• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Limbah Pengalengan Ikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Limbah Pengalengan Ikan"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH LIMBAH PENGALENGAN IKAN

MAKALAH LIMBAH PENGALENGAN IKAN

BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang

Perkembangan zaman dengan tingkat modernisasi yang semakin merajalela dengan Perkembangan zaman dengan tingkat modernisasi yang semakin merajalela dengan tututan berbagai hal semakin meningkat secara dinamis yang didukungan oleh perkembangan tututan berbagai hal semakin meningkat secara dinamis yang didukungan oleh perkembangan teknologi yang canggih. Hal ini sangat tampak jelas pada perkembangan industri pangan, dimana teknologi yang canggih. Hal ini sangat tampak jelas pada perkembangan industri pangan, dimana semakin meningkat proses pengolahan yang sudah mampu mengikuti prosedur-prosedur semakin meningkat proses pengolahan yang sudah mampu mengikuti prosedur-prosedur  berstandar

 berstandar yang yang aplikasinya aplikasinya oleh oleh seluruh seluruh industri industri pangan pangan di di dunia. dunia. Penerapan Penerapan sudahsudah diaplikasikan mulai dari pemilihan bahan baku, peralatan yang digunakan, ruangan yang diaplikasikan mulai dari pemilihan bahan baku, peralatan yang digunakan, ruangan yang  berstandar,

 berstandar, proses proses pengolahan pengolahan yang yang benar, benar, jaminan jaminan konsumen, konsumen, bahkan bahkan sampai sampai dengandengan  penanganan dan pemanfaatan hasil samping dari kegiatan industri yang dilakukan.

 penanganan dan pemanfaatan hasil samping dari kegiatan industri yang dilakukan.

Mengingat tingginya konsumtif masyarakat terhadap ikan menyebabkan industri pangan Mengingat tingginya konsumtif masyarakat terhadap ikan menyebabkan industri pangan  berbasis

 berbasis pengalengan pengalengan ikan ikan semakin semakin berkembang berkembang pesat. pesat. Salah Salah satu satu indikator indikator dilakukandilakukan  pengalengan p

 pengalengan pada ikan ada ikan adalah adalah kandungan protein kandungan protein dan kaya dan kaya akan akan omega-3 omega-3 yang sangat yang sangat baik bbaik bagiagi kesehatan manusia, dan dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan ikan terutama ikan kesehatan manusia, dan dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan ikan terutama ikan segar.

segar.

 Namun

 Namun dari dari kegiatan kegiatan industri industri yang yang dilakukan dilakukan terdapat terdapat dampak dampak negatif negatif berupa berupa hasilhasil sampingan , dimana cukup menyedot perhatian publik yaitu berupa limbah. Mengingat sampingan , dimana cukup menyedot perhatian publik yaitu berupa limbah. Mengingat  pentingnya menjaga

 pentingnya menjaga ekosistem lingkungan sehinggga ekosistem lingkungan sehinggga sangat perlu sangat perlu untuk melakukan untuk melakukan penangananpenanganan limbah dengan tujuan menghindari terjadinya kehilangan keseimbangan alam yang dapat limbah dengan tujuan menghindari terjadinya kehilangan keseimbangan alam yang dapat menimbulkan berbagai ancaman dimasa yang akan datang. Dalam penanganan limbah terdapat menimbulkan berbagai ancaman dimasa yang akan datang. Dalam penanganan limbah terdapat dua alternatif dalam menangani limbah yaitu melakukan penanganan dengan tujuan mereduksi dua alternatif dalam menangani limbah yaitu melakukan penanganan dengan tujuan mereduksi  bahan-bahan

 bahan-bahan limbah limbah sampai sampai dengan dengan batas batas baku baku mutu mutu limbah limbah yang yang aman aman untuk untuk dibuang dibuang atauatau dengan melakukan proses pengolahan menjadi bahan atau produk yang dapat dimanfaatkan. dengan melakukan proses pengolahan menjadi bahan atau produk yang dapat dimanfaatkan. Proses penangan bisanya dapat dilakukan dengan berbagai metode tergantung jenis dan Proses penangan bisanya dapat dilakukan dengan berbagai metode tergantung jenis dan karakteristik limbah yang ditangani.

karakteristik limbah yang ditangani. 1.2 Tujuan Penulisan

1.2 Tujuan Penulisan

- Untuk mengetahui karakteristik limbah pengalengan ikan. - Untuk mengetahui karakteristik limbah pengalengan ikan.

(2)

- Untuk mengetahui sumber-sumber limbah pengalenganikan. - Untuk mengetahui sumber-sumber limbah pengalenganikan. - Untuk mengetahui bentuk-bentuk limbah pengalengan ikan. - Untuk mengetahui bentuk-bentuk limbah pengalengan ikan. - Untuk mengetahui standar baku mutu limbah pengalengan ikan. - Untuk mengetahui standar baku mutu limbah pengalengan ikan.

- Untuk mengetahui cara ataupun metode penanganan atau pemanfaatan limbah pengalengan ikan. - Untuk mengetahui cara ataupun metode penanganan atau pemanfaatan limbah pengalengan ikan.

