikan gizi

b. Penanggulangan kurang energi protein (KEP), anemia gizi, gangguan akibat kurang yodium (GAKY), kurang vitamin A dan kekurangan zat gizi mikro c. Penaggulangan gizi lebih

d. Peningkatan surveilans gizi

e. Pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi (Kadarzi)

7. Program Sumber Daya Kesehatan

Program ini bertujuan untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia Kesehatan yang profesional dan merata dalam mewujudkan Indonesia Sehat 2010 dengan kegiatan – kegiatan sebagai berikut :

a. Perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan

b. Peningkatan keterampilan dan profesionalisme tenaga kesehatan melalui pendidikan tenaga kesehatan dan pelatihan tenaga kesehatan

c. Pembinaan tenaga kesehatan termasuk pengembangan karir tenaga kesehatan

(21)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

d. Penyusunan standar kompetensi dan regulasi profesi kesehatan

8. Program Obat, dan Perbekalan Kesehatan

Yang termasuk di dalam program ini adalah :

a. Peningkatan ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan b. Peningkatan pemerataan obat dan perbekalan kesehatan c. Peningkatan mutu penggunaan obat dan perbekalan kesehatan

d. Peningkatan keterjangkauan harga obat dan perbekalan kesehatan terutama untuk penduduk miskin

e. Peningkatan mutu pelayanan farmasi komunitas dan rumah sakit

9. Program Kebijakan dan Manajemen Pembangunan Kesehatan

Program ini bertujuan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan sesuai dengan tujuan, kebijakan, dan strategi yang telah ditetapkan.

Kegiatan :

 Menyusun rencana kerja tahunan SKPD

 Membuat laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (LAKIP)  Menyusun profil kesehatan

 Mengembangkan sistem informasi kesehatan baik online maupun offline  Visualisasi data kesehatan melalui website

 Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.

3.1 ANGKA KEMATIAN (MORTALITAS)

Mortalitas atau kematian dapat menimpa siapa saja, tua, muda, kapan dan dimana saja. Kasus kematian terutama dalam jumlah banyak berkaitan dengan masalah sosial, ekonomi, adat istiadat maupun masalah kesehatan lingkungan. Indikator kematian berguna untuk memonitor kinerja pemerintah pusat maupun Provinsi dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Mortalitas atau kematian merupakan salah satu dari tiga komponen demografi selain fertilitas dan migrasi, yang dapat mempengaruhi jumlah dan komposisi umur penduduk. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kematian sebagai suatu peristiwa menghilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara permanen, yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup.

(22)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

Bermacam-macam indikator mortalitas atau angka kematian yang umum dipakai adalah:

1. Angka Kematian Kasar (AKK) atau Crude Death Rate (CDR). 2. Angka Kematian Bayi (AKB)

3. Angka Kematian Balita (AKBa 0-5 tahun) 4. Angka Kematian Anak (AKA 1-5 tahun) 5. Angka Kematian IBU (AKI)

6. Angka Harapan Hidup (UHH) atau Life Expectancy.

A. Angka Kematian Bayi (AKB)

Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen.

Kematian bayi endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan. Kematian bayi eksogen atau kematian post neo-natal, adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar.

Gambar : 3.1

Jumlah Bayi mati di Provinsi Gorontalo Tahun 2006-2010

(23)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

Berdasarkan tabel diatas, jumlah bayi yang mati di Provinsi Gorontalo selang Tahun 2006-2010 cenderung tidak mengalami perubahan yang signifikan pada tahun 2006 jumlah bayi mati sebanyak 162 bayi, namun tahun 2010 jumlah bayi yang mati sebanyak 283 kasus kematian, angka ini mengalami penurunan yang signifikan dari tahun sebelumnya sebanyak 333 kasus di tahun 2009 atau sebesar 15,2 per 1000 KLH. Tahun 2010 sebanyak 283 kasus atau 12,5 per 1000 KLH angka ini mengalami penurunan dari tahun 2009 tetapi sudah lebih rendah dari target nasional yang menargetkan penurunan angka kematian bayi sejumlah 26 per 1000 KLH, Kabupaten/Kota yang melaporkan kematian bayi tahun 2010 tertinggi adalah kabupaten Gorontalo sebanyak 93 kasus.

B. Angka Kematian Balita (AKABA)

Balita atau bawah lima tahun adalah semua anak termasuk bayi yang baru lahir, yang berusia 0 sampai menjelang tepat 5 tahun (4 tahun, 11 bulan, 29 hari). Pada umumnya ditulis dengan notasi 0-4 tahun. Angka Kematian Balita adalah jumlah kematian anak berusia 0-4 tahun selama satu tahun tertentu per 1000 anak umur yang sama pada pertengahan tahun itu (termasuk kematian bayi).

Gambar : 3.2

Jumlah Balita Mati di Provinsi Gorontalo Tahun 2006-2010

(24)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

LAngka kematian balita (AKABA) di Provinsi Gorontalo tertinggi dilaporkan pada tahun 2008 sebanyak 142 kemudian mengalami penurunan pada Tahun 2009 sebanyak 112 atau 5,1 per 1000 KLH. Pada tahun 2010 mengalami kenaikan kematian Balita sejumlah 126 kasus atau 5,5 per 1000 KLH, jumlah ini sudah jauh lebih rendah dibandingkan dengan target nasional menurut SDKI tahun 2007 yang menargetkan penurunan angka kematian balita sejumlah 44 per 1000 KLH. Kabupaten/Kota yang melaporkan tertinggai yaitu Kabupaten Gorontalo dan Kabupaten Gorontalo Utara masing-masing 43 kasus kematian Balita.

