• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka

1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar

a. Karakteristik Siswa Kelas V Sekolah Dasar

Setiap peserta didik memiliki karakteristik yang berbeda-beda sesuai dengan tahap perkembangannya. Perbedaan karakteristik tersebut sangat berpengaruh terhadap keefektifan proses pembelajaran. Guru dituntut untuk memahami karakteristik peserta didik agar dapat menentukan hal-hal apa saja yang perlu digali dari peserta didik.

Piaget mengembangkan teori tentang empat tahap perkembangan kognitif anak yang meliputi tahap sensorimotor (0-2 tahun), praoperasional (2-7 tahun), operasional konkret (7-11 tahun), operasional formal (11-15 tahun). Berdasarkan teori tersebut, maka dapat diketahui bahwa anak sekolah dasar kelas V termasuk dalam tahap operasional konkret yaitu usia 11 tahun. Pada tahap ini, anak memiliki kemampuan berfikir secara logis dan sistematis untuk mencapai pemecahan masalah yang konkret (Aunurrahman, 2014: 76-77).

Menurut Buhler, siswa kelas V SD termasuk dalam fase keempat yaitu pada usia 9-11 tahun. Pada fase ini anak mencapai objektivitas tertinggi. Fase ini disebut fase menyelidik, mencoba, dan berksperimen dengan rasa ingin tahu yang tinggi, masa pemusatan dan penimbunan tenaga untuk berlatih, menjelajah, dan bereksplorasi. Pada akhir fase keempat ini, anak mulai “menemukan diri sendiri”, yaitu secara tidak sadar mulai berpikir tentang diri pribadi (Sobur, 2011: 132).

Sejalan dengan Buhler, Basset, Jack dan Logan (Sumantri dan Permana, 2001: 11) juga mengemukakan mengenai karakteristik anak sekolah dasar yaitu: 1) memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap lingkungan sekitar; 2) senang bermain dan suka bergembira; 3)

(2)

mengeksplorasi situasi dan senang mencoba usaha-usaha baru; 4) terdorong untuk berprestasi, suka mengalami ketidakpuasan dan menolak kegagalan-kegagalan; 5) anak belajar dengan cara bekerja dan mengobservasi.

Menurut Samatowa (2006: 6-8), siswa kelas V SD termasuk kategori masa kelas tinggi sekolah dasar dengan usia berkisar 9-12 tahun.

Pada masa ini, anak memiliki beberapa karakteristik yaitu: 1) adanya minat terhadap kehidupan sehari-hari yang konkret, 2) ada minat terhadap hal-hal atau mata pelajaran khusus, 3) membutuhkan orang dewasa dalam menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya, 4) gemar membentuk kelompok sebaya untuk dapat bermain bersama-sama.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa siswa kelas V SD berada pada usia 9-11 tahun dan mencapai tahap operasional konkret yang memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) memiliki kemampuan berpikir secara logis dan sistematis dalam pemecahan masalah yang konkret; 2) berada pada masa menyelidik, mencoba hal-hal baru, dan berlatih 3) memiliki rasa ingin tahu yang tinggi; 4) terdorong untuk berprestasi dan tidak cepat puas; 5) anak belajar dengan cara bekerja, mengobservasi, dan berksplorasi; 6) membutuhkan orang dewasa dalam menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya; 7) gemar membentuk kelompok sebaya untuk dapat bermain bersama-sama.

Sesuai karakteristik siswa tersebut, maka guru hendaknya menerapkan model pembelajaran inovatif yang melibatkan siswa secara langsung dan mengaitkan dengan konteks kehidupan nyata. Model pembelajaran yang inovatif salah satunya yaitu model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) karena model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) ini menyajikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari sebagai stimulus belajar dan melibatkan siswa secara langsung sehingga meningkatkan rasa ingin tahu siswa, melatih kerja sama dengan teman sebaya serta dapat mengeksplor kemampuan berpikir siswa dalam proses pemecahan masalah.

(3)

b. Hakikat Matematika di Sekolah Dasar 1) Pengertian Matematika

Soedjaji (Heruman, 2014: 1) menjelaskan bahwa Matematika adalah ilmu yang memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesempatan serta pola pikir yang deduktif.

Menurut Hasratuddin (2014: 30), Matematika dikenal sebagai ilmu deduktif, karena setiap metode yang digunakan dalam mencari kebenaran adalah dengan menggunakan metode deduktif, sedang dalam ilmu alam menggunakan metode induktif atau eksprimen.

Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2006: 147), mata pelajaran Matematika perlu diajarkan kepada semua peserta didik mulai darisekolah dasar untuk memberikan bekal peserta didik dengan kemampuan berpikir logis,analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.

Menurut Susanto (2015: 185), Matematika merupakan disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir, berargumentasi, memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah di kehidupan sehari-hari, dan mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa Matematika adalah ilmu pengetahuan dengan objek abstrak dan bertumpu pada pola pikir deduktif yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, memberikan kontribusi dalam pemecahan masalah di kehidupan sehari-hari serta mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

2) Tujuan Matematika

Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2006: 148), tujuan dari mata pelajaran Matematika yaitu: a) dapat memahami konsep Matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep dan algoritma secara luas, luwes, akurat,

(4)

efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; b) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan Matematika; c) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; d) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; e) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

National Council of Teachers of Mathematics (Hadi &

Radiyatul, 2014: 53) menyatakan bahwa upaya dilaksanakannya pembelajaran Matematika yaitu untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, penalaran dan pembuktian, koneksi Matematika, komunikasi Matematika, dan representasi.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dipelajarinya Matematika yaitu agar siswa dapat memahami konsep Matematika, mengembangkan potensi dalam memecahkan masalah Matematika, mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, memiliki minat yang tinggi dalam mempelajari Matematika serta bersikap tekun dan ulet dalam memecahkan masalah.