BAB 2

BAB 2

LIMBAH PENGALENGAN IKAN

LIMBAH PENGALENGAN IKAN

2.1 Karakteristik Limbah Pengalengan Ikan

2.1 Karakteristik Limbah Pengalengan Ikan 2.11 Karakteristik fisik 

2.11 Karakteristik fisik 

Adapun karakteristik fisik limbah pengalengan yaitu terdiri dari : Adapun karakteristik fisik limbah pengalengan yaitu terdiri dari : a. Berwujud padat dan cair 

a. Berwujud padat dan cair 

 b. Warna dari limbah cair adalah berwarna merah bata sampai cokelat, yang  b. Warna dari limbah cair adalah berwarna merah bata sampai cokelat, yang

disebabkan bercampur dengan darah ikan. disebabkan bercampur dengan darah ikan.

c. Aroma bau amis, disebabkan oleh dekomposisi lanjut protein yang kaya akan asam amino c. Aroma bau amis, disebabkan oleh dekomposisi lanjut protein yang kaya akan asam amino

 bersulfur

 bersulfur (sistein), (sistein), meningkatkan meningkatkan asam asam sulfida, sulfida, gugus gugus tiol, tiol, dan dan amoniak. amoniak. Asam Asam lemak lemak rantairantai  pendek dikomposisi bahan organik juga akn menyebabkan bau bu

 pendek dikomposisi bahan organik juga akn menyebabkan bau busuk.suk.

d. Total padatan tersuspensi (TSS) sebesar 50 mg/L dan untuk padatan terlarut (TDS) sebesar 2000 d. Total padatan tersuspensi (TSS) sebesar 50 mg/L dan untuk padatan terlarut (TDS) sebesar 2000

mg/L. mg/L.

2.12 Karakteristik kimia 2.12 Karakteristik kimia

Terdapat karakteristik kimia limbah pengalengan yaitu terdiri dari : Terdapat karakteristik kimia limbah pengalengan yaitu terdiri dari :

(3)

a. pH limbah pengalengan ikan berkisar 6-9. Semakin tinggi atau rendaahnya tingkat keasaman dapat menyebabkan terganggunya kehidupan biota air dan pH yang terlalu asam dapat mempercepat pengkaratan (korosif).

 b. Nilai BOD5 100 mg/L dan COD sebesar 75 mg/L berdasarkan standar mutu. Semakin tinggi nilai

BOD maka semakin tinggi pula tingkat pencemaran.

c. Kandungan logam berat, seperti Pb sebanyak 0,1 mg/L pada limbah pengalengan ikan.

d. Kandungan lemak/minyak, diperoleh dari proses pengolahan sehingga dihasilkan pada limbah  pengalengan ikan yaitu 10 mg/L.

2.13 Karakteristik biologi

Karakteristik biologi pada limbah industri pengalengan ikan yang berkaitan dengan  penguraian bahan-bahan organik yang dikukan oleh mikroorganime autotrof berupa proses nitrifikasi. Proses ini terjadi melalui oksidasi ammonium menjadi nitrit dan selanjutnya menjadi nitrat. Telah diketahui banyak jenis mikroba nitrifikasi yang berperan didalamnya, tetapi tidak satupun yang dapat merubah langsung ammonium menjadi nitrat. Proses oksidasi ammonium menjadi nitrit dilakukan oleh  Nitrosomonas sp, dan oksidasi nitrit dilakukan oleh Nitrobacter sp. Oleh karena itu pada limbah industri pengalengan ikan sering menimbulkan bau amoniak dan  biasanya dengan jumlah 1 mg/L.

2.2 Potensi jenis limbah yang dihasilkan dari setiap tahapan proses pengalegan

Terdapat tahapan proses dalam pengalengan ikan yang memungkinkan munculnya berbagai jenis limbah yaitu sebaagai berikut

1) Penerimaan bahan baku

Gambar 1. Penyotiran bahan baku

Setiap bahan baku yang diperoleh harus diperiksa mutunya paling tidak secara organoleptik dan ditangani sesuai dengan persyaratan teknik sanitasi dan higiene. Ikan yang tidak memenuhi persyaratan

(4)

bahan baku harus ditolak. Untuk bahan baku segar harus segera dilakukan pencucian menggunakan air mengalir dengan suhu maksimum 5oC. Bahan baku yang diterima dalam keadaan beku, apabila

menunggu proses penanganan selanjutnya maka harus disimpan dalam es yang bersuhu -25oC. Bahan

baku yang dalam keadaan segar apabila menunggu proses penanganan selanjutnya harus disimpan pada suhu chilling (0C).

Jenis limbah : Limbah cair, penggunaan air mengalir untuk mencuci ikan segar. 2) Persiapan

Gambar 2. Pemotongan bagian yang tidak diinginkan

Apabila bahan baku masih dalam keadaan beku maka dilakukan pelelehan (thawing) dalam air mengalir yang bersuhu 10o

– 15oC. Untuk ikan dalam keadaan utuh, dilakukan pemotongan kepala, sirip

dan pembuangan isi perut. Sedangkan ikan yang berukuran besar dilakukan pemotongan bagian badan menjadi ukuran yang sesuai dengan alat precooking dan selanjutnya ditempatkan dalam rak pre-cooking.

Jenis limbah : Limbah padat, sisa bagian tubuh ikan dari kegiatan pemotongan seperti kepala, sirip, isi perut, darah, sisik.

3) Pemasakan pendahuluan (pre-cooking)

Ikan tuna yang telah disiapkan dalam rak dimasukkan ke dalam alat pemasak menggunakan uap panas (steam). Waktu yang dibutuhkan untuk pemasakan pendahuluan tergantung pada ukuran ikan, namun umumnya berkisar 1  4 jam (mampu mereduksi 17,5 % kadar air dari daging ikan) dengan suhu pemasakan 100o

– 105o C.

Jenis limbah : Limbah cair, medium air yang digunakan sebagai pemanas (dalam jumlah sedikit). 4) Penurunan suhu

Ikan yang telah dimasak dikeluarkan dari alat pemasak dan diturunkan suhunya sampai ikan dapat ditangani lebih lanjut (30o C) dalam waktu maksimum 6 jam.

(5)

Daging ikan dibersihkan dari sisik, kulit, tulang dan daging merah menggunakan pisau yang tajam. Kulit, tulang dan daging merah yang terbuang ditampung dalam wadah yang terpisah.

