PERBEDAAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN PEMECAHAN
MASALAH MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG DIBERI
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW
DAN PENGAJARAN LANGSUNG
Tesis
Oleh
Jahinoma Gultom
NIM : 081188710047
Diajukan Untuk Memenuhi Persyratan Dalam Memperoleh Gelar Megister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
PERNYATAAN TIDAK MELAKUKAN PLAGIAT DAN MEMALSUKAN DATA
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Jahinoma Gultom
NIM : 081188710047
Angkatan : IX A (BAPEDA)
Prodi : Pendidikan Matematika
Judul Tesis : Perbedaan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah
Matematika Antara Siswa yang Diberi Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw dan Pengajaran Langsung
Dengan ini menyatakan bahwa :
1. Benar tesis saya adalah karya saya sendiri, bukan dikerjakan orang lain.
2. Saya tidak melakukan plagiat dalam penulisan tesis saya.
3. Saya tidak merubah atau memalsukan data penelitian saya.
Jika ternyata dikemudian hari terbukti saya telah melakukan salah satu hal di atas,
maka saya bersedia sanksi yang berlaku berupa pencopotan gelar saya.
Demikianlah Surat Pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya
Medan, 20 Mei 2013
Saya yang Membuat Pernyataan
ii
ABSTRACT
JAHINOMA Gultom. Ability differences connection between mathematics and problem solving of students Considering Cooperative Learning Jigsaw Type With Direct Teaching. Thesis. Field: Mathematics Education Graduate Program, State University of Medan 2013.
i
ABSTRACT
JAHINOMA GULTOM. Perbedaan Kemampuan Koneksi Dan Pemecahan Masalah Matematik Antara Siswa Yang Diberi Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Pengajaran Langsung. Tesis. Medan : Program Studi
Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2013.
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan waktu, kesehatan dan kesempatan sehingga tesis yang berjudul
“PERBEDAAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN PEMECAHAN MASALAH
MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN PENGAJARAN LANGSUNG” ini dapat
diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Selain itu penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada Bapak Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd selaku pembimbing I dan Dr.
Waminton Rajagukguk, M. Pd, selaku pembimbing II yang telah banyak
membantu dan memberikan arahan serta bimbingan sehingga tesis ini dapat
diselesaikan.
Tesis ini disusun bertujuan untuk memenuhi persyaratan dalam
memperoleh gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
Program Pasca Sarjana UNIMED.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih belum sempurna, masih banyak
kelemahan baik dari segi isi maupun tata bahasa, namun penulis sudah berupaya
semaksimal mungkin, maka untuk itu selaku penulis pada kesempatan ini
mengharapkan kritik dan saran ataupun masukan dari para pembaca demi
perbaikan dan kesempurnaannya. Kiranya tesis ini bermanfaat dalam memperkaya
khasanah ilmu pendidikan. Akhirnya penulis ucapkan terima kasih
Medan, Mei 2013
iv
1.4. Rumusan Masalah ... 15
1.5. Tujuan Penelitian... 15
1.6. Manfaat Penelitian... 16
1.7. Defenisi Operasional ... 17
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 19
2.1 Pengertian, Prinsip dan Hakekat Pembelajaran matematika... 19
2.2 Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw... 21
2.2.1 Hakikat Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsw... 23
2.2.2 Tujuan Pembelajaran Kooperatif Tipe jigsaw... 27
2.2.3 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ... 29
2.2.4 Kelebiahn dan kekurangan Model Pembelajaran Tipe Jigsaw ... 32
2.3 Model Pengajaran Langsung ... 34
2.4 Keefektifan Pembelajaran ... . 37
2.5 Koneksi Matematika... 39
2.5.1 Pengertian Koneksi Matematika ... 39
2.5.2 Tujuan dan Jenis Koneksi Matematika ... 40
2.6 Pemecahan Masalah Matematika ... 43
2.6.1 Pengertian Problem, Solving a Problem, dan Problem Solving ... 43
2.6.2 Langkah-langkah Pemecahan Masalah matematika .... 46
v
2.8 Penelitian yang Relevan ... . 55
2.9 Kerangka Konseptual ... 56
2.10 Hipotesisi Penelitian ... 59
BAB III METODE PENELITIAN... 60
3.1 Jenis Penelitian ... 60
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 60
3.2.1 Tempat Penelitian... 60
3.2.2 Waktu Penelitian ... .. 60
3.3 Populasi dan Sampel ... 61
3.4 Desain Penelitian ... 61
3.4.1 Tahap Pengembangan Perangkat Pembelajaran dan Desain Penelitian ... 62
3.4.2 Tahap Uji Coba Perangkat dan instrumen Penelitian ... 66
3.5 Defenisi Operasional Variabel Penelitian ... 73
3.6 Tahapan Penelitian ... 74
3.7 Teknik Pengumpulan Data ... .. . 76
3.8 Teknik Analisa Data ... . 86
3.9 Prosedur Penelitian ... 102
3.10 Jadwal Penelitian ... ... 104
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 105
4.1 Statistik Deskripsi ... 105
4.1.1 Deskripsi Pretest Kemampuan Koneksi Matematika Pada Kelas Eksprimen ... 106
4.1.2 Deskripsi Pretest Kemampuan Koneksi Matematika Pada Kelas Kontrol ... 108
4.1.3 Deskripsi Postest Kemampuan Koneksi Matematika Pada Kelas Eksprimen ... 111
4.1.4 Deskripsi Postest Kemampuan Koneksi Matematika Pada Kelas Kontrol ... 113
vi
4.1.6 Deskripsi Pretest Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Pada Kelas Kontrol ... 120
4.1.7 Deskripsi Postest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Pada Kelas Eksprimen ... 124
4.1.8 Deskripsi Postest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Pada Kelas Kontrol ... 126
4.1.9 Proses Jawaban Siswa Dalam Menyelesaikan soal Koneksi Matematik Maupun Pemecahahan Masalah. . ... 131
4.2 Statistik Inferensial Data Penelitian... ... 139
4.2.1 Pengujian Hipotesis I ... 139
4.2.1.1 Uji Normalitas Data ... 140
4.2.1.2 Uji Homogenitas Data... 142