C. Angka Kematian Ibu (AKI)

Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan, terjatuh dll per 100.000 kelahiran hidup.(Budi, Utomo. 1985).

Informasi mengenai tingginya MMR akan bermanfaat untuk pengembangan program peningkatan kesehatan reproduksi, terutama pelayanan kehamilan dan membuat kehamilan yang aman bebas risiko tinggi (making pregnancy safer), program peningkatan jumlah kelahiran yang dibantu oleh tenaga kesehatan, penyiapan sistim rujukan dalam penanganan komplikasi kehamilan, penyiapan keluarga dan suami siaga dalam menyongsong kelahiran, yang semuanya bertujuan untuk mengurangi Angka Kematian Ibu dan meningkatkan derajat kesehatan reproduksi.

Di Provinsi Gorontalo belum dapat menghitung Angka kematian Ibu dikarenakan Rasio kematian Ibu tidak mencapai 100.000 KLH. Yang digunakan oleh Kabupaten/Kota hanyalah merupakan asumsi AKI Kabupaten/Kota untuk melihat kondisi kesehatan ibu dan di gunakan dalam pengambilan kebijakan oleh Stakeholder.

Tahun 2010 jumlah kematian ibu mencapai 40 Ibu (176/100.000 KLH) mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu 50 (223/100.000 KLH) kematian penurunan capaian ini tidak terlepas dari upaya-upaya yang telah dilaksanakan serta semakin meningkatnya kesadaran ibu untuk memeriksakan kehamilannya, selengkapnya dapat dilihat sebagai berikutt :

(25)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

Gambar : 3.3

Jumlah Kematian Ibu Provinsi Gorontalo Tahun 2006-2010

Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2006-2010

Jumlah kematian ibu nifas, ibu melahirkan dan ibu hamil di Provinsi Gorontalo selama kurun waktu 5 tahun mengalami fluktuasi, jumlah kematian tertinggi dilaporkan terjadi pada tahun 2006 sebanyak 60, mengalami penurunan pada tahun 2007 sebanyak 49 kemudian pada tahun 2009 sebanyak 50 kasus atau 227,8 per 100.000 KLH dan menurun pada tahun 2010 menjadi 40 atau sebanyak 177, per 100.000 KLH. Kasus yang tertinggi di laporkan oleh Kabupaten Gorontalo sebanyak 11 Kasus.

AKI juga berguna untuk menggambarkan tingkat kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu hamil, pelayanan kesehatan waktu ibu melahirkan dan masa nifas. Kematian ibu maternal di Provinsi Gorontalo terdiri dari kematian ibu hamil (15%), kematian ibu bersalin (57%), dan kematian ibu nifas (28%).

Untuk mengantisipasi masalah ini maka diperlukan terobosan - terobosan dengan mengurangi peran dukun dan meningkatkan peran Bidan. Harapan kita agar bidan di desa benar-benar sebagai ujung tombak dalam upaya penurunan AKB (IMR) dan AKI (MMR). Kematian maternal dapat di lihat pada gambar :

(26)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

Gambar : 3.4

Diagram Persentase Kematian Ibu Maternal Provinsi Gorontalo Tahun 2010

Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2010

Gambar : 3.5

Trend Jumlah Kematian Bayi, Balita dan Ibu Provinsi Gorontalo Tahun 2006-2010

Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2006 - 2010

Grafik diatas menggambarkan tren kematian bayi, balita dan ibu dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 di Provinsi Gorontalo. Untuk kematian bayi yang dilaporkan tahun 2006 hingga 2009 menunjukkan tren yang meningkat hampir setiap tahun dengan jumlah kematian bayi di tahun 2006 mencapai 162 bayi, 2007

(27)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

meningkat menjadi 179 bayi, bertambah lagi untuk 2008 menjadi 196 bayi, hingga kemudian meningkat dengan jumlah kematian bayi yang cukup signifikan di tahun 2009 sebanyak 333 bayi, sampai akhirnya mengalami penurunan ditahun 2010 menjadi 283 bayi.

Namun lain halnya dengan jumlah kematian ibu dan balita di Provinsi Gorontalo selama kurun waktu 5 tahun terakhir kematian Balita di tahun 2006 adalah 68 kasus, tertinggi tahun 2008 142 kasus dan mengalami penurunan di tahun 2010. Tren angka kematian Ibu dari tahun 2006-2010 tidak mengalami kenaikan atau penurunan yg berarti dari tahun ke tahun hingga tahun 2010 kasus kematian Ibu menurun hingga 40 kasus dari kasus tertinggi di tahun 2006 dan 2008 yang mencapai 60 kasus.

D. Angka Harapan Hidup (UHH)

Keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial ekonomi pada umumnya dapat dilihat dari peningkatan usia harapan hidup penduduk dari suatu negara. Meningkatnya perawatan kesehatan melalui Puskesmas, meningkatnya daya beli masyarakat akan meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan, mampu memenuhi kebutuhan gizi dan kalori, mampu mempunyai pendidikan yang lebih baik sehingga memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang memadai, yang pada gilirannya akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan memperpanjang usia harapan hidupnya.

