INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang efek nefroprotektif ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. pada dosis 350 mg/kgBB secara jangka pendek pada waktu pemberian 1, 4 dan 6 jam sebelum pemejanan karbon tetraklorida (CCl4) dosis 2 mL/kgBB konsentrasi 50% v/v dan
juga mengetahui waktu efektif pemberian ekstrak untuk digunakan sebagai nefroprotektor.
Penelitian bersifat eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur Wistar umur 2-3 bulan dengan berat 150-250 gram. Terdapat 6 kelompok pada penelitian, yaitu kelompok I yang merupakan kelompok kontrol nefrotoksin CCl4
2 mL/kgBB, kelompok II adalah kelompok kontrol negatif olive oil 2 mL/kgBB.
Olive oil pada penelitian digunakan sebagai pelarut CCl4. Kelompok III
merupakan kelompok kontrol ekstrak dosis 350 mg/kgBB. Kelompok IV, V, dan VI secara berturut-turut adalah kelompok perlakuan 1, 4, 6 jam pemberian ekstrak dosis 350 mg/kgBB sebelum pemejanan CCl4. Jumlah tikus yang digunakan untuk
setiap kelompok adalah 5 ekor. Pengecekan dilakukan dengan mengukur kadar kreatinin serum pada waktu pencuplikan darah optimal yaitu pada 48 jam setelah pemejanan atau induksi CCl4. Metode analisis statistic dilakukan dengan
menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, Levene test, uji t-berpasangan, One way ANOVA dan uji Scheffe.
Berdasarkan data yang diperoleh, ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dosis 350 mg/kgBB terbukti memiliki khasiat nefroprotektif pada tikus jantan Wistar terinduksi CCl4 2 mL/kgBB secara jangka pendek. Waktu
efektif pemberian ekstrak untuk memberikan efek nefroprotektif berdasarkan data penurunan kadar kreatinin serum diketahui pada 1 jam sebelum pemejanan CCl4
dengan % efek nefroprotektif sebesar 90,5%.
ABSTRACT
This study aimed to obtain information about the effects of methanol-water seed extract of Persea americana Mill. seed as nephroprotective agent at dose 350 mg/kgBW in short term 1, 4 and 6 hours administration of extract before exposured to carbon tetrachloride (CCl4) 50% v/v at dose of 2 mL/kgBW and also
determined the effective time of extract as nephroprotective agent.
This study was experimentally pure with direct sampling design. This study used male Wistar rats aged 2-3 months and weight 150-250 g. There are 6 groups in this study, group I was nephrotoxins CCl4 2 mL/kgBW control group,
group II was the negative control group (olive oil) 2 mL/kgBW. Olive oil was used as solvent of CCl4. Group III was extract control group at dose 350
mg/kgBW. While groups IV, V, and VI respectively were treated group 1, 4, 6 hours administration of extract at dose 350 mg/kgBB before exposure to CCl4.
Each group used 5 rats. The test was done by measuring serum creatinine concentration at the optimum time of blood sampling (48 hours after CCl4
exposure). Statistical analysis was performed using the Kolmogorov-Smirnov test,
Levene's test, Paired t-Test, One-way ANOVA and Scheffe test.
Based on the data that obtained, the methanol-water extract of Persea americana Mill. seed at dose of 350 mg/kgBW gave nephroprotective effect in male Wistar rats induced by CCl4 2 mL/kgBW in the short term. Effective time of
administration of extract as nephroprotective agent based on the data of serum creatinine concentration was 1 hour before CCl4 exposure with 90.5%
nephroprotective effect.
EFEKNEFROPROTEKTIFJANGKAPENDEK
EKSTRAKMETANOL-AIRBIJIPersea americana Mill. TERHADAP
KADAR KREATININ DAN GAMBARAN HISTOLOGIS GINJAL TIKUS JANTAN WISTAR TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Farmasi
Diajukan Oleh:
Liana Risha Gunawan
NIM : 108114039
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
HALAMAN PERSEMBAHAN
Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib
(Mazmur 139 : 14a)
Kupersembahkan karyaku ini untuk : Tuhan Yesusku, Bapa yang senantiasa menopangku dan mengangkatku saat kuterjatuh serta memberiku kekuatan. Ayah, Ibu dan Kakak tercinta atas segala doa, cinta dan perhatiannya. Sahabat-sahabatku tersayang Almamaterku Ketika kaki sudah tidak kuat berdiri : “BERLUTUTLAH”
Ketika Tangan sudah tidak kuat menggenggam : “LIPATLAH” Ketika kepala sudah tidak kuat ditegakkan : ”MENUNDUKLAH” Ketika hati sudah tidak kuat menahan kesedihan : “MENANGISLAH” Ketika hidup sudah tidak mampu untuk dihadapi : “BERDOALAH”
Di dalam setiap masalah : Ingatlah TUHAN YESUS selalu setia bersama kita”.
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas berkat yang tiada henti,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “EFEK
NEFROPROTEKTIFJANGKAPENDEKEKSTRAKMETANOL-AIRBIJI
Persea americana Mill. TERHADAP KADAR KREATININ DAN
GAMBARAN HISTOLOGIS GINJAL TIKUS JANTAN WISTAR
TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA” dengan baik.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Farmasi (S.Farm) program studi Farmasi Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini
tentunya tidak lepas dari bantuan dan campur tangan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih pada :
1. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dosen Pembimbing skripsi atas
segala kesabaran dalam membimbing, memberi masukan dan motivasi kepada
penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dosen Penguji skripsi atas bantuan
dan masukkan demi kemajuan skripsi ini.
3. Bapak Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji skripsi atas
bantuan dan masukkan demi kemajuan skripsi ini.
4. Ibu Rini Dwiastuti, M.Si., Apt. selaku Kepala Laboratorium Fakultas Farmasi
yang telah memberikan ijin dalam penggunaan fasilitas laboratorium untuk
5. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., yang telah memberikan bantuan dalam
deteminasi serbuk biji Persea americana Mill.
6. Ibu drh. Ari selaku dokter hewan di laboratorium Imono yang telah membantu
dengan sabar dalam menyediakan hewan uji untuk penelitian ini.
7. Bapak Heru, Bapak Suparjiman dan Pak Kayatno selaku laboran bagian
Farmakologi dan Toksikologi, Pak Wagiran selaku laboran Farmakognosi
Fitokimia atas segala bantuan dalam pelaksanaan skripsi ini.
8. Keluarga terkasih, papa, mama dan kak Evan yang tidak pernah berhenti
memberikan dukungan, perhatian, saran selama ini.
9. Robert Dwijantara Putra atas semua bantuan, saran, dukungan dan perhatian
dalam segala hal selama ini baik dalam suka maupun duka.
10.“Tim Persea americana” Priscilla, Dara, Rotua, Ayu, Dian, Lydia, Ike kumala, Inneke, Irene, Yuditha, Ita, Angel, Dion atas semua bantuannya
11.Teman-teman Farmasi angkatan 2010, Ita, Ocha, Via, Juli, Cilla, teman-teman
kos Agatha dan semua pihak yang turut membantu.
Penulis ini menyadari bahwa tugas akhir ini belum sempurna dan masih
banyak kekurangan sehingga penulis berharap kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak. Akhir kata, penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak terutama di bidang ilmu farmasi.
