• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU MENGKONSUMSI ISONIAZID SELAMA PENGOBATAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS DENGAN MUTASI GEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU MENGKONSUMSI ISONIAZID SELAMA PENGOBATAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS DENGAN MUTASI GEN"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU MENGKONSUMSI ISONIAZID SELAMA PENGOBATAN OBAT ANTI

TUBERKULOSIS DENGAN MUTASI GEN KatG Ser315Thr (G944C) Mycobacterium tuberculosis

TESIS

Oleh:

MARA IMAM TAUFIQ SIREGAR 117008001

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU BIOMEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(2)

HUBUNGAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU MENGKONSUMSI ISONIAZID SELAMA PENGOBATAN OBAT ANTI

TUBERKULOSIS DENGAN MUTASI GEN KatG Ser315Thr (G944C) Mycobacterium tuberculosis

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Biomedik Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh:

MARA IMAM TAUFIQ SIREGAR 117008001

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU BIOMEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(3)

Judul Tesis

:

HUBUNGAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU

MENGKONSUMSI ISONIAZID

SELAMA PENGOBATAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS DENGAN MUTASI GEN KatG Ser315Thr (G944C)

Mycobacterium tuberculosis Nama Mahasiswa : Mara Imam Taufiq Siregar Nomor Induk Mahasiswa : 117008001

Program Studi : Magister Ilmu Biomedik

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(DR. dr. Amira Permatasari Tarigan, M.Ked (Paru), Sp.P(K)) (dr. Datten Bangun, M.Sc, Sp.FK

Ketua Anggota )

Ketua Program Studi, Dekan,

(dr. Yahwardiah Siregar, Ph.D) (Prof. dr. Gontar A Siregar, Sp.PD, KGEH

NIP: 19550807 198503 2 001 NIP: 19540220 198011 1 001

)

Tanggal Lulus : Agustus 2015

(4)

ABSTRAK

Resistensi terhadap obat anti tuberkulosis (OAT) terutama terjadi karena mutasi pada gen Mycobacterium tuberculosis. Mutasi dapat diinduksi oleh inadekuatnya kadar terapeutik obat, terutama akibat ketidakpatuhan selama mengkonsumsi obat. Karenanya, penggunaan OAT yang tidak tepat dan teratur dapat menimbulkan mutasi pada gen yang mengkode target OAT. Inadekuatnya kadar terapeutik obat akibat ketidakpatuhan pasien tuberkulosis (TB) paru mengkonsumsi isoniazid (INH) paling sering menyebabkan mutasi pada gen KatG Ser315Thr (G944C).

Telah dilakukan penelitian kohort terhadap 100 pasien TB paru BTA positif yang akan mulai mengkonsumsi INH di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan. Seluruh sampel belum dengan mutasi gen KatG Ser315Thr (G944C) Mycobacterium tuberculosis yang dipastikan dengan pemeriksaan PCR-RFLP.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepatuhan pasien TB paru mengkonsumsi INH selama pengobatan OAT dengan terjadinya mutasi gen KatG Ser315Thr (G944C). Kepatuhan dinilai dengan pemeriksaan metabolit INH urin metode Arkansas menggunakan Taxo urine test strip, sedangkan mutasi gen dinilai dengan metode PCR-RFLP. Turut dinilai karakteristik demografi penderita TB paru pada penelitian ini serta hubungannya dengan kepatuhan dalam mengkonsumsi INH selama pengobatan OAT.

Hasil yang ditemukan adalah tidak dijumpai adanya mutasi gen KatG Ser315Thr (G944C) M. tuberculosis baik pada kelompok penderita TB paru yang patuh (84%) maupun tidak patuh (16%) mengkonsumsi INH (100% wild type).

Hal ini menunjukkan bahwa INH masih sangat sensitif untuk digunakan sebagai obat lini pertama bagi penderita TB paru yang akan mulai mendapat pengobatan OAT sampai pada bulan pertama penggunaan INH.

Berdasarkan jenis kelamin, didapatkan jumlah penderita TB paru laki – laki lebih besar daripada perempuan yaitu 54% dan 46%. Berdasarkan umur penderita TB paru didapatkan jumlah kelompok umur 41 – 60 tahun paling banyak yaitu 34%, lebih besar 1% dari kelompok umur 21 – 40 tahun yaitu 33%, diikuti oleh kelompok umur ≤ 20 tahun sebanyak 17% dan kelompok umur

(5)

terkecil adalah yang > 60 tahun sebanyak 16%. Karakteristik penderita TB paru berdasarkan suku dijumpai sangat bervariasi hampir pada semua jenis suku yang ada di kota Medan, yaitu Batak Toba (32%), Jawa (28%), Mandailing (12%), Karo (6%), Minang (11%), Melayu (7%), Aceh (2%) dan Tionghoa (2%).

Berdasarkan tingkat pendidikan penderita, didapatkan yang tidak bersekolah 2%, SD 10%, SMP 16%, SMA 57% dan sarjana 15%.

Tidak terdapat hubungan antara karakteristik umur, jenis kelamin, suku dan pendidikan penderita TB paru dengan tingkat kepatuhan mengkonsumsi INH selama pengobatan OAT.

Kata kunci: Mycobacterium tuberculosis, mutasi gen KatG Ser315Thr, PCR- RFLP, Taxo urine test strip metode Arkansas, kepatuhan

(6)

ABSTRACT

Resistance to anti-tuberculosis drugs mainly occurs due to a mutation in the genes of Mycobacterium tuberculosis. Mutations can be induced by inadequate therapeutic levels of drug, mainly due to non-compliance for taking the drug. Therefore, the use of anti-tuberculosis drugs inappropriately and irregularly can lead to mutation in the gene encoding the target of anti- tuberculosis drugs. Inadequate therapeutic levels of drug due to non-compliance of patients taking isoniazid was the most frequent causing mutations in KatG (Ser315Thr) gene.

We conducted a cohort study of 100 pulmonary-tuberculosis patients with smear-positive that will begin taking INH at dr. Pirngadi General Hospital Medan.

The entire sample were not mutated of katG (Ser315Thr) gene of Mycobacterium tuberculosis, confirmed by PCR-RFLP. This study aims to determine the relationship between pulmonary-tuberculosis patient compliance of taking INH during anti-tuberculosis treatment with KatG (Ser315Thr) gene mutation.

Compliance was assessed by examination of urine metabolites of INH with Arkansas methode using Taxo urine test strip, while the gene mutation assessed by PCR-RFLP. Also assessed the demographic characteristics of pulmonary- tuberculosis patients in this study and its relationship to compliance in taking INH during the treatment of anti-tuberculosis drugs.

No M. tuberculosis KatG gene mutation were found among the compliance (84%) and non compliance (16%) INH taking patients. This result means that at the first month of INH consuming, all patients still sensitive to INH.

Male patients were 54% and women were 46%. Most of the patients (34%) were in the 41-60 years old group, while the 21-40 years group was only 33%, and the

≤ 20 years group is 17% and the smallest group is the ˃ 60 years, 16%.

Based on the ethnicity of pulmonary tuberculosis patients, found a very varied almost on all the ethnic in Medan city, Batak Toba (32%), Java (28%), Mandailing (12%), Karo (6%), Minang (11%), Melayu (7%), Aceh (2%) and Chinese (2%). Based on the level of education of patients, did not attend school

(7)

2%, primary school 10%, junior high school 16%, high school 57% and undergraduate 15%.

There was no relationship between the characteristics of age, gender, ethnicity and education of pulmonary-tuberculosis patients with compliance taking INH during the anti-tuberculosis drugs therapy.

Keywords: Mycobacterium tuberculosis, KatG (Ser315Thr) gene mutation, PCR- RFLP, Taxo urine test strip, compliance

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul,

”Hubungan Kepatuhan Pasien Tuberkulosis Paru Mengkonsumsi Isoniazid Selama Pengobatan Obat Anti Tuberkulosis Dengan Mutasi Gen KatG Ser315Thr (G944C) Mycobacterium tuberculosis”.

Dengan selesainya penelitian ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pejabat Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof.

Subhilhar, Ph.D dan seluruh jajarannya atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Magister Ilmu Biomedik di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar A.Siregar, Sp.PD, KGEH dan Ketua Program Studi Magister Ilmu Biomedik dr. Yahwardiah Siregar, Ph.D atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Magister Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Rasa terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi – tingginya penulis sampaikan kepada ibu DR. dr. Amira Permatasari Tarigan, M.Ked (Paru), Sp.P(K) dan dr. Datten Bangun, Sp. FK sebagai komisi pembimbing, yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah mengorbankan waktu untuk memberikan dorongan, bimbingan, semangat, bantuan serta saran-saran yang bermanfaat kepada penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada ibu dr. Yahwardiah Siregar, Ph.D beserta DR. dr. Bintang Yinke Magdalena Sinaga, M.Ked (Paru),

(9)

Sp.P(K) sebagai penguji yang telah memberikan masukan, kritik dan saran perbaikan yang membangun sehingga tesis ini dapat peneliti selesaikan dengan lebih baik.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Direktur RSU. dr. Pirngadi Medan, Kepala Laboratorium Infeksi dan Kepala Laboratorium Pre & Pos PCR di lingkungan Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian, serta pegawai rumah sakit dan laboran yang telah membantu dalam melaksanakan penelitian ini.

Kepada Rektor UNJA dan Dekan FK UNJA beserta jajarannya yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk kelangsungan pendidikan di program studi pascasarjana ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh rekan-rekan yang telah memberikan semangat dan bantuan dalam menyelesaikan tesis ini.

