viii ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “PENGARUH PENGHAYATAN KAUL
KEMISKINAN TERHADAP PERSAUDARAAN SUSTER-SUSTER MISI
DAN ADORASI DARI SANTA FAMILIA (MASF) DI INDONESIA”. Peneliti memilih judul ini berdasarkan keprihatinan terhadap gaya hidup suster-suster
MASF yang terkesan kurang mampu dalam menghayati kaul kemiskinansehingga
berdampak pada persaudaran di Komunitas. Peneliti ingin memberikan sebuah sumbangan pemikiran untuk menanamkan semangat persaudaraan suster-suster MASF melalui penghayatan kaul kemiskinan.
Dalam konstitusi MASF “sebagai Kongregasi misi, kita mempunyai tugas lebih dari yang lain, yakni menjadi solider dengan semua orang di dunia, dengan mereka yang hidup dalam kemiskinan dan kekurangan. Oleh karena itu, kita hidup
sederhana serta membatasi keinginan-keinginan kita” (Konst. No. 112). Seperti
Yesus, kita diutus oleh Bapa untuk “menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin, memberitakan pembebasan kepada para tawanan, membuka
penglihatan bagi orang buta dan membebaskan orang-orang tertindas” (Luk 4:
18-19). Sebagai Suster Misi dan Adorasi dari Santa Familia, kita mencari inspirasi
dari keluarga kudus. “ dalam setiap Komunitas, antar Komunitas dan antar tingkat
pimpinan, hendaknya saling tukar pikiran dengan semangat kerjasama yang baik, juga di luar lembaga resmi dengan menghormati hak dan wewenang
masing-masing” (Konst. 107).
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Dengan
menggunakan penelitian deskriptif kuantitatif, pengaruh penghayatan kaul kemiskinan terhadap semangat persaudaraan suster-suster MASF di Indonesia dapat diukur. Seluruh suster MASF di Indonesia yang berjumlah 60 menjadi populasi sekaligus responden di dalam penelitian ini. Untuk mengukur sikap responden, peneliti menggunakan kuisioner. Kuisioner berisikan 40 pernyataan mengenai penghayatan kaul kemiskinan dan 40 pernyataan mengenai persaudaraan. Uji validitas menunjukkan bahwa taraf signifikansi mencapai 5%.
Dengan jumlah populasi 60, maka nilai kritisnya adalah 0,245. Uji reliabilitas
menunjukkan koefesien alpha sebesar 0,966 dan dengan demikian tingkat
reliabilitas instrumen adalah tinggi.
ix ABSTRACT
The thesis is entitled “The Influence of the Living of the Vow of Poverty on the Brotherhood of the Sisters Mission and Adoration of Santa Familia
(MASF) in Indonesian”. The researcher chooses this title because of the researcher’s concern about the lifestyle of the MASF sisters, who seem less capable of living the vow of poverty, and it has effect on the spirit of brotherhood in the community. The researcher would like to contribute ideas toward fostering the brotherhood in the congregation through developing of the living of the vow of poverty.
In the Constitution of MASF “as the missionary congregation, more than others we have task to have solidarity with the people worldwide and with those who live in poverty and deprivation. Therefore we should live in a simple manner and constrain our desires” (Cons 12). As Jesus, we are sent by the Father” to bring good news to the poor, to proclaim liberty to the captives and recovery of the sight to the blind, to set free the oppressed (Luke 4: 18-19).
This research is descriptive qualitative one. By doing this research, it is able to asses the influence of the living of the vow of poverty on the brotherhood of the MASF sisters in Indonesian. All 60 sisters MASF in Indonesian are the population and the respondent of the research as well. The researcher used questionnaire to measure the respondent attitude. The questionnaire contains 40 statements concerning the living of the vow of poverty and 40 statements concerning the brotherhood. The validity test shows that the level of significance reaches 5 %. For 60 respondents the critical value is 0,245. The reliability test shows that the alpha coefficient reaches 0,966 and thus it means that the instrument reliability is high.
i
PENGARUH PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN TERHADAP PERSAUDARAAN SUSTER-SUSTER
MISI DAN ADORASI DARI SANTA FAMILIA DI INDONESIA
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Margareta Bulan Lejiu NIM: 091124006
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan Kepada:
Semua orang yang terlibat terlebih telah mendukung dan membantu dalam
penyusunan skripsi ini. Orang-orang yang aku kasihi dan cintai; Kongregasi
Suster-suster MASF di Indonesia, kedua orang tua dan kakak-kakakku, para
dosen IPPAK-USD dan teman-teman yang telah memberi kesempatan bagi
penulis untuk berkembang selama menempuh studi di Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama
Katolik Universitas Sanata Dharma
v
MOTTO
“Tuhan adalah Setia”
(2 Tes 3: 3a)
“Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang,
tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.
(Luk 9: 58).
“Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang ada di
depan mata, tetapi Tuhan melihat hati”.
viii
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “PENGARUH PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN
TERHADAP PERSAUDARAAN SUSTER-SUSTER MISI DAN ADORASI
DARI SANTA FAMILIA DI INDONESIA”. Peneliti memilih judul ini
berdasarkan keprihatinan terhadap gaya hidup suster-suster MASF yang terkesan
kurang mampu dalam menghayati kaul kemiskinan sehingga berdampak pada
persaudaran di Komunitas. Peneliti ingin memberikan sebuah sumbangan pemikiran untuk menanamkan semangat persaudaraan suster-suster MASF melalui penghayatan kaul kemiskinan.
Dalam konstitusi MASF “sebagai Kongregasi misi, kita mempunyai tugas lebih dari yang lain, yakni menjadi solider dengan semua orang di dunia, dengan mereka yang hidup dalam kemiskinan dan kekurangan. Oleh karena itu, kita hidup
sederhana serta membatasi keinginan-keinginan kita” (Konst. No. 112). Seperti
Yesus, kita diutus oleh Bapa untuk “menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin, memberitakan pembebasan kepada para tawanan, membuka
penglihatan bagi orang buta dan membebaskan orang-orang tertindas” (Luk 4:
18-19). Kita mencari inspirasi dari keluarga kudus, “ dalam setiap Komunitas, antar
Komunitas dan antar tingkat pimpinan, hendaknya saling tukar pikiran dengan semangat kerjasama yang baik, juga di luar lembaga resmi dengan menghormati
hak dan wewenang masing-masing” (Konst. 107).
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Dengan menggunakan penelitian deskriptif kuantitatif, pengaruh penghayatan kaul kemiskinan terhadap semangat persaudaraan suster-suster MASF di Indonesia dapat diukur. Seluruh suster MASF di Indonesia yang berjumlah 60 menjadi populasi sekaligus responden di dalam penelitian ini. Untuk mengukur sikap responden, peneliti menggunakan kuesioner. Kuesioner berisikan 40 pernyataan mengenai penghayatan kaul kemiskinan dan 40 pernyataan mengenai persaudaraan. Uji validitas menunjukkan bahwa taraf signifikansi mencapai 5%. Dengan jumlah
populasi 60, maka nilai kritisnya adalah 0,245. Uji reliabilitas menunjukkan
koefesien alpha sebesar 0,966 dan dengan demikian tingkat reliabilitas instrumen
adalah tinggi.
ix
ABSTRACT
The thesis is entitled “THE INFLUENCE OF THE LIVING OF THE VOW
OF POVERTY ON THE SISTERHOOD OF THE SISTERS MISSION AND
ADORATION OF SANTA FAMILIA IN INDONESIA”. The researcher chooses
this title because of the researcher’s concern about the lifestyle of the MASF
sisters, who seem less capable of living the vow of poverty, and it has effect on the spirit of brotherhood in the community. The researcher would like to contribute ideas toward fostering the brotherhood in the congregation through developing of the living of the vow of poverty.
In the Constitution of MASF “as the missionary congregation, more than others we have task to have solidarity with the people worldwide and with those who live in poverty and deprivation. Therefore we should live in a simple manner and constrain our desires” (Cons 12). As Jesus, we are sent by the Father” to bring good news to the poor, to proclaim liberty to the captives and recovery of the sight
to the blind, to set free the oppressed(Luke 4: 18-19). We search inspiration from
the Holy Family, “there should be aspirit of collaboration and exchange of
thoughts among communinities and Superiors while respecting ones authority and rights.
This research is descriptive qualitative one. By doing this research, it is able to asses the influence of the living of the vow of poverty on the sisterhood of the MASF sisters in Indonesian. All 60 sisters MASF in Indonesia are the population and the respondent of the research as well. The researcher used questionnaire to measure the respondent attitude. The questionnaire contains 40 statements concerning the living of the vow of poverty and 40 statements concerning the sisterhood. The validity test shows that the level of significance reaches 5 %. For 60 respondents the critical value is 0,245. The reliability test shows that the alpha coefficient reaches 0,966 and thus it means that the instrument reliability is high.
x
KATA PENGANTAR
Penulis menghaturkan puji dan syukur kehadiran Tuhan yang Maha Esa,
atas segala rahmat dan kasih-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul PENGARUH PENGHATAN KAUL
KEMISKINAN TERHADAP PERSAUDARAAN SUSTER-SUSTER MISI DAN ADORASI DARI SANTA FAMILIA DI INDONESIA.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memberi masukan bagi para religius
mengenai pentingnya penghayatan kaul kemiskinan demi membangun hidup
persaudaraan antar sesama religius dalam kongregasi. Di samping itu skripsi ini
sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian Program Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik.
Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan serta keterlibatan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima
kasih dan penghargaan yang tulus kepada:
1. Drs. FX. Heryatno W.W., S.J., M.Ed. selaku Kaprodi IPPAK Universitas
Sanata Dharma yang memberikan dukungan dalam seluruh proses
penyelesaian skripsi ini.
2. Dr. J. Darminta, SJ selaku dosen pembimbing utama yang selalu
mendampingi, membimbing dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan
xi
3. Y. H. Bintang Nusantara, SFK., M. Hum selaku dosen penguji II yang telah
berkenan mendampingi, memberikan semangat, memeriksa dan menguji
skripsi ini.
4. Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd selaku dosen penguji III yang telah berkenan
mendampingi dan menguji skripsi ini.
5. Segenap staf dosen dan seluruh staf karyawan prodi IPPAK Universitas
Sanata Dharma yang secara tidak langsung selalu memberikan dorongan
kepada penulis.
6. Para saudari dari Kongregasi MASF, terutama para Dewan Jenderal yang
telah memberi kepercayaan dan perhatian kepada penulis untuk tekun
menjalani studi pada program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan
Agama Katolik di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
7. Para suster OSF di komunitas Senopati dan Surakarta, terutama yang berada
di komunitas Dawung Wetan (Sr. Euphrasia, MASF, Sr. Petronela, MASF,
Sr. Secilia, MASF, dan Sr. Vianney, MASF) yang telah memberi dukungan
dan cinta kasih yang begitu Tulus.
8. Keluarga tercinta: Bapak, Mama, kakak-kakak, keponakan-keponakanku dan
seluruh keluarga besarku yang selalu mendoakan dan memberikan semangat
bagi penulis dalam menyelesaikan perkuliahan.
9. Sahabatku Sr.Emerensiana, Kym, Sr. Gemma, CB, Corry, Maria Magdalena
Buik, Maria dan semua teman-temanku mahasiswa IPPAK-USD, khususnya
angkatan 2009 yang selalu memotivasi dan memberikan dukungan kepada
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .. ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO. ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii
ABSTRAK ... viii
BAB II. PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN DALAM PERSAUDARAAN KONGREGASI MASF ... 10
xiv
1. Spiritualitas Persaudaraan MASF ... 30
2. Penghayatan Persaudaraan Dalam Komunitas MASF ... 31
3. Penghayatan Persaudaraan Dalam Gereja ... 34
4. Persaudaraan Dalam Perbedaan ... 35
C. Kemiskinan Demi dan Dalam Persaudaraan ... 37
1. Harta Milik Allah ... 37
2. Harta Untuk Kesejahteraan Bersama ... 38
3. Penghayatan Kemiskinan Melawan Keserakahan Pemborosan ... 39
4. Gaya Hidup Komunitas Persaudaraan ... 42
5. Peran Peraturan Tentang Penghayatan Kemiskinan ... 44
xv
3. Definisi Operasional variabel ... 49
a. Kaul Kemiskinan ... 49
b. Persaudaraan ... 50
4. Teknik Pengumpulan Data ... 50
5. Instrumen Penelitian ... 52
6. Kisi-Kisi Instrumen ... 53
7. Pengembangan Instrumen ... 56
a. Uji Coba Terpakai ... 56
b. Uji Validitas ... 57
c. Uji Reliabilitas ... 59
8. Teknik Analisis Data ... 60
a. Variabel X (Penghayatan kaul Kemiskinan) ... 60
xvi
a. Penghayatan Kaul Kemiskinan ... 69
b.Persaudaraan ... 84
B. Uji Hipotesis ... 99
BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN REKOLEKSI SEBAGAI UPAYA DALAM MENINGKATKAN PENGHAYATN KAUL KEMISKINAN TERHADAP PERSAUDARAAN SUSTER-SUSTER MASF ... 107
A. Pembahasan Hasil Penelitian ... 107
B. Keterbatasan Penelitian ... 114
C. Refleksi ... 115
1. Penghayatan Kaul Kemiskinan ... 115
2. Persaudaraan ... 118
D. Evaluasi ... 121
1. Penghayatan Kaul Kemiskinan ... 121
2. Persaudaraan ... 123
E. Rekoleksi Sebagai Upaya Meningkatkan Penghayatan Kaul Kemiskinan Terhadap Persaudaraan Suster-suster MASF ... 123
1. Pengertian dan Tujuan Rekoleksi ... 123
2. Relevansi Rekoleksi Dalam Upaya Meningkatkan Penghayatan Kaul Kemiskinan Terhadap Persaudaraan MASF ... 127
3. Program ... 128
a. Pengertian Program ... 128
b. Tujuan Program ... 129
c. Tema-Tema Dalam Program Rekoleksi ... 130
d. Penjabaran Program Rekoleksi ... 132
4. Contoh Satuan Pertemuan Rekoleksi ... 135
a. Identitas ... 135
b. Pemikiran Dasar ... 135
c. Proses Pelaksanaan Rekoleksi ... 137
xvii
A. Kesimpulan ... 144
B. Saran dan Usul ... 148
DAFTAR PUSTAKA ... 149
DAFTAR LAMPIRAN ... 152
Lampiran 1: Surat Permohonan Izin Penelitian ... (1)
Lampiran 2: Lembar Kuesioner Penelitian ... (2)
Lampiran 3: Hasil Analisis Validitas Variabel X dan Variabel Y ... (13)
Lampiran 4: Hasil Analisis Validitas Variabel X ... (14)
Lampiran 5: Hasil Analisis ValiditasVariabel Y ... (15)
Lampiran 6: Tabel Histogram ... (16)
Lampiran 7: Tabel Descriptive Statistics ... (17)
Lampiran 8: Tabel Nilai Distribusi F ... (18)
Lampiran 9: Tabel Nilai-Nilai r Product Moment ... (20)
Lampiran 10: Tabel Model Summary ... (21)
Lampiran 11: Tabel ANOVA ... (22)
Lampiran 12: Tabel Coefficients ... (23)
Lampiran 13: Tabel Correlations ... (24)
Lampiran 14: Tabel ANOVA Table ... (25)
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Distribusi Populasi... ... 49
Tabel 2 Teknik Pengumpulan Data ... 51
Tabel 3 Skor Alternatif Jawaban Variabel X dan Y ... 53
Tabel 4 Kisi-Kisi Instrumen Kaul Kemiskinan ... 53
Tabel 5 Kisi-Kisi Instrumen Persaudaran ... 55
Tabel 6 Reliability Statistics ... 60
Tabel 7 Kriteria Kategori Variabel X... 61
Tabel 7 Kriteria Kategori Variabel Y... 61
Tabel 10 Anova ... 67
Tabel 11 Rangkuman Statistik Deskriptif Penghayatan kaul Kemiskinan ... 69
Tabel 12 Aspek Partisipasi Dalam Kemiskinan Kristus ... 70
Tabel 13 Dekripsi Partisipasi Dalam Kaul Kemiskinan ... 71
Tabel 14 Apek Beradaptasi ... 72
Tabel 15 Deskripsi Beradaptasi ... 74
Tabel 16 Aspek Hidup Sederhana ... 75
Tabel 17 Deskripsi Aspek Hidup Sederhana ... 76
Tabel 18 Aspek Membatasi Diri Dalam Penggunaan Harta Benda ... 77
Tabel 19 Deskripsi Menbatasi Diri Dalam Penggunaan Harta Benda ... 79
Tabel 20 Aspek Tanggung Jawab ... 80
Tabel 21 Deskripsi Aspek Tanggung Jawab ... 81
Tabel 23 Aspek Solider ... 82
Tabel 23 Deskripsi Aspek Solider ... 83
Tabel 25 Rangkuman Statistik Deskriptif Persaudaraan ... 84
Tabel 26 Aspek Memahami Sesama ... 85
Tabel 27 Deskripsi Aspek Memahami Sesama ... 87
Tabel 28 Aspek Menerima Satu Sama Lain ... 88
Tabel 29 Deskripsi Aspek Menerima Satu Sama Lain ... 89
xix
Tabel 31 Deskripsi Aspek Memaafkan ... 91
Tabel 32 Aspek Melayani ... 92
Tabel 33 Deskripsi Aspek Melayani ... 94
Tabel 34 Aspek Cinta Yang Mengabdi ... 95
Tabel 35 Deskripsi Aspek Cinta Yang Mengabdi ... 96
Tabel 36 Aspek Kebersamaan ... 97
Tabel 37 Deskripsi Aspek Kebersamaan ... 98
Tabel 38 Descriptive Statistics ... 100 Tabel 39 Model Summary ... 100
Tabel 40 Anova ... 101
xx
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan dalam Penelitian
ANOVA : Analisys of Varience
Ho : Hipotesis nol
Ha : Hipotesis alternatif
SPSS : Statistical Product and Service Solution
Std : Standard
Dev : Deviasi
Sig : Signifikansi
B. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Alkitab
Deuterokanonika, Lembaga Biblika Indosesia, 2008.
C. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonic), diundangkan oleh
Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 25 Januari 1983.
xxi
D. Singkatan Lain
Art : Artikel
Ay : Ayat
Bdk : Bandingkan
Dkk : Dan kawan-kawan
KWI : Konferensi Waligereja Indonesia
Kan : Kanon
Konst : Konstitusi
KS : Kitab Suci
No : Nomor
MASF : Misi dan Adorasi dari Santa Familia
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penulisan
Kaul kemiskinan merupakan kaul yang menjadi dasar dalam kehidupan
membiara, yang sudah melekat dan menjadi bagian hidup seorang yang dipilih
secara khusus oleh Allah untuk menjadi perpanjangan tangan-Nya yaitu imam,
biarawan dan biarawati. Kaul kemiskinan adalah kaul yang mengajak setiap
pribadi untuk menghayatinya secara lebih mendalam demi menanggapi sebuah
panggilan yang suci dari Allah kepada manusia yang telah dipilih-Nya. Kaul
kemiskinan tidak pernah terlepas dari seorang religius yang menyatakan atau
membaktikan dirinya dalam sebuah Kongregasi yang telah dipilihnya. Diharapkan
bahwa kaul kemiskinan menjadi jalan yang baik bagi seorang religius untuk
semakin mampu hidup di manapun dia diutus untuk menjalankan tugas-tugas
yang telah dipercayakan Kongregasi kepadanya.
Semua harta milik dan barang-barang menjadi milik Kongregasi atau
Tarekat. Setiap anggota Kongregasi tidak lagi memiliki hak atas apa saja yang
diberikan kepadanya, entah barang entah uang. Semua derma dan hadiah, yang
barangkali diberikan kepadanya sebagai ungkapan terima kasih atau ungkapan
lain apapun, menjadi hak Kongregasi. Keutamaan Kemiskinan adalah keutamaan
injili yang mendorong hati untuk melepaskan diri dari barang-barang fana; karena
Dewasa ini, tidak sedikit seorang religius yang kurang mampu dan bisa
menghayati kaul kemiskinan ini dalam kehidupannya sehari-hari, bahkan gaya
hidup miskin yang seharusnya menjadi bagian dari pilihan hidupnya kurang
tampak atau kurang dihayatinya. Kenyataan ini menjadi sesuatu yang sangat
memprihatinkan dan menyedihkan dalam kehidupan membiara masa sekarang.
Masing-masing anggota Kongregasi sepertinya berusaha untuk menjadi yang
terbaik dan terkenal dengan gaya, kemampuan dan kepintaran yang dimilikinya
sehingga tidak mampu lagi melihat siapa dirinya dan untuk apa dia melakukan itu
semua. Yang ada adalah semua dilakukan hanya untuk kepentingan diri sendiri.
Penghayatan terhadap kaul-kaul bagi religius di masa sekarang seolah-olah
sebagai suatu formalitas atau syarat-syarat yang harus diikrarkan, untuk memberi
tanda dan identitas pada dirinya bahwa dia telah membaktikan dirinya secara
khusus kepada Tuhan dan sesama. Makna dan arti kaul kemiskinan terkadang
merupakan sesuatu yang biasa dalam arti bahwa kaul kemiskinan itu memang
sudah menjadi bagian dari kehidupan seorang religius. Sehingga penghayatan
terhadap kaul kemiskinan ini terkadang kurang tampak atau jelas kalau mau
dilihat secara lebih sungguh-sungguh.
Dari wawancara saya dengan Suster-suster di Komunitas, mereka
mengatakan untuk zaman sekarang terkadang mengalami kesulitan untuk dapat
secara bersama-sama atau pun pribadi menghayati kaul kemiskinan di zaman yang
serba instan, bahkan kalau tidak hati-hati bisa diperbudak oleh banyaknya
tawaran-tawaran menarik. Tawaran-tawaran yang dijumpai sangat menggiurkan
Tawaran dunia memang menarik bagi semua orang tanpa kecuali. Ada
daya pikat yang membuat siapa pun tidak bisa mengendalikan dirinya. Apapun
bentuk tawaran-tawaran yang ada yang jelas pasti mengajak untuk secara lebih
dewasa dalam menyikapinya. Gaya hidup ikut-ikutan seringali juga dialami oleh
seorang religius yang tidak mampu memiliki sikap yang tepat. Jadi masalah baik
dan tidaknya terkadang menjadi urusan belakang, yang penting bisa mengikuti
tren masa kini.
Zaman yang serba instan ini, membawa dampak negatif terhadap gaya
hidup dan juga penghayatan kaul kemiskinan. Tidak sedikit seorang religius yang
menumpuk harta meskipun tidak jelas akan diapakan atau apa manfaat dari itu
semua. Seorang religius yang mengoleksi hanya karena senang dan suka memang
perlu dipertanyakanmaksud dan manfaatnya, sehingga biara tidak menjadi tempat
penyimpanan barang-barang yang tidak jelas fungsinya. Seorang religius dalam
hal ini menjadi monitor sehingga dengan sendirinya mampu untuk memantau diri
sendiri, sejauh mana gaya hidupnya mencerminkan sikap miskin seperti yang
diteladankan oleh Yesus Kristus kepada manusia. Sikap miskin yang diteladankan
Yesus adalah sikap yang selalu mampu menerima apapun yang akan terjadi dalam
kehidupan serta tidak mudah putus asa disaat berhadapan dengan berbagai
peristiwa hidup.
Kaul kemiskinan menjadi sorotan penulis sebagai suatu keprihatinan yang
terlihat jelas yang terjadi terhadap suster-suster MASF. Akhir-akhir ini semangat
kemiskinan menjadi sesuatu yang kurang menjadi kekuatan dan daya tarik. Kaul
bagaimana dia mampu menjalin relasi dengan orang-orang yang berada di
sekitarnya dalam arti bahwa kemiskinan harus nampak dalam semangat
pelayanan. Dan kaul kemiskinan berarti orang menyanggupi diri untuk bekerja
agar dapat hidup secara wajar, namun dalam kelebihan maupun dalam kekurangan
yang dialami dia sanggup untuk terlibat pada hidup orang lain secara pribadi lewat
harta benda yang ada padanya.
Kemiskinan bukan merupakan tujuan, tetapi merupakan sarana untuk
menangkap hadirat Allah dan menyampaikan hadirat Allah itu kepada sesama.
Dengan kata lain kemiskinan mengajak untuk memahami bahwa apapun yang
dimiliki dan dapat dicapai, itu merupakan ungkapan panggilan Tuhan. Maka
diharapkan untuk menggunakan menurut kepentingan dan kebutuhan
masing-masing orang guna mencapai Allah, sekaligus untuk menyampaikan hadirat Allah
kepada orang lain. Dalam pedoman hidup suster Misi dan Adorasi dari Santa
Familia dikatakan bahwa cara hidup kita harus jelas bahwa yang terutama
mengarahkan perhatian kepada kerajaan Allah, sebagai peziarah kita menaruh
harapan pada-Nya dalam perjalanan menuju kepada Dia dan tidak mengandalkan
harta milik manapun juga (Konst. 27).
Hidup miskin atau sederhana tidak berarti menolak barang-barang duniawi
atau bersikap acuh tak acuh terhadap harta benda dan uang. Dengan hidup miskin
atau sederhana, orang tetap memberi tempat kepada barang-barang duniawi,
namun tidak mengikat diri pada barang-barang duniawi tersebut. Dengan bersikap
lepas bebas terhadap harta benda dan uang, orang menyatakan nilai relatif dari
dengan sepenuh hati (Mat 6:19-24). Terhadap barang-barang duniawi, para
religius harus bersikap lepas bebas. Mereka harus senantiasa mawas diri, supaya
tidak terjerat dan terikat oleh kenikmatan barang-barang duniawi. Sejauh
diperlukan untuk hidup dan karya, barang-barang duniawi boleh saja
dimanfaatkan oleh para religius. Tetapi barang-barang duniawi yang merupakan
―kebutuhan‖ hidup atau ―keperluan‖ karya ini tidak boleh lantas menjadi
―keharusan‖ yang dituntut oleh mereka. Jika sudah tersedia, jangan dituntut.
Dalam hal ini, para religius harus berprinsip sama seperti rasul Paulus, yaitu:
―asal ada makanan dan pakain, cukuplah!‖(1 Tim 6:8).
