Intan Riana Dewi
ABSTRACT
This study were aimed to determine the relationship between leader supervision with discipline employees. The hypothesis purposed in this research: there the positive correlation between leader supervision with employees discipline. Subjects in this study were 177 employees from 14 micro, small, medium enterprise who have worked for minimum three months. Realibility in this research were tested using Alpha Cronbach. The leader supervision scale consist of 24 items with realibility value 0,921. Employee discipline scale filled by employee consist of 16 items and realibility value was 0,843 and scale of discipline employee filled by supervisor consist of 8 items and realibility value was 0,791. The data was analyzed by Spearman Rho technique. The result of hypothesis test showed that correlation of leader supervision and employee discipline was 0,0471 with p = 0,000 (p<0,05). This result indicated that there was a significant positive correlation between leader supervision and employee discipline.
Intan Riana Dewi
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengawasan pemimpin dengan kedisiplinan kerja karyawan. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang positif antara pengawasan pemimpin dengan kedisiplinan kerja karyawan. Subjek penelitian ini adalah 177 karyawan dari 14 perusahaan mikro, kecil, menengah yang berbeda dengan masa kerja minimal 3 bulan. Reliabilitas skala diuji menggunakan teknik Alpha Cronbach. Skala pengawasan pemimpin yang terdiri dari 24 aitem dengan reliabilitas 0,921. Skala kedisiplinan kerja yang diisi oleh karyawan yang terdiri dari 16 aitem dengan nilai reliabilitas 0,843 dan skala kedisiplinan kerja yang dinilai pengawas terdiri dari 8 aitem dengan nilai reliabilitas 0,791. Data penelitian ini termasuk dalam distribusi data yang tidak normal. Uji hipotesis data penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Spearman Rho Hasil uji hipotesis menunjukkan nilai korelasi sebesar 0,471 dengan p = 0,000 (p < 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara pengawasan pemimpin dengan kedisiplinan kerja.
i
HUBUNGAN ANTARA PENGAWASAN PEMIMPIN DENGAN KEDISIPLINAN KERJA KARYAWAN PADA PERUSAHAAN MIKRO,
KECIL, DAN MENENGAH
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi PSikologi
Disusun Oleh:
Nama : Intan Riana Dewi NIM : 119114127
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Aku ceritakan kesedihanku, Kepada sungai..
agar sungai mengajariku
Bagaimana mengalir tanpa sedikitpun mengeluh.”
(Khrisna Pabhicara, Sepatu Dahlan)
“Aku tidak berusaha menjadi lebih baik dari orang lain
Aku berusaha menjadi lebih baik dari diriku yang dulu.”
(Pidi Baiq)
Karya sederhana ini aku persembahakan untuk…
vi
HUBUNGAN ANTARA PENGAWASAN PEMIMPIN DENGAN KEDISIPLINAN KERJA KARYAWAN PADA PERUSAHAAN MIKRO,
KECIL, DAN MENENGAH
Intan Riana Dewi
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengawasan pemimpin dengan kedisiplinan kerja karyawan. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang positif antara pengawasan pemimpin dengan kedisiplinan kerja karyawan. Subjek penelitian ini adalah 177 karyawan dari 14 perusahaan mikro, kecil, menengah yang berbeda dengan masa kerja minimal 3 bulan. Reliabilitas skala diuji menggunakan teknik Alpha Cronbach. Skala pengawasan pemimpin yang terdiri dari 24 aitem dengan reliabilitas 0,921. Skala kedisiplinan kerja yang diisi oleh karyawan yang terdiri dari 16 aitem dengan nilai reliabilitas 0,843 dan skala kedisiplinan kerja yang dinilai pengawas terdiri dari 8 aitem dengan nilai reliabilitas 0,791. Data penelitian ini termasuk dalam distribusi data yang tidak normal. Uji hipotesis data penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Spearman Rho Hasil uji hipotesis menunjukkan nilai korelasi sebesar 0,471 dengan p = 0,000 (p < 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara pengawasan pemimpin dengan kedisiplinan kerja.
Kata kunci: Pengawasan pemimpin, kedisiplinan kerja, perusahaan mikro kecil menengah
vii
RELATIONSHIP BETWEEN LEADER WITH DISCIPLINE WORK OF EMPLOYEE
Intan Riana Dewi
ABSTRACT
This study were aimed to determine the relationship between leader supervision with discipline employees. The hypothesis purposed in this research: there the positive correlation between leader supervision with employees discipline. Subjects in this study were 177 employees from 14 micro, small, medium enterprise who have worked for minimum three months. Realibility in this research were tested using Alpha Cronbach. The leader supervision scale consist of 24 items with realibility value 0,921. Employee discipline scale filled by employee consist of 16 items and realibility value was 0,843 and scale of discipline employee filled by supervisor consist of 8 items and realibility value was 0,791. The data was analyzed by Spearman Rho technique. The result of hypothesis test showed that correlation of leader supervision and employee discipline was 0,0471 with p = 0,000 (p<0,05). This result indicated that there was a significant positive correlation between leader supervision and employee discipline.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas ridho dan
penyertaan-Nya selama penyusunan skripsi sehingga pada akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini tidak akan selesai
tanpa bantuan dari berbagai pihak yang terlibat dari awal hingga kahir selama
proses pengerjaan skripsi. Atas segala bantuan yang diberikan penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak Y. B. Cahya Widiyanto, S.Psi., M.Si. selaku Wakil Dekan Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma.
3. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Psi. selaku Kepala Program Studi Psikologi
Universitas Sanata Dharma yang telah memilih dan menetapkan dosen
pembimbing skripsi terbaik bagi saya.
4. Bapak C. W. Adinugroho, M.Psi selaku Dosen Pendamping Akademik yang
telah membimbing saya dari awal kuliah sampai akhir, membimbing saya
dalam masa galau akademik.
5. Bapak TM. Raditya Hernawa, M.Psi. selaku Dosen Pembimbig Skripsi yang
telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya, perhatian dan kerendahan
hatinya untuk membimbing saya menyelesaikan skripsi ini.
6. Ibu P. Henrietta P. D. A. S., M.A. selaku dosen seminar pada semester 7 yang
x
7. Segenap dosen, staff akademik, dan karyawan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma atas segala bantuan selama penulis menjalani
studi.
8. Seluruh Karyawan dan Pemilik Usaha yang bersedia menjadi subjek
penelitian ini, untuk meluangkan waktu demi meingisi kuisioner yang saya
bagikan.
9. Mamah kribo, terimakasih atas segala doa yang telah dipanjatkan disetiap
ibadah mamah untuk putrimu satu-stunya. Terimakasih atas semua
ocehan-ocehan yang didalamnya penuh dengan harapan yang besar.
10.Papah, salah satu kebanggaan tersendiri memiliki dan disayangi oleh laki-laki
sepertimu. Terimakasih atas segala nasehat, doa, dan omelan yang kau beri
untuk putri kecilmu satu-satunya di dunia ini,
11.Oh Willy dan Oh Fendy, kedua kakak laki-laki saya yang sangat
menginsipirasi kehidupanku. Terimakasih atas semua ajaran-ajaran baikmu,
yang mengajariku untuk selalu kuat dan keras agar tidak kalah dengan dunia.
Sungguh aku ingin menjadi sepertimu.
12.Dhani Wurianto, manusia yang selalu berikan kesabaran dan motivasi seperti
Mario teguh. Orang sederhana yang memandang kehidupan secara sempurna,
dan selalu bersyukur. Tak perlu kujelaskan kebaikanmu karena tak akan
cukup lembaran-lembaran ini menceritakanmu.
13.Seluruh teman dan sahabat di Purwokerto, kampung halamanku, yang selalu
menghinaku dan mendukungku. Terimakasih atas semua kaceriaan dan
xi
14.Sahabatku di sini, Komar yang selalu ada saat senang duka hujan panas.
Hahaha. Terimakasih atas tingkah laku dan cerita-cerita yang aneh yang
membuatku ketagihan.
15.Teman-teman kosan, sebelah kamar, yang di atas yang di bawah.