Tesis ini khusus penulis persembahkan kepada istri tercinta drg. Aulia Damayanti yang sedang mengandung anak kedua kami, terima kasih atas dorongan, semangat dan pengorbanan yang engkau berikan sehingga tesis ini dapat selesai dengan baik. Kepada putra tercintaku Muhammad Adlan Ikrom Siregar, terima kasih atas senyuman, tawa dan rasa rindu yang engkau berikan yang selalu membuat ayah semangat dalam menyelesaikan pendidikan ini, dan mohon ma’af kepada ananda atas waktu kebersamaan kita yang hilang.

Persembahan terima kasih yang tulus dan rasa hormat penulis yang sebesarnya kepada kedua orang tua tercinta, ayahanda Drs. H. Bahasan Siregar, MA dan Ibunda Dra. Siti Fatimah yang telah membesarkan dan memberikan kasih sayang, do’a, semangat serta dorongan kepada penulis dalam menjalani pendidikan di program studi ini. Terima kasih yang sebesar – besarnya kepada

(10)

kedua mertua saya, dr. Azwar Djauhari, M.Sc dan Elvi Andriani, S.Pd yang telah memberi semangat dan dorongan serta membantu menjaga dan merawat istri dan anak saya selama tinggal di kota Jambi. Terima kasih juga kepada kakanda Hanna Laila Siregar, S.Pd.I, Khairina Siregar, S.Pd.I, MA, M.Psi serta adinda Hidayati Siregar, Amd (Ak), S.Pd.I, SE.I, MA dan Muhammad Taufan Siregar Amd (Ak), S.Pd.I, MA yang selalu memberikan semangat dan dorongan untuk segera menyelesaikan tesis ini.

Semoga segenap bantuan, bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis mendapat imbalan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Memberi. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih perlu mendapat koreksi dan masukan untuk kesempurnaan. Oleh karena itu penulis berharap adanya kritik serta saran untuk penyempurnaan penelitian ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, 17 Agustus 2015 Penulis,

Mara Imam Taufiq Siregar

(11)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap : Mara Imam Taufiq Siregar Tanggal lahir : 2 Nopember 1981

Tempat lahir : Medan

NIM : 117008001

Alamat : Jl. Madiosantoso No. 215 Medan

Pendidikan :

1. TK. Aisyiah Mustafa Medan, tamat tahun 1988 2. SD. Muhammadiyah 18 Medan, tamat tahun 1994

3. MTsS. Ponpes KMI Ar-Raudhatul-Hasanah Paya Bundung Medan, tamat tahun 1997

4. MAS. Ponpes KMI Ar-Raudhatul-Hasanah Paya Bundung Medan, tamat tahun 2000

5. Program Studi Pendidikan Dokter & Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU), tamat tahun 2006 6. Program Studi Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam

Sumatera (STAIS) Medan, tamat tahun 2005 Riwayat Pekerjaan :

1. Dokter PT. Arun, Lhokseumawe, Aceh tahun 2006-2007.

2. Dokter PTT DEPKES RI penempatan di Puskesmas Induk Suban, Kec.

Batang Asam, Kab. Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi 2007-2009.

3. Staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Jambi (FK UNJA), Jambi, Desember 2008 – sekarang.

(12)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

DAFTAR ISTILAH ... xiii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Hipotesa ... 6

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 8

2.1. Mikobakterium... 8

2.1.1. Mycobacterium tuberculosis complex ... 8

2.1.2. Patogenitas mikobakterium... 8

2.1.3. Morfologi dan struktur M. tuberculosis... 8

2.1.4. Genetika biosintesis dinding sel mikobakterium... 9

2.1.5. Genom M. tuberculosis... 13

2.1.6. Enzim katalase – peroksidase M. tuberculosis... 14

2.2. Tuberkulosis Paru ... 14

2.2.1. Epidemiologi ... 14

2.2.2. Diagnosis... 16

2.2.3. Pengobatan ... 17

2.3. Farmakologi INH... 19

2.3.1. Penemuan dan struktur... 19

2.3.2. Mekanisme kerja dan indikasi terapi... 19

(13)

2.4 Resistensi M. tuberculosis Terhadap INH... 24

2.4.1. Mutasi dan mekanisme resistensi ... 24

2.4.2. Gen KatG dan mutasi kodon Ser315Thr (G944C)….... 24

2.5. Metode Pemeriksaan Yang Berperan Pada Deteksi Mutasi Gen KatG Ser315Thr (G944C) Dan Kepatuhan Mengkonsums INH ... 26

2.5.1. Pewarnaan ziehl-nielsen ... 26

2.5.2. Polymerase chain reaction – restriction fragment length polymorphism (PCR-RFLP) dan elektroforesis... 27

2.5.3. Mengukur kepatuhan terhadap pengobatan INH dan pemeriksaan metabolit INH menggunakan Taxo urine test strip metode Arkansas... 29

2.6. Kepatuhan Terhadap Pengobatan OAT ... 30

2.7. Kerangka Konsep ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...34

3.1. Jenis Penelitian ... 34

3.2. Tempat Dan Waktu Penelitian ... 34

3.3. Populasi Dan Sampel Penelitian ... 34

3.4. Kriteria Subjek Penelitian ... 35

3.5. Besar Sampel ... 35

3.6. Cara Pengambilan Sampel... 36

3.7. Variabel Penelitian... 36

3.8. Definisi Operasional...37

3.9. Bahan, Alat Dan Cara Kerja ...38

3.9.1. Pengambilan sampel sputum ...38

3.9.2. Pewarnaan ziehl-nielsen ... 39

3.9.3. PCR-RFLP ... 39

3.9.4. Pemeriksaan metabolit INH menggunakan Taxo urine test strip... 45

3.10. Kerangka Operasional ... 47

3.11. Manajemen Dan Analisis Data ... 48

(14)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...49

4.1. Hasil... 49

4.2. Pembahasan ... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...65

5.1. Kesimpulan... 65

5.2. Saran ……... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 68

LAMPIRAN ... 75

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Skema Selubung Sel M. tuberculosis...11

Gambar 2.2. Biosintesis Asam Mikolat M. tuberculosis...13

Gambar 2.3. Struktur Isoniazid ...19

Gambar 2.4a. Alur Metabolisme INH Dan Enzim – Enzim Utama Yang Terlibat...21

Gambar 2.4b. Alur Metabolisme INH ...22

Gambar 2.5a. Inhibisi Sintesa Asam Mikolat Oleh Isoniazid (INH)... 23

Gambar 2.5b. Potensi Keterlibatan Superoksida Dalam Aktivasi INH ... 23

Gambar 2.6. Polimorfisme Protein KatG Pada M. tuberculosis INHR …….... 26

Gambar 2.7. Skema Ilustrasi Fragmen 200bp KatG Yang Diamplifikasi Dengan Primer KatG ... 28

Gambar 2.8. Kerangka Konsep... 33

Gambar 3.1. Kerangka Operasional…... 47

Gambar 4.1. Elektroforesis Produk PCR 200 bp Fragmen Gen KatG... 52

Gambar 4.2. Elektroforesis Produk PCR-RFLP Dengan MspI Dalam Agarosa 3%... 52

Gambar 4.3a&b. Hasil Pemeriksaan Metabolit INH Urin Menggunakan Taxo urine test strip... 53

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Variabel Penelitian... 36 Tabel 3.2. Definisi Operasional ... 37 Tabel 4.1. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan

Jenis Kelamin ... 49 Tabel 4.2. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan

Umur………... 50 Tabel 4.3. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan

Suku ……... 50 Tabel 4.4. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan

Pendidikan ...51 Tabel 4.5. Distribusi Mutasi Gen KatG Ser315Thr (G944C)

M. tuberculosis Pada Subjek Penelitian... 51 Tabel 4.6. Distribusi Kepatuhan Subjek Penelitian

Mengkonsumsi INH………... 53 Tabel 4.7. Data hasil pemeriksaan metabolit INH urin subjek penelitian

yang tidak patuh mengkonsumsi INH... 54

Tabel 4.8. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Tingkat Kepatuhan Mengkonsumsi INH………... 57

Tabel 4.9. Hubungan Umur Dengan Tingkat Kepatuhan Mengkonsumsi INH………... 57 Tabel 4.10. Hubungan Suku Dengan Tingkat Kepatuhan

Mengkonsumsi INH………... 58 Tabel 4.11. Hubungan Pendidikan Dengan Tingkat Kepatuhan

Mengkonsumsi INH………... 58

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Persetujuan Komisi Etik... 75

Lampiran 2. Surat - Surat Ijin Penelitian... 76

Lampiran 3. Surat Pembelian Kuman M. tuberculosis Strain H37RV... 79

Lampiran 4. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian...80

Lampiran 5. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)..81

Lampiran 6. Rekapitulasi Data Subjek Penelitian...82

Lampiran 7. Daftar Ceklis Harian Pasien Mengkonsumsi OAT...85

Lampiran 8. Analisis Statistik Data Penelitian Menggunakan SPSS 16.0...86

Lampiran 9. Dokumentasi...93

(18)

DAFTAR ISTILAH

ACP =Acyl Carrier Protein AG =Arabinogalaktan BTA =Basil Tahan Asam CM =Cytoplasma Membrane DNA =Deoxyribo Nucleic Acid DST =Drug Suscetibility Testing FAS =Fatty Acid Sinthase GST =Glutation S-Transferase

