• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PEDIKULOSIS KAPITIS DI SD NEGERI KERTASARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PEDIKULOSIS KAPITIS DI SD NEGERI KERTASARI"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

18

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PEDIKULOSIS KAPITIS

DI SD NEGERI KERTASARI

Etrine Yulianti*, Friska Sinaga**, Ferdinan Sihombing***

***STIKes Santo Borromeus

Jl. Parahyangan Kav.8 Blok B No.1 Kota Baru Parahyangan, Kec. Padalarang Kab. Bandung Barat Jawa Barat 40558

 082216435463

 sihombingferdinan@gmail.com

ABSTRAK

Pedikulosis kapitis banyak ditemukan pada usia anak sekolah dasar yang biasanya menyebabkan rasa gatal.

Rasa gatal yang hebat, mengganggu ketenangan tidur dan mengganggu konsentrasi belajar anak. Berdasarkan studi pendahuluan, 8 dari 10 siswa terkena pedikulosis kapitis. Peneliti ingin mengetahui faktor apa saja yang behubungan dengan pedikulosis kapitis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan, jenis kelamin, frekuensi keramas, dan kebiasaan tidur sendiri dengan kejadian pedikulosis di SD Negeri Kertasari. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan desain analitik korelasional dengan pendekatan Cross-sectional, menggunakan analisa data uji Chi Square dan regresi logistik untuk melihat faktor yang paling berhubungan dengan kejadian pedikulosis kapitis. Instrument pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan 21 pertanyaan tertutup. Jumlah sampel 142 siswa diambil dengan proportionate stratified random sampling. Hasil penelitian ini adalah ada hubungan antara pengetahuan (p-value=0,015), jenis kelamin (p- value=<0,001), frekuensi keramas (p-value=<0,001), dan kebiasaan tidur sendiri (p-value=<0,001) dengan kejadian pedikulosis kapitis. Faktor frekuensi keramas cenderung lebih berhubungan sebanyak 67,270 kali dibandingkan faktor lain. Peneliti berharap kepada sekolah untuk mengadakan kegiatan penyuluhan kesehatan kepada siswa-siswi di SD Negeri Kertasari.

Kata Kunci: pedikulosis kapitis, tingkat pengetahuan, jenis kelamin, cuci rambut, kebiasaan tidur PENDAHULUAN

Sehat merupakan hak bagi setiap individu baik secara fisik, maupun mental. Menurut World Health Organization (WHO), sehat adalah suatu keadaan sehat jasmani, rohani, dan sosial yang merupakan aspek positif dan tidak hanya bebas dari penyakit. Selanjutnya, dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan dijelaskan kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Terdapat berbagai macam faktor dalam menjaga kesehatan salah satunya adalah dengan menjaga personal hygiene dari masing-masing individu.

Pemenuhan kebutuhan hygiene dari tiap-tiap individu yang terkait adalah perawatan kulit, rambut, kuku, dan meningkatkan perawatan personal dan harga diri (Dingwall, 2010). Berbagai kebutuhan hygiene yang terkait dalam penelitian ini akan dibahas mengenai personal hygiene rambut.

Sebagaimana struktur tubuh yang lainnya, maka rambut juga tidak akan lepas dari permasalahan/gangguan yang bisa ditimbulkan akibat dari kurangnya menjaga kebersihan dan

perawatan rambut. Salah satu masalah akibat kurangnya menjaga kebersihan rambut adalah pedikulosis kapitis.

Pedikulosis kapitis merupakan parasit di kulit kepala, melekat pada rambut (Isro’in dan Andarmoyo, 2012). Pedikulosis kapitis menyerang sekitar 2% anak usia sekolah (Dingwall, 2010).

Pedikulosis kapitis sebenarnya perlu mendapat perhatian karena penyakit ini sering menyerang anak-anak. Rasa gatal yang hebat mengganggu ketenangan tidur dan mengganggu konsentrasi belajar anak (Hadidjaja, 2011).

Dasar pengelolaan diri untuk anak-anak prasekolah disini meliputi kemampuan memelihara diri sendiri dan menjaga kesehatan fisik.

Kemampuan mengurus diri sendiri erat kaitannya dengan kemandirian anak dan tidak terlepas dari kemampuannya menjaga kesehatan fisiknya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan fisik anak adalah kebersihan diri dan lingkungannya, nutrisi yang cukup dan seimbang, olah fisik yang teratur, istirahat yang cukup. Anak perlu dilatih untuk mampu mengurus dirinya sendiri sekaligus menjaga kebersihan diri, dimulai dari kegiatan yang sederhana. Biasakan untuk menjaga

(2)

19 kebersihan anak yang sebaiknya tidak dilakukan sendiri seperti menggunting kuku, mencuci rambut, dan lain-lain (Mulyani dan Gracinia, 2007).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Salim dan Linuwih tahun 2013, masalah yang ditimbulkan tuma pada manusia adalah gatal akibat saliva dan fesesnya. Rasa gatal akan mengakibatkan orang menggaruk kepala, kebiasaan menggaruk yang intensif dapat menyebabkan iritasi, luka, serta infeksi sekunder. Anemia karena kehilangan darah dapat terjadi pada infestasi tuma berat. Selain itu, masalah sosial seperti dikucilkan dalam lingkungan masyarakat juga dapat dirasakan oleh penderita.

