• Tidak ada hasil yang ditemukan

DIARE PADA ANAK SAPI: AGEN PENYEBAB, DIAGNOSA DAN PENAGGULANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DIARE PADA ANAK SAPI: AGEN PENYEBAB, DIAGNOSA DAN PENAGGULANGAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

DIARE PADA ANAK SAPI: AGEN PENYEBAB, DIAGNOSA

DAN PENAGGULANGAN

(Calf Diarrhea: Causal Agents, Diagnosis and Control)

SITI CHOTIAH

Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor

ABSTRACT

Diarrhea is a common complain in calves particularly in the first few months of life. Significance economical losses of farmer include loss of performance and body weight of calf, medication and labor expenses for sick calves treatment and mortality. Calf diarrhea was caused by many pathogenic agents such as bacteria, virus, protozoa, and management practices at the farm. Several pathogens are zoonotic agents such as Salmonella spp., certain types of enteropathogenic Escherichia coli, Cryptosporidium spp. and Giardia spp. Therefore, great care must be taken when handling: diarrheaic calf, contaminated bedding and fecal samples to avoid infecting human. A good program of adequate nutrition, sanitation, management and good herd health program are necessary to minimize the incidence and losses of diarrhea. Early and correct diagnosis, treatment, and good advice will reduce incidence of a herd diarrhea outbreak.

Keywords: Diarrhea, calf pathogenic agent, control

ABSTRAK

Diare merupakan keluhan umum pada anak sapi terutama pada umur beberapa bulan setelah lahir. Kerugian yang nyata dirasakan oleh peternak termasuk gangguan pertumbuhan pada sapi anak yang masih bisa bertahan hidup, biaya pengobatan dan kematian. Diare pada sapi anak disebabkan oleh banyak agen patogen: bakteri, virus dan protozoa, selain itu disebakan oleh manajemen perubahan pakan. Beberapa agen patogen tersebut merupakan agen zoonosis seperti Salmonella spp., Escherichia coli eneropatogenik tipe tertentu, Cryptosporidium spp.dan Giardia spp. Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya penularan ke manusia, harus lebih hati-hati dalam menangani sapi anak penderita diare, tempat, peralatan dan sampel feses yang terkontaminasi. Perlunya program nutrisi cukup, sanitasi, manajemen dan kesehatan dalam suatu peternakan dilakukan dengan baik akan meminimalisir atau meniadakan kejadian diare. Untuk mencegah terjadinya diare yang mewabah di suatu peternakan, diperlukan pengukuhan diagnosa dan pengobatan yang cepat dan benar, dan kemampuan untuk memberikan saran.

Kata kunci: Diare, anak sapi, agen patogen, penaggulangan

PENDAHULUAN

Peningkatan populasi sapi perah dewasa ini dirasakan sangat lamban, selama peroide tahun 1997-2003 hanya mencapai rata-rata 1,69% per tahun (DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN, 2003). Sehingga akan mempengaruhi peningkatan produksi susu dan daging nasional. Produksi daging sapi nasional sebesar 306 ribu ton (pemotongan sekitar 1,5 juta ekor/ tahun) atau baru memenuhi 70% dari kebutuhan nasional (DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN, 2006). Beternak sapi perah merupakan suatu usaha yang sekaligus dapat menghasilkan daging dan susu. Stimulasi

produktivitas sapi perah dalam meningkatkan produksi daging maupun susu dapat ditingkatkan melalui implementasi kebijakan pemerintah untuk mendukung pengembangan sistem produksi yang dibarengi dengan kesehatannya.

Berbagai kendala dalam meningkatkan produktivitas ternak diantaranya disebabkan oleh adanya diare pada suatu kelompok sapi perah. Diare pada anak sapi merupakan salah satu gejala penyakit komplek dengan berbagai penyebab yang saling berhubungan (ACRESet al., 1975; ACRESet al., 1977; SAIF and SMITH, 1985). Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya diare yaitu agen

