• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Akuntansi Indonesia Vol. 13, No. 1, Februari 2017, Hal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Jurnal Akuntansi Indonesia Vol. 13, No. 1, Februari 2017, Hal"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN 1829 - 8532 │Hal. 398 PEMAHAMAN PERATURAN PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN FORMAL WAJIB PAJAK

DENGAN PREFERENSI RISIKO SEBAGAI VARIABEL MODERATING Dwi Hariyani

PT. Cipta Sarana Cendekia E-mail: dwihariyani@gmail.com

Agus Sambodo Universitas Gajayana

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pemahaman peraturan perpajakan dengan preferensi risiko berpengaruh terhadap kepatuhan formal wajib pajak. Populasi penelitian adalah seluruh wajib pajak di wilayah KPP Pratama Batu. Pengambilan sampel di lakukan berdasarkan convenience sampling, sehingga jumlah sampel sebanyak 99 responden untuk wajib pajak orang pribadi karyawan, 98 responden untuk non karyawan dan 96 responden untuk wajib pajak badan. Penelitian deskriptif ini menggunakan metode penyebaran kuesioner kepada wajib pajak. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Selisih Nilai Mutlak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh pemahaman peraturan perpajakan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan formal wajib pajak orang pribadi karyawan, non karyawan dan wajib pajak badan. Akan tetapi preferensi risiko berpengaruh tidak signifikan terhadap kepatuhan formal wajib pajak orang pribadi karyawan dan non karyawan, sedangkan untuk wajib pajak badan variabel moderating pada penelitian ini yaitu preferensi risiko berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan formal wajib pajak badan. Demikian juga dengan pengaruh preferensi risiko terhadap hubungan antara pemahaman peraturan perpajakan dengan kepatuhan formal wajib pajak orang pribadi karyawan dan non karyawan berpengaruh tidak signifikan dan tidak dapat memoderasi hubungan antara kedua variabel tersebut, sedangkan pengaruh preferensi risiko terhadap hubungan antara pemahaman peraturan perpajakan dengan kepatuhan formal wajib pajak badan berpengaruh signifikan dan dapat memoderasi hubungan antara kedua variabel tersebut.

Kata kunci: pemahaman peraturan perpajakan, kepatuhan formal wajib pajak, preferensi risiko PENDAHULUAN

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007). Menurut Rochmat Soemitro, dalam Mardiasmo (2011), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Pengeluaran ini digunakan untuk membiayai pembangunan nasional yang berlangsung secara berkesinambungan demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pembangunan nasional yang dilakukan pemerintah meliputi peningkatan sumber daya manusia (SDM), penyediaan infrastruktur, dan pemberian fasilitas berupa pendidikan kepada masyarakat, yang tentunya mengeluarkan biaya yang sangat besar. Salah satu usaha pemerintah dalam menangani masalah pembiayaan tersebut adalah dengan cara menggali sumber pendapatan salah satunya melalui pajak.

Pajak merupakan penyumbang penerimaan terbesar bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, karena sektor pajak merupakan sektor yang paling mudah dalam pemungutannya dikarenakan pemungutan pajak didukung oleh Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. Pajak yang berlaku di Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu pajak pusat dan pajak daerah.

Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, sedangkan Pajak Daerah adalah pajak- pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Pajak

(2)

ISSN 1829 - 8532 │Hal. 399 pusat antara lain, Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM), Bea Materai, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), sedangkan pajak daerah antara lain Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor, Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, Pajak Parkir.

Jadi, pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang, sehingga dapat dipaksakan dengan tidak mendapat balas jasa secara langsung. Ciri-ciri yang terdapat dalam pengertian pajak, diantaranya, Pajak dipungut berdasarkan undang-undang, Tidak mendapatkan kontraprestasi (jasa timbal balik) yang secara langsung, Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan, Pemungutan pajak dapat dipaksakan, dan Berfungsi sebagai budgeter dan regulerend.

Dengan demikian, sumber pendapatan negara yang utama berasal dari pajak yang digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Hal ini tertuang dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) dimana penerimaan pajak merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar, semakin besarnya pengeluaran pemerintah dalam rangka pembiayaan negara menuntut peningkatan penerimaan negara yang salah satunya berasal dari pajak. Pajak memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam ekonomi dan perkembangan sosial suatu bangsa yang dapat diwujudkan karena adanya sumber pendanaan yang tetap. Pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian dan peran serta wajib pajak yang secara langsung melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan dan pembangunan ekonomi nasional. Salah satu indikator yang digunakan pemerintah untuk mengukur keberhasilan dalam penerimaan negara dari pajak adalah tax ratio dengan perbandingan jumlah pajak yang diperoleh atau dikumpulkan pemerintah dengan jumlah pendapatan domestik bruto dalam satu tahun fiskal. Semakin besar tax ratio mengindikasikan semakin besar porsi penerimaan pajak yang terus mengalami peningkatan dan memberi kontribusi besar dalam penerimaan negara.

Reformasi sistem perpajakan nasional memang dapat dikatakan telah meningkatkan penerimaan pajak. Namun, kecepatan pertumbuhan penerimaan pajak belum mencapai hasil seperti yang diharapkan. Hal tersebut dibuktikan dengan rendahnya tax ratio Indonesia. Faktor yang menyebabkan rendahnya tax ratio adalah rendahnya pendapatan perkapita, tingkat kepatuhan wajib pajak yang masih rendah (kesadaran masyarakat akan kewajiban perpajakan masih sangat rendah), wajib pajak dalam melaporkan penghasilannya sebagian besar belum dilakukan secara transparan, dan tingkat efisiensi administrasi perpajakan yang belum maksimal. Rendahnya kesadaran masyarakat akan kewajiban perpajakan disebabkan oleh ketidakpahaman masyarakat akan aturan perpajakan (Yadnyana dan Sudiksa, 2011).

Wajib pajak harus memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif wajib pajak dalam menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan wajib pajak yang tinggi, yaitu kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan kebenarannya. Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela (voluntary of complience). E. Eliyani (1989) dalam penelitian Jatmiko (2006), menyatakan bahwa kepatuhan wajib pajak didefinisikan sebagai memasukkan dan melaporkan pada waktunya informasi yang diperlukan, mengisi secara benar jumlah pajak yang terutang, dan membayar pajak pada waktunya tanpa tindakan pemaksaan. Ketidakpatuhan timbul jika salah satu syarat definisi tidak terpenuhi.