Angka Harapan Hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Angka Harapan Hidup yang rendah di suatu daerah harus diikuti dengan program pembangunan kesehatan, dan program sosial lainnya termasuk kesehatan lingkungan, kecukupan gizi dan kalori termasuk program pemberantasan kemiskinan.

(28)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

Tabel : 3.1

Capaian Usia Harapan Hidup Provinsi Gorontalo Tahun 2006-2009

Indikator 2006 2007 2008 2009

Usia Harapan Hidup 65,6 65,9 66,2 66,2

Sumber : BPS Provinsi Gorontalo

Dari tabel diatas menunjukkan Usia harapan Hidup di Provinsi Gorontalo dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, hal ini berarti UHH di Provinsi Gorontalo masih jauh dibawah target RPJMD Program Kesehatan yang menargetkan UHH ditahun 2009 mencapai 69,5 dan di tahun 2010 target 70,6 tahun.

3.2 Angka Kesakitan (Morbiditas)

Tingkat kesakitan mencerminkan situasi derajat kesehatan masyarakat di Provinsi Gorontalo, beberapa indikator morbiditas penyakit tertentu merupakan keterkaitan dengan komitmen global dalam MDGs. Angka kesakitan di Provinsi Gorontalo diperoleh dari data berbasis masyarakat baik ditingkat Rumah Sakit ataupun Puskesmas melalui sistim pencatatan dan pelaporan yang disajikan dalam bentuk buku Profil kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2010. Program utama untuk menekan angka kesakitan adalah dengan mengembangkan sistem surveilans epidemiologi berbasis masyarakat, pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan vektor penyakit lainnya, pengawasan pemeriksaan kualitas air dan lingkungan, perbaikan sarana air bersih dan sanitasi dasar, pengembangan program desa sehat, sosialisasi perilaku hidup bersih dan sehat dan revitalisasi Posyandu.

1. Penyakit TB – Paru

Penyakit Tuberkulosis Paru termasuk penyakit menular kronis. Waktu pengobatan yang panjang dengan jenis obat lebih dari satu menyebabkan penderita sering terancam putus berobat selama masa penyembuhan dengan berbagai alasan, antara lain merasa sudah sehat atau faktor ekonomi. Akibatnya adalah pola pengobatan harus dimulai dari awal dengan biaya yang bahkan menjadi lebih besar serta menghabiskan waktu berobat yang lebih lama. Alasan ini menyebabkan

(29)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

situasi Tuberkulosis Paru di dunia semakin memburuk dengan jumlah kasus yang terus meningkat serta banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama negara-negara yang dikelompokkan dalam 22 negara-negara dengan masalah Tuberkulosis Paru besar (high burden countries), sehingga pada tahun 1993 WHO/Organisasi Kesehatan Dunia mencanangkan Tuberkulosis Paru sebagai salah satu kedaruratan dunia (global emergency). Tuberkulosis Paru juga merupakan salah satu emerging diseases. Indonesia termasuk kedalam kelompok high burden countries, menempati urutan ketiga setelah India dan China berdasarkan laporan WHO tahun 2009. Pada Riskesdas 2007 kasus Tuberkulosis Paru ditemukan merata di seluruh provinsi di Indonesia. Riskesdas 2010 dikhususkan untuk mengumpulkan indikator MDG terutama yang berhubungan dengan kesehatan, termasuk Prevalensi Tuberkulosis Paru.

Data WHO Global Report yang dicantumkan pada Laporan Triwulan Sub Direktorat Penyakit TB dari Direktorat Jenderal P2&PL tahun 2010 menyebutkan estimasi kasus baru TB di Indonesia tahun 2006 adalah 275 kasus/100.000 penduduk/tahun dan pada tahun 2010 turun menjadi 244 kasus/1 00.000 penduduk/tahun.

Data prevalensi sebelumnya yang menggunakan uji konfirmasi laboratorium adalah data Prevalensi Indonesia hasil Survey Prevalensi TB pada tahun 2004 yang memberikan angka prevalensi TB Indonesia berdasarkan pemeriksaan mikroskopis BTA terhadap suspek adalah sebesar 104 kasus/ 100.000 penduduk.

Berdasarkan analisis kohort tahun 2001 sebanyak 85,7% penderita TB-Paru di Indonesia menyelesaikan pengobatan (pengobatan lengkap dan sembuh). Sedangkan menurut Indikator Indonesia Sehat 2010 mengharapkan angka kesembuhan TB Paru tahun 2010-2015 mencapai 85 %. Prosentase TB paru sembuh pada tahun 2010 mencapai 1058 kasus sebanyak 66,59% angka ini menurun dibandingkan tahun sebelumnya 2009 yaitu 1036 kasus atau 70,79%. Angka kesembuhan tertinggi di Kota Gorontalo dan Kabupaten Boalemo sebesar 99%. Angka kesembuhan TB Paru terendah di kabupaten Gorontalo hanya 29%. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut :

(30)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

Gambar : 3.6

Persentase TB Paru Sembuh Provinsi Gorontalo Tahun 2009-2010

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009-2010

Dari grafik di atas dapat dilihat perbandingan cakupan persentase kesembuhan TB Paru tahun 2010 mencapai 62%, hal ini menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya 2009 yang mencapai kesembuhan 71%. Hal ini disebabkan di tahun 2010 Kabupaten Gorontalo tidak memasukkan data kesembuhan penyakit TB Paru sehingga mempengaruhi fluktuasi tingkat kesembuhan penyakit TB Paru.