4.2.1.3 Uji Hubungan Linier antara X dan Y... 144
4.2.1.4 Uji Kesejajaran dan Kesamaan ... 150
4.2.2 Pengujian Hipotesis II ... 154
4.2.1.1 Uji Normalitas Data ... 154
4.2.1.2 Uji Homogenitas Data... 157
4.2.1.3 Uji Hubungan Linier antara X dan Y... 159
4.2.1.4 Uji Kesejajaran dan Kesamaan ... 164
4.1 Hasil Respon Siswa ... 169
4.2 Keterbatasan Penelitian ... 170
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 172
5.1 Simpulan ... 172
5.2 Saran... 174
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw …………... 33
Tabel 2.2 Sintak Model Pengajaran Langsung ………... 35
Tabel 2.3 Perbedaan Pedagogik antara pemebelajaran Kooperatif tipe Jigsaw………... 36
Tabel 3.1 Hasil Validasi Perangkat pembelajran ……….... 65
Tabel 3.2 Hasil Validasi Tes Kemampuan Koneksi Matematika …… 65
Tabel 3.3 Hasil Validasi Tes Pemecahan Masalah ………... 66
Tabel 3.4 Hasil Analisis Validitas Tes Uji Coba Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematika ... 68
Tabel 3.5 Hasil Analisis Daya Pembeda Butir Soal Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematika ... 71
Tabel 3.6 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematika ... 72
Tabel 3.7 Rancangan Penelitian ... 75
Tabel 3.8 Kisi-kisi Kemampuan Koneksi Matematika ………... 77
Tabel 3.9 Pedoman Pemberian Skor Soal Koneksi Matematika ………... 78
Tabel 3.10 Kisi-kisi Kema mpuan Pemecahan Masalah Matematika. ... .. 81
Tabel 3.11 Skor Alternatif Pemecahan Masalah Matematika…………... 82
Tabel 3.12 Rentang Nilai Menentukan Tingkat Kemampuan siswa ... 87
Tabel 3.13 Rancangan Analisa Data Untuk ANAKOVA ... 89
Tabel 3.14 Weinner Tentang Keterkaitan antara variabel bebas dan terikat dan kontrol Matematika ... 90
Tabel 3.15 Antara Rumusan Masalah Hipotesis, Data, Alat Uji dan Uji statistik ... 101
Tabel 3.16 Jadwal Kegiatan Penelitian yang direncanakan …………... 105
Tabel 4.1 Data-data Statistik Pretest Kemampuan Koneksi Matematika Kelas Eksprimen ... 106
viii
Tabel 4.3 Data-data Statistik Pretest Kemampuan Konoksi Matematika
Kelas Kontrol ... 108
Tabel 4.4 Kategori Hasil Pretest kemampuan Koneksi Matematika pada
Kelas Kontrol ... 109
Tabel 4.5 Data-data Statistik Tiap deskriptor pada ketiga soal pretest ... 110
Tabel 4.6 Data-data Statistik Postest Kemampuan Konoksi Matematika
Kelas Eksprimen ... 111
Tabel 4.7 Kategori Hasil Postest kemampuan Koneksi Matematika Pada
Kelas Eksprimen ... 112
Tabel 4.8 Data-data Statistik Postest Kemampuan Konoksi Matematika
Kelas Kontrol ... 113
Tabel 4.9 Kategori Hasil Postest kemampuan Koneksi Matematika Pada
Kelas Kontrol ... 114
Tabel 4.10 Data-data Statistik Tiap deskriptor pada ketiga soal postest
koneski matematika ... 115
Tabel 4.11 Rekapitulasi Hasil Kemampuan Koneski Matematika ... 116
Tabel 4.12 Data-data Statistik Pretest Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Kelas Eksprimen ...118
Tabel 4.13 Kategori Hasil Pretest Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Kelas Eksprimen ... 119
Tabel 4.14 Data-data Statistik Pretest Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Kelas Kontrol ... 120
Tabel 4.15 Kategori Hasil Pretest Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Kelas Kontrol ... 121
Tabel 4.16 Data-data Statistik untuk langkah langkah Penyelesaian
Masalah Pada Keempat Soal pre stest ... 122
Tabel 4.17 Data-data Statistik Postest Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Kelas Eksprimen ...124
Tabel 4.18 Kategori Hasil Postest kemampuan Pemecahan Masalah
ix
Tabel 4.19 Data-data Statistik Postest Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Kelas Kontrol ... 126
Tabel 4.20 Kategori Hasil Postest Kemampuan Pemecahan Masalah
Pada Kelas Kontrol ... 127
Tabel 4.21 Data-data Statistik untuk langkah langkah Penyelesaian
Masalah Pada Keempat Soal Postest ... 128
Tabel 4.22 Rekapitulasi Hasil Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika ... 129
Tabel 4.23 Hasil Uji Normalitas Pretest Kemampuan Koneksi
Matematik Kelas Eksprimen ... 140
Tabel 4.24 Hasil Uji Normalitas Pretest Kemampuan Koneksi
Matematik Kelas Kontrol ... 141
Tabel 4.25 Hasil Uji Normalitas Pretest Kemampuan Koneksi
Matematik Kelas Eksprimen ... 141
Tabel 4.26 Hasil Uji Normalitas Pretest Kemampuan Koneksi
Matematik Kelas Kontrol ... 142
Tabel 4.27 Hasil Uji Homogenitas Pretest Kemampuan Koneksi
Matematik Kelas Eksprimen dan Kelas Kontrol ... 143
Tabel 4.28 Hasil Uji Homogenitas Postest Kemampuan Koneksi
Matematik Kelas Eksprimen dan Kelas Kontrol ... 144
Tabel 4.29 Koefisien Regresi Pretest Kemampuan Koneksi Matematika
Kelas Eksprimen ... 145
Tabel 4.30 Koefisien Regresi Pretest Kemampuan Koneksi Matematika
Kelas Kontrol ... 145
Tabel 4.31 Analisis Varian Untuk Uji Linieritas Regresi Kemampuan Koneksi
Matematika Kelas Eksprimen ... 146
Tabel 4.32 Analisis Varian Untuk Uji Linieritas Regresi Kemampuan
Koneksi Matematika Kelas Kontrol ... 147
Tabel 4.33 Analisi Varian Untuk Uji Linieritas Regresi Kemampuan
x
Tabel 4.34 Analisi Varian Untuk Uji Keberartian Regresi Kemampuan
Koneksi Matematika Kelas Kontrol ... 149
Tabel 4.35 Uji Kesamaan Koefisien Regresi Kemampuan
Koneksi Matematika ... 151
Tabel 4.36 Analisis Kovarian Untuk Rancangan Lengkap Kemampuan
Koneksi Matematika ... 153
Tabel 4.37 Hasil Uji Normalitas Pretest Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Kelas Eksprimen ... 155
Tabel 4.38 Hasil Uji Normalitas Pretest Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Kelas Kontrol ... 155
Tabel 4.39 Hasil Uji Normalitas Postest Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Siswa Kelas Eksprimen ... 156
Tabel 4.40 Hasil Uji Normalitas Postest Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Siswa Kelas Kontrol... 156
Tabel 4.41 Hasil Uji Homogenitas Pretest Kemampuan Pemecahan
Matematik Matematik Kelas Eksprimen dan Kelas Kontrol ... 158