Adapun upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak antara lain, mengubah sistem pemungutan pajak dari official assessment system menjadi self assessment system dengan memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang. Dengan perubahan sistem perpajakan tersebut menjadikan wajib pajak sebagai subjek pajak yang mandiri dalam pemenuhan hak untuk turut serta berpartisipasi dalam pembiayaan pembangunan, peningkatan efisiensi administrasi di bidang perpajakan, dan peningkatan kepatuhan wajib pajak.

(3)

ISSN 1829 - 8532 │Hal. 400 Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengungkapkan, rekapitulasi hasil penerimaan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) 2015 berdasarkan up date per tanggal 31 Maret 2015 mencapai 9,09 juta wajib pajak. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan sebesar 17% dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, angka tersebut tergolong kecil karena dari 27 juta Wajib Pajak terdaftar tidak seluruhnya menyerahkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) setiap tahun. Padahal penyampaian SPT sangat penting bagi Negara terkait kepatuhan Wajib Pajak dalam pelaporan pembayaran pajak. Kesadaran membayar pajak merupakan keadaan dimana wajib pajak mau membayar pajak karena merasa tidak dirugikan dari pembayaran pajak yang dilakukannya.

Pengetahuan dan pemahaman akan peraturan perpajakan adalah proses dimana wajib pajak mengetahui tentang perpajakan dan mengaplikasikan pengetahuan itu untuk membayar pajak.

Suryadi (2006) dalam Hardiningsih dan Yulianawati (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa meningkatnya pengetahuan perpajakan baik formal dan non formal akan berdampak positif terhadap kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak. Gardina dan Hariyanto (2006) dalam Hardiningsih dan Yulianawati (2011) menemukan bahwa rendahnya kepatuhan wajib pajak disebabkan oleh pengetahuan wajib pajak serta persepsi tentang pajak dan petugas pajak yang masih rendah.

Sebagian wajib pajak memperoleh pengetahuan pajak dari petugas pajak, selain itu ada yang memperoleh dari media informasi, konsultan pajak, seminar dan pelatihan pajak.

Pengetahuan wajib pajak terhadap peraturan pajak tentu berkaitan dengan pemahaman seorang wajib pajak tentang peraturan pajak. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan contoh kasus ketika seorang wajib pajak memahami atau dapat mengerti bagaimana cara membayar pajak, melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) dan lain sebagainya. Ketika seorang wajib pajak memahami tata cara perpajakan maka dapat pula memahami peraturan perpajakan. Hal tersebut dapat meningkatkan pengetahuan serta wawasan terhadap peraturan perpajakan.

Kepatuhan wajib pajak merupakan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh pembayar pajak dalam rangka memberikan kontribusi bagi pembangunan yang diharapkan dapat diberikan secara sukarela. Kepatuhan wajib pajak menjadi aspek penting mengingat sistem perpajakan Indonesia menganut sistem Self Asessment di mana dalam prosesnya secara mutlak memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar dan melapor kewajibannya. Kewajiban dan hak perpajakan dibagi menjadi dua kepatuhan, meliputi kepatuhan formal dan kepatuhan material. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan formal dalam undang- undang perpajakan. Sedangkan kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif/hakikat memenuhi semua ketentuan material perpajakan yakni sesuai isi dan jiwa undang- undang perpajakan.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Widayati dan Nurlis (2010) terdapat beberapa indikator wajib pajak mengetahui dan memahami peraturan perpajakan antara lain: (1) Kewajiban kepemilikan NPWP, (2). Pengetahuan dan pemahaman mengenai hak dan kewajiban sebagai wajib pajak, (3) Pengetahuan dan pemahaman mengenai sanksi perpajakan. (4). Pengetahuan dan pemahaman mengenai PTKP, PKP dan tarif pajak, dan (5) Wajib pajak mengetahui dan memahami peraturan perpajakan melalui sosialisasi yang dilakukan oleh KPP.

Dalam penelitian ini, peneliti akan lebih fokus pada kepatuhan formal wajib pajak yang merefleksikan pemenuhan kewajiban menyetorkan dan melaporkan perpajakan sesuai jadwal yang ditentukan. Kepatuhan formal merupakan suatu bentuk perilaku dimana wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas, menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar dan membayar pajak tepat pada waktunya. Sedangkan kepatuhan material lebih menekankan pada aspek substansinya yaitu, jumlah pembayaran pajak telah sesuai ketentuan. Kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam peningkatannya antara lain, pemahaman dari wajib pajak terhadap peraturan perpajakan. Faktor ini akan mempengaruhi kepatuhan masyarakat untuk memenuhi kewajibannya dibidang perpajakan. Namun, terdapat wajib pajak sudah paham akan peraturan perpajakan, tetapi tidak patuh. Disamping itu ada beberapa wajib pajak yang tidak memahami peraturan pajak justru patuh dalam membayar kewajiban pajaknya. Hal tersebut merupakan fenomena yang perlu diteliti bagaimana seorang wajib pajak dikategorikan memahami

(4)

ISSN 1829 - 8532 │Hal. 401 peraturan perpajakan namun tidak melaksanakan kewajibannya sebagai subjek pajak, atau yang tidak paham sama sekali mengenai peraturan perpajakan.

Peningkatan kepatuhan wajib pajak dapat dipengaruhi oleh preferensi wajib pajak akan risiko-risiko yang terjadi. Preferensi risiko merupakan salah satu karakteristik seseorang dimana karakteristik tesebut akan mempengaruhi perilakunya (Aryobimo, 2012). Dalam konseptual preferensi risiko terdapat tiga cakupan yaitu, menghindari risiko, netral dalam menghadapi risiko, dan suka mencari risiko. Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa perilaku wajib pajak dalam menghadapi risiko tidak dapat dianggap remeh dalam kaitannya dengan kepatuhan (Aryobimo, 2012). Torgler (2003) dalam Aryobimo (2012) menyampaikan bahwa keputusan seorang wajib pajak dapat dipengaruhi oleh perilakunya terhadap risiko yang dihadapi. Risiko-risiko yang terdapat pada wajib pajak dalam kaitannya untuk peningkatan kepatuhan wajib pajak antara lain, risiko keuangan, risiko kesehatan, risiko sosial, risiko pekerjaan, dan risiko keselamatan. Berdasarkan penjelasan tersebut maka kepatuhan formal wajib pajak dapat dipengaruhi secara langsung oleh pemahaman wajib pajak tentang undang-undang dan peraturan perpajakan. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan bahwa kepatuhan formal wajib pajak sama sekali tidak dipengaruhi oleh pemahaman seorang tentang peraturan wajib pajak.