Penularan terjadi secara langsung kontak dari orang ke orang atau dengan alat seperti sisir bersama,bantal dan topi. Iklim, geografi, etnis, dan higienis berperan juga dalam menyebarkan kutu.

Kutu merupakan serangga penghisap darah yang dapat menyebabkan pruritus, infeksi bakteri sekunder, dermatitis pasca-terapi lokal, dermatitis generalisata tidak spesifik, anemia. Kutu juga dapat menyebabkan psikologis terganggu dan dapat mengganggu kinerja belajar di sekolah (Mustafa Gulgun, 2013). Oleh karena itu, edukasi tentang pedikulosis kapitis perlu diberikan, agar anak-anak mengetahui pencegahan penyebaran pedikulosis kapitis, namun sebelum diberikan edukasi perlu dilihat tingkat pengetahuannya.

Slonka dalam Hadidjaja melaporkan bahwa prevalensi pedikulosis kapitis pada anak sekolah dasar di Amerika cukup tinggi yaitu: 4,3% dari 24.000 murid di Arizona, 3% dari 1.783 murid di Georgia, dan 7,2% dari 2.650 murid di New York.

Menurut Salim dan Linuwih (2013), prevalensi pedikulosis pada anak usia sekolah di negara maju seperti Belgia adalah sebesar 8,9%, sedangkan di negara berkembang prevalensi pedikulosis pada anak usia sekolah sebesar 16,59% di India, 58,9%

di Alexandria, Mesir, dan 81,9% di Argentina.

Peneliti belum menemukan data mengenai prevalensi seluruh anak usia sekolah di Indonesia, namun berdasarkan hasil survei prevalensi pedikulosis kapitis pada murid kelas IV, V, dan VI di SD Negeri di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, terdapat 51,92% murid yang terinfeksi pedikulosis kapitis.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pedikulosis kapitis, antara lain : jenis kelamin, anak perempuan lebih banyak terserang pedikulosis kapitis dibandingkan anak laki-laki karena biasanya rambut anak perempuan lebih panjang (Hadidjaja,

2011). Tingkat pengetahuan yang kurang tentang pedikulosis kapitis juga menjadi faktor terjadinya pedikulosis kapitis, banyak hal yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang seperti karakteristik demografi (Nordin dan Awang, 2006). Frekuensi cuci rambut, yaitu seberapa sering seseorang merawat rambutnya karena salah satu faktor pedikulosis kapitis adalah kurang menjaga dan kebersihan dan perawatan rambut (Isro’in dan Andarmoyo, 2012). Kebiasaan tidur sendiri, prevalensi pedikulosis kapitis pada anak yang tidur sendiri lebih rendah dibandingkan dengan anak yang tidur bersama anggota keluarga lain (Hadidjaja, 2011).

Al-Bashtawy dan Hasna (2012), menyebutkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan prevalensi pedikulosis kapitis antara lain adalah jenis kelamin dan frekuensi cuci rambut. Anak perempuan lebih banyak terkena dibandingkan anak laki-laki. Frekuensi cuci rambut yang rendah juga termasuk dalam prevalensi terjadinya pedikulosis kapitis.

Etim (2012) menemukan bahwa 92% kejadian pedikulosis kapitis terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa. Disebutkan pula bahwa anak perempuan lebih banyak terinfeksi pedikulosis kapitis dengan prevalensi 35,4% dibandingkan dengan anak laki-laki. Etim menyebutkan bahwa hal ini antara lain dipengaruhi oleh kebiasaan tidur sendiri / bersama dengan orang lain di tempat tidur yang sama dan tingkat pengetahuan anak mengenai pedikulosis kapitis.

Hasil studi pendahuluan melalui wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada salah satu guru di SD Negeri Kertasari dikatakan bahwa siswa- siswinya banyak yang terkena pedikulosis kapitis.

Hasil wawancara yang dilakukan pada anak kelas I- V dari 10 anak terdapat 8 anak yang terinfeksi pedikulosis kapitis, 4 anak mengatakan mencuci rambut seminggu dua kali. 3 dari 10 anak mengatakan tidur satu kamar dengan kakak dan adiknya dan 3 dari 10 anak mengatakan tidak tahu pencegahan dan perawatan pedikulosis kapitis, dari 8 anak yang terinfeksi pedikulosis kapitis 6 diantaranya terjadi pada anak perempuan.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian mengenai pedikulosis kapitis dengan judul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Pedikulosis Kapitis di SD Negeri Kertasari”.