3) Ruang Lingkup Matematika Kelas V Sekolah Dasar

Menurut Wahyudi (2015: 70) Standar kompetensi adalah seperangkat kompetensi Matematika yang harus dicapai siswa pada akhir pembelajaran. Standar kompetensi dalam pembelajaran Matematika dikelompokkan dalam kemahiran Matematika, bilangan, pengukuran, pengukuran dan geometri, aljabar, statistika dan peluang, trigonometri, dan kalkulus.

(5)

Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2006: 148), mata pelajaran Matematika dalam satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek bilangan, geometri dan pengukuran, dan pengolahan data.

Penelitian ini mengambil materi tentang perbandingan dan skala kelas V SD semester 2 yang termasuk dalam aspek bilangan.

Penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar tentang materi pecahan berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SD Negeri Kabuaran Tahun Ajaran 2017/2018 yaitu sebagai berikut.

a) Standar Kompetensi

5. Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah b) Kompetensi Dasar

5.4 Menggunakan pecahan dalam masalah perbandingan dan skala c) Indikator

5.4.1 Menentukan perbandingan dari dua hal

5.4.2 Menentukan jumlah dari perbandingan dua hal

5.4.3 Menyelesaikan masalah sehari-hari yang melibatkan perbandingan

5.4.4 Menentukan perbandingan suhu 5.4.5 Menentukan skala

5.4.6 Menghitung ukuran sebenarnya dari gambar skala 5.4.7 Menggambar denah berskala

5.4.8 Menyelesaikan masalah sehari-hari yang melibatkan skala

Soenarjo (2008: 209-217) menjelaskan materi perbandingan dan skala sebagai berikut.

a) Menentukan Perbandingan dari Dua Hal

Pecahan mempunyai arti perbandingan. Pecahan sebagai perbandingan sebagian dengan keseluruhan jumlah benda dalam suatu kumpulan. Mari kita perhatikan gambar berikut.

(6)

Banyak lingkaran hitam ada 3 buah dari seluruhnya 5 buah sehingga dapat ditulis 3

5. Dapat juga dikatakan " lingkaran hitam"

berbanding "semua" adalah "3 berbanding 5", ditulis 3 : 5. Jadi, 3

5

mempunyai nilai sama dengan 3 : 5.

Jumlah seluruh lingkaran ada 5 terdiri atas 3 hitam, 2 putih. Dapat dikatakan hitam berbanding putih 2 : 3. Ditulis hitam:putih = 2 : 3.

b) Menentukan Jumlah dari Perbandingan Dua Hal

Berikut contoh soal menentukan jumlah dari perbandingan dua hal:

Perbandingan kelereng Rifki dan Ridwan adalah 6 : 8, jumlah kelereng mereka ada 42 buah. Berapakah jumlah kelereng masing- masing Rifki dan Ridwan?

Diketahui : Perbandingan kelereng Rifki dan Ridwan adalah 6 : 8 Jumlah perbandingan 14

Jumlah kelereng semuanya ada 42

Ditanya : Jumlah kelereng masing-masing Rifki dan Ridwan Jawab : Jumlah kelereng Rudi = 6

14 x 42 = 18 buah Jumlah kelereng Ridwan = 8

14x 42 = 24 buah

Jadi, jumlah kelereng masing-masing Rifki dan Ridwan adalah 18 buah dan 24 buah.

c) Menyelesaikan Masalah Sehari-Hari yang Melibatkan Perbandingan

Penyelesaian masalah sehari-hari yang melibatkan perbandingan:

(7)

(1) Jumlah umur Dian dan Dani 30 tahun. Umur Dian 2

3 umur Dani. Berapa tahun umur mereka masing-masing?

Diketahui : Jumlah umur Dian dan Dani 30 tahun Umur Dian : Umur Dani = 2 : 3 Jumlah perbandingan = 2 + 3 = 5

Ditanya : Berapa tahun umur mereka masing-masing?

Penyelesaian : Umur Dian 2

5 x 30 tahun = 12 tahun Umur Dani 3

5 x 30 tahun = 18 tahun Jadi, umur Dian 12 tahun dan umur Dani 18 tahun

(2) Harga 2 kg bawang merah Rp. 5000,00. Tentukan harga 4 kg bawang merah!

Diketahui : Harga 2 kg bawang merah Rp. 5000,00 Ditanya : harga 4 kg bawang merah

Penyelesaian : Jumlah Harga

2 kg Rp. 5000,00

4 kg x

Jadi, harga 4 kg bawang merah Rp 10.000,00 d) Menentukan Perbandingan Suhu

Pada pengukuran suhu sering digunakan termometer Celcius (C) Reamur (R) dan Fahrenheit (F). Perbandingan: C : R : F = 5 : 4 : 9 (+32). Contoh: pengukuran suhu badan Andi 40° C.

Bagaimana kalau diukur dengan termometer Reamur dan Fahrenheit?