Preferensi risiko digunakan sebagai variabel moderating dengan maksud untuk memperkuat antara pemahaman peraturan perpajakan dengan kepatuhan wajib pajak. Risiko-risiko tersebut akan terkait dalam peningkatan kepatuhan wajib pajak, dimana seorang wajib pajak memiliki kecenderungan menentukan sikap dalam menghadapi risiko yang terjadi.

Penelitian ini meriset ulang penelitian terdahulu, yang pertama penelitian oleh Nirawan Adiasa (2013) dan Eka Yulianty (2015). Sampel yang digunakan peneliti terdahulu Wajib Pajak Orang Pribadi sedangkan penelitian ini mengklasifikasikan menjadi tiga yaitu, Wajib Pajak Orang Pribadi Karyawan, Non Karyawan dan Wajib Pajak Badan, sehingga hasilnya bisa diketahui permasing-masing wajib pajak. Alasan peneliti mengklasifikasikan menjadi tiga adalah, jika dilihat dari segi kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Karyawan masih dibantu oleh pemberi kerja atau perusahaan, sedangkan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan dan Wajib Pajak Badan dapat dikatakan patuh karena memperhitungkan sanksi dan denda yang akan di dapat jika tidak mematuhi peraturan perpajakan.

KPP Pratama Batu sebagai objek penelitian ini karena wilayah batu terkenal dengan daerah industri dan wisata yang memiliki banyak tenaga kerja yang terdaftar sebagai wajib pajak dengan tingkat pemahaman perpajakan yang berbeda. Dari pengklasifikasian permasing-masing wajib pajak, tempat penelitian yang berbeda, kondisi dan karakteristik wilayah yang berbeda apakah hasilnya berbeda, maka dengan perbedaan tersebut akan muncul masalah terkait dengan kepatuhan wajib pajak pada masing-masing daerah. Persepsi tentang perpajakan pada wajib pajak yang tinggal di wilayah pendidikan, industri dan wisata mungkin akan memiliki pemikiran yang berbeda. Wajib pajak di wilayah pendidikan umumnya memiliki informasi lebih untuk memenuhi hak dan kewajibannya, akan tetapi belum tentu wajib pajak yang tinggal di daerah industri dan wisata memiliki tingkat pemikiran dan kepatuhan yang lebih. Hal ini dimaksudkan untuk membatasi ruang lingkup penelitian sehingga wajib pajak yang diteliti adalah Wajib Pajak Orang Pribadi Karyawan, Non Karyawan dan Wajib Pajak Badan. Berikut jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi Karyawan, Non Karyawan dan Wajib Pajak Badan yang terdaftar di KPP Pratama Batu dalam penyampaian SPT dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1. Data Wajib Pajak Perorangan/Badan Hukum di KPP Pratama Batu Tahun 2016

Tahun

Wajib Pajak Orang Pribadi Karyawan

Wajib Pajak Orang Pribadi Non

Karyawan Wajib Pajak Badan

WP Terdaftar

SPT dilaporkan

SPT tidak dilaporkan

WP Terdaftar

SPT dilaporkan

SPT tidak dilaporkan

WP Terdaftar

SPT dilaporkan

SPT tidak dilaporkan 2015 14.067 9.692

(69%) 4.375 (31%) 5.719 2.828 (49%) 2.891 (51%) 2.568 926

(36%) 1.642 (64%) Sumber: KPP Pratama Batu, 2016.

(5)

ISSN 1829 - 8532 │Hal. 402 Melihat realita data di atas, peneliti tertarik untuk meneliti mengapa banyak Wajib Pajak terlambat dalam menyampaikan SPTnya. Untuk itu peneliti menduga hal tersebut dipengaruhi oleh pemahaman wajib pajak tentang peraturan perpajakan. Dari masalah yang telah diuraikan tersebut penulis akan meneliti tingkat pemahaman masing-masing wajib pajak tentang peraturan perpajakan yang berlaku saat ini terhadap kepatuhan wajib pajak dan juga akan dipengaruhi oleh preferensi risiko tiap wajib pajak yang memoderasi antara pemahaman dan kepatuhan wajib pajak.

METODE PENELITIAN

Penelitian yang telah dilaksanakan di wilayah KPP Pratama Batu ini melibatkan seluruh Wajib Pajak Orang Pribadi Karyawan, Non Karyawan dan Wajib Pajak Badan yang ada di KPP Pratama Batu.

Pengambilan sampel penelitian secara Non Probability Sampling Design, dengan kriteria wajib pajak yang digunakan adalah wajib pajak yang terdaftar dan aktif dalam melakukan kewajiban perpajakan dan memiliki NPWP pada 3 Kecamatan yakni Kecamatan Batu, Kecamatan Junrejo dan Kecamatan Bumiaji.

Penelitian kuantitatif dengan metode deskriptif ini menggunakan kuesioner, wawancara, observasi dan kajian kepustakaan dalam pengumpuan data. Penelitian deskriptif bertujuan memberikan gambaran tentang detail-detail spesifik dari sebuah situasi, lingkungan sosial, atau hubungan” (Efferin, 2008).

Hasan (2002) berpendapat, metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu, dalam hal ini bidang secara aktual dan cermat. Data yang sudah terkumpul melalui teknik pengumpulan data tersebut, kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik Moderated Regression Analysis (MRA) dengan menggunakan Uji Selisih Nilai Mutlak. Uji selisih nilai mutlak dilakukan dengan cara mencari selisih nilai mutlak terstandarisasi diantara kedua variabel bebasnya. Jika selisih nilai mutlak diantara kedua variabel bebas tersebut signifikan positif maka variabel tersebut memoderasi hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantungnya.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Regresi Linear Berganda

Setelah melakukan hasil uji asumsi klasik dan hasilnya secara keseluruhan menunjukkan bahwa model regresi telah memenuhi kriteria yang dimaksud, maka untuk menjawab hipotesis digunakan analisis regresi linear berganda dengan tingkat pemahaman peraturan pajak (X) sebagai variabel independen dan tingkat kepatuhan formal wajib pajak (Y) sebagai variabel dependen.