Tabel

Persentase Penderita Tb (D) Yang Telah Menyelesaikan Pengobatan Dengan OAT per Provinsi, Riskesdas 2010

Provinsi Selesai > 6 Bln Mendpt Obat Sedang Dalam Pengobatan Berobat Tidak Lengkap < 5 Bln

Tidak Minum

Obat

Nusa Tenggara Barat 63,5 9,3 24,1 3.1

Nusa Tenggara Timur 80,9 6,4 0 12.7

Kalimantan Barat 46,9 14,9 35,2 3.0 Kalimantan Tengah 48,3 23,8 13,9 13.9 Kalimantan Selatan 89,9 4,7 5,4 0 Kalimantan Timur 57,4 42,6 0 0 Sulawesi Utara 68,0 17,8 14,2 0 Sulawesi Tengah 66,7 11,5 21,9 0

(31)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010 Sulawesi Selatan 47,5 28,6 20,9 3.0 Sulawesi Tenggara 84,6 15,4 0 0 Gorontalo 51,2 29,4 19,4 0 Sulawesi Barat 75,0 12,5 0 12.5 Maluku 46,7 14,8 38,5 0 Maluku Utara 82,8 0 17,2 0 Papua Barat 51,3 14,0 34,6 0 Papua 61,3 31,1 7,6 0 INDONESIA 59.0 19,1 19,3 2,6 Gambar : 3.7

Persentase Kasus Baru TB Paru (BTA +) yang di temukan (CDR)

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009-2010

2. Penyakit HIV/AIDS

Salah satu komitmen global dibidang kesehatan adalah memerangi penyakit HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya yang tedapat dalam Goal ke 6 Millenium development Goals 2000-2015. HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang sampai saat ini belum ditemukan obat untuk menyembuhkan penderita penyakit mematikan ini. Penularan penyakit ini terjadi karena ada transfer cairan tubuh dari penderita ke orang lain.

(32)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

Gambar : 3.8

Jumlah Kasus HIV/AIDS per Kabupaten/Kota Provinsi Gorontalo Tahun 2010

Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2010

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa jumlah kasus HIV/AIDS Kabupaten/Kota tahun 2010 yang melaporkan tertinggi adalah Kabupaten Boalemo dengan 5 kasus prevalensi mencapai 3,8 per 100.000 penduduk. Total kasus Provinsi Gorontalo sebanyak 9 kasus dengan prevalensi 0,9 per 100.000, hal ini menunjukkan bahwa prevalensi penurunan HIV/AIDS di Provinsi Gorontalo belum mencapai target Renstra 2010 yang harus mencapai 0,2 per 100.000 penduduk. Sedangkan Kabupaten/Kota yang tidak ada kasus HIV/AIDS adalah Kabupaten Pohuwato, Bone Bolango dan Gorontalo Utara. Dari ke 9 kasus diatas semuanya mendapat terapi ARV mencapai 100% dari jumlah kasus, hal ini sudah melebihi target Nasional hanya 30% yang harus di terapi.

(33)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

Gambar : 3.9

Sumber : Program P2M-PL Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo

Grafik diatas menunjukkan angka kumulatif jumlah kasus HIV/AIDS di Provinsi Gorontalo selama kurun waktu 2001-2010. Jumlah kasus HIV/AIDS dari tahun 2001 sampai dengan 2010 menunjukkan tren yang meningkat. Distribusi kasus HIV/AIDS pertama kali yang ditemukan tahun 2001 sebanyak 2 orang, tahun 2002 dan 2003 hanya terdapat 1 kasus dimana 1 penderita di tahun 2001 telah meninggal karena penyakit ini. Tahun 2004 bertambah 1 kasus lagi, yang kemudian meningkat drastis pada tahun 2005 dan 2006 menjadi 13 kasus. Tahun 2007 menurun lagi menjadi 7 kasus, tapi itu bukan suatu penurunan kasus karena dari 13 kasus di tahun 2005 dan 2006 5 penderita meninggal karena penyakit yang sama. Yang kemudian meningkat lagi menjadi 12 kasus di tahun 2008, 2009 menurun lagi menjadi 7 kasus. Dan yang paling mengejutkan lagi tahun 2010 kemarin jumlah kasus penderita HIV/AIDS yang dilaporkan mencapai 18 kasus, sebanyak 9 kasus yg mendapat terapi ARV (50%). Dimana distribusi kasus HIV/AIDS berdasarkan jenis kelamin dari tahun 2001-2010 diperoleh yang paling banyak adalah laki-laki. Dengan presentase perbandingan kasus HIV dan AIDS yaitu 23% untuk HIV dan 77% AIDS.