Yogyakarta, November 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……… i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……….. ii
HALAMAN PENGESAHAN ……….…. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ……….……...……….. iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……….……….. v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ……….……… vi
PRAKATA ……….……... vii
DAFTAR ISI ……….……… ix
DAFTAR TABEL ……….……… xiv
DAFTAR GAMBAR ……… xvi
DAFTAR LAMPIRAN ………. xviii
INTISARI ……….……. xx
ABSTRACT……….…….………..……… xxi
BAB I. PENGANTAR ……….. 1
A. Latar Belakang ………. 1
1. Perumusan masalah ……….. 3
2. Keaslian penelitian ……… 4
3. Manfaat penelitian ……… 5
B. Tujuan Penelitian ……….. 5
1. Tujuan umum ………... 5
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ………... 6
A. Taksonomi dan Morfologi Alpukat ( Persea americana Mill. ) ……….. 6
B. Kandungan Fitokimia Biji Persea americana Mill. ……….... 7
C. Ginjal ………. 9
1. Fungsi ginjal ……….. 9
2. Anatomi dan fisiologi ginjal ……….………. 11
D. Gangguan Sistem Urinaria ……….………... 17
1. Pielonefritis dan infeksi saluran kemih ………. 17
2. Gagal ginjal ……… 17
3. Nekrosis tubular akut ……… 18
E. Kreatinin ………./………. 19
F. Karbon Tetraklorida (CCl4) ……..….…..……… 21
G. Ekstraksi ………... 22
H. Landasan Teori ………. 23
I. Hipotesis ………. 24
BAB III. METODE PENELITIAN ………... 25
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ……… 25
B. Variabel dan Definisi Operasional ……….. 25
1. Variabel utama ……….. 25
2. Variabel pengacau terkendali ……… 25
C. Subyek dan Bahan Penelitian ……….. 27
1. Subyek penelitian ………. 27
2. Bahan penelitian ………... 27
D. Alat dan Instrumen Penelitian ………. 28
E. Tata Cara Penelitian ………. 29
1. Determinasi serbuk biji Persea americana Mill. ……… 29
2. Pengumpulan bahan ………. 29
4. Pembuatan ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. ….. 30
5. Penetapan kadar air serbuk biji Persea americana Mill. ………. 31
6. Pembuatan larutan Natrium-Carboxy Methyl Cellulosa (CMC-Na) 1% ……….. 31
7. Pembuatan suspensi ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dalam CMC-Na 1% ……….. 31
8. Pembuatan larutan karbon tetraklorida (CCl4) konsentrasi 50% 32 9. Uji pendahuluan ……… 32
10. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji ……….. 33
11. Pembuatan serum ……… 33
12. Penetapan kadar kreatinin serum ……… 34
13. Pembuatan formalin 10% ……… 34
14. Pencuplikan organ ginjal tikus untuk pengamatan gambaran histologis ………. 34
F. Tata Cara Analisis Hasil ……… 35
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 36
A. Penyiapan Bahan ……….. 36
1. Hasil determinasi serbuk biji Persea americana Mill. ………… 36 2. Penetapan kadar air serbuk biji Persea americana Mill. ………. 36 3. Hasil penimbangan bobot ekstrak metanol-air biji Persea americana
Mill. ……….. 37
B. Uji Pendahuluan ……….. 38
1. Penentuan dosis nefrotoksin karbon tetraklorida …...…………. 38
2. Penentuan waktu pencuplikan darah ………... 39
3. Penetapan lama pemejanan ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dosis 350 mg/kgBB ……….……….………… 42 4. Penetapan dosis ekstrak metanol-air Biji Persea americana Mill. 43 C. Hasil Uji Waktu Nefroprotektitf Ekstrak Metanol-Air biji Persea
americana Mill. ….………... 44 1. Kontrol negatif olive oil dosis 2 mL/kgBB ………... 46 2. Kontrol nefrotoksin (karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB) …... 48
3. Kontrol ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dosis 350
mg/kgBB ……….... 49
4. Kelompok perlakuan ekstrak metanol-air biji Persea americana
Mill. pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida
dosis 2 mL/kgBB ..………..………..……… 50
D. Gambaran Histologis Ginjal Tikus ………... 54
1. Gambaran histologis kelompok kontrol nefrotoksin karbon
tetraklorida (CCl4) 2 mL/kgBB ……… 54
Persea americana Mill. dosis 350 mg/kgBB ………….………. 57
4. Gambaran histologis kelompok perlakuan ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dosis 350 mg/kgBB pada perlakuan 1 jam sebelum induksi CCl4……….……….. 58
5. Gambaran histologis kelompok perlakuan ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dosis 350 mg/kgBB pada perlakuan 4 jam sebelum induksi CCl4……… 59
6. Gambaran histologis kelompok perlakuan ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dosis 350 mg/kgBB pada perlakuan 6 jam sebelum induksi CCl4……….. 60
E. Rangkuman Pembahasan ……….. 62
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ………... 64
A. Kesimpulan ………... 64
B. Saran ………... 64
DAFTAR PUSTAKA ………...…………. 65
LAMPIRAN ………... 68
DAFTAR TABEL
Total senyawa fenolik dalam kulit, daging buah, biji alpukat dalam
ekstrak etil asetat, aseton, metanol……….……….…...……….…
Kandungan fitokimia dari Persea americana pada daun, buah dan
biji………
Klasifikasi Acute Kidney Injury (AKI) berdasarkan AKIN pada
tahun 2005 dengan kriteria Cr serum dan UO………...……….
Rata-rata kadar kreatinin serum tikus setelah pemberian karbon
tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada selang waktu 0, 24, 48 dan
72 jam (n = 4)……….……….………...……….……
Hasil uji Scheffe kadar kreatinin serum tikus sebelum dan setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada selang
waktu 0, 24, 48 dan 72 jam……….……….……..………..
Rata-rata kadar kreatinin serum tikus putih jantan Wistar pada
kelompok perlakuan jam ke-1, 4, 6, kontrol EMBPA, kontrol
olive oil dan nefrotoksin 2 mL/kgBB (n = 5)……….…….… Hasil uji Scheffe kadar kreatinin serum tikus putih jantan Wistar pada ke perlakuan jam ke-1, 4, 6, kontrol EMBPA, kontrol olive
oil dan nefrotoksin 2 mL/kgBB……….………...…..…… Perbandingan kontrol olive oil jam ke-0 dan jam ke-48 pada
kreatinin serum tikus putih jantan Wistar ( n = 5 )……….………
Hasil penetapan kadar air serbuk biji Persea americana Mill…………. Hasil rendemen ekstrak metanol-air Biji Persea americana Mill………
Tabel XI.
Tabel XII.
Bobot pengeringan ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill….. Hasil validitas dan reabilitas dilihat dari serum kontrol (range 1,09
- 1,71 mg/dL)……….….………..
96
DAFTAR GAMBAR
Gambar skema unsur-unsur struktural ginjal pada irisan
ginjal yang terpotong dua………
Foto mikroskopik glomerulus, kapsula Bowman, tubulus
proksimal dan distal………
Foto mikroskopik tubulus kontortus proksimal (p), tubulus
kontortus distal………
Duktus koligens secara mikroskopik………...
Foto mikroskopik ginjal………...
Tahapan biosintesis dan metabolisme kreatinin…………..
Diagram batang rata-rata kadar kreatinin serum tikus
sebelum dan setelah pemejanan karbon tetraklorida dosis
2 ml/kgBB pada selang waktu 0, 24, 48 dan 48 jam.……..
Diagram batang aktivitas kreatinin serum tikus putih
jantan Wistar pada kelompok perlakuan jam ke-1, 4, 6,
kontrol EMBPA, kontrol olive oil dan nefrotoksin 2
mL/kgBB……….………
Perbandingan kontrol olive oil jam ke-0 dan jam ke-48 pada kreatinin serum tikus putih jantan Wistar………
Foto mikroskopik organ gijal tikus kelompok kontrol CCl4
2 mL/kgBB perbesaran 400x………...
Foto mikroskopik organ gijal tikus kelompok kontrol
Gambar 12.
Gambar 13.
Gambar 14.
Gambar 15.
Gambar 16.
menunjukkan adanya DHET………
Foto mikroskopik organ gijal tikus kelompok kontrol
negatif olive oil 2 mL/kgBB perbesaran 400x yang
menunjukkan adanya ITC………....
Foto mikroskopik organ gijal tikus kelompok perlakuan 1
jam sebelum induksi CCl4 perbesaran 400x yang
menunjukkan adanya perivaskulitis………...….. Foto mikroskopik organ gijal tikus kelompok perlakuan 4
jam sebelum induksi CCl4 perbesaran 400x………
Foto mikroskopik organ gijal tikus kelompok perlakuan 4
jam sebelum induksi CCl4 perbesaran 400x yang
menunjukkan adanya DHET………
Foto mikroskopik organ gijal tikus kelompok perlakuan 4
jam sebelum induksi CCl4 perbesaran 400x yang
menunjukkan adanya DHET………
56
56
59
60
61
DAFTAR LAMPIRAN
Foto serbuk biji Persea americana Mill.………... Foto ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill….... Foto suspensi ekstrak metanol-air biji Persea americana
Mill. dalam CMC-Na 1%...