Berdasarkan pada pengolahan data menggunakan program statistik SPSS versi 11 maka dapat diperoleh hasil pada tabel 2 sebagai berikut:

(6)

ISSN 1829 - 8532 │Hal. 403 Tabel 2. Hasil Pengujian Regresi Wajib Pajak Orang Pribadi Karyawan

Coefficients

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) X1

M1

XM1

-128.966 3.288 3.898 -.074

59.250 1.305 1.754 .038

1.651 3.041 -3.309

-2.177 2.520 2.222 -1.935

.032 .013 .029 .056 a. Dependent Variable: Y1

Sumber: Data Primer diolah, 2016.

Berdasarkan tabel di atas untuk wajib pajak orang pribadi karyawan dapat disimpulkan bahwa variabel Y dipengaruhi oleh beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian, sehingga terbentuklah persamaan seperti berikut :

Y = – 128.966 + 3.288X + 3.898M + (-0.074) Moderat

Berdasarkan hasil persamaan regresi dapat dijelaskan besarnya pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen adalah sebagai berikut:

Hasil analisis dapat diketahui jika variabel bebas atau independen berpengaruh adalah variabel X dengan nilai koefisien sebesar 3.288 yang berarti bahwa jika variabel X naik sebesar satu poin maka variabel Y juga akan naik sebesar 3.288 poin. Variabel M dengan nilai koefisien sebesar 3.898 yang berarti bahwa jika variabel M naik sebesar satu poin maka variabel Y juga akan naik sebesar 3.898 poin. Variabel Moderat dengan nilai koefisien sebesar -0.074 yang berarti bahwa jika variabel Moderat naik sebesar satu poin maka variabel Y akan turun sebesar -0.074 poin. Dari persamaan tersebut dapat terlihat bahwa variabel independen (X) berpengaruh terhadap variabel dependen (Y), dan preferensi risiko (M) bukan sebagai moderator dari variabel X terhadap Y karena nilai signifikan sebesar 0,056.

Berdasarkan pada pengolahan data menggunakan program statistik SPSS versi 11 maka untuk wajib pajak orang pribadi non karyawan dapat diperoleh hasil pada tabel 14 sebagai berikut:

Tabel 3. Hasil dari Regresi Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) X2

M2

XM2

-44.203 1.380 2.066 -.033

30.018 .607 .928

.019 .776 2.716 -2.446

-1.473 2.273 2.227 -1.756

.144 .025 .028 .082 a. Dependent Variable: Y2

Sumber: Data Primer diolah, 2016.

Berdasarkan tabel di atas untuk wajib pajak orang pribadi non karyawan dapat disimpulkan bahwa variabel Y dipengaruhi oleh beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian, sehingga terbentuklah persamaan seperti berikut:

Y = – 44.203 + 1.380X + 2.066M + (-0.033) Moderat

Berdasarkan hasil persamaan regresi dapat dijelaskan besarnya pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen adalah sebagai berikut:

(7)

ISSN 1829 - 8532 │Hal. 404 Hasil analisis dapat diketahui jika variabel bebas atau independen berpengaruh adalah variabel X dengan nilai koefisien sebesar 1.380 yang berarti bahwa jika variabel X naik sebesar satu poin maka variabel Y juga akan naik sebesar 1.380 poin. Variabel M dengan nilai koefisien sebesar 2.066 yang berarti bahwa jika variabel M naik sebesar satu poin maka variabel Y juga akan naik sebesar 2.066 poin. Variabel Moderat dengan nilai koefisien sebesar -0.033 yang berarti bahwa jika variabel Moderat naik sebesar satu poin maka variabel Y akan turun sebesar -0.033 poin. Dari persamaan tersebut dapat terlihat bahwa variabel independen (X) berpengaruh terhadap variabel dependen (Y), dan preferensi risiko (M) bukan sebagai moderator dari variabel X terhadap Y karena nilai signifikan sebesar 0,082.

Berdasarkan pada pengolahan data menggunakan program statistik SPSS versi 11 maka untuk wajib pajak badan dapat diperoleh hasil pada tabel berikut:

Tabel 4. Hasil dari Regresi Wajib Pajak Badan Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) X3 M3 XM3

64.355 -.745 -1.217 .032

21.723 .490 .638 .014

-.677 -1.370 2.202

2.963 -1.518 -1.909 2.256

.004 .132 .059 .026 a. Dependent Variable: Y3

Sumber : Data Primer diolah, 2016.

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa variabel Y dipengaruhi oleh beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian, sehingga terbentuklah persamaan seperti berikut :

Y = 64.355 + (-0.745)X + (-1.217)M + 0.032 Moderat

Berdasarkan hasil persamaan regresi dapat dijelaskan besarnya pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen adalah sebagai berikut :

Hasil analisis dapat diketahui jika variabel bebas atau independen berpengaruh adalah variabel X dengan nilai koefisien sebesar -0.745 yang berarti bahwa jika variabel X turun sebesar satu poin maka variabel Y juga akan turun sebesar -0.745 poin. Variabel M dengan nilai koefisien sebesar - 1.217 yang berarti bahwa jika variabel M turun sebesar satu poin maka variabel Y juga akan turun sebesar -1.217 poin. Variabel Moderat dengan nilai koefisien sebesar 0.032 yang berarti bahwa jika variabel Moderat turun sebesar satu poin maka variabel Y akan naik sebesar 0.032 poin. Dari persamaan tersebut dapat terlihat bahwa variabel independen (X) berpengaruh terhadap variabel dependen (Y) dan preferensi risiko (M) sebagai moderator dari variabel X terhadap Y karena nilai signifikan sebesar 0,026.

Koefesien Determinasi

Uji koefesien determinasi dilakukan untuk mengetahui seberapa besar persentase sumbangan dari variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Dilihat dari seberapa besar nilai koefesien determinasi atau R square. Berikut tabel 5 koefesien determinasi untuk wajib pajak orang pribadi karyawan yang dihasilkan dalam penelitian:

Tabel 5. Koefesien Determinasi Wajib Pajak Orang Pribadi Karyawan Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

(8)

ISSN 1829 - 8532 │Hal. 405

1 .668a .446 .428 4.356

a. Predictors: (Constant), XM1, X1, M1 Sumber : Data Primer diolah, 2016.

Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa besarnya R² adalah 0.446, hal ini berarti 44,6%

variasi dari Y dapat dijelaskan oleh variasi dari variabel independen sedangkan sisanya (100% - 44,6%

= 55,4%) dijelaskan oleh sebab-sebab lain di luar model. Berikut tabel koefesien determinasi untuk wajib pajak orang pribadi non karyawan yang dihasilkan dalam penelitian:

Tabel 6. Koefesien Determinasi Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R

Square Std. Error of the Estimate

1 .697a .486 .470 4.438

a. Predictors: (Constant), XM2, X2, M2

Sumber : Data Primer diolah, 2016.

