• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN BEBERAPA SIFAT TANAH YANG DIKELOLA SECARA KONVENSIONAL DAN SISTEM ORGANIK DI DESA NAGA TIMBUL KABUPATEN TOBA SAMOSIR SKRIPSI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KAJIAN BEBERAPA SIFAT TANAH YANG DIKELOLA SECARA KONVENSIONAL DAN SISTEM ORGANIK DI DESA NAGA TIMBUL KABUPATEN TOBA SAMOSIR SKRIPSI."

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh:

KEVIN G. RUMAHORBO 130301143

AGROTEKNOLOGI/ILMU TANAH

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

(2)

KAJIAN BEBERAPA SIFAT TANAH YANG DIKELOLA SECARA KONVENSIONALDAN SISTEM ORGANIKDI DESA NAGA TIMBUL

KABUPATEN TOBA SAMOSIR

SKRIPSI

Oleh:

KEVIN G. RUMAHORBO 130301143

AGROTEKNOLOGI/ILMU TANAH

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk dapat Mendapatkan Gelar Sarjana di Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

(3)

NAMA : Kevin G. Rumahorbo

NIM : 130301143

PRODI : Agroteknologi/Ilmu Tanah

Disetujui Oleh:

Komisi Pembimbing

Ir. Bintang S., MP.

Ketua

Ir. Hardy Guchi, MP.

Anggota

Diketahui Oleh:

Dr.Ir. Sarifuddin, MP.

Ketua Program Studi

(4)

ABSTRACT

KEVIN G RUMAHORBO : Study of Some Soil Properties Managed from Conventional Farming to be Organic in Naga Timbul Village Toba Samosir Regency, supervised by Ir. Bintang S, MP. dan Ir. Hardy Guchi, MP.The method used is purposive sampling. The study was conducted on farmers' garden representing conventional land and organic land in Naga Timbul Village, Bonatua Lunasi Subdistrict, Toba Samosir Regency. The study began from June to November 2017. The parameters observed were soil physical properties (moisture content, bulk density, and total pore space) and soil chemical properties (soil pH, C-organic, P-available, and P-total) .

The results of this research showed that the application of organic farming system can improve the characteristics of soil physical properties. In chemical properties only increase the pH and C-organic soil, but decrease the soil nutrient P value.

Keywords : conventional farming, organic farming, physical characteristics, chemistry characteristics

(5)

dari Pertanian Konvensional Menjadi Organik di Desa Naga Timbul Kabupaten Toba Samosir, dibimbing oleh Ir. Bintang S, MP. dan Ir. Hardy Guchi, MP.

Metode yang digunakan adalah purposive sampling. Penelitian dilaksanakan pada kebun petani yang mewakili lahan konvensional dan lahan organik di Desa Naga Timbul Kecamatan Bonatua Lunasi Kabupaten Toba Samosir. Penelitian dimulai dari bulan Juni sampai bulan November 2017. Parameter yang diamati adalah sifat fisik tanah (kadar air, bulk density, dan total ruang pori) dan sifat kimia tanah (pH tanah, C-organik, P-tersedia, dan P-total).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan sistem pertanian organik mampu memperbaiki karekteristik sifat fisik tanah. Pada sifat kimia hanya meningkatkan pH dan C-organik tanah, namun belum mampu meningkatkan nilai hara P tanah.

Kata Kunci : pertanian konvensional, pertanian organik, sifat fisik, sifat kimia

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Kajian Beberapa Sifat Tanah yang Dikelola Secara Konvensional dan Sistem Organik di Desa Naga Timbul Kabupaten Toba Samosir” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Bintang S., MP. selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Hardy Guchi, MP. selaku anggota komisi pembimbing yang telah

membimbing dan mengarahkan serta memberikan masukan berharga kepada penulis dan seluruh pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini dan semoga skripsi ini berguna bagi kita semua.

Medan, Juni 2018

Penulis

(7)

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Penulisan ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Tanah Inceptisol ... 5

Pertanian Konvensional ... 6

Pertanian Organik ... 8

Sifat Fisik Tanah ... 9

Kadar Air ... 9

Bulk Density ... 10

Total Ruang Pori ... 11

Sifat Kimia Tanah ... 12

pH Tanah ... 12

C-organik ... 13

Hara P ... 15

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

Bahan dan Alat ... 17

Metode Penelitian ... 17

Pelaksanaan Penelitian ... 18

Tahap Persiapan ... 18

Tahap Kegiatan di Lapangan ... 18

Parameter Pengamatan ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 20

Pembahasan ... 22

(8)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 25 Saran ... 25 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(9)

Hal.

1. Bahan dan Alat Penelitian ... 17

2. Sifat Fisik Tanah pada Pertanian Konvensional dan Organik ... 20

3. Parameter Amatan pH dan C-organik ... 21

4. Parameter Amatan P-tersedia dan P-total ... 21

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No Hal.

1. Kriteria Sifat Tanah ... 30

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengelolaan lahan pertanian saat ini lebih banyak / umumnya dilakukan secara konvensional. Pertanian konvensional menciptakan ketergantungan yang tinggi pada para petani terhadap pemakaian pupuk dan pestisida kimia. Selain menciptakan ketergantungan yang tinggi, pupuk dan pestisida kimia yang digunakan secara terus-menerus menimbulkan kerusakan yang nyata terhadap lingkungan. Dampak penggunaan pupuk kimia yang cukup banyak dalam waktu yang lama akan bersifat negatif, seperti: (1) Pencemaran air tanah dan air permukaan; (2) Penurunan daya produktivitas lahan karena pada kondisi masam di mana ketersediaan hara berkurang; (3) Jumlah populasi makrofauna berkurang;

(4) Penurunan kualitas mutu dan kesehatan bahan pangan; (5) Muncul resiko kesehatan dan keamanan manusia (Suwantoro, 2008).

Sejarah pertanian oganik sudah lama diketahui, sejak ilmu bercocok tanam dikenal manusia. Ledakan populasi manusia mengakibatkan kebutuhan pangan semakin besar. Sejalan dengan perkembangan teknologi, usaha pemenuhan kebutuhan pangan tersebut dilakukan dengan berbagai program intensifikasi di bidang pertanian. Salah satunya adalah rekayasa teknologi bibit unggul sehingga dikenal dengan nama „revolusi hijau‟ (Green Revolution). Pada awalnya revolusi hijau di Indonesia memberikan hasil yang signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan pangan; dimana penggunaan pupuk kimia buatan pabrik, penanaman varietas unggul berproduksi tinggi (high yield variety), penggunaan pestisida, intensifikasi lahan dan lain-lain mengalami peningkatan. Namun belakangan ditemukan berbagai permasalahan akibat kesalahan manajemen di lahan pertanian.

(12)

2

Pencemaran pupuk kimia buatan pabrik, pestisida dan bahan buatan pabrik lainnya akibat kelebihan pemakaian, berdampak terhadap penurunan kualitas lingkungan dan kesehatan manusia. Pemahaman akan bahaya bahan kimia buatan pabrik dalam jangka waktu lama mulai disadari sehingga perlu dicari alternatif bercocok tanam yang dapat menghasilkan produk yang bebas dari cemaran bahan kimia buatan pabrik serta menjaga lingkungan yang lebih sehat. Sejak itulah mulai dilirik kembali cara pertanian alamiah (back to nature) (Nurhidayati, dkk., 2008).