(3)

20 KAJIAN PUSTAKA

Pedikulosis yang terdapat pada rambut kepala disebabkan oleh tuma kepala yang disebut pediculus humanus var.capitis dan termasuk famili pediculidae. Pedikulosis kapitis ini telah dikenal sejak jaman dulu (Natadisastra, 2009). Pediculus Humanus Capitis / kutu rambut dapat berhubungan dengan manusia beberapa tahun lamanya. Kutu rambut ukurannya sangat kecil (sekitar biji wijen).

Serangga parasit yang tidak bersayap harus hidup pada kepala seseorang untuk bertahan hidup. Kutu rambut berbentuk pipih, memiliki 6 kaki dengan dilengkapi oleh cakar untuk memegang rambut seseorang. Mereka dapat berpindah dari satu rambut ke rambut yang lain. Kutu rambut cenderung menyesuaikan warnanya sesuai ruang lingkupannya, terdiri dari merah ke coklat, abu- abu, atau hitam. Kutu yang berwarna merah baru saja menghisap darah dari kepala seseorang. Tubuh mereka yang kecil, badan yang pipih membuat mereka sulit ditemukan di kepala seseorang (Michigan Department Of Community Health, 2013).

Kutu kepala (pediculus capitis) adalah suatu parasit yang hidupnya tergantung dari darah (manusia). Seringkali parasit ini terdapat di ruangan umum seperti sekolah dan di tempat banyak orang yang saling bersentuhan. Kutu menyebarkan diri dengan mudah yaitu hanya dengan kontak langsung karena tidak dapat terbang ataupun loncat. Kutu rambut ini umumnya terdapat pada anak-anak dan cepat sekali meluas dalam lingkungan yang padat dengan higiene yang buruk.

Gejala awal yang selalu terjadi adalah rasa gatal ( Sjamsoe, Menaldi, Wisnu, 2005). Perlu diketahui pula, bahwa panjang atau pendeknya rambut seseorang tidak menentukan adanya infestasi dari kutu rambut. Perempuan lebih beresiko terkena kutu rambut dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini disebabkan karena perempuan lebih sering bertukar barang pribadinya dengan orang lain, namun tidak berarti laki-laki tidak dapat terkena kutu rambut (Michigan Department Of Community Health, 2013).

Faktor-Faktor Kejadian Pedikulosis Kapitis, Grossman dalam bukunya yang berjudul Infection Control in the Child Care Center and Preschool menyebutkan bahwa faktor-faktor kejadian pedikulosis kapitis adalah jenis kelamin, frekuensi

cuci rambut, dan kebiasaan tidur sendiri. Namun, dalam jurnal yang dituliskan oleh Bjorn (2014) menyebutkan bahwa tingkat pengetahuan pun menjadi salah satu faktor kejadian pedikulosis kapitis.

1. Jenis kelamin

Pedikulosis kapitis dapat menyerang semua orang tetapi prevalensi pada anak usia sekolah dasar lebih tinggi dibandingkan pada orang dewasa. Anak perempuan lebih banyak terserang daripada anak laki-laki, karena biasanya rambut anak perempuan lebih panjang. Pedikulosis kapitis tidak dapat hidup pada rambut yang panjangnya kurang dari sepertiga inci. Infeksi pedikulosis kapitis juga dipengaruhi oleh kelebatan rambut dan model rambut. Pedikulosis lebih sering ditemui pada orang dengan model rambut yang lebat pada wanita yang gemar menjalin rambutnya. Hal ini disebabkan pada rambut yang lebat dan dikepang lebih lembab sehingga lebih disukai pedikulosis kapitis (Hadidjaja, 2011).

2. Tingkat pengetahuan a) Pengertian

Pengetahuan adalah merupakan hasil

“tahu” dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Pengetahuan penting bagi kehidupan setiap orang, karena dengan pengetahuan itu dapat digunakan untuk mengubah keadaan dan perilaku dari setiap orang (Bastable, 2002). Aspek afektif, psikomotor, dan kognitif berada di tahap paling produktif di usia anak-anak, yang memungkinkan pengetahuan serta informasi terbentuk menjadi perilaku positif. Pada usia sekolah dasar, anak lebih mengoptimalkan potensi aspek kognisi (pengetahuan), afektif, dan motorik. Kelompok usia ini, mampu memberikan efek penyebaran pengetahuan dan informasi yang paling efektif ketimbang kelompok usia lainnya, karena anak usia sekolah sangat gemar menceritakan kembali pengetahuan yang didapatnya kepada orangtua dan kerabatnya. Pembentukan citra positif dan negatif pun paling kuat di kisaran usia tersebut, saat anak mulai memahami informasi abstrak dan nyata

(4)

21 dan dapat mulai menentukan sikap terhadap informasi yang didapat (Wasistiono dan Hasan, 2005).

b) Gejala pedikulosis kapitis

Infeksi dari kutu kepala tampak adanya telur-telur yang dapat terlihat dengan nyata pada pangkal rambut, kebanyakan terdapat di belakang telinga dan di tengkuk, sebagai bintik-bintik putih yang sangat mirip dengan ketombe. Akibat dari sengatannya akan timbul rasa gatal yang berkelanjutan dan tidak dapat diredakan hanya dengan menggaruk (Tan & Rahardja, 2010).