Dari pengalaman yang ada maka penulis sebagai anggota Kongregasi
merasa prihatin terhadap situasi yang ada sehingga tergerak untuk
menyumbangkan gagasan-gagasan yang bermanfaat bagi Kongregasi untuk
mampu menghayati hidup dalam persaudaraan, oleh sebab itu penulis tertarik
untuk menulis judul sebagai berikut: PENGARUH PENGHAYATAN KAUL
KEMISKINAN TERHADAP PERSAUDARAAN SUSTER-SUSTER MISI
DAN ADORASI DARI SANTA FAMILIA DI INDONESIA.
B. Identifikasi Masalah
Berbagai macam masalah yang berpengaruh dan menghambat
penghayatan kaul kemiskinan dan persaudaraan:
1. Kemorosotan nilai-nilai penghayatan kaul kemiskinan
2. Kaul kemiskinan seolah-olah menjadi sesuatu yang biasa
4. Ikut-ikutan gaya hidup sesuai dengan tren
5. Mengumpulkan harta benda hanya karena senang kendatipun kurang bisa
dimanfaatkan.
6. Kurang dewasa dalam memaknai arti kaul kemiskinan yang telah diikrarkan
dihadapan Tuhan dan sesame.
7. Perlu banyak belajar dalam mengendalikan diri terhadap sesuatu yang baru.
C. Pembatasan Masalah
Penulis menyadari bahwa banyak faktor yang mempengaruhi gaya hidup
para suster berkaitan dengan penghayatan kaul kemiskinan. Pada penulisan ini
penulis lebih memfokuskan pada penghayatan kaul kemiskinan terhadap
persaudaraan suster-suster yang dapat mempengaruhi penghayatan dalam
kehidupan sehari-hari sebagai seorang religius yang seharusnya mencerminkan
sikap kesederhanaan dalam seluruh kehidupannya.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka rumusan masalah dalam
penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Apa kaul kemiskinan menurut MASF?
2. Seberapa besar pengaruh penghayatan kaul kemiskinan terhadap
persaudaraan Suster-Suster MASF?
3. Upaya apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penghayatan kaul
E. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penghayatan kaul kemiskinan
terhadap persaudaraan religius zaman sekarang.
2. Untuk membantu suster-suster menghidupi semangat penghayatan kaul
kemiskinan sebagai bentuk kesiapsediaan dalam tugas perutusan kapanpun
dan di manapun.
3. Membangkitkan semangat dan daya juang dalam diri suster-suster untuk
menjadikan kaul kemiskinan sebagai salah satu jalan dalam keterbukaan
menuju hidup yang sejati dan abadi.
4. Mengingatkan kembali suster-suster untuk menghargai segala sesuatu yang
ada dalam hidup ini dan tidak mencari-cari sesuatu yang tidak ada.
F. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Membantu suster-suster dalam penghayatan kaul kemiskinan terhadap
persaudaraan setiap harinya.
2. Menjadi masukan bagi suster-suster untuk belajar hidup apa adanya sebagai
keluarga dalam komunitas.
3. Menambah pengalaman dan pengetahuan berkaitan dengan cara penghayatan
4. Bagi suster-suster untuk tidak pernah lupa dengan identitas yang telah
melekat pada diri masing-masing yaitu kaul kemiskinan yang telah diikrarkan
sebagai janji yang harus ditepati.
5. Membangun dan meningkatkan persaudaraan antara para suster dalam
kebersamaan hidup berkomunitas.
6. Bagi penulis sendiri menjadi masukan dan kekuatan untuk lebih mampu
menghayati kaul kemiskinan secara lebih baik dan sungguh-sungguh.
G. Metode Penulisan
Penulisan ini akan menggunakan pendekatan deskriptif analisis yang
dilakukan melalui pengumpulan data dengan menyebarkan angket dan studi
pustaka untuk mengetahui dan mendiskripsikan seberapa besar Pengaruh
Penghayatan Kaul Kemiskinan Terhadap Persaudaraan Suster-Suster Misi dan
Adorasi Dari Santa Familia di Indonesia.
H. Sistematika Penulisan
Skripsi ini secara keseluruhan terbagi dalam enam bab dengan perincian:
Bab I sebagai pendahuluan, berisi antara lain Latar Belakang Penulisan,
Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan,
Manfaat Penulisan, Metode Penulisan serta Sistematika Penulisan.
Bab II: Berisikan Penghayatan kaul kemiskinan dalam persaudaraan
kongregasi MASF yang meliputi: Kaul Kemiskinan, persaudaraan MASF,
Bab III: Berisikan penghayatan kemiskinan sehari-hari yang meliputi:
Jenis Penelitian, desain Penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi, teknik
dan instrumen pengumpulan data, uji persyaratan analisis, uji hipotesis.
Bab IV: Berisikan hasil penelitian tentang meningkatkan penghayatan
kaul kemiskinan terhadap persaudaraan Suster-suster MASF yang meliputi: Hasil
Penelitian dan Uji hipotesis.
Bab V: Berisikan pembahasan hasil, keterbatasan penelitian, refleksi,
evaluasi dan program pembinaan melalui rekoleksi untuk meningkatkan
penghayatan kaul kemiskinan terhadap persaudaraan suster-suster MASF.
Bab VI: Bagian penutup berisikan kesimpulan, saran dan usul, untuk lebih
menjadi masukan dan catatan penting demi kemajuan dan perkembangan hidup
kongregasi khususnya dalam penghayatan kaul kemiskinan terhadap persaudaraan
BAB II
PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN
DALAM PERSAUDARAAN KONGREGASI MASF
Sebagai religius tentunya memiliki syarat dan peraturan yang dibuat untuk
dijalani dan ditaati bersama dalam kongregasi seperti kaul-kaul kebiaraan yang
mampu menciptakan dan membangun suasana persaudaraan dalam hidup
bersama. Dalam bab II ini akan diuraikan berkaitan dengan dua dimensi yang
diteliti yakni Penghayatan Kaul Kemiskinan dan Persaudaraan.
A. Kaul Kemiskinan
Penghayatan kaul kemiskinan terdiri dari dua unsur yakni penghayatan dan
kaul kemiskinan yang mempunyai pengertian masing-masing. Oleh sebab itu
kedua unsur ini akan diulas secara tersendiri sehingga membantu kita untuk
memahami tentang penghayatan kaul kemiskinan secara mendalam.
1. Pengertian Kaul Kemiskinan
Menurut Darminta (1981: 42), kaul kemiskinan berarti ikut ambil bagian
dalam menegakkan Kerajaan Surga dengan memerangi keadaan manusia yang
tidak manusiawi. Ketika Yesus memanggil para murid, Dia menghendaki para
murid untuk meninggalkan segala milik mereka, tidak supaya mereka menjadi
mereka mempunyai kepercayaan yang kuat dan berakar, total hanya kepada
Tuhan. Mengikuti Kristus yang miskin merupakan bentuk konkret dari
kepercayaan yang absolut dan total, yang diharapkan dimiliki oleh para murid
kepada Bapa di surga, dalam ikut ambil bagian misteri salib Kristus, dan dalam
kesetiaan kepada tindakan Roh Kudus.
Dalam Hukum Kanonik (bdk Kan 600), tentang kaul kemiskinan ini
ditegaskan beberapa hal penting yang perlu dicamkan baik-baik oleh mereka yang
mengucapkannya:
1) Motivasi kaul kemiskinan adalah mau mengikuti jejak Kristus, yang
meskipun kaya namun bersedia menjadi miskin demi keselamatan umat
manusia (bdk 2 Kor 8:9).
2) Kaul kemiskinan mewajibkan untuk hidup miskin baik dalam kenyataan
maupun dalam semangat (bdk Mat 5:3; 19:21).
3) Kaul kemiskinan mewajibkan untuk bekerja dalam kesederhanaan, dengan
menjauhkan diri dari kekayaan duniawi (bdk Mat 6:19-21).
4) Kaul kemiskinan membawa serta ketergantungan dan keterbatasan dalam hal
penggunaan serta penentuan harta benda (bdk Luk 12:13-21; Yak 1:19-11).
a. Kemiskinan Injili
Ladjar (1983:44) mengatakan bahwa Kemiskinan Injili yang ditawarkan
oleh Yesus sulit untuk dipahami dan dimengerti makna dan nilainya. Makna dan
nilai disini dijalankan sebagai ungkapan iman terhadap Allah, karena Allah sendiri
mendorong seseorang bersedia dan rela untuk meninggalkan segala sesuatunya
demi mencapai harta Kerajaan Allah.
Dalam kemiskinan Injili ini yang menjadi contoh adalah para Rasul,
setelah bertemu dengan Yesus dan terpikat oleh-Nya. Bahkan lebih kuat lagi,
mereka dicekam, seperti yang dialami oleh Rasul Paulus. Bagi mereka tidak ada
pilihan lain selain meninggalkan segalanya dan pergi mengikuti Yesus. Dijelaskan
oleh Ladjar yaitu Rasul Paulus menggambarkan hal itu dengan cara yang amat
mengesan ―Segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Yesus Kristus,
Tuhanku, lebih mulia dari pada segalanya‖ (Flp 3:8).