Terimakasih atas keceriaan dan perhatian serta semangat-semangat yang
kalian tularkan kepadaku.
16.Teman-teman PSIKOLOGI 2011, khususnya kelas C.
Dulu kami menyebut dengan nama GKC. Terimakasih atas segala keceriaan
yang diberikan dari awal kuliah sampai sekarang semoga pertemanan kita
tiada ujungnya. Semoga tak ada satupun dari kalian yang melupakanku.
Muahaha
17.Teman-teman seangkatan sedosen pembimbing Pak Tius. Terimakasih ya
atas dukungan dan semangat yang diberikan. Terimakasih juga saat ngerjain
bareng kalian, aku Cuma dapet satu kalimat dan dapet gossip yang banyak.
Hahahaha. I’m to Glad to meet you!
18.Semua teman-teman Psikologi Universitas Sanata Dharma yang tak bisa
kusebutkan satu-satu, yang pernah satu tim dengan ku disebuah kepanitiaan.
Terimakasih atas smua pihak yang membantuku, mengajariku ketika aku
kebingungan. Aku bahagia menjadi keluarga Psikologi Universitas Sanata
Dharma.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penelitian
xii
memperbaiki karya ilmiah ini. Penulis juga berharap penelitian ini dapat
bermanfaat bagi pembaca. Terima kasih.
xiii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERESTUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
HALAMAN PERYATAAN PERSETUJUAN... viii
KATA PENGANTAR ... ix
1. Pengertian Kepemimpinan Dan Pemimpin ... 11
2. Tugas Pemimpin ... 13
xiv
2. Aspek-aspek Kedisiplinan Kerja ... 22
3. Faktor-Faktor Kedisiplinan Kerja ... 24
4. Tujuan Kedisiplinan Kerja ... 30
D. Perusahaan Mikro, Kecil, Menengah ... 33
E. Hubungan Pengawasan dengan Kedisiplinan Kerja ... 36
F. Kerangka Penelitian ... 38
G. Hipotesis ... 39
BAB III. METODE PENELITIAN... 40
A. Jenis Penelitian ... 40
B. Variabel Penelitian ... 40
C. Definisi Operasional... 40
1. Pengawasan Pemimpin... 41
2. Kedisiplinan Kerja ... 41
D. Subjek Penelitian ... 42
E. Metode Pengumpulan Data ... 42
1. Skala Penilaian Pengawasan Pemimpin ... 43
2. Skala Penilaian Kedisiplinan Kerja ... 44
F. Validitas dan Reliabilitas ... 47
1. Validitas ... 47
2. Seleksi Aitem ... 48
a. Skala Pengawasan ... 50
b. Skala Kedisiplinan Kerja Karyawan ... 51
1. Reliabilitas ... 54
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 60
A. Pelaksanaan Penelitian ... 60
xv
C. Deskripsi Hasil Penelitian ... 62
D. Hasil Penelitian ... 65
1. Uji Asumsi ... 65
a. Uji Normalitas ... 65
b. Uji Linearitas ... 68
1) Uji Linearitas Pengawasan Pemimpin dengan Kedisiplinan Kerja (diisi Karyawan) ... 68
2) Uji Linearitas Pengawasan Pemimpin dengan Kedisiplinan Kerja (diisi Pengawas) ... 70
3) Uji Lineritas antar SkalaKedisiplinan Kerja ... 72
2. Uji Hipotesis ... 73
E. Pembahasan ... 76
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 83
A. Kesimpulan ... 83
B. Saran ... 83
1. Bagi Subjek Penelitian ... 83
2. Bagi Perusahaan Mikro, Kecil dan Menengah ... 84
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Blue Print Skala Pengawasan Pemimpin ... 44
Tabel 2. Penilaian Skala Pengawasan Pemimpin ... 44
Tabel 3. Blue Print Skala Kedisiplinan Kerja (diisi Karyawan) ... 46
Tabel 4. Blue Print Skala Kedisiplinan Kerja (diisi Pengawas) ... 46
Tabel 5. Penilaian Skala Kedisiplinan Kerja... 47
Tabel 6. Sebaran Aitem Skala Pengawasan ... 50
Tabel 7. Skala Penelitian Pengawasan Pemimpin... 51
Tabel 8. Sebaran Aitem Skala Kedisiplinan Kerja (diisi Karyawan)... 52
Tabel 9. Skala Penelitian Kedisiplinan Kerja (diisi Karyawan) ... 53
Tabel 10. Sebaran Aitem Skala Kedisiplinan Kerja (diisi Pengawas) ... 53
Tabel 11. Skala Penelitian Kedisiplinan Kerja (diisi Pengawas) ... 54
Tabel 12. Nilai Koefisien Reliabilitas ... 59
Tabel 13. Data Demografis Subjek Penelitian ... 62
Tabel 14. Deskripsi Data Penelitian ... 62
Tabel 15. Hasil Uji T Mean Skala Pengawasan Pemimpin ... 63
Tabel 16. Hasil Uji T Mean Skala Kedisiplinan Kerja (diisi Karyawan) ... 64
Tabel 17. Hasil Uji T Mean Skala Kedisiplinan Kerja (diisi Pengawas) ... 64
Tabel 18. Hasil Uji Normalitas ... 65
Tabel 19. Hasil Uji Linearitas 1 ... 68
Tabel 20. Hasil Uji Linearitas 2 ... 70
Tabel 21. Uji Korelasi Skala Pengawasan dengan Skala Kedisiplinan Kerja (diisi karyawan) ... 74
xvii
DAFTAR BAGAN
xviii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. Kurva Pengawasan Pemimpin ... 66
Grafik 2. Kurva Kedisiplinan Kerja (diisi Karyawan) ... 67
Grafik 3. Kurva Kedisiplinan Kerja (diisi Pengawas) ... 67
Grafik 4. Scatterplot Hasil Uji Linearitas 1 ... 69
Grafik 5. Scatterplot Hasil Uji Linearitas 2 ... 71
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skala Tryout Pengawasan Pemimpin dan Kedisiplinan Kerja (diisi
oleh karyawan) ... 89
Lampiran 2. Skala Tryout Kedisiplinan Kerja (diisi oleh pengawas) ... 99
Lampiran 3. Skala Penelitian Pengawasan Pemimpin dan Kedisiplinan Kerja (diisi oleh karyawan) ... 104
Lampiran 4. Skala Penelitian Kedisiplinan Kerja (diisi oleh pengawas) ... 118
Lampiran 5. Uji Reliabilitas Skala ... 128
Lampiran 6. Deskriptif Data Penelitian ... 128
Lampiran 7. Uji Normalitas ... 130
Lampiran 8. Uji Linearitas ... 131
ada beberapa faktor yang menentukan kualitas tenaga kerja yaitu tingkat
kecerdasan, bakat, sifat kepribadian, kualitas fisik, etos (semangat kerja),
dan disiplin kerja.
Selain itu, suatu ulasan empiris pada penelitian yang sejenis oleh
Sanjaya (2009) tentang “Pengaruh Kedisiplinan Terhadap Produktivitas
Kerja Karyawan Pada Perusahaan Keripik Kentang Di Junrejo Batu”juga
menyatakan bahwa suatu perusahaan tidak terlepas dari unsur karyawan
sebagai pekerja dalam kegiatan bekerja. Hal ini menunjukkan bahwa salah
satu sikap kerja yang mempengaruhikeberhasilan suatu perusahaan adalah
kedisiplinan sehingga kedisiplinan karyawan diharapkan dapat mendorong
perusahaan untuk lebih produktif. Tujuan perusahaan tidak akan tercapai
tanpa peran aktif tenaga kerja yang disiplin, oleh sebab itu kedisiplinan
merupakan salah faktor yang penting dalam keberhasilan suatu perusahaan
itu sendiri.