Orangtua sebaiknya mengetahui tanda dan gejala infestasi dari kutu kepala karena anak kecil mungkin saja tidak mengungkapkan ketidaknyamanan mereka secara langsung. Beberapa gejala yang dapat dicurigai bahwa seorang anak terkena kutu rambut adalah (Michigan Department Of Community Health, 2013):

1) Gatal (pruritus) : disebabkan karena gigitan dari kutu itu sendiri. Ketika kutu tersebut makan, mereka memasukan air liur mereka ke dalam kulit. Beberapa waktu kemudian, reaksi imun bekerja dan menghasilkan inflamasi dan gatal.

2) Luka pada kepala : jarang terjadi, namun menggaruk dapat membuat luka/ lecet pada kulit, dan memudahkan bakteri masuk serta membuat infeksi. Pada beberapa kasus, nodus limpha sekitar kepala, leher dan di bawah lengan dapat menjadi bengkak.

3) Sensasi gelitikan : perpindahan kutu pada rambut dapat dirasakan pada beberapa individu.

4) Adanya kutu kepala membuat aktivitas terganggu.

c) Pencegahan pedikulosis kapitis

Infeksi yang disebabkan oleh kutu rambut ini praktis tidak dapat dicegah.

Pengawasan dengan adanya telur di rambut dapat dilakukan dengan memakai sisir serit, yang bergerigi sangat rapat.

Sebelum kutu tersebut berkembang menjadi kutu dewasa telur-telur tersebut

sudah dilepaskan. Cara untuk mencegah penyebaran kutu rambut lainnya adalah dengan tidak memakai topi, sisir, atau barang-barang milik seseorang yang terkena kutu rambut (Hartanti, 2010).

d) Perawatan Pedikulosis Kapitis

Penanganan yang paling efektif, tetapi sukar diterima oleh penderita, adalah mencukur gundul kepala, atau menggunting rambut sependek mungkin, terutama anak kecil. Cara lain yang efektif adalah menyisir rambut setiap hari dengan sisir serit secara saksama selama dua minggu sehingga semua kutu, larva dan telur dikeluarkan, karena mungkin sekali kutu sudah ditularkan pada anggota keluarga lain, mereka pun harus menjalani “proses penyisiran”.

Reinfeksi dengan benda-benda yang sudah “ditulari” kutu atau telurnya harus dicegah, yakni sisir, pakaian, sarung bantal dan sprei tempat tidur. Benda- benda ini harus dicuci dengan air panas pada suhu di atas 600C untuk memusnahkan parasit. Pengobatan efektif dapat dilakukan dengan beberapa zat insektisid, salah satunya peditox.

Larutan alkohol dari malation dimasase ke dalam kulit kepala dan harus dibiarkan selama 8-12 jam, lalu rambut dicuci. Telur-telur yang mati sebaiknya dikeluarkan dengan sisir serit. Bila perlu pengobatan dapat diulang setelah 1 minggu. Setelah pengobatan, baju dan sprei harus diganti untuk menghindari reinfeksi. Sebaiknya anggota keluarga lainnya juga serentak ditangani(Tan dan Rahardja, 2010).

e) Faktor Resiko

Kutu rambut kepala disebarkan dari seorang yang punya infestasi ke orang yang lain. Beberapa hal yang berhubungan dengan penyebaran ini antara lain: kontak langsung dengan penderita melalui baju, sisir, bed linen, selimut, dan sebagainya. Kutu ini tidak bisa lompat atau terbang dengan sendirinya tanpa kontak langsung. Faktor resiko dari terkena infestasi ini antara lain: hidup di rumah yang bersesakan

(5)

22 (rasio antara (rasio antara jumlah orang yang hidup di satu rumah dan luas area rumah itu sangat besar), kebersihan yang kurang, jenis kelamin, perempuan, udara panas, hidup di institusi dan anak usia sekolah (Krishna, 2013).