(2)

penyakit (ACRES et al., 1975; ACRES et al., 1977; ATHANASSIOUSet al., 1994; LUCCHELLI et al., 1992; RALSTONet al., 2003), anak sapi itu senditi/host (SCHUMANN et al., 1990; BARRINGTON and PARISH, 2001) dan lingkungan (VAN-ES, 1932; and LAW, 1916). Pada kejadian diare akan terjadi kegagalan penyerapan cairan dari usus ke dalam tubuh dan sebaliknya terjadi pengeluaran cairan tubuh ke dalam usus. Cairan tubuh yang keluar akan membawa serta garam-garam mineral atau elektrolit, sehingga anak sapi penderita diare menjadi kekurangan cairan atau dehidrasi. Akibat kekurangan cairan elektrolit bisa terjadi asidosis yang dapat menyebabkan kematian. Kerugian ekonomi yang dirasakan oleh peternak akibat biaya obat dan tenaga selama pengobatan anak sapi yang sakit, kematian dan gangguan pertumbuhan pada sapi anak yang masih bisa bertahan hidup (ANDERSONet al., 2003; SWIFTet al., 1976).

Tinjauan ini bertujuan untuk memberikan informasi dan pemahaman pentingnya penanganan diare pada anak sapi.

PENYEBAB DIARE PADA ANAK SAPI Penyebab diare pada anak sapi diketahui ada dua kelompok yaitu disebabkan oleh agen infeksius dan penyebab lain. Diare yang disebabkan oleh agen infeksius berupa bakteri, virus dan protozoa.

Bakteri penyebab diare

Escherichia coli, merupakan bagian dari bakteri flora yang ada dalam usus hewan maupun manusia. Walaupun demikian beberapa galur bersifat patogen dan menimbulkan penyakit (MOON, 1978; GYLES, 1986). E. coli enterotoksigenik (ETEC) yang memiliki antigen perlekatan K99 atau F41 untuk melekat pada dinding usus halus dan memproduksi enterotoksin yang mampu menstimulir hipersekresi usus, merupakan strain paling umum dijumpai pada kasus diare pada anak sapi baru lahir (ACRES, 1985). Toksin yang dihasilkan berpotensi menimbulkan diare yang terus menerus (profus) tinja encer berwarna kuning, dehidrasi, sok, dan kematian (HAMILTONet al.,

1985). Di Indonesia stain E. coli K99 telah diisolasi dari anak sapi penderita diare profus

pada peternakan sapi perah di daerah Jawa Barat (KUSMIYATI dan SUPAR, 1998). Sedangkan di Scotland tahun 2003 telah terjadi letupan nenonatal enteritis dengan gejala diare yang disebabkan oleh agen E. coli K99 (MASON dan CALDOW, 2005).E. coli tipe lain yang dapat menginfeksi anak sapi umur 2 minggu sampai 2 bulan dan menimbulkan gejala diare kompleks adalah enterohaemor-rhagicE. coli (EHEC). Strain ini memproduksi verotoksin menyebabkan kerusakan pembuluh darah didaerah kolon yang dapat meng-akibatkan hemoragik enterokolitis yang ditandai dengan adanya darah pada feses (JANKE et al., 1990). Verotoksigenik E. coli ditemukan pada anak sapi perah penderita diare di peternakan di daerah Jawa Barat (SUWITO, 2005).

Salmonella enterica subspecies enterica serotipe Dublin (S. Dublin) dan Salmonella enterica subspecies enterica serotipe Typhimurium merupakan serotipe yang umum dijumpai pada diare anak sapi. Di Indonesia S.

Typhimurium telah diisolasi dari sapi an manusia (POERNOMO, 2004) dan S. Dublin telah diisolasi dari sapi perah dan manusia (POERNOMO, 2004; CHOTIAH, 2006). Sebanyak 50% lebih peternakan dan sampel feses yang diperiksa telah terdeteksi S. enterica (BERGE,

et al., 2006) yang berasal dari kejadian infeksi salmonella pada anak sapi umur diatas 6 hari. Sumber infeksi umumnya berasal dari makanan dan air yang tercemar. Beberapa serotipe salmonella yang ditemukan dari anak sapi neonatal pada 7 peternakan di Ohio, Amerika Serikata dalah S. Dublin, S.

Typhimurium, S. Enteritidias, S. Agona, S.

Mbandaka dan S. Montevideo (LANCE et al.,1992).

