• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh penghayatan kaul kemiskinanterhadap persaudaraan Suster-Suster Misi dan Adorasi dari Santa Familia di Indonesia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh penghayatan kaul kemiskinanterhadap persaudaraan Suster-Suster Misi dan Adorasi dari Santa Familia di Indonesia."

Copied!
203
0
0

Teks penuh

(1)

viii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “PENGARUH PENGHAYATAN KAUL

KEMISKINAN TERHADAP PERSAUDARAAN SUSTER-SUSTER MISI

DAN ADORASI DARI SANTA FAMILIA (MASF) DI INDONESIA”. Peneliti memilih judul ini berdasarkan keprihatinan terhadap gaya hidup suster-suster

MASF yang terkesan kurang mampu dalam menghayati kaul kemiskinansehingga

berdampak pada persaudaran di Komunitas. Peneliti ingin memberikan sebuah sumbangan pemikiran untuk menanamkan semangat persaudaraan suster-suster MASF melalui penghayatan kaul kemiskinan.

Dalam konstitusi MASF “sebagai Kongregasi misi, kita mempunyai tugas lebih dari yang lain, yakni menjadi solider dengan semua orang di dunia, dengan mereka yang hidup dalam kemiskinan dan kekurangan. Oleh karena itu, kita hidup

sederhana serta membatasi keinginan-keinginan kita” (Konst. No. 112). Seperti

Yesus, kita diutus oleh Bapa untuk “menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin, memberitakan pembebasan kepada para tawanan, membuka

penglihatan bagi orang buta dan membebaskan orang-orang tertindas” (Luk 4:

18-19). Sebagai Suster Misi dan Adorasi dari Santa Familia, kita mencari inspirasi

dari keluarga kudus. “ dalam setiap Komunitas, antar Komunitas dan antar tingkat

pimpinan, hendaknya saling tukar pikiran dengan semangat kerjasama yang baik, juga di luar lembaga resmi dengan menghormati hak dan wewenang

masing-masing” (Konst. 107).

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Dengan

menggunakan penelitian deskriptif kuantitatif, pengaruh penghayatan kaul kemiskinan terhadap semangat persaudaraan suster-suster MASF di Indonesia dapat diukur. Seluruh suster MASF di Indonesia yang berjumlah 60 menjadi populasi sekaligus responden di dalam penelitian ini. Untuk mengukur sikap responden, peneliti menggunakan kuisioner. Kuisioner berisikan 40 pernyataan mengenai penghayatan kaul kemiskinan dan 40 pernyataan mengenai persaudaraan. Uji validitas menunjukkan bahwa taraf signifikansi mencapai 5%.

Dengan jumlah populasi 60, maka nilai kritisnya adalah 0,245. Uji reliabilitas

menunjukkan koefesien alpha sebesar 0,966 dan dengan demikian tingkat

reliabilitas instrumen adalah tinggi.

(2)

ix ABSTRACT

The thesis is entitled “The Influence of the Living of the Vow of Poverty on the Brotherhood of the Sisters Mission and Adoration of Santa Familia

(MASF) in Indonesian”. The researcher chooses this title because of the researcher’s concern about the lifestyle of the MASF sisters, who seem less capable of living the vow of poverty, and it has effect on the spirit of brotherhood in the community. The researcher would like to contribute ideas toward fostering the brotherhood in the congregation through developing of the living of the vow of poverty.

In the Constitution of MASF “as the missionary congregation, more than others we have task to have solidarity with the people worldwide and with those who live in poverty and deprivation. Therefore we should live in a simple manner and constrain our desires” (Cons 12). As Jesus, we are sent by the Father” to bring good news to the poor, to proclaim liberty to the captives and recovery of the sight to the blind, to set free the oppressed (Luke 4: 18-19).

This research is descriptive qualitative one. By doing this research, it is able to asses the influence of the living of the vow of poverty on the brotherhood of the MASF sisters in Indonesian. All 60 sisters MASF in Indonesian are the population and the respondent of the research as well. The researcher used questionnaire to measure the respondent attitude. The questionnaire contains 40 statements concerning the living of the vow of poverty and 40 statements concerning the brotherhood. The validity test shows that the level of significance reaches 5 %. For 60 respondents the critical value is 0,245. The reliability test shows that the alpha coefficient reaches 0,966 and thus it means that the instrument reliability is high.

(3)
(4)

i

PENGARUH PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN TERHADAP PERSAUDARAAN SUSTER-SUSTER

MISI DAN ADORASI DARI SANTA FAMILIA DI INDONESIA

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Margareta Bulan Lejiu NIM: 091124006

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)
(6)
(7)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan Kepada:

Semua orang yang terlibat terlebih telah mendukung dan membantu dalam

penyusunan skripsi ini. Orang-orang yang aku kasihi dan cintai; Kongregasi

Suster-suster MASF di Indonesia, kedua orang tua dan kakak-kakakku, para

dosen IPPAK-USD dan teman-teman yang telah memberi kesempatan bagi

penulis untuk berkembang selama menempuh studi di Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama

Katolik Universitas Sanata Dharma

(8)

v

MOTTO

“Tuhan adalah Setia”

(2 Tes 3: 3a)

“Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang,

tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.

(Luk 9: 58).

“Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang ada di

depan mata, tetapi Tuhan melihat hati”.

(9)
(10)
(11)

viii

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “PENGARUH PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN

TERHADAP PERSAUDARAAN SUSTER-SUSTER MISI DAN ADORASI

DARI SANTA FAMILIA DI INDONESIA”. Peneliti memilih judul ini

berdasarkan keprihatinan terhadap gaya hidup suster-suster MASF yang terkesan

kurang mampu dalam menghayati kaul kemiskinan sehingga berdampak pada

persaudaran di Komunitas. Peneliti ingin memberikan sebuah sumbangan pemikiran untuk menanamkan semangat persaudaraan suster-suster MASF melalui penghayatan kaul kemiskinan.

Dalam konstitusi MASF “sebagai Kongregasi misi, kita mempunyai tugas lebih dari yang lain, yakni menjadi solider dengan semua orang di dunia, dengan mereka yang hidup dalam kemiskinan dan kekurangan. Oleh karena itu, kita hidup

sederhana serta membatasi keinginan-keinginan kita” (Konst. No. 112). Seperti

Yesus, kita diutus oleh Bapa untuk “menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin, memberitakan pembebasan kepada para tawanan, membuka

penglihatan bagi orang buta dan membebaskan orang-orang tertindas” (Luk 4:

18-19). Kita mencari inspirasi dari keluarga kudus, “ dalam setiap Komunitas, antar

Komunitas dan antar tingkat pimpinan, hendaknya saling tukar pikiran dengan semangat kerjasama yang baik, juga di luar lembaga resmi dengan menghormati

hak dan wewenang masing-masing” (Konst. 107).

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Dengan menggunakan penelitian deskriptif kuantitatif, pengaruh penghayatan kaul kemiskinan terhadap semangat persaudaraan suster-suster MASF di Indonesia dapat diukur. Seluruh suster MASF di Indonesia yang berjumlah 60 menjadi populasi sekaligus responden di dalam penelitian ini. Untuk mengukur sikap responden, peneliti menggunakan kuesioner. Kuesioner berisikan 40 pernyataan mengenai penghayatan kaul kemiskinan dan 40 pernyataan mengenai persaudaraan. Uji validitas menunjukkan bahwa taraf signifikansi mencapai 5%. Dengan jumlah

populasi 60, maka nilai kritisnya adalah 0,245. Uji reliabilitas menunjukkan

koefesien alpha sebesar 0,966 dan dengan demikian tingkat reliabilitas instrumen

adalah tinggi.

(12)

ix

ABSTRACT

The thesis is entitled “THE INFLUENCE OF THE LIVING OF THE VOW

OF POVERTY ON THE SISTERHOOD OF THE SISTERS MISSION AND

ADORATION OF SANTA FAMILIA IN INDONESIA”. The researcher chooses

this title because of the researcher’s concern about the lifestyle of the MASF

sisters, who seem less capable of living the vow of poverty, and it has effect on the spirit of brotherhood in the community. The researcher would like to contribute ideas toward fostering the brotherhood in the congregation through developing of the living of the vow of poverty.

In the Constitution of MASF “as the missionary congregation, more than others we have task to have solidarity with the people worldwide and with those who live in poverty and deprivation. Therefore we should live in a simple manner and constrain our desires” (Cons 12). As Jesus, we are sent by the Fatherto bring good news to the poor, to proclaim liberty to the captives and recovery of the sight

to the blind, to set free the oppressed(Luke 4: 18-19). We search inspiration from

the Holy Family, “there should be aspirit of collaboration and exchange of

thoughts among communinities and Superiors while respecting ones authority and rights.

This research is descriptive qualitative one. By doing this research, it is able to asses the influence of the living of the vow of poverty on the sisterhood of the MASF sisters in Indonesian. All 60 sisters MASF in Indonesia are the population and the respondent of the research as well. The researcher used questionnaire to measure the respondent attitude. The questionnaire contains 40 statements concerning the living of the vow of poverty and 40 statements concerning the sisterhood. The validity test shows that the level of significance reaches 5 %. For 60 respondents the critical value is 0,245. The reliability test shows that the alpha coefficient reaches 0,966 and thus it means that the instrument reliability is high.