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa besarnya R² adalah 0.486, hal ini berarti 48,6%

variasi dari Y dapat dijelaskan oleh variasi dari variabel independen sedangkan sisanya (100% - 48,6%

= 51,4%) dijelaskan oleh sebab-sebab lain di luar model. Berikut tabel 7 koefesien determinasi untuk wajib pajak badan yang dihasilkan dalam penelitian:

Tabel 7. Koefisien Determinasi Wajib Pajak Badan

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .496a .246 .222 4.755

a. Predictors: (Constant), XM3, X3, M3

Sumber : Data Primer diolah, 2016.

Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa besarnya R² adalah 0.246, hal ini berarti 24,6%

variasi dari Y dapat dijelaskan oleh variasi dari variabel independen sedangkan sisanya (100% - 24,6%

= 75,4%) dijelaskan oleh sebab-sebab lain di luar model.

Uji Pengaruh Parsial (Uji t)

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan Uji t dalam program statistik SPSS versi 11, dimana pengujian yang dilakukan menggunakan taraf signifikansi 0.05 dengan tingkat kepercayaan 95%. Berikut tabel 8 hasil uji t untuk wajib pajak orang pribadi karyawan yang dihasilkan dalam penelitian:

(9)

ISSN 1829 - 8532 │Hal. 406 Tabel 8. Hasil Uji t Wajib Pajak Orang Pribadi Karyawan

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) X1

M1

XM1

-128.966 3.288 3.898 -.074

59.250 1.305 1.754 .038

1.651 3.041 -3.309

-2.177 2.520 2.222 -

1.935

.032 .013 .029 .056 a. Dependent Variable: Y1

Sumber : Data Primer diolah, 2016.

Uji t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Berdasarkan tabel 8 dapat digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Berikut ini dijelaskan hasil perhitungan uji t masing-masing variabel :

1. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Karyawan

a. Hasil uji signifikan pengaruh parsial (uji t) pada variabel X menghasilkan signifikan sebesar 0.013. Tingkat signifikan 0.013 lebih kecil dari 0.05, maka dapat diketahui bahwa hipotesis yang menyatakan X (pemahaman tentang peraturan pajak wajib pajak orang pribadi karyawan) berpengaruh terhadap Y (kepatuhan formal wajib pajak orang pribadi karyawan) sehingga hipotesis pertama dapat diterima.

b. Hasil uji signifikan pengaruh parsial (uji t) pada variabel Moderating menghasilkan signifikan sebesar 0.056. Tingkat signifikan 0.056 lebih besar dari 0.05, maka dapat diketahui bahwa hipotesis yang menyatakan variabel M (preferensi risiko) tidak memoderasi hubungan X (pemahaman tentang peraturan pajak wajib pajak orang pribadi karyawan) terhadap Y (kepatuhan formal wajib pajak orang pribadi karyawan) bernilai negatif sehingga tidak ada moderasi/ hipotesis kedua ditolak.

Berikut tabel 9 hasil uji t untuk wajib pajak orang pribadi non karyawan yang dihasilkan dalam penelitian:

Tabel 9. Hasil Uji t Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) X2 M2 XM2

-44.203 1.380 2.066 -.033

30.018 .607 .928

.019 .776 2.716 -2.446

-1.473 2.273 2.227 -1.756

.144 .025 .028 .082 a. Dependent Variable: Y2

Sumber : Data Primer diolah, 2016.

Uji t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Berdasarkan tabel 9 dapat digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

Berikut ini dijelaskan hasil perhitungan uji t masing-masing variabel:

2. Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan

a. Hasil uji signifikan pengaruh parsial (uji t) pada variabel X menghasilkan signifikan sebesar 0.025. Tingkat signifikan 0.025 lebih kecil dari 0.05, maka dapat diketahui bahwa hipotesis yang menyatakan X (pemahaman tentang peraturan pajak wajib pajak orang pribadi non karyawan) berpengaruh terhadap Y (kepatuhan formal wajib pajak orang pribadi non karyawan) sehingga hipotesis pertama dapat diterima.

(10)

ISSN 1829 - 8532 │Hal. 407 b. Hasil uji signifikan pengaruh parsial (uji t) pada variabel Moderating menghasilkan signifikan

sebesar 0.082. Tingkat signifikansi 0.082 lebih besar dari 0.05, maka dapat diketahui bahwa hipotesis yang menyatakan variabel M (preferensi risiko) tidak memoderasi hubungan X (pemahaman tentang peraturan pajak orang pribadi non karyawan) terhadap Y (kepatuhan formal wajib pajak orang pribadi non karyawan) bernilai negatif sehingga tidak ada moderasi/ hipotesis kedua ditolak.

Berikut tabel 10 hasil uji t untuk wajib pajak badan dihasilkan dalam penelitian : Tabel 10. Hasil Uji t Wajib Pajak Badan

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) X3

M3

XM3

64.355 -.745 -1.217 .032

21.723 .490 .638 .014

-.677 -1.370 2.202

2.963 -1.518 -1.909 2.256

.004 .132 .059 .026 a. Dependent Variable: Y3

Sumber : Data Primer diolah, 2016.

Uji t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Berdasarkan tabel di atas dapat digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Berikut ini dijelaskan hasil perhitungan uji t masing-masing variabel:

3. Untuk Wajib Pajak Badan

a. Hasil uji signifikan pengaruh parsial (uji t) pada variabel X menghasilkan signifikan sebesar 0.132. Tingkat signifikansi 0.132 lebih kecil dari 0.05, maka dapat diketahui bahwa hipotesis yang menyatakan X (pemahaman tentang peraturan pajak wajib pajak badan) berpengaruh terhadap Y (kepatuhan formal wajib pajak badan) sehingga hipotesis pertama dapat diterima.

b. Hasil uji signifikan pengaruh parsial (uji t) pada variabel Moderating menghasilkan signifikan sebesar 0.026. Tingkat signifikansi 0.026 lebih kecil dari 0.05, maka dapat diketahui bahwa hipotesis yang menyatakan variabel M (preferensi risiko) memoderasi hubungan X (pemahaman tentang peraturan pajak wajib pajak badan) terhadap Y (kepatuhan formal wajib pajak badan) bernilai positif sehingga ada moderasi/hipotesis kedua dapat diterima.