Inayati (2014) menyatakan bahwa pegawai merupakan motor
penggerak utama dalam organisasi. Sebagai karyawan yang baik, maka
karyawan itu harus memiliki disiplin kerja. Disiplin kerja yang baik
mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap
tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Disiplin kerja pada dasarnya merupakan
suatu sikap kepatuhan terhadap peraturan-peraturan, norma, hukum dan
tata tertib yang berlaku. Disiplin kerja sangat perlu dalam organisasi,
Hasibuan (2004) berpendapat bahwa kedisiplinan adalah sikap
seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma
sosialyang berlaku. Karyawan dengan disiplin kerja yang baik diharapkan
mampu melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan yang menjadi
tanggung jawabnya dengan efektif dan efisien. Seseorang yang
mempunyai kedisiplinan cenderung akan bekerja sesuai dengan peraturan
dan kewajiban yang dibebankan kepadanya. Disiplin kerja pegawai yang
tinggi, akan mampu mencapai efektivitas kerja yang maksimal, baik itu
disiplin waktu, tata tertib atau peraturan yang telah ditetapkan oleh
perusahaan.
Pada pengertian disiplin terdapat dua hal yang penting, yaitu hal yang
berkaitan dengan waktu dan hal yang berkaitan dengan kegiatan atau
perbuatan. Seorang pekerja yang berdisiplin tinggi, masuk kerja tepat pada
waktunya, demikian juga pulang pada waktunya, dan selalu taat pada tata
tertib (Anoraga, 1992). Disiplin kerja seorang karyawan tidak hanya
dilihat dari absensi, tetapi juga bisa dinilai dari sikap karyawan tersebut
dalam melaksanakan pekerjaan. Karyawan yang mempunyai disiplin
tinggi tidak menunda-nunda pekerjaan dan selalu berusaha menyelesaikan
tepat waktu (Setiawan, 2013).
Menurut Saydam (2005) terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhitimbulnya perilaku disiplin kerja, yaitu: besar kecilnya
pemberian kompensasi, ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam
keberanian pemimpin dalam mengambil tindakan, ada tidaknya
pengawasan pimpinan, ada tidaknya perhatian kepada para karyawan, dan
terciptanya kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin.
Berdasarkan hasil wawancara pribadi yang dilakukan peneliti pada
tanggal 2 Februari 2015 dengan beberapa pemilik usaha mikro, kecil dan
menengah tersebut, beberapa dari pemilik tempat usaha mengeluhkan
tentang kedisiplinan kerja karyawan mereka. Permasalahan ini nampak
dari beberapa fenomena yaitu karyawan yang datang terlambat,
meninggalkan tempat kerja tanpa izin, tidak masuk kerja tanpa
pemberitahuan terlebih dahulu, tidak serius dalam bekerja, dan menunda
pekerjaan.
Plunkett dan Attner (dalam Anoraga & Suyati, 1995) mengemukakan
bahwa leadership atau kepemimpinan adalah sebagai proses mempengaruhi grup atau individual untuk merencanakan tujuan dan
mencapai tujuan tersebut. Ia harus dapat membuat perencanaan,
pengorganisasian dan pengawasan serta keputusan yang efektif. Salah
satu tugas seorang pemimpin adalah mengendalikan tingkah laku
kelompok. Tugas ini adalah mengawasi, memantau, dan mengendalikan
tingkah laku kelompok yang mungkin dapat merugikan atau tingkah laku
individu yang dapat merugikan kelompok.
Salah satu fungsi pemimpin menurut Fleishman & Haris dalam
Schultz, D. & Schulttz, S.E (2010) berkaitan dengan fungsi
kegiatan kerja bawahan. Atasan harus menetapkan tugas khusus untuk
karyawan, mengarahkan cara dimana tugas harus dilakukan, dan
memantau pekerjaan untuk memastikan bahwa pekerjaan itu sedang
dilakukan dengan benar (Schultz, D. & Schulttz, S.E.,2010). Hal ini
selaras dengan proses pengawasan yang dikemukakan oleh Winardi (1989)
yaitu penetapan standar pelaksanaan, membandingkan hasil pekerjaan
dengan standar yang ada dan melaksanakan tindakan koreksi guna
memperbaiki penyimpangan dari standar.
Selain itu, pengawasan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi tinggi rendahnya disiplin kerja, dimana pengawasan ini
adalah tindakan nyata dan efektifitas dalam mewujudkankedisiplinan
karyawan perusahaan. Suatu pengawasan dikatakan penting karenatanpa
adanya pengawasan yang baik tentunya akan menghasilkan tujuan yang
kurang memuaskan, baik bagi perusahaan itu sendiri maupun bagi para
pekerjanya. Pengawasan juga merupakan salah satu upaya pemimpinuntuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan (Agustina &
Bismala, 2014).
Pengawasan pemimpin adalah kegiatan yang dilakukan untuk
mengendalikan pelaksanaan tugas atau pekerjaan yang dilakukan
seseorang, agar proses pekerjaan tersebut sesuai dengan hasil yang
diinginkan. Pengawasan dilakukan ketika kegiatan operasional itu sedang
terlaksananya kesepakatan pencapaian sasaran organisasi (Kadarisman,
2012).
Fungsi pengawasan adalah mengecek seluruh kegiatan dan menjaga
agar kegiatan tersebut terarah dengan tepat menuju pencapaian tujuan
seperti yang direncanakan dan apabila ditemukan peyimpangan maka
diambil tindakan koreksi (Mansoer, 1989).
Sementara itu, orang yang paling tepat melaksanakan pengawasan
terhadap disiplin ini tentulah atasan langsung para karyawan yang
bersangkutan. Hal ini disebabkan para atasan itulah yang paling tahu dan
paling dekat dengan para karyawan (Saydam, 2005). Hal ini sama dengan
apa yang diutarakan Nawawi (1989) bahwa fungsi pengawasan dapat
dilakukan sendiri oleh setiap pemimpin, terutama jika jumlah bawahannya
dan unit kerja di lingkungannya tidak terlalu banyak. Namun, di samping
itu, pengawasan pun dapat dilakukan dengan menunjuk orang lain atau
mempercayakannya pada suatu unit kerja yang khusus dibentuk untuk
menjalankan fungsi pengawasan. Cara kedua ini dilakukan apabila
pemimpin sangat sibuk dengan kegiatan yang lain.
McCromick &Ilgen (1980) juga menyatakan individu yang
berkedudukan sebagai pengawas diharapkan untuk merencanakan,
mengkoordinasikan, dan mengendalikan kegiatan orang-orang untuk lebih
tanggung jawab, sehingga mencapai tujuan yang ditetapkan untuk
dengan mempengaruhi anggota kelompok untuk berkontribusi di setiap
kegiatan organisasi.
Setiap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan perlu ada pengawasan
yang akan mengarahkan para karyawan agar dapat melaksanakan
pekerjaan dengan tepat dan sesuai dengan apa yang telah diciptakan.
Namun sudah seperti hal yang tidak asing lagi bahwa pada dasarnya
manusia selalu ingin bebas. Hal ini sama dengan karyawan yang
cenderung ingin bebas dari segala peraturan yang ada. Para karyawan akan
terbiasa melaksanakan disiplin kerja dengan adanya pengawasan seperti
demikian, maka kurang lebih para karyawan akan terbiasa melaksanakan
disiplin kerja sehingga mereka tidak berbuat semaunya di dalam
perusahaan (Saydam, 2005).
Berdasarkan hasil wawancara dan uraian tersebut, maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian yang berfokus pada hubungan antara
pengawasan pemimpin dan kedisiplinan kerja karyawan.
Suatu ulasan empiris pada penelitian yang sejenis oleh Agustina &
Bismala (2014) dengan judul “Dampak Pengawasan Dan Kepuasan Kerja
DalamMempengaruhi Disiplin Kerja Karyawan PT. Perkebunan Nusantara
IV (Persero) Medan” menyatakan bahwa pengawasan tidak berpengaruh
terhadap disiplin kerja. Namun, pada penelitian yang sejenis pula pada
tahun 2004 oleh Desy Arisandy dengan judul “Hubungan Antara Persepsi
Karyawan Terhadap Kontrol Supervisor dan Kedisiplinan Kerja Karyawan
menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara persepsi
terhadap kontrol atasan dengan disiplin kerja. Artinya, semakin positif
persepsi karyawan terhadap kontrol atasan maka semakin tinggi disiplin
kerja. Selain itu hasil penelitian tersebut juga menyatakan bahwakontrol
atasan mampu memberikan kontribusi yang berarti pada disiplin kerja
sebesar 45,96%. Hasil yang berbeda dari penelitian yang sejenis tersebut,
semakin membuat peneliti sangat tertarik untuk membuktikan hal tersebut
dalam penelitian ini.