INH =Isonicotinic Acid Hydrazide / Isoniazid

IUATLD =International Union Against Tuberculosis and Lung Disease KEMENKES RI =Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

LAM =Lipoarabinimannan

MAPG =Mycolyl-Arabinogalactan Peptidoglycan MDR-TB = Multidrugs Resistance Tuberculosis MIC =Minimum Inhibition Concentration

ML =Mycolic Acid

NO =Nitrat Oksida

OAT = Obat Anti Tuberkulosis PCR =Polimerase Chain Reaction PDIM =Phthiocerol Dimycocerosate PIM =Phosphatidylinositol Mannoside PG =peptidoglycan

PGL =Phenolic Glycolipid

RFLP =Restriction Fragment Length Polymorphism

Ser =Serine

SL =Sulpholipid

SPS =Sewaktu-Pagi-Sewaktu TB = Tuberkulosis

TDM =Trehalosa Dimikolat

(19)

Thr =Threonine

TTM =Trehalosa Monomikolat WHO =World Health Organization XDR =Extensive Drug Resistance ZN =Ziehl Nielsen

(20)

ABSTRAK

Resistensi terhadap obat anti tuberkulosis (OAT) terutama terjadi karena mutasi pada gen Mycobacterium tuberculosis. Mutasi dapat diinduksi oleh inadekuatnya kadar terapeutik obat, terutama akibat ketidakpatuhan selama mengkonsumsi obat. Karenanya, penggunaan OAT yang tidak tepat dan teratur dapat menimbulkan mutasi pada gen yang mengkode target OAT. Inadekuatnya kadar terapeutik obat akibat ketidakpatuhan pasien tuberkulosis (TB) paru mengkonsumsi isoniazid (INH) paling sering menyebabkan mutasi pada gen KatG Ser315Thr (G944C).

Telah dilakukan penelitian kohort terhadap 100 pasien TB paru BTA positif yang akan mulai mengkonsumsi INH di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan. Seluruh sampel belum dengan mutasi gen KatG Ser315Thr (G944C) Mycobacterium tuberculosis yang dipastikan dengan pemeriksaan PCR-RFLP.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepatuhan pasien TB paru mengkonsumsi INH selama pengobatan OAT dengan terjadinya mutasi gen KatG Ser315Thr (G944C). Kepatuhan dinilai dengan pemeriksaan metabolit INH urin metode Arkansas menggunakan Taxo urine test strip, sedangkan mutasi gen dinilai dengan metode PCR-RFLP. Turut dinilai karakteristik demografi penderita TB paru pada penelitian ini serta hubungannya dengan kepatuhan dalam mengkonsumsi INH selama pengobatan OAT.

Hasil yang ditemukan adalah tidak dijumpai adanya mutasi gen KatG Ser315Thr (G944C) M. tuberculosis baik pada kelompok penderita TB paru yang patuh (84%) maupun tidak patuh (16%) mengkonsumsi INH (100% wild type).

Hal ini menunjukkan bahwa INH masih sangat sensitif untuk digunakan sebagai obat lini pertama bagi penderita TB paru yang akan mulai mendapat pengobatan OAT sampai pada bulan pertama penggunaan INH.

Berdasarkan jenis kelamin, didapatkan jumlah penderita TB paru laki – laki lebih besar daripada perempuan yaitu 54% dan 46%. Berdasarkan umur penderita TB paru didapatkan jumlah kelompok umur 41 – 60 tahun paling banyak yaitu 34%, lebih besar 1% dari kelompok umur 21 – 40 tahun yaitu 33%, diikuti oleh kelompok umur ≤ 20 tahun sebanyak 17% dan kelompok umur

(21)

terkecil adalah yang > 60 tahun sebanyak 16%. Karakteristik penderita TB paru berdasarkan suku dijumpai sangat bervariasi hampir pada semua jenis suku yang ada di kota Medan, yaitu Batak Toba (32%), Jawa (28%), Mandailing (12%), Karo (6%), Minang (11%), Melayu (7%), Aceh (2%) dan Tionghoa (2%).

Berdasarkan tingkat pendidikan penderita, didapatkan yang tidak bersekolah 2%, SD 10%, SMP 16%, SMA 57% dan sarjana 15%.

Tidak terdapat hubungan antara karakteristik umur, jenis kelamin, suku dan pendidikan penderita TB paru dengan tingkat kepatuhan mengkonsumsi INH selama pengobatan OAT.

Kata kunci: Mycobacterium tuberculosis, mutasi gen KatG Ser315Thr, PCR- RFLP, Taxo urine test strip metode Arkansas, kepatuhan

(22)

ABSTRACT

Resistance to anti-tuberculosis drugs mainly occurs due to a mutation in the genes of Mycobacterium tuberculosis. Mutations can be induced by inadequate therapeutic levels of drug, mainly due to non-compliance for taking the drug. Therefore, the use of anti-tuberculosis drugs inappropriately and irregularly can lead to mutation in the gene encoding the target of anti- tuberculosis drugs. Inadequate therapeutic levels of drug due to non-compliance of patients taking isoniazid was the most frequent causing mutations in KatG (Ser315Thr) gene.

We conducted a cohort study of 100 pulmonary-tuberculosis patients with smear-positive that will begin taking INH at dr. Pirngadi General Hospital Medan.

The entire sample were not mutated of katG (Ser315Thr) gene of Mycobacterium tuberculosis, confirmed by PCR-RFLP. This study aims to determine the relationship between pulmonary-tuberculosis patient compliance of taking INH during anti-tuberculosis treatment with KatG (Ser315Thr) gene mutation.

Compliance was assessed by examination of urine metabolites of INH with Arkansas methode using Taxo urine test strip, while the gene mutation assessed by PCR-RFLP. Also assessed the demographic characteristics of pulmonary- tuberculosis patients in this study and its relationship to compliance in taking INH during the treatment of anti-tuberculosis drugs.

No M. tuberculosis KatG gene mutation were found among the compliance (84%) and non compliance (16%) INH taking patients. This result means that at the first month of INH consuming, all patients still sensitive to INH.

Male patients were 54% and women were 46%. Most of the patients (34%) were in the 41-60 years old group, while the 21-40 years group was only 33%, and the

≤ 20 years group is 17% and the smallest group is the ˃ 60 years, 16%.

Based on the ethnicity of pulmonary tuberculosis patients, found a very varied almost on all the ethnic in Medan city, Batak Toba (32%), Java (28%), Mandailing (12%), Karo (6%), Minang (11%), Melayu (7%), Aceh (2%) and Chinese (2%). Based on the level of education of patients, did not attend school

(23)

2%, primary school 10%, junior high school 16%, high school 57% and undergraduate 15%.

There was no relationship between the characteristics of age, gender, ethnicity and education of pulmonary-tuberculosis patients with compliance taking INH during the anti-tuberculosis drugs therapy.

Keywords: Mycobacterium tuberculosis, KatG (Ser315Thr) gene mutation, PCR- RFLP, Taxo urine test strip, compliance

(24)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis biasanya menyerang paru (TB paru) tetapi dapat juga organ selain paru (TB ekstraparu) (WHO, 2013).

Perkiraan jumlah kasus TB dunia pada 2014 terjadi di Asia 56% dan Afrika 29%, proporsi yang lebih kecil terjadi di wilayah timur Mediterania 8%, Eropa 4% dan Amerika 3% (WHO, 2014).

Pengendalian TB di dunia saat ini menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh penyebaran secara global strain M. tuberculosis yang resisten terhadap obat anti tuberkulosis (OAT) standar. Hal ini menyebabkan terjadinya penyebaran multi-drugs resistance tuberculosis (MDR-TB) di dunia (Falzon et al., 2011). MDR-TB merupakan resistensi terhadap setidaknya isoniazid dan rifampisin yang merupakan dua obat anti TB paling efektif (Rie et al., 2001; Abe et al., 2008; Falzon et al., 2011).

Berdasarkan pada Global Tuberculosis Report: Drug Resistant TB Survaillence and Response yang dikeluar World Health Organization (WHO) pada tahun 2014, diperkirakan ± 300.000 penderita MDR-TB terdiagnosa dan terjadi di seluruh dunia, Indonesia menyumbang ± 6.800 penderita. Yang terbanyak adalah India ± 62.000, China ± 54.000 dan Rusia ± 41.000 penderita.

Data di Departemen Ilmu Penyakit Paru RSUP. H. Adam Malik Medan yang merupakan pusat rujukan untuk diagnostik dan pengobatan MDR-TB di

(25)

Sumatera Utara, pada bulan Januari – Maret tahun 2015 sebanyak 178 pasien menjadi suspek MDR-TB dan 53 diantaranya positif menderita MDR-TB menggunakan metode Gene Expert.

Resistensi terhadap obat anti tuberkulosis (OAT) terutama terjadi karena mutasi pada gen M. tuberculosis (Rattan et al., 1999; Rie et al., 2001; Meissner et al., 2002; Bostanabad et al., 2008; Marahatta et al., 2011). Mutasi dapat disebabkan oleh inadekuatnya kadar terapeutik obat, terutama akibat ketidakpatuhan dalam proses mengkonsumsi obat (Kardas dan Bishai, 2006;

Sjahrurachman, 2010: Muñoz et al., 2014). Lina et al pada tahun 2009 dalam penelitiannya menyatakan bahwa resistensi dapat terjadi karena penggunaan obat yang tidak tepat dan tidak teratur, sehingga menimbulkan mutasi pada gen yang mengkode/menyandi target OAT seperti gen katG untuk isoniazid.