Uji Signifikansi Simultan (F)

Uji F menunjukkan apakah variabel independen yang dimasukkan kedalam model regresi mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen dengan tingkat signifikansi sebesar 0.05 atau tingkat kepercayaan 95%. Berikut tabel 10 hasil uji F untuk wajib pajak orang pribadi karyawan yang dihasilkan dalam penelitian:

Tabel 10. Hasil Uji Statistik F Wajib Pajak Orang Pribadi Karyawan

ANOVAb

(11)

ISSN 1829 - 8532 │Hal. 408 Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression

Residual Total

1450.383 1802.304 3252.687

3 95 98

483.461 18.972

25.483 .000a

a. Predictors: (Constant), XM1, X1, M1

b. Dependent Variable: Y1

Sumber : Data Primer diolah, 2016.

Berdasarkan uji ANOVA atau uji statistik F didapat nilai F hitung sebesar 25.483 dengan tingkat probabilitas 0.000. Probabilitas lebih kecil jika dibandingkan 0.05, maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi Y atau dapat dikatakan bahwa variabel independen secara bersama- sama berpengaruh secara signifikan terhadap Y. Berikut tabel 11 hasil uji F untuk wajib pajak orang pribadi non karyawan yang dihasilkan dalam penelitian:

Tabel 11 Hasil Uji Statistik F Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan ANOVA b

Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression Residual Total

1751.786 1851.490 3603.276

3 94 97

583.929 19.697

29.646 .000a

a. Predictors: (Constant), XM2, X2, M2

b. Dependent Variable: Y2

Sumber: Data Primer diolah, 2016.

Berdasarkan uji ANOVA atau uji statistik F didapat nilai F hitung sebesar 29.646 dengan tingkat probabilitas 0.000. Probabilitas lebih kecil jika dibandingkan 0.05, maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi Y atau dapat dikatakan bahwa variabel independen secara bersama- sama berpengaruh secara signifikan terhadap Y. Berikut tabel 12 hasil uji F untuk wajib pajak badan yang dihasilkan dalam penelitian:

Tabel 12. Hasil Uji Statistik F Wajib Pajak Badan ANOVAb

a.

Predictors: (Constant), XM3, X3, M3)

b.

Dependent Variable: Y3

Sumber : Data Primer diolah, 2016.

Berdasarkan uji ANOVA atau uji statistik F didapat nilai F hitung sebesar 10.011 dengan tingkat probabilitas 0.000. Probabilitas lebih kecil jika dibandingkan 0.05, maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi Y atau dapat dikatakan bahwa variabel independen secara bersama- sama berpengaruh secara signifikan terhadap Y.

PEMBAHASAN

1. Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan terhadap Kepatuhan Formal Wajib Pajak (Wajib Pajak Orang Pribadi Karyawan, Non Karyawan dan Wajib Pajak Badan)

Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression Residual Total

679.003 2079.955 2758.958

3 92 95

226.334 22.608

10.011 .000a

(12)

ISSN 1829 - 8532 │Hal. 409 Hipotesis pertama yang diajukan pada penelitian ini adalah pemahaman peraturan perpajakan (Wajib Pajak Orang Pribadi Karyawan, Non Karyawan dan Wajib Pajak Badan) berpengaruh positif terhadap kepatuhan formal wajib (Wajib Pajak Orang Pribadi Karyawan, Non Karyawan dan Wajib Pajak Badan). Artinya semakin seorang wajib pajak memiliki tingkat pemahaman peraturan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak yang tinggi, maka tingkat kepatuhan wajib pajak akan tinggi. Hasil pengujian hipotesis pada penelitian ini menunjukan bahwa pemahaman tentang peraturan perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

Hal tersebut disebabkan wajib pajak pada wilayah Kota Batu rata-rata memiliki pemahaman tentang perpajakan yang baik sehingga dapat dikatakan tingkat kepatuhan wajib pajak menjadi tinggi. Diharapkan wajib pajak semakin meningkatkan pemahaman tentang peraturan perpajakan yang berlaku sehingga dapat meningkatkan pembangunan negara melalui perpajakan. Dengan demikian hasil pengujian menerima hipotesis pertama (H1) .

Pada hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa pemahaman tentang peraturan perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Hal tersebut ditunjukkan dari banyaknya responden yang setuju pada pernyataan terkait pemahaman peraturan perpajakan.

Penelitian ini telah menunjukkan melalui beberapa pengujian bahwa ada pengaruh antara tingkat pemahaman peraturan pajak terhadap tingkat kepatuhan formal wajib pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Batu. Besarnya pengaruh tingkat pemahaman peraturan pajak terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak dapat dilihat melalui hasil uji koefesien determinasi dimana dari hasil pengujian tersebut ditunjukkan bahwa untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Karyawan sebesar 44.6%, Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan sebesar 48,6% dan Wajib Pajak Badan 24,6%, pemahaman peraturan perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan formal wajib pajak. Sementara untuk preferensi risiko tidak mempengaruhi atau tidak memoderasi hubungan antara keduanya untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Karyawan dan Non Karyawan, sedangkan untuk Wajib Pajak Badan preferensi risiko mempengaruhi kepatuhan formal wajib pajak atau memoderasi hubungan antara keduanya .

Dari hasil tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa wajib pajak orang pribadi karyawan, non karyawan dan wajib pajak badan pada wilayah Kota Batu sebagian besar telah memahami tentang peraturan perpajakan yang berlaku. Tetapi untuk wajib pajak orang pribadi karyawan tidak memperhitungkan adanya preferensi risiko yang terjadi karena wajib pajak tersebut masih dibantu oleh perusahaan tempat mereka bekerja, sedangkan wajib pajak non karyawan tidak memperhitungkan risiko yang terjadi karena mereka sudah mengetahui risiko- risiko yang terjadi ketika mereka tidak mematuhi peraturan perpajakan maka yang didapat adalah sanksi dan denda. Sementara wajib pajak badan memperhitungkan risiko yang terjadi karena adanya beban administrasi berupa bunga dan denda serta risiko hukum yang mungkin timbul akibat kewajiban pemotongan dan pemungutan pajak.

Hasil penelitian ini terkait dengan teori atribusi. Menurut Robbins (1996) dalam Jatmiko (2006) teori atribusi menyatakan bahwa bila individuindividu mengamati perilaku seseorang, mereka mencoba untuk menentukan apakah itu ditimbulkan secara internal atau eksternal.