(13)

x

KATA PENGANTAR

Penulis menghaturkan puji dan syukur kehadiran Tuhan yang Maha Esa,

atas segala rahmat dan kasih-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul PENGARUH PENGHATAN KAUL

KEMISKINAN TERHADAP PERSAUDARAAN SUSTER-SUSTER MISI DAN ADORASI DARI SANTA FAMILIA DI INDONESIA.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memberi masukan bagi para religius

mengenai pentingnya penghayatan kaul kemiskinan demi membangun hidup

persaudaraan antar sesama religius dalam kongregasi. Di samping itu skripsi ini

sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian Program Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik.

Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak terlepas dari

bantuan serta keterlibatan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak

langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima

kasih dan penghargaan yang tulus kepada:

1. Drs. FX. Heryatno W.W., S.J., M.Ed. selaku Kaprodi IPPAK Universitas

Sanata Dharma yang memberikan dukungan dalam seluruh proses

penyelesaian skripsi ini.

2. Dr. J. Darminta, SJ selaku dosen pembimbing utama yang selalu

mendampingi, membimbing dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan

(14)

xi

3. Y. H. Bintang Nusantara, SFK., M. Hum selaku dosen penguji II yang telah

berkenan mendampingi, memberikan semangat, memeriksa dan menguji

skripsi ini.

4. Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd selaku dosen penguji III yang telah berkenan

mendampingi dan menguji skripsi ini.

5. Segenap staf dosen dan seluruh staf karyawan prodi IPPAK Universitas

Sanata Dharma yang secara tidak langsung selalu memberikan dorongan

kepada penulis.

6. Para saudari dari Kongregasi MASF, terutama para Dewan Jenderal yang

telah memberi kepercayaan dan perhatian kepada penulis untuk tekun

menjalani studi pada program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan

Agama Katolik di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

7. Para suster OSF di komunitas Senopati dan Surakarta, terutama yang berada

di komunitas Dawung Wetan (Sr. Euphrasia, MASF, Sr. Petronela, MASF,

Sr. Secilia, MASF, dan Sr. Vianney, MASF) yang telah memberi dukungan

dan cinta kasih yang begitu Tulus.

8. Keluarga tercinta: Bapak, Mama, kakak-kakak, keponakan-keponakanku dan

seluruh keluarga besarku yang selalu mendoakan dan memberikan semangat

bagi penulis dalam menyelesaikan perkuliahan.

9. Sahabatku Sr.Emerensiana, Kym, Sr. Gemma, CB, Corry, Maria Magdalena

Buik, Maria dan semua teman-temanku mahasiswa IPPAK-USD, khususnya

angkatan 2009 yang selalu memotivasi dan memberikan dukungan kepada

(15)
(16)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .. ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO. ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

BAB II. PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN DALAM PERSAUDARAAN KONGREGASI MASF ... 10

(17)

xiv

1. Spiritualitas Persaudaraan MASF ... 30

2. Penghayatan Persaudaraan Dalam Komunitas MASF ... 31

3. Penghayatan Persaudaraan Dalam Gereja ... 34

4. Persaudaraan Dalam Perbedaan ... 35

C. Kemiskinan Demi dan Dalam Persaudaraan ... 37

1. Harta Milik Allah ... 37

2. Harta Untuk Kesejahteraan Bersama ... 38

3. Penghayatan Kemiskinan Melawan Keserakahan Pemborosan ... 39

4. Gaya Hidup Komunitas Persaudaraan ... 42

5. Peran Peraturan Tentang Penghayatan Kemiskinan ... 44

(18)

xv

3. Definisi Operasional variabel ... 49

a. Kaul Kemiskinan ... 49

b. Persaudaraan ... 50

4. Teknik Pengumpulan Data ... 50

5. Instrumen Penelitian ... 52

6. Kisi-Kisi Instrumen ... 53

7. Pengembangan Instrumen ... 56

a. Uji Coba Terpakai ... 56

b. Uji Validitas ... 57

c. Uji Reliabilitas ... 59

8. Teknik Analisis Data ... 60

a. Variabel X (Penghayatan kaul Kemiskinan) ... 60

(19)

xvi

a. Penghayatan Kaul Kemiskinan ... 69

b.Persaudaraan ... 84

B. Uji Hipotesis ... 99

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN REKOLEKSI SEBAGAI UPAYA DALAM MENINGKATKAN PENGHAYATN KAUL KEMISKINAN TERHADAP PERSAUDARAAN SUSTER-SUSTER MASF ... 107

A. Pembahasan Hasil Penelitian ... 107

B. Keterbatasan Penelitian ... 114

C. Refleksi ... 115

1. Penghayatan Kaul Kemiskinan ... 115

2. Persaudaraan ... 118

D. Evaluasi ... 121

1. Penghayatan Kaul Kemiskinan ... 121

2. Persaudaraan ... 123

E. Rekoleksi Sebagai Upaya Meningkatkan Penghayatan Kaul Kemiskinan Terhadap Persaudaraan Suster-suster MASF ... 123

1. Pengertian dan Tujuan Rekoleksi ... 123

2. Relevansi Rekoleksi Dalam Upaya Meningkatkan Penghayatan Kaul Kemiskinan Terhadap Persaudaraan MASF ... 127

3. Program ... 128

a. Pengertian Program ... 128

b. Tujuan Program ... 129

c. Tema-Tema Dalam Program Rekoleksi ... 130

d. Penjabaran Program Rekoleksi ... 132

4. Contoh Satuan Pertemuan Rekoleksi ... 135

a. Identitas ... 135

b. Pemikiran Dasar ... 135

c. Proses Pelaksanaan Rekoleksi ... 137

(20)

xvii

A. Kesimpulan ... 144

B. Saran dan Usul ... 148

DAFTAR PUSTAKA ... 149

DAFTAR LAMPIRAN ... 152

Lampiran 1: Surat Permohonan Izin Penelitian ... (1)

Lampiran 2: Lembar Kuesioner Penelitian ... (2)

Lampiran 3: Hasil Analisis Validitas Variabel X dan Variabel Y ... (13)

Lampiran 4: Hasil Analisis Validitas Variabel X ... (14)

Lampiran 5: Hasil Analisis ValiditasVariabel Y ... (15)

Lampiran 6: Tabel Histogram ... (16)

Lampiran 7: Tabel Descriptive Statistics ... (17)

Lampiran 8: Tabel Nilai Distribusi F ... (18)

Lampiran 9: Tabel Nilai-Nilai r Product Moment ... (20)

Lampiran 10: Tabel Model Summary ... (21)

Lampiran 11: Tabel ANOVA ... (22)

Lampiran 12: Tabel Coefficients ... (23)

Lampiran 13: Tabel Correlations ... (24)

Lampiran 14: Tabel ANOVA Table ... (25)

(21)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Distribusi Populasi... ... 49

Tabel 2 Teknik Pengumpulan Data ... 51

Tabel 3 Skor Alternatif Jawaban Variabel X dan Y ... 53

Tabel 4 Kisi-Kisi Instrumen Kaul Kemiskinan ... 53

Tabel 5 Kisi-Kisi Instrumen Persaudaran ... 55

Tabel 6 Reliability Statistics ... 60

Tabel 7 Kriteria Kategori Variabel X... 61

Tabel 7 Kriteria Kategori Variabel Y... 61

Tabel 10 Anova ... 67

Tabel 11 Rangkuman Statistik Deskriptif Penghayatan kaul Kemiskinan ... 69

Tabel 12 Aspek Partisipasi Dalam Kemiskinan Kristus ... 70

Tabel 13 Dekripsi Partisipasi Dalam Kaul Kemiskinan ... 71

Tabel 14 Apek Beradaptasi ... 72

Tabel 15 Deskripsi Beradaptasi ... 74

Tabel 16 Aspek Hidup Sederhana ... 75

Tabel 17 Deskripsi Aspek Hidup Sederhana ... 76

Tabel 18 Aspek Membatasi Diri Dalam Penggunaan Harta Benda ... 77

Tabel 19 Deskripsi Menbatasi Diri Dalam Penggunaan Harta Benda ... 79

Tabel 20 Aspek Tanggung Jawab ... 80

Tabel 21 Deskripsi Aspek Tanggung Jawab ... 81

Tabel 23 Aspek Solider ... 82

Tabel 23 Deskripsi Aspek Solider ... 83

Tabel 25 Rangkuman Statistik Deskriptif Persaudaraan ... 84

Tabel 26 Aspek Memahami Sesama ... 85

Tabel 27 Deskripsi Aspek Memahami Sesama ... 87

Tabel 28 Aspek Menerima Satu Sama Lain ... 88

Tabel 29 Deskripsi Aspek Menerima Satu Sama Lain ... 89

(22)

xix

Tabel 31 Deskripsi Aspek Memaafkan ... 91

Tabel 32 Aspek Melayani ... 92

Tabel 33 Deskripsi Aspek Melayani ... 94

Tabel 34 Aspek Cinta Yang Mengabdi ... 95

Tabel 35 Deskripsi Aspek Cinta Yang Mengabdi ... 96

Tabel 36 Aspek Kebersamaan ... 97

Tabel 37 Deskripsi Aspek Kebersamaan ... 98

Tabel 38 Descriptive Statistics ... 100 Tabel 39 Model Summary ... 100

Tabel 40 Anova ... 101

(23)

xx

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan dalam Penelitian

ANOVA : Analisys of Varience

Ho : Hipotesis nol

Ha : Hipotesis alternatif

SPSS : Statistical Product and Service Solution

Std : Standard

Dev : Deviasi

Sig : Signifikansi

B. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Alkitab

Deuterokanonika, Lembaga Biblika Indosesia, 2008.

C. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonic), diundangkan oleh

Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 25 Januari 1983.

(24)

xxi

D. Singkatan Lain

Art : Artikel

Ay : Ayat

Bdk : Bandingkan

Dkk : Dan kawan-kawan

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia

Kan : Kanon

Konst : Konstitusi

KS : Kitab Suci

No : Nomor

MASF : Misi dan Adorasi dari Santa Familia

(25)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penulisan

Kaul kemiskinan merupakan kaul yang menjadi dasar dalam kehidupan

membiara, yang sudah melekat dan menjadi bagian hidup seorang yang dipilih

secara khusus oleh Allah untuk menjadi perpanjangan tangan-Nya yaitu imam,

biarawan dan biarawati. Kaul kemiskinan adalah kaul yang mengajak setiap

pribadi untuk menghayatinya secara lebih mendalam demi menanggapi sebuah

panggilan yang suci dari Allah kepada manusia yang telah dipilih-Nya. Kaul

kemiskinan tidak pernah terlepas dari seorang religius yang menyatakan atau

membaktikan dirinya dalam sebuah Kongregasi yang telah dipilihnya. Diharapkan

bahwa kaul kemiskinan menjadi jalan yang baik bagi seorang religius untuk

semakin mampu hidup di manapun dia diutus untuk menjalankan tugas-tugas

yang telah dipercayakan Kongregasi kepadanya.

Semua harta milik dan barang-barang menjadi milik Kongregasi atau

Tarekat. Setiap anggota Kongregasi tidak lagi memiliki hak atas apa saja yang

diberikan kepadanya, entah barang entah uang. Semua derma dan hadiah, yang

barangkali diberikan kepadanya sebagai ungkapan terima kasih atau ungkapan

lain apapun, menjadi hak Kongregasi. Keutamaan Kemiskinan adalah keutamaan

injili yang mendorong hati untuk melepaskan diri dari barang-barang fana; karena

(26)

Dewasa ini, tidak sedikit seorang religius yang kurang mampu dan bisa

menghayati kaul kemiskinan ini dalam kehidupannya sehari-hari, bahkan gaya

hidup miskin yang seharusnya menjadi bagian dari pilihan hidupnya kurang

tampak atau kurang dihayatinya. Kenyataan ini menjadi sesuatu yang sangat

memprihatinkan dan menyedihkan dalam kehidupan membiara masa sekarang.

Masing-masing anggota Kongregasi sepertinya berusaha untuk menjadi yang

terbaik dan terkenal dengan gaya, kemampuan dan kepintaran yang dimilikinya

sehingga tidak mampu lagi melihat siapa dirinya dan untuk apa dia melakukan itu

semua. Yang ada adalah semua dilakukan hanya untuk kepentingan diri sendiri.

Penghayatan terhadap kaul-kaul bagi religius di masa sekarang seolah-olah

sebagai suatu formalitas atau syarat-syarat yang harus diikrarkan, untuk memberi

tanda dan identitas pada dirinya bahwa dia telah membaktikan dirinya secara

khusus kepada Tuhan dan sesama. Makna dan arti kaul kemiskinan terkadang

merupakan sesuatu yang biasa dalam arti bahwa kaul kemiskinan itu memang

sudah menjadi bagian dari kehidupan seorang religius. Sehingga penghayatan

terhadap kaul kemiskinan ini terkadang kurang tampak atau jelas kalau mau

dilihat secara lebih sungguh-sungguh.

Dari wawancara saya dengan Suster-suster di Komunitas, mereka

mengatakan untuk zaman sekarang terkadang mengalami kesulitan untuk dapat

secara bersama-sama atau pun pribadi menghayati kaul kemiskinan di zaman yang

serba instan, bahkan kalau tidak hati-hati bisa diperbudak oleh banyaknya

tawaran-tawaran menarik. Tawaran-tawaran yang dijumpai sangat menggiurkan

(27)

Tawaran dunia memang menarik bagi semua orang tanpa kecuali. Ada

daya pikat yang membuat siapa pun tidak bisa mengendalikan dirinya. Apapun

bentuk tawaran-tawaran yang ada yang jelas pasti mengajak untuk secara lebih

dewasa dalam menyikapinya. Gaya hidup ikut-ikutan seringali juga dialami oleh

seorang religius yang tidak mampu memiliki sikap yang tepat. Jadi masalah baik

dan tidaknya terkadang menjadi urusan belakang, yang penting bisa mengikuti

tren masa kini.

Zaman yang serba instan ini, membawa dampak negatif terhadap gaya

hidup dan juga penghayatan kaul kemiskinan. Tidak sedikit seorang religius yang

menumpuk harta meskipun tidak jelas akan diapakan atau apa manfaat dari itu

semua. Seorang religius yang mengoleksi hanya karena senang dan suka memang

perlu dipertanyakanmaksud dan manfaatnya, sehingga biara tidak menjadi tempat

penyimpanan barang-barang yang tidak jelas fungsinya. Seorang religius dalam

hal ini menjadi monitor sehingga dengan sendirinya mampu untuk memantau diri

sendiri, sejauh mana gaya hidupnya mencerminkan sikap miskin seperti yang

diteladankan oleh Yesus Kristus kepada manusia. Sikap miskin yang diteladankan

Yesus adalah sikap yang selalu mampu menerima apapun yang akan terjadi dalam

kehidupan serta tidak mudah putus asa disaat berhadapan dengan berbagai

peristiwa hidup.

Kaul kemiskinan menjadi sorotan penulis sebagai suatu keprihatinan yang

terlihat jelas yang terjadi terhadap suster-suster MASF. Akhir-akhir ini semangat

kemiskinan menjadi sesuatu yang kurang menjadi kekuatan dan daya tarik. Kaul

(28)

bagaimana dia mampu menjalin relasi dengan orang-orang yang berada di

sekitarnya dalam arti bahwa kemiskinan harus nampak dalam semangat

pelayanan. Dan kaul kemiskinan berarti orang menyanggupi diri untuk bekerja

agar dapat hidup secara wajar, namun dalam kelebihan maupun dalam kekurangan

yang dialami dia sanggup untuk terlibat pada hidup orang lain secara pribadi lewat

harta benda yang ada padanya.

Kemiskinan bukan merupakan tujuan, tetapi merupakan sarana untuk

menangkap hadirat Allah dan menyampaikan hadirat Allah itu kepada sesama.

Dengan kata lain kemiskinan mengajak untuk memahami bahwa apapun yang

dimiliki dan dapat dicapai, itu merupakan ungkapan panggilan Tuhan. Maka

diharapkan untuk menggunakan menurut kepentingan dan kebutuhan

masing-masing orang guna mencapai Allah, sekaligus untuk menyampaikan hadirat Allah

kepada orang lain. Dalam pedoman hidup suster Misi dan Adorasi dari Santa

Familia dikatakan bahwa cara hidup kita harus jelas bahwa yang terutama

mengarahkan perhatian kepada kerajaan Allah, sebagai peziarah kita menaruh

harapan pada-Nya dalam perjalanan menuju kepada Dia dan tidak mengandalkan

harta milik manapun juga (Konst. 27).

Hidup miskin atau sederhana tidak berarti menolak barang-barang duniawi

atau bersikap acuh tak acuh terhadap harta benda dan uang. Dengan hidup miskin

atau sederhana, orang tetap memberi tempat kepada barang-barang duniawi,

namun tidak mengikat diri pada barang-barang duniawi tersebut. Dengan bersikap

lepas bebas terhadap harta benda dan uang, orang menyatakan nilai relatif dari

(29)

dengan sepenuh hati (Mat 6:19-24). Terhadap barang-barang duniawi, para

religius harus bersikap lepas bebas. Mereka harus senantiasa mawas diri, supaya

tidak terjerat dan terikat oleh kenikmatan barang-barang duniawi. Sejauh

diperlukan untuk hidup dan karya, barang-barang duniawi boleh saja

dimanfaatkan oleh para religius. Tetapi barang-barang duniawi yang merupakan

―kebutuhan‖ hidup atau ―keperluan‖ karya ini tidak boleh lantas menjadi

―keharusan‖ yang dituntut oleh mereka. Jika sudah tersedia, jangan dituntut.

Dalam hal ini, para religius harus berprinsip sama seperti rasul Paulus, yaitu:

asal ada makanan dan pakain, cukuplah!‖(1 Tim 6:8).