3. Frekuensi cuci rambut

Rambut harus selalu dibilas dan dibersihkan (Hartanti, 2010). Anak-anak kecil mungkin perlu untuk mencuci rambut mereka beberapa kali dalam seminggu, tergantung pada aktivitas mereka. Anak perlu dilatih untuk mengurus dirinya sendiri sekaligus menjaga kebersihan diri, dimulai dari kegiatan yang sederhana salah satunya dengan mencuci rambut. Kebanyakan anak-anak rambut mereka dicuci sebagai bagian dari waktu mandi mereka. Mencuci rambut dilakukan minimal dua kali dalam seminggu (Mulyani dan Gracinia, 2007). Kutu rambut lebih banyak terdapat pada anak yang mencuci rambutnya satu kali dalam seminggu, dibandingkan yang mencucinya lebih dari tiga kali dalam seminggu (Al-Bashtawy dan Hasna, 2012).

Mencuci rambut sebaiknya dilakukan dua sampai tiga kali dalam satu minggu. Anak- anak kecil tentunya perlu untuk mencuci rambut mereka beberapa kali dalam seminggu, tergantung pada aktivitas mereka.

Manfaat dari mencuci rambut itu sendiri adalah dapat membersihkan kulit kepala dan rambut. Mereka yang rajin mencuci rambutnya akan membuat kulit kepala menjadi bersih dan merangsang sirkulasi, dan terhindar dari rambut yang kusut (Bentley, 2006).

4. Kebiasaan tidur sendiri

Anak yang terinfeksi pedikulosis kapitis ternyata keluarganya juga terinfeksi. Hal ini dapat terjadi karena murid yang tertular pedikulosis kapitis dari teman sekolahnya menularkannya pada anggota keluarga di rumah. Sebaliknya, anak yang terinfestasi dapat menularkan pedikulosis kapitis pada teman sekolahnya. Prevalensi pedikulosis kapitis pada anak yang tidur sendiri lebih rendah dibandingkan anak yang tidur bersama anggota keluarga lain. Hal ini disebabkan pada waktu tidur terjadi kontak langsung

antara kepala dan kepala atau dengan perantara bantal dan alat-alat tidur (Hadidjaja, 2011).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskripsi korelasi dengan pendekatan cross sectional. Peneliti menggunakan kuesioner untuk melihat fakor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pedikulosis kapitis di SD Negeri Kertasari. Teknik pengambilan sampling yang dilakukan dalam penelitian ini adalah proportionate stratified random sampling.

Instrumen penelitian menggunakan lembar kuesioner sebanyak 21 pertanyaan tertutup untuk faktor pengetahuan menggunakan skala guttman.

Kuesioner dibagikan kepada siswa-siswi kelas 1-5 SD, sebanyak 142 anak.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisis Univariat

a. Pengetahuan

Tabel

Distribusi frekuensi pengetahuan pada anak Sekolah Dasar Negeri

Kertasari, Mei 2015 (n=142)

Sebagian besar (63,4%) responden berpengetahuan cukup. Pada hasil angket, responden banyak yang salah menjawab pertanyaan seputar pedikulosis kapitis pada bagian pengertian, penyebab, dan bagaimana cara penularan pedikulosis kapitis, dikarenakan di sekolah ini tidak pernah diadakan penyuluhan kesehatan.

Aspek afektif, psikomotor, dan kognitif berada di tahap paling produktif di usia anak-anak, yang memungkinkan pengetahuan serta informasi terbentuk menjadi perilaku positif. Pada usia sekolah dasar, anak lebih mengoptimalkan potensi aspek kognisi (pengetahuan), afektif, dan motorik.

(6)

23 b. Jenis kelamin

Tabel

Distribusi frekuensi jenis kelamin pada anak Sekolah Dasar Negeri

Kertasari, Mei 2015 (n=142)

Sebagian (53,5%) dari responden berjenis kelamin perempuan. Artinya sebagian siswa-siswi SD Negeri Kertasari berjenis kelamin perempuan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lesshafft, dkk (2013), bahwa frekuensi terkena kutu rambut terjadi lebih mudah pada perempuan. Hal ini terjadi karena anak perempuan umumnya memiliki rambut yang lebih panjang dibandingkan anak laki-laki.

Pada anak perempuan juga frekuensi kontak kepala dengan kepala lebih tinggi karena mereka sering bertukar asessoris.

c. Frekuensi cuci rambut Tabel

Distribusi frekuensi cuci rambut pada anak Sekolah Dasar Negeri Kertasari,

Mei 2015 (n=142)

Sebagian besar (70,4%) dari responden sering mencuci rambutnya.

Anak perlu dilatih untuk mengurus dirinya sendiri sekaligus menjaga kebersihan diri, dimulai dari kegiatan yang sederhana salah satunya dengan mencuci rambut.

Kebanyakan anak-anak rambut mereka dicuci sebagai bagian dari waktu mandi mereka, mencuci rambut dilakukan minimal dua kali dalam seminggu (Mulyani dan Gracinia, 2007).