Pertanian organik (Organic Farming) adalah budidaya tanaman dengan menggunakan pupuk organik. Tetapi bukan berarti tidak menggunakan pupuk anorganik hanya saja penggunaannya dikurangi dan digantikan dengan pupuk organik yang diperoleh dari sisa-sisa tanaman sebelumnya. Ada beberapa keuntungan menggunakan pupuk organik yaitu memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah, kompleks adsorbsi dan retensi dapat ditingkatkan, cadangan unsur hara meningkat, mengurangi resiko kekeringan, memperbaiki draenase, mengurangi erosi, mengendalikan pH, mengurangi pengerasan, dan meningkatkan kapasitas pertukaran ion (Arinong, 2012).

Luas lahan yang tersedia untuk pertanian organik di Indonesia sangat besar. Dari 39 juta hektar lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian, baru sekitar 25,7 juta ha yang diolah untuk sawah dan perkebunan (BPS, 2012).

Pertanian organik menuntut agar lahan yang digunakan tidak atau belum tercemar bahan kimia buatan pabrik dan mempunyai aksesibilitas tinggi. Kualitas dan luasan menjadi pertimbangan dalam pemilihan lahan. Lahan yang belum tercemar adalah lahan yang belum diusahakan, tetapi secara umum lahan demikian kurang subur. Lahan yang subur umumnya telah diusahakan secara intensif dengan

(13)

menggunakan bahan pupuk dan pestisida kimia buatan pabrik. Penggunaan lahan seperti ini memerlukan masa konversi cukup lama, yaitu sekitar 2 tahun (Nurhidayati, dkk., 2008).

Desa Naga Timbul merupakan salah satu desa di Kecamatan Bonatua Lunasi Kabupaten Toba Samosir, dimana pertanian adalah mata pencaharian masyarakatnya yang utama. Pertanian yang diadopsi adalah sistem pertanian konvensional tetapi ada petani yang telah mengadopsi pertanian tanpa pupuk buatan sejak tahun 2013. Salah satu jenis tanah yang terdapat di sana adalah Tanah Inceptisol yang memiliki sifat fisik, kimia, dan biologi yang kurang baik untuk dijadikan lahan pertanian. Oleh karena itu, kondisi perekonomian di Desa Naga Timbul belum maksimal. Padahal pada Desa Naga Timbul mempunyai potensi wilayah berupa wilayah pertanian (Yosephine, 2012).

Meskipun penyebaran cukup luas dan potensial, tetapi bukan berarti Inceptisol dalam pemanfaatannya tidak mengalami permasalahan di lapangan.

Umumnya lahan kering memiliki tingkat kesuburan tanah yang rendah, dan kadar bahan organik rendah. Kondisi ini makin diperburuk dengan terbatasnya penggunaan pupuk organik, terutama pada tanaman pangan semusim. Di samping itu, secara alami kadar bahan organik tanah di daerah tropis cepat menurun, mencapai 30-60% dalam waktu 10 tahun (Nurdin, 2012).

Berdasarkan uraian-uraian masalah tersebut di atas maka penulis akan mengkaji beberapa sifat fisik dan kimia tanah yang dikelola secara pertanian konvensional dan organik.

(14)

4

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui beberapa sifat fisik dan kimia tanah yang dikelola secara pertanian konvensional dan organik di Desa Naga Timbul.

Kegunaan Penelitian

- Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

- Sebagai sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanah Inceptisol

Inceptisol (inceptum atau permulaan) dapat disebut tanah muda karena pembentukannya agak cepat sebagai hasil pelapukan bahan induk.Inceptisol mempunyai kandungan liat yang rendah, yaitu < 8% pada kedalaman 20-50 cm.

Tanah Inceptisol, digolongkan ke dalam tanah yg mengalami lapuk sedang dan tercuci. Tanah jenis ini menempati hampir 4% dari luas keseluruhan wilayah tropika atau 207 juta hektar. Oleh karena itu sebagian besar jenis tanah ini mengalami pelapukan sedang dan tercuci karena pengaruh musim basah dan

kering yang sangat mempengaruhi tingkat pelapukan dan pencucian (Ketaren, dkk., 2014).

Jenis tanah Inceptisol mempunyai produktivitas alami yang beragam karena tidak memiliki sifat fisik dan kimia tanah yang khas. Oleh karena itu pemanfaatan Inceptisol untuk masa akan datang perlu ditingkatkan secara maksimal khususnya yang telah mengalami pengelolaan intensif. Tanah-tanah ini mempunyai kadar unsur hara esensial yang rendah, terutama unsur hara nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K), sehingga perlu penambahan unsur hara (Muyassir, dkk., 2012).

Meskipun penyebaran cukup luas dan potensial, tetapi bukan berarti Inceptisol dalam pemanfaatannya tidak mengalami permasalahan di lapangan.

Umumnya lahan kering memiliki tingkat kesuburan tanah yang rendah, dan kadar bahan organik rendah. Kondisi ini makin diperburuk dengan terbatasnya penggunaan pupuk organik, terutama pada tanaman pangan semusim. Di samping itu, secara alami kadar bahan organik tanah di daerah tropis cepat menurun,

(16)

6

mencapai 30-60% dalam waktu 10 tahun. Bahan organik memiliki peran penting dalam memperbaiki sifat kimia, sifat fisik, dan biologi tanah (Nurdin, 2012).

Karakteristik tanah Inceptisol memiliki solum tanah agak tebal yaitu 1-2 meter, warna hitam atau kelabu sampai dengan cokelat tua, tekstur pasir, debu, dan lempung, struktur tanah remah konsistensi gembur, pH 5,0 sampai 7,0, bahan organik cukup tinggi (10% sampai 31%), kandungan unsur hara yang sedang sampai tinggi, produktivitas tanahnya sedang sampai tinggi (Ketaren, dkk., 2014).

Pertanian Konvensional

Penerapan pertanian konvensional di Indonesia dimulai sejak digulirkannya sebuah program untuk meningkatkan produktivitas pertanian dimulai dengan Padi Sentra pada tahun 1959-1962. Kemudian dilanjutkan dengan Program Demonstrasi Massal (Demas) tahun 1963-1964 dengan Swa Sembada Bahan Makanan (SSBM). Program ini dimulai dengan mengenalkan “Panca Usaha Tani” yang meliputi penggunaan bibit unggul, perbaikan cara bercocok tanam, pemupukan yang baik, perbaikan pengairan, dan pengendalian hama dan penyakit. Kemudian program ini diadopsi menjadi bimbingan Massal (Bimas) pada tahun 1964 dengan melengkapi panca usaha tani dengan memasukkan kredit untuk pertanian di dalamnya. Program Intensifikasi Massal (Inmas) menyusul dikenalkan sejak tahun 1969, merupakan program Bimas tetapi tidak ada kredit.