Surat pengesahan determinasi serbuk biji Persea americana Mill………... Surat pengesahan Medical and Health Research Ethics Committee (MHREC)………. Analisis statistik kadar kreatinin serum pada uji
pendahuluan nefrotoksin karbon tetraklorida dosis 2
mL/kgBB………
Analisis statistik kadar kreatinin serum pada kelompok
perlakuan ekstrak metanol-air biji Persea americana
dosis 350 mg/kgBB pada tikus jantan Wistar terinduksi
karbon tetraklorida 2 mL/kgBB………
Analisis statistik kadar kreatinin serum pada kontrol
negatif olive oil dosis 2 ml/kgBB………...…… Data hasil pengecekan histologis ginjal pada kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol ekstrak metanol-air biji
Persea americana Mill. dosis 350 mg/kgBB………. Data hasil pengecekan histologis ginjal pada kelompok
Lampiran 11.
kontrol nefrotoksin karbon tetraklorida 2 mL/kgBB……..
Foto mikroskopik ginjal kelompok kontrol nefrotoksin
karbon tetraklorida 2 mL/kgBB……….
Foto mikroskopik ginjal kelompok kontrol negatif olive
oil 2 mL/kgBB………
Foto mikroskopik kelompok perlakuan ekstrak
pemberian 1 jam sebelum pemejanan karbon tetraklorida
2 ml/kgBB………..
Foto mikroskopik kelompok perlakuan ekstrak
pemberian 4 jam sebelum pemejanan karbon tetraklorida
2 ml/kgBB………..
Foto mikroskopik kelompok perlakuan ekstrak
pemberian 6 jam sebelum pemejanan karbon tetraklorida
2 ml/kgBB………..
Perhitungan % nefroprotektif……….
Perhitungan konversi dosis untuk manusia………
Perhitungan konversi hari untuk manusia………..
Penetapan kadar air serbuk biji Persea americana Mill… Hasil rendemen ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill………...
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang efek nefroprotektif ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. pada dosis 350 mg/kgBB secara jangka pendek pada waktu pemberian 1, 4 dan 6 jam sebelum pemejanan karbon tetraklorida (CCl4) dosis 2 mL/kgBB konsentrasi 50% v/v dan
juga mengetahui waktu efektif pemberian ekstrak untuk digunakan sebagai nefroprotektor.
Penelitian bersifat eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur Wistar umur 2-3 bulan dengan berat 150-250 gram. Terdapat 6 kelompok pada penelitian, yaitu kelompok I yang merupakan kelompok kontrol nefrotoksin CCl4 2
mL/kgBB, kelompok II adalah kelompok kontrol negatif olive oil 2 mL/kgBB.
Olive oil pada penelitian digunakan sebagai pelarut CCl4. Kelompok III merupakan
kelompok kontrol ekstrak dosis 350 mg/kgBB. Kelompok IV, V, dan VI secara berturut-turut adalah kelompok perlakuan 1, 4, 6 jam pemberian ekstrak dosis 350 mg/kgBB sebelum pemejanan CCl4. Jumlah tikus yang digunakan untuk setiap
kelompok adalah 5 ekor. Pengecekan dilakukan dengan mengukur kadar kreatinin serum pada waktu pencuplikan darah optimal yaitu pada 48 jam setelah pemejanan atau induksi CCl4. Metode analisis statistic dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, Levene test, uji t-berpasangan, One way ANOVA dan uji
Scheffe.
Berdasarkan data yang diperoleh, ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dosis 350 mg/kgBB terbukti memiliki khasiat nefroprotektif pada tikus jantan Wistar terinduksi CCl4 2 mL/kgBB secara jangka pendek. Waktu
efektif pemberian ekstrak untuk memberikan efek nefroprotektif berdasarkan data penurunan kadar kreatinin serum diketahui pada 1 jam sebelum pemejanan CCl4
dengan % efek nefroprotektif sebesar 90,5%.
ABSTRACT
This study aimed to obtain information about the effects of methanol-water seed extract of Persea americana Mill. seed as nephroprotective agent at dose 350 mg/kgBW in short term 1, 4 and 6 hours administration of extract before exposured to carbon tetrachloride (CCl4) 50% v/v at dose of 2 mL/kgBW and also
determined the effective time of extract as nephroprotective agent.
This study was experimentally pure with direct sampling design. This study used male Wistar rats aged 2-3 months and weight 150-250 g. There are 6 groups in this study, group I was nephrotoxins CCl4 2 mL/kgBW control group,
group II was the negative control group (olive oil) 2 mL/kgBW. Olive oil was used as solvent of CCl4. Group III was extract control group at dose 350 mg/kgBW.
While groups IV, V, and VI respectively were treated group 1, 4, 6 hours administration of extract at dose 350 mg/kgBB before exposure to CCl4. Each
group used 5 rats. The test was done by measuring serum creatinine concentration at the optimum time of blood sampling (48 hours after CCl4 exposure). Statistical
analysis was performed using the Kolmogorov-Smirnov test, Levene's test, Paired t-Test, One-way ANOVA and Scheffe test.
Based on the data that obtained, the methanol-water extract of Persea americana Mill. seed at dose of 350 mg/kgBW gave nephroprotective effect in male Wistar rats induced by CCl4 2 mL/kgBW in the short term. Effective time of
administration of extract as nephroprotective agent based on the data of serum creatinine concentration was 1 hour before CCl4 exposure with 90.5%
nephroprotective effect.
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang
Ginjal adalah organ yang berperan penting dalam fungsi metabolisme dan
terutama fungsi ekskresi dalam tubuh. Setiap hari ginjal memproses sekitar 200
liter darah untuk disaring dan menghasilkan sekitar 2,0 liter ekstra kelebihan air
yang mengandung limbah (Hadibroto dan Alam, 2007). Berdasarkan fungsinya
yang sangat penting, kesehatan dari ginjal haruslah terjaga dengan baik.
Kebanyakan bahan alam yang digunakan berasal dari tanaman. Persea americana Mill. atau dikenal dengan sebutan alpukat merupakan salah satu tanaman yang dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropis seperti Indonesia dan
memiliki banyak khasiat. Namun, sejauh ini pemanfaatan yang banyak dilakukan
terbatas pada buah dan daunnya saja, sedangkan biji Persea americana Mill. belum banyak dimanfaatkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Zuhrotun (2007), menunjukkan bahwa biji alpukat mengandung polifenol,
flavonoid, triterpenoid, kuinon, saponin, tanin dan monoterpenoid serta
seskuiterpenoid.
Kandungan yang dimiliki biji alpukat atau Persea americana Mill. juga telah dinyatakan pada penelitian yang dilakukan oleh Carpena, Morcuende,
Andrade, Kylli, Estevez (2011) memiliki khasiat sebagai antioksidan. Antioksidan
sendiri dapat bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa
yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan akan terhambat
dimungkinkan biji alpukat juga memiliki khasiat sebagai pelindung organ ginjal
dari senyawa toksik atau dikenal dengan nefroprotektif. Untuk mengetahui adanya
kerusakan ginjal dapat diamati dengan mengukur kadar kreatinin di dalam darah.
Pada kegagalan ginjal, kreatinin akan ditahan bersama unsur nitrogen non protein
lainnya (Panjaitan, Handharyani, Chairul, Masriani, Zakiah, Manalu, 2007).
Senyawa xenobiotik yang dapat digunakan sebagai model untuk meneliti
aktivitas nefroprotektif adalah karbon tetraklorida (CCl4). CCl4 akan menginduksi
peroksidasi lipid dan keracunan, CCl4 dimetabolisme menjadi radikal bebas
triklorometil yang pada akhirnya radikal bebas ini dapat menyebabkan kematian
sel (Panjaitan dkk, 2007). Oleh karena itu penelitian ini menggunakan CCl4
sebagai nefrotoksin (senyawa toksik untuk ginjal).
Penelitian dilakukan menggunakan hewan uji tikus putih jantan galur
Wistar yang memiliki kemiripan fisiologis dengan manusia dengan senyawa
nefroprotektif adalah ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. (biji buah alpukat) dosis 350 mg/kgBB secara jangka pendek. Jangka pendek yang
dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pada waktu 1, 4 dan 6 jam pemberian
ekstrak metanol-air biji Persea ameicana Mill. 350 mg/kgBB dengan konsentrasi sebesar 7% b/v sebelum pemejanan karbon tetraklorida 2 mL/kgBB, dengan
konsentrasi karbon tetraklorida sebesar 50% v/v. Pemilihan ekstrak metanol-air
berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan Vionita (2013) dan penelitian
terkait efek antioksidan ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. (Carpena
et al., 2011). Dari hasil penelitian tersebut biji alpukat (Persea americana Mill.)
antioksidan dan dapat terambil dengan baik dengan menggunakan pelarut
metanol-air (70 : 30). Selain itu karena belum diketahuinya metabolit sekunder
apakah yang ada dalam biji Persea americana Mill. yang memiliki khasiat sebagai nefroprotektif secara pasti maka dipilih pelarut metanol yang dapat
mengekstraksi hampir keseluruhan metabolit sekunder yang ada dalam biji Persea americana Mill. (ekstraksi total).