Tabel 4.42 Hasil Uji Homogenitas Postest Kemampuan Pemecahan
Matematik Matematik Kelas Eksprimen dan Kelas Kontrol ... 158
Tabel 4.43 Koefisien Regresi Pretest Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Kelas Eksprimen ... 159
Tabel 4.44 Koefisien Regresi Pretest Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Kelas Kontrol ... 160
Tabel 4.45 Analisi Varian Untuk Uji Linieritas Regresi Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Kelas Eksprimen ... 161
Tabel 4.46 Analisi Varian Untuk Uji Linieritas Regresi Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Kelas Kontrol ... 162
Tabel 4.47 Analisi Varian Untuk Uji Keberartian Regresi Kemampuan
Pemecahan Masalaj Matematika Kelas Eksprimen... 163
Tabel 4.48 Analisi Varian Untuk Uji Keberartian Regresi Kemampuan
xi
Tabel 4.49 Uji Kesamaan Koefisien Regresi Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika ... 166
Tabel 4.50 Analisis Kovarian Untuk Rancangan Lengkap Kemampuan
Pemecahan Matematika ... 168
Tabel 4.51 Presentase Respon Siswa Terhadap Keg iatan pembelajaran
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Pembentukan Kelompok Kooperatif Tipe Jigsaw …………... 30
Gambar 3. 1 Tahap Alur Kerja Penelitian ………... 103
Gambar 4. 1 Digram Batang Tingkatan Nilai Pretest Kemampuan
Koneksi Matamatika Kelas Eksprimen ... 107
Gambar 4. 2 Digram Batang Tingkatan Nilai Pretest Kemampuan
Koneksi Matamatika Kelas Kontrol ... 109
Gambar 4. 3 Digram Batang Hasil Pretest Kemampuan Koneksi
Matamatika Kelas Kontrol untuk masing-masing deskriptor... 110
Gambar 4. 4 Digram Batang Tingkatan Perolehan Nilai postest
Kemampuan Koneksi Matamatika pada kelas Eksprimen .... 112
Gambar 4.5 Digram Batang Tingkatan Nilai Postest Kemampuan
Koneksi Matamatika Kelas Kontrol ... 114
Gambar 4. 6 Digram Batang Tingkatan Perolehan Nilai postest
Kemampuan Koneksi Matamatika untuk masing-masing
deskriptor ...115
Gambar 4.7 Digram Batang Hasil Rekapitulasi Kemampuan
Koneksi Matamatika ...117
Gambar 4. 8 Digram Batang Tingkatan Nilai Pretest Kemampuan
Pemecahan Masalah Matamatika Kelas Eksprimen ... 119
Gambar 4. 9 Digram Batang Tingkatan Nilai Pretest Kemampuan
Pemecahan Masalah Matamatika Kelas Kontrol... 121
Gambar 4.10 Digram Batang Nilai Pretest Kemampuan Pemecahan
Masalah Matamatika untuk masing-masing Aspek ... 123
Gambar 4.11 Digram Batang Tingkatan nilai Postest kemampuan
Pemecahan Masalah Matamatika pad a kelas Eksprimen ... 125
Gambar 4.12 Digram Batang Tingkatan Nilai Postest Kemampuan
Pemecahan Masalah Matamatika Kelas Kontrol... 127
Gambar 4.13 Digram Batang Data-data Statistik Langkah-langkah
xiii
Gambar 4.14 Digram Batang Rekapitulasi Kemampuan Pemecahan
Masalah Matamatika ... 130
Gambar 4.15 Jawaban siswa pada pretest koneksi Matamatika
soal n o .1 ... 131
Gambar 4.16 Jawaban siswa pada postest koneksi Matamatika
soal n o .1 ... 132
Gambar 4.17 Jawaban siswa pada pretest koneksi Matamatika
soal n o .2 ... 132
Gambar 4.18 Jawaban siswa pada postest koneksi Matamatika
soal n o .2 ... 133
Gambar 4.19 Jawaban siswa pada pretest koneksi Matamatika
soal n o .3 ... 133
Gambar 4.20 Jawaban siswa pada postest koneksi Matamatika
soal n o .3 ... 134
Gambar 4.21 Jawaban siswa pada pretest pemecahan masalah
soal n o .1 ... 135
Gambar 4.22 Jawaban siswa pada postest pemecahan masalah
soal n o .1 ... 135
Gambar 4.23 Jawaban siswa pada pretest pemecahan masalah
soal n o .2 ... 136
Gambar 4.24 Jawaban siswa pada postest pemecahan masalah
soal n o .2 ... 136
Gambar 4.25 Jawaban siswa pada pretest pemecahan masalah
soal n o .3 ... 137
Gambar 4.26 Jawaban siswa pada postest pemecahan masalah
soal n o .3 ... 137
Gambar 4.27 Jawaban siswa pada pretest pemecahan masalah
soal n o .4 ... 138
Gambar 4.28 Jawaban siswa pada postest pemecahan masalah
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang berkembang
semakin cepat dewasa ini, kita perlu melakukan berbagai upaya melalui
peningkatan mutu pendidikan, baik itu prestasi belajar siswa maupun kemampuan
guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Salah satu bidang studi yang
menjadi perhatian utama para pemerhati pendidikan adalah pendidikan
matematika, karena matematika memegang peranan penting dan merupakan ilmu
dasar untuk menumbuh kembangkan teknologi. Seperti yang dinyatakan Herman
hudoyo (1998:1) bahwa matematika berfungsi mendasari ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Matematika merupakan pengetahuan yang esensial sebagai dasar untuk
bekerja seumur hidup dalam abad globalisasi. Karena itu penguasaan tingkat
tertentu terhadap matematika diperlukan bagi semua siswa agar kelak dalam
hidupnya mendapatkan pekerjaan yang layak. Selanjutnya Sujono (1988:20)
mengemukakan bahwa, dalam perkembangan peradaban moderen, matematika
memegang peranan penting, karena dengan bantuan matematika semua ilmu
pengetahuan menjadi sempurna. Matematika merupakan alat yang efisien yang
diperlukan oleh semua pengetahuan dan tanpa bantuan matematika semuanya
tidak akan mendapat kemajuan yang berarti. Dengan demikian jelaslah bahwa
matematika menempati posisi yang penting dalam sistem pendidikan, dimana
2
Tujuan pembelajaran matematika (NCTM,1989) adalah : 1) melatih cara
berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan
penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan,
konsistensi dan inkonsistensi; 2) mengembangkan aktivitas kreatif yang
melibatkan imaginasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran
divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta
mencoba-coba; 3) mengembangkan kemampuan pemecahan masalah; 4) mengembangkan
kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasi-kan gagasan antara
lain melalui pembicaraan lisan, grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan.