Clostridium perfringens dalam kondisi normal ada dalam usus hewan sehat dalam jumlah sedikit dan setelah dikeluarkan bersama kotoran dapat bertahan hidup di tanah selama beberapa bulan. Kondisi perubahan cuaca dan perubahan pola pakan secara mendadak yang menyebabkan proses pencernaan makanan kurang sempurna, memperlambat pergerakan usus, memproduksi gula, protein dan konsentrasi oksigen yang rendah sehingga menyebabkan lingkungan cocok untuk mempercepat pertumbuhan bakteri tersebut dan memproduksi toksin. Ada 5 macam toksin yang dihasilkan, yaitu tipe A, B, C, D dan E

(3)

yang berpotensi menumbuklan penyakit pencernaan baik pada orang maupun hewan. Setiap toksin menghasilkan tipe lesi yang berbeda. Toksin tipe C terutama menyerang anak sapi neonatal (umur1 sampai 10 hari) sedangkan toksin tipe D terutama menyerang umur lebih tua biasanya pada pada anak yang sedang disapih. Penyakit yang terjadi umumnya disebut enterotoksemia atau nekrotik enteritis atau hemoragik enterotoksemia (penyeban tipe C) sedangkan tipe D disebut juga overeting disease atau.pulpy kidney disease (WILLIAMSON, 2008). Dari anak sapi perah penderita diare pada peternakan dib Pangalengan, Bandung diisolasi C. perfringens

(PRIADI dan NATALIA, 2006).

Virus penyebab diare

Rotavirus dan coronavirus merupakan virus penyebab diare yang paling umum dijumpai. Menurut (MASON dan CALDOW, 2005) agen paling umum penyebab diare dari letupan neonatal enteritis di Scotland tahun 2003 sebanyak 33% disebabkan oleh rotavirus, 20% oleh coronavirus dan sisanya agen penyebab lain. Kedua virus tersebut tersebar pada sapi dewasa tanpa menunjukkan gejala klinis (BARINGTONet al., 2000; CROUCHet al., 1984, CROUCH dan ACRES, 1984) dan sangat umum ditularkan ke sapi muda. Virus akan menyerang vili pada lapisan sel usus halus menggangu proses penyerapan. Diare yang ditimbulkan bersifat profus, hamper tidak ada demam, depresi dan dehidrasi hebat. Biasanya terjadi pada anak sapi umur 10 sampai 14 hari. Sering terjadi komplikasi dengan sekunder infeksi oleh E. coli.

Sebanyak 13 dan 25,8% dari faces anak sapi perah masing-masing di Pangalengan dan Sumedang telah terdeteksi bovine rotavirus

dengan menggunakan uji aglutinasi lateks (SAEPULLOH dan SENDOW, 2006).

Bovine Virus Diarrhea (BVD) juga merupakan agen penyebab diare pada sapi, walaupun secara umum jarang dijumpai pada anak sapi yang baru lahir. Anak sapi yang baru lahir terinfeksi oleh BVD akan mengalami demam tinggi , susah nafas dan diare profus. Protozoa penyebab diare

Cryptosporidium banyak ditemukan hampir disemua kelompok sapi bahkan pada letupan neonatal enteritis dengan gejala diare di

Scotland pada tahun 2003 paling tinggi disebabkan eleh cryptosporidia (35%) sedangkan koksidia hanya 3% (MASON dan CALDOW, 2005). Protozoa ini memiliki ukuran jauh lebih kecil dari pada koksidia dan memiliki kemampuan untuk melekat pada sel lapisan usus halus dan merusak mikrovili, akibatnya akan menghambat proses penyerapan. Diare disesabkan oleh agen protozoa ini biasanya terjadi pada anak sapi umur tujuh sampai 21 hari. Anak sapi neonatal dilaporkan terserang diare akibat infeksi oleh

Cryptosporidium parvum (TROTZet al., 2005).

Coccidia species dapat menyebabkan diare pada anak sapi umur antara 3 minggu sampai 6 bulan. Infeksi menunjukkan klinis yang beragam dari sakit ringan, diare khronis sanpai diare berdarah. Jenis protozoa lain yaitu Giardia. Disebut sebagai penyebab diare pada anak sapi. Infeksi alam sering ditemukan kedua jenis protozoa yaitu Cryptosporidium dan Giardia (MC.ALLISTERet al., 2005; NYDAMet al., 2001; O’HANDLEY et al., 1999).

Non infeksi penyebab diare

Penyebab diare ini biasanya ditentukan oleh adanya kekurangan-kekurangan yang terjadi didalam manajemen di peternakan, seperti:

• Nutrisi yang tidak cukup dari induk waktu bunting terutama pada waktu sepertiga akhir kebuntingan akan menyebabkan terjadinya kualitas dan kuantitas kolostrum rendah dan terjadi defisiensi vitamin A dan E yang berpengaruh dengan terjadinya diare pada anak sapi (BARRINGTON and PARISH, 2001).

