• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES PENGALENGAN IKAN TUNA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROSES PENGALENGAN IKAN TUNA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

KELAS : C KELOMPOK : 5

NAMA (NIM) : 1. Aditya Bayhaqi Suraji (H0919001) 2. Galih Dwi Prasetyo (H0919048) 3. Hanif Zaki Pratama (H0919049) 4. Mahardika Aria Kusuma (H0919061) 5. Mikael Figo Bara E. (H0919065) 6. Rizky Ezza Herliandy (H0919088)

PROSES PENGALENGAN IKAN TUNA A. IKAN TUNA

a. Kelebihan bahan/produk

Tuna mempunyai nilai gizi yang sangat luar biasa. Kadar protein pada ikan tuna hampir dua kali kadar lebih besar dari protein pada telur. Dapat diketahui bawha kadar protein per 100 gram ikan tuna dan telur masing-masing adalah sebesar 22,6 g dan 13 g. Selain itu, ikan tuna juga mengandung berbagai mineral penting yang esensial bagi tubuh. Kandungan iodium pada ikan tuna mencapai 28 kali kandungan iodium pada ikan air tawar. Iodium sendiri sangat berperan penting untuk mencegah penyakit gondok dan meningkatkan kecerdasan anak. Tidak hanya itu, ikan tuna juga kaya akan selenium. Konsumsi 100 gram ikan tuna cukup untuk memenuhi 52,9 persen kebutuhan tubuh akan selenium. Selenium sendiri mempunyai peran penting di dalam tubuh, yaitu mengaktifkan enzim antioksidan glutathione peroxidase. Selebihnya, ikan tuna mengandung vitamin A (retinol) dan vitamin B (thiamin, riboflavin, dan niasin) (Stansby dan Olcott, 1963).

Pada umumnya, pengolahan ikan tuna akan menyisakan hasil samping berupa kulit, kepala, tulang ataupun isi perut ikan yang seringkali dibuang begitu saja.

Padahal, hasil samping tersebut dapat dimanfaatkan menjadi produk yang bernilai.

Dapat diketahui pula bahwa bagian selain daging pada ikan tuna memiliki potensi gizi yang baik dan mengandung protein yang lebih banyak dibandingkan dengan daging (Hadinoto dan Idrus, 2018). Ikan tuna terdiri dari 50-60% bagian tubuh yang bisa

(2)

dikonsumsi. Pengolahan fillet tuna menghasilkan 30-40% limbah dari total berat bersih sehingga dapat dikatakan bahwa 60-70% dari tubuh ikan merupakan limbah yang tidak dimanfaatkan (Silva dkk., 2010). Dengan begitu, limbah ikan tuna memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan menjadi produk baru.

Pada tahun 2011 produksi Tuna, Tongkol dan Cakalang dunia sebesar 6,8 juta ton dan meningkat menjadi lebih dari 7 juta ton pada tahun 2012 dengan rata-rata produksi Tuna, Tongkol dan Cakalang periode tahun 2005-2012 sebesar 1.033.211 ton (KKP, 2015). Indonesia telah memasok lebih dari 16% produksi Tuna, Tongkol dan Cakalang dunia. Pada tahun 2013, volume ekspor Tuna, Tongkol dan Cakalang mencapai sekitar 209 410 ton dengan nilai USD 764,8 juta (KKP, 2014). Disamping itu, Indonesia juga merupakan negara kontributor produksi terbesar diantara 32 negara anggota Indian Ocean Tuna Commission (IOTC) dengan rata-rata produksi tahun 2009 – 2012 sebesar 356.862 ton per tahun ( KKP, 2015).

Kemudian dari total produksi ikan tuna sebesar 11% dari potensi produksi ikan tuna dunia ini, sebesar 70% nya diekspor dengan pasar ekspor terbesar Amerika dan Jepang, sedangkan 30% diserap pasar dalam negeri. Meski demikian, konsumsi ikan tuna dalam negeri sebesar 30% dinilai cukup besar. Kebanyakan masyarakat Indonesia lebih banyak mengonsumsi ikan tuna kalengan daripada ikan tuna segar atau ikan tuna beku.

b. Kelemahan bahan/produk

Ikan tuna biasanya diterima dalam bentuk beku dan sangat rentan terhadap kerusahan. Untuk itu perlu adanya proses untuk mempertahankan mutu bahan baku terkhususnya ikan tuna, salah satunya adalah pengalengan. Pengalengan merupakan tindakan mengemas bahan pangan dalam wadah yang tertutup rapat sehingga udara dan zatzat maupun organisme yang merusak atau membusukkan tidak dapat masuk, kemudian wadah dipanaskan sampai suhu tertentu untuk mematikan pertumbuhan mikroorganisme yang ada. Melalui perlakuan tersebut terjadi perubahan keadaan bahan makanan, baik sifat fisik maupun kimiawi sehingga keadaan bahan ada yang menjadi lunak dan enak dimakan. Dalam pengalengan sendiri wadah kaleng harus melewati proses thermal atau sterilisasi. sterilisasi secara komersial adalah proses pemanasan wadah serta isinya pada suhu dan jangka waktu tertentu yang bertujuan