Penelitian dilakukan secara jangka pendek dengan menggunakan dosis
350 mg/kgBB ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh waktu pemberian ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. sehingga dapat diketahui waktu efektif pemberian ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dosis 350 mg/kgBB untuk digunakan sebagai nefroprotektor. Dosis 350 mg/kgBB dipilih berdasarkan penelitian
Vionita (2013) yang menunjukkan dengan dosis 350 mg/kgBB, ekstrak
metanol-air biji Persea americana Mill. telah mampu memberikan efek nefroprotektif secara jangka panjang (6 hari pemberian ekstrak metanol-air secara berturut-turut
sebelum induksi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB) dengan cukup baik.
1. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
a. Apakah ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dosis 350 mg/kgBB memiliki khasiat nefroprotektif terhadap tikus putih jantan galur Wistar
b. Berapa waktu efektif pemberian ekstrak metanol-air biji Persea americana
Mill. dosis 350 mg/kgBB sebagai nefroprotektif dilihat dari kadar kreatinin dan
gambaran histologis sel ginjal tikus jantan Wistar terinduksi karbon tetraklorida
2 mL/kgBB?
2. Keaslian penelitian
Penelitian tentang efek nefroprotektif ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dosis 350 mg/kgBB pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB secara jangka pendek belum pernah dilakukan
sebelumnya. Penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan biji Persea americana Mill. yaitu :
1. Penelitian yang dilakukan oleh Arukwe et al. (2012). Penelitian tersebut dilakukan untuk mengetahui kandungan dari biji, daun, dan buah Persea americana.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Carpena et al. (2011). Penelitian ini
melakukan uji secara invitro mengenai aktivitas antioksidan, anti mikroba biji
Persea americana Mill.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Zuhrotun (2007). Penelitian tersebut menguji
aktivitas antidiabetes dari ekstrak etanol biji Persea americana Mill.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Vionita (2013). Penelitian ini melakukan uji
efek nefroprotektif ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. secara jangka panjang dengan menggunakan 3 peringkat dosis.
Pada penelitian yang akan dilakukan, penelitian dilakukan untuk menguji
secara jangka pendek dengan menggunakan dosis 350 mg/kgBB pada tikus putih
jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida dengan melihat kadar kreatinin
serum dan gambaran histologis ginjal sebagai data pendukung.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis. Penelitian bermanfaat untuk menambah pengetahuan
tentang tanaman yang memiliki khasiat nefroprotektif.
b. Manfaat praktis. Penelitian dapat memberikan informasi terkait waktu
efektif penggunaan ekstrak biji alpukat (Persea americana Mill.) secara jangka pendek sebagai dasar pengobatan nefroprotektif.
B.Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Penelitian dilakukan untuk menggali informasi mengenai khasiat ekstrak
metanol-air biji Persea americana Mill. sebagai nefroprotektor secara jangka pendek untuk pembangan ilmu kefarmasian.
2. Tujuan khusus
Penelitian dilakukan untuk memperoleh data dan informasi tentang efek
nefroprotektif ekstrak metanol-air biji Persea americana Miil. dosis 350 mg/kgBB terhadap tikus jantan Wistar terinduksi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB
secara jangka pendek dan mengetahui waktu efektif pemberian ekstrak untuk
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Taksonomi dan Morfologi Alpukat (Persea americana Mill.)
Taksonomi dari alpukat sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Subdivisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Laurales
Famili : Lauraceae
Genus : Persea
Spesies : Persea americana Mill (USDA, 2013).
Persea terdiri dari 200 jenis tumbuhan yang berasal dari bagian tropis Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Di Indonesia Persea tumbuh di lahan terbuka pada ketinggian 200-1.000 m diatas permukaan laut. Tanaman ini disebut
avokad namun di Indonesia dikenal dengan alpukat. Alpukat berasal dari Amerika
tropis, Meksiko, Guatemala, dan Hindia Barat (Suhono dkk, 2010).
Morfologi alpukat berupa pohon besar dengan kulit batang berwarna
coklat, tinggi batang 8-20 m, dan diameternya 25-40 cm. Daun tunggal berwarna
hijau tua, berbentuk lonjong atau memanjang. Daun bertangkai dan mengumpul
pada bagian ujung ranting, berukuran 8 x 17 cm. Bunga berwarna putih
kekuningan dan wangi. Bunga berkelamin ganda. Benang sari berjumlah 12,
Buah alpukat berbentuk bulat atau lonjong seperti bola lampu. Buahnya
berwarna hijau, hijau kekuningan, dan cokelat keunguan. Buah alpukat berukuran
5-30 cm, dengan berat 100-600 g. Daging buahnya berwarna hijau kekuningan
atau kuning. Buah berdaging tebal, berminyakm terasa hambar atau sedikit manis.
Alpukat memiliki biji tunggal, berukuran besar, berbentuk bulat atau lonjong, dan
ditutupi oleh selaput biji (Suhono dkk, 2010).
Daging buah alpukat dapat dimakan segar. Secara tradisional, rebusan daun
alpukat digunakan untuk mengobati hipertensi, sakit kepala, kencing manis,
sariawan, nyeri lambung, nyeri saraf, dan meredakan rasa sakit (Suhono dkk,
2010).
B. Kandungan Fitokimia Biji Persea americana Mill.
Biji alpukat (Persea americana Mill.) mengandung berbagai macam senyawa metabolit sekunder. Salah satunya adalah senyawa golongan fenolik.
Senyawa fenolik dapat berfungsi sebagai antioksidan karena dapat mengalami
reaksi redoks, yang menyebabkan senyawa tersebut dapat berfungsi sebagai agen
pereduksi, donor hidrogen, penetral radikal bebas dan pengkhelat logam. Kulit
dan biji Persea americana Mill. memiliki efek antioksidan yang cukup besar. Efek ini bergantung pada varietasnya. Ekstrak dari Persea americana tidak memiliki komponen yang toksik atau berbahaya. Metanol dapat digunakan untuk
mengekstrak senyawa fenolik total untuk uji aktivitas antioksidan secara in vitro
Tabel I. Total senyawa fenolik dalam kulit, daging buah, biji alpukat dalam ekstrak etil asetat, aseton, metanol
(Carpena et al., 2011). Tabel tersebut menunjukkan bahwa dalam ekstrak metanol dari Persea americana varietas Hass mengandung 3511b ± 988 (mg GAE/100 mg bahan kering) senyawa fenolik total sedangkan pada varietas Fuerte mengandung 4164b ± 1048 (mg GAE/100 mg bahan kering) senyawa fenolik total (Carpena et al., 2011). Meskipun varietas Fuerte dan Hass jarang dibudidayakan di Indonesia, namun dari penelitian tersebut dapat diketahui bahwa metanol dapat mengekstrak
senyawa fenolik dalan biji Persea americana Mill. dengan cukup baik.
Persea americana Mill. mengandung berbagai macam senyawa fitokimia, diantaranya adalah saponin, tanin, flavonoid, sianogenik glikosida, alkaloid, fenol,
steroid (Arukwe et al., 2012). Tabel II adalah tabel yang menunjukkan kandungan fitokimia pada daun, buah, dan biji Persea americana Mill. dan dengan mengetahui kandungan fitokimianya dapat diprediksi khasiat dari bagian daun,
dimungkinkan biji Persea americana Mill. memiliki khasiat sebagai antioksidan yang baik (Arukwe et al., 2012).
Tabel II. Kandungan fitokimia dari Persea americana pada daun, buah dan biji
(Arukwe et al., 2012).
C. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang dan umumnya
ginjal manusia memiliki panjang 10-12 cm, lebar 5-6 cm, dan dan tebal 3-4 cm.
ginjal tersebut terletak pada bagian retro-peritoneal dekat dinding posterior
abdomen di bagian kiri dan kanan kolom vertebralis (Bloom dan Fawcett, 1994).