• Lingkungan yang tidak mendukung untuk anak sapi yang baru lahir. Tempat yang lembab, populasi padat, tempat terkontaminasi, induk yang baru melahirkan dicampur dengan induk lain, dan lain sebagainya merupakan stres bagi sapi yang baru lahir dan akan mudah terkena infeksi agen penyakit.

• Kurangnya perhatian terhadap anak sapi yang baru lahir terutama selama kelahiran yang susah atau kondisi cuaca yang tidak menguntungkan. Perubahan mendadak dari program pemberian pakan atau terjadi ketika pemberian susu buatan

(4)

(Calf Milk Replacement/CMR) tidak sesuai takaran, terlalu dingin atau bahkan basi.

Meskipun seringkali tidak sangat berbahaya dan tidak sampai menyebabkan kematian, diare non-infeksi pada anak sapi dengan cepat melemahkan tubuh akibatnya ternak rentan terkena diare infeksi atau penyakit lain yang

lebih parah.

DIAGNOSA

Diare merupakan bentuk dari abnormalitas jumlah cairan yang tinggi pada feses yang disebabkan oleh keluarnya cairan tubuh kedalam usus dan kegagalan penyerapan cairan dari isi usus selama proses pencernakan. Sehingga feses yang dihasilkan akan beragam dari agak padat sampai ke betul-betul cair. Tergantung dari beratnya penyakit atau agen penyebab penyakit maka feses akan bercampur darah dan hasil dari pelepasan lapisan kelenjar usus. Pada penderita diare yang tidak mampu minum akan terjadi dehidrasi yang ditandai dengan mata sayu dan dalam kondisi parah

terjadi collapse dan diikuti dengan kematian. Dalam beberapa kasus mungkin anak sapi tidak

mampu berdiri, depresi sebelum terjadi diare. Banyak penyebab diare baik yang infeksius maupun non infeksius, gejala klinis bersifat umum sehingga tidak mungkin menentukan penyebabnya berdasarkan gejala klinis.

Identifikasi penyebab diare sangat diperlukan untuk menentukan pengobatan, pencegahan dan strategi pengawasan. Diagnosa uji perlu dilakukan selama itu diperlukan untuk keperluan penanggulangan. Pengobatan, dan vaksinasi sangat bervariasi tergantung dari agen patogen penyebabnya. Oleh karena sangat perlu dilakukan pengambilan sampel feses sebanyak kurang lebih 15 gram dari setiap ekor, minimal diambil dari 3 sebaiknya 6 ekor sedini mungkin sebelum dilakukan pengobatan untuk dilakukan uji terhadap agen yang berpotensi.

Beberapa uji misalnya: identifikasi bakteri, identifikasi oocyts (protozoa), ELISA (HOUSE et al., 1993) toksin, rotazyme ELISA, FAT, elektron mikroskop (virus), immuno-fluorescence, dan perubahan patologi.

PENANGGULANGAN Pencegahan

Pencegahan merupakan kunci utama untuk menghindari terjadinya letupan diare dalam suatu kelompok ternak. Pencegahan melaui program manajemen yang ditujukan untuk menghindari atau mengurangi terjadinya infeksi agen-agen penyebab diare dan meningkatkan kekebalan terhadap agen-agen penyebab diare sehingga optimis anak-anak sapi akan tahan terhadap agen-agen tersebut. Beberapa manajemen yang sangat perlu dilakukan adalah:

• Manajemen kolostrum penting untuk meningkatkan kekebalan terhadap agen-agen infeksi penyebab diare anak sapi. Anak sapi yang baru lahir tidak memiliki maternal antibodi terhadap agen penyebab diare atau penyakit lain dan vitamin A dan E. Pada sapi tidak terjadi perpindahan antibodi dari induk ke anak melaui plasenta (TIZARD, 1982), sehingga antibodi akan diperoleh melalui kolostrum (STOTTet al., 1979a, b, c).

• Manajemen pemberian pakan dan nutrisi yang baik untuk memastikan anak sapi tumbuh sehat dan kuat. Perubahan menu pakan baik jenis maupun jumlahnya harus dilakukan secara gradual dan perlahan-lahan.