Dari pengalaman yang ada maka penulis sebagai anggota Kongregasi

merasa prihatin terhadap situasi yang ada sehingga tergerak untuk

menyumbangkan gagasan-gagasan yang bermanfaat bagi Kongregasi untuk

mampu menghayati hidup dalam persaudaraan, oleh sebab itu penulis tertarik

untuk menulis judul sebagai berikut: PENGARUH PENGHAYATAN KAUL

KEMISKINAN TERHADAP PERSAUDARAAN SUSTER-SUSTER MISI

DAN ADORASI DARI SANTA FAMILIA DI INDONESIA.

B. Identifikasi Masalah

Berbagai macam masalah yang berpengaruh dan menghambat

penghayatan kaul kemiskinan dan persaudaraan:

1. Kemorosotan nilai-nilai penghayatan kaul kemiskinan

2. Kaul kemiskinan seolah-olah menjadi sesuatu yang biasa

(30)

4. Ikut-ikutan gaya hidup sesuai dengan tren

5. Mengumpulkan harta benda hanya karena senang kendatipun kurang bisa

dimanfaatkan.

6. Kurang dewasa dalam memaknai arti kaul kemiskinan yang telah diikrarkan

dihadapan Tuhan dan sesame.

7. Perlu banyak belajar dalam mengendalikan diri terhadap sesuatu yang baru.

C. Pembatasan Masalah

Penulis menyadari bahwa banyak faktor yang mempengaruhi gaya hidup

para suster berkaitan dengan penghayatan kaul kemiskinan. Pada penulisan ini

penulis lebih memfokuskan pada penghayatan kaul kemiskinan terhadap

persaudaraan suster-suster yang dapat mempengaruhi penghayatan dalam

kehidupan sehari-hari sebagai seorang religius yang seharusnya mencerminkan

sikap kesederhanaan dalam seluruh kehidupannya.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka rumusan masalah dalam

penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Apa kaul kemiskinan menurut MASF?

2. Seberapa besar pengaruh penghayatan kaul kemiskinan terhadap

persaudaraan Suster-Suster MASF?

3. Upaya apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penghayatan kaul

(31)

E. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penghayatan kaul kemiskinan

terhadap persaudaraan religius zaman sekarang.

2. Untuk membantu suster-suster menghidupi semangat penghayatan kaul

kemiskinan sebagai bentuk kesiapsediaan dalam tugas perutusan kapanpun

dan di manapun.

3. Membangkitkan semangat dan daya juang dalam diri suster-suster untuk

menjadikan kaul kemiskinan sebagai salah satu jalan dalam keterbukaan

menuju hidup yang sejati dan abadi.

4. Mengingatkan kembali suster-suster untuk menghargai segala sesuatu yang

ada dalam hidup ini dan tidak mencari-cari sesuatu yang tidak ada.

F. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Membantu suster-suster dalam penghayatan kaul kemiskinan terhadap

persaudaraan setiap harinya.

2. Menjadi masukan bagi suster-suster untuk belajar hidup apa adanya sebagai

keluarga dalam komunitas.

3. Menambah pengalaman dan pengetahuan berkaitan dengan cara penghayatan

(32)

4. Bagi suster-suster untuk tidak pernah lupa dengan identitas yang telah

melekat pada diri masing-masing yaitu kaul kemiskinan yang telah diikrarkan

sebagai janji yang harus ditepati.

5. Membangun dan meningkatkan persaudaraan antara para suster dalam

kebersamaan hidup berkomunitas.

6. Bagi penulis sendiri menjadi masukan dan kekuatan untuk lebih mampu

menghayati kaul kemiskinan secara lebih baik dan sungguh-sungguh.

G. Metode Penulisan

Penulisan ini akan menggunakan pendekatan deskriptif analisis yang

dilakukan melalui pengumpulan data dengan menyebarkan angket dan studi

pustaka untuk mengetahui dan mendiskripsikan seberapa besar Pengaruh

Penghayatan Kaul Kemiskinan Terhadap Persaudaraan Suster-Suster Misi dan

Adorasi Dari Santa Familia di Indonesia.

H. Sistematika Penulisan

Skripsi ini secara keseluruhan terbagi dalam enam bab dengan perincian:

Bab I sebagai pendahuluan, berisi antara lain Latar Belakang Penulisan,

Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan,

Manfaat Penulisan, Metode Penulisan serta Sistematika Penulisan.

Bab II: Berisikan Penghayatan kaul kemiskinan dalam persaudaraan

kongregasi MASF yang meliputi: Kaul Kemiskinan, persaudaraan MASF,

(33)

Bab III: Berisikan penghayatan kemiskinan sehari-hari yang meliputi:

Jenis Penelitian, desain Penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi, teknik

dan instrumen pengumpulan data, uji persyaratan analisis, uji hipotesis.

Bab IV: Berisikan hasil penelitian tentang meningkatkan penghayatan

kaul kemiskinan terhadap persaudaraan Suster-suster MASF yang meliputi: Hasil

Penelitian dan Uji hipotesis.

Bab V: Berisikan pembahasan hasil, keterbatasan penelitian, refleksi,

evaluasi dan program pembinaan melalui rekoleksi untuk meningkatkan

penghayatan kaul kemiskinan terhadap persaudaraan suster-suster MASF.

Bab VI: Bagian penutup berisikan kesimpulan, saran dan usul, untuk lebih

menjadi masukan dan catatan penting demi kemajuan dan perkembangan hidup

kongregasi khususnya dalam penghayatan kaul kemiskinan terhadap persaudaraan

(34)

BAB II

PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN

DALAM PERSAUDARAAN KONGREGASI MASF

Sebagai religius tentunya memiliki syarat dan peraturan yang dibuat untuk

dijalani dan ditaati bersama dalam kongregasi seperti kaul-kaul kebiaraan yang

mampu menciptakan dan membangun suasana persaudaraan dalam hidup

bersama. Dalam bab II ini akan diuraikan berkaitan dengan dua dimensi yang

diteliti yakni Penghayatan Kaul Kemiskinan dan Persaudaraan.

A. Kaul Kemiskinan

Penghayatan kaul kemiskinan terdiri dari dua unsur yakni penghayatan dan

kaul kemiskinan yang mempunyai pengertian masing-masing. Oleh sebab itu

kedua unsur ini akan diulas secara tersendiri sehingga membantu kita untuk

memahami tentang penghayatan kaul kemiskinan secara mendalam.

1. Pengertian Kaul Kemiskinan

Menurut Darminta (1981: 42), kaul kemiskinan berarti ikut ambil bagian

dalam menegakkan Kerajaan Surga dengan memerangi keadaan manusia yang

tidak manusiawi. Ketika Yesus memanggil para murid, Dia menghendaki para

murid untuk meninggalkan segala milik mereka, tidak supaya mereka menjadi

(35)

mereka mempunyai kepercayaan yang kuat dan berakar, total hanya kepada

Tuhan. Mengikuti Kristus yang miskin merupakan bentuk konkret dari

kepercayaan yang absolut dan total, yang diharapkan dimiliki oleh para murid

kepada Bapa di surga, dalam ikut ambil bagian misteri salib Kristus, dan dalam

kesetiaan kepada tindakan Roh Kudus.

Dalam Hukum Kanonik (bdk Kan 600), tentang kaul kemiskinan ini

ditegaskan beberapa hal penting yang perlu dicamkan baik-baik oleh mereka yang

mengucapkannya:

1) Motivasi kaul kemiskinan adalah mau mengikuti jejak Kristus, yang

meskipun kaya namun bersedia menjadi miskin demi keselamatan umat

manusia (bdk 2 Kor 8:9).

2) Kaul kemiskinan mewajibkan untuk hidup miskin baik dalam kenyataan

maupun dalam semangat (bdk Mat 5:3; 19:21).

3) Kaul kemiskinan mewajibkan untuk bekerja dalam kesederhanaan, dengan

menjauhkan diri dari kekayaan duniawi (bdk Mat 6:19-21).

4) Kaul kemiskinan membawa serta ketergantungan dan keterbatasan dalam hal

penggunaan serta penentuan harta benda (bdk Luk 12:13-21; Yak 1:19-11).

a. Kemiskinan Injili

Ladjar (1983:44) mengatakan bahwa Kemiskinan Injili yang ditawarkan

oleh Yesus sulit untuk dipahami dan dimengerti makna dan nilainya. Makna dan

nilai disini dijalankan sebagai ungkapan iman terhadap Allah, karena Allah sendiri

(36)

mendorong seseorang bersedia dan rela untuk meninggalkan segala sesuatunya

demi mencapai harta Kerajaan Allah.

Dalam kemiskinan Injili ini yang menjadi contoh adalah para Rasul,

setelah bertemu dengan Yesus dan terpikat oleh-Nya. Bahkan lebih kuat lagi,

mereka dicekam, seperti yang dialami oleh Rasul Paulus. Bagi mereka tidak ada

pilihan lain selain meninggalkan segalanya dan pergi mengikuti Yesus. Dijelaskan

oleh Ladjar yaitu Rasul Paulus menggambarkan hal itu dengan cara yang amat

mengesan ―Segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Yesus Kristus,

Tuhanku, lebih mulia dari pada segalanya‖ (Flp 3:8).

Setelah pertemuannya dengan Kristus, seluruh hidup dan kegiatan Paulus

diarahkan kepada-Nya saja dengan meninggalkan segala sesuatu. Kerelaan dan

kesediaan Paulus untuk mengikuti Yesus karena iman dan percaya akan Yesus

yang memanggilnya.