Jenis Limbah : Limbah padat, berupa sisik, kulit, tulang, daging merah. 6) Pemotongan

Daging putih yang telah bersih dari kulit, tulang dan daging merah, dipotong-potong dengan ukuran yang disesuaikan dengan ukuran kaleng. Pada tahap pemotongan ini sekaligus dilakukan sortasi terhadap daging yang rusak. Daging putih yang telah dipotong secepatnya harus dimasukkan/diisikan ke dalam kaleng.

Jenis limbah : Limbah padat, berupa daging yang rusak dan daging sisa pemotongan. 7) Pengisian

Gambar 3. Pengisian daging kedalam kaleng

Pengisian daging ke dalam kaleng dilakukan dengan cara menata daging ikan ke dalam kaleng sesuai dengan tipe produk (solid, chunk, flake, standard, grated ).

a) Solid : 1– 2 potong daging putih, bebas serpihan.

b) Standard : 2– 3 potong daging putih, serpihan maksimum 2 %.

c) Chunk : serpihan daging putih satu kali makan, sepihan flake maks 40 %. d) Flake : potongan daging kecil < chunk.

e) Grated : daging kecil ( flake, tidak seperti pasta).

 Jenis Limbah : Limbah padat, berupa serpihan dari potongan ikan 8) Penambahan medium

Medium ditambahkan sesaat sebelum kaleng ditutup. Suhu medium antara 70 – 8oC. Pengisian

media hingga batas head space atau antara 6 –  10 % dari tinggi kaleng. Tahap ini medium biasanya

dapat dipanaskan terlebih dahulu untuk mengusir oksigen yang dapat dipergunakan oleh mikroorganisme untuk tumbuh, hal ini dikenal dengan exhausting.

(6)

Gambar 4. Proses pengisian dan exhausting 9) Penutupan kaleng

Gambar 5. Penutupan kaleng

Penutupan kaleng dilakukan dengan sistem double seaming dan dilakukan pemeriksaan secara periodik.

Jenis limbah : Limbah padat, berupa tutup kaleng yang rusak.

(7)

Gambar 6. Proses sterilisasi

Sterilisasi dilakukan di dalam retort dengan nilai Fo sesuai dengan jenis dan ukuran kaleng, media dan tipe produk dalam kemasan atau equivalent dengan nilai Fo > 2,8 menit pada suhu 120oC.

Pada setiap sterilisasi harus dilakukan pencatatan suhu secara periodik. Jenis limbah : Limbah cair, berupa air bekas medium pemanas.

11) Penurunan suhu dan pencucian

Gambar 7. Tahapan pendinginan dan pengepakan

Penurunan suhu dan pencucian menggunakan air yang mengandung residu khlor 2 ppm. Setelah dikeluarkan dari retort, kaleng dipindahkan ke tempat yang terlindung (restricted area) untuk pendinginan dan pengeringan.

Jenis limbah : Limbah cair berupa senyawa khlor 2 ppm, es dari penyimapan ikan. 12) Pemeraman

Kaleng yang telah dingin dimasukkan ke dalam suatu ruang dengan suhu kamar dan diletakkan dengan posisi terbalik, dan kemudian dilakukan pengecekan terhadap kerusakan kaleng. Kaleng yang dianggap rusak adalah kaleng yang menggembung atau bocor. Pemeraman dilakukan minimal selama 7 (tujuh) hari.

(8)

Berikut diagram alir proses pengalengan ikan pada berbagai industri :

Gambar 8. Diagram alir proses pengalengan ikan

BAB. 3

LIMBAH PADAT

3.1 Sumber limbah padat pengalengan ikan 3.11 Bagian tubuh ikan

Limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan industri pengalengan ikan dapat berasal dari  bagian tubuh ikan yaitu :

(9)

- Kepala ikan -Tulang ikan - Perut ikan - Ekor ikan - Sisik 

- Bahkan ada pengalengan ikan yang mengeluarkan kulit ikan itu sendiri 3.12 Kemasan

Dalam kegiatan pengalengan biasanya digunakan wadah pengemas untuk mewadahi sekaligus menjaga keamanan ikan yang dikalengkan sehingga masa simpan dapat diperpanjang, namun disisi lain sisa hasil pembentukan pengalengan dan setelah digunakan oleh konsumen menjadi limbah yang berbasis rumah tangga yang berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu kemasan kaleng yang digunakan menjadi sumber limbah padat dari pengalengan ikan.

3.3 Penanganan - Bagian tubuh ikan

Limbah padat yang dihasilkan dari proses pengalengan ikan ini umumnya sangat jarang sekali dilakukan penanganan untuk dibuang ke badan air. Namun mengingat potensi dari limbah  padat yang masih memiliki kandungan gizi dan nilai ekonomis yang tinggi, sehingga limbah  padat diolah menjadi berbagai produk yang bernilai ekonomis tinggi. Pengolahan seperti itu juga dapat meminimalkan limbah dari ikan pengalengan ikan tersebut. Pengolahannya juga dapat menambah pemasukan industri tersebut.

- Kemasan

Daurulang kaleng menjadi kaleng yang dapat digunakan kembali, caranya dengan melakukan peleburan dengan cara melelehkan kaleng dengan suhu 12000C dan kemudian dilakukan pembentukan kembali.

Kaleng merupakan salah satu hasil produksi yang menggunakan alumunium sebagai bahan  bakunya. Gagasan yang diajukan untuk mengurangi jumlah sampah kaleng yaitu dengan

cara recovery, dimana lapisan aluminium dari sampah tersebut menjadi tawas. Pembuatan tawas dari sampah ini sangat mudah. Kaleng dibakar untuk menghilangkan pengotor aluminium seperti lapisan plastik, cat ataupun kertas. Jika sudah bersih, aluminium dipotong kecil-kecil dan

(10)

dilarutkan dalam KOH dengan perbandingan masa alumunium dan KOH sebesar 1 : 2. Jika aluminium telah larut seluruhnya, larutan ini disaring dan filtratnya ditambah dengan H2SO4

sampai endapan larut. Jika endapan telah larut maka larutan terebut didiamkandan kristal tawas akan segera terbentuk.Pembuatan tawas dengan metode ini dapat mengurangi biaya  produksiyang tinggi. Biaya produksi dapat ditekan lebih dari 50% dengan penggunaan bahan  baku sampah aluminium ini. Selain mengurangi biaya produksi, dengan metode ini limbah aluminium dapat dikurangi karena hampir 99% sampah aluminium memiliki komposisi aluminium yang sama dengan aluminium baru, sehingga kualitas produksi tidak akan turun.