• Manajemen kesehatan ternak dan lingkungan antara lain dengan melakukan isolasi penderita diare secepat mungkin dan desinfeksi lingkungan kandang. Pisahkan sapi dara dari sapi dewasa dan hindari tempat melahirkan yang lembab, basah dan sempit.

• Manajemen vaksinasi diperlukan untuk meningkatkan imunitas pada kelompok dara dan betina induk terhadap diare yang disebabkan oleh agen enfeksi yang akan menyebabkan meningkatnya kualitas kolostrum. Vaksinasi disarankan menggunakan salah satu vaksin rotavirus,

coronavirus, E. coli K99, Salmonella dan Clostridium perfringens tipe C terhadap kelompok sapi betina dimana diare pada anak sapi dalam kelompok tersebut telah ditetapkan sebagai masalah oleh dokter hewan. Vaksinasi paling efektif jika didasarkan pada diagnosa yang pasti dari

(5)

permasalahan yang ada dalam suatu peternakan atau kelompok peternakan atau suatu daerah. Penentuan dilakukan vaksinasi dan jenis vaksin yang akan digunakan berdasarkan kepada saran dokter hewan.

Pengobatan Pengobatan pada anak sapi yang menderita

diare sangat mirip tanpa memperhatikan penyebabnya. Pengobatan ditujukan langsung untuk memperbaiki dehidrasi dan asidosis yang terjadi dan memerkecil kerusakan usus. Beberapa langkah dalam pengobatan diare yang harus dilakukan adalah:

• Jika anak sapi mengalami dehidrasi berat (mata sayu), lemah atau kolaps yang disertai dengan tidak ada reflek menghisap susu maka perlu pemberian cairan elektrolit melalui intra vena.

• Jika anak sapi mengalami dehidrasi sedang dan masih bisa berdiri maka pemberian cairan elektrolit dilakukan peroral.

• Selama terapi dengan pemberian cairan elektrolit peroral dianjurkan untuk tidak diberi susu karena kan menyebabkan diare berlanjut, minimal pemberian susu dilakukan beberapa jam setelah pemberian cairan peroral

• Pemberian cairan peroral terus menerus lebih dari 2 hari sangat tidak dianjurkan Pengobatan khusus ditujukan untuk diare yang telah diketahui penyebabnya antara lain:

• Pengobatan dan pencegahan terhadap diare akibat agen cryptosporidium telah tersedia halofuginone sekarang sudah, dosis dan cara pemberiannya ditentukan oleh dokter hewan.

• Antibiotik hanya digunakan pada penderita diare oleh infeksi bakteri, dosis dan pemberiannya ditentukan oleh dokter hewan.

• Anti koksidia diberikan pada penderita diare oleh infeksi koksidia, dosis dan pemberiannya ditentukan oleh dokter hewan.

KESIMPULAN

Diare merupakan masalah yang terus terjadi terutama pada anak sapi perah yang disebabkan oleh agen infeksi (bakteri, virus dan protozoa) dan manajemen peternakan yang dilakukan setiap hari. Beberapa dari agen penyebab bersifat infeksius dan zoonosis (Salmonella spp., Cryptosporidium spp., Giardia spp., dan E.coli tertentu yang bersifat patogenik). Manajemen dalam pemberian pakan dan nutrisi cukup, manajemen kolostrum baik, manajemen kesehatan ternak dan lingkungan baik dan manajemen vaksinasi teratur sangat diperlukan untuk meminimalisasi atau meniadakan masalah diare pada anak sapi. Pengukuhan diagnosa dan pengobatan yang cepat dan benar, dan kemampuan untuk memberikan saran dapat mencegah terjadinya diare yang mewabah di suatu tempat

DAFTAR PUSTAKA

ACRES,S.D.,C.J.LAING,J.R.SAUNDERS andO.M. RADOSTITS. 1975. Acut undifferentiated neonatal diarrhea in beef calves: I. Occurrence and distribution of infectious agent. Can. J. comp. med. 39:116-132.

ACRES,S.D., J.R.SAUNDERS andO.M.RADOSTITS. 1977. Acut undifferentiated neonatal diarrhea in beef calves: The prevalence of enterotoxigenic E. coli, reo-like (rota) virus and other enteropathogens in cow-calf herd. Can. Vet. J. 18:274-280.

ACRES,S.D. 1985. Enterotoxigenic Escherichia coli infections in newborn calves: a review. J. Dairy Sci. 68: 229-256.