Penelitian ini melakukan saran dari penelitian sejenis yang sebelumnya
yang dilakukan oleh Putri pada tahun 2012, dimana aspek kedisiplinan
kerja hanya dinilai oleh karyawan sendiri tanpa ada penilaian dari atasan
sehingga besar kemungkinan adanya bias dari karyawan dan juga kurang
menggambarkan keadaan perusahaan yang sesungguhnya sehingga saran
yang diberikan kepada peneliti selanjutnya adalah atasan sebaiknya
memberikan penilaian juga tentang karyawannya. Berdasarkan saran
tersebut, maka penilaian kedisiplinan kerja pada penelitian ini akan
melibatkan penilaian dari atasan dengan cara memberikan skala
kedisiplinan kerja untuk menilai kedisiplinan karyawan yang
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan fenomena tersebut, penulis merumuskan masalah yang akan
dikaji dalam penelitian ini yaitu apakah ada hubungan antara pengawasan
pemimpin dengan kedisiplinan kerja karyawan pada perusahaan mikro, kecil,
menengah?
C. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti bertujuan untuk mengetahui apakah
pengawasan pemimpin memiliki hubungan dengan kedisiplinan kerja
karyawan pada perusahaan mikro, kecil dan menengah. Selain itu tujuan dari
penelitian ini adalah dengan melaksanakan pengawasan pemimpin, peneliti
mengharapkan semakin baik pengawasan pemimpin semakin tinggi
kemungkinan karyawan lebih disiplin dalam bekerja.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari peneilitian ini bermanfaat bagi perkembangan
beberapa ilmu psikologi yaitu Psikologi Industri Organisasi, Psikologi
Kepemimpinan dan Ilmu Psikologi dalam Perusahaan. Selain itu
menambah sumbangan pada teori perilaku organisasi, dan manajemen
sumber daya manusia khususnya untuk memperkaya pemahaman
mengenai pengawasan pemimpin yang dapat berdampak pada peningkatan
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan refleksi, evaluasi dan
pembelajaran bagi atasan atau pimpinan atau pemilik usaha dalam
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas pegawai sehingga
mampu meningkatkan kedisiplinan kerja para karyawan, dan kedua belah
pihak mampu bekerja dengan etos kerja yang baik serta lebih professional
Menurut Hogg (dalam Day, Kelloway, Hurrel 2014)
kepemimpinan merupakan hal yang berkaitan dengan bagaimana
beberapa individu yang memiliki pengaruh dalam mengatur agenda,
mendefinisikan identitas organisasi dan mengarahkan orang untuk
mencapai tujuan.
Sementara itu, pemimpin adalah seseorang yang memimpin dengan
jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur,
menunjukkan, mengorganisasikan atau mengendalikan orang lain
melalui prestise, kekuasaan atau posisi (Henry Pratt dalam Anoraga &
Suyati, 1995). John Gage Alle dalam Kartono (2003) juga menyatakan
hal yang senada bahwa pemimpin itu adalah pemandu, penunjuk,
penuntun dan komandan.
Plunkett dan Attner (dalam Anoraga & Suyati, 1995) seorang
pemimpin atau manajer harus dapat membuat perencanaan,
pengorganisasian dan pengawasan serta keputusan yang efektif. Salah
satu tugas seorang pemimpin adalah mengendalikan tingkah laku
kelompok. Tugas ini adalah mengarahkan, memantau, dan
mengendalikan tingkah laku kelompok yang mungkin dapat merugikan
atau tingkah laku individu yang dapat merugikan kelompok. Pemimpin
mempunyai tugas untuk menjadi pengamat dan pengendali kelancaran
hubungan-hubungan yang terjadi.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa
pemimpin untuk mempengaruhi suatu kelompok atau individual untuk
bekerja sama secara sukarela dalam rangka merencanakan tujuan dan
mencapai tujuan tersebut. Sedangkan seorang pemimpin adalah
seseorang yang harus memimpin, mengatur, menunjukkan,
mengorganisasikan, membuat perencanaan, membuat keputusan, serta
mengendalikan dan mengawasi tingkah laku kelompok yang mungkin
merugikan perusahaan atau tingkah laku individu yang dapat
merugikan kelompok.
2. Tugas Pemimpin
Menurut Anoraga & Suyati (1995) dan Floyd D. Rusch (dalam
Santoso, 2010) tugas seorang pemimpin ada 3 yaitu :
1) Memberikan struktur terhadap situasi (Sructuring The Situation)
Dalam hal ini pemimpin menyederhanakan dan mencarikan
alternative pemecahan/solusi terhadap berbagai masalah serta
memahami struktur situasi yang jelas yang sedang dihadapi
kelompoknya.
2) Mengendalikan tingkah laku kelompok (Controlling Group
Behavior)
Dalam tugas ini, pemimpin bertugas untuk mengawasi, memantau
dan mengendalikan tingkah laku kelompok yang mungkin dapat
merugikan atau tingkah laku individu yang dapat merugikan
kelompok atau menyimpang dari tujuan yang diinginkan.
Pemimpin harus menjadi juru bicara kelompoknya dalam
berhubungan dengan keadaan kelompok terhadap pihak luar serta
memberikan informasi kepada masyarakat tentang sesuatu yang
diperlukan dalam rangka mengamankan kelompoknya dan juga
memberikan informasi ke bawahan tentang sesuatu yang
dibutuhkan bawahan.
B. Pengawasan Pemimpin
1. Pengertian Pengawasan Pemimpin
Pengawasan pemimpin merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
mengendalikan pelaksanaan tugas atau pekerjaan yang dilakukan
seseorang, agar proses pekerjaan tersebut sesuai dengan hasil yang
diinginkan. Pengawasan dilakukan ketika kegiatan operasional itu
sedang berlangsung.Pengawasan yang telah dilakukan adalah untuk
membantu terlaksananya kesepakatan pencapaian sasaran organisasi
(Kadarisman, 2012).
Pengawasan dapat dirumuskan sebagai proses pemantauan
kegiatan untuk menjaga bahwa kegiatan tersebut memang
dilaksanakan terarah dan menuju kepada pencapaian tujuan yang
direncanakan dan mengadakan koreksi terhadap kegiatan yang
menyimpang. Fungsi pengawasan adalah mengecek seluruh kegiatan
pencapaian tujuan seperti yang direncanakan dan apabila ditemukan
peyimpangan maka diambil tindakan koreksi (Mansoer, 1989)
Manullang (1996) menyatakan bahwa pengawasan pemimpin
merupakan proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang sudah
dilaksanakan, menilainya, dan bila perlu mengoreksi dengan maksud
supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula.
Berdasarkan penjelasan diatas peneliti menyimpulkan bahwa
pengawasan pemimpin merupakan proses atau tindakan pimpinan
untuk mengarahkan karyawan pada suatu pekerjaan,memantau
pekerjaan seseorang untuk memastikan bahwa pekerjaan tersebut
dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah dibuat, dan melakukan
tindakan koreksi terhadap tindakan menyimpang.
2. Tipe-tipe Pengawasan
Menurut Winardi (1989) fungsi pengawasan dapat dibagi dalam
tiga macam tipe atas dasar fokus aktivitas pengawasan yaitu:
1) Pengawasan pendahuluan (Preliminary Control), yaitu pengawasan
yang memusatkan perhatian pada masalah mencegah timbulnya
deviasi-deviasi pada kualitas serta kuantitas sumber-sumber daya
yang digunakan pada organisasi.Sumber daya manusia harus
memenuhi syarat-syarat pekerjaan yang ditetapkan oleh struktur
2) Pengawasan pada saat pekerjaan berlangsung (Concurrent
Control), yaitu pengawasan yang memonitor pekerjaan yang
berlangsung guna memastikan bahwa sasaran-sasaran
dicapai.Pengawasan dilaksanakan dengan aktivitas para manajer
memberikan arahan atau melaksanakan supervisi.