Hubungan antara ketidakpatuhan dan resistensi telah jelas didemonstrasikan pada penyakit – penyakit infeksi kronik, contohnya tuberkulosis. Hal ini terbukti di Baltimore Amerika Serikat. Antara tahun 1969 dan 1976, Baltimore memiliki angka rata – rata tertinggi untuk kejadian TB dibandingkan dengan kota – kota lain di Amerika Serikat. Pada tahun 1978 ketika sistem directly observed therapy (DOT) pada pengobatan TB mulai diperkenalkan secara luas dan diterapkan di Baltimore, angka kepatuhan meningkat sampai hampir 100% dan angka rata – rata kejadian TB menurun dari sebelumnya 50/100.000 pertahun menjadi 36/100.000 pada tahun 1981. Pada tahun 1985 sampai 1992, terjadi peningkatan rata – rata angka kejadian TB diseluruh Amerika Serikat sampai dengan 20%. Sebagai tambahan pada tahun 1991, 33% dari keseluruhan kasus TB baru di New York disebabkab oleh strain M. tuberculosis

(26)

resisten OAT. Sementara di Baltimore terus terjadi penurunan angka rata – rata kejadian TB yaitu 24/100.000 pada tahun 1985, 17/100.000 pada tahun 1992 dan 3.7/100.000 pada tahun 2003, hal ini pastinya disertai dengan penurunan kasus TB baru yang disebabkan oleh strain M. tuberculosis resisten OAT (Kardas dan Bishai, 2006). Oleh sebab itu, kepatuhan penderita terhadap proses pengobatan TB sangat esensial bukan hanya untuk mengobati penyakit tetapi juga untuk dapat mencegah terjadinya resistensi obat (Gandhi et al., 2006).

Berdasarkan data US Centre for Disease Control and Prevention, sekitar sepertiga dari seluruh pasien dengan TB aktif di Amerika Serikat gagal melengkapi proses pengobatan. Ketidakpatuhan mencapai 90% pada penderita tuna wisma dan alkoholik. Kepatuhan masih menjadi salah satu masalah pada proses penyembuhan TB karena pengobatan OAT memerlukan waktu paling sedikit selama 6 bulan (Meissner et al., 2002).

Saat ini, akibat dampak dari peningkatan MDR-TB dan relatif terbatasnya jumlah agen terapeutik yang ada, maka dilakukan upaya untuk menentukan dasar molekuler resistensi M. tuberculosis terhadap OAT. Ternyata didapati bahwa resistensi M. tuberculosis terhadap OAT adalah karena mutasi genomik tertentu pada beberapa gen spesifik M. tuberculosis. Sampai saat ini didapati sembilan mutasi gen yang diketahui terkait dengan resistensi terhadap OAT lini pertama.

KatG, InhA, AphC, dan KasA untuk resistensi isoniazid; RpoB untuk resistensi rifampisin; RpsL dan Rss untuk resistensi streptomisin; EmbB untuk resistensi etambutol; dan PncA untuk resistensi pirazinamid. MDR-TB adalah akibat akumulasi dari mutasi-mutasi tersebut (Rie et al., 2001; Meissner et al., 2002).

(27)

Isoniazid (INH) merupakan salah satu anti tuberkulosis lini pertama yang penting. Mycobacterium tuberculosis sangat peka terhadap INH (Rattan et al., 1999). Isoniazid masuk kedalam sel M. tuberculosis sebagai prodrug dengan berdifusi secara pasif, INH kemudian diaktifkan oleh enzim katalase-peroksidase yang diekspresikan oleh gen KatG M. tuberculosis untuk menjadi bentuk aktifnya (Ramaswamy et al., 2003).

Mutasi gen KatG menyebabkan hilangnya aktivitas enzim katalase- peroksidase, ini merupakan mekanisme utama resistensi INH pada M.

tuberculosis (Musser., 1995). Mutasi gen KatG terbanyak ditemukan pada kodon 315 yaitu antara 61 – 90% dari keseluruhan bentuk – bentuk mutasi pada gen KatG (Rie et al., 2001; Ramaswamy et al., 2003; Abe et al., 2008; Marahatta et al., 2011), pada kodon 315 ini mutasi yang paling sering muncul adalah AGC (Serin) menjadi ACC (Treonin). Pada tingkat basa, mutasi ini merupakan mutasi poin (point mutation) pada urutan ke 944 yaitu G menjadi C (G944C) (Ahmad et al., 2002; Mokrosov et al., 2002; Guo et al., 2006; Bostanabad et al., 2008;

Marahatta et al., 2011; Genbank., 2015). Penelitian Bostanabad et al pada tahun 2008 terhadap 163 spesimen sputum pasien dengan tuberkulosis paru aktif di Belarusia, 40 isolat adalah resisten INH secara konvensional dengan metode proporsional, dan berdasarkan metode PCR-sekuensing tipe terbanyak pada isolat M. tuberculosis resisten INH adalah akibat mutasi gen KatG Ser315Thr (G944C), yaitu 36 isolat (85%) (Bostanabad et al., 2008). Mutasi gen KatG Ser315Thr (G944C) dapat menjadi marker genetik yang sangat potensial untuk menentukan strain M. tuberculosis resisten INH (Bostanabad et al., 2008; Marahatta et al., 2011).

(28)

Berdasarkan penelitian Colangeli et al (2014) pada hewan coba (Macaque sp), rata – rata laju mutasi (mutation rate) M. tuberculosis dalam 20 jam masa regenerasinya diperkirakan terjadi sebesar 5.5x10-10 mutasi/bp/generasi. Dan hasil penelitian Ragheb et al (2013) didapatkan laju mutasi M. tuberculosis sebesar 2.7x10-3 per-lokus pertahun, atau 225x10-6 per-lokus perbulan.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ketidakpatuhan pasien dalam mengkonsumsi OAT menyebabkan inadekuatnya kadar OAT dalam pengobatan TB dan ini menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya mutasi – mutasi tertentu pada genom M. tuberculosis yang menyebabkannya resisten terhadap OAT.

Belum adanya penelitian yang mengamati secara langsung bagaimana hubungan tingkat kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi INH dengan proses terjadinya mutasi gen KatG Ser315Thr (G944C) pada M. tuberculosis menjadi alasan peneliti untuk melakukan penelitian.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: apakah terdapat hubungan antara kepatuhan pasien TB paru mengkonsumsi INH selama pengobatan OAT dengan mutasi gen KatG Ser315Thr (G944C) M. tuberculosis.

(29)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepatuhan pasien TB paru mengkonsumsi INH selama pengobatan OAT dengan mutasi gen KatG Ser315Thr (G944C).

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengetahui karakteristik penderita TB paru (jenis kelamin, umur, suku dan pendidikan) di RSU dr. Pirngadi Medan.

2. Mengetahui distribusi mutasi gen KatG Ser315Thr (G944C) M. tuberculosis pada penderita TB paru di RSU dr. Pirngadi Medan setelah pengobatan INH.

3. Mengetahui data kepatuhan penderita TB paru di RSU dr. Pirngadi Medan selama pengobatan INH.

4. Mengetahui bagaimana pengaruh tingkat kepatuhan mengkonsumsi INH dengan terjadinya mutasi gen KatG Ser315Thr (G944C) M. tuberculosis pada penderita TB paru.

5. Mengetahui hubungan umur, jenis kelamin, suku dan pendidikan dengan tingkat kepatuhan mengkonsumsi INH pada penderita TB paru.

1.4 Hipotesa

Ada hubungan antara kepatuhan pasien TB paru mengkonsumsi INH selama pengobatan OAT dengan mutasi gen KatG Ser315Thr (G944C) M.

tuberculosis.

(30)

1.5 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian diharapkan dapat mendeteksi pola mutasi gen KatG Ser315Thr (G944C) M. tuberculosis pada pasien TB paru yang patuh dan tidak patuh mengkonsumsi INH selama pengobatan OAT.

2. Mendapatkan data distribusi mutasi gen KatG Ser315Thr (G944C) M.

Tuberculosis pada pasien TB paru.

3. Mendapatkan data tentang kepatuhan penderita TB terhadap pengobatan INH.

4. Mendapatkan data tentang hubungan jenis kelamin, umur, suku dan pendidikan penderita TB dengan tingkat kepatuhan terhadap terhadap pengobatan INH.

5. Memanfaatkan metode biologi molekuler khususnya pemeriksaan mutasi gen KatG Ser315Thr (G944C) M. tuberculosis untuk deteksi dini dan pengobatan yang sesuai di masa yang akan datang.

(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mikobakterium

2.1.1 Mycobacterium tuberculosis complex

Tuberkulosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh M. tuberculosis complex, termasuk M. tuberculosis, M. bovis, M. africanum, M. pinnipedii, M.

microti, M. caprae, M. canettii. (Public health Agency of Canada, 2010).

2.1.2 Patogenesis mikobakterium

Terdapat perbedaan yang bermakna dalam kemampuan berbagai mikobakterium untuk menyebabkan lesi pada berbagai macam spesies penjamu.

Manusia dan marmut sangat sensitif terhadap infeksi M. tuberculosis, sementara unggas dan sapi resisten terhadap M. tuberculosis dan M. bovis. Pada negara maju, M. bovis saat ini sangat jarang muncul. Beberapa mikobakterium "atipikal"

(misalnya, Mycobacterium kansasii) menyebabkan penyakit pada manusia yang tidak dapat dibedakan dari tuberkulosis. Mikobakterium yang lain (misalnya, M.

fortuitum) hanya menyebabkan lesi pada permukaan atau berfungsi sebagai oportunis (Brooks, 2007).