Suhu badan 40° C = ... °R = ... °F

°R = 4

5× 40 = 32° R °F = 9

5 40 + 32 = 72° + 32° = 104° F e) Menentukan Skala

Menurut Sugiyono & Gunarto (2008:144), skala merupakan perbandingan jarak pada peta dengan jarak sesungguhnya.

2

4

=

5000

𝑥 1

2

=

5000

𝑥

x = 10.000

(8)

Misalnya suatu gambar memiliki skala 1:5.000.000. Skala 1 : 5.000.000, artinya 1 cm ukuran pada gambar mewakili 5.000.000 x 1 cm = 5.000.000 cm = 50 km ukuran sebenarnya.

Skala dapat dirumuskan :

f) Menghitung Ukuran Sebenarnya dari Gambar Skala

Gambar sebuah mobil di bawah ini menggunakan skala 1 : 20.

Berapa meter panjang dan tinggi mobil sebenarnya?

Diketahui :skala 1:20,panjang mobil 15cm dan tinggi mobil 6cm Ditanya : panjang dan tinggi mobil sebenarnya

Penyelesaian :

panjang mobil sebenarnya = 20 x 15 cm = 300 cm = 3m tinggi mobil sebenarnya = 20 x 6 cm = 120 cm = 1,2m Jadi, panjang mobil 3m dan tinggi mobil 1,2 m

g) Menggambar Peta atau Denah Berskala

Contoh: Sebuah bangunan berbentuk persegi panjang dengan ukuran 12m dan lebar 8m digambar dengan skala 1 : 400.

Gambarlah bangunan tersebut!

Panjang pada gambar = 12m : 400 = 1200 cm : 400 = 3 cm Lebar pada gambar = 8m : 400 = 800 cm : 400 = 2 cm

3 cm

2 cm

(9)

h) Menyelesaikan Masalah Sehari-Hari yang Melibatkan Skala Pada peta Indonesia yang berskala 1 : 12.000.000, Selat Lombok lebarnya 0,3 cm. Sebuah kapal Feri berangkat dari Pulau Lombok pukul 08.30 menuju Bali. Pukul berapa kapal Feri sampai di Bali, jika kecepatan rata-rata 24 km per jam?

Diketahui :

Skala peta 1 : 12.000.000 Feri berangkat pukul 08.30 Jarak pada peta 0,3 cm Kecepatan 24 km per jam Ditanyakan : Waktu tiba di Bali

Penyelesaian :

Lebar Selat Lombok sebenarnya =12.000.000 x 0,3 cm = 36 km Lama perjalanan kapal Feri = 36 𝑘𝑚

24 𝑘𝑚 /𝑗𝑎𝑚 = 11

2 jam Sampai di Pulau Bali = 08.30 + 1.30 = 10.00 Jadi, tiba di Bali pukul 10.00.

c. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika 1). Pengertian Masalah Matematika

Baroody menyatakan bahwa “masalah” dalam Matematika adalah suatu soal yang di dalamnya tidak terdapat prosedur rutin yang dengan cepat dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah (Roebyanto & Harmini, 2017: 3).

Gough juga menjelaskan bahwa masalah dapat juga berarti suatu tugas yang apabila dibaca, dilihat dan didengar pada waktu tertentu, tidak mampu diselesaikan pada saat itu juga (Roebyanto &

Harmini, 2017: 3).

Pendapat sejalan juga dikemukakan oleh Lencher yang menyatakan bahwa masalah Matematika adalah soal Matematika yang strategi penyelesainnya tidak langsung terlihat sehingga perlu adanya pengetahuan, keterampilan dan pemahaman yang telah dipelajari sebelumnya untuk membantu menyelesaikannya (Hartono, 2014: 2).

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa masalah dalam Matematika adalah suatu soal yang

(10)

apabila dibaca, dilihat pada waktu tertentu, tidak mampu diselesaikan secara langsung sehingga strategi penyelesainnya membutuhkan pengetahuan, keterampilan dan pemahaman yang telah dipelajai sebelumnya.

2). Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum yang sangat penting karena dalam proses belajar mengajar siswa memperoleh berbagai pengalaman dalam menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki untuk mencari penyelesaian masalah atau soal yang tidak rutin.

Menurut Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 869), kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu, sedangkan kemampuan berarti kesanggupan, kecakapan, kekuatan. Kemampuan (ability) berarti kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan (Robbins & Judge, 2014: 57).

Menurut Polya pemecahan masalah adalah suatu usaha untuk mencari jalan keluar dari kesulitan untuk mencapai tujuan yang tidak segera dapat dicapai (Roebyanto & Harmini, 2017: 14).

Pemecahan masalah Matematika adalah cara berpikir yang digunakan ketika hendak menyelesaikan suatu masalah yang dapat diselesaikan dengan cabang ilmu Matematika. Penyelesaian masalah tersebut dapat menggunakan berbagai metode dan strategi (Hartono, 2014: 4).

Lencher menjelaskan bahwa pemecahan masalah Matematika didefinisikan sebagai proses penerapan pengetahuan Matematika yang sudah dimiliki sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal sehingga dapat mendukung perkembangan kemampuan Matematika lainnya seperti komunikasi serta penalaran Matematika (Hartono, 2014: 3).