Komponen sistem urinaria terdiri dari dua ginjal yang memproduksi urin, dua
ureter yang membawa urin ke dalam sebuah kandung kemih untuk penampungan
sementara dan uretra yang mengalirkan urin keluar tubuh (Sloane, 1995).
1. Fungsi ginjal
Ginjal memiliki banyak fungsi penting bagi tubuh, fungsi tersebut antara
lain, yaitu :
a. Pengeluaran zat sisa organik. Ginjal mengekskresi urea, asam urat, kreatinin,
dan produk penguraian hemoglobin dan hormon.
b. Pengaturan konsentrasi ion-ion penting. Ginjal mengekskresi ion natrium,
dengan asupan dan ekskresinya melalui rute lain seperti pada saluran
gastrointestinal atau kulit.
c. Pengaturan keseimbangan asam basa tubuh. Ginjal mengendalikan ekskresi
ion hidrogen (H+), bikarbonat (HCO3-) dan ammonium (NH4+) serta
memproduksi urin asam atau basa, bergantung pada kebutuhan tubuh.
d. Pengaturan produksi sel darah merah. Ginjal melepas eritropoietin yang
mengatur produksi sel darah merah dalam sumsum tulang.
e. Pengaturan tekanan darah. Ginjal mengatur volume cairan yang essensial bagi
pengaturan tekanan darah, dan juga memproduksi enzim renin yang
merupakan komponen penting dalam sistem renin-angiotensin-aldosteron,
yang berperan dalam peningkatan tekanan darah dan retensi air.
f. Pengendalian terbatas terhardap konsentrasi glukosa darah dan asam amino
darah. Ginjal melalui ekskresi glukosa dan asam amino berlebih, bertanggung
jawab atas konsentrasi nutrien dalam darah.
g. Pengeluaran zat beracun. Ginjal mengeluarkan polutan, zat tambahan
makanan, obat-obatan atau zat kimia asing lain dari tubuh (Sloane, 1995).
Ginjal memproduksi urin yang mengandung zat sisa metabolik dan
mengatur komposisi cairan tubuh melalui 3 cara, yaitu filtrasi glomerulus,
reabsorpsi tubulus dan sekresi tubulus. Fungsi utama ginjal adalah untuk
mengekskresikan zat dari sisa metabolisme serta zat-zat lain yang berbahaya bagi
tubuh sambil mempertahankan konstituen darah yang masih berguna. Selain itu,
2. Anatomi dan fisiologi ginjal
Setiap ginjal (Gambar 1) dilingkupi kapsul tipis dari jaringan fibrus yang
rapat dan membentuk pembungkus yang halus.di dalamnya terdapat
struktur-struktur ginjal yang berwarna ungu tua dan terdiri dari kortex pada bagian luar dan medula, disebelah dalam. Bagian medula tersusun atas 15-16 massa berbentuk
piramid yang disebut piramid ginjal. Puncak langsung mengarah ke hilum dan
berakhir di kalises. Kalises ini menghubungkannya dengan pelvis ginjal (Pearce,
2002).
Gambar 1. Gambar skema unsur-unsur struktural ginjal pada irisan ginjal yang terpotong dua. (Bllom dan Fawcett, 1994).
Dalam ginjal manusia terdapat sekitar 1 sampai 4 juta nefron. Nefron ini
merupakan unit pembentuk urin. Dalam setiap nefronnya terdapat komponen
tubular dan vaskular (kapilar). Komponen tersebut, yaitu tubulus kontortus proksimal, ansa Henle, tubulus kontortus distal dan duktus koligen. Pada setiap ujung proksimal setiap nefron terdapat kapsula Bowman yang merupakan struktur berongga menyerupai bentuk mangkok. Di dalam bagian ini terdapat
Bowman dan glomerulus bersama-sama membentuk korpuskel ginjal (Bloom dan
Fawcett, 1994). Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai komponen ginjal :
a. Glomerulus. Glomerulus adalah gulungan kapiler yang dikelilingi
oleh kapsul epitel berdinding ganda yang disebut dengan kapsula Bowman.
(Sloane, 1995). Sedangkan kapsula Bowman merupakan suatu pelebaran nefron
yang dibatasi oleh epitel yang menyelubungi glomerulus (Gambar 2) untuk
mengumpulkan zat terlarut yang difiltrasi oleh glomerulus (Sherwood, 2006).
Filtrasi Ginjal terjadi apabila darah sistemik mengalir melalui glomerulus.
Laju filtrasi bergantung pada aliran darah arteri, tekanan darah arteri sistemik, dan
tekanan aliran internal dalam ginjal. Air dan mineral terlarut dengan ukuran
molekul kecil, terutama elektrolit bebas melewati saringan glomerulus. Sekitar
125 mL filtrat dihasilkan setiap menit, atau sekitar 140 L air per hari (Sacher dan
Richard, 2002).
Gambar 2. Foto mikroskopik glomerulus, kapsula Bowman, tubulus proksimal dan distal (SIU School of Medicine, 2005).
Gambar diatas adalah gambar mikroskopik dari glomerulus yang terdapat
Bowman (Bowman’s space). Pada bagian glomerulus tersebut terdapat sel-sel
epitel viseralis termodifikasi atau disebut podosit (filtration membrane) yang terdapat pada bagian luar glomerulus dan menutupi kapiler. Podosit tersebut
berfungsi untuk membantu filtrasi cairan darah menjadi urin primer atau ultra
filtrat (Pardede, 2004). Terlihat pula pada bagian kapsula Bowman tersebut
terdapat sel-sel epitel sebagai pembatasnya (epithelium of Bowman’s capsule). Dibagian kapsula Bowman terhubung langsung dengan tubulus kontortus
proksimal (proximal tubule). Bagian yang berwarna hitam keunguan adalah inti sel. Sel-sel yang menyusun kapsula Bowman adalah sel-sel epitel gepeng. Pada
gambar tersebut terlihat bahwa sel-sel epitel gepeng kapsula Bowman menyatu
dengan sel-sel kuboid tubulus kontortus proksimal (Bloom dan Fawcett, 1994).
b. Tubulus kontortus proksimal. Hasil dari filtrasi glomerulus akan
mengalir menuju tubulus kontortus proksimal. Tubulus ini bentuknya
berkelok-kelok dengan diameter 50-60 nm (Davey, 2002). Tubulus proksimalis terutama
berfungsi dalam proses reabsorpsi. Bagian ini mengembalikan sejumlah besar air
bersama dengan glukosa, asam amino, urea, kalsium, dan protein apapun yang
bocor melaui saringan glomerulus ke aliran darah. Tubulus proksimalis juga
mereabsorpsi sejumlah besar elektrolit terutama natrium, klorida, dan bikarbonat
(Davey, 2002). Panjang tubulus ini mencapai 15 mm dan sangat berliku. Pada
permukaan yang menghadap lumen tubulus ini terdapat sel-sel epitel kuboid yang
c. Ansa Henle. Tubulus kontortus proksimal mengarah ke tungkai
desenden ansa Henle yang masuk ke dalam medula, membentuk lengkungan jepit
yang tajam (lekukan), dan membalik ke atas membentuk tangkai asenden ansa
Henle (Sloane, 1995).
d. Tubulus kontortus distal. Tubulus kontortus distal sangat berliku dan
membentuk segmen terakhir nefron (Sloane, 1995). Tubulus proksimal dan distal
adalah tempat sekresi yang paling umum. Sekresi merupakan suatu proses yang
sangat selektif yang melibatkan transport pasif maupun transport aktif. Sebagai
contoh, sekresi terkontrol ion hidrogen dari cairan interstisial ke dalam tubula
nefron penting dalam mempertahankan pH yang konstan bagi cairan tubuh
(Sloane, 1995). Pada bagian ini juga terdapat kompleks jukstaglomerular yang
berfungsi dalam proses pengaturan tekanan darah dan kecepatan filtrasi
glomerulus (Bloom dan Fawcett, 1994).
Gambar 3. Foto mikroskopik tubulus kontortus proksimal (p), tubulus kontortus distal (d) (SIU School of Medicine, 2005).