2.1.3 Morfologi dan struktur Mycobacterium tuberculosis

Mikobakteria berbentuk batang ramping yang sering menunjukkan bentuk koloni filamen bercabang menyerupai miselium jamur. Maka nama

“mikobakteria“ artinya adalah bakteri yang seperti jamur. Dalam kultur cair mereka membentuk cetakan seperti kulit tipis (pelikel) (Ananthanarayan dan Paniker, 2005).

(32)

Mikobakteria adalah genus basil gram-positif yang menunjukkan karakteristik pewarnaan tahan asam. Mycobacterium tuberculosis adalah agen etiologik tuberkulosis yang paling penting. Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit tertua dan penyebab utama kematian akibat penyakit infeksi di seluruh dunia saat ini (Ryan dan Ray, 2010).

Mycobacterium tuberculosis termasuk genus Mycobacterium dari familia Mycobacteriaceae, ordo Actinomycetales . Bersifat non-motil , aerob obligat yang tidak membentuk spora. Dinding sel terdiri dari peptidoglikan, dan mirip dengan organisme gram-positif lainnya yang banyak mengandung polisakarida rantai cabang, protein dan lipid (Ryan dan Ray, 2010).

2.1.4 Genetika biosintesis dinding sel mikobakterium

Patogenitas M. tuberculosis terhadap manusia sebagian disebabkan karena dinding selnya yang atipik, merupakan struktur berlapis yang mengandung peptidoglikan, arabinogalaktan (AG), asam mikolat, glikolipid dan kapsul polisakarida yang berada dibagian luar membran plasma. Struktur ini bersifat impermiabel sehingga berperan sebagai pelindung alami terhadap serangan, baik dari sistem imunitas tubuh host maupun dari banyak antibiotik. Dengan demikian, dinding sel memainkan peran penting dalam kelangsungan hidup M. tuberculosis (Briken et al., 2004).

Dinding sel mikobakteria sangat kaya lipid (sampai dengan 60% dari total massa dinding sel), dan dari urutan genom M. tuberculosis terungkap bahwa sebagian besar gen dikhususkan untuk produksi dan metabolisme lipid. Beberapa komponen dinding sel M. tuberculosis seperti cord factor lipoarabinomannan (LAM) dan asam mikolat menjadi salah satu faktor pendukung proses virulensi

(33)

dan penggangguan respon imun dari host, sedangkan komponen lain, misalnya Arabinogalaktan dan peptidoglikan memiliki peran lebih pada struktur M.

tuberculosis. Hal ini menunjukkan pentingnya regulasi dinding sel baik untuk pertumbuhan, virulensi dan bahkan basil ini mampu mengubah komposisi dinding sel mereka sebagai respon terhadap perubahan lingkungan (Goude dan Parish, 2008).

Komponen utama dari dinding sel mikobakteria adalah lapisan mycolyl- arabinogalactan-peptidoglycan (Gambar 2.1). Stuktur dinding sel ini terdiri dari beberapa komponen yang saling berhubungan, peptidoglikan terletak di luar membran plasma yang secara kovalen terkait dengan arabinogalaktan (AG), pada akhirnya akan teresterifikasi dengan asam mikolat. Polimer ini (mycolyl- arabinogalactan-peptidoglycan) membentuk kerangka struktural dari dinding sel serta membentuk barier hidrofobik yang bertanggung jawab atas resistensi intrinsik mikobakteria ke sejumlah antibiotik. Lapisan ini merupakan bagian penting dari struktur sel, dan telah terbukti terdapat sejumlah enzim penting dalam proses sintesisnya (Sacco et al., 2007; Amin et al., 2008).

Sejumlah studi terbaru mengidentifikasi enzim yang terlibat dalam biosintesis struktur arabinogalaktan. Biosintesis arabinogalaktan sebagian besar dikatalisis oleh enzim yang dikode dalam fragmen 50kb dari Rv3779 ke Rv3809c, fragmen ini disebut “AG biosintesis gen cluster” (Mikusova et al.,2006).

(34)

Gambar 2.1 (A) Skema selubung sel M. tuberculosis. CM, AG, ML, PG, PGL, PDIM, TDM, TMM dan SL. (B) struktur LAM, LM and PIM. AG: Arabinogalactan; CM:

Cytoplasmic membrane (membran sitoplasma); LAM: Lipoarabinomannan; LM:

Lipomannan; MAPG: Mycolyl-arabinogalactanpeptidoglycan; ML: Mycolic acid; PDIM:

Phthiocerol dimycocerosate; PG: Peptidoglycan; PGL: Phenolic glycolipid; PIM:

Phosphatidylinositol mannoside; SL: Sulpholipid; TDM: Trehalose dimycolate; TMM:

Trehalosemonomycolate (Goude dan Parish, 2008).

Asam mikolat merupakan asam lemak α-alkil-β-hidroksi kompleks yang sangat panjang (C60-C90). Ditemukan baik terikat secara kovalen pada dinding sel atau dalam bentuk trehalosa monomikolat (TMM) atau trehalosa dimikolat (TDM). Lapisan ini menyebabkan permeabilitas yang sangat rendah dari dinding sel mikobakteria dan menjelaskan ketahanan alami mikobakteria terhadap antibiotik. Asam mikolat juga terlibat dalam virulensi M. tuberculosis. Biosintesis asam mikolat melibatkan produksi asam lemak rantai panjang (meromikolat) dan derivat asam lemak karboksilat yang lebih pendek, kemudian diikuti oleh kondensasi untuk membentuk molekul akhir. Dinding sel M. tuberculosis terdiri dari tiga jenis asam mikolat (α, metoksi dan keto), perbedaan ketiganya hanya

(35)

dalam kelompok-kelompok fungsional yang ditemukan dalam rantai meromikolat (Goude dan Parish, 2008).

Sintesis rantai asam lemak dimulai oleh asetil-KoA karboksilase, terdiri dari subunit α (AccA3) dan β (AccD6) yang mengatur aktivasi malonil-KoA untuk berperan sebagai perantara bagi Fatty Acid Sinthase (FAS). Mikobakteria memiliki dua sistem FAS, yaitu sistem FAS tipe I (FAS-I) dan tipe 2 (FAS-II) (Gambar 2.2). FAS–I dikode oleh fas (Rv2524c). FAS-I adalah enzim multidomain berukuran besar (326kDa), yang melakukan beberapa aktivitas katalitik. Enzim ini bertanggung jawab untuk sintesis de novo asam lemak rantai pendek, studi terbaru menunjukkan bahwa ia juga bertanggung jawab dalam produksi heksakosanoil-S-KoA pendek yang berperan dalam tahap kondensasi akhir dengan rantai meromikolat. Kemudian asam lemak yang disintesis oleh FAS-I diperpanjang oleh sistem FAS-II untuk menghasilkan asam meromikolat.

FAS-II adalah sistem yang multiprotein, terdiri dari empat aktivitas enzimatik untuk memperpanjang asam lemak dengan dua unit karbon pada setiap siklusnya.

Pada setiap siklus terjadi aktivitas yang berurutan, yaitu dari β-ketoacyl-ACP reductase (FabG1), trans-2-enoil-ACP reductase (inhA), (3R)-hydroxyacyl-ACP dehydratasedan β-ketoacyl-ACP synthetase (Goude dan Parish, 2008).

(36)

Gambar 2.2 Biosintesis asam mikolat M. tuberculosis dan skema 3 tipe asam mikolat yang ditemukan pada M. tuberculosis. FAS-I memproduksi asam lemak rantai pendek, yang selanjutnya diperpanjang oleh FAS-II untuk sintesis meromikolat atau digunakan sebagai cabang α asam mikolat. Berbagai enzim yang terlibat pada masing – masing reaksi ditunjukkan dengan cetak tebal (Goude dan Parish, 2008).

2.1.5 Genom Mycobacterium tuberculosis

Mycobacterium tuberculosis memiliki sebuah kromosom sirkular dengan jumlah DNA 4.411.532 bp dengan 4.031 gen pengkode dan 4109 transkrip gen.

Keseluruhan genom ini mengandung 65.5 % G (guanin) dan C (sitosin). Menurut

(37)

data terakhir dari The Sanger Centre pemetaan sekuens genomnya telah lengkap dianalisa (Portillo et al., 2007; Ensembl, 2015).

2.1.6 Enzim katalase – peroksidase Mycobacterium tuberculosis

Katalase – peroksidase adalah enzim hasil ekspresi gen KatG M.

tuberculosis yang terdiri dari 740 asam amino. Merupakan enzim yang memiliki dua fungsi (bifunctional enzyme) dengan aktivitas katalase dan peroksidase yang luas (broad-spectrum). Berperan dalam aktivitas oksidasi NADH sebagai ekivalen pereduksi dan pemasangan isoniazid aktif dengan NADH membentuk isonicotinic acyl-NAD complex. Kemungkinan berperan dalam survival intraseluler M.

tuberculosis dan mungkin terlibat dalam repair DNA. Persamaan aktivitas katalitiknya adalah, donor + H2O2 = donor teroksidasi + 2 H2O, juga 2H2O2 = O2

+ 2H2O. Mengikat 1 heme B (iron-protoporphyrin IX) sebagai ko-faktornya (Uniprot, 2015).