Dari tujuan pembelajaran matematika tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa
dituntut memiliki suatu kemampuan berpikir serta kemampuan dalam pemecahan
masalah sebagai salah satu bagian dari standar kompetensi, bagian dari
kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan. Oleh karenanya
diharapkan siswa dapat menunjukkan kemampuan strategik dalam membuat atau
merumuskan, menafsirkan dan menyelesaikan model matematika dalam
pemecahan masalah . Pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika
merupakan pendekatan dan tujuan yang harus dicapai (Utari, 2002 : 14)
Untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika tersebut menjadi
tanggung jawab bersama bagi semua pihak yang berhubungan dengan pendidikan
matematika. Dalam hal ini guru sebagai garda terdepan dalam mewujudkan
keberhasilan suatu pengajaran dituntut harus professional dalam penguasaan
materi, penguasaan strategi, dan perencanaan, maupun dalam pelaksanaan proses
3
Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan sipritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.
Dari konsep pendidikan menurut undang-undang tersebut maka ada tiga
hal penting yang harus diperhatikan oleh seorang guru dalam menunaikan
tugasnya yakni: Pertama, pendidikan di sekolah bukanlah proses yang
dilaksanakan secara asal-asalan dan untung-untungan, akan tetapi proses yang
bertujuan sehingga segala sesuatu yang dilakukan oleh guru dan siswa diarahkan
pada pencapaian tujuan. Kedua, proses pendidikan yang terencana itu diarahkan
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran. Pendidikan tidak
semata-mata berusaha untuk mencapai hasil belajar, akan tetapi bagaimana
memperoleh hasil atau proses belajar yang terjadi pada diri anak. Ketiga, suasana
belajar dan pembelajaran itu diarahkan agar peserta didik dapat mengembangkan
potensi dirinya, ini berarti proses pendidikan itu harus berorientasi kepada siswa
(student aktive learning).
Namun kenyataannya, pentingnya pendidikan matematika tidak sejalan
dengan kualitas pendidikan matematika yang sesungguhnya. Marpaung (2004)
menyatakan kualitas pendidikan matematika Indonesia dalam skala Nasional
masih rendah, begitu pula Hadi (2005) walaupun sekolah-sekolah di tanah air
sudah mempunyai pengalaman cukup lama dalam menerapkan mata pelajaran
4
Ada banyak faktor yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan
matematika selama ini, salah satu penyebabnya adalah lemahnya proses
pembelajaran, kurang relevannya strategi pembelajaran dengan tujuan dan
karakteristik matematika, dimana kebanyakan guru mengajar masih menggunakan
cara-cara konvensional dan jarang sekali menerapkan pendekatan belajar yang
sesuai dengan topik pelajaran matematika itu sendiri. Beberapa hal yang menjadi
ciri praktik pendidikan di Indonesia selama ini adalah pembelajaran berpusat pada
guru. Guru menyampaikan pelajaran dengan menggunakan metode ceramah atau
ekspositori sementara para siswa mencatatnya pada buku catatan. Dalam proses
pembelajaran yang demikian, guru dianggap berhasil apabila dapat mengelola
kelas sedemikian rupa sehingga siswa-siswa tertib dan tenang mengikuti pelajaran
yang disampaikan guru. Pengajaran dianggap sebagai proses penyampaian
fakta-fakta kepada para siswa (pengajaran langsung). Guru sendiri merasa belum
mengajar kalau tidak menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa. Guru yang
baik adalah guru yang menguasai bahan, dan selama proses belajar mengajar
mampu menyampaikan materi tanpa melihat buku pelajaran. Guru yang baik
adalah guru yang selama 2 kali 45 menit dapat menguasai kelas dan berceramah
dengan suara yang lantang menyampaikan apa yang telah tertulis di dalam buku
paket. Praktik pendidikan yang seperti ini sangat jauh dari hakikat pendidikan
yang sesungguhnya, yaitu pendidikan yang menjadikan siswa sebagai manusia
yang memiliki kemampuan belajar untuk mengembangkan potensi dirinya dan
5
Hal ini senada dengan apa yang dikatakan (Wina Sanjaya, 2008:1) yaitu
salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya
proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk
mengembangkan kemampuan berfikir. Proses pembelajaran di dalam kelas
diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghapal informasi; otak anak
dipaksa untuk mengigat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk
memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan
kehidupan sehari-hari serta untuk memecahkan masalah. Akibatnya ketika anak
didik kita lulus dari sekolah, mereka pintar secara teoritis, tetapi miskin aplikasi.
Tentu pembelajaran seperti ini tidak akan memberikan hasil yang memuaskan,
kemampuan koneksi matematika dan kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa menjadi sangat rendah yang pada akhirnya menyebabkan
prestasi belajar siswa sangat rendah.