BAB. 4 LIMBAH CAIR 

4.1 Sumber limbah cair 4.11 Darah

(11)

Darah merupakan salah satu sumber limbah cair dari aktivitas industri pengalengan ikan.  Namun jumlahnya tidak menunjukkan presentase dalam jumlah yang besar sehingga bisanya darah yang berwujud cair ini hanya akan mempengaruhi warna dari pada badan air yang mengandung limbah pengalengann ikan.

4.12 Proses pengolahan

Berdasarkan sumbernya air limbah yang dihasilkan dikawasan industri pengolahan ikan dikelompokan menjadi 2 jenis, yaitu :

1. Air limbah domestik, yaitu air limbah yang berasal dari kamar mandi, toilet, kantin, wastavel dan tempat wudu. Sesuai dengan aktivitasnya, maka sumber air limbah ini akan dihasilkan oleh setiap industry yang ada.

2. Air limbah produksi, berasal dari aktifitas produksi seperti pencucian komponen-komponen  peralatan dan lantai produksi. Sesuai dengan kegiatan industri dan setiap aktivitas yang ada

didalam suatu perusahaan.

Didalam proses produksi, air yang digunakan untuk kegiatan seperti : - Pencucian/pembersihan bahan baku

- Pembersihan isi perut ikan

- Pemasakan dan pembersihan lokasi pabrik 

Oleh karena itu banyak air yang digunakan dalam sekali produksi tidak sedikit. Dalam data survey penggunaan air dalam industri ikan dalam suatu daerah dapat dilihat dalam tabel  beriku:

Tabel 1. Penggunaan air dalam berbagai industri pengolahan ikan

No. Industri m3/ton

1. Pengalengan Ikan 20

2. Tepung Ikan 12

3. Cold Storage Ikan 15

4. Minyak Ikan 10

5. Pengoalah Ikan Lainya 15 6 Keperluan Ikan Domestik  0,10

Dengan asumsi diatas diketahui jumlah air yang digunaan dalam satu hari mencapai rata-rata 14 m3/ton dalam satu kali produksi. Dengan jumlah yang sangat banyak ini tentu akan menghasilkan limbah cair yang sangat banyak dan tentu tidak dapat langsung dibuang karena dapat meningkatkan beban lingkungan.

(12)

Dalam pengalengan ikan digunakan bahan tambahan yang berpotensi menimbukan limbah. Limbah ini berasal dari air yang mengandung garam, campuran minyak kedelai, asam sorbat, kalium, natrium sorbat, dan cairan yang mengandung zat zat organik hasil pengolahan. Selain itu limbah cair juga dihasilkan dari medium pengalengan seperti saos cabai atau saos tomat dan minyak sayur (vegetable oil), air, sirup, minyak, atau larutan garam mendidih.

4.2 Mikroorganisme limbah cair

Limbah cair yang tidak langsung ditangani menimbulkan sejumlah dampak negatif yang salah satu faktor penyebabnya adalah kegiatan mikroorganisme. Adapun mikroorganisme yang sering terdapat pada limbah padat dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :

1. Bakteri aerob

Bakteri ini dapat digolongkan menjadi bakteri atau mikroorganisme autotrof dimana pada kondisi awal limbah yang dibuang masih dalam keadaan aerob akibat tersedianya oksigen sehingga, dengan tersedianya oksigen bakteri ini dapat tumbuh dan mereduksi limbah yang terdapat pada badan air terutama dengan bantuan matahari dan hasil fotosintesa tumbuhan air. 2. Bakteri anaerob

Bakteri ini dikenal dengan bakteri pembusuk dimana air limbah tanpa penangan jika langsung dibuang ke badan air dapat menurunkan kandungan oksigen yang terlarut pada air sehingga akan tercipta kondisi anaerob yang memicu pertumbuhan bakteri anaerob yang dapat mengubah bahan-bahan organik limbah menjadi senyawa-senyawa yang dapat menganggu ekosistem lingkungan seperti dihasilkannya H2S dari penguraian sulfur, gas metan (CH4) dari

 penguraian unsur karbon, amina dari penguraian ammonium, dan PH4 dari penguraian

 phospat. Kebanyakan bakteri dapat hidup pada aw>0.90, sehingga kerusakan oleh bakteri

terutama terjadi pada produk-produk yang berkadar air tinggi. Untuk beberapa bakteri lainnya, oksigen bersifat racun. Bakteri ini dinamakan anaerob. Contoh bakteri yang bersifat anaerobik adalah Clostridium. Ada juga bakteri yang dapat tumbuh pada kondisi tanpa dan dengan adanya oksigen. Kelompok ini disebut fakultatif anaerobik, contohnya Bacillus.

4.3 Penanganan

Desain Pengolahan Limbah

Jika dilihat dari karakteristik limbah cair industri pengolahan hasil ikan memiliki kadar BOD 2,96 kg/ton ini berarti memiliki range yang cukup besar. Untuk membuat pengolahan

(13)

limbah harus diturunkan dahulu COD hingga mencapai 200 ppm atau disesuaikan dengan ambang batas COD, dan biasanya menggunakan pengolahan sebagai berikut :

1. Penyaring, penyaring ini dibutuhkan untuk memisahkan padatan yang terbawa oleh limbah cair,  penyaringan ini dipasang sesuai kebutuhan.