Perilaku yang disebabkan secara internal adalah perilaku yang diyakini berada di bawah kendali pribadi individu itu sendiri, sedangkan perilaku yang disebabkan secara eksternal adalah perilaku yang dipengaruhi dari luar, artinya individu akan terpaksa berperilaku karena situasi. Karena tingkat pemahaman peraturan pajak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan formal wajib pajak, maka semakin tinggi pemahaman peraturan pajak dari wajib pajak akan semakin tinggi pula tingkat kepatuhannya.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Eka Yulianty (2015), Adiasa (2013) dan Alabede, Arifin, dan Idris (2011), yang menyatakan bahwa tingkat pemahaman peraturan pajak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan formal wajib pajak. Wajib pajak yang memiliki tingkat pemahaman rendah akan berdampak pada gagalnya penegakan kepatuhan pajak. Oleh karena itu, tingkat pemahaman yang tinggi terhadap peraturan perpajakan akan meminimalisir kemungkinan wajib pajak untuk melanggar paraturan tersebut, sehingga dapat meningkatkan kepatuhan formal wajib pajak.

Akan tetapi, penelitian sebelumnya mengenai preferensi risiko tidak mempengaruhi kepatuhan formal wajib pajak dan tidak memoderasi hubungan antara tingkat pemahaman

(13)

ISSN 1829 - 8532 │Hal. 410 peraturan pajak terhadap tingkat kepatuhan formal wajib pajak orang pribadi karyawan dan non karyawan karena hasilnya negatif sedangkan untuk wajib pajak badan hasilnya positif dapat dikatakan tidak sejalan untuk penelitian Eka Yulianty (2015), Adiasa (2013) dan Alabede (2011), dan sejalan dalam penelitian Putut Aryobimo dan Cahyonowati (2012).

2. Preferensi Risiko Memoderasi hubungan antara Pemahaman Peraturan Perpajakan terhadap Kepatuhan Formal Wajib Pajak (Wajib Pajak Orang Pribadi Karyawan, Non Karyawan dan Wajib Pajak Badan)

Hipotesis kedua yang diajukan pada penelitian ini adalah bahwa preferensi risiko berpengaruh signifikan terhadap hubungan antara pemahaman peraturan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak. Namun, untuk hasil penelitian yang diajukan dalam hipotesis kedua tidak sejalan karena hasil menunjukkan bahwa untuk Wajib Pajak Orang Pribadi

Karyawan dan Non Karyawan hasilnya negatif atau tidak memoderasi hubungan antara pemahaman peraturan perpajakan terhadap kepatuhan formal wajib pajak orang pribadi karyawan dan non karyawan. Artinya, semakin seorang wajib pajak tidak memiliki tingkat preferensi yang tinggi dalam menghadapi risiko maka hal tersebut tidak dapat memoderasi antara pemahaman peraturan perpajakan dengan kepatuhan wajib pajak orang pribadi karyawan maupun non karyawan. Sedangkan hasil untuk Wajib Pajak Badan yang diajukan dalam hipotesis kedua sejalan karena hasil dalam penelitian menunjukkan bahwa untuk Wajib Pajak Badan hasilnya positif atau memoderasi hubungan antara pemahaman peraturan perpajakan terhadap kepatuhan formal wajib pajak badan. Artinya, semakin seorang wajib pajak memiliki tingkat preferensi yang tinggi dalam menghadapi risiko maka hal tersebut dapat memoderasi antara pemahaman peraturan perpajakan dengan kepatuhan wajib pajak badan.

Hal tersebut disebabkan wajib pajak orang pribadi karyawan dan non karyawan pada wilayah Kota Batu tidak mempertimbangkan risiko yang ada, sehingga mereka tidak memikirkan risiko yang akan muncul pada seorang wajib pajak didalam kegiatan perpajakan, hal ini berbeda bagi wajib pajak badan pada wilayah Kota Batu rata-rata mempertimbangkan risiko yang ada, sehingga mereka memikirkan risiko yang akan muncul pada seorang wajib pajak didalam kegiatan perpajakan. Hal tersebut diperkuat pada hasil analisis uji selisih nilai mutlak yang menyatakan bahwa variabel preferensi risiko dapat memoderasi hubungan antara variabel pemahaman peraturan perpajakan dengan kepatuhan wajib pajak orang pribadi karywan non karyawan, sedangkan wajib pajak badan preferensi risiko tidak dapat memoderasi hubungan antara variabel pemahaman peraturan perpajakan dengan kepatuhan wajib pajak. Artinya, jika seorang wajib pajak mengetahui risiko yang muncul dan menghadapi risiko tersebut maka tingkat preferensi tinggi. Jika wajib pajak menerima dan membiarkan risiko terjadi maka tingkat preferensi akan rendah. Jadi kesimpulannya, semakin tinggi preferensi wajib pajak maka tingkat risiko menjadi rendah dan sebaliknya, jika tingkat preferensi rendah maka tingkat risiko menjadi tinggi. Dengan demikiaan hasil pengujian untuk wajib pajak orang pribadi karyawan dan non karyawan menolak hipotesis kedua (H2), sedangkan untuk wajib pajak badan menerima hipotesis kedua (H2).

Dari pernyataan tersebut dapat diartikan hubungan antara penelitian ini dengan teori prospek dimana teori prospek menjelaskan mengenai preferensi risiko dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Apabila seorang wajib pajak memiliki risiko yang tinggi maka wajib pajak tersebut belum tentu akan tidak membayar kewajiban pajaknya. Karena wajib pajak itu memiliki sifat risk seeking artinya, walaupun wajib pajak memiliki risiko tinggi maka tidak akan mempengaruhi wajib pajak untuk tetap membayar pajak, sedangkan wajib pajak yang memiliki sifat risk aversion apabila wajib pajak memiliki risiko yang rendah maka wajib pajak justru akan menghindari kewajiban pajaknya. Namun kenyataan yang cenderung terjadi adalah risiko yang tinggi menyebabkan wajib pajak tidak patuh dalam kewajibannya sebagai wajib pajak dan sebaliknya, jika tingkat risiko rendah akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

Penelitian ini juga tidak sesuai dengan penelitian Aryobimo dan Cahyonowati (2012) yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Variabel preferensi risiko pada penelitian Aryobimo dan Cahyonowati (2012) berpengaruh positif terhadap hubungan antara persepsi wajib pajak tentang kualitas pelayanan fiskus dengan kepatuhan wajib pajak. Pada penelitian Aryobimo dan Cahyonowati (2012) wajib pajak yang diteliti cenderung tidak menerima

(14)

ISSN 1829 - 8532 │Hal. 411 risiko dan hal tersebut menyebabkan preferensi risiko dapat memoderasi hubungan antara variabel pemahaman peraturan perpajakan dengan kepatuhan wajib pajak. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya dari Nirawan Adiasa (2013), Eka Yulianty (2015) dan Alabede (2011), bahwa preferensi risiko berpengaruh negatif terhadap hubungan antara pemahaman peraturan perpajakan terhadap kepatuhan formal wajib pajak, sehingga tidak dapat memoderasi hubungan antara pemahaman peraturan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak.