Gambar diatas (Gambar 3) adalah gambar mikroskopik dari ginjal yang
menunjukkan tubulus kontortus proksimal, bagian dengan simbol huruf “p” dan
keunguan adalah inti sel dari sel epitel. Pada bagian tubulus kontortus distal dan
proksimal tersebut terdapat bagian berwarna keputihan yang merupakan ruang
yang terdapat di tubulus kontortus distal dan proksimal. Ruang tersebut
merupakan ruang (lumen tubulus) yang pada sistem urinaria berisi cairan hasil
filtrasi dari glomerus yang mengalami proses lebih lanjut untuk nantinya menjadi
urin.
Tubulus proksimal merupakan segmen terpanjang dari nefron dan
merupakan bagian terbesar dari korteks ginjal (Bloom dan Fawcett, 1994). Sel-sel
epitel tubulus proksimal adalah sel-sel epitel kuboid (simple cuboidal) yang memiliki brush border yang mencolok. Lumen segmen ini sering tampak tertutup oleh brush border sel epitelnya pada pengamatan secara histologis (Bloom dan Fawcett, 1994). Tubulus kontortus distal pada pengamatan secara mikroskopik
Nampak terdapat pada kutub vaskuler dari glomerulus (Gambar 1) diantara
artetiol aferen dan eferen (Bloom dan Fawcett, 1994). Sel-sel epitel tubulus
kontortus distal juga merupakan sel-sel epitel kuboid (simple cuboidal) (SIU
School of Medicine, 2005). Lumen tubulus kontortus distal terlihat lebih “bersih”
atau jelas apabila dibandingkan dengan lumen tubulus kontortus proksimal
(Gambar 3).
e. Tubulus koligen/duktus pengumpul. Duktus pengumpul membawa
filtrat kembali menuju medula dan pelvis renal. Duktus koligen akan menerima
cairan dan zat terlarut dari tubulus distal. Setiap duktus pengumpul yang berjalan
Gambar 4 menunjukkan gambar dari duktus koligen (disimbolkan dengan
“cd” ) secara mikroskopik. Duktus koligen ini tersusun atas sel-sel epitel kuboid
(simple cuboidal). Bagian yang berwarna keunguan menunjukkan inti selnya,
sitoplasmanya terlihat “bersih” (clear) dengan batas sel yang terlihat jelas (SIU
School of Medicine, 2005).
Gambar 4. Duktus koligens secara mikroskopik (SIU School of Medicine, 2005). Gambar 5 memberikan gambar mikroskopik dari ginjal secara
keseluruhan. Dari gambar terlihat tiga bagian penyusun ginjal, yaitu glomerulus
(“glom”) pada gambar yang diselubungi oleh suatu ruangan yang merupakan
kapsula Bowman (Bowman space), tubulus kontortus distal terlihat seperti ruang panjang (distal tubules) dan tubulus kontortus proksimal (proximal tubules)
D. Gangguan Sistem Urinaria
Sistem urinaria terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra. Pada
sistem urinaria dapat terjadi beberapa macam gangguan karena berbagai macam
faktor. Berikut adalah beberapa gangguan yang mungkin terjadi pada sistem
urinaria.
1. Pielonefritis dan infeksi saluran kemih
Pielonefritis Merupakan inflamasi ginjal pada pelvis ginjal, hal ini
disebabkan karena adanya infeksi bakteri (Sloane, 1995). Infeksi saluran kemih
(ISK atau UTI/urinary tract infection) menunjukkan infeksi pada kandung kemih (sistitis), uretra atau ureter, ginjal (pielonefritis) atau semua organ di atas (Fausto, Abbas, Kumar, Mitchell, 2006).
2. Gagal ginjal
Gagal ginjal akan menyebabkan ginjal kehilangan fungsinya. Gagal ginjal
tesebut dapat mengakibatkan terjadinya retensi garam, air, zat buangan seperti
nitrogen (urea dan kreatinin) dan penurunan drastis volume urin (oliguria). Gagal
ginjal yang tidak diobati dapat mengakibatkan kehilangan total fungsi ginjal dan
bahkan kematian. Gagal ginjal sendiri dibagi lagi menjadi 2 macam yaitu gagal
ginjal akut dan gagal ginjal kronik (Sloane, 1995).
a. Gagal ginjal akut. Pada gagal ginjal akut. Ginjal tidak lagi mampu
megekskresi limbah hasil metabolism tubuh hal ini biasanya karena hipoperfusi
ginjal. Sindrom ini dapat menyebabkan azotemia (uremia), yaitu akumulasi
ml/24 jam, dimungkinkan 9% dari gagal ginjal akut disebabkan oleh nefrotoksin
(Tambayong, 1999).
Gagal ginjal akut adalah suatu sindrom yang ditandai oleh penurunan
yang cepat pada laju filtrasi glomerulus (GFR) dalam waktu beberapa hari sampai
beberapa minggu disertai akumulasi zat sisa metabolisme nitrogen. Sindrom ini
sering ditemukan lewat peningkatan kadar kreatinin, ureum serum, disertai
dengan penurunan output urin. (Davey, 2002).
b. Gagal ginjal kronik. Berbeda dengan gagal ginjal akut, gagal ginjal
kronik bersifat progresif dan ireversibel. Progresi gagal ginjal kronik melewati 4
tahap, yaitu penurunan cadangan ginjal, insufisiensi ginjal, gagal ginjal dan end-stage renal disease (Baradero, Dayit, Siswadi, 2005).
3. Nekrosis tubular akut
Dua penyebab nekrosis tubular akut yang paling umum adalah isekmia
dan nefrotoksin. Agen nefrotoksin secara langsung merusak sel-sel tubuli,
koagulasi intravaskular, pengendapan kristal oksalat dan asam urat serta hipoksia
jaringan (Tambayong, 1999). Nekrosis Tubular Akut (ATN; Acute Tubular Necrosis) merupakan penyebab gagal ginjal akut yang paling sering ditemukan; penyakit ini ditandai oleh destruksi sel epitel tubulus ginjal karena iskemia atau
nefrotoksin (Fausto, Abbas, Kumar, Mitchell, 2006).
a. ATN iskemik. ATN iskemik merupakan lesi reversible yang timbul pada sejumlah keadaan klinis (misalnya, syok, sirkulasi yang kolaps, dehidrasi);
semua keadaan tersebut ditandai oleh periode aliran darah yang cukup ke dalam
b. ATN nefrotoksik. ATN ini dapat disebabkan oleh berbagai macam
obat (misalnya, gentamisin, sefalosporin, metoksifluran, siklosporin, media
kontras) dan toksin (misalnya, air raksa, timbal, arsen, metil alkohol, etilen glikol,
dan jenis jamur tertentu, insektisida serta herbisida) (Fausto, Abbas, Kumar,
Mitchell, 2006).
E. Kreatinin
Kreatinin difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresikan dalam urin. Kadar
kreatinin sebesar 2,5 mg/dL dapat menjadi indikasi kerusakan ginjal. Kreatinin
serum sangat berguna untuk mengevaluasi fungsi glomerulus (Kee, 2008).
Kreatinin merupakan hasil metabolisme sel otot yang terdapat di dalam
darah setelah melakukan kegiatan. Ginjal akan membuang kreatinin dari darah ke
urin. Apabila terjadi penurunan fungsi ginjal maka kadar kreatinin di dalam darah
akan mengalami peningkatan. Kadar kreatinin normal di dalam plasma manusia
adalah 0,6 – 1,2 mg/dL (Hadibroto dan Alam, 2007).
Kreatinin merupakan indikator kuat bagi fungsi ginjal, peningkatan kadar
dua kali lipat dari serum normal menunjukkan penurunan fungsi ginjal sebanyak
50 %. (Amiria, 2008. Cit Saraswati 2011). Tahap biosintesis dan metabolisme
Kreatinin merupakan produk sisa yang diekskresikan oleh ginjal terutama
melalui filtrasi glomerulus. Konsentrasi kreatinin dalam plasma pada individu
sehat pada umumnya konstan, tidak terpengaruh oleh jumlah air yang diminum,
beban kerja dan kecepatan produksi urin. Kenaikan kadar kreatinin dalam plasma
selalu mengindikasikan adanya penurunan ekskresi yang disebabkan oleh adanya
gangguan fungsi ginjal (Sumaryono, 2008).