2. Bak/Tangki Equalisasi, Tangki ekualisasi ini berfungsi untuk menampung limbah yang keluar sebelum diolah sehingga kualitas limbah menjadi homogen.

3.  Fixed Bed Reactor , merupakan peralatan pengolahan anaerob yang digunakan untuk COD diatas 6000 ppm.

4. Trikling Filter , merupakan peralatan poses biologi aerob fan anaerob yang biasa digunakan untuk pengolahan limbah 4000 ppm.

5. Instalasi dan pompa, yang merupakan alat penunjang proses pengolahan sebelum dan sesudah. Proses Pengolahan Limbah Cair

- Pengolahan Primer 

Beberapa proses pengolahan primer yang biasa digunakan untuk mengolah limbah cair adalah :

1.  Equalisasi

Proses ini dimaksudkan untuk mengontrol karakteristik limbah cair agar supaya fluktuasi kualitasnya dapat dikurangi. Proses ini sangat diperlukan apabila limbah cair akan mengalami  proses pengolahan berikutnya. Equalisasi dilakukan dalam suatu bak yang ukuran dan jenis  baknya sangat bervariasi. Hal ini tergantung pada jumlah limbah cair yang diolah dan variabilitas aliran air limbah cair. Bak equalisasi yang digunakan harus dapat menampung keseluruhan  jadwal proses dari suatu kegiatan produksi yang mungkin bervariasi dari segi debit limbah cair

yang dihasilkan.

Bak equalisasi ini dapat pula dipakai sebagai tempat pengkondisian limbah cair sebelum mengalami proses pengolahan berikutnya. Secara sistematis, tujuan dilakukan proses di dalam  bak equalisasi adalah sebagi berikut :

a. Untuk menjaga terjadinya umpan kejutan ( shock loading) pada system proses biologi.  b. Untuk mengontrol pH.

c. Untuk menjaga agar aliran limbah cair yang diolah pada sistem biologi dapat mengalir secara kontinyu, khususnya apabila kegiatan produksi sedang diberhentikan.

d. Untuk mencegah konsentrasi tinggi dari bahan-bahan toksik yang mungkin dihasilkan dari kegiatan produksi sebelum masuk ke sistem pengolahan biologi.

(14)

Bak equalisasi biasanya memerlukan mixer untuk menjamin homogenitas limbah cair. Tambahan pula, mixer ini juga membantu terjadinya proses transfer oksigen dari udara ke dalam limbah cair yang pada gilirannya akan mengurangi kadar BOD di dalam limbah.

-  Netralisasi

Beberapa limbah cair industri makanan bersifat asam atau alkali. Kondisi ini memerlukan langkah-langkah netralisasi sebelum limbah cair itu diijinkan untuk dibuang ke badan air atau dimasukkan ke dalam sistem pengolahan berikutnya, baik secara biologi maupun kimia.

2. Pengolahan Sekunder 

Pada umumnya proses pengolahan sekunder terdiri dari proses aerobik dan anaerobik, digunakan untuk mendegradasi senyawa-senyawa organik yang terlarut di dalam limbah cair. Proses pengolahan ini menggunakan mikrooganisme untuk mendegradasi bahan organik yang terkandung di dalam limbah cair. Mikroorganisme yang digunakan pada umumnya diambil dari sistem yang sudah berjalan, dan dapat diambil dari keluaran sistem maupun dari lumpur yang terjadi. Di dalam prakteknya, mikrooorganisme awal yang biasa disebut sebagai starter, terlebih dahulu harus dilakukan aklimatisasi untuk mengkondisikan kebiasaan hidupnya dengan lingkungan yang baru.

- Proses Anaerobik 

Dekomposisi bahan organik di dalam limbah cair akan menghasilkan gas metana dan karbondioksida. Proses dekomposisi ini berjalan tanpa adanya oksigen. Walaupun secara kinetika dan keseimbangan bahan sangat mirip dengan proses aerobik, tetapi beberapa syarat dasar perlu mendapatkan perhatian dalam merancang unit anaerobik ini.

Pada proses ini konversi dari asam-asam organik yang akan membentuk gas metana menghasilkan energi yang rendah. Akibat dari hal tersebut maka hasil pertumbuhan mikroorganisme dan kecepatan degradasinya juga rendah. Konversi bahan organik menjadi gas  baik metana maupun karbondioksida dapat mencapai kisaran antara 80

 – 

 90%. Untuk mencapai efisiensi yang tinggi, diperlukan kenaikan temperatur. Tetapi hal ini perlu diperhitungkan dengan matang, mengingat bahwa kenaikan temperatur ini akan menambah biaya operasional dari  penanganan limbah cair. Keuntungan dari proses ini adalah dihasilkannya gas metana yang

merupakan bahan bakar yang dapat digunakan sebagi sumber panas. Selain itu, keuntungan lain adalah bahwa proses ini mampu untuk mendegradasi bahan organik yang tinggi di dalam limbah cair. Kandungan bahan organik yang rendah tidak efisien untuk diolah secara anaerobik.