1) Kemiskinan Dalam Harta Benda

Kemiskinan religius berada dalam rangka mengikuti Kristus, maka yang

menjadi norma adalah Yesus Kristus sendiri. Kemiskinan religious menunjuk

penentuan sikap terhadap dunia dan segala kekayaannya dalam hubungan dengan

Kerajaan Allah yang diwartakan dan dihadirkan oleh Yesus Kristus (Ladjar, 1983:

46).

Kemiskinan religius selalu dilihat dalam rangka tuntutan umum untuk

mengikuti Kristus. Kristus yang memanggil dan menangkap manusia untuk

mengikuti-Nya adalah Kristus yang sendiri ―tidak mempunyai tempat untuk

(37)

Allah ―sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan

diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan

manusia‖ (Flp 2:6-7).

Untuk menjadi murid Kristus kita dituntut untuk meninggalkan segala

harta milik demi kerajaan Allah. Kerajaan Allah dibandingkan-Nya dengan harta

yang tersembunyi di ladang dan dengan intan yang berharga. Nilainya mengatasi

segala-galanya, sehingga untuk memperolehnya orang harus mempertaruhkan

segalanya yang dimilikinya (Mat 13:44-46). Para Rasul juga meninggalkan segala

harta miliknya demi untuk menjadi murid-Nya (Mrk 10: 28). Yang mau

diwujudkan dalam kemiskinan oleh para Rasul adalah suatu dasar tuntutan

Kerajaan Allah yang lebih dalam, Yaitu tuntutan untuk ―mencari dahulu Kerajaan

Allah dan yang lain akan diberikan‖ (Mat 6:24-34).

Mahatma (2013:40), menjelaskan bahwa kemiskinan tidak sama dengan

menolak hak milik namun menyediakan segala sesuatu yang dimiliki seperti

barang, tenaga, waktu untuk orang lain. Dalam kerangka ini, barang-barang

material dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk mengabdi pada Tuhan dan

sesama, dan bukan demi memuaskan hasrat dan hobi pribadi.

Di dalam kehidupan kaum religius, Suparno (2004:37-38) mengingatkan

penjabaran beberapa aturan pokok dari penghayatan kaul kemiskinan yang

menyangkut harta benda antara lain:

(a) Semua uang dan harta yang diperoleh atau diterima oleh anggota dari luar

(38)

(b) Anggota yang membutuhkan sesuatu, entah harta atau uang, akan minta

kepada pimpinan komunitas atau Tarekat.

(c) Harta Tarekat adalah milik bersama yang harus digunakan bersama dan

dipertanggungjawabkan dengan sungguh-sungguh. Tidak ada milik pribadi

(d) Anggota sebaiknya hanya meminta dan menggunakan barang atau harta

sejauh diperlukan untuk hidup dan karyanya; dan tidak menumpuk untuk

dirinya sendiri. Inilah semangat lepas bebas pada harta sebagai wujud hidup

sederhana hidup dalam kemiskinan.

Sebagai kaum religius perlu untuk mengambil sikap yang wajar dan

semestinya terhadap barang-barang. Kemiskinan merupakan suatu sikap dinamis

seseorang, yang mengatur hubungannya dengan alam dan budaya. Untuk lebih

mengetahui secara lebih mendalam Darminta menjelaskan sebagai berikut:

―Benda-benda atau barang-barang yang kita temui dalam hidup, ternyata merupakan anugerah dari Allah, yang harus disempurnakan dan digunakan dengan sikap hormat terhadap arti dan keindahan barang dan dengan sikap hormat kepada siapa barang itu digunakan. Dalam segala kebutuhan, idea-idea, cita-cita dan daya tangkap manusia kepada barang-barang itu, orang mampu mempunyai sikap hormat kepada benda itu, hanya bila berulang kali orang mengambil jarak dari dimensi lahiriah barang-barang itu (1975:50-51).

Dari penjelasan ini kita diajak dan diharapkan untuk mampu melihat dan

menyadari bahwa barang-barang atau benda-benda yang ada adalah anugerah dari

Allah sehingga kitapun harus menggunakan dengan sikap hormat. Dengan segala

kebutuhan hidup, kita juga belajar untuk mengendalikan diri terhadap

keinginan-keinginan dan terlebih mengambil jarak sehingga sikap hormat kita semakin

(39)

Semangat kemiskinan sejati dapat membuat kita Menahan diri untuk

cepat-cepat mendapatkan hasil menurut keinginan kita sendiri, cepat-cepat

mengadakan perombakan, atau cepat-cepat menutup diri kepada perubahan.

Selain itu juga semangat kemiskinan sejati akan memberi kesabaran, penuh

pengertian dan tahu menggunakan bakat-bakat atau anugerah-anugerah yang

dimilikinya, demi kemajuan manusia dan bukannya kemajuan sendiri (Darminta,

1975:52)

2) Kemiskinan Sebagai Sikap Batin

Hidup dan karya Yesus untuk manusia ialah bahwa Ia menjadi miskin

sekalipun Ia kaya, supaya kita menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya (2 Kor

8:9). Maksudnya bahwa bukan pertama-tama kemiskinan ekonomis, tetapi

mengenai penghampaan Diri-Nya dengan menjadi manusia. Ia melepaskan

kemuliaan ilahi yang merupakan milik-Nya dan dengan itu Ia melengkapi

manusia yang miskin dengan kekayan ilahi, yaitu diterima sebagai anak Allah

(Daminta, 1983:48-49).

Kemiskinan sebagai sikap batin lebih menekankan pada sikap percaya

sepenuh-penuhnya kepada penyelanggaraan ilahi. Sikap seperti ini harus dimiliki

oleh para pengikut Kristus yang pola hidupnya ditentukan oleh hadirnya Allah

dan Kerajaan-Nya. Pada dasarnya bahwa manusia adalah seorang miskin yang

tidak dapat hidup sendiri dan mencukupi kebutuhannya sendiri. Dengan demikian

(40)

sepenuh-penuhnya bergantung pada Allah. Allah pencipta adalah sumber dan asal

segalanya, sedangkan manusia adalah makhluk yang menerima segalanya.

Kaum religius perlu hidup dalam kebebasan batin artinya keadaan batin

yang tidak terikat kepada sesuatu yang bukan dari Tuhan. Batinnya tidak lekat

pada banyak hal seperti: kekayaan, harta, kekuasaan, keserakahan, gengsi,

ketakutan dan manusia. Berkaitan dengan sikap batin ini Suparno (2011:199-120)

menegaskan kembali bahwa:

―Orang yang sungguh lepas bebas hanya demi Tuhan, akan lebih merasa gembira melepaskan segala sesuatu yang tidak diperlukan dalam mengabdi Tuhan. Akibatnya, ia menjadi orang yang gembira di manapun karena tidak terikat pada hal dan barang lain, kecuali Tuhan. Ia dapat gembira pada waktu sakit, mengalami kegagalan, bahkan juga dijatuhkan orang lain‖.

Dalam urain ini mau dikatakan bahwa orang yang hidup dalam kebebasan

batin terdalam lebih dikuasai oleh Tuhan. Tuhan menjadi satu-satunya andalan

dan pegangannya. Bahkan yang diutamakan adalah mencari kehendak Tuhan

dalam seluruh hidupnya seperti: dalam pekerjaan, perutusan, dan pergaulan.

Kebebasan batin mengantar seseorang untuk dapat menghadapi siapapun tanpa

takut, tanpa kekhawatiran, karena Tuhan menjadi pegangannya.

b. Kaul Kemiskinan Kenabian

Seorang nabi dipahami sebagai pribadi yang kuat dan berani berkorban

untuk membantu orang lain. Dia memiliki relasi yang istimewa dan baik dengan

Tuhan, sebagai utusan Allah yang membawa pembebasan dan keselamatan dari

(41)

adalah pertama seorang utusan Allah dan kedua berperan untuk menyatakan

bahwa Allah sungguh memperhatikan kemalangan manusia dan bertekad

membebaskan. Peranan dari nabi sendiri adalah mengingatkan Israel agar kembali

kepada hidup menurut hukum Tuhan, kasih, keadilan dan kebenaran dan

persaudaraan ( bdk .Ams 2:6-16).

c. Kemiskinan Salib

Salib biasa dihubungkan dengan suatu kesulitan atau kesukaran hidup

yang dialami oleh manusia. Kesukaran menantang kita untuk mengubah situasi

atau memperbaiki diri. itu bukan salib. Selain itu juga kalau ada hal yang perlu

dilepaskan atau dikorbankan, tetapi demi sesuatu yang dianggap lebih bernilai

meskipun berat, namun ada motif jelas tidak bisa dikatakan salib. Salib itu tidak

dapat kita hindari, tetapi kita pikul (Verbeek, 1981:60).

Belajar dari pengalaman Yesus dalam menerima salib, meskipun sulit dan

berat namun demi kesetiaan dan ketaatan-Nya kepada Bapa dan cinta-Nya kepada

manusia sehingga Dia berani untuk mengorbankan seluruh hidup-Nya dikayu

salib. Bapa menghendaki, agar Yesus tetap setia dan taat kepada panggilan-Nya:

mewartakan kebaikan dan kerahiman Bapa. Ketaatan ini dihendaki Bapa, ketaatan

yang tidak tahu batas. ―Taat sampai mati, sampai mati disalib‖ (Flp 2:8).