Hasil yang didapatkan di SD Negeri Kertasari yaitu sebagian kecil anak

jarang mencuci rambutnya, dan sebagian besar anak sering mencuci rambutnya.

d. Kebiasaan tidur sendiri Tabel

Distribusi frekuensi kebiasaan tidur sendiri pada anak Sekolah Dasar Negeri Kertasari, Mei 2015 (n=142)

Sebagian (46,5%) dari responden tidur sendiri.Penularan kutu rambut terbagi menjadi dua bagian, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Penularan tidak langsung melalui suatu objek perantara, sedangkan penularan secara langsung terjadi melalui kontak langsung salah satunya dengan tidur bersama dengan orang lain yang terkena pedikulosis kapitis.

Hasil penelitian yang didapatkan adalah sebagian anak di SD Negeri Kertasari tidur bersama orang lain.

Penelitian di Nigeria pada tahun 2012, mengatakan bahwa anggota keluarga yang sudah terkena kutu rambut memiliki resiko yang tinggi untuk menularkan kepada anggota keluarga lainnya ketika mereka tidur di tempat tidur yang sama.

2. Analisis Bivariat a. Pengetahuan

Tabel

Analisa hubungan pengetahuan dengan kejadian pedikulosis kapitis

pada anak Sekolah Dasar Negeri Kertasari, Mei 2015 (n=142)

Pada tabel di atas didapatkan nilai p value lebih kecil dari α (0,05) yaitu 0,015, maka dapat disimpulkan

(7)

24 bahwa Ha diterima yang berarti terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kejadian pedikulosis kapitis pada anak Sekolah Dasar Negeri Kertasari.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sidoti, dkk tahun 2009, dimana terdapat perbedaan yang signifikan antara dua kelompok tentang pengetahuan pedikulosis kapitis, hasil yang didapatkan adalah tingkat pengetahuan responden berada pada tingkat yang cukup. LeBari dan Kingsley (2013), melakukan penelitian tentang pengetahuan, dimana responden mengerti tentang pedikulosis kapitis dan mereka memiliki pengetahuan yang baik.

Hasil penelitian ini, didapatkan bahwa anak-anak SD Negeri Kertasari memiliki pengetahuan yang kurang, hal ini terlihat dari hasil angket yang sudah dibagikan. Angket penelitian yang sudah dibagikan mengenai pengetahuan terdiri dari tahu, paham, dan aplikasi. Sebanyak 21 pernyataan, cukup banyak anak yang salah dalam menjawab mengenai pengertian, penyebab, dan cara penularan pedikulosis kapitis.

b. Jenis kelamin

Tabel

Analisa hubungan jenis kelamin dengan kejadian pedikulosis kapitis

pada anak Sekolah Dasar Negeri Kertasari, Mei 2015 (n=142)

Berdasarkan uji statistik , diperoleh nilai p-value lebih kecil dari α (0,05) yaitu 0,000 maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima yang berarti terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian pedikulosis kapitis pada anak Sekolah Dasar Negeri Kertasari.

Penelitian yang dilakukan di Nigeria pun mengatakan bahwa jenis kelamin memiliki hubungan terhadap kejadian pedikulosis kapitis, dimana anak perempuan lebih banyak yang terkena pedikulosis kapitis dibandingkan anak laki-laki. Walaupun pedikulosis kapitis dapat menyerang siapa saja, namun perempuan dua kali lebih besar terkena pedikulosis kapitis dibandingkan laki-laki, karena perempuan lebih sering bertukar asesoris rambut dan perempuan senang memiliki rambut yang panjang.

Hasil penelitian yang didapatkan oleh peneliti diketahui bahwa jumlah anak perempuan lebih banyak dibandingkan dengan anak laki-laki di SD Negeri Kertasari. Hasil pengamatan dari peneliti juga menunjukkan bahwa rambut mereka cukup panjang dibiarkan terurai begitu saja tanpa diikat. Menurut penelitian yang dilakukan di Jordan tahun 2010, didapatkan bahwa perempuan memiliki tingkat signifikansi yang tinggi pada infestasi pedikulosis kapitis. Pada penelitian di Jordan ini pula disebutkan, bahwa laki-laki memiliki kontak yang singkat dengan temannya saat beraktivitas. Penularan pedikulosis kapitis tidak hanya terjadi di luar rumah saja, dapat juga terjadi di dalam rumah dengan saudara atau anggota keluarga lainnya terutama yang memiliki rambut yang panjang dan jarang dirawat.

Anak perempuan akan mudah terkena pedikulosis kapitis dengan rambut yang terurai panjang. Terutama jika mereka sering berkumpul dengan teman-temannya dan salah satu temannya terkena pedikulosis kapitis, maka akan sangat mudah penularannya.

Penularan pedikulosis kapitis ini tidak hanya terjadi kontak langsung saja, namun dapat terjadi secara tidak langsung. Hasil kuesioner penelitian ini memperlihatkan bahwa banyak anak perempuan yang sering bertukar topi dan terkena pedikulosis kapitis.