(3)

untuk menghilangkan atau mengurangi faktor faktor penyebab kerusakan makanan terutama bakteri pembusuk dan bakteri patogen pada suhu 121oC menggunakan retort (Ndahawali dkk, 2016). Sterilisasi yang dilakukan pada saat pengalengan ikan Tuna bertujuan untuk memberikan penentuan jaminan keamanan bahan makanan dan mempertimbangkan mutu akhir dari produk, bukan semata-mata untuk membunuh mikroba, tetapi juga harus meminimalkan kerusakan mutu yang disebabkan oleh pemanasan yang berlebih.

(4)

B. RANCANGAN PROSES

Ikan Tuna

Gambar 1 Diagram Alir Proses Pengalengan Ikan Tuna Thawing

Pemotongan

Pengisian medium Pemasakan

Pengisian daging

Penutupan kaleng

Sterilisasi Pre cleaning

Metal detecting

Stuffing Packaging

Inkubasi

(5)

Proses pengalengan ikan tuna dimulai dari proses thawing. Thawing merupakan proses pelelehan ikan. Tahap ini berlangsung di area defrost. Suhu yang digunakan pada proses ini berkisar -7°C-15°C. Proses selanjutnya adalah pemotongan ikan tuna. Pada proses ini, jeroan ikan tuna dibuang dan ikan dipotong sesuai prosedur.

Pemotongan menggunakan pisau yang sudah steril dan layak dipakai karena jika kondisi tidak steril akan menyebabkan kontaminasi pada ikan tuna. Setelah proses pemotongan, ikan tuna yang sudah dipotong diletakkan di sebuah rak. Proses pemasakan menggunakan dua jenis mesin yaitu cooker otoamatis dan non otomatis.

Suhu setelah proses pemasakan yaitu ≥ 60°C untuk soft cook dan ≥ 65°C untuk hard cook. Setelah semua suhu sesuai maka dilakukan proses pendinginan ikan. Suhu setelah proses pendinginan ikan yaitu < 55°C. Setelah dilakukan pendinginan, ikan memasuki tahap pre cleaning. Pada tahap ini dilakukan pemotongan kepala, pemotongan ekor, dan pembersihan sisik. Ikan tuna yang akan dilakukan pemotongan bagian tubuh harus sudah matang. Kondisi pisau yang digunakan juga harus sudah steril.

Setelah proses pre cleaning, dilakukan proses cleaning. Pada proses ini, daging putih dan daging merah pada ikan tuna dipisahkan. Pemotongan dan pengerikan daging menggunakan pisau. Kembali lagi, pisau harus dalam keadaan yang bersih.

Kemudian, dilakukan proses metal detecting. Pada proses ini, bahan dideteksi apakah mengandung logam atau tidak. Pendeteksian bahan menggunakan alat yang berguna untuk mengatur sensitivitas detector logam (Fe Ø 0.8mm / Ø 1.2mm, Sus Ø 3.0mm / 4.8 mm, Al Ø 2.0 mm). Tahapan selanjutnya adalah proses pengisian daging ikan.

Pada tahapan ini, kondisi kaleng harus dalam keadaan yang baik dari segi kualitas.

Selain itu, kondisi tutup kaleng juga harus baik agar produk akhir berkualitas. Jenis kaleng yang digunakan ada kaleng T2, T3, TC, UC, SW, T1K, T2K. Tahapan selanjutnya adalah pengisian medium dan bumbu. Jenis-jenis medium yang digunakan antara lain soya bean oil, sun flower oil, brine, water, tomato sauce, olive oil, dan oil blend atau mixed oil. Adapun juga jenis bumbu yang digunakan oleh PT Aneka Tuna Indonesia antara lain mayonnaise, garlic, hot chili, chili, lemon pepper, fried rice, rica- rica, rendang, corn salad, sambal goreng, macaroni salad, pineapple salad, tomato

(6)

sauce. Pada pengisian medium ini dilakukan sesuai selera konsumen atau kebutuhan konsumen.

Setelah pengisian medium dan bumbu, kaleng sarden ditutup menggunakan mesin steamer. Selanjutnya, kaleng masuk ke dalam proses sterilisasi. Proses ini merupakan proses paling penting dalam pengalengan makanan. Tujuan dari proses ini untuk membuhuh bakteri pathogen serta membuat produk menjadi cukup masak dilihat dari penampilan, tekstur, dan cita rasa yang diinginkan. Proses sterilisasi menggunakan mesin retort. Suhu dan waktu yang digunakan untuk sterilisasi ikan tuna berbeda berda. Sterilisasi bergantung pada jenis kaleng yang digunakan. Dibawah merupakan suhu dan waktu yang digunakan untuk sterilisasi kaleng ikan tuna.