(34)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

Gambar

Persentase Penduduk Umur ≥ 15 Tahun yang Pernah Mendengar HIV/ AIDS menurut Provinsi, Riskesdas 2010

3. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

Jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Provinsi Gorontalo terus meningkat dari tahun kemarin. Jumlah kasus DBD tahun 2009 sebanyak 93 kasus dengan angka kesakitan mencapai 9,19 per 100.000 penduduk. Kasus terbanyak terdapat di Kota Gorontalo sebanyak 59 kasus sebesar 61,29 per 100.000 penduduk. Kabupaten Pohuwato memiliki jumlah kasus paling rendah yaitu 3 kasus dengan angka kesakitan DBD 2,5 per 100.000. Sedangkan untuk tahun 2010 jumlah kasus penyakit DBD meningkat drastis dengan jumlah kasus 480 dengan angka kesakitan mencapai 45,4 per 100.000 penduduk. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut :

(35)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

Gambar : 3.10

Jumlah Kasus DBD Provinsi Gorontalo Tahun 2009-2010

Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2009-2010

Gambar di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2010 Kabupaten/Kota yang melaporkan kasus DBD tertinggi adalah Kota Gorontalo sebanyak 205 kasus, dan terendah Kabupaten Pohuwato yang tidak memiliki kasus DBD sepanjang tahun 2010.

4. Penyakit Diare

Angka kesakitan Diare pada tahun 2009 di Provinsi Gorontalo mencapai 7,3 per 1.000 penduduk. Kasus terbanyak terdapat di Kota Gorontalo sebesar 7165 dengan angka kesakitan 41 per 1.000 penduduk. Kabupaten Gorontalo utara memiliki angka kesakitan diare terendah yaitu 0,1 per 1.000 penduduk. Tahun 2010 angka kesakitan diare Provinsi Gorontalo mencapai 33 per 1000 penduduk, Kabupaten/Kota yang melaporkan kasus tertinggi adalah Kabupaten Gorontaalo sebanyak 13.409 kasus dengan angka kesakitan 37,8 per 1000 penduduk. Terendah yaitu Kabupaten Boalemo sebanyak 1920 kasus dengan angka kesakitan 14,9 per 1000 penduduk. Cakupan angka kesakitan penyakit diare per 1.000 penduduk di Kabupaten/kota se Provinsi Gorontalo dapat dilihat pada gambar berikut ;

(36)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

Gambar : 3.11

Jumlah Kasus Penyakit Diare Di Provinsi Gorontalo Tahun 2009-2010

Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2009-2010

Gambar : 3.12 Angka Kesakitan Diare

Provinsi Gorontalo Tahun 2009-2010

(37)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

Dari grafik di atas menunjukkan bahwa angka kesakitan Diare cenderung meningkat dari tahun sebelumnya, tahun 2010 angka kesakitan tertinggi adalah Kabupaten Gorontalo Utara mencapai 45 per 1000 penduduk sedangkan terendah Kabupaten Boalemo 14,9 per 1000 penduduk.

5. Penyakit Malaria

Malaria merupakan masalah kesehatan dunia termasuk Indonesia karena mengakibatkan dampak yang luas dan berpeluang menjadi penyakit emerging dan re-emerging. Kondisi ini dapat terjadi karena adanya kasus import, resistensi obat dan beberapa insektisida yang digunakan dalam pengendalian vektor, serta adanya vektor potensial yang dapat menularkan dan menyebarkan malaria. Selain itu, malaria umumnya merupakan penyakit di daerah terpencil, sulit dijangkau dan banyak ditemukan di daerah miskin atau sedang berkembang. Oleh karena itu, malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi sasaran prioritas komitmen global dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang dideklarasikan oleh 189 negara anggota PBB pada tahun 2000.

World Health Assembly (WHA) pada tahun 2005 menargetkan penurunan angka kesakitan dan kematian malaria sebanyak lebih dari 50 persen pada tahun 2010 dan lebih dari 75 persen pada tahun 2015 dari angka tahun 2000. Berbagai upaya penanggulangan telah dilaksanakan dengan menggalang berbagai sumber dana, baik dari pemerintah maupun non pemerintah antara lain World Health Organisation (WHO) dan Global Fund (GF). Pada pertemuan WHA ke 60 tahun 2007, telah dihasilkan komitmen global tentang eliminasi malaria bagi setiap negara. Di Indonesia, eliminasi malaria dimulai sejak tahun 2004 dan untuk percepatan penanggulangan malaria dilakukan berbagai intervensi antara lain: kelambu berinsektisida untuk penduduk berisiko, pengobatan yang tepat untuk subjek terinfeksi malaria dengan Artemisinin-based Combination Therapy (ACT), penyemprotan rumah dengan insektisida, dan pengobatan pencegahan pada ibu hamil.

Di Indonesia, ditemukan semua jenis human plasmodia terutama Plasmodium falciparum dan P. vivax. Kasus malaria yang dilaporkan umumnya masih merupakan malaria yang didiagnosis hanya berdasarkan gejala klinis karena keterbatasan akses dan fasilitas pemeriksaan laboratorium. Laporan tahunan menunjukkan kasus

(38)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

terbanyak dilaporkan dari Provinsi Papua dan Nusa Tenggara Timur. Sejak tahun 2004, eliminasi malaria di Indonesia secara bertahap menggunakan ACT sesuai dengan rekomendasi WHO. Kelebihan derivatif artemisinin ini adalah dapat mencegah penularan. ACT yang digunakan oleh program malaria nasional adalah kombinasi artesunat-amodiakuin dan dihidroartemisinin-piperakuin.