(11)

Berdasarkan berbagai uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan pemecahan masalah Matematika adalah kesanggupan individu untuk mencari cara dalam menyelesaikan masalah dengan menerapkan berbagai pengetahuan Matematika yang sudah dimiliki sebelumnya sehingga dapat mencapai tujuan atau solusi.

3). Aspek Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Pemecahan masalah Matematika membutuhkan prosedur atau langkah-langkah yang tepat agar permasalahan dapat terselesaikan secara tepat pula. Langkah-langkah dalam pemecahan masalah menurut Schoen & Oehmke (Roebyanto & Harmini, 2017: 37) meliputi empat langkah yaitu: a) memahami masalah, b) memilih strategi, c) melaksanakan strategi, d) memeriksa kembali.

Polya (Winarni & Harmini, 2012: 124-125) memberikan pendapatnya mengenai langkah-langkah dalam memecahkan masalah yaitu sebagai berikut:

a) Pemahaman masalah (understanding the problem) Langkah ini menyangkut beberapa aspek yaitu:

(1) membaca masalah berulang-ulang agar dapat dipahami (2) mengidentifikasi apa yang diketahui dari masalah (3) mengidentifikasi apa yang ditanyakan dari masalah (4) mengabaikan hal-hal yang tidak relevan dengan masalah b) Perencanaan penyelesaian masalah (devising a plan)

Dibutuhkan suatu kreativitas dalam penyusunan strategi pemecahan masalah. Berikut beberapa strategi dalam penyusunan pemecahan masalah: (1) mencari pola atau menyatakan kembali permasalahan dengan model Matematika seperti dalam bentuk tabel, diagram, dan rumus; (2) menggunakan penalaran; (3) menggunakan informasi yang diketahui untuk mengembangkan informasi baru.

(12)

c) Melaksanakan perencanaan (carrying out the plan)

Aspek yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan perencanaan pemecahan masalah yaitu dengan memeriksa setiap langkah apakah sudah benar atau belum dan melakukan perhitungan dengan benar.

d) Pemeriksaan kembali (looking back)

Setelah menyelesaikan permasalahan, maka perlu dilakukan review apakah penyelesaian masalah sudah sesuai dengan melakukan kegiatan sebagai berikut: (1) meninjau kembali proses dan hasil penyelesaikan masalah, (2) mengecek kesesuaian jawaban dengan hal yang ditanyakan, (3) menyimpulkan jawaban yang diperoleh.

Kemampuan pemecahan masalah Matematika ditunjukkan dengan menyelesaikan soal-soal atau masalah Matematika berdasarkan aspek kemampuan pemecahan masalah yaitu: 1) pemahaman masalah, 2) perencanaan penyelesaian masalah, 3) penyelesaian masalah, 4) pemeriksaan kembali.

Berdasarkan pemaparan mengenai karakteristik siswa kelas V SD, hakikat Matematika di sekolah dasar, pengertian pemecahan masalah, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah Matematika siswa kelas V SD adalah suatu kesanggupan individu untuk mencari cara dalam menyelesaikan masalah dengan menerapkan berbagai pengetahuan, pemahaman dan keterampilan Matematika yang sudah dimiliki sebelumnya sehingga menemukan berbagai strategi dalam penyelesaian masalah dengan aspek-aspek yaitu pemahaman masalah, perencanaan penyelesaian masalah, penyelesaian masalah, pemeriksaan kembali.

2. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) a. Pengertian Model Pembelajaran

Joyce, Weill & Calhoun (2009: 30) mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang berguna untuk membentuk kurikulum atau rencana pembelajaran jangka panjang,

(13)

merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.

Menurut Soekamto model pembelajaran adalah kerangka konseptual dengan prosedur sistematis yang berfungsi untuk merancang dan merencanakan aktivitas pembelajaran agar mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan (Trianto, 2011: 22).

Berdasarkan uraian pengertian model pembelajaran di atas maka dapat disimpulkan model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola dengan prosedur sistematis yang berguna untuk membentuk kurikulum atau rencana pembelajaran jangka panjang, merancang bahan-bahan dan aktivitas pembelajaran agar mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

b. Pengertian Problem Based Learning (PBL)

Maricopa Community Colleges, Centre for Learning and Instruction (Huda, 2015: 272) mendefinisikan Problem Based Learning (PBL) merupakan kurikulum sekaligus sebagai proses. Kurikulum meliputi rancangan berbagai masalah yang menuntut siswa untuk memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, belajar secara mandiri dan berpartisipasi baik dalam pembelajaran. Proses dalam Problem Based Learning (PBL) yaitu pendekatan sistematik yang digunakan untuk menyelesaikan masalah atau memenuhi tuntutan dalam kehidupan sehari- hari.

Arends (2008: 41), Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu pembelajaran yang menyajikan permasalahan autentik kepada siswa dengan maksud untuk menyusun pengetahuan sendiri dan mengembangkan inkuiri atau penyelidikan bagi siswa.

Kolodner, dkk. (Koray & Koray: 2013) menjelaskan bahwa dalam proses PBL, siswa berlatih memecahkan masalah yang realistik dengan merefleksikan berbagai pengalaman nyata ke dalam kelompok belajar untuk mengatasi kompleksitas permasalahan dengan mempertimbangkannya bersama-sama.