ANDERSON, D.C., D.D. KRESS, M.M. BERNARDINI, K.C.DAVIS,D.L.BOSS and D.E.DOORNBOS. 2003. The effect of scours on calf weaning weight. The Professional Animal Scientist. 19:399-403.

ATHANASSIOUS, R., G. MARSOLLAIS, R. ASSAF, S. DEA, I.P. DESCOTEAUX, S. DULUDE and C. MONPETIT. 1994. Detection of bovine corona virus and type A rotavirus in neonatal calf diarrhea and winter dysentery of cattle in Quebec: Evaluation of three diagnostic methods. Can. Vet. J. 35:163-169

(6)

BARRINGTON,G.M.and S.M.PARISH. 2001. Bovine neonatal immunology. Food Anim. Pract. 17:463-476.

BERGE,A.C.,D.A.MOORE andW.M.SISCHO. 2006. Prevalence and antimicrobial resistance patterns of Salmonella enterica calves from dairies and calf ranches. Am. J. Vet. Res. 67(9): 1580-1588.

CHOTIAH,S. 2006. Daftar Koleksi Biakan Mikroba Balitvet Culture Collection. Edisi tahun 2006. Balai Besar Penelitian Veteriner. Bogor. hlm. 48.

CROUCH,C.F.andS.D.ACRES. 1984. Prevalence of rotavirus and coronavirus antigens in the feces of normal cow. Can. J. Comp. Med. 48:340-342.

CROUCH,C.F.,H.BIELEFELDT-OHMAN,T.C.WATTS

and L.A.BABIUK. 1985. Chronic shedding of bovine enteric coronavirus antigen-antibody complexes by clinicali normal cow. J. Gen. Virol. 66:1489-1500.

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN. 2003. Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan Agribisnis Persusuan Menghadapi Era Pasar Bebas. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian RI. Jakarta.

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN, 2006. Statistik Peternakan 2006. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian RI. Jakarta. GYLES, C.L. 1986. Escherichia coli. In: Pathogenesis of bacterial infections in animal. C.L. GYLES and C.O. THOEN (Eds.). Ames, Iowa. Iowa State University Press. pp. 114-131.

HAMILTON,N.,J.MAC-LEOD andD.BUTLER. 1985. Functional and structural responses of intestine to enteric infection. In: Infectious Diarrhea in the Young: Strategies for control in Humans and Animal.Tripori, S. (Eds.). Proc. Of an International Diarrhea in South East Asia and Western Pacific Region, Geelong, Australia. pp. 165-171.

JANKE, B.H., D.H. FRANCIS, J.E. COLLIN, M.C. LIBAL,D.H.ZEMAN,D.D.JOHNSON andR.D. NEIGER. 1990. Attaching and effacing Escherichia coli infection as a cause of diarrhea in young calves. JAVMA. 196 (6): 897-901.

HOUSE,J.K.,B.P.SMITH,J.W.DILLING andL.DA -RODEN. 1993. Enzyme-linked immunosorbent assay for serologic detection of Salmonella Dublin carriers on a large dairy. Am. J. Vet. Res. 54(9):1391-1399.

KUSMIYATI dan SUPAR. 1998. Escherichia coli

verotoksik dari anak sapi perah penderita diare. Pros. Seminar Hasil-Hasil Penelitian Veteriner. Bogor, 18-19 Pebruari 1988. Balai Penelitian Veteriner, Bogor. hlm. 103-108. LANCE, S.E., G.J. MILLER, D.D. HANCOCK, P.C.

BARTLETT andL.E.HEIDER. 1992. Salmonella infections in neonatal dairy calves.

JAVMA.201(6): 864-868.

LAW,J. 1916. Diseases of Young Calves. In: Special report on diseases of Cattle. United States Department of Agricultural, Bureau of Animal Industry, Washington DC. pp. 245-261.

LUCCHELLI, A.,S.A.LANCE, P.B. BARTLETT, G.Y. MILLER and L.J. SAIF. 1992. Prevalence of bovine group A rotavirus shedding among dairy calves in Ohio. Am. J. Vet. Res. 53:169-174.

MASON,CandG.CALDOW. 2005. The control and management of calf diarrhea in beef herds. Technical Note (TN) 576. Supporting the land-based industries for over a century (SAC). West Mains Road, Edinburgh EH9 3JG. SAC reseives support from the Scottish Executive Environmrnt and Rural Affairs Departement.