Intensifikasi Khusus (Insus) sejak tahun 1980 dilakukan secara berkelompok dalam suatu kelompok hamparan. Pada tahun 1987 Insus dilanjutkan dengan Supra Insus yang merupakan penyempurnaan Insus dengan penggunaan zat

perangsang tumbuh serta kerjasama antar kelompok hamparan (Putra, 2010).

(17)

Pertanian konvensional dengan sistem monokultur dianggap dapat memberikan hasil produksi yang maksimal. Nyatanya, sistem monokultur dalam jangka panjang justru memboros energi. Kenyataan ini yang menyebabkan petani bekerja keras tetapi sering mengalami kerugian karena tidak ada yang tersisa setelah membayar sesitem input (benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, dsb) (Karim, dkk., 2013).

Para petani konvensional beranggapan apabila ia melakukan budidaya secara organik, ada banyak kesulitan yang akan ia hadapi. Salah satu kesuliatan terbesar, para petani konvensional mempunyai kekhawatiran akan mengalami kesulitan dalam memperoleh pupuk organik. Para petani lebih senang membakar jerami atau limbah pertanian daripada membenamkan jerami ke dalam tanah.

Dengan melakukan pembakaran, petani menjadi lebih mudah dalam menggarap lahan dan abu hasil pembakaran bisa langsung dimanfaatkan menjadi pupuk (Suwantoro, 2008).

Menurunnya produktivitas lahan diakibatkan oleh cara-cara pengelolaan lahan sawah yang kurang tepat, pada umumnya petani tidak pernah memberikan bahan organik atau pupuk organik ke lahan sawahnya, mereka lebih mengutamakan pemberian pupuk anorganik. Petani berpikir pupuk organik lebih lambat tersedianya bila dibanding dengan pupuk anorganik. Dalam jangka waktu lama, hal ini dapat mengakibatkan dampak yang negatif, yaitu lahan sawah menjadi sangat bergantung terhadap adanya input dari luar, sawah tidak subur, karena miskin beberapa unsur hara dan akan mengakibatkan memburuknya sifat fisik tanah (Mawardi, dkk., 2016).

(18)

8

Pertanian Organik

Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia buatan pabrik. Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Gaya hidup sehat demikian telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food-safety attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes). Preferensi konsumen seperti ini menyebabkan permintaan produk pertanian organik dunia meningkat makin pesat (Nurhidayati, dkk., 2008).

Pertanian organik didasarkan pada penggunaan masukan eksternal yang minimum, serta menghindari penggunaan pupuk dan pestisida sintetis. Praktek pertanian organik tidak dapat menjamin bahwa produknya bebas sepenuhnya dari residu karena adanya polusi lingkungan secara umum. Namun beberapa cara digunakan untuk mengurangi polusi dari udara, tanah dan air. Pekerja, pengolah dan pedagang pangan organik harus patuh pada standar untuk menjaga integritas produk pertanian organik (Mayrowani, 2012).

Peranan pemberian pupuk organik pada sistem pertanian ini terhadap sifat fisika tanah antara lain adalah : (a) memperbaiki struktur tanah karena bahan organik dapat mengikat partikel tanah menjadi agregat yang mantap, (b) memperbaiki distribusi ukuran pori tanah sehingga daya pegang air (water holding capacity) tanah menjadi lebih baik dan pergerakan udara (aerasi) di dalam

(19)

tanah juga menjadi lebih baik, dan (c) mengurangi (buffer) fluktuasi suhu tanah (Margolang, 2014).

Ada beberapa keuntungan menggunakan pupuk organik yaitu memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah, kompleks adsorbsi dan retensi dapat ditingkatkan, cadangan unsur hara meningkat, mengurangi resiko kekeringan, memperbaiki draenase, mengurangi erosi, mengendalikan pH, mengurangi pengerasan, dan meningkatkan kapasitas pertukaran ion (Arinong, 2012).

Kegunaan bahan organik pada dasarnya ialah meniadakan atau membatasi kemungkinan dampak negative yang ditimbulkan oleh budidaya kimiawi. Pupuk organik dan pupuk hayati mempunyai berbagai keunggulan nyata disbanding dengan pupuk kimia. Pupuk organik dan pupuk hayati berdaya ameliorasi dan dengan bermacam-macam proses yang saling mendukung untuk menyuburkan tanah sekaligus mengkonservasikan dan menyehatkan ekosistem tanah menghindarkan tejadinya pencemaran lingkungan (Rahmawati, 2005).

Sifat Fisik Tanah Kadar Air

Air tanah merupakan salah satu sifat fisik yang berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan tanaman dan aspek-aspek kehidupan manusia lainnya.

Penetapan kadar air tanah dapat dilakukan langsung melalui pengukuran perbedaan berat tanah dan secara tidak langsung melalui pengukuran sifat-sifat lain yang berhubungan erat dengan air tanah (Hermawan, 2004).

Metode gravimetri merupakan metode standar yang memiliki akurasi yang sangat tinggi. Namun metode ini harus dilakukan di laboratorium sehingga

(20)

10

penerapannya membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak untuk mendapatkan satu nilai kadar air tanah (Hermawan, 2004).

Salah satu faktor yang menentukan produktivitas lahan kering adalah kondisi kadar air tanah yang sangat tergantung pada curah hujan sebagai sumber air utama. Sebagian besar kebutuhan air tanaman di ambil dari dalam tanah. Air yang diserap tanaman adalah air yang berada dalam pori-pori tanah di lapisan perakaran. Oleh karena itu kemampuan tanah dalam memegang air merupakan faktor utama yang menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman. Lebih jauh, rendahnya kemampuan tanah memegang air akan menyebabkan kadar air tanah cepat menurun. Penurunan kadar air tanah biasanya akan diikuti oleh meningkatnya ketahanan penetrasi tanah sehingga secara fisik akan menghambat pertumbuhan akar (Wahyunie, dkk., 2012).

Bulk Density

Bulk density (berat jenis suatu tanah) adalah besar massa tanah persatuan volume, termasuk butiran padat dan ruang pori, umumnya dinyatakan dalam g/cm3. Sedangkan bentuk density adalah berat suatu massa tanah persatuan volume tanpa pori-pori tanah dengan g/cm3 (Margolang, 2014).

Contoh tanah utuh merupakan contoh tanah yang diambil dari lapisan tanah tertentu dalam keadaan tidak terganggu, sehingga kondisinya hampir menyamai kondisi di lapangan. Contoh tanah tersebut digunakan untuk penetapan angka berat volume (berat isi, bulk density), distribusi pori pada berbagai tekanan (pF 1, pF 2, pF 2,54, dan pF 4,2) dan permeabilitas (Kurnia, dkk., 2006).

Struktur tanah sangat berpengaruh pada perkembangan dan pertumbuhan akar dan bagian tanaman di atas tanah. Apabila tanah padat maka ruang pori tanah

(21)

berkurang sehingga pertumbuhan akar terbatas yang akhirnya produksi menurun.