Dipaparkan oleh Verbeek (1981:63) kalau dalam bahasa pengalaman kita

sendiri, Yesus berani melepaskan SEGALA pegangan untuk masa depan karena

Bapa menantikan-Nya. Namun dalam pengalaman-Nya sendiri salib itu begitu

(42)

kepada Bapa,―Ya Allah-Ku, Ya Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan

Daku?‖ (Mrk 15:34). Ia berani mempercayakan Diri selalu kepada Bapa.

Berkaitan dengan salib, Verbeek (1981:64) membuat kesimpulan yang

perlu diperhatikan sebagai berikut:

1) Bukan Bapa yang menghendaki salib itu, Bapa menghendaki kataatan

Putera-Nya meskipun berkonsekuen salib.

2) Salib itu merupakan kemenangan dari kejahatan yang tidak dapat dibenarkan

dan tidak mungkin diberi arti dengan sendirinya. Demi keadilan orang tidak

dapat menerima salib ini, sejauh itu didirikan oleh manusia bagi salah seorang

saudara yang tidak bersalah.

3) Baru sekarang di tengah-tengah kegelapan ketidakadilan dan kedurhakaan

salib itu nampaklah arti ―kehendak Bapa‖ dengan segala konsekuensinya

dalam hidup Yesus. Di situ jugalah kita harus mencari arti salib dalam hidup

kita, yang sebagai murid Yesus disuruh: ―memanggul salib setiap hari‖ (Luk

9:23).

4) Ketaatan Yesus sampai mati-Nya di salib diganjar Bapa dengan kemuliaan

yang mengatasi segala kemuliaan; karena ketaatan-Nya Ia meniadakan

kedurhakaan dosa manusia.

2. Makna Kaul Kemiskinan

Masing-masing kaul yang telah diikrarkan oleh kaum religius memiliki

suatu makna, yang mengajak setiap anggota kongregasi untuk dengan tekun dan

(43)

Kaul kemiskinan adalah sarana dalam menjalin kesatuan dengan

orang-orang miskin. Sarana bagi kaum religius untuk lebih mampu menghayati kaul

kemiskinan, sehingga dalam seluruh kehidupannya lebih melihat segala

pengalaman yang dialami sebagai suatu berkat, dan terlebih bisa bersyukur atas

apa yang dialami dan diperoleh. Hidup dijalaninya dengan penuh kebebasan dan

syukur. Sabda Yesus sendiri meneguhkan dan memberikan keberanian kepada

kita, ―Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok

mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari‖ (Luk

6:34).

Soenarjo (1984:93-96) menguraikan makna kaul kemiskinan dalam hidup

kaum religius sebagai berikut:

1) Kaul Sebagai Ikatan Ke Dalam

―Kaul merupakan penyucian diri kepada Tuhan dalam hidup bakti, dan

dimaksud untuk membebaskan manusia dari ikatan dan kelekatan pada milik harta dunia, hingga ia bebas menyerahkan diri dalam pengabdian kepada Tuhan. Yang menjadi dasar bagaimana kaul merupakan ikatan ke dalam ditegaskan bahwa lembaga (Tarekat) harus mencukupi para anggotanya dengan segala sesuatu, yang menurut konstitusi diperlukan

untuk melaksanakan tujuan mereka dipanggil (KHK. 670)‖

Bukan anggota yang menuntut, melainkan Tarekat yang memenuhi

wajibnya atas dasar hukum Gereja, yang mengatur hubungan antara Tarekat

dengan anggota yang menyerahkan diri dengan ikatan kaul kepadanya.

Isi kaul kemiskinan untuk setiap Kongregasi diatur oleh kebijaksanaan

Konstitusi, yang paling kurang akan minta pertanggungjawaban atas penggunaan

harta-dunia; dan demi kepentingan lembaga, anggota dan kerasulannya dapat

(44)

2) Kaul Sebagai Pembangkit Semangat

―Semangat kemiskinan sungguh nampak, kalau orang berusaha mencari

kebersihan dan kemurniannya, meningkatkan perjuangan dan pengurbanan dengan menggunakan perlengkapan sesederhana mungkin, diambil secukupnya, dengan rasa syukur, sambil menghasilkan buah yang sama atau yang lebih, karena perjuangan, keterlibatan dan keprihatinan akhirnya

demi cinta akan panggilan, akan kongregasi dan demi kemuliaan Tuhan‖.

Kaul kemiskinan mengarahkan orang untuk bersikap efisien terhadap

segala sesuatu yang dihadapinya. Selalu berusaha untuk mampu mensyukuri dan

menerima apapun yang terjadi dalam hidupnya. Pendapat ini mendukung sikap ini

yaitu:

―Semangat kemiskinan menolak mentah-mentah setiap sikap aji mumpung, panggilan dijadikan jalan untuk mencapai kemajuan material pada tetangga masyarakat. Semangat kemiskinan tidak menggerutu, tidak menuntut, tetapi merasa senang dan puas, sekali-kali (meskipun biasanya dalam perkara kecil saja) mengalami akibat kemiskinan, menderita kekurangan, dan mungkin menanggung ejekan juga‖ (Soenarja, 1984: 95).

Sikap yang menjunjung tinggi nilai material tidak cocok dengan kaul

kemiskinan. Orang seperti ini akan selalu mencari dan mencari bahkan tidak

pernah puas dengan apa yang ada. Untuk menjaga pengalaman seperti ini maka

diharapkan untuk secara sungguh-sungguh menghayati kaul kemiskinan.

Ditegaskan lagi bahwa mereka yang sudah menjalani dan menghidupi kaul

kemiskinan akan berusaha untuk bisa:

(45)

melepaskan yang tidak diperlukan, puas dengan yang paling sederhana. (Soenarja, 1984: 95)

3) Kaul Kemiskinan Sebagai Kesaksian

―Kaul kemiskinan juga diwarnai oleh kondisi waktu, tempat dan keadaan

masyarakat. Maka sebelum menerjunkan religius muda dalam karya kerasulan, perasaan dan keadaan masyarakat, dan penyesuain diri sebagai ―saksi kemiskinan‖ harus sudah dilatih. Religius dalam masa pembentukan harus disiapkan untuk menghadap kemiskinan dalam masyarakatnya

sebagai saksi Kristus yang bersabda: ―Berbahagialah orang yang miskin di

hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga (Mat 5: 3)‖.

Dengan kaul kemiskinan, kita sungguh-sungguh berkeinginan untuk

mengungkapkan hadirat Allah dengan mengambil sikap yang wajar kepada

barang-barang itu. Dengan demikian barang kita letakkan dalam tempatnya di

dalam kerangka hidup manusia, yang harus bergaul dengan Allah. Maka kita ingin

mengungkapkan makna dan nilai benda itu dalam rangka keseluruhan dan dasar

hidup manusia. Dan pengungkapan itu kita nyatakan dengan suatu kaul, yang

disebut kemiskinan, yang berarti kita mencoba melihat barang itu dalam arti dan

nilai yang dalam, sebagai sarana untuk bertemu dengan Allah (Darminta,

1975:55).

Semangat kemiskinan sangat ditekankan oleh Santo Lukas sampai kepada

pelaksanaan konkret yakni:

(a) Amanat kemiskinan

Semangat kemiskinan mengandaikan semangat iman, yang mampu

mengadakan penegasan tentang harta kekayaan sejati. Orang harus memilih antara

(46)

sesudah kematian orang tidak membawa kekayaannya, maka orang harus

menggunakan kekayaan itu dalam terang kehendak Tuhan. Pilihan yang harus

dilakukan dalam ini ialah antara kerajaan Allah dan kekayaan (Luk 18:18-28). Dia

juga menekankan pengikraran akan harta kekayaan (Luk 12: 13-21).

(b) Menghayati hidup miskin

Kesaksian kemiskinan tidak hanya bahwa itu dapat dilihat oleh mereka

yang berada disekitarnya, tetapi harus pula merupakan suatu kemauan untuk

masuk ke dalam situasi kesaksian kemiskinan tanpa mau menghindarkan diri dari

corak kemiskinan apostolos. Seorang religius diharapkan untuk menghayati hidup

yang keras, atau dapat dikatakan meletakkan kemiskinan pada kesaksian apotolos.

Secara singkat orang menghayati kemiskinan berarti orang yang mencintai hidup

sederhana dan hidup kerja, menerima kemiskinan riil, dan mengarahkan

penggunaan segala miliknya, pendidikannya, sarana kerjanya untuk berhasilnya

kerasulan (Darminta, 1981:47).

3. Penghayatan Secara Kongregational

Penghayatan dalam hidup membiara membantu kaum religius untuk

semakin mencintai dan setia dalam menjalani panggilannya sebagai imam, bruder

dan suster. Dewasa ini tidak jarang suatu keputusan yang telah dipilih secara

matang namun pada akhirnya kandas atau berhenti ditengah jalan, dalam arti

(47)

Dalam situasi seperti ini hal-hal yang diperlukan adalah keberanian,

kemauan dan kesediaan untuk sungguh-sungguh mengembangkan dan memiliki

sikap penghayatan. Penghayatan untuk melihat setiap motivasi dan tujuan dari

pilihan hidup yang telah dipilih yakni sebagai seorang Imam, Bruder dan Suster.