Setelah pertemuannya dengan Kristus, seluruh hidup dan kegiatan Paulus
diarahkan kepada-Nya saja dengan meninggalkan segala sesuatu. Kerelaan dan
kesediaan Paulus untuk mengikuti Yesus karena iman dan percaya akan Yesus
yang memanggilnya.
1) Kemiskinan Dalam Harta Benda
Kemiskinan religius berada dalam rangka mengikuti Kristus, maka yang
menjadi norma adalah Yesus Kristus sendiri. Kemiskinan religious menunjuk
penentuan sikap terhadap dunia dan segala kekayaannya dalam hubungan dengan
Kerajaan Allah yang diwartakan dan dihadirkan oleh Yesus Kristus (Ladjar, 1983:
46).
Kemiskinan religius selalu dilihat dalam rangka tuntutan umum untuk
mengikuti Kristus. Kristus yang memanggil dan menangkap manusia untuk
mengikuti-Nya adalah Kristus yang sendiri ―tidak mempunyai tempat untuk
Allah ―sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan
diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan
manusia‖ (Flp 2:6-7).
Untuk menjadi murid Kristus kita dituntut untuk meninggalkan segala
harta milik demi kerajaan Allah. Kerajaan Allah dibandingkan-Nya dengan harta
yang tersembunyi di ladang dan dengan intan yang berharga. Nilainya mengatasi
segala-galanya, sehingga untuk memperolehnya orang harus mempertaruhkan
segalanya yang dimilikinya (Mat 13:44-46). Para Rasul juga meninggalkan segala
harta miliknya demi untuk menjadi murid-Nya (Mrk 10: 28). Yang mau
diwujudkan dalam kemiskinan oleh para Rasul adalah suatu dasar tuntutan
Kerajaan Allah yang lebih dalam, Yaitu tuntutan untuk ―mencari dahulu Kerajaan
Allah dan yang lain akan diberikan‖ (Mat 6:24-34).
Mahatma (2013:40), menjelaskan bahwa kemiskinan tidak sama dengan
menolak hak milik namun menyediakan segala sesuatu yang dimiliki seperti
barang, tenaga, waktu untuk orang lain. Dalam kerangka ini, barang-barang
material dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk mengabdi pada Tuhan dan
sesama, dan bukan demi memuaskan hasrat dan hobi pribadi.
Di dalam kehidupan kaum religius, Suparno (2004:37-38) mengingatkan
penjabaran beberapa aturan pokok dari penghayatan kaul kemiskinan yang
menyangkut harta benda antara lain:
(a) Semua uang dan harta yang diperoleh atau diterima oleh anggota dari luar
(b) Anggota yang membutuhkan sesuatu, entah harta atau uang, akan minta
kepada pimpinan komunitas atau Tarekat.
(c) Harta Tarekat adalah milik bersama yang harus digunakan bersama dan
dipertanggungjawabkan dengan sungguh-sungguh. Tidak ada milik pribadi
(d) Anggota sebaiknya hanya meminta dan menggunakan barang atau harta
sejauh diperlukan untuk hidup dan karyanya; dan tidak menumpuk untuk
dirinya sendiri. Inilah semangat lepas bebas pada harta sebagai wujud hidup
sederhana hidup dalam kemiskinan.
Sebagai kaum religius perlu untuk mengambil sikap yang wajar dan
semestinya terhadap barang-barang. Kemiskinan merupakan suatu sikap dinamis
seseorang, yang mengatur hubungannya dengan alam dan budaya. Untuk lebih
mengetahui secara lebih mendalam Darminta menjelaskan sebagai berikut:
―Benda-benda atau barang-barang yang kita temui dalam hidup, ternyata merupakan anugerah dari Allah, yang harus disempurnakan dan digunakan dengan sikap hormat terhadap arti dan keindahan barang dan dengan sikap hormat kepada siapa barang itu digunakan. Dalam segala kebutuhan, idea-idea, cita-cita dan daya tangkap manusia kepada barang-barang itu, orang mampu mempunyai sikap hormat kepada benda itu, hanya bila berulang kali orang mengambil jarak dari dimensi lahiriah barang-barang itu (1975:50-51).
Dari penjelasan ini kita diajak dan diharapkan untuk mampu melihat dan
menyadari bahwa barang-barang atau benda-benda yang ada adalah anugerah dari
Allah sehingga kitapun harus menggunakan dengan sikap hormat. Dengan segala
kebutuhan hidup, kita juga belajar untuk mengendalikan diri terhadap
keinginan-keinginan dan terlebih mengambil jarak sehingga sikap hormat kita semakin
Semangat kemiskinan sejati dapat membuat kita Menahan diri untuk
cepat-cepat mendapatkan hasil menurut keinginan kita sendiri, cepat-cepat
mengadakan perombakan, atau cepat-cepat menutup diri kepada perubahan.
Selain itu juga semangat kemiskinan sejati akan memberi kesabaran, penuh
pengertian dan tahu menggunakan bakat-bakat atau anugerah-anugerah yang
dimilikinya, demi kemajuan manusia dan bukannya kemajuan sendiri (Darminta,
1975:52)
2) Kemiskinan Sebagai Sikap Batin
Hidup dan karya Yesus untuk manusia ialah bahwa Ia menjadi miskin
sekalipun Ia kaya, supaya kita menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya (2 Kor
8:9). Maksudnya bahwa bukan pertama-tama kemiskinan ekonomis, tetapi
mengenai penghampaan Diri-Nya dengan menjadi manusia. Ia melepaskan
kemuliaan ilahi yang merupakan milik-Nya dan dengan itu Ia melengkapi
manusia yang miskin dengan kekayan ilahi, yaitu diterima sebagai anak Allah
(Daminta, 1983:48-49).
Kemiskinan sebagai sikap batin lebih menekankan pada sikap percaya
sepenuh-penuhnya kepada penyelanggaraan ilahi. Sikap seperti ini harus dimiliki
oleh para pengikut Kristus yang pola hidupnya ditentukan oleh hadirnya Allah
dan Kerajaan-Nya. Pada dasarnya bahwa manusia adalah seorang miskin yang
tidak dapat hidup sendiri dan mencukupi kebutuhannya sendiri. Dengan demikian
sepenuh-penuhnya bergantung pada Allah. Allah pencipta adalah sumber dan asal
segalanya, sedangkan manusia adalah makhluk yang menerima segalanya.
Kaum religius perlu hidup dalam kebebasan batin artinya keadaan batin
yang tidak terikat kepada sesuatu yang bukan dari Tuhan. Batinnya tidak lekat
pada banyak hal seperti: kekayaan, harta, kekuasaan, keserakahan, gengsi,
ketakutan dan manusia. Berkaitan dengan sikap batin ini Suparno (2011:199-120)
menegaskan kembali bahwa:
―Orang yang sungguh lepas bebas hanya demi Tuhan, akan lebih merasa gembira melepaskan segala sesuatu yang tidak diperlukan dalam mengabdi Tuhan. Akibatnya, ia menjadi orang yang gembira di manapun karena tidak terikat pada hal dan barang lain, kecuali Tuhan. Ia dapat gembira pada waktu sakit, mengalami kegagalan, bahkan juga dijatuhkan orang lain‖.
Dalam urain ini mau dikatakan bahwa orang yang hidup dalam kebebasan
batin terdalam lebih dikuasai oleh Tuhan. Tuhan menjadi satu-satunya andalan
dan pegangannya. Bahkan yang diutamakan adalah mencari kehendak Tuhan
dalam seluruh hidupnya seperti: dalam pekerjaan, perutusan, dan pergaulan.
Kebebasan batin mengantar seseorang untuk dapat menghadapi siapapun tanpa
takut, tanpa kekhawatiran, karena Tuhan menjadi pegangannya.
b. Kaul Kemiskinan Kenabian
Seorang nabi dipahami sebagai pribadi yang kuat dan berani berkorban
untuk membantu orang lain. Dia memiliki relasi yang istimewa dan baik dengan
Tuhan, sebagai utusan Allah yang membawa pembebasan dan keselamatan dari
adalah pertama seorang utusan Allah dan kedua berperan untuk menyatakan
bahwa Allah sungguh memperhatikan kemalangan manusia dan bertekad
membebaskan. Peranan dari nabi sendiri adalah mengingatkan Israel agar kembali
kepada hidup menurut hukum Tuhan, kasih, keadilan dan kebenaran dan
persaudaraan ( bdk .Ams 2:6-16).
c. Kemiskinan Salib
Salib biasa dihubungkan dengan suatu kesulitan atau kesukaran hidup
yang dialami oleh manusia. Kesukaran menantang kita untuk mengubah situasi
atau memperbaiki diri. itu bukan salib. Selain itu juga kalau ada hal yang perlu
dilepaskan atau dikorbankan, tetapi demi sesuatu yang dianggap lebih bernilai
meskipun berat, namun ada motif jelas tidak bisa dikatakan salib. Salib itu tidak
dapat kita hindari, tetapi kita pikul (Verbeek, 1981:60).