Struktur tanah berpengaruh kuat pada kerapatan isi tanah (bulk density).

Kerapatan isi tanah tinggi, tanah padat, dikatakan struktur buruk, karena jumlah ruang pori sedikit lebih kecil. Kondisi ini sering membatasi pertumbuhan tanaman (Margolang, 2014).

Nilai Berat Volume (BV) tanah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya pengolahan tanah, bahan organik, pemadatan oleh alat-alat pertanian, tekstur, struktur, dan kandungan air tanah. Pengolahan tanah yang sangat intensif pada budidaya konvensional akan menaikkan bobot isi. Hal ini disebabkan pengolahan tanah yang intensif akan menekan ruang pori menjadi lebih sedikit dibandingkan dengan tanah yang tidak pernah diolah (Vadari, dkk., 2014).

Total Ruang Pori

Tanah merupakan suatu sistem yang terbentuk secara alami yang biasanya terdiri dari tiga fase yaitu bahan padat, cair dan udara. Bahan cair dan udara akan menempati ruang pori di tanah secara bersama, bila 40% ruang pori diisi air maka 60% akan terisi udara demikian sebaliknya. Bahan padat di tanah dapat diukur berdasarkan volume (Vs) dan berat (Ws), demikian juga dengan bahan cair (Vw atau w), sedangkan udara tanah hanya dinyatakan dalam bentuk volume

(persen atau satuan) dengan symbol Va atau f (total ruang pori) (Bernas, dkk., 2015).

Kerapatan ruang pori adalah bobot kering, suatu isi tanah dalam keadaan utuh yang dinyatakan dalam g/cm3. Isi tanah terdiri dari bahan padatan dan isi ruangan diantaranya. Bagian isi tanah yang tidak berisi oleh bahan padat, baik bahan mineral maupun bahan organik disebut ruang pori tanah. Ruang pori tanah adalah isi seluruh pori-pori dalam suatu isi tanah yang utuh yang dinyatakan

(22)

12

dalam persen, yang terdiri atas ruang diantara zarah pasir (sand), debu (silt), liat (clay) serta ruang diantara agregat-agregat tanah (Prayogo, dkk., 2013).

Lokasi dan sistem budidaya juga memiliki interaksi yang nyata terhadap porositas tanah. Porositas tanah di lokasi Megamendung lebih tinggi daripada di Cisarua pada kedua sistem budidaya (Tabel 2). Perlakuan sistem budidaya tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap porositas tanah, walaupun nilai porositas budidaya organik lebih tinggi dibandingkan dengan budidaya konvensional (Tabel 2). Hal ini diduga berhubungan dengan BV tanah, semakin rendah BV maka semakin tinggi Total Ruang Pori (TRP) tanah. Porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur, dan tekstur tanah. Tanah-tanah dengan struktur remah atau granular mempunyai porositas yang lebih tinggi daripada tanah-tanah yang berstruktur pejal (Vadari, dkk., 2014).

Agregat atau struktur tanah didefinisikan sebagai pengelompokan butir- butir primer tanah oleh bahan pengikat semen seperti bahan organik, basa-basa tanah, dan kation lainnya yang di dalamnya terdapat ruang pori serta dibatasi oleh bidang belah alami. Sebenarnya agregat dapat berukuran dari sangat kecil (mikroskopik) sampai sangat besar (bongkah) (Bernas, dkk., 2015).

Sifat Kimia Tanah pH Tanah

Tingkat kemasaman (pH) tanah sangat mempengaruhi status ketersediaan hara bagi tanaman. Pada pH yang netral (6-7) ketersediaan hara menjadi optimal

dalam hal jumlah maupun kesetimbangan unsur hara dalam larutan tanah (Tufaila dan Alam, 2014).

Kemasaman atau pH tanah menunjukkan kadar H+ dan OH- dalam larutan tanah. Ketersediaan hara esensial bagi tanaman bergantung pada pH, di mana hara tanaman optimum pada kisaran pH 6-7. Tanah sawah pada umumnya mempunyai

(23)

pH sekitar netral (6-7). Pada kondisi ini, ketersediaan semua unsur hara dalam kondisi optimal (Setyorini dan Ladiyani, 2016).

Pengaruh penambahan bahan organik terhadap pH tanah dapat meningkatkan atau menurunkan tergantung oleh tingkat kematangan bahan organik yang kita tambahkan dan jenis tanahnya. Penambahan bahan organik yang belum masak (misal pupuk hijau) atau bahan organik yang masih mengalami proses dekomposisi, biasanya akan menyebabkan penurunan pH tanah, karena selama proses dekomposisi akan melepaskan asam-asam organik yang menyebabkan menurunnya pH tanah. Namun apabila diberikan pada tanah yang masam dengan kandungan Al tertukar tinggi, akan menyebabkan peningkatan pH tanah, karena asam-asam organik hasil dekomposisi akan mengikat Al membentuk senyawa komplek (khelat), sehingga Al-tidak terhidrolisis lagi.

Penambahan bahan organik pada tanah masam, antara lain inseptisol, ultisol dan andisol mampu meningkatkan pH tanah dan mampu menurunkan Al tertukar tanah (Atmojo, 2003).

C-Organik

Bahan organik di wilayah tropika berperan menyediakan unsur N, P, dan S yang dilepaskan secara lambat, meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah masam, menurunkan fiksasi P karena pemblokan sisi fiksasi oleh radikal organik, membantu memantapkan agregat tanah, memodifikasi retensi air dan membentuk komplek dengan unsur mikro. Meskipun kandungan bahan organik kebanyakan tanah hanya berkisar 2-10% peranannya sangat penting (Supriyadi, 2008).

Kandungan C-organik yang rendah merupakan indikator rendahnya jumlah bahan organik tanah yang tersedia dalam tanah. Rendahnya kandungan

(24)

14

bahan organik disebabkan antara lain letak lahan yang berlereng. Hal ini menyebabkan terjadinya pencucian unsur hara pada saat hujan, sehingga menghanyutkan partikel-partikel tanah yang ada. Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tanah sekitar 3-5%. Tanah yang banyak mengandung bahan organik adalah tanah-tanah lapisan atas atau topsoil. Kandungan bahan organik tanah semakin menurun seiring dengan penambahan kedalaman tanah.

Semakin dalam, maka bahan organik semakin berkurang (Njurumana et al., 2008).

Penyimpanan karbon dalam tanah menunjukkan keseimbangan dinamis antara input detrital (terutama oleh sampah, pemangkasan ranting dengan daun dan akar mati) dan output bahan organik dalam bentuk karbon dioksida penghabisan dari tanah. Suhu dan kelembaban adalah dua faktor lingkungan vertikal mempengaruhi respirasi tanah dan penyimpanan karbon tanah. Biasanya, karbon organik tanah adalah fungsi dari iklim dan penggunaan lahan. Nilai karbon organik tanah terutama diinterpretasikan berdasarkan iklim yang berlaku di daerah tersebut. Secara umum, peningkatan karbon organik tanah dengan peningkatan

curah hujan, penurunan suhu dan rasio penguapan presipitasi (Devi dan Kumar, 2009).