Bila glomerulus filtration rate (GFR) turun, maka kreatinin plasma meningkat. Kreatinin plasma merupakan indeks GFR yang lebih cermat karena
kecepatan produksinya terutama merupakan fungsi dari masssa otot yang sedikit
sekali mengalami perubahan (Price and Wilson, 2006) dengan kata lain, kadar
kreatinin tergantung pada masa otot dan tidak dipengaruhi diet, hidrasi, atau
katabolisme jaringan, kadar kreatinin merupakan indikator fungsi ginjal yang
lebih akurat daripada Blood Urea Nitrogen (BUN). Kadar kreatinin serum akan meningkat sesuai penurunan fungsi ginjal (Horne dan Swearingen, 2001).
Menurut Malole dan Pramono (1989) kadar kreatinin normal pada tikus adalah
0,2-0,8 mg/dL.
Tabel III adalah tabel klasifikasi Acute Kidney Injury atau gagal ginjal akut yang dibuat oleh Acute Kidney Injury Network (AKIN) pada tahun 2005 yaitu sebuah kolaborasi nefrolog dan intensivis internasional. Klasifikasi dibuat
berdasarkan kenaikan kadar kreatinin (Cr) serum dan penurunan urine output
(UO). Berdasarkan klasifikasi tersebut kenaikan kadar kreatinin serum ≥ 0,3
mg/dL sebagai ambang definisi dari AKI (AKI tahap I) karena dengan kenaikan
Penetapan batasan waktu terjadinya penurunan fungsi ginjal secara akut,
disepakati selama maksimal 48 jam. (Nainggolan dan Robert, 2010)
Tabel III. Klasifikasi Acute Kidney Injury (AKI) berdasarkan AKIN pada tahun 2005 dengan kriteria Cr serum dan UO
(Nainggolan dan Robert, 2010).
F. Karbon Tetraklorida (CCl4)
Karbon tetraklorida (CCl4) merupakan xenobiotik yang lazim digunakan
untuk menginduksi peroksidasi lipid dan keracunan. CCl4 dimetabolisme oleh
sitokrom P450 2E1 (CYP2E1) menjadi radikal bebas triklorometil (CCl3*).
Triklorometil dengan oksigen akan membentuk radikal triklorometilperoksi yang
dapat menyerang lipid membran endoplasmik retikulum dengan kecepatan yang
melebihi radikal bebas triklorometil. Selanjutnya, triklorometiloperoksi
menyebabkan peroksidasi lipid sehingga mengganggu homeostasis Ca2+, dan akhirnya menyebabkan kematian sel (Panjaitan dkk., 2007).
Karbon tetraklorida menginduksi terjadinya stress oksidatif, hal ini
memungkinkan karbon tetraklorida untuk digunakan sebagai nefrotoksin.
Terpapar karbon tetraklorida dalam jumlah besar dapat mengakibatkan kerusakan
pemetabolisme yang terdapat pada retikulum endoplasma (Moenim dan
El-Khadragy, 2012).
Karbon tetraklorida merupakan nefrotoksin yang cukup kuat, yang
menginduksi terjadinya stress oksidatif pada hewan uji di laboratorium. Mode
aksi dari karbon tetraklorida adalah propagasi radikal triklorometil (CCl3),
peroksidasi lipid dari sistem membran dan penipisan status antioksidan serta
kerusakan DNA pada ginjal tikus. Jaringan pada ginjal memiliki affinitas yang
sangat baik terhadap karbon tetraklorida karena adanya keberadaan sitokrom P450
pada bagian korteksnya (Moenim dan El-Khadragy, 2012).
Senyawa hidrokarbon-halogen merupakan agen nefrotoksik. Contoh dari
senyawa hidrokarbon halogen seperti trikloroetilen, karbon tetraklorida dan
kloroform. Gagal ginjal akut yang disebabkan karena senyawa
hidrokarbon-halogen dan glikol telah dilaporkan oleh (Nielsen dan Larsen, 1965).
G. Ekstraksi
Ekstrak merupakan sediaan kental yang diperoleh dengan cara
mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir pelarut diuapkan
dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga
memenuhi baku yang telah ditetapkan (Badan Pengawasan Obat dan Makanan
Republik Indonesia, 2005).
Ekstraksi dengan metode maserasi merupakan cara penyarian sederhana
yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari
diaduk (Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2010). Pada
metode ini, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel
sehingga isi sel akan larut akibat adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di
dalam sel dengan di luar sel. Larutan dengan konsentrasi tinggi akan terdesak
keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (melalui proses
difusi pasif). Peristiwa tersebut terjadi secara berulang hingga terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selanjutnya,
endapan dipisahkan dan filtrat dipekatkan (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat
dan Makanan Republik Indonesia, 1986).
H. Landasan Teori
Ginjal adalah salah satu organ yang sangat berperan dalam sistem
ekskresi. Ginjal menerima 25% darah dari curah jantung, sehingga sering kontak
dengan zat kimia dalam jumlah besar (Stine and Brown, 1996). Pengecekan
fungsi ginjal dapat dilaksanakan dengan pengukuran kreatinin (Saraswati, 2011).
Penemuan obat-obatan bahan alam untuk melindungi ginjal dari
kerusakan atau gangguan fungsi dapat dilakukan dengan menggunakan hewan uji
terinduksi karbontetraklorida. Hal ini karena karbon tetraklorida (CCl4)
merupakan xenobiotik dapat digunakan untuk menginduksi peroksidasi lipid dan
keracunan (Panjaitan dkk, 2007). Biji Persea americana Mill. telah terbukti dapat memberikan efek antioksidan yang cukup baik karena di dalamnya terkandung
berbagai macam senyawa fitokimia, diantaranya adalah saponin, tanin, flavonoid,
Persea americana Mill. dengan cukup baik (Carpena et al, 2011). Pada penelitian ini dilakukan uji aktivitas ekstrak metanol biji Persea americana Mill. pada dosis efektif dalam menurunkan kadar kreatinin serum secara jangka pendek pada
waktu pemberian 1, 4, 6 jam sebelum induksi CCl4 dengan data pendukung
berupa gambaran histologis ginjal.
I. Hipotesis
Ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. pada dosis 350 mg/kgBB memiliki khasiat nefroprotektifterhadap tikus putih jantan galur Wistar terinduksi
BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan
rancangan acak lengkap pola searah.
B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel utama
a. Variabel bebas. Variabel bebas dari penelitian ini adalah variasi
waktu pemberian ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill., terhadap hewan uji tikus putih jantan galur Wistar.
b. Variabel tergantung. Variabel tergantung dari penelitian ini adalah
efek nefroprotektif ekstrak metanol-air biji Perseae americana Mill., secara jangka pendek terhadap sel ginjal tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida 2
mL/kgBB.
2. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dari
penelitian ini yaitu :
1. Hewan uji tikus jantan galur Wistar, berat badan 150-250 g, umur 2-3 bulan.
2. Cara pemberian ekstrak dilakukan secara per oral (p.o).
3. Bahan uji. Bahan uji yang digunakan berupa serbuk biji Perseae americana
Mill. yang diperoleh dari Padang, Sumatra Barat yang telah dideterminasi dan
4. Cara pemberian karbon tetraklorida dilakukan secara intraperitonial dengan
dosis 2 mL/kgBB.
5. Makanan dan minuman hewan uji penelitian. Makanan yang digunakan adalah
pakan ternak BR II dan AD II serta air minum berupa air hasil reverse osmosis.
b. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau yang tidak
dikendalikan berupa kondisi patologis hewan uji.