Provinsi Gorontalo, upaya untuk mengendalikan penyebaran dan menurunkan jumlah kasus malaria menjadi setengahnya pada tahun 2015.terus dilakukan, Angka kejadian malaria pada tahun 1990 adalah sebesar 4,68 per 1000 penduduk, yang pada tahun 2015 ditargetkan akan turun menjadi <1 per 1000 penduduk. Pada tahun 2010 jumlah kasus penderita malaria positif adalah sebanyak 1709 kasus dengan angka kesakitan adalah 1,8 per 1000 penduduk (yang berarti telah terjadi penurunan angka kejadian secara nasional sebesar >50%). Kasus tertinggi dilaporkan oleh Kabupaten Gorontalo sebanyak 1579 kasus dan terendah Kabupaten Gorontalo utara dengan 12 kasus. Untuk Kota Gorontalo tahun 2010 tidak terdapat kasus malaria. Pencapaian ini adalah pencapaian secara nasional yang bila dilihat pada pencapaian daerah (Provinsi, Kabupaten maupun Kota Gorontalo) angka kesakitan malaria sebagai berikut :

Gambar : 3.13

Angka Kesakitan Malaria Positif Provinsi Gorontalo Tahun 2009-2010

(39)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

Dari grafik di atas dapat di lihat perbandingan cakupan angka kesakitan penyakit malaria di Provinsi Gorontalo. Data tersebut menunjukkan kecenderungan yang sama dari tahun sebelumnya. Menurut data profil kesehatan Kabupaten/Kota se Provinsi Gorontalo tahun 2010 yang melaporkan paling tinggi yaitu Kabupaten Gorontalo jumlah kasus sebanyak 1579 kasus dengan angka kesakitan 4,4 per 1000 penduduk, Kabupaten yang melaporkan terendah/tidak ada kasus yaitu Kota Gorontalo.

Gambar

Persentase Rumah Tangga yang Mengobati Sendiri Bila Sakit dalam Satu Tahun Terakhir menurut Provinsi, Riskesdas 2010

Provinsi Gorontalo tahun 2010 angka kesakitan malaria mencapai 5,4 per 1000 penduduk, angka ini 50% menurun dibandingkan target nasional (menurut Riskesdas 2010) sebesar 10,6 per 1000 penduduk. Data angka penemuan kasus tahun 2010 menurut indicator API mencapai 1,8 per 1000 penduduk, hal ini menurun dari capaian tahun sebelumnya yaitu 11,4 per 1000 penduduk di tahun 2009.

(40)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

Grafik : 3.14

Persentase Penderita Malaria Diobati Provinsi Gorontalo Tahun 2009-2010

Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2009-2010

Grafik di atas menunjukkan persentase penderita malaria diobati tahun 2009 Provinsi mencapai 82% sedangkan di tahun 2010 menurun hingga 31,5%. Hal ini di antaranya karena Kota Gorontalo tahun 2010 tidak melaporkan data penderita malaria posotif dan penderita yang diobati, sedangkan data penderita klinis mencapai 4309 jiwa. Sedangkan penderita klinis malaria tertinggi adalah Kabupaten Gorontalo mencapai 5389 tetapi persentase yang diobati Begitu juga dengan Kabupaten Boalemo dan Pohuwato yang masing – masing hanya 0,5% dan 5% yang diobati. Dari table di atas yang menunjukkan persentase tertinggi adalah Kabupaten Gorontalo Utara yang mencapai pengobatan hingga 100%.

(41)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

Gambar.

Angka Kasus Baru Malaria Tahun 2009/2010 menurut Provinsi, Riskesdas 2010

Gambar : 3.15

Angka Kesakitan Penyakit Malaria, DBD Dan Diare Di Kabupaten / Kota Tahun 2010

(42)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

Grafik di atas menunjukkan kecenderungan angka kesakitan DBD,Diare dan Malaria di tahun 2010. Penyakit DBD paling tinggi dilaporkan oleh Kota Gorontalo yaitu dengan angka kesakitan 112 per 100.000 penduduk, tertinggi berikutnya Kabupaten Bone Bolango dengan 50,1 kemudian Kabupaten Gorontalo 47,1, Kabupaten Gorontalo Utara dengan angka kesakitan 16,8 per 100.000 penduduk dan terendah Kabupaten Pohuwato tdk ada kasus DBD.

Untuk angka kesakitan Diare tertinggi di laporkan oleh Kabupaten Gorontalo Utara sebanyak 45 per 1000 penduduk, kemudian di susul ke dua Kabupaten Gorontalo dengan 37,8, berikutnya Kabupaten Bone Bolango dengan 35,5 terendah Kabupaten Boalemo sebanyak 14,9 per 1000 penduduk. Sementara penyakit malaria tertinggi di laporkan Kabupaten Gorontalo sebanyak 4,4 per 1000 penduduk. Data ini masih lebih terkendali di bandingkan dari target nasional sebanyak 10,6 per 1000 penduduk (Riskesdas 2010).

6. Penyakit Campak

Jumlah kasus campak di provinsi Gorontalo Tahun 2010 mencapai 219 kasus angka ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 149 kasus, jumlah kasus campak pada tahun 2010 terbanyak dilaporkan dari Kabupaten Gorontalo sebanyak 141 kasus disusul Kota Gorontalo sebanyak 60 kasus. Kemudian Kabupaten Pohuwato dan Bone Bolango masing - masing sebanyak 9 kasus. Sedangkan Kabupaten Boalemo dan Gorontalo Utara tidak dilaporkan adanya kasus campak. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut ;

Gambar : 3.16

Jumlah Kasus Campak di Provinsi Gorontalo Tahun 2008 - 2010

(43)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

Gambar di atas menunjukkan tren jumlah kasus campak mengalami fluktuasi dari tahun 2008 sebanyak 381, menurun ditahun 2009 menjadi 149 kasus dan di tahun 2010 kembali meningkat sebanyak 219 kasus. Tertinggi di tahun 2008 Kota Gorontalo sebanyak 191 kasus dan terendah di tahun 2010 Kabupaten Boalemo dan Gorontalo utara tidak ada kasus.