(8)

25 c. Frekuensi cuci rambut

Tabel

Analisa hubungan frekuensi cuci rambut dengan kejadian pedikulosis

kapitis pada anak Sekolah Dasar Negeri Kertasari, Mei 2015 (n=142)

Berdasarkan uji statistik , diperoleh nilai p-value lebih kecil dari α (0,05) yaitu 0,000 maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima yang berarti terdapat hubungan antara frekuensi cuci rambut dengan kejadian pedikulosis kapitis pada anak Sekolah Dasar Negeri Kertasari.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak yang jarang mencuci rambut terkena pedikulosis kapitis. Hasil penelitian Saebo, dkk tahun 2011, untuk frekuensi cuci rambut memiliki p-value

= 0,001 yang berarti terdapat hubungan dengan kejadian pedikulosis. Data tersebut mengkonfirmasi temuan sebelumnya bahwa frekuensi rendah dalam mencuci rambut terkena pedikulosis kapitis.

Menurut Layli dan Sulistyo (2012), personal hygiene yang buruk dapat mempermudah infeksi masuk ke dalam anggota tubuh baik kulit, rambut, maupun anggota tubuh lainnya. Menjaga personal hygiene salah satunya dengan rajin mencuci rambut. Pedikulosis kapitis merupakan penyakit infeksi kulit kepala dan rambut, walaupun hal ini sangat memprihatinkan namun infeksi ini sebenarnya dapat dicegah dengan cara meningkatkan frekuensi mencuci rambut.

d. Kebiasaan tidur sendiri Tabel

Hubungan kebiasaan tidur sendiri dengan kejadian pedikulosis kapitis

pada anak Sekolah Dasar Negeri Kertasari, Mei 2015 (n=142)

Berdasarkan uji statistik , diperoleh nilai p-value lebih kecil dari α (0,05) yaitu 0,000 maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima yang berarti terdapat hubungan antara kebiasaan tidur dengan kejadian pedikulosis kapitis pada anak Sekolah Dasar Negeri Kertasari.

Berdasarkan hasil penelitian bivariat tentang kebiasaan tidur sendiri di SD Negeri Kertasari diperoleh 55 anak yang tidur bersama orang lain terkena pedikulosis kapitis. Hasil penelitian diperoleh p-value= 0,000, yang berarti terdapat hubungan antara kebiasaan tidur sendiri dengan kejadian pedikulosis kapitis.

Prevalensi pedikulosis kapitis pada anak yang tidur sendiri lebih rendah dibandingkan anak yang tidur bersama anggota keluarga lain. Hal ini disebabkan pada waktu tidur terjadi kontak langsung antara kepala dan kepala atau dengan perantara bantal dan alat-alat tidur (Hadidjaja, 2011).

Penelitian yang dilakukan oleh Hannah, dkk tahun 2013 sejalan dengan penelitian ini dimana terdapat hubungan antara kebiasaan tidur dengan kejadian pedikulosis kapitis. Berbagi tempat tidur adalah tanda kerumunan dan memfasilitasi kutu rambut untuk bertransmisi secara langsung dan tidak langsung melalui kontak antar kepala.

Telah disebutkan pula pada penelitian sebelumnya di Venezuela, Yemen, dan Iran juga memperlihatkan bahwa berbagi

(9)

26 tempat tidur memiliki resiko yang tinggi untuk terkena pedikulosis kapitis.

3. Analisis Multivariat Tabel Multivariat

Nilai OR yang didapatkan menunjukkan bahwa variabel yang paling berhubungan dengan kejadian pedikulosis kapitis di SD Negeri Kertasari adalah frekuensi cuci rambut dengan nilai OR = 67,270. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya bahwa kutu rambut lebih banyak terdapat pada anak yang mencuci rambutnya satu kali dalam seminggu, dibandingkan yang mencucinya lebih dari tiga kali dalam seminggu. Moradi, 2009 mengatakan bahwa sedikit frekuensi mencuci rambut dalam satu minggu akan memudahkan terkena pedikulosis kapitis. Seseorang yang jarang mencuci rambutnya akan timbul ketombe dan jika ketombe tersebut tidak segera dibersihkan semakin lama akan semakin menumpuk dan akan menimbulkan kutu rambut di kulit kepala.