Sesuai dengan pendapat Ruspiani (2000:46) yang mengungkapkan bahwa
rata-rata nilai kemampuan koneksi matematika siswa sekolah menengah masih
rendah, nilai nilai rata-ratanya kurang dari 60 pada skor 100, yaitu sekitar 22,25 %
untuk koneksi matematik dengan pokok bahasan lain, 44,9% untuk koneksi
matematik dengan bidang studi lain dan 67,3% untuk koneksi matematik dengan
kehidupan keseharian. Dan juga yang dikemukakan oleh Sumarno (1995) bahwa
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas I SMA pada aspek
menyelesaikan masalah umumnya belum memuaskan. Kesulitan atau kesalahan
yang paling banyak dialami siswa adalah pada strategi melaksanakan
6
dilakukan Hafriani (2004) dan Firdaus (2004) melaporkan bahwa kemampuan
siswa dalam pemecahan masalah matematika masih kurang maksimal terutama
dalam pokok bahasan yang dianggap sulit oleh siswa. Demikian juga penelitian
yang dilakukan oleh Yuniawatika (2011) mengatakan bahwa kemampuan koneksi
dan representase matematika ditingkat pendidikan dasar belum tertangani dengan
baik akibatnya kemampuan koneksi dan representase matematika siswa rendah.
Oleh karena itu, guru harus menentukan strategi pembelajaran yang tepat sehingga
dapat mempermudah siswa mengaitkan konsep matematika (koneksi) dan
pengembangan kemampuan representase matematika.
Salah satu bukti rendahnya koneksi matematika dan pemecahan masalah
siswa di SMA adalah dari hasil tes yang diberikan ke pada siswa di SMA Negeri 2
Lubuk Pakam untuk kelas XI IPA3 dari 2 soal yakni:
1. Sebidang tanah terletak bersisian dengan tembok batu yang lurus. Tanah ini
akan dimanfaatkan untuk daerah peternakan. Apabila daerah peternakan
berbentuk persegi panjang dan tersedia pagar kawat sepanjang 1.200 m, maka
tentukanlah luas maksimum daerah peternakan yang mungkin ? (dimodifikasi
dari soal UN no.2 thn. 2004.)
2. Diketahui 3 tahun lalu, umur A sama dengan 2 kali umur B. Sedangkan dua
tahun yang akan datang, 4 kali umur A sama dengan umur B ditambah 36
tahun. Hitunglah umur A sekarang? (dimodifikasi dari soal UN no. 4, thn.
2010)
Untuk mengerjakan soal no 1 seharusnya siswa mampu mengaplikasikan
7
fungsi kuadrat sebagi luas persegi panjang, dan mengoneksikannya dengan, nilai
maksimum suatu fungsi kuadrat. Atau salah satu alternatif pemecahannya adalah
membuat sketsa peternakan berbentuk persegi panjang kemudian memisalkan
panjang peternakan dengan variabel y dan lebar peternakan sebagai x, kemudian
menuliskan variabel y dalam persamaan yang memuat x yakni y = 1200–x , lalu
menuliskan luas persegi panjang sebagai berikut : L = p. l = y. x = (1200–x ). x
Dan Luas maksimum adalah nilai maksimum fungsi kuadrat f(x) = 1200x – 2x2.
Ternyata dari 30 orang siswa ada 3 orang siswa hanya mampu mengerjakan soal
no 1 sampai dengan membuat sketsa peternakan berbentuk persegi panjang, dan
memisalkan panjang peternakan sebagai y dan lebar sebagai x , 10 siswa hanya
mampu membuat sketsa peternakan berbentuk persegi panjang namun tidak
mampu untuk melanjutkannya sementara 17 siswa tidak mampu berbuat apa-apa.
Dalam hal ini siswa tidak mampu mengkoneksikan luas persegi panjang dengan
fungsi kuadrat, nilai maksimum suatu fungsi kuadrat untuk mendapatkan luas
maksimum, (tidak mampu mengkoneksikan topik matematika yang satu dengan
topik yang lain).
Dari soal no 2, merupakan masalah dalam kehidupan sehari-hari yang
dituliskan dalam bahasa verbal. Jadi siswa semestinya mampu memahami
masalah, merencenakan pemecahan, melakukan perhitungan, kemudian yakin
jawaban yang diperoleh benar dengan cara memeriksa kembali jawaban yang
8
Memahami masalah
Dik : Tiga tahun lalu, umur A = 2 kali umur B
Dua tahun yang datang, 4 kali umur A = umur B + 36 tahun.
Dit : Umur A dan B sekarang.
Merencanakan pemecahan
Apa yang diketahui dan ditanya dapat dinyatakan dalam bentuk lain yaitu,
misalkan umur A = x, umur B = y, tiga tahun lalu berarti x – 3 = 2 ( y– 3 )
dua tahun yang akan datang berarti, 4(x + 2) = (y + 2) + 36
4x + 8) = y + 38
Melakukan perhitungan
x–3 = 2 ( y–3 ) x–2y =–3 x 4 4x–8y = - 12
4x + 8 = y + 38 4x–y = 30 x 1 4x– y = 30 _
7y = 42
y = 6
Jadi x = 9 artinya umur A sekarang = 9 tahun
dan y = 6 artinya umur B sekarang = 6 tahun
Memeriksa kembali
Karena umur A sekarang adalah 9 tahun, maka tiga tahun lalu umur A = 9–3
= 6 tahun dan umur B sekarang adalah 6 tahun, maka tiga tahun yang lalu
umur B = 6 – 3 = 3 tahun. Ternyata benar tiga tahun lalu, umur A adalah 2 y = 6 sub ke 4x– y = 30
4x = 30 + 6 4x = 36
9
kali umur B. Demikian juga dua tahun yang akan datang umur A= 9 + 2 = 11
tahun dan umur B = 6 + 2 = 8 tahun. Ternyata benar 4 x 11 = 8 + 36 = 44.
Kemudian peneliti mencoba mengubah soal tersebut menjadi
1. Tentukanlah nilai maksimum fungsi y = - 2x2+ 1200x
2. Diketahui sistem persamaan linier sebagai berikut :
1. x–3 = 2 ( y–3 )
2. 4(x + 2) = y + 38
Maka dari 30 siswa didapat 22 siswa mampu mengerjakan dengan benar atau
bernilai 100, dan yang lain bernilai 70. Ini menunjukkan bahwa siswa-siswa
tersebut hanya dapat menggunakan rumus-rumus yang telah ada tanpa memiliki
makna.