(14)

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang merancang masalah-masalah nyata yang menuntut siswa untuk memperoleh pengetahuan dan membuat siswa terampil dalam memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.

c. Karakteristik Problem Based Learning (PBL)

Rusman (2012: 232), karakteristik pembelajaran berbasis masalah yaitu: 1) permasalahan menjadi poin utama dalam pembelajaran; 2) permasalahan yang disajikan bersifat nyata; 3) permasalahan membutuhkan perspektif ganda; 4) permasalahan menantang pengetahuan siswa, sikap serta kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar; 5) belajar pengetahuan diri; 6) pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam; 6) kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif; 7) pengembangan keterampilan inkuiri dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari permasalahan; 8) Keterbukaan dalam proses pembelajaran berbasis masalah meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar; 9) melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.

Karakteristik Problem Based Learnirng (PBL) yaitu sebagai berikut: 1) siswa menentukan isu-isu pembelajaran, 2) setiap pertemuan dalam pembelajaran berlangsung open-ended atau berakhir masih membuka peluang untuk berbagi ide tentang pemecahan masalah sehingga pembelajaran tidak berlangsung dalam satu kali pertemuan, 3) guru berperan sebagai fasilitator bukan sebagai satu-satunya sumber informasi atau sumber belajar, 4) guru menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran atau student centered (Rusmono, 2014: 82).

Menurut Arends (2008: 42-43), karakteristik model Problem Based Learning (PBL) yaitu: 1) pengajuan pertanyaan atau masalah, 2)

(15)

berfokus pada keterkaitan antardisiplin, 3) penyelidikan autentik, 4) menghasilkan produk dan memamerkannya, 5) kolaborasi.

Lebih lanjut, Tarmizi & Bayat (2012: 349) menjelaskan karakteristik PBL sebagai berikut:

The characteristics of Problem Based Learning (PBL) such as learning collaboratively in small groups, activating prior knowledge through group discussion, having a teacher to facilitate learning, and having resources at hand to help them solve the given problem were in line with student’s cognitive architecture.

Karakteristik PBL seperti belajar berkolaborasi dalam kelompok kecil, mengaktifkan pengetahuan sebelumnya melalui kelompok diskusi, memiliki seorang guru untuk memfasilitasi pembelajaran, dan memiliki sumber daya yang ada untuk membantu mereka memecahkan masalah yang diberikan sejalan dengan arsitektur kognitif siswa.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan karakteristik model Problem Based Learning (PBL) yaitu: 1) permasalahan yang bersifat nyata menjadi poin utama dalam pembelajaran, 2) membangun pengetahuan siswa, 3) memanfaatkan sumber pengetahuan yang beragam, 4) guru berperan sebagai fasilitator, 5) siswa sebagai pusat pembelajaran (student centered), 6) kolaboratif.

d. Tujuan Model Problem Based Learning (PBL)

Hosnan (2014: 299) menjelaskan tujuan utama PBL adalah membangun pengetahuan siswa secara aktif, mengembangkan kemampuan dalam pemecahan masalah, berpikir kritis, keterampilan sosial dan kemandirian dalam belajar.

Menurut Yew & Goh (2016: 76), Problem Based Learning (PBL) memungkinkan siswa untuk belajar sambil terlibat secara aktif dengan masalah yang berarti. Siswa diberi kesempatan untuk memecahkan masalah dalam lingkungan kolaboratif, dan membentuk kebiasaan belajar melalui latihan dan refleksi.

Menurut Trianto (2011: 94), tujuan model Problem Based Learning (PBL) yaitu: 1) mengembangkan keterampilan siswa dalam

(16)

berpikir dan memecahkan masalah, 2) belajar peranan orang dewasa yang autentik, 3) melatih kemandirian belajar.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan model Problem Based Learning (PBL) adalah untuk membangun pengetahuan siswa secara aktif, mengembangkan kemampuan siswa untuk berkontribusi dalam proses pemecahan masalah, dan meningkatkan keterampilan sosial siswa.

e. Langkah-Langkah Penggunaan Model Problem Based Learning (PBL) Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) harus mengacu pada langkah-langkah yang sistematis. Berikut langkah- langkah penerapan model Problem Based Learning (PBL) Menurut Shoimin (2014: 131) yaitu: 1) guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk terlibat aktif dalam proses pemecahan masalah, 2) Guru membimbing siswa mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut, 3) Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, 4) Guru membantu siswa untuk membuat laporan dan membantu siswa berbagi tugas dengan temannya, 5) Guru membimbing siswa untuk merefleksi hasil penyelidikan masalah.

Menurut Rusmono (2014: 81), langkah-langkah pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning (PBL) yaitu sebagai berikut: 1) mengorganisasikan siswa kepada masalah, 2) mengorganisasikan siswa untuk belajar, 3) membantu penyelidikan mandiri/kelompok, 4) mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya, 5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Suprijono (2013: 74), menjelaskan lima langkah model Problem Based Learning (PBL) yaitu sebagai berikut.