3) Pengawasan Feedback (Feedback Control) yaitu pengawasan yang
memusatkan perhatian pada hasil akhir tindakan korektif dan
mengungkapkan fakta bahwa hasil-hasil historical mempengaruhi
tindakan-tindakan masa mendatang.
Menurut Handoko (2003) juga ada tiga tipe dasar pengawasan
yaitu :
1) Pengawasan pendahuluan (Feedforward Control) atau yang sering
disebut dengan steering control, dirancang untuk antisipasi
masalah atau penyimpangan dari standar atau tujuan dan
memungkinkan koreksi dibuat sebelum suatu tahap kegiatan
tertentu diselesaikan.
2) Pengawasan yang dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan
kegiatan (Concurrent Control) yaitu pengawasan yang merupakan
proses dimana aspek tertentu dari prosedur harus disetujui dulu,
atau syarat tertentu harus dipenuhi dulu sebelum kegiatan-kegiatan
bisa dilanjutkan atau semacam menjadi alat “double-check” yang
3) Pengawasan umpan balik (Feedback Control) yaitu pengawasan ini
dikenal dengan istilah past-action controls, yang mengukur
hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah diselesaikan. Pengawasan ini
bersifat historis, pengukuran dilakukan setelah kegiatan terjadi.
Sedangkan menurut Mansoer (1989) ada tiga bentuk-bentuk
pengawasan yaitu :
1) Pengawasan pra-kerja (Feedforward Control) yang merupakan
bentuk pengawasan yang mengantisipasi permasalahan yang akan
datang sehingga sifatnya mengarahkan keadaan yang akan terjadi
di masa datang, sebagai peringatan untuk tidak dilanggar.
2) Pengawasan pada saat kerja (Concurrent Control) yang merupakan
pengawasan yang dilakukan saat tugas-tugas diselenggarakan, dan
pengawasan ini memungkinkan manajer melakukan perbaikan di
tempat pada waktu terjadi penyimpangan sebelum penyimpangan
tersebut terjadi lebih jauh.
3) Pengawasan pasca-kerja (Feedback Control) merupakan
pengawasan yang dilaksanakan sesudah pekerjaan berlangsung dan
malah sudah berselang waktu yang lama.
Berdasarkan dari beberapa tokoh diatas, peneliti menyimpulkan
bahwa ada tiga bentuk atau tipe pengawasan, yaitu :
1) Pengawasan pendahuluan atau pra-kerja
Pengawasan yang memusatkan perhatian pada pencegahan
yang telah ditentukan sehingga sifatnya mengarahkan keadaan
yang akan terjadi di masa datang, sebagai peringatan untuk tidak
dilanggar.
2) Pengawasan pada saat kerja
Pengawasan yang merupakan proses memonitor pekerjaan atau
tugas-tugas yang sedang berlangsungdengan memberikan arahan
atau melaksanakan supervisi, dimana aspek tertentu dan
syarat-syarat tertentu harus dipenuhi terlebih dahulu untuk menjamin
ketepatan pelaksanaan suatu kegiatan serta dalam pengawasan
memungkinkan manajer melakukan perbaikan di tempat pada
waktu terjadi penyimpangan sebelum penyimpangan itu terjadi
lebih jauh.
3) Pengawasan setelah kerja
Pengawasan yang dilakukan setelah kegiatan atau pekerjaan
berlangsung dan memusatkan perhatian pada hasil akhir tindakan
korektif yang mengungkapkan fakta bahwa hasil tersebut mampu
mempengaruhi tindakan di masa mendatang.
2. Dampak Pengawasan
Menurut Hasibuan (2009) dengan adanya pengawasan yang
dilakukan oleh pemimpin maka :
a) Proses pelaksanaan dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan
b) Adanya tindakan perbaikan (corrective), jika terdapat penyimpangan-penyimpangan
c) Tujuan yang dihasilkan sesuai dengan rencananya
Controlling bukan hanya untuk mencari kesalahan-kesalahan,
tetapi berusaha untuk menghindari terjadinya kesalahan-kesalahan
serta memperbaikinya jika terjadi kesalahan.
Selain itu, dengan adanya pengawasan, perusahaan yang
bersangkutan dapat memastikan bahwa perusahaan tersebut sedang
menuju ke arah pencapaian sasaran-saran yang telah ditetapkan.
Apabila terjadi penyimpangan, manajer harus segera mencari
sebab-sebab yang menimbulkan hal tersebut dan setelah itu mereka harus
segera memperbaikinya (Winardi, 2004). Pendapat tersebut sama
dengan penyataan Wursanto (2005) yang menyatakan bahwa dengan
adanya pengawasan, penyimpangan dapat diketahui lebih dini dan
dapat segera diperbaiki sehingga tujuan perusahaan bisa dicapai.
Dampak dari pengawasan pemimpin yang terkait dengan
kedisiplinan kerja, dengan adanya pengawasan pemimpin, pegawai
akan bekerja dengan tekun, bersemangat, dan bertanggung jawabkerja
yang tinggi, sehingga hasil kerja menjadi optimal (Inayati, 2014)
Berdasarkan penejelasan dari beberapa pendapat tersebut, peneliti
menyimpulkan bahwa dampak adanya pengawasan adalah dapat
memastikan pelaksanaan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan yang
yang telah ditetapkan dan melakukan tindakan koreksi sedini mungkin
bila ada penyimpangan. Selain itu, karyawan juga merasa diperhatikan
sehingga karyawan bekerja dengan tekun, bersemangat dan
bertanggung jawab tinggi sehingga tercipta disiplin kerja yang optimal
demi pencapaian tujuan organisasi.
C. KEDISIPLINAN KERJA
1. Pengertian Kedisiplinan Kerja
Disiplin kerja adalah sikap kejiwaaan seseorang atau kelompok
yang senantiasa berkehendak untuk mengikuti atau mematuhi segala
peraturan yang telah ditentukan.disiplin kerja mempunyai hubungan
yang sangat erat dengan motivasi. Kedisiplinan dapat dibina melalui
latihan antara lain dengan bekerja menghargai waktu dan biaya yang
akan memberikan pengaruh positif terhadap produktivitas kerja
karyawan (Anoraga & Suyati, 1995)
Sedangkan Hasibuan (2004) berpendapat bahwa kedisiplinan
adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan
perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Karyawan dengan
disiplin kerja yang baik diharapkan mampu melaksanakan dan
menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya dengan
efektif dan efisien. Seseorang yang mempunyai kedisiplinan cenderung
akan bekerja sesuai dengan peraturan dan kewajiban yang dibebankan
efektivitas kerja yang maksimal, baik itu disiplin waktu, tata tertib atau
peraturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
Menurut Mangkuprawira & Hubeis (2007) karyawan dikatakan
disiplin apabila dia secara sadar mematuhi aturan dan peraturan dari
perusahaan atau tempat kerjanya. Sedangkan menurut Sastrohadiwiryo
(2005) disiplin kerja merupakan suatu sikap menghormati,
menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku,
baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya.
Disiplin adalah suatu sikap, perbuatan untuk selalu menaati tata
tertib.Pada pengertian disiplin juga tersimpul dua hal yang penting,
yaitu tentang waktu dan kegiatan atau perbuatan. Seorang pekerja yang
berdisiplin tinggi, masuk kerja tepat pada waktunya, demikian juga
pulang pada waktunya, dan selalu taat pada tata tertib (Anoraga, 1992).
Disiplin kerja seorang karyawan tidak hanya dilihat dari absensi,
tetapi juga bias dinilai dari sikap karyawan tersebut dalam
melaksanakan pekerjaan. Karyawan yang mempunyai disiplin tinggi
tidak menunda-nunda pekerjaan dan selalu berusaha menyelesaikan
tepat waktu (Setiawan, 2013).