MC. ALLISTER, T.A.,M.E. OLSON, A. FLETCH, M. WETZSTEIN and T.ENTZ. 2005. Prevalence of Giardia and Cryposporidium in beef cows in southern Ontario and beef calves southern British Columbia. Can. Vet. J. 46: 47-55. MOON,H.W. 1978. Mechanism in the Pathogenesis

of Diarrhea. A review. JAVMA.172:443-448. NYDAM,D.V.,S.E.WADE, S.L.SCHAAF andH.O.

MOHAMMED. 2001. Number of Cryptos-poridium parvum oocysts and Giardia spp. Cysts by dairy calves after natural infections. Am. J. Vet. Res. 62:1612-1615.

O’HANDLEY, R.M., C. COCKWILL, T.A. MC. ALLISTER,M.JELINSKI,D.W.MORCK andM.E. OLSON. 1999. Duration of naturally acquired giardiosis and cryptosporidiosis in dairy calves and their association with diarrhea. J.Am. Vet. Med. Assoc. 214:391-396.

PRIADI A.danL.NATALIA. 2006. Bakteri Penyabab Diare pada Sapi dan Kerbau. Di Indonesia. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Bogor, 5-6 September 2006. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm. 38-43.

POERNOMO, J.S. 2004. Variasi tipe antigen Salmonella pullorum yang ditemukan di

(7)

Indonesia dan penyebaran serotipe Salmonella pada ternak. WARTAZOA. 14(14):143-159. RALSTON,B.J.,T.A.MCALLISTER andOSLON. 2003.

Prevalence and infections pattern of naturally acquired giardiasis and cryptosporidiosis in range beef calves and their dams. Vet. Parasitol.114:113-122.

SAEPULLOH, M dan I. SENDOW. 2006. Deteksi Bovine rotavirus pada feses anak sapi dari beberapa daerah di Jawa Barat dengan menggunakan Uji Aglutinasi Latek. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Bogor, 5-6 September 2006. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm. 220-225.

SCHUMANN,F.J.,H.G.TOWNSEND andJ.M.NAYLOR. 1990. Risk factor for mortality from diarrhea in beef calves in Alberta. Can. J. Vet. Res.54:366-372.

SAIF, L.J. and K.L. SMITH. 1985. Enteric viral infections of calves and passive immunity. J. Dairy Sci. 68: 206-228.

STOTT, G.H., D.B.MARX,B.E.MENEFEE danG.T. NIGHTINGALE. 1979a. Colostral immuno-globulin transfer in calves: I. Period of absorption. J. Dairy Sci. 62:1632-1638. STOTT, G.H., D.B.MARX,B.E.MENEFEE danG.T.

NIGHTINGALE. 1979b. Colostral immuno-globulin transfer in calves: II. The rate of absorption. J. Dairy Sci. 62:1766-1773. STOTT, G.H., D.B.MARX,B.E.MENEFEE danG.T.

NIGHTINGALE. 1979c. Colostral immuno-globulin transfer in calves: III. Amount of absorption. J. Dairy Sci. 62:1902-1907.

SUWITO, W. 2005. Kejadian Escherichia coli

verotoksigenik pada susu sapi dari peternakan di Kabupaten Bogor, Sukabumi dan Cianjur. Tesis. Magister Sain. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

SWIFT,B.L.,G.E.NELMS andR.COLES. 1996. The effect of neonatal diare on subsequent weight gains in beef calves. Vet. Med. Small Anim.

Clin. 71: 1269-1272.

TIZARD, I. 1982. An Introduction to Veterinary Immunology. W.B. Saunder Company. Philadelphia: 154-177.

TROTZ-WILLIAMS,L.A.,B.D.JARVIE,S.W.MARTIN, K.E. LESLIE and A.S.PEREGRINE. 2005. Prevalence of Cryptosporidium parvum

infection in south western Ontario and its association with diarrhea in neonatal dairy calves. Can. Vet. J. 46:349-351.

VAN-ES,L. 1932. White scours. In: The Principle of Animal Hygiene and Preventive Veterinary Medicine. John. Wiley and Sons. Inc. New York. pp. 504-513.

WILLIAMSON, L. 2008. Young Ruminant Diarrhea.