2.2 Tuberkulosis Paru 2.2.1 Epidemiologi

Sumber infeksi yang paling sering berasal dari spesimen yang diekskresikan manusia terutama dari traktus respiratorius berupa basil tuberkel dalam jumlah banyak. Kontak erat (misalnya, dalam sebuah keluarga) dan pajanan masif (misalnya, pada petugas kesehatan) membuat transmisi melalui droplet paling mungkin terjadi. (Brook, 2007).

Pembagian penderita TB menjadi kasus baru dan kasus pengobatan ulangan didasarkan pada riwayat pengobatan sebelumnya. Kasus baru adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan

(38)

OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). Sedangkan kasus pengobatan ulangan adalah kasus yang sebelumnya pernah diobati dan menelan OAT selama 1 bulan atau lebih, termasuk diantaranya kasus kambuh (relaps), kasus setelah putus berobat (default), dan kasus setelah gagal (failure) (KEMENKES RI, 2011).

Kasus kambuh (relaps) adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur). Kasus setelah putus berobat (default) adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif. Kasus setelah gagal (failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan (KEMENKES RI, 2011).

Resistensi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) diklasifikasikan berdasarkan tes kerentanan terhadap obat / drug susceptibility testing (DST) meliputi; mono- resistence: kekebalan terhadap satu OAT lini pertama saja,; polydrug-resistance:

kekebalan terhadap lebih dari satu OAT, selain kombinasi isoniazid dan rifampisin,; multidrug-resistance (MDR): kekebalan terhadap sekurang- kurangnya isoniazid dan rifampisin,; extensive drug-resistance (XDR): MDR ditambah kekebalan terhadap salah satu obat golongan flourokuinolon, dan sedikitnya salah satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin, kanamisin dan amikasin) (WHO, 2013; Soepandi, 2010).

Secara umum resistensi terhadap OAT dibagi menjadi: resistensi primer, resistensi sekunder dan resitensi inisial. Resistensi primer adalah resistensi yang terjadi pada M. tuberculosis terhadap OAT, dimana penderita tidak memiliki riwayat pengobatan OAT atau pernah mendapat pengobatan OAT, namun kurang

(39)

dari 1 bulan. Sedangkan resistensi sekunder, pasien telah mempunyai riwayat pengobatan OAT minimal 1 bulan. Pada resistensi inisial, bila tidak diketahui pasti apakah pasien sudah ada riwayat pengobatan OAT sebelumnya atau belum pernah (Sihombing, 2012).

2.2.2 Diagnosis

Seseorang ditetapkan sebagai tersangka penderita tuberkulosis paru apabila ditemukan gejala klinis utama (simtom kardinal) pada dirinya. Gejala utama pada tersangka tuberkulosis paru adalah : batuk berdahak lebih dari tiga minggu, batuk berdarah, sesak nafas, nyeri dada. Gejala lainnya adalah berkeringat pada malam hari, demam tidak tinggi/meriang, dan penurunan berat badan. Dahak penderita harus diperiksa dengan pemeriksaan mikroskopik. Untuk menegakkan diagnosa penyakit tuberkulosis dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk menemukan BTA (basil tahan asam) positif. Pemeriksaan lain yang dilakukan yaitu pemeriksaan kultur bakteri dan tes kepekaan obat. Alat diagnostik lain adalah pemeriksaan radiologis dan tuberculin skin test. Metode pemeriksaan dahak (bukan liur) sewaktu, pagi, sewaktu (SPS) dengan pemeriksaan mikroskopis membutuhkan 5 ml dahak dan biasanya menggunakan pewarnaan panas dengan metode Ziehl- Nielsen (ZN) atau pewarnaan dingin Kinyoun-Gabbet menurut Tan Thiam Hok. Bila dari dua kali pemeriksaan didapatkan hasil BTA positif, maka pasien tersebut dinyatakan positif mengidap tuberkulosis paru (Andina, 2012).

Secara teoritis metode polimerase chain reaction (PCR) lebih sensitif dibandingkan metode konvensional mikroskopik. Metode PCR akan memberikan hasil positif walaupun hanya terdapat 1-10 kuman dalam spesimen pemeriksaan,

(40)

dan juga PCR dapat memberikan hasil positif walaupun kuman mati/dormant atau secara pewarnaan Ziehl-Nielsen telah konversi akibat pengobatan OAT lini pertama (Lina et al., 2009; Andina, 2012).

Pada penelitian sputum menggunakan teknik PCR yang dilakukan terhadap 36 pasien TB paru BTA negatif, didapatkan hasil pemeriksaan PCR positif sebanyak 13 sampel (36.11%). Penelitian pada tahun 1996 di Rio de Jeneiro terhadap TB paru mikroskopis BTA mendapatkan PCR positif sebesar 44.9% (Andina, 2012). Oleh sebab itu penelitian yang akan peneliti lakukan akan menggunakan metode PCR untuk menentukan ada tidaknya M. tuberculosis pada sputum subjek yang telah meminum INH sampai akhir minggu ke-4.

Saat ini, untuk menegakkan diagnosis resistensi obat TB diawali dengan mengenali faktor resiko dan mempercepat dilakukannya diagnosis laboratorium.

Deteksi lebih awal dan memulai terapi TB-MDR merupakan faktor penting mencapai keberhasilan pengobatan. Pemeriksaan dilakukan meliputi sputum BTA, uji kultur M. tuberculosis dan resistensi obat. Kemungkinan resistensi obat TB secara simultan dipertimbangkan dengan pemeriksaan sputum BTA sewaktu menjalani panduan terapi awal. Diagnosis terjadinya resistensi OAT dilakukan berdasarkan uji laboratorium untuk menunjukkan isolat M. tuberculosis yang menginfeksi tubuh secara in vitro sensitif atau telah resisten terhadap satu atau lebih obat-obat anti tuberkulosis (Andina, 2012).

2.2.3 Pengobatan

Obat anti tuberkulosis (OAT) dibagi menjadi dua kelompok yang dikenal dengan OAT lini pertama (first line) dan lini kedua (second line). Istilah lini pertama digunakan untuk obat pilihan utama (isoniazid, etambutol, rifampisin,

(41)

pirazinamid, streptomisin) yang telah lama dipakai secara klinis serta menunjukkan efikasi yang baik dan efek samping paling minimal. OAT lini kedua (asam para-aminosalisilat, etionamid, sikloserin, flouroquinolon, kanamisin, amikasin) digunakan ketika dijumpai resistensi M. tuberculosis terhadap obat lini pertama atau ada obat lini pertama yang dikontraindikasikan pada penderita tertentu. (Ryan KJ dan Ray CG, 2010).

Menurut KEMENKES RI (2011), kasus TB baru (TB paru BTA positif, TB paru BTA negatif foto toraks positif, dan TB ekstra paru) yang belum pernah mendapat pengobatan dikelompokkan sebagai kategori 1. OAT pada kategori 1 ini adalah OAT lini pertama yang pemberiannya dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif (inisial) dan tahap lanjutan. Pada tahap intensif penderita menelan isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z) dan etambutol (E) setiap hari selama 2 bulan, sedangkan pada tahap lanjutan penderita menelan isoniazid (H) dan rifampisin (R) tiga kali seminggu selama 4 bulan. Totalnya penderita menelan OAT selama 6 bulan. Panduan ini biasa disingkat penulisannya dengan 2(HRZE)/4(H3R3).

Sedangkan kasus BTA positif yang sebelumnya sudah pernah diobati (kambuh, gagal dan setelah putus berobat) dikelompokkan sebagai kategori 2.

OAT pada kategori 2 ini adalah OAT lini pertama yang pemberiannya dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan. Pada tahap intensif, awalnya penderita mendapat isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z), etambutol (E) dan streptomisin (S) setiap hari selama 2 bulan, kemudian dilanjutkan dengan isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z) dan etambutol (E) setiap hari selama 1 bulan berikutnya. Pada tahap lanjutan penderita menelan isoniazid (H), rifampisin (R) dan etambutol (E) tiga kali seminggu selama 5 bulan. Totalnya

(42)

penderita menelan OAT selama 8 bulan. Panduan ini biasa disingkat penulisannya dengan 2(HRZES)/HRZE/5(H3R3E3).

2.3 Farmakologi INH 2.3.1 Penemuan dan struktur

Gambar 2.3. Struktur Isoniazid (Becker et al., 2007)

Isoniazid disintesis oleh Meyer dan Mally di University of Prague Jerman pada tahun 1912. Pada tahun 1952 secara independen dilakukan rediscovery oleh Bayer Laboratories di Jerman, Hoffman-La Roche Laboratories di Switzerland / USA, dan Squibb Laboratories di USA, masing-masing bekerja tanpa sepengetahuan satu sama lain (IUATLD, 2002).

Nama generiknya adalah Isoniazid / Isonicotinic acid hydrazide (INH) / 4- Pyridinecarboxylic acid hydrazide dengan struktur seperti terlihat pada gambar 2.3 (Becker et al., 2007).

2.3.2 Mekanisme kerja dan indikasi terapi

Isoniazid hanya aktif terhadap mikobakteria. Efeknya terutama terhadap M. tuberculosis complex, dan pada tingkat lebih rendah terhadap beberapa spesies mikobakteria lain misalnya, M. kansasii. Minimum Inhibition Concentration (MIC) M. tuberculosis adalah 0.025-0.05 mg/L dalam kaldu dan 0.1-0.2 mg/L dalam piring agar, hal ini menunjukkan ketidakpastian seputar penentuan MIC.