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, peneliti menyimpulkan
bahwa kedisiplinan kerja adalah sikap seseorang atau kelompok yang
secara sadar mematuhi, menghormati, menghargai, patuh, serta taat
pada segala peraturan yang telah ditentukan baik tertulis maupun tidak
2. Aspek-Aspek Kedisiplinan Kerja
Saydam (2005), menyatakan bahwa aspek – aspek kedisiplinan
kerja meliputi;
a. Aspek keteraturan jam masuk, pulang kerja dan istirahat
b. Aspek cara berpakaian, dan bertingkah laku dalam pekerjaan
c. Aspek cara kerja
d. Aspek keteraturan terhadap apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan oleh para karyawan selama dalam perusahaan
Menurut Moekijat (1990) disiplin kerja dapat dilihat sebagai
berikut:
a. Disiplin Waktu
Disiplin waktu diberi pengertian sebagai ketaatan karyawan
terhadap waktu kerja. Hal ini meliputi ketaatan karyawan terhadap
jam masuk kerja, pulang kerja dan kehadiran.
b. Disiplin terhadap peraturan-peraturan
Disiplin terhadap peraturan-peraturan dapat diartikan sebagai
ketaatan karyawan terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku di
lingkungan kerjanya, hal ini meliputi peraturan yang tertulis
maupun yang tidak tertulis. Disiplin ini dapat berupa ketaatan
untuk memberitahukan bila tidak masuk kerja, berpakaian dengan
ketentuan, ketaatan dalam menggunakan alat-alat perlengkapan
c. Disiplin terhadap tanggung jawab
Disiplin terhadap tugas dan tanggung jawab ini dapat diberi
pengertian sebagai ketaatan karyawan dalam melaksanakan tugas
dan tanggung jawab yang dibebankan keapdanya.Hal ini meliputi
ketaatan karyawan untuk mematuhi cara-cara yang telah
ditentukan, menerima tugas yang dibebankan dan ketaatan untuk
menyelesaikan setiap tugas.
Sedangkan Amriyani (dalam Prestawan, 2010) menyimpulkan
bahwa aspek kedisiplinan kerja mencakup aspek-aspek:
a. Kepatuhan terhadap perintah, yaitu karyawan melakukan
sesuatu yang telah diperintahkan kepadana.
b. Waktu kerja, yaitu merupakan ketentuan yang diberikan kepada
karyawan mengenai jangka waktu kerja yang harus dijalani
atau waktu untuk memulai pekerjaan dan meninggalkan
pekerjaan.
c. Kepatuhan terhadap peraturan yaitu karyawan wajib untuk
patuh kepada serangkaia aturan-aturan yang telah ditetapkan
oleh perusahaan.
d. Pemakaian seragam atau alat kerja dengan hati-hati. Setiap
karyawan wajib menggunakan seragam yang telah ditetapkan
oleh perusahaan dan menggunakan alat kerja sesuai dengan
Beberapa aspek yang telah diutarakan tersebut peneliti
menyimpulkan bahwa aspek-aspek untuk mengukur kedisiplinan
kerja pada penelitian ini adalah ketaatan dan kepatuhan pada
peraturan-peraturan perusahaan, ketepatan waktu dalam hal
memulai pekerjaan dan meninggalkan pekerjaan, tanggung jawab
terhadap pekerjaan yang diberikan, dan memakai bahan serta
perlengkapan kerja sesuai dengan fungsinya.
3. Faktor-Faktor Kedisiplinan Kerja
Helmi (1996) menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi disiplin kerja berasal dari dua faktor yaitu faktor
internal dan eksternal yaitu faktor kepribadian dan faktor lingkungan.
a. Faktor kepribadian
Faktor yang penting dalam kepribadian seseorang adalah
sistem yang dianut. Sistem nilai dalam hal ini yang berkaitan
langsung dengan disiplin. Nilai-nilai yang menjunjung disiplin
yang diajarkan orang tua, guru, dan masyarakat akan digunakan
sebagai kerangka acuan bagi penerapan disiplin di tempat
kerja.Sistem nilai akan terlihat dari sikap sesorang. Sikap
diharapkan akan tercermin dalam perilaku. Perubahan sikap ke
1) Disiplin karena kepatuhan
Kepatuhan terhadap aturan-aturan yang didasarkan atas
perasaan takut. Disiplin kerja dalam tingkatan ini dilakukan
semata untuk mendapatkan reaksi positif dari pimpinan atau
atasan yang memiliki wewenang. Sebaliknya, jika pengawas
tidak ada di tempat disiplin kerja tidak nampak.
2) Disiplin karena identifikasi
Kepatuhan aturan yang didasarkan pada identifikasi adalah
perasaan kekaguman atau penghargaan pada pimpinan.
Pemimpin yang kharismatik adalah figur yang dihormati,
dihargai, dna sebagai pusat identifikasi. Karyawan yang
menunjukkan disiplin terhadap aturan-aturan organisasi bukan
disebabkan karena menghormati aturan tersebut tetapi lebih
disebabkan keseganan pada atasannya. Karyawan merasa tidak
enak jika tidak menaati peraturan. Penghormatan dan
penghargaan karyawan pada pemimpin dapat disebabkan
karena kualitas kepribadian yang baik atau mempunyai kualitas
professional yang tinggi di bidangnya. Jika pusat identifikasi
ini tidak ada maka disiplin kerja akan menurun dna
pelanggaran akan meningkat frekuensinya.
3) Disiplin karena internalisasi
Disiplin kerja dalam tingkat ini terjadi karena karyawan
nilai-nilai kedisiplinan. Dalam taraf ini, orang dikategorikan telah
mempunyai disiplin diri.
b. Faktor Lingkungan
Disiplin kerja yang tinggi tidak muncul begitu saja tetapi
merupakan suatu prosese belajar yang terus menerus. Proses
pembelajaran efektif bila pemimpin memperhatikan prinsip-prinsip
konsistensi, adil, bersikap positif dan terbuka. Konsisten adalah
memperlakukan aturan secara konsisten dari waktu ke waktu.
Sekali aturan yang telah disepakati dilaknggar, maka rusaklah
sistem aturan tersebut. Adil dalam hal ini adalah memperlakukan
seluruh karyawan dengan tidak membeda-bedakan.
Sedangkan Menurut Saydam (2005) faktor-faktor yang
mempengaruhi disiplin kerja dalam suatu organisasi yaitu besar
kecilnya pemberian kompensasi, ada tidaknya keteladanan
kepemimpinan dalam perusahaan, ada tidaknya aturan pasti yang
dapat dijadikan pegangan, keberanian pimpinan dalam mengambil
tindakan, ada tidaknya pengawasan pimpinan, ada tidaknya
perhatian kepada para pegawai, dan yang terakhir diciptakannya
Sementara itu, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
tingkat kedisiplinan menurut Hasibuan (2009), yaitu sebagai
berikut:
a. Tujuan dan kemampuan
Hal ini ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan.
Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara
ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal
ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada
karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan
bersangkutan, agar karyawan bekerja sungguh-sungguh dan
disiplin dalam mengerjakannya. Akan tetapi, jika pekerjaan itu
di luar kemampuannya atau jauh di bawah kemampuannya,
maka kesungguhan dan kedisiplinan karyawan rendah.
b. Kepemimpinan
Hal ini juga sangat berperan dalam menentukan
kedisiplinan karyawan karena pimpinan dijadikan teladan dan
panutan oleh para bawahannya. Pimpinan jangan
mengharapkan kedisiplinan bawahannya baik jika dia sendiri
kurang disiplin. Pimpinan harus menyadari bahwa perilakunya
akan dicontoh dan diteladani bawahannya. Pimpinan harus
memberi contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil, serta
c. Insentif (tunjangan dan kesejahteraan),
Faktor ini ikut mempengaruhi kedisiplinan karyawan
karena adanya insentif akan memberikan kepuasan dan
kecintaan karyawan terhadap perusahaan atau pekerjaannya.
Artinya semakin besar insentif semakin baik kedisiplinan
karyawan. Sebaliknya, apabila insentif kecil kedisiplinan
karyawan menjadi rendah. Karyawan sulit untuk berdisiplin
baik selama kebutuhan-kebutuhan primernya tidak terpenuhi
dengan baik.
d. Keadilan
Keadilan juga ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan
karyawan, karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa
dirinya penting dan minta diperlakukan sama dengan manusia
lainnya. Keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam
pemberian balas jasa (pengakuan) atau hukuman akan
merangsang terciptanya kedisiplinan karyawan yang baik.