In: Large Animal DIGESTIVE SYSTEM. http://lam. vet. uga. edu/ LAM/LM000154. HTML

DISKUSI Pertanyaan:

1. Apa perbedaan gejala klinis diare yang disebabkan oleh bakteri virus dan parasit?

2. Dari semua agen penyebab diare pada anak sapi, apakah sudah ada data dan kajiannya di Indonesia?

3. Apakah penyebab kasus diare anak sapi yang paling umum di Indonesia? 4. Apakah vaksinasi induk sapi penting

untuk dilakukan dan dapat disarankan pada peternak untuk menjaga kekebalan anak sapi yang dilahirkan?

Jawaban:

1. Diare pada anak sapi merupakan salah satu gejala penyakit yang disebabkan oleh agen penyakit bakteri, virus dan protozoa, disamping itu disebabkan oleh manajemen di peternakan. Pada umumnya gejala klinis sama terjadi diare yang diikuti dengan dehidrasi, dalam kondisi parah terjadi collapse dan diikuti dengan kematian. Dalam beberapa kasus mungkin anak sapi tidak mampu berdiri, depresi sebelum terjadi diare. Feses yang dihasilkan beragam dari agak padat (pasty) sampai ke betul-betul cair (watery) dan bercampur darah dan hasil dari pelepasan lepisan kelenjar usus tergantung dari agen penyebab penyakit. Misalnya: agen bakteri (Salmonella dan Clostridium) dan protozoa (koksidia dan giardia) dapat menyebabkan diare cair dan berdarah. E. coli penyebab enteritis, coronavirus, rotavirus dan cryptosporidium biasanya menimbulkan diare yang bersifat cair dan warna kuning pucat.

(8)

2. Penyebab diare pada anak sapi yang sudah ada data dan kajiannya di Indonesia adalah E. coli K99, Verotoksigenik E. coli, C. perfringens penghasil toksin alfa dan beta, Bovine rotavirus dan konsidia.

3. Penyebab diare pada anak sapi yang paling umum di Indonesia E. coli dan C. perfringens.

4. Vaksinasi induk sangat penting untuk memberikan kekebalan terhadap agen penyebab diare anak sapi. Perlu diingat anak sapi yang baru lahir tidak memiliki maternal antibodi terhadap agen penyebab diare atau penyakit lain karena pada sapi tidak terjadi perpindahan antibodi dari induk ke anak melalui plasenta, sehingga antibodi akan diperoleh melalui kolostrum induk yang diminum oleh anak sapi. Vaksinasi disarankan terhadap kelompok sapi betina dimana diare pada anak sapi dalam kelompok tersebut telah ditetapkan sebagai masalah oleh dokter hewan. Vaksinasi paling efektif jika didasarkan pada diagnosa yang pasti dari permasalahan yang ada dalam suatu peternakan atau kelompok peternakan atau suatu daerah. Penentuan dilakukan vaksinasi dan jenis vaksin yang akan digunakan berdasarkan kepada saran dokter hewan.

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Course Review Horay (CRH) Terhadap Keaktifan Belajar Dan Hasil Belajar Matematika Pada Materi Aritmatika Sosial Bagi Siswa

Universitas Terbuka, yang saat ini memasuki usia ke 29, tetap konsisten untuk selalu memberikan layanan bantuan belajar yang terbaik bagi semua mahasiswanya. Hal ini

Berdasarkan sampel telur hama penggulung daun pisang yang diambil dari lapangan dan dipelihara di laboratorium dapat diketahui bahwa mortalitas stadia telur diseb abkan

Atas rahmat, karunia, dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir “Desain dan Implementasi Tools Pendeteksi Hanging Board RAX dan TX Node-B

Salah satu penyebab pitting korosi terjadi diakbatkan karena kesalahan pemilihan elektroda, elektroda yang memiliki tensile strangth lebih besar dari pada tensile strangeth

Hal ini dilakukan karena apabila EMD dilakukan pada level yang lebih tinggi maka sinyal EKG yang dihasilkan menjadi datar, sehingga tidak terlihat perbedaan

Lampiran 11 Jumlah sampel menjawab Pelaksanaan Tugas Pokok PPL dalam mengikhtiarkan kemudahan- kemudahan bagi para petani dan keluarganya antara lain dalam mendapatkan,

Hasil obser- vasi, transkrip hasil wawancara dan studi dokumentasi yang sudah dilakukan peneliti menjadi materi diskusi dalam proses pembimbingan, kepastian data diungkap untuk