(43)

Isoniazid memiliki awal aktivitas bakterisidal yang paling ampuh dibandingkan semua OAT lain. Menambahkan obat lain tidak akan meningkatkan aktivitas INH tersebut. Dengan demikian, segera dapat diamati penurunan kemampuan mikobakteria dalam penularan selama pengobatan tahap intensif, kemungkinan besar ini disebabkan aktivitas bakterisidal dari isoniazid yang baik tersebut (IUATLD, 2002).

WHO merekomendasikan rentang dosis 4-6 mg/kg, dengan dosis harian maksimum tidak melebihi 300 mg. Dosis maksimum 300 mg juga digunakan untuk terapi pencegahan pada populasi dengan resiko tinggi. Pada dosis ini umumnya INH ditoleransi dengan baik (Becker et al., 2007).

Pada proses kinetikanya, INH cepat diserap melalui saluran cerna pada pemberian per-oral (Sweetman, 2009; Becker et al., 2007; Teixeira et al., 2013) dan mencapai hati melalui sistem vena porta. Sebelum mencapai sirkulasi sistemik INH akan mengalami metabolisme lintas awal (first pass metabolism) dihati dan terjadi pengurangan bioavailabilitasnya. Sekitar 75% - 95% dari INH diekskresikan oleh ginjal dalam 24 jam pertama, terutama sebagai metabolit berbentuk asam asetilisoniazid dan asam isonikotinat (Texeira et al., 2013).

Dalam jumlah yang kecil INH diekskresikan melalui feses, dan terbuang pada proses hemodialisa (Sweetman, 2009).

Rute metabolik utama asetilasi isoniazid menjadi asetilisoniazid oleh enzim N-asetiltransferase 2 (NAT2) ditemukan di hati dan usus halus. Dalam hati, INH dimetabolisme menjadi asetilisoniazid oleh N-asetiltransferase 2 (NAT2), diikuti oleh proses hidrolisis untuk menjadi asetilhidrazin dan kemudian dioksidasi oleh sitokrom P4502E1 (CYP2E1) menjadi senyawa intermediet yang

(44)

bersifat hepatotoksik. Metabolit ini dapat merusak sel hepatosit, baik dengan cara mengganggu homeostasis sel atau dengan memicu reaksi imunologis dimana metabolit yang bersifat reaktif ini terikat pada protein plasma sel hepatosit dan bertindak sebagai hapten. Jalur metabolisme lain yang berperan untuk menghasilkan metabolit toksik adalah hidrolisis langsung INH menjadi hidrazin (hepatotoksin yang poten). N-asetiltransferase 2 (NAT2) juga bertanggung jawab untuk mengkonversi asetilhidrazin menjadi diasetilhidrazin (komponen nontoksik). Glutation S-transferase (GST) merupakan enzim detoksifikasi penting pada fase II, berperan protektif sebagai pemungut/pengikat radikal bebas intraseluler, melalui reaksi konjugasi glutation dengan metabolit toksik yang dihasilkan dari CYP2E1. Konjugasi sulfhidril memfasilitasi pengeluaran metabolit dari tubuh dan mengurangi efek toksik. Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak penelitian yang menunjukkan bahwa polimorfisme genetik pada gen NAT2, CYP2E1 dan GST berkaitan dengan kerentanan terhadap kejadian hepatotoksisitas yang diinduksi obat (drug-induced hepatotoxicity) selama pengobatan TB (Gambar 2.4 a & b) (Teixeira et al., 2013).

Gambar 2.4a. Alur metabolisme INH dan enzim – enzim utama yang terlibat (terdapat didalam tanda kotak) (Teixeira et al., 2013).

(45)

Gambar 2.4b. Alur metabolisme INH (Preziosi, 2007).

Isoniazid masuk ke dalam sel M. tuberculosis secara difusi pasif. Isoniazid merupakan prodrug yang diaktivasi oleh enzim katalase-peroksidase (KatG) yang berada didalam sel M. tuberculosis. Enzim KatG memasangkan isonicotinic acyl (bentuk aktif INH) dengan NADH untuk membentuk isonicotinic acyl-NAD complex. Kompleks ini berikatan erat pada enoylacyl-acyl carrier protein (ACP) reductase yang dikenal sebagai InhA sehingga memblokade substrat alaminya (enoyl-AcpM) untuk dapat berikatan dan memblokade aktivitas sintesis asam lemak. Proses ini menghambat sintesis asam mikolat yang diperlukan untuk dinding sel mikobakteria (gambar 2.5 a & b) (FAD, 2013). Kompleks AcpM- KasA yang terlibat dalam sintesis asam mikolat berikatan dengan INH aktif (Wang et al, 1997). Mekanisme kerja isoniazid secara detail masih tetap sulit untuk dipahami, hanya mekanisme kerjanya secara umum yang telah dipahami dengan baik (IUATLD, 2002).

(46)

Gambar 2.5a. Inhibisi sintesis asam mikolat oleh isoniazid (INH) (Wright, 2012).

Gambar 2.5b. Potensi keterlibatan superoksida dalam aktivitas INH . INH sebagai prodrug yang diaktifkan oleh protein KatG (katalase - peroksidase) atau oleh Mn2+. Di sebelah kiri gambar adalah skema yang menunjukkan bentuk KatG non-aktif (FeIII KatG) yang diubah menjadi bentuk aktif oleh dua jalur, salah satunya (a) membutuhkan superoksida (O2

-). Di sebelah kanan adalah skema yang menunjukkan aktivasi INH oleh jalur dependen Mn2+ yang juga melibatkan superoksida (b), jalur ini dapat dihambat oleh superoksida dismutase (SOD). Jalur ini ditunjukkan dengan garis putus-putus karena mungkin tidak signifikan secara in vivo. INH aktif (INH*) menghambat sintesis asam mikolat dengan cara menonaktifkan InhA dan ACPM - KasA. Spesies oksigen reaktif (ROS) timbul selama aktivasi INH atau akibat kehadiran superoksida (c). Protein AhpC muncul untuk membatasi akumulasi kerusakan oksidatif makromolekul yang diharapkan timbul dari aktivasi INH atau adanya superoksida. Garis bergelombang menunjukkan penghambatan jalur, dan jalur dengan bar tegak lurus menunjukkan penghambatan enzim (Wang et al., 1997).

(47)

2.4 Resistensi Mycobacterium tuberculosis Terhadap INH 2.4.1 Mutasi dan mekanisme resistensi

Mutasi adalah perubahan pada materi genetik suatu mahluk hidup yang terjadi secara tiba-tiba dan acak, merupakan dasar bagi sumber variasi organisme hidup yang bersifat terwariskan (heritable). Menurut kejadiannya, mutasi dapat terjadi secara spontan (spontaneous mutation) dan juga dapat terjadi melalui induksi (induced mutation). Mutasi spontan adalah mutasi yang terjadi akibat adanya sesuatu pengaruh yang tidak jelas, baik dari lingkungan luar maupun dari internal organisme itu sendiri. Sedangkan mutasi terinduksi adalah mutasi yang terjadi akibat paparan dari sesuatu yang jelas misalnya paparan sinar UV, senyawa kimia mutagenik, obat – obatan dll. Secara mendasar tidak terdapat perbedaan antara mutasi yang terjadi secara alami dan mutasi hasil induksi (Warianto, 2011).

Resistensi terhadap OAT terutama terjadi karena mutasi pada gen M.

tuberculosis. Penyebaran resistensi M. tuberculosis terjadi paska amplifikasi kuman resisten yang diinduksi oleh inadekuatnya obat disekitar kuman (Sjahrurachman, 2010).

Beberapa mutasi gen pada M. tuberculosis yang berperan sebagai penyebab resistensi INH telah dapat diidentifikasi. Mutasi yang terpenting berlokasi di gen KatG. Kepekaan terhadap INH tergantung pada keberadaan enzim katalase-peroksidase yang dikode oleh gen KatG. Mutasi pada gen ini menyebabkan tingginya angka kejadian resistensi INH (IUATLD, 2002).

2.4.2 Gen KatG dan mutasi kodon Ser315Thr (G944C)

Gen KatG berada di posisi antara 2,153,445 – 2,156,555 dari keseluruhan genom M. tuberculosis, dengan panjang 2223 bp dan merupakan bagian dari

(48)

pengkode protein katalase – peroksidase. Mutasi poin pada basa ke 944 dimana G berubah menjadi C menghasilkan perubahan kodon 315 dari AGC  ACC. Hal ini menyebabkan perubahan asam amino serin menjadi treonin (SerThr) yang akan mengekspresikan protein katalase - peroksidase mutan (missense mutation) (Ensembl, 2015; Genbank, 2015; Ahmad et al., 2002; Mokrosov et al., 2002; Guo et al., 2006; Bostanabad et al., 2008; Marahatta et al., 2011).

Beberapa dekade terakhir, studi isolat M. tuberculosis pasien TB mencatat bahwa terdapat hubungan antara resistensi INH dan hilangnya aktifitas enzim katalase-peroksidase. Pengamatan ini mengarahkan untuk dilakukannya kloning dan skuensing struktur gen KatG yang mengekspresikan enzim tersebut. Studi genetika molekuler menegaskan bahwa KatG berperan dalam memediasi kepekaan terhadap INH. Peneliti – peneliti dari beberapa benua melaporkan bahwa terdapat beragam mutasi KatG yang unik terjadi pada strain M.

tuberculosis resisten INH, dan pergantian asam amino yang terletak pada posisi kodon 315Ser adalah yang paling banyak terjadi (gambar 2.6) (Ramaswamy dan Musser, 1998).