Kandungan C-organik rendah secara tidak langsung menunjukkan rendahnya produksi bahan organik pada tanah penelitian, karena bahan organik

tanah merupakan salah satu parameter yang menentukan kesuburan tanah.

Nilai C-organik pada tanah tergolong rendah disebabkan karena sangat

kurangnya vegetasi pada tanah penelitian akibat sering diolah untuk

(25)

dilakukan penanaman dan diangkutnya sisa – sisa panen keluar areal penanaman (Prabowo dan Subantoro, 2017).

Hara P

Secara umum fosfor di dalam tanah digolongkan dalam dua bentuk, yaitu:

bentuk organik dan anorganik. sebagian besar senyawa fosfor inorganik adalah senyawa kalsium, senyawa besi, dan alumunium, sementara kelompok senyawa organik ialah fitin dan derivatnya, asam nukleat dan fosfolipida. Bentuk fosfor organik ini dapat meliputi 3% hingga 75% dari total fofor tanah. Jumlah kedua bentuk ini disebut dengan P-total. Bentuk yang tersedia bagi tanaman dalam jumlah yang dapat diambil oleh tanaman hanya merupakan sebagian kecil dari jumlah yang ada dalam tanah (Sitorus, 2013).

Hara P merupakan hara makro bagi tanaman yang dibutuhkan dalam jumlah banyak setelah N dan lebih banyak daripada K. Fosfat diperlukan oleh tanaman untuk pembentukan adenosin di- dan triphosphate (ADP dan ATP) yang merupakan sumber energi untuk proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Selain itu kecukupan P sangat penting untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan bagian vegetatif dan reproduktif tanaman; meningkatkan kualitas hasil; dan ketahanan tanaman terhadap penyakit. Dengan demikian, pengelolaan hara P merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam meningkatkan prodiuksi pertanian (Nursyamsi dan Setyorini, 2009).

Fosfor dalam tanah tidak mobil karena tingkat ketersediaannya dalam tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah (pH). Kadar P di dalam tanah umumnya rendah dan berbeda-beda. Tanah-tanah muda dan perawan biasanya lebih tinggi daripada tanah yang tua, begitu juga penyebarannya di dalam profil tanah berbeda.

(26)

16

Jumlah fosfat yang tersedia di tanah-tanah pertanian biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan kadarnya pada tanah-tanah yang tidak diusahakan. Hal ini diduga karena unsur ini tidak tercuci (residunya tinggi), sedangkan yang hilang melalui produksi tanaman sangat kecil. Pada tanah kering dan masam ketersediaan P juga rendah, hal ini disebabkan oleh tingginya Al terlarut pada pH tanah < 5 (Sitorus, 2013).

(27)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada kebun petani yang mewakili lahan konvensional dan lahan organik di Desa Naga Timbul Kecamatan Bonatua Lunasi

Kabupaten Toba Samosir dengan ketinggian tempat ± 1017 m dpl. Penelitian dimulai dari bulan Juni sampai bulan November 2017.

Bahan dan Alat

Tabel 1. Bahan dan Alat Penelitian

Kajian Alat Bahan

Fisik - Cangkul untuk mengambil sampel tanah - Ring Sample untuk mengambil contoh tanah

tidak terganggu

- Ayakan tanah 2 mm untuk mengayak sampel tanah

- alat tulis untuk mencatat keperluan pendataan - Dan alat pendukung lainnya

- Sampel tanah yang diambil secara acak - Kertas label untuk

melabeli sampel tanah

- Isolasi untuk menutup rapat ring sample

- Dan bahan

pendukung lainnya Kimia - Shaker Machine untuk menghomogenkan

tanah

- Pipet skala untuk mengambil larutan - Tabung reaksi sebagai wadah reaksi terjadi - Corong untuk mempermudah penuangan

larutan

- alat tulis untuk mencatat keperluan pendataan - Dan alat pendukung lainnya

- Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis

- Dan bahan

pendukung lainnya

- Peta administrasi skala 1:30.000 - Peta jenis tanah skala 1:30.000

GPS untuk mengetahui koordinat sampel

Metode Penelitian

Penelitian ini mengambil sampel pada dua kedalaman, yaitu 0-20 cm dan 20-40 cm di lapangan yang dilanjutkan dengan analisis di laboratorium. Metode

(28)

18

yang digunakan adalah metode porpusive sampling. Lokasi pengambilan contoh tanah di Desa Naga Timbul Kecamatan Bonatua Lunasi Kabupaten Toba Samosir.

Pengambilan contoh tanah dilakukan secara komposit pada 4 titik sampel dengan metode zigzag. Satu titik sampel diambil pada satu bukit yang berbeda, lalu sampel diambil pada bagian atas (puncak) dan bawah (kaki). kemudian pada tiap titik sampel diambil sebanyak kurang lebih 1 kg untuk dianalisis keadaan sifat fisik dan kimia tanahnya di laboratorium.

Pelaksanaan Penelitian Tahap Persiapan

Sebelum kegiatan kegiatan penelitian dilakukan maka terlebih dahulu diadakan rencana penelitian, konsultasi dengan dosen pembimbing, telaah pustaka, penyusunan usulan penelitian, dan persiapan alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini.

Tahap Kegiatan di Lapangan

Daerah yang akan dijadikan lokasi penelitian adalah:

1. Kebun petani yang ditetapkan sebagai daerah pengamatan yang mewakili lahan pertanian konvensional di Desa Naga Timbul Kecamatan Bonatua Lunasi.

2. Kebun petani yang ditetapkan sebagai daerah pengamatan yang mewakili lahan pertanian organik di Desa Naga Timbul Kecamatan Bonatua Lunasi

Pengambilan sampel tanah yang kemudian dianalisis untuk mengetahui beberapa sifat tanah.

(29)

Parameter Pengamatan A. Sifat Fisik Tanah

1. Kadar Air (Formulasi) 2. Bulk Density (Metode Oven) 3. Total Ruang Pori (Formulasi) B. Sifat Kimia Tanah

1. pH Tanah (Metode Electrometry)

2. C-organik (Metode Walkey and Black Titration) 3. P-tersedia (Metode Bray II)

4. P-total (Metode Spectrophotometry)

(30)

20

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil pengamatan sifat tanah pada sistem pertanian konvensional dan organik pada di Desa Naga Timbul Kecamatan Bonatua Lunasi, Kabupaten Tobasa dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2. Sifat Fisik Tanah pada Pertanian Konvensional dan Organik

Sampel BD (g/cm3) TRP (%) KA (%)