Oleh karena itu para pembaharu pendidikan matematika sepakat bahwa
matematika harus dibuat bermakna (accessible) bagi seluruh siswa (House,
1995:123). Artinya, matematika hendaknya ditampilkan sebagai disiplin ilmu
yang berkaitan (connected), dan bukan sebagai sekumpulan topik yang
terpisah-pisah. Matematika harus dipelajari dalam konteks yang bermakna yang
mengaitkannya dengan subyek lain dan dengan minat dan pengalaman siswa. Para
peneliti maupun pendidik harus memberikan perhatian yang sungguh-sungguh
terhadap kemampuan berpikir matematika, perhatian yang difokuskan pada
batasan dalam pemahaman siswa terhadap konsep dan juga pada keterampilan
berpikir, penalaran, dan penyelesaian masalah mereka dalam matematika
(Henningsen dan Stein; 1997). Gagasan aktivitas matematika yang berfokus pada
10
generatif, dan eksploratif. Proses matematika itu dinamakan dengan istilah
bernalar dan berpikir matematika tingkat tinggi (high-level mathematical thinking
and reasoning). Beberapa aspek berpikir matematika tingkat tinggi adalah
pemecahan masalah matematik, komunikasi matematik, penalaran matematik dan
koneksi matematik (Romberg dalam NCTM, 1989; NCTM. 2000).
Dari uraian tersebut di atas, diperoleh kesimpulan yaitu perlunya suatu
presepsi yang sama yaitu bahwa konsep matematika merupakan
konsep-konsep yang saling berkaitan dan haruslah meresap dalam pembelajaran
matematika di sekolah. Jika presepsi ini sebagai landasan guru dalam
pembelajaran matematika, maka setiap mengkaji materi selalu mengaitkan dengan
materi lain pada matematika dan bidang studi lain maupun pada kehidupan
sehari-hari. Guru harus memiliki kemampuan menyampikan materi dengan cara-cara
yang menyenangkan dan memiliki pengetahuan konsep matematika yang benar.
Karena seorang guru yang tidak menguasai konsep matematika dengan benar
tidak mungkin dapat mengajarkannya dengan baik, sedangkan guru yang tidak
menguasai berbagai cara dalam menyampaikan materi, guru hanya mengejar
terselesaikannya materi yang ada dalam kurikulum tanpa memperhatikan
kemampuan dan kesiapan siswa.
Maka salah satu jalan keluar untuk memperbaiki persoalan di atas adalah
guru mestinya memperhatikan betul strategi pembelajaran yang sesuai dengan
topik materi ajar yang akan diajarkan. Belajar akan lebih bermakna jika siswa
mengalami apa yang dipelajarinya, pembelajaran berpusat pada siswa, dan materi
11
sebaya dan bukan diberitahukan oleh guru secara langsung tetapi ditemukan dan
dikonstruksi anak itu sendiri. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan
materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek tetapi gagal
dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan. (Nurhadi, 2004:
104). Menurut pandangan konsstruktivisme bahwa pengetahuan merupakan
konstruksi (bentukan) dari orang yang mengenal sesuatu. Pengetahuan tidak bisa
ditransfer dari guru kepada siswa, karena setiap siswa mempunyai skhema sendiri
tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses
kognitif melalui proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai sesuatu
keseimbangan sehingga terbentuk suatu skhemata yang baru.
Slavin (1994:256), mengatakan bahwa :
The essence of constructivist theory is the idea that learners must individually discover and transform complex information if they are to make it their own. Constructivist theory sees against old rules and then revising rules when they no longer work. This view has profound implications for teaching, as it suggests a far more active role for student in their own instruction than is typical in many of classroom. Because of the emphasis on student as active learners. Constructivist strategies are often called student centered instruction.
Kutipan di atas mengandung arti bahwa pandangan kontruktivis
menganjurkan siswa harus belajar menemukan sendiri dan mentransformasikan
informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan aturan lama dan
merevisinya apabila aturan tersebut tidak lagi sesuai. Siswa dituntut benar-benar
memahami dan menerapkan pengetahuan yang diperoleh, memecahkan masalah,
menemukan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk kepentingannya, berusaha
12
Prinsip-prinsip konstruktivisme banyak digunakan dalam pembelajaran
sains dan matematika, antara lain : (1) pengetahuan dibangun siswa sendiri, baik
secara personal maupun social, (2) pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru
ke siswa, kecuali hanya dengan keaktifan siswa sendiri untuk bernalar, (3) murid
aktif mengonstruksi terus-menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep yang
lebih rinci, lengkap serta sesuai dengan konsep ilmiah (4) guru sekadar
membantu penyediaan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan
mulus (Suparno, 1997). Menurut filsafat konstruktivis berfikir yang baik adalah
lebih penting daripada mempunyai jawaban yang benar atas suatu persoalan yang
dipelajari. Seseorang yang mempunyai cara berfikir yang baik, dalam arti bahwa
cara berfikirnya dapat digunakan untuk menghadapi fenomena baru, akan dapat
menemukan pemecahan dalam menghadapi persoalan lain. Jadi menurut peneliti
salah satu strategi pembelajaran yang memungkinkan untuk meningkatkan
kemampuan koneksi matematika siswa dan pemecahan masalah matematik siswa
adalah Kooperatif tipe jigsaw.
Penerapan pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran di kelas
didasarkan pada teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami
konsep-konsep sulit apabila mereka saling mendiskusikan dan sharing
pengetahuan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Model
pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran
yang penting, yaitu prestasi akademik, penerimaan akan penghargaan, dan
pengembangan keterampilan sosial. Dengan pembelajaran model ini,
13
merangkum pendapat atau temuan dalam bentuk tulisan. Tugas kelompok dapat
memacu semangat belajar siswa untuk bekerja sama, saling membantu dalam
mengintegrasikan pengetahuan-pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah
dimilikinya.
Cooperative learning dalam pembelajaran matematika dapat membantu
siswa meningkatkan sikap positif. Siswa belajar membangun kepercayaan diri
terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan masalah matematika. Terjadinya
interaksi dalam kelompok, dapat melatih siswa menerima siswa lain yang
berkemampuan dan berlatar belakang berbeda. Melalui Strategi pembelajaran ini
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematika siswa dan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan didukung oleh
perangkat belajar dan materi pembelajaran kontekstual yang dirancang oleh guru.