3. Definisi operasional
Definisi operasional yang digunakan pada penelitian ini, yaitu :
a. Variasi waktu pemberian. Variasi waktu pemberian adalah perbedaan
waktu (selang waktu) pemberian ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dosis 350 mg/kgBB pada tikus putih jantan galur Wistar pada tiap kelompok
perlakuan secara per oral (p.o) sebelum pemejanan karbon tetraklorida 2
mL/kgBB. Variasi waktu yang digunakan, yaitu 1, 4 dan 6 jam sebelum
pemejanan karbon tetraklorida.
b. Efek nefroprotektif. Efek nefroprotektif adalah kemampuan ekstrak
metanol biji Perseae americana Mill. pada dosis 350 mg/kgBB untuk melindungi ginjal dari nefrotoksin karbon tetraklorida secara jangka pendek (1, 4 dan 6 jam
sebelum induksi CCl4.) yang ditandai dengan tolok ukur kuantitatif berupa kadar
C. Subyek dan Bahan Penelitian 1. Subyek penelitian
Subyek uji yang digunakan berupa tikus jantan galur Wistar, umur 2-3
bulan dengan berat badan berkisar antara 150-250 gram, diperoleh dari
Laboratorium Imono Fakultas Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bahan penelitian
a. Bahan uji. Bahan uji adalah serbuk biji buah alpukat (Perseae americana Mill.). Bahan uji tersebut diperoleh dari Padang, Sumatera Barat yang telah diserbukkan, dideterminasi serta ditetapkan kadar airnya.
b. Bahan nefrotoksin. Bahan nefrotoksin adalah larutan karbon
tetraklorida (CCl4) (E. Merck, Darmstadt, Germany) yang dilarutkan dalam Olive Oil (merek dagang Bartoulli). Karbon tetraklorida diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Konsentrasi karbon tetraklorida yang digunakan adalah 50% dengan dosis 2
mL/kgBB.
c. Aquadest. Aquadest yang digunakan diperoleh dari Laboratorium
Farmakologi Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
d. Bahan pengesktrak. Bahan pelarut yang digunakan untuk ekstraksi
serbuk biji alpukat adalah metanol teknis (PT. Brataco) dengan konsentrasi 99%
yang diencerkan hingga konsentrasi 70% menggunakan pengencer aquadest.
mengukur kadar kreatinin serum. Bahan terdiri atas dua reagen yaitu Reagen 1
dan Reagen 2 serta 1 serum standar.
f. Aquabidest. Aquabidest digunakan sebagai pencuci vitalab mikro dan
juga sebagai blanko dalam pengukuran kadar kreatinin serum. Aquabidest ini
diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Instrumental Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
g. Bahan pembuat preaparat ginjal. Untuk pembuatan preparat sel ginjal
digunakan formalin 10%, xilol, alkohol, lilin cetak, zat warna hematoksilin dan
eosin (E. Merck, Darmstadt, Germany) yang diperoleh dari Balai Penyidikan dan
Pengujian Veteriner (BPPV) Regional IV Wates-Yogyakarta.
h. Natrium-Carboxymethyl Cellulosa (CMC-Na). CMC-Na yang digunakan dalam bentuk serbuk, diperoleh dari Laboratorium Biofarmasetika
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
D. Alat dan Instrumen Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :
1. Seperangkat alat gelas berupa gelas kimia, Erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur,
corong kaca, pipet tetes, pipet gondok, batang pengaduk, tabung reaksi (Pyrex,
Iwaki Glass)
2. Mortar dan stamper
3. Cawan porselen
4. Timbangan analitik
7. Vortex
8. Spuit per oral dan syringe 3 mL 9. Pipa kapiler
10.Corong Buchner
11.Vakum
12.Tabung eppendrof
13.Vitalab micro (Microlab 200, Merck)\
E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi serbuk biji Persea americana Mill.
Determinasi serbuk biji Perseae americana Mill. dilakukan dengan mencocokan ciri-ciri serbuk biji Perseae americana Mill. dengan serbuk biji
Persea americana Mill. yang telah dideterminasi dengan menggunakan buku acuan determinasi. Determinasi dilakukan secara makroskopis termasuk
organoleptis serbuk dan secara mikroskopis. Determinasi dilakukan oleh Yohanes
Dwiatamaka, M.Si yang merupakan Dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
2. Pengumpulan bahan
Bahan uji yang digunakan adalah biji Perseae americana Mill. yang telah diserbukkan dan diperoleh dari Padang, Sumatera Barat, Bulan Januari 2013.
3. Pembuatan serbuk
dalam oven pada suhu 500 C selama 24 jam untuk mengoptimalkan proses pengeringan. Setelah kering, biji diserbukkan dan diayak dengan ayakan nomor
40. Pengayakan dilakukan agar kandungan fitokimia yang terkandung dalam biji
Persea americana Mill. lebih mudah tersekstrak karena luas permukaan spesifik yang kontak dengan pelarut semakin besar.
4. Pembuatan ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill.
Sebanyak 10 gram serbuk kering biji Persea americana Mill. diekstraksi dengan cara maserasi. Serbuk dilarutkan dalam 100 ml pelarut metanol 70% di
dalam Erlenmeyer bersumbat kaca. Ekstraksi dilakukan pada suhu kamar.
Perbandingan jumlah serbuk dan pelarut adalah 1:10. Campuran serbuk dan
pelarut kemudian digojong selama 1 menit, didiamkan dalam ruangan gelap dan
ditutup. Setiap harinya selama 5 hari berturut-turut pada jam yang sama dilakukan
penggojogan selama 1 menit. Kemudian dilakukan penyaringan dengan kertas
saring dengan bantuan pompa vakum. Ekstrak kemudian diuapkan dengan
menggunakan rotary evaporator pada suhu 70 0C hingga tidak ada lagi tetesan pada rotary evaporator. Hasilnya kemudian dipindahkan ke dalam cawan porselen yang telah ditimbang bobotnya terlebih dahulu. Selanjutnya, dipekatkan
dengan menggunakan penangas air pada suhu 70 0C. dilakukan penimbangan setiap harinya hingga bobot ekstrak tetap (selisih bobot penimbangan dan bobot
hasil penimbangan sebelumnya adalah sama). Kemudian ekstrak disimpan di
5. Penetapan kadar air serbuk biji Persea americana Mill.
Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan cara susut
pengeringan. Sebanyak 5,0 g serbuk biji Persea americana Mill. ditimbang dan kemudian serbuk tersebut dimasukkan ke dalam alat moisture balance pada suhu 105 oC selama 15 menit dan kemudian dilakukan perhitungan kadar air berdasarkan selisih bobot sebelum dimasukkan ke dalam alat (sebelum
pemanasan) dengan sesudah dimasukkan ke dalam alat moisture balance (sesudah pemanasan) selisih tersebut merupakan kadar air serbuk yang diteliti.
6. Pembuatan larutan Natrium-Carboxy Methyl Cellulosa (CMC-Na) 1 %
Larutan CMC-Na 1% dibuat dengan cara menimbang 5,0 gram CMC-Na
serbuk yang telah digerus dalam mortar dan stamper terlebih dahulu. Serbuk kemudian ditaburkan secara merata di permukaan 200 mL aquadest di dalam
gelas kimia dan ditunggu hingga semua serbuk terbasahi, tanpa pengadukan.
Setelah semua serbuk CMC-Na terbasahi maka dilakukan pengadukan hingga
seluruh CMC-Na larut. Larutan CMC-Na kemudian dimasukkan ke dalam labu
takar 500 ml dan ditambahkan aquadest hingga batas tanda.
7. Pembuatan suspensi ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dalam CMC-Na 1%
Suspensi ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dibuat dengan konsentrasi 7% b/v. Pembuatan dilakukan dengan cara menimbang sebanyak 3,5 g
ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. secara seksama. Ekstrak tersebut kemudian dilarutkan dengan menggunakan larutan CMC-Na 1% hingga seluruh
mL dan ditambah dengan larutan CMC-Na 1% hingga batas tanda, selanjutnya
digojog hingga homogen.
8. Pembuatan larutan karbon tetraklorida (CCl4) konsentrasi 50%
Larutan CCl4 dalam Olive Oil dibuat dengan cara melarutkan 25 mL CCl4
dalam labu takar 50 mL kemudian ditambahkan dengan Olive Oil hingga tanda. Digojog hingga homogen. Pengambilan CCl4 dilakukan dengan menggunakan
pipet gondok 25 mL.
9. Uji pendahuluan
a. Penetapan waktu cuplikan darah. Untuk mendapatkan waktu
pencuplikan darah dilakukan orientasi dengan 4 kelompok perlakuan waktu.
Masing-masing kelompok menggunakan sejumlah 5 ekor tikus. Kelompok I
diambil darah pada jam ke-0 atau sebelum dilakukan pemejanan karbon
tetraklorida (CCl4), kelompok II diambil darah pada jam ke-24 setelah pemejanan
CCl4 2 mL/kgBB, kelompok III diambil darah pada jam ke-48 setelah pemejanan
CCl4 2 mL/kgBB dan kelompok IV diambil darah pada jam ke-72 setelah
pemejanan CCl4 2 mL/kgBB. Setelah pengambilan darah, darah diukur kadar
kreatinin serum dan ditentukan waktu optimal pengukuran cuplikan darah
berdasarkan data kenaikan kreatinin serum.
b. Penetapan lama pemberian ekstrak metanol biji Persea americana
Mill. Lama waktu pemberian ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill dilakukan selama 1, 4, 6 jam pada hari yang sama sebelum dipejankan senyawa