(17)

Tabel 2.1 Langkah-Langkah Model Problem Based Learning (PBL)

Langkah-Langkah PBL Perilaku Guru

1. Memberikan orientasi permasalahan

Guru menyampaikan tujuan

pembelajaran, menjelaskan kebutuhan 24ogistic, dan memberikan motivasi siswa untuk terlibat dalam proses pemecahan masalah

2. Mengorganisasikan peserta didik untuk meneliti

Guru mengorganisasikan tugas belajar yang berkaitan dengan permasalahan 3. Membantu investigasi

mandiri dan kelompok

Guru mendorong siswa

mengumpulkan informasi yang tepat, melakukan eksperimen, dan mencari solusi

4. Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit

Guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan artefak yang tepat seperti laporan

5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa merefleksi hasil investigasi dan proses yang digunakan siswa

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa langkah- langkah model Problem Based Learning (PBL) adalah: 1) orientasi siswa pada masalah, 2) pengorganisasian siswa untuk belajar, 3) pembimbingan siswa dalam penyelidikan mandiri/kelompok, 4) penyajian hasil kerja, 5) analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah. Langkah-langkah pelaksanaan model Problem Based Learning (PBL) dijabarkan pada tabel di bawah ini.

(18)

Tabel 2.2 Langkah-Langkah Model Problem Based Learning (PBL) Tahap PBL Tahap

Pemecahan Masalah

Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

1. Orientasi siswa pada masalah

Pemahaman masalah

Guru menyajikan permasalahan tentang

perbandingan dan skala dengan bantuan media pembelajaran Guru bertanya jawab tentang perbandingan dan skala

Guru

menyampaikan tujuan

pembelajaran Guru memberikan motivasi

Siswa memahami permasalahan yang disajikan guru (identifikasi masalah)

Siswa merespon pertanyaan guru Siswa mengajukan pertanyaan tentang perbandingan dan skala

Siswa

memperhatikan penjelasan guru

Siswa bersemangat mengikuti

pelajaran 2. Pengorganisa

sian siswa untuk belajar

- Guru

menyampaikan materi dan bertanya jawab mengenai materi

Guru membimbing siswa untuk

membentuk kelompok belajar Guru membagikan lembar kerja kepada setiap kelompok

Siswa

memperhatikan penjelasan guru dan tanya jawab dengan guru Siswa membentuk kelompok sesuai bimbingan guru

Setiap kelompok mendapatkan lembar kerja

(19)

3. Pembimbing an siswa dalam penyelidikan mandiri /kelompok

Pemahaman masalah

Perencanaan penyelesaian masalah

Guru membimbing siswa berdiskusi dan membaca lembar kerja

Guru membimbing siswa untuk

mengidentifikasi apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari soal

Guru membimbing siswa untuk

menentukan cara penyelesaian soal

Guru memberikan kesempatan siswa untuk mencari informasi dari berbagai sumber yang berkaitan dengan masalah

Siswa

melaksanakan diskusi dan membaca lembar kerja

Siswa

mengidentifikasi apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari soal

Siswa menuliskan masalah ke dalam bentuk kalimat Matematika/tabel/

rumus

Siswa mencari informasi dari berbagai sumber yang berkaitan dengan masalah

4. Penyajian hasil kerja

Penyelesaian masalah

Pemeriksaan kembali

Guru membimbing siswa menuliskan penyelesaian soal secara sistematis pada lembar kerja

Guru meminta siswa untuk melakukan pemeriksaan jawaban pada lembar kerja Guru membimbing siswa untuk

menyimpulkan jawaban sesuai yang ditanyakan

Siswa menuliskan penyelesaian soal secara sistematis pada lembar kerja dan melakukan perhitungan Siswa menuliskan hasil pemeriksaan jawaban pada lembar kerja

Siswa

menyimpulkan jawaban sesuai dengan yang ditanyakan

(20)

Guru meminta siswa menyajikan hasil kerja

Siswa menyajikan hasil kerja

5. Analisis dan Evaluasi proses pemecahan masalah

Guru membimbing siswa menganalisis hasil kerja dari kelompok lain Guru melakukan evaluasi terhadap penyajian hasil kerja

Guru membimbing siswa untuk

menyimpulkan materi

pembelajaran

Siswa menganalisis data hasil hasil kerja dari kelompok lain Siswa

memperhatikan evaluasi terhadap penyajian hasil kerja yang dilakukan guru Siswa

menyimpulkan materi

pembelajaran sesuai bimbingan guru

f. Kelebihan dan Kekurangan Model Problem Based Learning (PBL) Menurut Shoimin (2014: 132), kelebihan model Problem Based Learning (PBL) yaitu: 1) siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam situasi nyata, 2) membangun pengetahuan siswa sendiri, 3) meningkatkan kemampuan komunikasi dalam kegiatan diskusi dan presentasi, 4) kesulitan belajar siswa secara individual dapat diatasi melalui kerja kelompok dalam bentuk peer teaching.

Adapun kelebihan model Problem Based Learning (PBL) menurut Hamdani (2010: 88) yaitu: 1) siswa terlibat langsung dalam pembelajaran sehingga pengetahuannya dapat di serap dengan baik, 2) siswa dapat memecahkan masalah dari berbagai sumber, 3) melatih siswa dalam bekerja sama dengan teman.

Berdasarkan beberapa uraian di atas mengenai kelebihan Problem Based Learning (PBL), maka secara umum dapat disimpulkan kelebihan dari Problem Based Learning (PBL) yaitu: 1) siswa terlibat langsung

(21)

dalam pembelajaran sehingga pengetahuannya dapat di serap dengan baik, 2) meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dalam situasi nyata, 3) membangun pengetahuan siswa sendiri, 4) meningkatkan kemampuan komunikasi dalam kegiatan diskusi dan presentasi, 5) kesulitan belajar siswa secara individual dapat diatasi melalui kerja kelompok dalam bentuk peer teaching, 6) melatih siswa dalam bekerja sama dengan teman.