Cooperative learning mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai
tim untuk menyelesaikan masalah, menyelesaikan tugas, atau mengerjakan
sesuatu untuk mencapai tujuan bersama.
Para siswa yang bekerja di dalam kelompok kooperatif bisa belajar lebih
berhasil dari pada mereka yang belajar dalam kelas-kelas pengajaran langsung
karena belajar pada kelompok kooperatif menciptakan sebuah situasi dimana
satu-satunya cara anggota kelompok bisa meraih tujuan pribadi mereka adalah jika
kelompok mereka sukses. Oleh karena itu, untuk meraih tujuan personal mereka,
anggota kelompok harus membantu teman satu timnya untuk melakukan apapun
guna membuat kelompok mereka berhasil, dan mungkin yang lebih penting,
14
Beberapa kajian telah menemukan bahwa ketika para siswa bekerja
bersama-sama untuk meraih sebuah tujuan kelompok, membuat mereka
mengekspresikan norma-norma yang baik dalam melakukan apapun yang
diperlukan untuk keberhasilan kelompok. Di dalam kelas yang kooperatif siswa
berusaha keras, selalu hadir di kelas, dan membantu yang lainnya belajar akan
dipuji dan didukung oleh teman satu timnya, ini bertolak belakang dengan situasi
di kelas pengajaran langsung (Slavin, 2009: 35)
1.2 Identifikasi Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah di atas maka dapat diidentifikasi
faktor-faktor yang memengaruhi rendahnya mutu pendidikan matematika yaitu :
1. Strategi Pembelajaran matematika selama ini kurang relevan dengan
tujuan dan karakteristik matematika.
2. Strategi pembelajaran yang selama ini diterapkan kurang meningkatkan
kemampuan koneksi matematika dan pemecahan masalah.
3. Strategi pembelajaran yang kreatif, inovatif dan efektif jarang digunakan
oleh guru.
4. Strategi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw jarang diterapkan di sekolah.
5. Guru mengajar dengan pendekatan konvensional yaitu metode ceramah
dan ekspositori yang lebih berpusat pada guru.
6. Kemampuan koneksi matematika masih rendah.
7. Kemampuan pemecahan masalah masih rendah.
15
1.3 Pembatasan Masalah
Rendahnya penguasaan kompetensi matematika siswa dipengaruhi oleh
banyak factor, antara lain adalah kurangnya kemamapuan koneksi matematika
siswa dan pemecahan masalah. Namun karena keterbatasan waktu, dana, dan
pengetahuan peneliti, maka permasalahan penelitian ini dibatasi sabagai berikut :
1. Kemampuan koneksi matematika siswa masih rendah
2. Kemampuan pemecahan masalah siswa masih rendah.
1.4 Rumusan Masalah
Rumusan masalah disimpulkan sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematika
antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan siswa
yang diberi pengajaran langsung?
2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematika antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
dengan siswa yang diberi pengajaran langsung?
3. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Menelaah perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematika siswa
antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, dengan
16
2. Menelaah perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw, dengan siswa yang diberi pengajaran langsung
3. Untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw.
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Bagi guru, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan memberikan
informasi penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
2. Bagi siswa, penelitian ini dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, dan
belajar lebih bermakna melalui pembelajaran pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw.
3. Bagi peneliti diharapkan dapat memberikan suatu wacana pembelajaran
yang dapat dijadikan sebagai bahan dalam pengembangan matematika
nantinya.
4. Bagi lembaga, untuk memberikan sumbangan pengetahuan dalam rangka
perbaikan pembelajaran matematika dan peningkatan mutu pendidikan di
SMA
5. Melengkapi hasil-hasil penelitian terdahulu mengenai peningkatan
17
1.7 Defenisi Operasional
Berikut ini adalah beberapa istilah yang perlu didefenisikan secara
operasional dengan tujuan agar tidak terjadi salah paham terhadap beberapa istilah
yang digunakan di dalam penelitian ini agar penelitian menjadi lebih terarah.
Beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw adalah suatu pembelajaran
dimana guru melatih siswa dalam kelompok ahli yang beranggotakan 4-6
orang yang akan dijadikan menjadi tutor sebaya. Sintaks pembelajaran
koperatif tipe Jigsaw adalah memotivasi siswa, menyampaikan informasi
pada siswa, pengarahan-strategi, membentuk kelompok heterogen, kerja
kelompok, presentasi hasil kelompok, dan pelaporan.
2. Model pengajaran langsung adalah suatu model pengajaran yang bersifat
teaching center (berpusat pada gurua), yang dirancang khusus menunjang
proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan
pengetahuan procedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan
dengan pola kegiatan yang bertahap selangkah demi selangkah.
3. Kemampuan koneksi matematika adalah kemampuan seseorang dalam
memperlihatkan hubungan internal dan eksternal matematika, yang
meliputi koneksi antar topik matematika, koneksi dengan disiplin ilmu lain
dan koneksi dengan kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini diukur dengan
kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal dengan deskriptor sebagai
18
a. Menuliskan koneksi terhadap topik matematika dengan tepat
b. Merumuskan koneksi dengan jelas.
c. Menyelesiakan dengan lengkap.
4. Kemampuan pemecahan masalah matematika adalah kemampuan siswa
dalam menyelesaikan masalah matematika dengan memperhatikan proses
menemukan jawaban berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah,
yaitu :
a. Memahami masalah.
b. Merencanakan penyelesaian/memilih strategi penyelesaian yang
sesuai.
c. Menyelesaikan masalah dengan menggunakan strategi yang
direncanakan.
d. Memeriksa kembali kebenaran jawaban yang diperoleh dengan cara
172
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan temuan penelitian selama pembelajaran
koperatif tipe jigsaw dengan menekankan pada kemampuan koneksi matematika
dan kemampuan pemecahan masalah matematika maka peneliti memperoleh
kesimpulan sebagai berikut :
1. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematika antara
siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan pengajaran
langsung. Peningkatan kemampuan koneksi matematik siswa yang
mendapat pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih baik dibanding dengan
peningkatan kemampuan koneksi matematik siswa yang mendapat
pengajaran langsung.