SIMPULAN

Penelitian ini betujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat pemahaman peraturan perpajakan terhadap tingkat kepatuhan formal wajib pajak dengan preferensi risiko sebagai variabel moderating di KPP Pratama Batu. Kemampuan variabel independen menjelaskan besarnya pengaruh terhadap variabel dependen:

1. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Karyawan sebesar 44,6% sementara 55,4% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

a. Pemahaman peraturan perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan formal wajib pajak orang pribadi karyawan.

b. Preferensi risiko tidak memoderasi hubungan antara pemahaman peraturan perpajakan dengan kepatuhan formal wajib pajak orang pribadi karyawan.

2. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan sebesar 48,6% sementara 51,4% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

a. Pemahaman peraturan perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan formal wajib pajak orang pribadi non karyawan.

b. Preferensi risiko tidak memoderasi hubungan antara pemahaman peraturan perpajakan dengan kepatuhan formal wajib pajak orang pribadi non karyawan.

3. Untuk Wajib Pajak Badan sebesar 24,6% sementara 75,4% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

a. Pemahaman peraturan perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan formal wajib pajak badan.

b. Preferensi risiko memoderasi hubungan antara pemahaman peraturan perpajakan dengan kepatuhan formal wajib pajak badan.

DAFTAR PUSTAKA

Adiasa, Nirawan. 2013. Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderating,Skripsi. Semarang. Program Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang.

Alabede, J. O., Affrin, Z. Z., Idris, K, M. 2011. Tax Service Quality and Tax Compliance in Nigeria : Do Taxpayer’s Financial Condition and Risk Preference Play Any Moderating Role. European Journal of Economics, Finance and Administrative Sciences, (35), 90 – 108.

Aryobimo, Putut Tri dan Cahyonowati, Nur. 2012. Pengaruh Persepsi Wajib Pajak tentang Kualitas Pelayanan Fiskus terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Kondisi Keuangan Wajib Pajak dan Preferensi Risiko sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi di Kota Semarang). Jurnal Akuntansi Vol.1 No.2. Semarang. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang.

Efferin. 2008. Metode Penelitian Akuntansi mengungkap fenomena dengan Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Hardiningsih, Pancawati dan Yulianawati, Nila. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemauan Membayar Pajak. Jurnal Dinamika Keuangan dan Perbankan Vol. 3, No. 1. Nopember.

Semarang. Fakultas Ekonomi Universitas Stikubank.

(15)

ISSN 1829 - 8532 │Hal. 412 Hasan, Iqbal. 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian & Aplikasinya. Jakarta. PT. Ghalia

Indonesia.

Jatmiko, Agus Nugroho. 2006. Pengaruh Sikap Wajib Pajak Pada Pelaksanaan Sanksi Denda, Pelayanan Fiskus, Dan Kesadaran Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Empiris Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kota Semarang). Tesis. Semarang. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.

Mardiasmo. 2011. Perpajakan, Edisi 17. Yogyakarta. Andi.

Suryadi. 2006. Model Hubungan Kausal Kesadaran, Pelayanan, Kepatuhan Wajib Pajak dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Penerimaan Pajak. Dalam Jurnal Keuangan Publik. Vol 4,1 : 105-121.

Torgler, Benno. 2003. Theory And Empirical Analysis of Tax Compilance. Dissertation. Zurich.

Universitat Zurich.

Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2009 tentang perubahan ketiga atas Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang perubahan keempat atas Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 tentang perubahan ketiga atas Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Barang Mewah.

Widayati dan Nurlis. 2010. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemauan Untuk Membayar Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Melakukan Pekerjaan Bebas (Studi Kasus Pada KPP Pratama Gambir Tiga)”. Dalam Symposium Nasional Akuntansi XIII Purwokerto 2010 : Universitas Jenderal Soederman.

Yadnyana, I Ketut dan Sudiksa, Ida Bagus. Pengaruh Peraturan Pajak Serta Sikap Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Koperasi di Kota Denpasar. Dalam Jurnal Akuntansi Vol. 17 No. 2, 2011.

Yulianty, Eka. 2015. Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan terhadap Kepatuhan Formal Wajib Pajak dengan Preferensi Risiko sebagai Variabel Moderating (Studi Kasus pada WPOP KPP Pratama Makassar Utara). Skripsi. Makassar. Universitas Hasanuddin.

Referensi

Dokumen terkait

bahwa sarana belajar dan prasarana belajar sekolah sangat penting dalam proses pembelajaran untuk mendukung jalannya proses pembelajaran. Dengan berbagai macam sarana dan

Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah Strategi Pelaksanaan pasien dengan tujuan umum setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan klien dapat

Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis dengan judul: ‗Refleks Fonem- Fonem Proto-Austronesia pada Bahasa Jawa Dialek Banyumas dan Tengger: Kajian Dialektologi

Pembutan kelompok bertujuan untuk meningkatkan kerjasama untuk mencapai tujuan kegiatan. Dengan berkelompok diharapkan akan tercipta semangat bersama sehingga dalam

1) Sistem ini dapat meramalkan profit UKM dalam sedut pandang strategi harga dan pemasaran di masa mendatang. Setelah dilakukan uji verifikasi hasil,

Diharapkan setelah membaca publikasi atau laporan ini masyarakat dapat semakin sadar terhadap potensi dari bambu sehingga tidak terlalu bergantung pada material seperti kayu

Setelah selama satu bulan kita melakukan ibadah puasa, hari ini merupakan momentum bagi kita untuk mengingat kembali kepada fitrah dan hakikat jadi diri kita baik sebagai

Dalam perspektif teori agen dan struktur ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk memberangus korupsi pada level ini, mulai dari menaikkan gaji, memperbaiki budaya organisasi,