Berbagai kelebihan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat memberikan dampak yang baik dalam proses pembelajaran.

Oleh karena itu, dalam menerapkan model Problem Based Learning (PBL) tersebut, guru harus melakukan persiapan dengan baik dan menggunakan langkah-langkah yang sesuai agar kelebihan-kelebihan tersebut muncul dan dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran.

Penerapan model Problem Based Learning (PBL) tidak hanya memiliki kelebihan tetapi juga memiliki berbagai kelemahan. Menurut Shoimin (2014: 133) kelemahan Problem Based Learning (PBL) yaitu: 1) tidak dapat diterapkan pada setiap materi. PBL lebih cocok untuk pembelajaran yang menuntut kemampuan pemecahan masalah, 2) sulit diterapkan di kelas yang memiliki keragaman siswa yang tinggi.

Menurut Hamdani (2010: 88), kelemahan model Problem Based Learning (PBL) yaitu: 1) pembelajaran sulit tercapai untuk siswa yang malas, 2) membutuhkan banyak waktu, 3) tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan model pembelajaran ini.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kelemahan Problem Based Learning (PBL) yaitu: 1) tidak dapat diterapkan pada setiap materi. PBL lebih cocok untuk pembelajaran yang menuntut kemampuan pemecahan masalah, 2) sulit diterapkan di kelas yang memiliki keragaman siswa yang tinggi, 3) pembelajaran sulit tercapai untuk siswa yang malas, 4) membutuhkan banyak waktu.

Penerapan model Problem Based Learning (PBL) akan tercapai dengan baik apabila guru dapat meminimalisasi kelemahan-kelemahan tersebut. Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan

(22)

bimbingan yang baik kepada siswa dan dalam penyampaiannya menggunakan bahasa yang mudah dipahami siswa sehingga berbagai informasi dan materi pembelajaran dapat diterima dengan baik oleh siswa.

Apabila berbagai kelemahan tersebut dapat diminimalisasi dan berbagai kelebihan dapat dikembangkan dengan baik, maka penerapan model Problem Based Learning (PBL) dapat tercapai secara optimal sesuai dengan yang diharapkan.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa model Problem Based Learning (PBL) memberikan pengaruh terhadap proses dan hasil pembelajaran. Tarmizi (2013) melakukan penelitian yang berjudul

“Problem Based Learning: Engaging Students In Acquisition of Mathematical Competency”. Penelitian tersebut dilakukan untuk mengetahui pengaruh PBL terhadap kinerja Matematika. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran dengan PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan komunikasi antarsiswa. Selain itu, Santoso (2016) juga melakukan penelitian tindakan kelas yang berjudul

“Penerapan Model Problem Based Learning dalam Peningkatan Pembelajaran Matematika tentang Soal Cerita Pecahan pada Siswa Kelas V SDN 1 Kedungwinangun Tahun Ajaran 2015/2016”. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan pembelajaran tentang soal cerita pecahan pada siswa kelas V SDN 1 Kedungwinangun tahun ajaran 2015/2016.

Berdasarkan hasil penelitian yang relevan tersebut membuktikan bahwa penerapan model Problem Based Learning (PBL) dapat memberikan hasil yang baik dalam pembelajaran. Oleh karena itu, penerapan model Problem Based Learning (PBL) dapat dijadikan alternatif bagi guru untuk meningkatkan dan mengembangkan potensi yang dimiliki siswa dalam pembelajaran Matematika.

Berdasarkan pemaparan mengenai model Problem Based Learning (PBL) dapat disimpulkan bahwa model Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang menyajikan permasalahan bersifat nyata,

(23)

menuntut siswa untuk membangun pengetahuan secara aktif, melibatkan siswa secara langsung dalam proses pemecahan masalah dengan langkah-langkah yaitu: 1) orientasi siswa pada masalah, 2) pengorganisasian siswa untuk belajar, 3) pembimbingan siswa dalam penyelidikan mandiri/kelompok, 4) penyajian hasil kerja, 5) analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah.

B. Kerangka Berpikir

Kondisi awal berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan di SD Negeri Kabuaran, kecamatan Prembun, kabupaten Kebumen diketahui bahwa kemampuan pemecahan masalah Matematika siswa masih rendah. Hal ini dikarenakan pembelajaran cenderung berpusat pada guru (teacher centered) dan belum menerapkan model pembelajaran inovatif berbasis masalah. Aktivitas kerja sama dan diskusi antarsiswa dalam pemecahan masalah belum terlalu ditekankan sehingga siswa belum sepenuhnya terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.

Selain itu, guru masih terfokus pada soal-soal latihan di buku dan kurang memberikan ruang kepada siswa untuk mengembangkan ide dalam melatih kemampuan menyelesaikan soal cerita Matematika. Oleh karena itu, guru harus mengatasi masalah tersebut agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal.

Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan proses pembelajaran yang lebih optimal yaitu dengan menerapkan model pembelajaran yang inovatif.

Salah satunya yaitu model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yang bersifat konstruktif, mandiri, kolaboratif dan kontekstual. Model Problem Based Learning (PBL) tersebut menyajikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari sebagai stimulus belajar dan melibatkan siswa secara aktif baik secara individu maupun kelompok dalam proses pemecahan masalah. Model pembelajaran tersebut sesuai dengan karakteristik siswa kelas V SD yaitu memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, berada pada fase menyelidik, mengeksplor kemampuan berpikir mengenai hal-hal yang konkret dan senang berkelompok dengan teman sebaya.