Menurut Madya Utama (2001:7) penghayatan kaul kemiskinan secara

otentik juga menuntut adanya pengalaman pertobatan pribadi yang terus menerus.

Tanpa adanya pertobatan, untuk memahami arti dari kemiskinan religius di

tengah-tengah dunia yang begitu didera oleh kemiskinan, realitas kemiskinan akan

tinggal semata-mata sebagai suatu mitos keagamaan yang tanpa wajah dan tanpa

nama.

Secara singkat, bila kaul kemiskinan tidak membawa kaum religius

berpihak pada orang-orang miskin dan tertindas, kaul kemiskinan hanya akan

berhenti pada penghayatan terhadap istilah-istilah pra-Vatikan II yang menjadi

corak khas dari kaul kemiskinan; seperti ‖ketidaklekatan‖, sudah mendapatkan

izin, tidak memiliki harta kekayaan secara pribadi. Akibatnya, kaul kemiskinan

hanya akan berurusan dengan hal-hal yang remeh-remeh dan membuat kaum

religius menjadi pribadi-pribadi yang bergantung pada izin pembesar dan terus

menerus hanya memikirkan kepentingannya sendiri ( Madya Utama, 2001:7).

Kaul kemiskinan yang dihayati dan dihidupi oleh kaum religius bertujuan

untuk meneladani hidup Yesus Kristus, yang ―meskipun kaya, Ia rela menjadi

miskin karena kita manusia‖ (2 Kor 8:9). Kemiskinan Yesus merupakan gaya

hidup yang didasarkan atas cinta-Nya yang tanpa batas terhadap manusia.

(48)

kerelaan menjadi bukti nyata pengorbanan-Nya, yakni ―sama seperti anak

manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk

memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang‖(Mat 20:28).

a. Kemiskinan Pribadi

Ketika seorang suster MASF berani untuk mengambil keputusan dan

memilih untuk bergabung dalam Kongregasi MASF serta menyadari bahwa Allah

adalah segalanya, maka dengan kerelaan hati dan berani untuk meninggalkan

kekayaan dan kesenangan duniawi. Kesadaran bahwa sebagai seorang suster yang

hanya mengandalkan Allah dalam hidupnya akan membantu untuk semakin setia

dalam pelayanan serta panggilan. Kemiskinan pribadi seorang suster mengajak

untuk berani lepas bebas serta yakin dengan pilihan hidup yang telah diambil.

Penghayatan kaul kemiskinan seorang religius harus muncul dari kedalaman hati

bukan hanya karena taat pada peraturan atau takut pada dewan pimpinan.

Seorang suster dalam seluruh hidupnya berusaha untuk semakin dewasa

dalam penghayatan kaul sebagai konsekuensi dari pilihan hidup. Dalam Konstitusi

no. 26 dikatakan:

―pilihan untuk hidup miskin dan sederhana dalam kebersamaan, kita wujudkan dalam ketergantungan pada komunitas, di mana kita berada. Kita adalah manusia bebas, yang berusaha mempertaruhkan diri lewat kesetiaan dan tanggung jawab pribadi dalam hidup bersama. Oleh karena itu, dalam hidup bersama kita diberi ruang gerak untuk prakarsa dan tanggung jawab pribadi‖.

Pilihan hidup miskin dan sederhana para suster MASF, menuntut sebuah

kesetiaan dan tanggung jawab pribadi, dengan demikian kemiskinan pribadi

(49)

dan terlebih mensyukuri berkat dan anugerah Tuhan yang dialami dalam

panggilan.

Kaul kemiskinan yang dihayati oleh seorang suster menyatakan

kesanggupan dirinya untuk menjalankan tugas dan hidup secara bertanggung

jawab, terlebih terpanggil untuk terlibat dalam hidup orang lain dengan menaruh

perhatian kepada kebutuhan banyak orang tanpa melihat status seseorang. Dan

yang lebih penting bahwa penggunaan harta benda bukan karena menjadi

kesenangan melainkan karena memang diperlukan untuk menunjang hidup.

Sebagai kaum religius yang menyatakan diri untuk hidup secara miskin

dengan menghayati kaul kemiskinan maka seorang suster harus mengerti sungguh

dan sanggup hidup apa adanya, tidak mencari-cari apa yang tidak ada. Hidup

harus disyukuri dan dijalani dengan sebaik mungkin. Dengan penggunaan harta

benda yang tepat serta kesediaan untuk tidak lekat dengan harta benda,

menunjukkan adanya penghayatan kemiskinan yang nyata dari seorang religius.

Pribadi yang dewasalah yang sanggup untuk menghayati kemiskinan secara lebih

baik, karena diharapkan untuk bisa melihat apa yang terpenting dalam hidup.

Menjadi hak kodrat sebagai manusia sehingga pertumbuhan dan

perkembangan mereka tergantung atas harta benda. Tetapi lain halnya dengan

kehidupan para religius, kemiskinan pribadi sangat penting bagi seorang religius

untuk semakin memantapkan panggilannya dalam mengikuti Kristus dengan

sungguh-sungguh. Dengan demikian apa yang menjadi tujuan hidup mereka bisa

(50)

Kemiskinan pribadi akan nampak sejauh mana kita mampu melepaskan

hubungan dan tidak memperpanjang kepribadian kepada harta benda. Darminta

(1981:52) menegaskan bahwa kemiskinan merupakan hak istimewa dari seorang

yang sangat dewasa, yang tidak memerlukan untuk memperpanjang

kepribadiannya kepada harta benda. Mereka sudah sampai kepada taraf, dimana

mereka merasa sudah penuh dan lengkap dalam hidupnya sendiri‖.

Kemiskinan pribadi dibedakan dengan adanya tanda-tanda nampak secara

lahiriah, sehingga kemiskinan diartikan tidak memiliki hubungan moral pada harta

benda. Tetapi tetap bisa menggunakan barang untuk menyempurnakan

kepribadian. Disini kemiskinan dilihat sebagai sarana untuk hidup dan pelayanan.

Jadi inti dari kemiskinan hidup religius yaitu harus bekerja untuk hidup. Tidak

juga berlebihan, punya cukup untuk tugasnya, bukan untuk dimiliki.

Sebagai seorang religius yang berkaul tentunya memiliki konsekuensi

untuk rela memberi dan berbagi hasil yang diperolehnya untuk keperluan sesama

dalam komunitas maupun sesama yang dilayaninya. Dengan pemberian dana dari

personal kepada kumunitas atau kepada yang membutuhkan akan lebih terasa

bahwa kita sanggup melepaskan apa yang ada pada diri kita demi kepentingan

orang lain yang lebih membutuhkannya.

Keputusan dan keinginan untuk lebih memperhatikan sesama

mengandaikan keputusan pribadi bukan hanya keputusan bersama sehingga

terbangunlah persaudaraan di dalam komunitas dan lingkungan, karena

(51)

harta kekayaan melainkan pada persaudaraan yang dibangun melalui harta benda

tersebut.

b. Kemiskinan Karya

Kongregasi MASF memiliki sasaran utama dalam pelayanan yakni

pelayanan terhadap kaum miskin. Kaul kemiskinan yang dihayati oleh para suster

MASF mendorong untuk terlibat dengan kaum miskin. Dalam menjalankan tugas

setiap harinya para suster selalu menyerahkan segalanya dihadapan Tuhan,

percaya bahwa Tuhan selalu terlibat dalam setiap tugas dan hidup para suster.

Menghayati kaul kemiskinan bagi para suster MASF bukan hanya

diwujudkan dengan hidup ditengah kaum miskin. Kemiskinan itu lebih utama

dihayati ditengah Komunitas para suster MASF. Setiap para suster mengambil

bagian untuk bisa menghidupi kelangsungan hidup dengan terlibat dalam karya

Kongregasi sehingga keterlibatan tersebut bisa menopang kebutuhan hidup

masing-masing Komunitas. Sejak dalam perjanjian lama, Allah menyatakan diri

sebagai Allah kaum miskin. Yesus juga mengutamakan kaum miskin. Kita

mewujudkan sikap hidup ini dengan memperhatikan kaum miskin dan bersikap

sederhana. Kekayaan jasmani dan rohani, kita gunakan bersama bagi orang lain.

Kita terbuka menerima tamu dan berani melepaskan apa saja yang menghambat

kehidupan sejati. Dengan demikan, Allah melimpahkan berkat-Nya kepada kita

(52)

c. Kemiskinan Komunitas

Penghayatan kemiskinan pribadi juga menjadi sikap kemiskinan

Komunitas. Kemiskinan Komunitas bukan hanya dilihat pada harta benda yang

dimiliki oleh Komunitas, pada zaman ini kemiskinan diletakkan pada perspektif

hubungan antara pribadi yang menuntut sikap rendah hati, pelayanan, hamba dan

pengosongan diri. Sikap seperti ini diharapkan suatu saat akan memberi dampak

dalam kehidupan Komunitas untuk lebih menemukan bentuk yang sesuai dengan

kesadaran akan nilai kaul kemiskinan. Perlu diperhatikan dan direfleksikan lebih

dalam lagi pendapat dari Darminta ( 1981:54) yang mengatakan:

―ada hal yang tidak dapat ditawarkan lagi, ialah bahwa Komunitas sendiri harus merupakan komunitas yang ramah, rendah hati, mengundang orang yang lewat dan melihatnya; ramah tidak hanya pada orang-orangnya, tetapi juga gaya hidup didalamnya, bahkan sampai pada bentuk rumahnya pula‖.