(15)

Proses aerasi bertujuan untuk memindahkan oksigen, baik oksigen murni maupun udara, ke dalam proses pengolahan biologis. Aerasi dapat juga digunakan untuk membuang senyawa yang mudah dari sejumlah limbah cair. Aerasi merupakan proses perpindahan (transfer) massa antara gas (oksigen) dan cairan. Transfer oksigen ke dalam limbah cair dipengaruhi oleh variabel fisik dan kimia, antara lain :

- Temperatur 

- Pencampuran secara turbulen - Kedalaman limbah cair  - Karakteristik limbah cair 

Beberapa peralatan aerasi yang umum digunakan pada skala industri saat ini adalah unitair diffusion yaitu sistem aerasi turbin dimana udara dilepaskan dari bawah baling-baling yang  berputar dan dari unit aerasi permukaan dimana akan terjadi perpindahan oksigen yang

memungkinkan terjadinya turbulensi yang tinggi dari permukaan limbah cair. - Trickling Fillter  (Unggun Percik)

Trickling Filter   merupakan tumpukan media dimana limbah cair memercik dari bagian atas media dan menembus sela-selanya. Dalam prosesnya, media akan diselimuti oleh lapisan yang merupakan mikroorganisme. Saat limbah cair melintasi media ini, maka akan terjadi proses degradasi bahan organik di dalam limbah cair. Media yang dipakai biasanya terbuat dari bahan  plastik. Untuk skala besar, tinggi media ini bisa sampai 12 m dengan laju pengumpanan sebesar 0,16 m3/(min.m2). Sistem ini mampu mencapai degradasi bahan organik sebesar 90%. Limbah cair yang melalui tumpukan media memberikan nutrien kepada lapisan film yang adalah lapisan mikroorganisme. Bersamaan dengan itu, oksigen juga terdifusi masuk ke dalam lapisan film tersebut. Disinilah terjadi proses degradasi bahan organik yang terkandung di dalam limbah cair. Dari proses degradasi ini lalu dihasilkan gas CO2 yang terdifusi keluar dari lapisan film. Apabila

lapisan film ini terlalu tebal, maka kemungkinan akan terjadi proses anaerobik pada bagian lapisan film sebelah dalam. Hal ini mengingat bahwa oksigen tidak dapat menembus masuk jauh ke dalam lapisan film tersebut.

Pada trickling filter  ini, unjuk kerja akan erat berhubungan dengan terbentuknya lapisan film pada permukaan media dan lama waktu kontak antara limbah cair dengan lapisan film tersebut. Karena transfer oksigen ke dalam lapisan film berhubungan erat dengan turbulensi dari limbah cair, maka transfer oksigen ini sangat dipengaruhi oleh laju pengumpanan dan konfigurasi dari media yang dipakai di dalam trickling filter. Apabilatrickling filter  ini akan dipakai untuk mendegradasi limbah cair yang mengandung bahan organik tinggi, maka

(16)

konsentrasinya harus diperhatikan. Apabila konsentrasi bahan organik terlalu tinggi, maka akan terjadi proses anaerobik di dalam trickling filter . Akibatnya, daritrickling filter  ini akan timbul  bau busuk. Pada umumnya, bahan organik di dalam limbah cair yang diperkenankan untuk

diolah di dalam trickling filter mempunyai besaran BOD antara 600 sampai 1200 mg/l. Lebih dari 1200 mg/l, prosesnya memerlukan resirkulasi untuk pengenceran konsentrasi dari limbah cair umpan.Kondisi temperatur sangat mempengaruhi kinerja dari trickling filter . Pada temperatur rendah, maka kecepatan degradasi akan berkurang, transfer oksigen ke dalam lapisan film akan berkurang serta limbah cair akan cepat mencapai kejenuhan oksigen. Akibat dari kondisi tersebut adalah menurunnya aktivitas dari

lapisan mikroorganisme, sehingga kinerja dari trickling filter  akan menurun. 4.4 Standar baku mutu limbah cair pengalengan ikan

Baku mutu limbah sangat penting untuk diterapkan, hal ini berkaitan erat dengan menghindari pencemaran lingkungan yang diakibatkan beban limbah yang telalu berat. Kriteria  baku mutu limbah merupakan standar dari limbah yang terkait dengan keamanan limbah yang

dapat dibuang ke lingkungan. Berikut adalah standar baku mutu limbah cair dari kegiatan  pengalengan ikan.

Tabel 2. Baku mutu limbah cair pengalengan ikan

No Parameter Satuan Baku Mutu

Fisika

1. suhu C 35

2. Total Suspended Solid mg/L 50

Kimia 1.  pH - 6 - 9 2. Sulfida (H2S) mg/L 0,05 3. Khlorin Bebas mg/L 1 4. Amoniak Bebas mg/L 5 5. BOD5 mg/L 100 6. COD mg/L 75 7.  Nitrat mg/L -8. Detergen mg/L -9. Pb (Timbal) mg/L 0,1 10. Minyak Lemak  mg/L 10

(17)

BAB. 5 LIMBAH GAS

5.1 Sumber limbah gas 5.11 Sisa bagian tubuh ikan

Adanya tumpukan bahan sisa bagian tubuh ikan seperti tulang, sisik, kulit, kepala, dan ekor yang tergolong dari limbah padat dan limbah cair yang berasal dari kegiatan industri yang  belum dikelola secara baik yang berakibat pada timbulnya pencemaran lingkungan berupa bau  busuk yang tidak sedap serta munculnya serangga lalat dalam jumlah yang relatif besar. Adapun hasil yang didapat dari beberapa sumber mengenai bau yang ditimbulkan dari penggalengan ikan masyarakat mengeluhkan bahwa daerah sekitar menimbulkan bau amis yang menyengat dan kotor. Bau amis yang menyegat disebabkan oleh dekomposisi lanjut protein yang kaya akan

(18)

asam amino bersulfur (sistein), meningkatkan asam sulfida, gugus tiol, dan amoniak. Asam lemak rantai pendek dikomposisi bahan organik juga akan menyebabkan bau busuk.

5. 12 Penanganan

Untuk mengatasi limbah gas yang berpotensi menimbulkan bau yang sangat menyegat sehingga sangat menggagu sistem pernafasan, caranya dengan melakukan penanganan limbah  padat dan cair secara tepat, sehingga tidak akan menghasilkan senyawa-senyawa yang dapat menimbulkan bau busuk seperti senyawa amina, H2S, gas metan (CH4), PH4, dan senyawa lain

yang menimbulkan bau yang diluar ambang penciuman manusia.