Tabel 1 Suhu dan Waktu Sterilisasi Untuk Beberapa Tipe Produk Tuna Kaleng

Sumber : Akbarsyah (2006)

Setelah sterilisasi selesai, dilakukan pengecekan terhadap kerusakan kaleng.

Kaleng yang rusak adalah yang menggembung atau bocor. Kemudian, kaleng diinkubasi dan disimpan dalam gudang minimal 7 hari. Tahap terakhir adalah proses stuffing. Tahap ini merupakan tahap distribusi produk ke konsumen.

Pengawetan bertujuan untuk memperpanjang masa simpan bahan pangan tersebut. Salah satu usaha untuk meningkatkan daya simpan dan daya awet pada produk ikan adalah dengan pengalengan ikan. Kandungan protein yang cukup tinggi pada ikan menyebabkan ikan mudah rusak bila tidak segera dilakukan pengolahan dan pengawetan. Proses pengalengan terbagi dari benerapa tahapan. Salah satunya yaitu sterilisasi, proses paling penting dalam pengalengan makanan sehingga termasuk titik kritis atau Critical Control Point (CCP). Proses ini tidak hanya

(7)

bertujuan menghilangkan mikroba pembusuk dan patogen saja, melainkan juga berguna untuk membuat produk menjadi cukup masak dilihat dari penampilan, tekstur, dan cita rasa yang diinginkan. Perlakuan terbaik dalam proses sterilisasi ini dimulai ketika suhu ikan tuna kalengan mencapai 82,2°C dan dijaga konstan hingga 121,1°C. Proses sterilisasi tersebut diatur selama 50 menit untuk memastukan tingkat kematian bakteri guna mengendalikan proses untuk mendapatkan target yang diinginkan. Perlakuan tersebut membuat tuna awet selain itu mempertahankan histamin pada daging ikan tuna. Proses thermal yang dilakukan juga menyebabkan enzim dari E. aerogenes terhambat kerjanya.

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Hadinoto, Sugeng dan Syarifudin Idrus. 2018. Proporsi dan Kadar Proksimat Bagian Tubuh Ikan Tuna Ekor Kuning (Thunnus Albacares) dari Perairan Maluku. Majalah Biam, 14 (2): 51- 57.

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2014. Statistik PerIkanan Tangkap 2014. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. KKP. Jakarta.

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2015. Rencana Pengelolaan Perikanan Tuna, Cakalang dan Tongkol. Direktorat Sumber daya Ikan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. KKP.

Jakarta.

Silva, T. M., P. S. Sabaini, W. P. Evangelista, dan Gloria. 2010. Occurrence of Histamine in Brazilian Fresh and Canned Tuna. Food Control, 22 (2): 323- 327.

Stansby, M. E. dan H. S. Olcott. 1963. Composition of Fish. Reinhold Publishing Co. Chapman and Hall Ltd. London.

Gambar

Gambar 1 Diagram Alir Proses Pengalengan Ikan Tuna Thawing Pemotongan Pengisian medium Pemasakan Pengisian daging Penutupan kaleng Sterilisasi Pre cleaning Metal detecting Stuffing Packaging Inkubasi
Tabel 1 Suhu dan Waktu Sterilisasi Untuk Beberapa Tipe Produk Tuna Kaleng

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis yang dilakukan pada ikan tuna dalam penelitian ini menghasilkan lama waktu pengosongan lambung pada ikan tuna jenis mata besar, sirip biru selatan, maupun

Penelitian tentang pemanfaatan limbah tulang ikan tuna ( Thunnus s p.) dimaksudkan untuk menghasilkan tepung tulang ikan tuna berkalsium tinggi dan mengetahui karakteristik mutu

Penelitian tentang pemanfaatan limbah tulang ikan tuna ( Thunnus s p.) dimaksudkan untuk menghasilkan tepung tulang ikan tuna berkalsium tinggi dan mengetahui karakteristik mutu

Pengawasan mutu bahan baku adalah tahapan awal yang penting dalam proses pengalengan ikan karena akan menentukan mutu produk ikan kaleng pada tahapan

layout dalam ruang proses dalam pengalengan ikan tuna adalah penerimaan bahan baku, penyimpanan di cold storage, penyiangan, pemasakan pendahuluan (precooking),

Untuk kelompok ikan tuna, bagian ikan yang dapat dimakan berkisar antara 50 –   –  60 % (Stanby,  60 % (Stanby, 1963). Kadar protein daging putih ikan tuna lebih tinggi dari

Karakteristik biologi pada limbah industri pengalengan ikan yang berkaitan dengan  penguraian bahan-bahan organik yang dikukan oleh mikroorganime autotrof

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen laboratorium yang bertujuan untuk memberikan data mutu dan keamanan pangan ikan tuna yang yang dijual di Pasar Ikan