20 40 20 40 20 40

O1A1 1.369 1.507 48.354 43.138 47.3 33.4

O1A2 1.369 1.483 48.331 44.055 43.6 36.6

O1B1 1.180 1.180 55.471 55.463 71.1 70.8

O1B2 1.353 1.360 48.948 48.695 49.6 47.7

O2A1 1.422 1.574 46.357 40.587 43.2 27

O2A2 1.482 1.490 44.069 43.782 45.2 31.4

O2B1 1.446 1.462 45.420 44.819 31.9 43.4

O2B2 1.453 1.464 45.162 44.756 34.4 40.3

N1A1 1.499 1.547 43.451 41.617 26.4 33.2

N1A2 1.533 1.600 42.168 39.621 27.6 28.2

N1B1 1.580 1.602 40.381 39.563 37.2 1.5

N1B2 1.501 1.557 43.345 41.260 32.3 43.6

N2A1 1.551 1.614 41.487 39.084 36.5 26.9

N2A2 1.492 1.519 43.690 42.688 39.5 36.3

N2B1 1.502 1.524 43.319 42.476 31.8 44.6

N2B2 1.571 1.571 40.719 40.705 37 34.2

Ket: N1 : Lokasi Konvensional 1 B1 : Lokasi Bawah 1 N2 : Lokasi Konvensional 2 B2 : Lokasi Bawah 2 O1 : Lokasi Organik 1 A1 : Lokasi Atas 1 O2 : Lokasi Organik 2 A2 : Lokasi Atas 2

(31)

Tabel 3. Parameter Amatan pH dan C-organik

Sampel pH

(H2O) S-C-Org (%) O1AD1 4.64 (Masam) 0.340 (sangat rendah) O1AD2 4.63 (Masam) 0.760 (sangat rendah) O1BD1 5.03 (Masam) 0.600 (sangat rendah) O1BD2 5.22 (Masam) 0.550 (sangat rendah) O2AD1 5.12 (Masam) 0.760 (sangat rendah) O2AD2 5.25 (Masam) 0.740 (sangat rendah) O2BD1 4.68 (Masam) 0.350 (sangat rendah) O2BD2 4.83 (Masam) 0.450 (sangat rendah) N1AD1 4.73 (Masam) 0.660 (sangat rendah) N1AD2 4.6 (Masam) 0.940 (sangat rendah) N1BD1 4.93 (Masam) 1.080 (rendah) N1BD2 4.94 (Masam) 0.580 (sangat rendah) N2AD1 4.76 (Masam) 0.610 (sangat rendah) N2AD2 4.95 (Masam) 0.450 (sangat rendah) N2BD1 4.96 (Masam) 0.730 (sangat rendah) N2BD2 5.07 (Masam) 0.870 (sangat rendah)

Ket: N1 : Lokasi Konvensional 1 D1 : Kedalaman 20 cm N2 : Lokasi Konvensional 2 D2 : Kedalaman 40 cm O1 : Lokasi Organik 1 A : Lokasi Atas O2 : Lokasi Organik 2 B : Lokasi Bawah

Tabel 4. Parameter Amatan P-tersedia dan P-total

Sampel P-tersedia

(ppm) P-total (ppm)

O1AD1 24.02 48.63

O1AD2 27.65 221.55

O1BD1 26.65 273.54

O1BD2 25.53 59.90

O2AD1 26.52 173.66

O2AD2 21.33 181.22

O2BD1 9.76 232.93

O2BD2 19.29 185.01

N1AD1 31.25 239.36

N1AD2 41.13 246.95

N1BD1 38.00 243.15

N1BD2 22.78 250.75

N2AD1 25.82 254.54

(32)

22

N2AD2 24.70 206.39

N2BD1 27.86 370.80

N2BD2 19.61 322.00

Ket: N1 : Lokasi Konvensional 1 D1 : Kedalaman 20 cm N2 : Lokasi Konvensional 2 D2 : Kedalaman 40 cm O1 : Lokasi Organik 1 A : Lokasi Atas O2 : Lokasi Organik 2 B : Lokasi Bawah

Pembahasan

Sifat Fisik Tanah pada Pertanian Konvensional dan Organik

Berdasarkan penelitian terhadap bulk density dan total ruang pori (Tabel 2) di lokasi penelitian, diketahui bahwa perlakuan organik dapat

memperbaiki (menurunkan) bulk density tanah dan meningkatkan total ruang porinya. Hal ini dapat disebabkan karena pengolahan tanah yang intensif akan menekan ruang pori menjadi lebih sedikit dibandingkan dengan yang tidak pernah diolah. Hail ini sesuai dengan Vadari, dkk. (2014) yang menyatakan bahwa pengolahan tanah yang sangat intensif pada budidaya konvensional akan menaikkan bobot isi. Hal ini disebabkan pengolahan tanah yang intensif akan menekan ruang pori menjadi lebih sedikit dibandingkan dengan tanah yang tidak pernah diolah.

Berdasarkan penelitian terhadap parameter amatan kadar air (Tabel 2) menunjukkan bahwa nilai kadar air pada perlakuan organik lebih tinggi daripada perlakuan konvensional. Peningkatan ini dapat terjadi seiring dengan meningkatnya total ruang pori tanah pada perlakuan organik di mana sebagian besar cadangan air tanah berada dalam pori-pori tanah di lapisan perakaran. Hal ini sesuai dengan Wahyunie, dkk. (2012) yang menyatakan bahwa sebagian besar kebutuhan air tanaman diambil dari dalam tanah. Air yang diserap tanaman adalah air yang berada dalam pori-pori tanah di lapisan perakaran.

(33)

Sifat Kimia Tanah pada Pertanian Konvensional dan Organik

Penerapan sistem pertanian organik dapat memperbaiki pH tanah yang ditunjukkan pada Tabel 3. Nilai pH tanah pada pertanian organik berkisar antara 4,63 – 5,25 yang masih tergolong masam. Bahan organik yang diberikan pada tanah masam, seperti tanah inceptisol mampu meningkatkan pH tanah. Hal ini sesuai dengan Atmojo (2003) yang menyatakan bahwa penamhan bahan organik pada tanah masam, antara lain inseptisol mampu meningkatkan pH tanah dan mampu menurunkan Al tertukar tanah.

Berdasarkan hasil pengamatan C-organik (Tabel 3), penerapan sistem pertanian organik memiliki nilai C-organik pada kisaran di bawah 1% (sangat rendah). Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya serasah pada tanah akibat pengolahan tanah dan pengangkutan sisa-sisa panen keluar areal penanaman. Hal ini sesuai dengan Prabowo dan Subantoro (2017) yang menyatakan bahwa nilai C-organik pada tanah tergolong rendah disebabkan karena sangat kurangnya vegetasi pada tanah akibat intensitas pengelolaan yang dilakukan dan pengangkutan sisa – sisa panen keluar areal penanaman.

Berdasarkan data amatan P-tersedia (Tabel 3), sistem pertanian organik memiliki nilai hara P tanah lebih rendah dibanding dengan konvensional. Hal ini dapat disebabkan karena nilai pH tanah yang masih tergolong masam. pH tanah sangat mempengaruhi hara P dalam tanah. Hal ini sesuai dengan Sitorus (2013) yang menyatakan bahwa fosfor dalam tanah tidak mobil karena tingkat ketersediaannya dalam tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah (pH).