2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematik anatara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
dengan pengajaran langsung. Peningkatan kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw lebih baik dibanding dengan peningkatan kemampuan pemecahan
173
3. Dari respon siswa kepada pembelajaran kooperatif tipe jigsaw didapat
rata-rata perasaan siswa senang terhadap perangkat pembelajaran 94,00%.,
menyatakan baru terhadap komponen pemebelajaran 96,00% , menyatakan
berminat untuk mengikuti pembelajaran koopertif tipe jigsaw pada
pemebelajaran berikutnya 90,00% maka disimpulkan pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw merupakan pembelajaran yang baru dan disenangi
oleh siswa.
4. Peningkatan kemampuan koneksi matematika siswa tertinggi terdapat pada
deskriptor I yaitu menuliskan koneksi terhadap topik matematika dengan
tepat.
5. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa tertinggi
174
5.2. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang
diterapkan pada kegiatan pembelajaran memberikan hal-hal penting untuk
perbaikan. Untuk itu peneliti menyarankan beberapa hal berikut :
1. Bagi guru matematika
a. Pembelajaran kooperarif tipe jigsaw pada pembelajaran matematika yang
menekankan kemampuan koneksi matematika dan pemecahan masalah
matematika siswa dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk
menerapkan pembelajaran matematika yang inovatif khususnya dalam
mengajarkan materi peluang.
b. Perangkat pembelajaran yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai
bandingan bagi guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran
matematika dengan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada pokok
bahasan peluang.
c. Diharapkan guru perlu menambah wawasan tentang teori-teori
pembelajaran dan model pembelajaran yang innovatif agar dapat
melaksanakannya dalam pembelajaran matematika sehingga pembelajaran
biasa secara sadar dapat ditinggalkan sebagai upaya peningkatan hasil
belajar siswa.
2. Kepada Lembaga terkait
a. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan menekankan kemampuan
koneksi matematika dan kemampuan pemecahan masalah matematika
175
disosialisasikan oleh sekolah atau lembaga terkait dengan harapan dapat
meningkatkan hasil belajar matematika siswa, khususnya meningkatkan
kemampuan koneksi matematika siswa dan pemecahan masalah
matematika siswa.
b. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat dijadikan sebagai salah satu
alternatif dalam meningkatkan kemampuan koneksi matematika dan
kemampuan pemecahan masalah siswa pada pokok bahasan peluang
sehingga dapat dijadikan masukan bagi sekolah untuk dikembangkan
sebagai strategi pembelajaran yang efektif untuk pokok bahasan
matematika yang lain.
3. Kepada peneliti lanjutan
a. Melakukan penelitian lanjutan yang bisa mengkaji aspek lain secara
terperinci dan benar-benar diperhatikan kelengkapan pembelajaran agar
aspek yang belum terjangkau dalam penelitian ini diperoleh secara
maksimal
b. Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw dalam meningkatkan kemampuan koneksi matematika dan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dalam jumlah sampel
176
DAFTAR PUSTAKA
Arends, Richard I. (2008 ), Learning to Tech. Seventh Edition. New York : Mc Grow Hill Company.
Arikunto, S. (2012), Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.
Dahar,Ratna Wilis (1988), Teori-Teori Belajar,Jakarta, P2LPTK.
Departemen Pendidikan Nasional (2004), Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta:Puskur Depdiknas.
Hadi, S. (2005). Pendidikan Matematika Realistik. Banjarmasin. Penerbit Tulip.
Hamalik, O. (2001). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Henningsen, M. dan Stein, M.K. (1997) Mathematical Task and Student Cognition : Classroom based factors that Support and inhibit High-level Thinking and Reasoning, JRME,28,524-549
Ibrahim, M dan Nur, M (2000) Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya : UNESA University Press.
Ismail, (2003). Matematikadan Pelaksanaannya di Depan Kelas. Jakarta Depdikbud
Johnson, D.W, Johnson RT dan Holubec, EJ (1994). Cooperative Laerning in the Clasroom. Alexandria: ASCD
Lie, A, (2010), Cooperative Learning. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia
NCTM (1989), Curriculum and Evaluation Standart for School Mathematics. Virginia. The National Council of Teacher Mathematic Inc.
NCTM, (2000) Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. United States of America: The National Council of Teachers of Mathematics, Inc.
Pallant, Julie. SPSS Survival Manual. Allen&Unwin
177
Ratumanan, T.G ( 2002). Belajar dan Pembelajaran, Surabaya: UNESA University Press.
Ruspiani. (2000). Kemampuan Siswa dalam Melakukan Koneksi Matematik. Tesis : UPI. Bandung : Tidak diterbitkan.
Ruseffendi, H.E.T. (1998). Statistik Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.
---(1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Sanjaya Wina. (2008), Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta, Kencana, Prenada Media Group.
Saragih, S. 2007 Mengembangkan Kemampuan Berfikir Logis Dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi UPI Bandung. Tidak diterbitkan
Sudjana. 1983. Teknik Analisi Regresi dan Korelasi Bagi Para Peneliti. Bandung: Tarsito.
Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta, Kanisius
Sumarno U dkk (l994), Suatu alternative Pengajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik pada Guru dan Siswa SMP, Laporan Penelitian FMIPA IKIP Bandung.
Slavin, R E. (1994). Education Psychology. Theories and Practice. Fourth Edition. Masschusetts: Allyn and Bacon Publishers.
--- (2009). Cooperative Learning. Bandung : Nusa Media.
Suparlan (2007). Sepuluh Kaidah untuk meniongkatkan matematika sebagai pelajaran yang menyenangkan , (online) (http:// www. Suparlan. Com/pages/posts/sepuluh kaidah untuk meningkatkan-citra-matematika-sebagai-mata-pelajaran-yang menyenangkan26.php, diakses April 2009)
Sujono. (1988). Pengajaran Matematika untuk Sekolah Menengah. Jakarta: Depdikbud. Turmandi, (2008). Landasan Filsapat dan Teori Pembelajaran Matematika. Jakarta:Leuser
Citra Pusaka.
178
Utari Sumarno (1994). Suatu Alternatif Pengajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Guru dan Siswa SMA di Kodya Bandung. Laporan Penelitian IKIP Bandung : Tidak Dipublikasikan
________ (2002). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah pada Seminar Tingkat Nasional FPMIPA UPI Bandung : Tidak Diterbitkan
UU No. 20 Tahun 2003 Tentang sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Depdiknas Indonesia.
Neter, J. 1974. Applied Linier Statistical Model. Illions : Richard D. Erwin, INC