3.3 Status Gizi Masyarakat

Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor, oleh karena itu pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor yang terkait. Indikator status gizi masyarakat antara lain tergambar pada jumlah kunjungan neonatus (KN-2), jumlah bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), Balita dengan Gizi buruk, jumlah kunjungan bayi ke sarana pelayanan kesehatan dan indikator Kecamatan bebas rawan gizi.

1. Kunjungan Neonatus

Cakupan kunjungan neonatus adalah cakupan neonatus (bayi 0-28 hari) yang memperoleh pelayanan kesehatan sesuai standard minimal 2 kali di sarana pelayanan kesehatan maupun kunjungan rumah. Cakupan kunjungan neonatus menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2010 mencapai 60 %. Jika dibandingkan dengan target nasional yang ditentukan (90 %) terdapat kesenjangan 30 %, hal ini berarti bahwa ibu bersalin (keluarga bayi neonatus) tidak memeriksakan bayinya ke sarana pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan kurang pro aktif mengujungi bayi neonatus. Rendahnya kunjungan neonatus juga menggambarkan bahwa resiko kematian bayi masih cukup besar karena pada masa neonatal adalah masa kritis bagi bayi. Upaya kesehatan yang dilakukan untuk mengurangi resiko tersebut antara lain dengan melakukan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan pelayanan kesehatan pada neonatus (0 – 28 hari).

Persentase kunjungan neonatus Provinsi Gorontalo tahun 2010 mencapai 79%. Tertinggi di laporkan oleh Kabupaten Gorontalo sebanyak 100% dan terendah Kabupaten Gorontalo Utara yang hanya mencapai 25%. Hal ini menunjukkan terjadinya penurunan

(44)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

kunjungan neonatus di bandingkan dari tahun sebelumnya yang mencapai 95%. Selengkapnya dapat di lihat dari grafik berikut :

Gambar : 3.17

Persentase Kunjungan Neonatus Provinsi Gorontalo Tahun 2009-2010

Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2009 – 2010

2. Kunjungan Bayi

Kunjungan Bayi adalah kunjungan bayi (umur 1-12 bulan) termasuk neonatus (umur 1-28 hari) untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan standar oleh dokter, bidan, perawat yang memiliki kompetensi klinis kesehatan, paling sedikit 4 kali (bayi), 2 kali (neonatus) di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

Dari hasil rekapitulasi data profil kesehatan kabupaten / kota tahun 2010 cakupan kunjungan bayi di Propinsi Gorontalo sebesar 71,51% (18.644) dari 26.477 jumlah bayi.tertinggi dilaporkan oleh Kabupaten Bone bolango sebanyak 89,33% dan terendah di laporkan Kota Gorontalo dengan persentase kunjungan bayi 53%. Untuk mengetahui kunjungan bayi selengkapnya dapat dilihat gambar berikut :

(45)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

Gambar : 3.18

Persentase Kunjungan Bayi Provinsi Gorontalo Tahun 2009 – 2010

Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2009 – 2010

3. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir. BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya dimasa depan. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5%. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7%.

Persentase BBLR Provinsi Gorontalo tahun 2010 adalah 2,06%. Data ini mengalami penurunan yang cukup signifikan di bandingkan tahun sebelumnya yaitu 8,22% dan masih jauh di bawah dari capaian menurut Riskesdas tahun 2010 Provinsi Gorontalo yang mencapai 16,7% bayi. BBLR tahun 2010 tertinggi di laporkan oleh Kota Gorontalo sebanyak 129 bayi kemudian terendah dilaporkan Kabupaten Boalemo sebanyak 42 bayi. Selengkapnya dapat di lihat dari table berikut :

(46)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

Gambar : 3.19

Persentase Kunjungan Bayi Provinsi Gorontalo Tahun 2010

Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2010 4. Balita Gizi Buruk

Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Di Indonesia, kasus KEP (Kurang Energi Protein) adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita. (Kesehatan Masyarakat, Cetakan ke-2. Jakarta: Rineka Cipta).

Secara nasional sudah terjadi penurunan prevalensi kurang gizi (berat badan menurut umur) pada balita dari 18,4% tahun 2007 menjadi 17,9% tahun 2010 (Riskesdas 2010). Penurunan terjadi pada prevalensi gizi buruk capaian nasional menurut data Riskesdas yaitu dari 5,4% pada tahun 2007 menjadi 4,9% tahun 2010. Berdasarkan data RISKESDAS tahun 2007 di Provinsi Gorontalo cakupan gizi buruk dilaporkan sebesar 8,2%. Kasus terbanyak dilaporkan dari Kabupaten Gorontalo sebanyak 14,3%, namun demikian semua provinsi di Indonesia masih memiliki prevalensi berat kurang masih diatas batas “non-public health problem” menurut WHO yaitu 10,0 persen. Data Riskesdas tahun 2010 capaian Provinsi Gorontalo adalah 11,2% balita dengan Gizi buruk.