Parameter amatan P-total (Tabel 3) menunjukkan bahwa penerapan sistem pertanian organik belum mampu meningkatkan ketersediaan hara P. Hal ini dapat

(34)

24

disebabkan karena pH tanah di daerah tersebut masih tergolong masam. pH tanah sangat berpengaruh dalam ketersediaan hara fosfor dalam tanah. Hal ini sesuai dengan Sitorus (2013) yang menyatakan bahwa fosfor dalam tanah tidak mobil karena tingkat ketersediaannya dalam tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah (pH)

(35)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Tanah yang dikelola dengan sistem pertanian organik mempunyai sifat fisik bulk density lebih rendah dari teknik konvensional sehingga lebih baik untuk

pertanian.

2. Tanah yang dikelola dengan sistem pertanian organik mempunyai sifa kimia pH yang yang hampir sama dengan teknik konvensional, namun nilai c- organik dan hara P yang lebih rendah dibanding teknik konvensional

Saran

Adopsi sistem organik sebaiknya dilaksanakan oleh para petani karena secara fisik dan kimia, tanah menjadi lebih sesuai untuk pertanian.

Hal ini perlu disebarluaskan kepada para petani.

(36)

26

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M. 2010. Kajian Sifatfisik Tanah dan Berbagai Penggunaan Lahan dalam Hubungannya Dengan Pendugaan Erosi Tanah. Jurnal Pertanian MAPETA, Vol. XII. No. 2. April 2010 : 72 – 144.

Arinong, A. R. 2012. Pengembangan Pertanian Organik pada Tanaman Semusim di Lahan Kering dengan Pola Tanam Ganda. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian. Gowa.

Atmojo, S.W. 2003. Peranan Bahan Organik terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya Pengelolaannya. Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Kesuburan Tanah Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Bernas, SM., Soesanto, RH., Priatna, SJ., Imanuddin, MS., Bakri. 2015. Penuntun Praktikum Fisika. FP-Unibraw Press. Malang.

Devi, S. G.M. dan K. S. A. Kumar. 2009. Characteristics of Coffee-growing Soils and Their Organik Carbon Stocks in Karnataka State. Agropedology Vol 19 (1); 6-14. Diakses pada tanggal 23 Februaru 2017

Firmansyah, I dan Sumarni, N. 2013. Pengaruh Dosis Pupuk N dan Varietas Terhadap pH Tanah, N-Total Tanah, Serapan N, dan Hasil Umbi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Tanah Entisols-Brebes Jawa Tengah. Jurnal Hortikultura 23 (4) : 358 - 364

Hermawan, B. 2004. Penetapan Kadar Air tanah melalui Pengukuran Sifat Dielektrik pada Berbagai Tingkat Kepadatan. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia Vol. 6 No. 2

Karim, H., Elly, F.H., Polii-Mandang, J., dan Panelewen, V.V.J., 2013.

Keuntungan dan Kelayakan Usahatani Terpadu Padi Sawah dan Ternak Sapi di Desa Akedaga Kecamatan Wasile Timur Kabupaten Halmahera Timur. Jurnal Zootek. Edisi Khusus: 31 – 42.

Ketaren, S.E, Marbun, P. dan Marpaung, P. 2014. Klasifikasi Inceptisol Pada Ketinggian Tempat yang Berbeda di Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Hasundutan. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 2, No. 4 : 1451 - 1458

Ketaren, S. R. 2008. Perubahan Beberapa Sifat Kimia Tanah Andisol pada Sistem Pertanian Organik Akibat Pengolahan Tanah dan Pemberian Pupuk Organik. Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan.

(37)

Kurnia, U. Agus, F. Adimihardja, S. dan Dariah, A. 2006. Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya. Balai Besar LITBANG Sumberdaya Lahan Pertanian. Departemen Pertanian.

Margolang, R. D. 2014. Karakteristik Beberapa Sifat Fisik, Kimia, dan Biologi Tanah pada Sistem Pertanian Organik. PS Agroekoteknologi FP-USU.

Medan.

Margolang, R. D. Jamilah, dan Sembiring, S. 2015. Karakteristik Beberapa Sifat Fisik, Kimia, dan Biologi Tanah pada Sistem Pertanian Organik. Jurnal Online Agroekoteknologi. Vol. 3, No. 2 : 717 – 723.

Mawardi, Wijaya, K. A., dan Setiyono. 2016. Pertumbuhan dan Hasil Padi Metode Konvensional dan Sri (System of Rice Intensification) pada Textur Tanah yang Berbeda. Agritop Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian.

Mayrowani, H. 2012. Pengembangan Pertanian Organik di Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi, Volume 30 No. 2, Desember 2012 : 91 - 108 Muyassir, Sufardi, dan Saputra, I. 2012. Perubahan Sifat Fisika Inceptisol Akibat

Perbedaan Jenis dan Dosis Pupuk Organik. Lentera: Vol. 12, No. 1 Njurumana, G. ND., M. Hidayatullah, dan T. Butarbutar. 2008. Kondisi Tanah

pada Sistem Kaliwu dan Mamar di Timor dan Sumba. Info Hutan Vol. 5 (1); 46-51

Nurdin. 2012. Morfologi, Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisols dari Bahan Lakustrin Paguyaman-Gorontalo Kaitannya dengan Pengelolaan Tanah.

JATT : Vol. 1, No. 1 : 13 – 22

Nurhidayati, Pujiwati, I., Solichah, A., Djuhari, dan Basit, A. 2008. e-book:

Pertanian Organik: Suatu Kajian Sistem Pertanian Terpadu dan Berkelanjutan. FP-Universitas Islam Malang. Malang.

Nursyamsi, D. dan Setyorini, D. 2009. Ketersediaan P Tanah – Tanah Netral dan Alkalin. Jurnal Tanah dan Iklim No. 30/2009.

Nuryani, S., Haji, M., dan Widya, N. 2010. Serapan Hara N, P, K pada Tanaman padi dengan Berbagai Lama Penggunaan Pupuk Organik pada Vertisol Sragen. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 10 No. 1 p: 1 - 13 Prayogo, T., Nikmah, YK., Yorinda, A., Fariandi, A., Putra, S., Nainggolan,

EAST., Yunesmi, R. 2013. Laporan Praktikum: Dasar- Dasar Ilmu Tanah. Unja Press. Jambi.

(38)

28

Putra, T. E. 2010. Kajian Sifat Kimia Tanah Inceptisol dan Entisol pada Tanah Sawah dengan Teknik Budidaya Konvensional dan Organik di Kabupaten Deli Serdang. Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan.

Rahmawati, N. 2005. Peran Mikoriza Vesikular Arbuskular pad Pertanian Organik. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Rahmawati, N. 2005. Upaya Penyediaan hara Nitrogen pada Pertanian Organik.

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Prabowo, R. dan Subantoro, R. 2017. Analisis Tanah Sebagai Indikator Tingkat Kesuburan Lahan Budidaya Pertanian di Kota Semarang. Jurnal Ilmiah Cendekia Eksakta Vol. 2 No. 2 (2017).

Sargiman, G. dan Panjaitan, T. W. S. 2013. Pengaruh Penggunaan Pupuk Organik Hayati Terhadap Sifat Fisika Tanah di Kecamatan Pare Kabupaten Kediri. Jurnal Agroknow Vol 1 No 1 Tahun 2013.