Belajar dari pengalaman Yesus dalam menerima salib, meskipun sulit dan
berat namun demi kesetiaan dan ketaatan-Nya kepada Bapa dan cinta-Nya kepada
manusia sehingga Dia berani untuk mengorbankan seluruh hidup-Nya dikayu
salib. Bapa menghendaki, agar Yesus tetap setia dan taat kepada panggilan-Nya:
mewartakan kebaikan dan kerahiman Bapa. Ketaatan ini dihendaki Bapa, ketaatan
yang tidak tahu batas. ―Taat sampai mati, sampai mati disalib‖ (Flp 2:8).
Dipaparkan oleh Verbeek (1981:63) kalau dalam bahasa pengalaman kita
sendiri, Yesus berani melepaskan SEGALA pegangan untuk masa depan karena
Bapa menantikan-Nya. Namun dalam pengalaman-Nya sendiri salib itu begitu
kepada Bapa,―Ya Allah-Ku, Ya Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan
Daku?‖ (Mrk 15:34). Ia berani mempercayakan Diri selalu kepada Bapa.
Berkaitan dengan salib, Verbeek (1981:64) membuat kesimpulan yang
perlu diperhatikan sebagai berikut:
1) Bukan Bapa yang menghendaki salib itu, Bapa menghendaki kataatan
Putera-Nya meskipun berkonsekuen salib.
2) Salib itu merupakan kemenangan dari kejahatan yang tidak dapat dibenarkan
dan tidak mungkin diberi arti dengan sendirinya. Demi keadilan orang tidak
dapat menerima salib ini, sejauh itu didirikan oleh manusia bagi salah seorang
saudara yang tidak bersalah.
3) Baru sekarang di tengah-tengah kegelapan ketidakadilan dan kedurhakaan
salib itu nampaklah arti ―kehendak Bapa‖ dengan segala konsekuensinya
dalam hidup Yesus. Di situ jugalah kita harus mencari arti salib dalam hidup
kita, yang sebagai murid Yesus disuruh: ―memanggul salib setiap hari‖ (Luk
9:23).
4) Ketaatan Yesus sampai mati-Nya di salib diganjar Bapa dengan kemuliaan
yang mengatasi segala kemuliaan; karena ketaatan-Nya Ia meniadakan
kedurhakaan dosa manusia.
2. Makna Kaul Kemiskinan
Masing-masing kaul yang telah diikrarkan oleh kaum religius memiliki
suatu makna, yang mengajak setiap anggota kongregasi untuk dengan tekun dan
Kaul kemiskinan adalah sarana dalam menjalin kesatuan dengan
orang-orang miskin. Sarana bagi kaum religius untuk lebih mampu menghayati kaul
kemiskinan, sehingga dalam seluruh kehidupannya lebih melihat segala
pengalaman yang dialami sebagai suatu berkat, dan terlebih bisa bersyukur atas
apa yang dialami dan diperoleh. Hidup dijalaninya dengan penuh kebebasan dan
syukur. Sabda Yesus sendiri meneguhkan dan memberikan keberanian kepada
kita, ―Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok
mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari‖ (Luk
6:34).
Soenarjo (1984:93-96) menguraikan makna kaul kemiskinan dalam hidup
kaum religius sebagai berikut:
1) Kaul Sebagai Ikatan Ke Dalam
―Kaul merupakan penyucian diri kepada Tuhan dalam hidup bakti, dan
dimaksud untuk membebaskan manusia dari ikatan dan kelekatan pada milik harta dunia, hingga ia bebas menyerahkan diri dalam pengabdian kepada Tuhan. Yang menjadi dasar bagaimana kaul merupakan ikatan ke dalam ditegaskan bahwa lembaga (Tarekat) harus mencukupi para anggotanya dengan segala sesuatu, yang menurut konstitusi diperlukan
untuk melaksanakan tujuan mereka dipanggil (KHK. 670)‖
Bukan anggota yang menuntut, melainkan Tarekat yang memenuhi
wajibnya atas dasar hukum Gereja, yang mengatur hubungan antara Tarekat
dengan anggota yang menyerahkan diri dengan ikatan kaul kepadanya.
Isi kaul kemiskinan untuk setiap Kongregasi diatur oleh kebijaksanaan
Konstitusi, yang paling kurang akan minta pertanggungjawaban atas penggunaan
harta-dunia; dan demi kepentingan lembaga, anggota dan kerasulannya dapat
2) Kaul Sebagai Pembangkit Semangat
―Semangat kemiskinan sungguh nampak, kalau orang berusaha mencari
kebersihan dan kemurniannya, meningkatkan perjuangan dan pengurbanan dengan menggunakan perlengkapan sesederhana mungkin, diambil secukupnya, dengan rasa syukur, sambil menghasilkan buah yang sama atau yang lebih, karena perjuangan, keterlibatan dan keprihatinan akhirnya
demi cinta akan panggilan, akan kongregasi dan demi kemuliaan Tuhan‖.
Kaul kemiskinan mengarahkan orang untuk bersikap efisien terhadap
segala sesuatu yang dihadapinya. Selalu berusaha untuk mampu mensyukuri dan
menerima apapun yang terjadi dalam hidupnya. Pendapat ini mendukung sikap ini
yaitu:
―Semangat kemiskinan menolak mentah-mentah setiap sikap aji mumpung, panggilan dijadikan jalan untuk mencapai kemajuan material pada tetangga masyarakat. Semangat kemiskinan tidak menggerutu, tidak menuntut, tetapi merasa senang dan puas, sekali-kali (meskipun biasanya dalam perkara kecil saja) mengalami akibat kemiskinan, menderita kekurangan, dan mungkin menanggung ejekan juga‖ (Soenarja, 1984: 95).
Sikap yang menjunjung tinggi nilai material tidak cocok dengan kaul
kemiskinan. Orang seperti ini akan selalu mencari dan mencari bahkan tidak
pernah puas dengan apa yang ada. Untuk menjaga pengalaman seperti ini maka
diharapkan untuk secara sungguh-sungguh menghayati kaul kemiskinan.
Ditegaskan lagi bahwa mereka yang sudah menjalani dan menghidupi kaul
kemiskinan akan berusaha untuk bisa:
melepaskan yang tidak diperlukan, puas dengan yang paling sederhana. (Soenarja, 1984: 95)
3) Kaul Kemiskinan Sebagai Kesaksian
―Kaul kemiskinan juga diwarnai oleh kondisi waktu, tempat dan keadaan
masyarakat. Maka sebelum menerjunkan religius muda dalam karya kerasulan, perasaan dan keadaan masyarakat, dan penyesuain diri sebagai ―saksi kemiskinan‖ harus sudah dilatih. Religius dalam masa pembentukan harus disiapkan untuk menghadap kemiskinan dalam masyarakatnya
sebagai saksi Kristus yang bersabda: ―Berbahagialah orang yang miskin di
hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga (Mat 5: 3)‖.
Dengan kaul kemiskinan, kita sungguh-sungguh berkeinginan untuk
mengungkapkan hadirat Allah dengan mengambil sikap yang wajar kepada
barang-barang itu. Dengan demikian barang kita letakkan dalam tempatnya di
dalam kerangka hidup manusia, yang harus bergaul dengan Allah. Maka kita ingin
mengungkapkan makna dan nilai benda itu dalam rangka keseluruhan dan dasar
hidup manusia. Dan pengungkapan itu kita nyatakan dengan suatu kaul, yang
disebut kemiskinan, yang berarti kita mencoba melihat barang itu dalam arti dan
nilai yang dalam, sebagai sarana untuk bertemu dengan Allah (Darminta,
1975:55).
Semangat kemiskinan sangat ditekankan oleh Santo Lukas sampai kepada
pelaksanaan konkret yakni:
(a) Amanat kemiskinan
Semangat kemiskinan mengandaikan semangat iman, yang mampu
mengadakan penegasan tentang harta kekayaan sejati. Orang harus memilih antara
sesudah kematian orang tidak membawa kekayaannya, maka orang harus
menggunakan kekayaan itu dalam terang kehendak Tuhan. Pilihan yang harus
dilakukan dalam ini ialah antara kerajaan Allah dan kekayaan (Luk 18:18-28). Dia
juga menekankan pengikraran akan harta kekayaan (Luk 12: 13-21).
(b) Menghayati hidup miskin
Kesaksian kemiskinan tidak hanya bahwa itu dapat dilihat oleh mereka
yang berada disekitarnya, tetapi harus pula merupakan suatu kemauan untuk
masuk ke dalam situasi kesaksian kemiskinan tanpa mau menghindarkan diri dari
corak kemiskinan apostolos. Seorang religius diharapkan untuk menghayati hidup
yang keras, atau dapat dikatakan meletakkan kemiskinan pada kesaksian apotolos.