(24)

Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) memiliki beberapa tujuan yaitu untuk membangun pengetahuan siswa secara aktif, mengembangkan kemampuan siswa dalam proses pemecahan masalah dan melatih siswa untuk meningkatkan kemandirian dalam belajar, melatih siswa dalam berkomunikasi dan bekerja sama dalam kelompok sehingga diharapkan model pembelajaran tersebut dapat mengatasi berbagai permasalahan yang terjadi dalam proses pembelajaran.

Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat dilaksanakan dalam lima tahapan yaitu : 1) orientasi siswa pada masalah, 2) pengorganisasian siswa untuk belajar, 3) pembimbingan siswa dalam penyelidikan mandiri/kelompok, 4) penyajian hasil kerja, 5) analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah. Penerapan model Problem Based Learning (PBL) dilaksanakan selama tiga siklus.

Melalui penerapan model Problem Based Learning dalam pembelajaran Matematika pada siswa kelas V SD Negeri Kabuaran diharapkan dapat mendorong siswa untuk lebih aktif membangun pengetahuannya sendiri dalam proses pembelajaran, siswa menjadi lebih mudah dalam memahami masalah/soal Matematika, siswa lebih terampil menuliskan kembali masalah ke dalam kalimat Matematika dan menyelesaikan masalah/soal dengan cara yang tepat, siswa dapat membuktikan kebenaran jawaban dengan menuliskan hasil pemeriksaan kembali jawaban yang diperoleh sehingga kemampuan berpikir siswa dalam memecahkan masalah berdasarkan aspek-aspek pemecahan masalah dapat meningkat. Bagan kerangka berpikir dapat dilihat pada gambar 2.1 sebagai berikut.

(25)

2.1 Bagan Kerangka Berpikir Kondisi

Awal

Siswa :

1. Kurang terlibat secara aktif dalam

pembelajaran

2. Kemampuan pemecahan masalah Matematika masih rendah

Tindakan

Guru menerapkan model

Problem Based Learning (PBL) dalam pembelajaran pecahan dengan langkah-langkah sebagi berikut.

1. Orientasi siswa pada masalah 2. Pengorganisasian siswa

untuk belajar

3. Pembimbingan siswa dalam penyelidikan

mandiri/kelompok 4. Penyajian hasil karya 5. Evaluasi proses pemecahan

masalah Guru :

1. Pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered) 2. Belum menerapkan model

pembelajaran berbasis masalah

3. Aktivitas kerja sama siswa dalam pemecahan masalah belum dikembangkan secara maksimal

4. Masih terfokus pada soal-soal di buku dan kurang melatih siswa untuk mengembangkan ide dalam menyelesaikan soal cerita yang lebih variatif

Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) meningkatkan

kemampuan

pemecahan masalah Matematika pada siswa kelas V SD Negeri Kabuaran tahun ajaran 2017/2018

Siswa:

1. Terlibat secara aktif dalam pembelajaran

2. Kemampuan memahami masalah meningkat

3. Kemampuan merencanakan penyelesaian masalah meningkat 4. Kemampuan menyelesaikan masalah

meningkat

5. Kemampuan melakukan pemeriksaan hasil penyelesaian masalah

meningkat Kondisi

Akhir

SIKLUS I

Penerapan model PBL pada pembelajaran Matematika tentang perbandingan dua hal

SIKLUS II

Penerapan model PBL pada pembelajaran Matematika tentang menyelesaikan masalah sehari-hari yang melibatkan pebandingan

SIKLUS III

Penerapan model PBL pada pembelajaran Matematika tentang skala

(26)

C. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, kajian pustaka, dan kerangka berpikir yang telah dijelaskan di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah “Jika penerapan model Problem Based Learning (PBL) dilaksanakan dengan langkah- langkah yang tepat, maka dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah Matematika pada siswa kelas V SD Negeri Kabuaran tahun ajaran 2017/2018.”

Referensi

Dokumen terkait

Penulis melakukan analisa produk yang lebih banyak diproduksi dalam perusahaan tersebut dengan menggunakan klasifikasi ABC, kemudian melakukan peramalan terhadap data hisotri

Pemberian senyawa asam 2-(3-klorobenzoiloksi)benzoat memberikan pengaruh pada tingkat keparahan ulser yang lebih rendah dibandingkan senyawa asam asetilsalisilat pada

Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyimpulkan bahwa pengakuan, pengukuran dan pelaporan aktiva tetap pada PT Hasjrat Abadi secara umum telah sesuai dengan Pernyataan

Bentuk garam dari asam benzoat yang banyak digunakan adalah..

Penelitian ini dilakukan berdasarkan pada fakta yang terjadi di kalangan masyarakat Indonesia. Munculnya berbagai macam film dan lagu dari negara luar

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh debt to equity ratio, current ratio dan total asset turnover terhadap pertumbuhan laba dengan ukuran perusahaan

Bantuan Pangan Non Tunai adalah bantuan sosial pangan yang disalurkan secara non tunai dari pemerintah kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) setiap bulannya melalui mekanisme

Aktivitas siswa yang melaksanakan prakerin pada industri BUMN dengan golongan besar sangat aktif dan di- namis serta sangat menujukkan pro- fesionalisme kerja yang