Berdasarkan pendapat di atas, sejauh ini banyak Komunitas yang sudah

nampak punya perubahan, sehingga Komunitas religius maupun biara bukan lagi

menjadi sesuatu yang asing bagi yang lain khususnya bagi kaum awam,

melainkan semakin terbuka akan kehadiran orang lain.

Di dalam Komunitas, para suster harus saling melengkapi dan saling

berbagi serta dengan rendah hati mengakui keterbatasan. Darminta (1975:60)

menegaskan:

―pengakuan keterbatasan diri sendiri dan orang lain akan membawa sikap tidak tegang dalam hidup dan gembira dan tidak muram, sebab hilanglah kekhawatiran, yang membuat kita takut untuk berbuat sesuatu, karena ada

(53)

Dengan demikian kita sadar bahwa masing-masing suster mempunyai arti

dan nilai sehingga satu dengan yang lainnya saling menghormati. Kita terbuka

terhadap orang lain dengan memberi perhatian dan pengertian terhadap mereka.

Kemiskinan Komunitas mengajak para suster untuk semakin mampu

menumbuhkan rasa solider dan terlibat dalam kehidupan orang lain sebagaimana

dikatakan dalam Konstitusi sebagai Kongregasi Misi, kita mempunyai tugas lebih

dari yang lain, yakni menjadi lebih solider dengan semua orang di dunia, dengan

mereka yang hidup dalam kemiskinan dan kekurangan. Oleh karena itu, kita harus

hidup sederhana serta membatasi keinginan-keinginan kita (Konst.no.112)

Dari pernyataan di atas jelas bahwa para suster MASF memiliki tugas

yang lebih penting yang berguna bagi kehidupan orang lain demi terwujudnya

kerajaan Allah. Solider lebih diungkapkan dengan hidup sederhana dan

membatasi apa yang menjadi keinginan-keinginan, misalnya dengan

menggunakan barang seperlunya, tidak lagi terikat dengan barang dan harta benda

yang ada.

B. Persaudaraan MASF

Para suster MASF sebagai Kongregasi yang menghayati semangat

keluarga kudus Nasareth, oleh sebab itu sangat menjunjung tinggi rasa

persaudaraan. Persaudaraan MASF ini yang telah membangun dan

mempersatukan segala perbedaan yang ada, seperti perbedaan sikap, budaya, suku

dan bahasa. Persaudaraan juga mendorong satu sama lain saling terbuka,

memahami dan merasa nyaman berelasi dengan para suster dalam hidup

(54)

1. Spiritualitas Persaudaraan MASF

Bagi para suster MASF untuk menciptakan dan menumbuhkembangkan

rasa persaudaraan dalam hidup bersama maka pentingnya menghayati visi misi

dan kharisma Kongregasi.

a. Visi dan Misi

Demi terwujudnya persaudaraan, maka Kongregasi secara bersama-sama

menghidupi dan berpedoman pada arah dan tujuan yang jelas (kumpulan doa

MASF 2012:

iv

), sehingga dirumuskanlah Visi dan Misi Kongregasi MASF:

Visi : Wanita religius yang dijiwai oleh semangat Keluarga Kudus, Adorasi, dan

misi dipanggil Tuhan untuk mewujudkan kerajaan Allah di dunia ini.

Misi : Menghadirkan Kristus dalam pelayanan kepada mereka yang miskin dan

lemah, terutama kaum wanita dan anak-anak.

Dengan adanya Visi dan Misi ini maka masing-masing anggota

Kongregasi mengusahakan untuk semakin mampu mencipta dan membangun

persaudaraan dalam Kongregasi dan terlebih dalam Komunitas. Sebagai suatu

Kongregasi sudah jelas memiliki tujuan yang sama untuk lebih menghayati dan

mendalami apa yang menjadi kesepakatan bersama dalam Kongregasi. Visi Dan

Misi menjadi suatu aturan yang mengedepankan tujuan yang sama dalam

menjalani seluruh hidup dan karya dalam Kongregasi.

b. Kharisma

Masing-masing Kongregasi memiliki kharisma yang sesuai dengan

(55)

anggota. Kharisma dari Kongregasi MASF yaitu daya kekuatan kasih Kristus

yang mengosongkan diri dan kasih keibuan Maria menggerakkan kita untuk

mengembalikan harkat dan martabat manusia lemah dan tak berdaya, sebagai citra

Allah.

Dalam usaha mewujudkan kharisma tersebut maka para suster MASF

melakukannya dengan cara:

(1) Memberdayakan (INKARNASI)

(2) Menyembuhkan dan membebaskan (MISIONER)

(3) Merelakan diri untuk memberi hidup bagi orang lain (EKARISTI) dengan

kepenuhan hati

(4) Masing-masing membawa pergumulannya bersama anggota komunitas ke

hadirat Bapa (ADORASI) ―Hatiku untukmu-untuk-Mu” sehingga dapat

menampakkan kehadiran kerahiman Allah yang berbelarasa.

Adapun wujud konkret dari kharisma itu diungkapkan dan nampak dalam

kerasulan dibidang : pendidikan, kesehatan, pastoral dan sosial. Dengan demikian

nampak jelas, bahwa kharisma itu bersifat fungsional, karena diwujud nyatakan

dalam konteks gerakan Allah demi pembangunan Gereja dan pengabdian kepada

umat manusia.

2. Penghayatan Persaudaraan Dalam Komunitas MASF

Bagi Kongregasi MASF persaudaraan sangat ditekankan dalam hidup

bersama, baik dalam Kongregasi maupun di tempat karya. Keluarga kudus

menjadi inspirasi serta teladan hidup para suster MASF. Keluarga yang sederhana

(56)

Yesus, Maria dan Yusuf hidup bertahun-tahun lamanya secara tersembunyi

dengan sikap taat, patuh dan rela melayani. Dalam setiap Komunitas, antar

Komunitas dan antar tingkat pimpinan, hendaknya ada tukar pikiran dengan

semangat kerjasama yang baik, juga di luar lembaga resmi dengan menghormati

hak dan wewenang masing-masing (Konst.no.107).

Bertolak dari spiritualitas Pater pendiri Kongregasi Suster Misi dan

Adorasi dari Santa Familia (Antonius Maria Trampe) maka persaudaran dapat

didasarkan pada tiga tonggak, yakni misi (perutusan), adorasi dan santa familia.

a. Misi (perutusan)

Seperti yang ditekankan dalam konstitusi no.13 tentang perutusan sebagai

anggota MASF:

―Kita mengabdikan diri untuk hidup menggereja lokal maupun universal yang berarti kita peka terhadap dambaan umat akan kesatuan dan persaudaraan. Pedoman kita adalah sikap menghargai, memahami perbedaan, dan menciptakan perdamaian. Kita berpangkal pada Yesus

Kristus yang melimpahkan Roh-Nya bagi kita‖.

Sikap membuka diri dan siap diutus kemana saja untuk mewartakan kabar

gembira, serta selalu berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan dan situasi

zaman di mana kita berada.

b. Adorasi (sembah sujud)

Semangat Adorasi atau sembah sujud diuraikan dalam konstitusi no. 12

13 sebagai berikut:

―Kita percaya bahwa Kristus dengan berbagai cara menyatakan

Gambar

Tabel 1. Distribusi populasi
Tabel 2.  Teknik Pengumpulan Data
Tabel 4. Kisi-kisi  Instrumen Kaul Kemiskinan
Tabel 5. Kisi-kisi Instrumen Persaudaraan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kurikulum yang menghendaki pelaksanaan evaluasi hasil belajar secara komprehensif, baik pada ranah kognitif, afektif maupun

Orang mengucapkan kata terima kasih dalam pergaulan sebagai tanda kepatutan antara orang yang mendapat pertolongan dengan orang yang memberi bantuan.. Leluhur

Untuk mengetahui bahwa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berkualitas atau tidak, maka dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas instrumen tersebut. Untuk

Penyebab dari terjadinya KLB DBD di Kabupaten Gianyar yaitu sebagian besar disebabkan oleh tingkat mobilitas penduduk yang tinggi dan faktor lingkungan. Setiap harinya

[r]

Maka dari itu, menurut penulis, konsep kepemimpinan yang melayani (Servant Leadership) yang ditawarkan oleh Eka Darmaputera bukan serta merta terlihat mudah untuk di

Kayu dari batang atas pohon jabon dan cabang yang potensinya cukup besar dibandingkan kayu dari batang bebas cabang akan diteliti pemanfaatannya untuk bahan baku

Adapun kelebihan-kelebihan pengujian test switch dengan menggunakan metode digital dibandingkan dengan metode analog terdapat dalam hal banyaknya tes sekuensial yang