Secara singkat orang menghayati kemiskinan berarti orang yang mencintai hidup
sederhana dan hidup kerja, menerima kemiskinan riil, dan mengarahkan
penggunaan segala miliknya, pendidikannya, sarana kerjanya untuk berhasilnya
kerasulan (Darminta, 1981:47).
3. Penghayatan Secara Kongregational
Penghayatan dalam hidup membiara membantu kaum religius untuk
semakin mencintai dan setia dalam menjalani panggilannya sebagai imam, bruder
dan suster. Dewasa ini tidak jarang suatu keputusan yang telah dipilih secara
matang namun pada akhirnya kandas atau berhenti ditengah jalan, dalam arti
Dalam situasi seperti ini hal-hal yang diperlukan adalah keberanian,
kemauan dan kesediaan untuk sungguh-sungguh mengembangkan dan memiliki
sikap penghayatan. Penghayatan untuk melihat setiap motivasi dan tujuan dari
pilihan hidup yang telah dipilih yakni sebagai seorang Imam, Bruder dan Suster.
Menurut Madya Utama (2001:7) penghayatan kaul kemiskinan secara
otentik juga menuntut adanya pengalaman pertobatan pribadi yang terus menerus.
Tanpa adanya pertobatan, untuk memahami arti dari kemiskinan religius di
tengah-tengah dunia yang begitu didera oleh kemiskinan, realitas kemiskinan akan
tinggal semata-mata sebagai suatu mitos keagamaan yang tanpa wajah dan tanpa
nama.
Secara singkat, bila kaul kemiskinan tidak membawa kaum religius
berpihak pada orang-orang miskin dan tertindas, kaul kemiskinan hanya akan
berhenti pada penghayatan terhadap istilah-istilah pra-Vatikan II yang menjadi
corak khas dari kaul kemiskinan; seperti ‖ketidaklekatan‖, sudah mendapatkan
izin, tidak memiliki harta kekayaan secara pribadi. Akibatnya, kaul kemiskinan
hanya akan berurusan dengan hal-hal yang remeh-remeh dan membuat kaum
religius menjadi pribadi-pribadi yang bergantung pada izin pembesar dan terus
menerus hanya memikirkan kepentingannya sendiri ( Madya Utama, 2001:7).
Kaul kemiskinan yang dihayati dan dihidupi oleh kaum religius bertujuan
untuk meneladani hidup Yesus Kristus, yang ―meskipun kaya, Ia rela menjadi
miskin karena kita manusia‖ (2 Kor 8:9). Kemiskinan Yesus merupakan gaya
hidup yang didasarkan atas cinta-Nya yang tanpa batas terhadap manusia.
kerelaan menjadi bukti nyata pengorbanan-Nya, yakni ―sama seperti anak
manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk
memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang‖(Mat 20:28).
a. Kemiskinan Pribadi
Ketika seorang suster MASF berani untuk mengambil keputusan dan
memilih untuk bergabung dalam Kongregasi MASF serta menyadari bahwa Allah
adalah segalanya, maka dengan kerelaan hati dan berani untuk meninggalkan
kekayaan dan kesenangan duniawi. Kesadaran bahwa sebagai seorang suster yang
hanya mengandalkan Allah dalam hidupnya akan membantu untuk semakin setia
dalam pelayanan serta panggilan. Kemiskinan pribadi seorang suster mengajak
untuk berani lepas bebas serta yakin dengan pilihan hidup yang telah diambil.
Penghayatan kaul kemiskinan seorang religius harus muncul dari kedalaman hati
bukan hanya karena taat pada peraturan atau takut pada dewan pimpinan.
Seorang suster dalam seluruh hidupnya berusaha untuk semakin dewasa
dalam penghayatan kaul sebagai konsekuensi dari pilihan hidup. Dalam Konstitusi
no. 26 dikatakan:
―pilihan untuk hidup miskin dan sederhana dalam kebersamaan, kita wujudkan dalam ketergantungan pada komunitas, di mana kita berada. Kita adalah manusia bebas, yang berusaha mempertaruhkan diri lewat kesetiaan dan tanggung jawab pribadi dalam hidup bersama. Oleh karena itu, dalam hidup bersama kita diberi ruang gerak untuk prakarsa dan tanggung jawab pribadi‖.
Pilihan hidup miskin dan sederhana para suster MASF, menuntut sebuah
kesetiaan dan tanggung jawab pribadi, dengan demikian kemiskinan pribadi
dan terlebih mensyukuri berkat dan anugerah Tuhan yang dialami dalam
panggilan.
Kaul kemiskinan yang dihayati oleh seorang suster menyatakan
kesanggupan dirinya untuk menjalankan tugas dan hidup secara bertanggung
jawab, terlebih terpanggil untuk terlibat dalam hidup orang lain dengan menaruh
perhatian kepada kebutuhan banyak orang tanpa melihat status seseorang. Dan
yang lebih penting bahwa penggunaan harta benda bukan karena menjadi
kesenangan melainkan karena memang diperlukan untuk menunjang hidup.
Sebagai kaum religius yang menyatakan diri untuk hidup secara miskin
dengan menghayati kaul kemiskinan maka seorang suster harus mengerti sungguh
dan sanggup hidup apa adanya, tidak mencari-cari apa yang tidak ada. Hidup
harus disyukuri dan dijalani dengan sebaik mungkin. Dengan penggunaan harta
benda yang tepat serta kesediaan untuk tidak lekat dengan harta benda,
menunjukkan adanya penghayatan kemiskinan yang nyata dari seorang religius.
Pribadi yang dewasalah yang sanggup untuk menghayati kemiskinan secara lebih
baik, karena diharapkan untuk bisa melihat apa yang terpenting dalam hidup.
Menjadi hak kodrat sebagai manusia sehingga pertumbuhan dan
perkembangan mereka tergantung atas harta benda. Tetapi lain halnya dengan
kehidupan para religius, kemiskinan pribadi sangat penting bagi seorang religius
untuk semakin memantapkan panggilannya dalam mengikuti Kristus dengan
sungguh-sungguh. Dengan demikian apa yang menjadi tujuan hidup mereka bisa
Kemiskinan pribadi akan nampak sejauh mana kita mampu melepaskan
hubungan dan tidak memperpanjang kepribadian kepada harta benda. Darminta
(1981:52) menegaskan bahwa kemiskinan merupakan hak istimewa dari seorang
yang sangat dewasa, yang tidak memerlukan untuk memperpanjang
kepribadiannya kepada harta benda. Mereka sudah sampai kepada taraf, dimana
mereka merasa sudah penuh dan lengkap dalam hidupnya sendiri‖.
Kemiskinan pribadi dibedakan dengan adanya tanda-tanda nampak secara
lahiriah, sehingga kemiskinan diartikan tidak memiliki hubungan moral pada harta
benda. Tetapi tetap bisa menggunakan barang untuk menyempurnakan
kepribadian. Disini kemiskinan dilihat sebagai sarana untuk hidup dan pelayanan.
Jadi inti dari kemiskinan hidup religius yaitu harus bekerja untuk hidup. Tidak
juga berlebihan, punya cukup untuk tugasnya, bukan untuk dimiliki.
Sebagai seorang religius yang berkaul tentunya memiliki konsekuensi
untuk rela memberi dan berbagi hasil yang diperolehnya untuk keperluan sesama
dalam komunitas maupun sesama yang dilayaninya. Dengan pemberian dana dari
personal kepada kumunitas atau kepada yang membutuhkan akan lebih terasa
bahwa kita sanggup melepaskan apa yang ada pada diri kita demi kepentingan
orang lain yang lebih membutuhkannya.
Keputusan dan keinginan untuk lebih memperhatikan sesama
mengandaikan keputusan pribadi bukan hanya keputusan bersama sehingga
terbangunlah persaudaraan di dalam komunitas dan lingkungan, karena
harta kekayaan melainkan pada persaudaraan yang dibangun melalui harta benda
tersebut.
b. Kemiskinan Karya
Kongregasi MASF memiliki sasaran utama dalam pelayanan yakni
pelayanan terhadap kaum miskin. Kaul kemiskinan yang dihayati oleh para suster
MASF mendorong untuk terlibat dengan kaum miskin. Dalam menjalankan tugas
setiap harinya para suster selalu menyerahkan segalanya dihadapan Tuhan,
percaya bahwa Tuhan selalu terlibat dalam setiap tugas dan hidup para suster.