Terdapat beberapa varian mutasi pada kodon 315 gen KatG M.

tuberculosis yaitu Ser315Thr (AGCACC), Ser315Thr (AGCACA), Ser315Asn (AGCAAC), Ser315Ile (AGCATC), Ser315Arg (AGCCGC), Ser315Arg (AGCAGA) dan Ser315Gly (AGCGGC) (Ramaswamy dan musser, 1998), tetapi mutasi terbanyak adalah tipe mutasi Ser315Thr (AGCACC). Seperti pada penelitian Bostanabad et al di Belarusia pada tahun 2008 mendapatkan dari 40 isolat DNA M. tuberculosis yang berasal dari sputum penderita TB paru aktif dengan mutasi pada kodon 315 gen KatG, didapatkan 36

(49)

isolat (85%) merupakan mutasi Ser315Thr (G944C) (Bostanabad et al., 2008).

Mutasi gen KatG Ser315Thr (G944C) sangat potensial menjadi marker genetik untuk menentukan strain M. tuberculosis resisten INH (Bostanabad et al., 2008;

Marahatta et al., 2011).

Gambar 2.6. Polimorfisme protein KatG pada M. tuberculosis INHR. Varian asam amino diberi nomor secara vertikal. Dipakai singkatan asam amino satu huruf. Tampak dibawah skema perubahan nukleotida dan asam amino yang muncul pada kodon dengan 2 atau lebih varian kodon. A: alanin; C: sistein; D: asam aspartat; E: asam glutamat; F:

fenilalanin; G: glisin; H: histidin; I: isoleusin; M: metionin; N: asparagin; P: prolin; Q:

glutamin; R: arginin; S: serin; T: treonin; W: triptofan; V: valin (Ramaswamy dan Musser, 1998).

2.5 Metode Pemeriksaan Yang Berperan Pada Deteksi Mutasi Gen KatG Ser315Thr (G944C)

2.5.1 Pewarnaan ziehl-nielsen

Adalah suatu alat ukur untuk mendeteksi bakteri M. tuberculosis dengan metode pewarnaan bakteri tahan asam dan dilihat dibawah mikroskop dengan pembesaran 1000x. Prinsip pewarnaan ini adalah bahwa M. tuberculosis mempunyai lapisan dinding lipid (asam mikolat) yang tahan terhadap asam.

Proses pemanasan mempermudah masuknya carbol fuchsin kedalam dinding sel, dan sel tetap mengikat zat warna carbol fuchsin walaupun didekolorisasi dengan asam alkohol (KEMENKES RI, 2012). Cara mengukurnya adalah dengan

(50)

menemukan bakteri tahan asam per-lapangan pandang. Hasil pengukuran pada pemeriksaan mikroskopis dengan mengacu pada skala International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD) yaitu:

− Negatif : tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang

− Scanty : ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang (ditulis jumlah BTAyang ditemukan)

− 1+ : ditemukan 10 – 99 BTA dlm 100 lapang pandang

− 2+ : ditemukan 1 – 10 BTA setiap 1 lapang pandang (periksa minimal 50 lapang pandang)

− 3+ : ditemukan ≥ 10 BTA dalam 1 lapang pandang (periksa minimal 20 lapang pandang) (KEMENKES RI, 2012).

Pada penelitian ini, pasien dengan mikroskpik BTA positif (Scanty, 1+, 2+, 3+) pada pemeriksaan awal sputum sebelum meminum OAT akan dimasukkan kedalam sampel yang diinginkan, apabila M. tuberculosis – nya belum mengalami mutasi gen KatG Ser315Thr (G944C) yang dikonfirmasi dengan PCR-RFLP. Selanjutnya, setelah akhir minggu ke 4 minum OAT M.

tuberculosis sputum diperiksa kembali pola mutasinya dengan PCR-RFLP, dinilai dan dihubungkan dengan tingkat kepatuhan selama pengobatan INH.

2.5.2 Polymerase chain reaction – Restriction fragment length polymorphism (PCR-RFLP) dan elektroforesis

Polymerase chain reaction – Restriction fragment length polymorphism (PCR-RFLP) dan elektroforesis digunakan sebagai alat ukur dan metode visualisasi untuk mendeteksi gen KatG M. tuberculosis dengan mutasi Ser315Thr (G944C).

(51)

Cara mengukurnya adalah dengan melipatgandakan secara eksponensial suatu sekuens nukleotida tertentu dengan cara in vitro menggunakan metode enzimatis. PCR dilakukan dengan tiga tahap yaitu denaturasi, annealing dan extension. Hasil PCR akan diinkubasi dengan enzim restriksi (metode RFLP).

Hasil akan divisualisasikan dengan agarosa. Visualisasi elektroforesis hasil amplifikasi gen KatG dengan primer KatGF dan KatGR akan tampak pada band 200 bp. Pada proses restriksi, enzim MspI akan memotong di situs C↓CGG yang palindrom pada gen . Apabila terjadi mutasi gen KatG kodon 315 AGC  ACC / basa ke 944 GC maka akan terbentuk situs tambahan C↓CGG yang dapat dipotong enzim MspI. Hasil produk RFLP terpanjang yang diperoleh adalah fragmen 153 bp gen KatG wild type dan 132 bp fragmen gen KatG mutan yang divisualisasikan dengan metode elektroforesis. Hasil pemotongan lain yang pendek (6 – 21 bp) tidak diperhitungkan karena tidak terlihat pada hasil elektroforesis dan dianggap tidak bermakna (gambar 2.7).

Gambar 2.7. Skema ilustrasi fragmen 200bp KatG yang di amplifikasi dengan primer KatG. Garis lurus merupakan representasi situs restriksi Mspl (C↓CGG). Pada wild type, produk PCR gen KatG tidak ada situs tambahan untuk restriksi Mspl dan fragmen terpanjang adalah 153bp. Pada mutan produk PCR gen KatG ada tambahan situs restriksi Mspl akibat basa ke 944 G  C dan menyebabkan fragmen terpanjang adalah 132bp (Shrestha et al., 2011).

(52)

2.5.3 Mengukur kepatuhan terhadap pengobatan INH dan pemeriksaan metabolit INH menggunakan Taxo urine test strip metode Arkansas Metode untuk mengukur kepatuhan terhadap pengobatan INH meliputi pelaporan langsung penderita secara personal (patient self-report), penghitungan tablet (tablet counting), tes metabolit INH dalam urin (urine testing for INH metabolites) dan perangkat elektronik yang merekam ketika kemasan tablet dibuka (electronic devices that record when tablet containers opened). Tes metabolit INH dalam urin adalah yang paling objektif dibandingkan metode yang lain (Hanifa et al., 2007).

The Arkansas Departement of Public Health mengembangkan sebuah metode yang simpel untuk mengecek metabolit INH urin. Metode ini dikembangkan oleh Potts, Cozart dan Reagan, tetapi tidak pernah mereka publikasikan. Sampai kemudian Henderson yang bekerja pada laboratorium yang sama dengan mereka mempublikasikannya. Metode Arkansas menggunakan 30 mg asam barbiturat, larutan kloramin-T 14 g/dl, larutan potasium sianida 5 g/dl. 4 tetes urin pasien dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sudah berisi 30 mg asam barbiturat, kemudian ditambahkan masing – masing 2 tetes larutan kloramin-T dan potasium sianida. Tabung reaksi dikocok selama ±10 detik.

Prinsip reaksi metode Arkansas pada ini adalah, cincin piridin dari asam nikotinat yang terdapat pada INH dan metabolitnya akan dipecah oleh sianogen klorida untuk membentuk derivat glutakonaldehid. Derivat ini akan berkondensasi dengan asam barbiturat membentuk polimetin berwarna biru – ungu (Schraufnagel et al., 1990).

Gambar

Gambar  2.1  (A) Skema selubung sel M. tuberculosis. CM, AG, ML, PG, PGL, PDIM,  TDM, TMM dan SL
Gambar  2.2  Biosintesis asam mikolat  M. tuberculosis  dan skema 3 tipe asam mikolat  yang ditemukan pada  M
Gambar 2.3. Struktur Isoniazid (Becker et al., 2007)
Gambar 2.4a. Alur metabolisme INH dan enzim – enzim utama yang terlibat (terdapat  didalam tanda kotak) (Teixeira et al., 2013).
+7

Referensi

Dokumen terkait

viridula pada perlakuan K1 (kacang kedelai) disebabkan kandungan nutrisi yang dibutuhkan serangga untuk kelangsungan hidupnya lebih tinggi pada perlakuan K1

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan praktik jual beli menggunakan katalog sebagai media pemasaran. Untuk mendiskripsikan persepsi konsumen terhadap jual

Cengkareng Jakarta Barat, telah terjadi insiden penembakan yang dilakukan oleh anggota Polsek Kalideres terhadap 1 Orang anggota TNI dan 2 orang warga sipil.. Pelaku

penanganan / pengelolaan arsip yang sesuai dengan aturan dengan capaian sebesar 11,8 %. Jumlah arsip dengan sistem administrasi yang baik pada tahun 2013 sebanyak 8.200

Sebuah matriks dikatakan simetri apabila hasil dari transpose matriks A sama dengan matriks A itu sendiri. Contoh

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pemikiran (17 data) dan tindakan (19 data) tokoh Helen yang merepresentasikan perspektif feminisme radikal-libertarian

Bagi penyakit LKT, kematian ranting, apapun penyebabnya, merupakan awal suatu proses (baca: luka mekanis). Selanjutnya datanglah berbagai mikroba secara suksesi antara lain