(47)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

Tabel

Prevalensi Status Gizi Balita (BB/U) Menurut Provinsi, Riskesdas 2010

Dari data Profil Kabupaten/Kota se Provinsi Gorontalo tahun 2010 Gizi buruk 1,31% menurun di bandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 3,66%. Hal ini masih lebih rendah dari target nasional tahun 2010 kurang dari 5%.

Gambar : 3.20

Presentase Gizi Buruk di Provinsi Gorontalo Tahun 2008 – 2010

Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2008 – 2010 Provinsi

Status Gizi menurut BB/U Gizi buruk (%) Gizi kurang (%) Gizi baik (%) Gizi lebih (%) Jumlah (%) Sulawesi Utara 3,8 6,8 84,3 5,1 100,0 Sulawesi Tengah 7,9 18,6 69,1 4,4 100,0 Sulawesi Selatan 6,4 18,6 72,2 2,8 100,0 Sulawesi Tenggara 6,5 16,3 66,9 10,2 100,0 Gorontalo 11,2 15,3 69,4 4,1 100,0 Sulawesi Barat 7,6 12,9 74,9 4,7 100,0 Maluku 8,4 17,8 70,5 3,4 100,0 Maluku Utara 5,7 17,9 73,2 3,2 100,0 Papua Barat 9,1 17,4 67,3 6,2 100,0 Papua 6,3 10,0 78,4 5,3 100,0 Indonesia 4,9 13,0 76,2 5,8 100,0

(48)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

Gambar : 3.21

Trend Kasus Gizi Buruk di Provinsi Gorontalo Tahun 2006 – 2010

Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2006 – 2010

Dari gambar di atas menunjukkan bahwa terjadi fluktuasi kasus gizi buruk dalam kurun waktu 5 tahun. Di tahun 2006 persentase gizi buruk mencapai 2,18% kemudian menurun menjadi 0,8% di tahun 2007, tahun 2008 mengalami kenaikan drastis mencapai 5% dan selanjutnya terus menurun sampai tahun 2010 turun hingga 1,3%.

(49)

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010

BAB IV

SITUASI UPAYA KESEHATAN

A. PELAYANAN KESEHATAN

1. Cakupan Kunjungan Ibu hamil (K1 dan K4)

Indikator Kesehatan Ibu di pantau melalui cakupan pelayanan Antenatal (K1 dan K4), Pengertian K1 yang dikeluarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia dalam bentuk Standar Pelayanan Minimal (SPM), Kunjungan ibu hamil sesuai standar adalah pelayanan yang mencakup minimal :

1. Timbang badan dan ukur tinggi badan, 2. Ukur tekanan darah,

3. Skrining status imunisasi tetanus (dan pemberian Tetanus Toksoid), 4. (ukur) tinggi fundus uteri,

5. Pemberian tablet besi (90 tablet selama kehamilan),

6. Temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal dan konseling),

7. Test laboratorium sederhana (Hb, Protein urin) dan atau berdasarkan indikasi (HbsAg, Sifilis, HIV, Malaria, TBC).

Sasaran pelayanan kesehatan ibu hamil saat ini di tujukan untuk percepatan pencapaian tujuan MDGs goal 5 Indikator lokal untuk memonitoring kemajuan kabupaten dan kecamatan. Menyebutkan Kunjungan ibu hamil K-4 adalah Ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar paling sedikit empat kali, dengan distribusi pemberian pelayanan minimal satu kali pada triwulan pertama, satu kali pada triwulan kedua dan dua kali pada triwulan ketiga umur kehamilan dan mendapat 90 tablet Fe selama periode kehamilannya di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

Cakupan kunjungan K1 dan K4 Provinsi Gorontalo tahun 2010 selengkapnya Kabupaten / Kota dapat di lihat pada grafik berikut :

Gambar

Gambar : 2.1 Peta Provinsi Gorontalo
Diagram Proporsi Penduduk  Laki-laki Dan Perempuan   Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Diagram Persentase Kematian Ibu Maternal   Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Gambar : 3.12  Angka Kesakitan Diare
+4

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Berdasarkan data Profil Kesehatan yang diperoleh dari Puskesmas.. Desa Kutawis (2016) Kasus baru TB BTA+, seluruh kasus TB,

Berikut gambaran persentase puskesmas yang melaksanakan kesehatan kerja di kabupaten/ kota Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2019 dengan hasil capaian yang menunjukkan bahwa program

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur 39 Ada 20 Kabupaten/Kota yang mencapai target 87 %, Kabupaten/Kota yang lainnya perlu untuk meningkatkan cakupan pelayanan

Penelitian ini akan mengukur tingkat kapabilitas (capability level) tatakelola infrastruktur jaringan dengan studi kasus infrastruktur jaringan Pemerintah Daerah

Meskipun jumlah kasus HIV/AIDS pada laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan, tetapi karena cara penularan terbanyak adalah melalui heteroseks (8.922 kasus), hal ini dapat

Secara kumulatif, jumlah dunia usaha yang telah bekerjasama dengan Dinas Kesehatan, baik kabupaten maupun provinsi sampai tahun 2019 berjumlah 10 dunia usaha. Bila

Sementara salah satu provinsi di Indonesia wilayah timur yakni Maluku Utara sesuai Profil Kesehatan tahun 2012 masih sedikit yang memiliki jaminan kesehatan pra

Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka 2011 43 Persentase penemuan penderita BTA (+) masih sangat rendah jika dibandingkan target program sebesar 70%, hal ini dapat terjadi