Menghayati kaul kemiskinan bagi para suster MASF bukan hanya
diwujudkan dengan hidup ditengah kaum miskin. Kemiskinan itu lebih utama
dihayati ditengah Komunitas para suster MASF. Setiap para suster mengambil
bagian untuk bisa menghidupi kelangsungan hidup dengan terlibat dalam karya
Kongregasi sehingga keterlibatan tersebut bisa menopang kebutuhan hidup
masing-masing Komunitas. Sejak dalam perjanjian lama, Allah menyatakan diri
sebagai Allah kaum miskin. Yesus juga mengutamakan kaum miskin. Kita
mewujudkan sikap hidup ini dengan memperhatikan kaum miskin dan bersikap
sederhana. Kekayaan jasmani dan rohani, kita gunakan bersama bagi orang lain.
Kita terbuka menerima tamu dan berani melepaskan apa saja yang menghambat
kehidupan sejati. Dengan demikan, Allah melimpahkan berkat-Nya kepada kita
c. Kemiskinan Komunitas
Penghayatan kemiskinan pribadi juga menjadi sikap kemiskinan
Komunitas. Kemiskinan Komunitas bukan hanya dilihat pada harta benda yang
dimiliki oleh Komunitas, pada zaman ini kemiskinan diletakkan pada perspektif
hubungan antara pribadi yang menuntut sikap rendah hati, pelayanan, hamba dan
pengosongan diri. Sikap seperti ini diharapkan suatu saat akan memberi dampak
dalam kehidupan Komunitas untuk lebih menemukan bentuk yang sesuai dengan
kesadaran akan nilai kaul kemiskinan. Perlu diperhatikan dan direfleksikan lebih
dalam lagi pendapat dari Darminta ( 1981:54) yang mengatakan:
―ada hal yang tidak dapat ditawarkan lagi, ialah bahwa Komunitas sendiri harus merupakan komunitas yang ramah, rendah hati, mengundang orang yang lewat dan melihatnya; ramah tidak hanya pada orang-orangnya, tetapi juga gaya hidup didalamnya, bahkan sampai pada bentuk rumahnya pula‖.
Berdasarkan pendapat di atas, sejauh ini banyak Komunitas yang sudah
nampak punya perubahan, sehingga Komunitas religius maupun biara bukan lagi
menjadi sesuatu yang asing bagi yang lain khususnya bagi kaum awam,
melainkan semakin terbuka akan kehadiran orang lain.
Di dalam Komunitas, para suster harus saling melengkapi dan saling
berbagi serta dengan rendah hati mengakui keterbatasan. Darminta (1975:60)
menegaskan:
―pengakuan keterbatasan diri sendiri dan orang lain akan membawa sikap tidak tegang dalam hidup dan gembira dan tidak muram, sebab hilanglah kekhawatiran, yang membuat kita takut untuk berbuat sesuatu, karena ada
Dengan demikian kita sadar bahwa masing-masing suster mempunyai arti
dan nilai sehingga satu dengan yang lainnya saling menghormati. Kita terbuka
terhadap orang lain dengan memberi perhatian dan pengertian terhadap mereka.
Kemiskinan Komunitas mengajak para suster untuk semakin mampu
menumbuhkan rasa solider dan terlibat dalam kehidupan orang lain sebagaimana
dikatakan dalam Konstitusi sebagai Kongregasi Misi, kita mempunyai tugas lebih
dari yang lain, yakni menjadi lebih solider dengan semua orang di dunia, dengan
mereka yang hidup dalam kemiskinan dan kekurangan. Oleh karena itu, kita harus
hidup sederhana serta membatasi keinginan-keinginan kita (Konst.no.112)
Dari pernyataan di atas jelas bahwa para suster MASF memiliki tugas
yang lebih penting yang berguna bagi kehidupan orang lain demi terwujudnya
kerajaan Allah. Solider lebih diungkapkan dengan hidup sederhana dan
membatasi apa yang menjadi keinginan-keinginan, misalnya dengan
menggunakan barang seperlunya, tidak lagi terikat dengan barang dan harta benda
yang ada.
B. Persaudaraan MASF
Para suster MASF sebagai Kongregasi yang menghayati semangat
keluarga kudus Nasareth, oleh sebab itu sangat menjunjung tinggi rasa
persaudaraan. Persaudaraan MASF ini yang telah membangun dan
mempersatukan segala perbedaan yang ada, seperti perbedaan sikap, budaya, suku
dan bahasa. Persaudaraan juga mendorong satu sama lain saling terbuka,
memahami dan merasa nyaman berelasi dengan para suster dalam hidup
1. Spiritualitas Persaudaraan MASF
Bagi para suster MASF untuk menciptakan dan menumbuhkembangkan
rasa persaudaraan dalam hidup bersama maka pentingnya menghayati visi misi
dan kharisma Kongregasi.
a. Visi dan Misi
Demi terwujudnya persaudaraan, maka Kongregasi secara bersama-sama
menghidupi dan berpedoman pada arah dan tujuan yang jelas (kumpulan doa
MASF 2012:
iv
), sehingga dirumuskanlah Visi dan Misi Kongregasi MASF:Visi : Wanita religius yang dijiwai oleh semangat Keluarga Kudus, Adorasi, dan
misi dipanggil Tuhan untuk mewujudkan kerajaan Allah di dunia ini.
Misi : Menghadirkan Kristus dalam pelayanan kepada mereka yang miskin dan
lemah, terutama kaum wanita dan anak-anak.
Dengan adanya Visi dan Misi ini maka masing-masing anggota
Kongregasi mengusahakan untuk semakin mampu mencipta dan membangun
persaudaraan dalam Kongregasi dan terlebih dalam Komunitas. Sebagai suatu
Kongregasi sudah jelas memiliki tujuan yang sama untuk lebih menghayati dan
mendalami apa yang menjadi kesepakatan bersama dalam Kongregasi. Visi Dan
Misi menjadi suatu aturan yang mengedepankan tujuan yang sama dalam
menjalani seluruh hidup dan karya dalam Kongregasi.
b. Kharisma
Masing-masing Kongregasi memiliki kharisma yang sesuai dengan
anggota. Kharisma dari Kongregasi MASF yaitu daya kekuatan kasih Kristus
yang mengosongkan diri dan kasih keibuan Maria menggerakkan kita untuk
mengembalikan harkat dan martabat manusia lemah dan tak berdaya, sebagai citra
Allah.
Dalam usaha mewujudkan kharisma tersebut maka para suster MASF
melakukannya dengan cara:
(1) Memberdayakan (INKARNASI)
(2) Menyembuhkan dan membebaskan (MISIONER)
(3) Merelakan diri untuk memberi hidup bagi orang lain (EKARISTI) dengan
kepenuhan hati
(4) Masing-masing membawa pergumulannya bersama anggota komunitas ke
hadirat Bapa (ADORASI) ―Hatiku untukmu-untuk-Mu” sehingga dapat
menampakkan kehadiran kerahiman Allah yang berbelarasa.
Adapun wujud konkret dari kharisma itu diungkapkan dan nampak dalam
kerasulan dibidang : pendidikan, kesehatan, pastoral dan sosial. Dengan demikian
nampak jelas, bahwa kharisma itu bersifat fungsional, karena diwujud nyatakan
dalam konteks gerakan Allah demi pembangunan Gereja dan pengabdian kepada
umat manusia.
2. Penghayatan Persaudaraan Dalam Komunitas MASF
Bagi Kongregasi MASF persaudaraan sangat ditekankan dalam hidup
bersama, baik dalam Kongregasi maupun di tempat karya. Keluarga kudus
menjadi inspirasi serta teladan hidup para suster MASF. Keluarga yang sederhana
Yesus, Maria dan Yusuf hidup bertahun-tahun lamanya secara tersembunyi
dengan sikap taat, patuh dan rela melayani. Dalam setiap Komunitas, antar
Komunitas dan antar tingkat pimpinan, hendaknya ada tukar pikiran dengan
semangat kerjasama yang baik, juga di luar lembaga resmi dengan menghormati
hak dan wewenang masing-masing (Konst.no.107).
Bertolak dari spiritualitas Pater pendiri Kongregasi Suster Misi dan
Adorasi dari Santa Familia (Antonius Maria Trampe) maka persaudaran dapat
didasarkan pada tiga tonggak, yakni misi (perutusan), adorasi dan santa familia.
a. Misi (perutusan)
Seperti yang ditekankan dalam konstitusi no.13 tentang perutusan sebagai
anggota MASF:
―Kita mengabdikan diri untuk hidup menggereja lokal maupun universal yang berarti kita peka terhadap dambaan umat akan kesatuan dan persaudaraan. Pedoman kita adalah sikap menghargai, memahami perbedaan, dan menciptakan perdamaian. Kita berpangkal pada Yesus
Kristus yang melimpahkan Roh-Nya bagi kita‖.
Sikap membuka diri dan siap diutus kemana saja untuk mewartakan kabar
gembira, serta selalu berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan dan situasi
zaman di mana kita berada.
b. Adorasi (sembah sujud)
Semangat Adorasi atau sembah sujud diuraikan dalam konstitusi no. 12
13 sebagai berikut:
―Kita percaya bahwa Kristus dengan berbagai cara menyatakan