BAB. 6

PEMANFAATAN LIMBAH

6.1 Jenis limbah yang dapat dimanfaatkan

Dari 3 jenis limbah yang dihasilkan dari proses pengalengan ikan yaitu limbah padat, limbah cair, dan limbah gas dimana yang memiliki potensi untuk dapat dimanfaatkan kembali adalah jenis limbah padat. Limbah padat pada dasarnya terdiri dari komponen bagian tumbuh ikan yang masih mengandung protein yang tinggi, kalsium, posfor, metionin, lisin, dan serat yang terdapat pada kulit, tulang, kepala, sirip, ekor, dan isi perut.

6.2 Metode pengolahan dan hasil pengolahan

Pemanfaatan limbah padat pengalengan ikan yang sering digunakan adalah sebagai  berikut : 1. Reduce 2. Re-Use 3. Recycle 4. Recovery 5. Rehabilitasi

Dari upaya pemanfaatan limbah padat, salah satu cara untuk meminimkan limbah yaitu degan memanfaatkan limbah tersebut untuk diolah lebih lanjut dan dapat menghasilkan nilai ekonomis. Bahan sisa industri pengalemngan ikan tergolong dalam limbah yang cepat mengalami pembusukan. Pembusukan tersebut terjadi akibat penguraian protein yang banyak terkandung dalam bahan sisa ikan. Pemanfaatan limbah industri pengalengan ikan dapat

(19)

mengurangi masalah bau yang mencemari lingkungan dan sekaligus dapat menghasilkan produk  baru. Oleh karena itu berbagai metode sering diaplikasikan dalam pengolahan limbah industri  pengalengan ikan dapat menghasilkan berbagai jenis produk , seperti berikut ini :

a. Gelatin tulang ikan

Tulang ikan

Degreasing (penghilangan lemak) Direndam pada air mendidih selama 30 menit

Pengecilan ukuran 2-5 cm2

Demineralisasi (perendaman dalam HCl 5%, 48 jam) Ossein

Pencucian demean air mengalir hingga pH netral (6-7) Ekstraksi dalam waterbath pada suhu 90°C selama 7 jam

Ekstrak disaring

Dipekatkan dengan evaporator

Dikeringkan dengan oven pada suhu 50°C selama 24 jam

Pengecilan ukuran/penepungan

Gelatin

Gambar 9. Proses pembuatan gelatin tulang ikan

b. Pemanfaatan limbah tulang ikan menjadi tepung ikan dan minyak ikan dengan enzim papain.

Tepung ikan mengandung protein, mineral dan vitamin B. Protein ikan terdiri dari asam amino yang tidak terdapat pada tumbuhan yang sering dimanfaatkan untuk campuran makanan ternak seperti unggas, babi dan makanan ikan. Sementara minyak ikan yang dihasilkan dapat menjadi sumber omega-3 yang sangat baik bagi perkembagan otak.

(20)

Gambar 10. Diagram alir proses pengolahan limbah pengalengan ikan menjadi tepung ikan dan minyak ikan

c. Berbagai produk lain yang dihasilkan dari pemanfaatan limbah industri pengalengan ikan seperti :

- Sebagai tepung hidrolisat protein - Sumber kalsium

- Sebagai Pupuk organik

- Daging tiruan, dan lain sebagainya

6.3 Kelebihan pemanfaatan

Pemanfaatan limbah pengalengan ikan memiliki kelebihan seperti : - Mereduksi beban limbah pada lingkungan

- Meningkatkan keefisienan penggunaan bahan baku - Memberikan nilai tambah (bernilai ekonomis) - Menghasilkan variasi produk baru yang bermanfaat

- Meningkatkan pendapatan perusahaan. 6.4 Kekurangan pemanfaatan limbah - Membutuhkan penanganan lebih lanjut - Membutuhkan biaya tambahan

(21)

- Membutuhkan tenaga ahli

Mengingat keuntungan atau kelebihan dalam pemanfaatan limbah pengalengan ikan dibandingkan kekurangannya terutama dalam pemanfaatan limbah padat, sehingga saat ini limbat padat menjadi sering dimanfaatkan menjadi produk olahan yang berguna bagi kebutuhan manusia.

KESIMPULAN

1. Adapun karakteristik fisik limbah pengalengan yaitu secara fisik terdiri dari berwujud padat dan cair, warnanya merah bata sampai cokelat, aroma bau amis,

2. Karakteristik kimia limbah pengalengan ikan yaitu pH 6-9, nilai BOD5  100 mg/L dan COD

sebesar 75 mg/L, kandungan logam berat, seperti Pb sebanyak 0,1 mg/L pada limbah  pengalengan ikan, dan kandungan lemak/minyak 10 mg/L.

3. Karakteristik biologi limbah pengalengan ikan yaitu berkaitan dengan penguraian bahan-bahan organik yang dikukan oleh mikroorganime autotrof berupa proses nitrifikasi. Proses oksidasi ammonium menjadi nitrit dilakukan oleh  Nitrosomonas sp, dan oksidasi nitrit dilakukan oleh Nitrobacter sp. Oleh karena itu pada limbah industri pengalengan ikan sering menimbulkan  bau amoniak dan biasanya dengan jumlah 1 mg/L.

4. Limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan industri pengalengan ikan dapat berasal dari bagian tubuh ikan yaitu ingsang, kepala, tulang, perut, ekor, sisik, sirip, dan kulit ikan. Selain itu limbah  padat juga diperoleh dari kemasan kaleng sisa dari pemotongan.

5. Adapun sumber limbah cair yaitu berasal dari darah ikan, proses pengolahan seperti  pencucian/pembersihan bahan baku, pembersihan isi perut ikan, pemasakan dan pembersihan

lokasi pabrik serta berasal dari bahan tambahan dalam proses pengalengan seperti air yang mengandung garam, campuran minyak kedelai, asam sorbat, kalium, natrium sorbat, dan cairan yang mengandung zat zat organik hasil pengolahan.