Setyorini, D. dan Ladiyani R.W., 2016. Cara Cepat Menguji Status Hara dan Kemasaman Tanah. Balai Penelitian Tanah. Bogor.

Silaen, M. Z. A. 2014. Struktur Komunitas Makrofauna Tanah pada Lahan Pertanian Anorganik dan Organik di Kabupaten Karo. Departemen Biologi, FMIPA USU. Medan.

Sitorus, T. E. 2013. Analisis Status Hara Fosfor pada Berbagai Lahan Pertanian Pangan di Pulau Jawa. FP-IPB. Bogor.

Sudjana, B. 2017. Pertanian Berkelanjutan Berbasis Kesehatan Tanah Dalam Mendukung Ketahanan Pangan. http://journal.unsika.ac.id/index.php solusi article download/80/84

Suhariyono, G. dan Y. Menry. 2005. Analisis Karakteristik Unsur-Unsur dalam Tanaman Berbagai Lokasi dengan Menggunakan XRF. Dalam Prosiding PPI-PDIPTN Puslitbang Teknologi Maju, Yogyakarta.

Supriyadi, S. 2009. Status Unsur-Unsur Basa (Ca, Mg, K, dan Na) di Lahan Kering Madura. Jurnal Agrovigor Vol. 2 No. 1

Suriadikusumah, A. dan Pratama, A. 2010. Penetapan Kelembaban, Tekstur Tanah dan Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kina (Chinchona spp.) di Sub Das Cikapundung Hulu Melalui Citra Satelit Landsat-TM Image.

Jurnal Agrikultura 2010, 21 (1): 85 – 92

Suwantoro, A. V. 2008. Analisis Pengembangan Pertanian Organik di Kabupaten Magelang (Studi Kasus Di Kecamatan Sawangan). Tesis Program Magister Ilmu Lingkungan. UNDIP Press. Semarang.

(39)

Tufaila, M dan Alam, S. 2014. Karakteristik Tanah dan Evaluasi Lahan untuk Pengembangan Tanaman Padi Sawah di Kecamatan Oheo Kabupaten Konawe Utara. Jurnal AGRIPLUS, Volume 24 Nomor: 02 Mei 2014 Vadari, T. Dian, N. Handayani, S. Sukristiyonubowo. 2014. Perubahan Sifat Fisik

Tanah dalam Pertanian Organik. Prosiding Seminar Nasional Pertanian Organik. Bogor.

Wahyunie, E.D., Baskoro, D.W.P., dan Sofyan, M. 2012. Kemampuan Retensi Air dan Ketahanan Penetrasi Tanah pada Sistem Olah Tanah Intensif dan Olah Tanah Konservasi. Jurnal Tanah Lingkungan 2012, 14 (2): 73 - 78 Yosephine, I. O. 2012. Klasifikasi Tanah Desa Sihiong, Sinar Sabungan, dan

Lumban Lobu Kecamatan Bonatua Lunasi Kabupaten Toba Samosir Berdasarkan Taksonomi Tanah 2010. Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan.

(40)

30

Lampiran 1. Kriteria Sifat Tanah

Sifat

Tanah Sat

uan

San gat

Rendah Sedang Tinggi

S angat Ren

dah

T inggi C

(Karbon) % <1.

00 1.00-2.00 2.01-

3.00 3.01-

5.00 >5.

00 N

(Nitrogen) %

<0.

10 0.10-0.20

0.21- 0.50

0.51- 0.75

>0.

75

C/N <5 5-10 11-15 16-25

>2 5

P2O5

Total % <0.

03 0.03-0.06 0.06-

0.079 0.08-

0.10 >0.

10 P2O5

eks-HCl % <0.

021 0.021-

0.039 0.040-

0.060 0.061-

0.10 >0.

10 P-avl

Bray II pp

m <8.

0 8.0-15 16-25 26-35 >3

5 P-avl

Truog pp

m <20 20-39 40-60 61-80 >8

0 P-avl

Olsen

pp

m <10 10-25 26-45 46-60

>6 0

K2O

eks-HCl %

<0.

03 0.03-0.06

0.07- 0.11

0.12- 0.20

>0.

20 CaO

eks-HCl %

<0.

05 0.05-0.09

0.10- 0.20

0.21- 0.30

>0.

30 MgO

eks-HCl % <0.

05 0.05-0.09 0.10-

0.20 0.21-

0.30 >0.

30 MnO

eks-HCl % <0.

05 0.05-0.09 0.10-

0.20 0.21-

0.30 >0.

30

K-tukar me/

100 <0.

10 0.10-0.20 0.30-

0.50 0.60-

1.00 >1.

00 Na-tukar

me/

100

<0.

10 0.10-0.30

0.40- 0.70

0.80- 1.00

>1.

00 Ca-tukar

me/

100

<2.

0 2.0-5.0 6.0-10.0

11.0- 20.0

>2 0.0 Mg-

tukar

me/

100

<0.

40 0.40-1.00

1.10- 2.00

2.10- 8.00

>8.

00 KTK

(CEC) me/

100 <5 5-16 17-24 25-40 >4

0 Kej.

Basa % <20 20-35 36-50 51-70 >7

0 Kejenuh

an Al % <10 10-20 21-30 31-60 >6

0 EC

(Nedeco) mm

hos 2.5 2.6-10 >1

0

S. Mas

am Agak

Masam Netral Agak A

lkalis Mas

am Alkalis

pH H2O <

4.5 4.5-

5.5 5.6-6.5 6.6-7.5 7.6-8.5 >8.

5 pH KCl

<

2.5

2.5-

4.0 4.1-6.0 6.1-6.5

>6.

5 (Sumber : Staf Pusat Penelitian Tanah, 1983 dan BPP Medan, 1982)

(41)
(42)

32

Gambar

Tabel 1.  Bahan dan Alat Penelitian

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

yang tidak dapat diingat lagi dengan pasti antara bulan Nopember 2016 sampai dengan Desember 2016 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat serta pertolongan-Nya lah, sehingga skripsi yang berjudul “Kajian Bivalvia di

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang pengembangan model pembelajaran Predict, Observe, Discuss, dan Explain (PODE) untuk mata pelajaran IPA di SDN

Dengan memberikan dukungan, dorongan, membantu pekerjaan ibu, mengurangi beban mentalnya, menghindari membahas masalah emosi, dan segera memberikan penanganan yang tepat

100 % (seratus persen) dari angka kredit setiap butir kegiatan bagi Analis Kepegawaian yang melaksanakan tugas satu tingkat di bawah jenjang  jabatannya (terampil

Teknis analisa data ini dilakukan untuk menarik kesimpulan tentang data yang diperlukan. Dalam penelitian ini akan digunakan teknik analisis data kualitatif dengan

Benkó Zsolt, Berkesi Márta, Czuppon György, Falus György, Gherdán Katalin, Guzmics Tibor, Haranginé Lukács Réka, Kele Sándor, Király Edit, Kovács István János,..