Manajer yang cakap dalam memimpin selalu berusaha
bersikap adil terhadap semua bawahannya. Dengan
keadilan yang baik akan menciptakan kedisiplinan yang baik
pula.
e. Pengawasan melekat
Hal ini merupakan tindakan nyata dan paling efektif dalam
atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral,
sikap, gairah kerja dan prestasi kerja bawahannya. Hal ini
berarti atasan harus selalu ada hadir di tempatkerja agar dapat
mengawasi dan memberikan petunjuk, jika ada bawahannya
yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaannya.
Waskat yang efektif merangsang kedisiplinan dan moral kerja
karyawan.Karyawan merasa mendapat perhatian, bimbingan,
petunjuk, pengarahan dan pengawasan dari atasannya.
f. Sanksi hukuman
Faktor ini berperan penting dalam memelihara kedisiplinan
karyawan. Sanksi hukuman harus ditetapkan berdasarkan
pertimbangan logis, masuk akal dan diinformasikan secara jelas
kepada semua karyawan. Sanksi hukuman seharusnya tidak
terlalu ringan atau terlalu berat agar hukuman itu tetap
mendidik karyawan untuk mengubah perilakunya. Sanksi
hukuman hendaknya cukup wajar untuk setiap tingkatan yang
indisipliner, bersifat mendidik dan menjadi alat motivasi untuk
memelihara kedisiplinan dalam perusahaan.
g. Ketegasan
Pimpinan harus berani dan tegas, bertindak untuk
menghukum setiap karyawan yang indisipliner sesuai dengan
sanksi hukuman yang telah ditetapkan. Pimpinan seperti ini
Ketegasan pimpinan menegur dan menghukum setiap
karyawan yang indisipliner akan mewujudkan kedisiplinan
yang baik.
h. Hubungan kemanusiaan
Manajer harus berusaha menciptakan suasana hubungan
kemanusiaan yang serasi serta mengikat, vertikal maupun
horizontal di antara semua karyawannya. Terciptanya human
relationship yang serasi akan mewujudkan lingkungan dan
suasana kerja yang nyaman. Hal ini akanmemotivasi
kedisiplinan yang baik pada perusahaan. Jadi, kedisiplinan
karyawan akan tercipta apabila hubungan kemanusiaan dalam
organisasi tersebut baik.
4. Tujuan Kedisiplinan kerja
Redeker (dalam Chirasha, 2013) menyebutkan bahwa disiplin
bertujuan untuk menciptakan dan memelihara, saling menghormati dan
kepercayaan antaramanajemen dan karyawan. Sedangkan pernyataan
Wheeler mencatat bahwa disiplin dilihat dari dua dimensi, yaitu positif
dan negatif disiplin. Disiplin positif menyiratkan disiplin tanpa
hukuman. Tujuan utamanya adalah untuk memastikan dan mendorong
disiplin diri pada karyawan. Disiplin negatif adalah seperti mematuhi
aturan dalam ketakutan akan hukuman yang mungkin dalam bentuk
karyawan mungkin tidak melihat organisasi sebagai tujuan mereka
sendiri karena mereka lebih fokus pada mengikuti aturan dan
menghindari hukuman. Hal ini menyebabkan perasaan tidak aman
dalam karyawan dalam bekerja.
Namun pendapat tersebut senada dengan Monnapa (dalam
Chirasha, 2013) yang menyatakan bahwa disiplin sangat penting untuk
suasana industri yang sehat dan pencapaian tujuan organisasi.
Mekanisme dapat dimanipulasi dalam organisasi yang meliputi
penguatan positif dan negatif. Pernyataan tersebut didukung dengan
pernyataan Martin (dalam Chellilah, J. & Tyrone, P.,2010) tujuan
penguatan tersebut yaitu membantu karyawan dalam meningkatkan
kinerja dengan memberikan umpan balik dan dukungan untuk
memperbaiki masalah yang dihadapi. Namun, setelah karyawan
diberikan kesempatan yang wajar untuk meningkatkan kinerja nya dan
tidak ada progress, maka konsekuensinya menjadi lebih serius dan
akhirnya menyebabkan penghentian.
Selain itu, penerapan disiplin dalam kehidupan perusahaan
ditujukan agar semua karyawan yang ada dalam perusahaan bersedia
dengan sukarela mematuhi dan meaati segala peraturan dan tata tertib
yang berlaku tanpa paksaan (Saydam, 2005)
Disiplin mampu menciptakan kerja sama yang baik antar
karyawan. Kerja sama berarti bekerja bersama-sama ke arah tujuan
pegawai, perusahaan akan sulit untuk mewujudkan tujuaanya dan
pegawai perlu menyadari bahwa setiap organisasi kerja itu perlu diatur
sedemikian rupa sehingga tidak semua keinginan dan kemauan
perseorangan dapat dilakukan, maka semua pegawai dipimpin untuk
bekerja secara teratur untuk berusaha memenuhi tujuan kerja yang
telah ditentukan (Rofi, 2012)
Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan Sanjaya (2009), tujuan
perusahaan tidak akan tercapai tanpa peran aktif tenaga kerja yang
terampil dan disiplin. Oleh sebab itu kedisiplinan merupakan salah satu
faktor yang penting dalam keberhasilan suatu perusahaan itu sendiri.
Hasibuan (2004) menyatakan dengan disiplin kerja pegawai yang
tinggi, pegawai juga akan mampu mencapai efektivitas kerja yang
maksimal, baik itu disiplin waktu, tata tertib atau peraturan yang sudah
ditetapkan oleh perusahaan.
Dengan adanya kedisiplinan kerja diharapkan pekerjaan akan
dilakukan seefektif mungkin. Bilamana kedisiplinan tidak dapat
ditegakan maka kemungkinan tujuan yang telah ditetapkan tidak dapat
dicapai secara efektif dan efisien (Kembuan, 2011). Oleh karena itu,
kedisiplinan merupakan salah satu faktor yang penting dalam
perusahaan.
Berdasarkan pendapat tokoh diatas, peneliti menyimpulkan bahwa
tujuan dari kedisiplinan kerja adalah menciptakan suasana saling
bekerja sama ke arah tujuan yang sama dan mencapai tujuan tersebut
secara efektif dan efisien. Selain itu,dengan terciptanya kedisiplinan
kerja karyawan maka perusahaan mampu menwujudkan tujuannya dan
pegawai juga akan mampu mencapai efektivitas kerja yang maksimal,
baik itu disiplin waktu, tata tertib atau peraturan yang sudah ditetapkan
oleh perusahaan.
D. Perusahaan mikro, kecil, menengah
Perusahaan merupakan bentuk kerja sama untuk mencapai tujuan
bersama dan di dalamnya terikat hubungan antara seseroang atau kelompok
yang disebut atasan atau pimpinan dan seorang atau kelompok yang disebut
bawahan (Anoraga & Suyati, 1995).
Peranan UMKM di bidang Sosial, UMKM mampu memberikan manfaat
sosial yaitu mereduksi ketimpangan pendapatan, terutama di negara-negara
berkembang. Peranan usaha kecil tidak hanya menyediakan barang-barang
dan jasa bagi konsumen yang berdaya beli rendah, tetapi juga bagi
konsumen perkotaan lain yang berdaya beli lebih tinggi. Selain itu, usaha
kecil juga menyediakan bahan baku atau jasa bagi usaha menengah dan
besar, termasuk pemerintah lokal. Tujuan sosial dari UMKM adalah untuk
mencapai tingkat kesejahteraan minimum, yaitu menjamin kebutuhan dasar
rakyat (Sulistyastuti, 2004).
Sementara itu, peranan psikologis sesuai dengan aktivitas perusahaan,
produsen perlu menilai keinginan-keinganan serta kebutuhan para konsumen
untuk memproduksi atau menjual suatu barang maka perlu dipikirkan
tentang barang atau product apa yang saat ini dirasa sangat dibutuhkan,
dalam bentuk apa barang tersebut disajikan agar konsumen dapat
mempergunakan dengan lebih efisien, target social class manakah yang
diharapkan kelak menjadi konsumen dari barang tersebut, dan strategi harga
bagaimanakah yang akan dibuat (As’ad, 1978).
Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan batasan definisi UKM
berdasarkan kuantitas tenaga kerja, yaitu untuk industri rumah tangga
memiliki jumlah tenagakerja 1 sampai 4 orang, usaha kecil memiliki jumlah
tenaga kerja 5 sampai dengan 19 orang, sedangkan usaha menengah
memiliki tenaga kerja 20 sampai dengan 99 orang.
Pengertian dari usaha mikro, kecil, menengah yang diatur dalam
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2008 adalah ekonomi
produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan
atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan
cabang perusahaan. Yang membedakan dari ketiga perusahaan tersebut
adalah jumlah kekayaan bersih dan asset yang dimiliki. Kriteria dari usaha
mikro, kecil, menengah sebagai berikut:
1) Usaha Mikro
a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah).
2) Usaha Kecil
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
3) Usaha Menengah
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00
(dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan data omset dari setiap
perusahaan untuk mengkategorikan mikro, kecil atau menengah. Data
tersebut diperoleh dari wawancara yang dilakukan kepada pemilik
E. Hubungan Pengawasan dan Kedisiplinan Kerja Pada Perusahaan Mikro, Kecil dan Menengah
Hasibuan (2009) menyatakan bahwa pengawasan yang baik berarti
atasan langsung harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral,
sikap, gairah kerja dan prestasi kerja bawahannya. Hal ini berarti atasan
harus selalu hadir di tempat kerja agar dapat mengawasi dan memberikan
petunjuk, jika ada bawahannya yang mengalami kesulitan dalam
menyelesaikan tugasnya. Pengawasan yang efektif akan merangsang
kedisiplinan dan moral kerja pegawai begitu pula sebaliknya.
Sementara itu Saydam (2005) menyatakan bahwa dalam setiap kegiatan
yang dilakukan oleh perusahaan perlu ada pengawasan yang akan
mengarahkan para karyawan agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan
tepat dan sesuai dengan apa yang telah diciptakan. Pengawasan pemimpin
mampu membuat karyawan terbiasa melaksanakan disiplin kerja, sehingga
mereka tidak berbuat semaunya di dalam perusahaan. Selain itu, pegawai
juga merasa mendapat perhatian, bimbingan dan petunjuk dari atasannya,
begitu pula sebaliknya (Hasibuan, 2009)
Disiplin kerja seorang karyawan tidak hanya dilihat dari absensi, tetapi
juga bisa dinilai dari sikap karyawan tersebut dalam melaksanakan
pekerjaan (Setiawan, 2013). Seorang pekerja yang berdisiplin tinggi, akan
selalu taat pada tata tertib dan berpakaian serta menggunakan alat kerja
sesuai aturan,begitu pula sebaliknya (Anoraga, 1992).
Hubungan ini dibuktikan pula oleh Inayati (2014) dalam penelitiannya
yang berjudul “Hubungan Pengawasan Dengan Disiplin Kerja Pegawai Pada
Dinas Pendidikan Pemuda Dan Olahraga Kabupaten Dharmasraya” yang
menyatakan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara pengawasan
dengan disiplin kerja menunjukkan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi disiplin kerja adalah pengawasan. Hasil ini memperlihatkan
adanya hubungan yang signifikan antara pengawasan dengan disiplin kerja.
Hal ini berarti dengan adanya pengawasan memungkinkan pegawai bekerja
dengan disiplin. Pegawai akan bekerja dengan tekun, semangat, dan
bertanggung jawab kerja yang tinggi, sehingga hasil kerja optimal. Namun
sebaliknya pengawasan yang kurang akan membuat pegawai merasa tidak
F. Kerangka Penelitian
BAGAN 1
Skema Pengawasan Pemimpin dan Disiplin Karyawan Pengawasan Pemimpin
Baik Buruk
Adanya pengarahan dalam melaksanakan pekerjaan
Aktif mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja & prestasi Memberi petunjuk dalam
penyelesaian masalah serta melakukan tindakan koreksi apabila terjadi penyimpangan
Tidak adanya pengarahan dalam melaksanakan pekerjaan
Tidak aktif dalam mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja dan prestasi
Tidak memberi petunjuk dalam penyelesaian masalah dan tidak melakukan tindakan koreksi apabila terjadi penyimpangan
Karyawan tidak berbuat semaunya di dalam perusahaan, karyawan merasa mendapat perhatian, bimbingan, pengarahan, petunjuk dan pengawasan dari atasannya
Karyawan akan berbuat semaunya sendiri di dalam perusahaan, karyawan merasa tidak mendapat perhatian, bimbingan, pengarahan, petunjuk dan pengawasan dari atasannya.
Disiplin kerja rendah Disiplin kerja tinggi
Karyawan taat pada tata tertib Tanggung jawab terhadaptugas
yang diberikan
Datang dan pulang sesuai waktunya
Berpakaian dan menggunakana alat kerja sesuai aturan
Karyawan tidak taat pada tata tertib
Tidak bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan Datang dan pulang semaunya
sendiri
G. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitan ini adalah adanya hubungan
yang positif antara pengawasan pemimpin dengan kedisiplinan kerja
karyawan. Semakin tinggi nilai pengawasan, maka semakin tinggi pula
kedisiplinan karyawan yang terbentuk. Sebaliknya, semakin rendah
pengawasan maka semakin rendah pula kedisiplinan kerja karyawan
1. Pengawasan Pemimpin
Pengawasan pemimpin adalah proses atau tindakan pimpinan
untuk mengarahkan karyawan pada suatu pekerjaan, memantau
pekerjaan seseorang untuk memastikan bahwa pekerjaan tersebut
dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah dibuat, dan melakukan
tindakan koreksi terhadap tindakan menyimpang. Alat ukur yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah skala pengawasan pemimpin
yang dibuat sendiri oleh peneliti dimana skala tersebut akan diberikan
kepada karyawan. Semakin tinggi skor total, semakin baik penilaian
karyawan terhadap pengawasan pemimpin. Sebaliknya, semakin
rendah skor total, semakin buruk penilaian karyawan terhadap
pengawasan pemimpin.
2. Kedisiplinan Kerja
Kedisiplinan Kerja adalah sikap kejiwaaan seseorang atau
kelompok yang secara sadar untuk mematuhi, menghormati,
menghargai, patuh, serta taat pada segala peraturan yang telah
ditentukan baik tertulis maupun tidak tertulis dan mematuhi
norma-norm yang berlaku. Pada penelitian ini, alat ukur yang akan digunakan
adalah skala kedisiplinan kerja yang dibuat sendiri oleh peneliti. Skala
kedisiplinan kerja akan diisi oleh karyawan dan atasan langsung dari
karyawan tersebut. Semakin tinggi skor total, maka semakin tinggi
kedisiplinan karyawan tersebut. Sedangkan semakin rendah skor total,
D. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah karyawan yang bekerja pada perusahaan
mikro,kecil, menengah. Teknik sampling adalah merupakan teknik
pengambilan sampel untuk penelitian. Pengambilan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling. Teknik ini
merupakan teknik pengambilan anggota sampel dari populasi yang
dialkukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam
populasi itu (Sugiyono, 2014).
E. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah penyebaran
skala yang telah dibuat oleh peneliti. Ada tiga skala yang digunakan dalam
penelitian ini. Pertama, skala pengawasan pemimpin yang akan diisi oleh
karyawan. Kedua skala kedisiplinan kerja karyawan yang diisi sendiri oleh
karyawan, dan ketiga skala kedisiplinan kerja karyawan yang diisi oleh
pengawas. Menurut peneliti, pengawasan pemimpin di tempat kerja perlu
dinilai oleh bawahannya, agar kedua belah pihak dapat saling terbuka dan
memperbaiki diri sehingga pekerjaan dapat berjalan sesuai rencana. Selain
itu, penilaian kedisiplinan kerja tidak hanya dilihat dari karyawan saja
melainkan juga perlu dinilai dari sisi pengawas, dengan demikian adanya
timbal balik antara atasan dan bawahan sehingga dapat mencapai visi dan