Menurut AENSI Journal, penelitian ini menunjukkan bahwa siswa berusia 6-9 tahun banyak terdapat pedikulosis kapitis, karena mereka masih lebih muda dan membutuhkan bantuan untuk mencuci rambut, alasan ini selain kontak antar kepala dengan saudara mereka. Maka dari itu diperlukan cuci rambut lebih dari dua kali dalam satu minggu, agar rambut tampak baik dan bersih. Kriteria rambut yang baik dan bersih adalah terlihat mengkilap tidak berminyak, tidak kering, tidak mudah patah

SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan

a. Sebagian dari responden (52,1%) di SD Negeri Kertasari terkena pedikulosis kapitis

b. Sebagian besar (71,1%) responden di SD Negeri Kertasari memiliki pengetahuan yang cukup.

c. Sebagian dari responden (53,5%) di SD Negeri Kertasari berjenis kelamin perempuan.

d. Sebagian besar responden (70,4%) di SD Negeri Kertasari sering mencuci rambutnya.

e. Sebagian responden (46,5%) di SD Negeri Kertasari tidur sendiri atau tidak bersama orang lain.

f. Terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kejadian pedikulosis kapitis pada anak Sekolah Dasar Negeri Kertasari.

g. Terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian pedikulosis kapitis pada anak Sekolah Dasar Negeri Kertasari.

h. Terdapat hubungan antara frekuensi cuci rambut dengan kejadian pedikulosis kapitis pada anak Sekolah Dasar Negeri Kertasari.

i. Ada hubungan antara kebiasaan tidur dengan kejadian pedikulosis kapitis pada anak Sekolah Dasar Negeri Kertasari.

j. Faktor yang paling berhubungan adalah faktor mencuci rambut, dimana frekuensi mencuci rambut cenderung lebih berhubungan dengan kejadian pedikulosis kapitis sebanyak 67,270 kali di SD Negeri Kertasari.

2. Saran

a. Bagi SD Negeri Kertasari

Pihak SD Negeri Kertasari sebaiknya mengadakan kerjasama dengan puskesmas setempat untuk mengadakan penyuluhan kesehatan.

b. Bagi Institusi STIKes Santo Borromeus Pihak STIKes Santo Borromeus diharapkan dapat mengadakan penyuluhan atau pendidikan kesehatan kepada anak-anak sekolah dasar di lingkungan setempat.

c. Bagi peneliti selanjutnya

Peneliti selanjutnya dapat meneliti tentang faktor lain seperti personal hygiene dari setiap anak dengan kejadian pedikulosis kapitis.

(10)

27 DAFTAR PUSTAKA

Bastable, Susan B. 2006. Perawat Sebagai Pendidik. Jakarta :EGC

Chandra, Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Cetakan 1. Jakarta : EGC.

Dingwall, Lindsay. 2010. Higiene Personal:

Keterampilan Klinis Perawat. Jakarta: EGC.

Effendi, ferry dan Makhfudli. 2007. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktek dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Grossman, Leigh B. 2012. Infection Control in the Child Care Center and Preschool. New York : Demos Medical Publishing.

Isro’in, Laily dan Andarmoyo, Sulistyo. 2012.

Personal hygiene : Konsep, Proses, dan

Aplikasi dalam Praktik Keperawatan.

Yogyakarta : Graha Ilmu

Michigan Department Of Education. 2013.

Michigan Head Lice Manual. Lansing:

Michigan Department Of Community Health.

Natadisastra, Djaenudin dan Agoes, Ridad. 2009.

Parasitologi Kedokteran Ditinjau dari Organ Tubuh yang Diserang. Jakarta : EGC.

Sjamsoe, Emmy S; Menaldi, Sri Linuwih; Wisnu, I Made. Penyakit Kulit yang Umum di

Indonesia. Jakarta : PT. Medical Multimedia Indonesia

Wasistiono, Prof Dr, Sadu dan Hasan, Dr.Erliana.

2005. Government Public. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Referensi

Dokumen terkait

Validasi kriteria indikator biologi menunjukan kepiting Sesarmidae berhasil memenuhi ini enam kriteria yang ditetapkan sebagai spesies indikator (Tabel 7). Perubahan

Tiap piringan terdapat lubang kecil ditengah untuk jalannya umpan, sedangkan piringan mangkok membentuk celah sebagai jalan keluar untuk masing-masing cairan yang mengandung berat

Beberapa pernyataan remaja yang selisih usia dengan pasangannya 1-3 tahun dan lebih dari 5 tahun yang memiliki penyesuaian diri yang tinggi terhadap pasangan menyatakan

Heater untuk ukuran kecil cukup menggunakan electric heater sebagai pemanas, namun untuk skala besar, akan sangat menghabiskan energi dan biaya jika menggunakan listrik, maka

Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala ukur Variabel Dependen 1 Pengetahuan orang tua tentang penyakit thalasemia Hasil dari tahu yang terjadi setelah seseorang

Menyatakan bahwa Karya Seni Tugas Akhir saya tidak terdapat bagian yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi mana pun dan juga

6 Pada percobaan ini nilai efisiensi penyerapan kadar air dalam etanol oleh ZA yang telah diaktivasi dengan ukuran partikel 80 mesh cenderung lebih baik bila

Selaku Kepala SMA Yuppentek 1 Tangerang yang telah memberikan kesempatan, motivasi, arahan, bimbingan dan semangat untuk studi yang dengan rasa kekeluargaan yang sangat mendalam