(22)

6. Penanganan limbah cair dapat dilakukan dengan menggunakan penanganan primer berupa terdiri dari proses equalisasi yaitu proses yan dimaksudkan untuk mengontrol karakteristik limbah cair agar supaya fluktuasi kualitasnya dapat dikurangi. Proses ini sangat diperlukan apabila limbah cair akan mengalami proses pengolahan berikutnya. Equalisasi dilakukan dalam suatu bak yang ukuran dan jenis baknya sangat bervariasi.

7. Penanganan limbah cair dapat dilakukan dengan menggunakan penanganan primer berupa terdiri dari netralisasi, dimana beberapa limbah cair industri makanan bersifat asam atau alkali. Kondisi ini memerlukan langkah-langkah netralisasi sebelum limbah cair itu diijinkan untuk dibuang ke  badan air atau dimasukkan ke dalam sistem pengolahan berikutnya, baik secara biologi maupun

kimia.

8. Penanganan limbah cair dapat dilakukan dengan menggunakan penanganan sekunder yaitu secara aerob dengan menggunakan okesigen, secara anaerob tanpa melibatkan oksigen. Namun  penanganan limbah cair secara sekunder akan lebih efektif dengan menggunakan metode trickling fillter   merupakan tumpukan media dimana limbah cair memercik dari bagian atas media dan menembus sela-selanya. Dalam prosesnya, media akan diselimuti oleh lapisan yang merupakan mikroorganisme. Saat limbah cair melintasi media ini, maka akan terjadi proses degradasi bahan organik di dalam limbah cair.

9. Limbah gas bersumber dari penanganan limbah padat dan limbah cair yang tidak tepat. Perombakkan komponen-komponen bahan organik pada limbah yang dilakukan oleh mikroorganisme menyebabkan munculnya senyawa yang meninbulkan bau busuk seperti amoniak, H2S, gas metan, pospat, dan sebagainya.

10. Limbah padat merupakan limbah yang memiliki potensi untuk dimanfaatkan menjadi berbagai  produk seperti tepung ikan, minyak ikan, gelatin tulang ikan, pupuk organik, pakan ternak, dan

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Hikamah, S R dan H. Mubarok. 2012. Studi deskriptif pengaruh limbah industri perikanan muncar,  banyuwangi terhadap lingkungan sekitar. Jurnal Bioshell. 1(1) : 1-12.

Billah, M. 2009. Pemanfaatan limbah ikan tuna melalui proses fermentasi anaerob menggunakan bakteri ruminansia. Jurnal ilmiah teknik lingkungan. 1 (1) : 48

 – 

 57.

Mahendra, T. N. 2005. Evaluasi resiko bahaya keamanan pangan (HACCP) tuna kaleng dengan metode statistical process control . Skripsi Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Istitut Pertanian Bogor.

Purnomo, E. 2005. Pemanfaatan bahan sisa dalam upaya meminimisasi limbah padat. Tesis Program Magister Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro S emarang.

Sahubaya, L. 2011. Analisis prediksi beban pencemaran limbah cair pabrik pengalengan ikan. J. Manusia dan Lingkungan. Jurusan Ilmu Perikanan. Fakultas Pertanian. UGM. 18 (1) : 9-18.

Sulaefi. 2011,. Kinerja bisnis agroindustri pengolahan ikan di Jawa Timur. JBTI. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta. 1(1) : 71-85.

Jenie, B. S. L. dan W. P. Rahayu. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Kanisius, Yogyakarta. Setiyono, dan S. Yudo. 2008. Potensi pencemaran dari limbah cair industri

 pengolahan ikan di Kecamatan Muncar, Kab. Bayuwangi. JAL. 4(2) : 136-145.

Billah, M. 1909. Pemanfaatan limbah ikan tuna melalui proses fermentasi anaerob menggunakan bakteri ruminansia. Jurnal ilmiah teknik lingkungan. 1(1) : 48-57.

Kentaren, 2005. Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press, Jakarta.

Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan M. Wooton. 2007. Ilmu Pangan. Penerjemah : H. Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta.

Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Wijaya, Y. A. 2013. Pabrik pengalengan ikan tuna KUP mina jaya di sedangbiru. Artikel Ilmiah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Universitas Brawijaya. Fakultas Teknik, Malang. Ibrahim, B. 2005. Kaji ulang sistem pengolahan limbah cair industri hasil perikanan secara biologis

Gambar

Tabel 2. Baku mutu limbah cair pengalengan ikan
Gambar 9. Proses pembuatan gelatin tulang ikan

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, penggunaan tabel dalam laporan posisi keuangan sebaiknya tidak digunakan karena tidak sesuai dengan format yang dicontohkan dalam PSAK (Pernyataan

(Prawirohardjo, 1999) Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Post Sectio Caesaria dengan letak sungsang adalah masa setelah melahirkan janin dengan cara pembedahan

iii Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, berkat rahmat dan kasihnya kita dapat mengikuti kegiatan Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia yang diselenggarakan

Pada triwulan I 2015 (y‐on‐y) Industri Mikro Kecil provinsi Kalimantan Timur memiliki produksi cukup baik, dimana beberapa kelompok industri terlihat mengalami

Leguminous yang dapat digunakan sebagai tanaman penutup tanah cukup banyak jenisnya tetapi dalam penggunaannya perlu dipertimbangkan selain dapat bermanfaat memperbaiki

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan formulasi granul kultur starter terdiri atas kultur starter dalam bentuk bubuk hasil spray dry , probiotik terenkapsulasi

Gambar 2 memperlihatkan spektrum serapan Rhodamin B dengan variasi konsentrasi 1, 2, 3 dan 4 mg/L dalam pelarut akuades, bertujuan untuk melihat nilai absorban yang

Sedangkan untuk batasan masalah dari aplikasi yang akan dibangun di Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan (BKPP) kota Bandung diantaranya: aplikasi yang dibangun