5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perhitungan Jumlah Penduduk
Menurut Kriteria Standar yang digunakan oleh Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Cipta Karya untuk perumahan baru terhitung 5 orang/rumah untuk perencanaan kebutuhan air bersih.
2.2 Sistem Distribusi Air Bersih
Sistem distribusi air bersih adalah sistem yang langsung berhubungan dengan konsumen, yang mempunyai fungsi pokok mendistribusikan air yang telah memenuhi syarat ke seluruh daerah pelayanan. Sistem ini meliputi unsur sistem perpipaan dan perlengkapannya, hidran kebakaran, sistem pemompaan (bila diperlukan dari reservoir distribusi)
Sistem penyediaan air bersih harus dapat menyediakan jumlah air yang cukup untuk kebutuhan yang diperlukan. Peraturan Pemerintah N0.16 Tahun 2005 tentang sistem pengembangan air minum menyebutkan bahwa sistem penyediaan air minum terdiri dari :
1. Unit air baku 2. Unit produksi 3. Unit distribusi 4. Unit pelayanan 5. Unit pengolahan
Gambar 2.1 Skema Sistem Penyediaan Air Bersih
1. Unit Air Baku, dapat terdiri dari bangunan penampungan air, bangunan pengambilan / penyadapan, alat pengukuran dan peralatan pemantauan, sitem pemompaan dan bangunan sarana pembawa serta perlengkapannya.
Unit air baku merupakan saran pengambilan dan penyediaan air baku. Air baku wajib memenuhi baku mutu yang ditetapkan untuk penyediaan air minum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Unit Produksi, merupakan prasarana dan sarana yang dapat digunakan untuk mengolah air baku menjadi air minum melalui proses fisik, kimiawi, dan biologi. Unit produksi dapat terdiri dari bangunan pengolahan dan perlengkapannya, perangkat operasional, alat pengukuran dan peralatan pemantauan, serta bangunan penampungan air minum.
3. Unit Distribusi, terdiri dari sistem perpompaan, jaringan distribusi, bangunan penampungan, alat ukur dan peralatan pemantauan. Unit distribusi wajib memberikan kepastian kuantitas, kualitas air, dan kontinuitas pengaliran, yang memberikan jaminan pengaliran 24 jam per hari.
4. Unit Pelayanan, terdiri dari sambungan rumah, hidran umum, dan hidran kebakaran. Untuk mengukur besaran pelayanan pada sambungan rumah dan hidran harus dipasang alat ukur berupa meter air. Untuk menjamin keakuratannya, meter air wajib ditera secara berkala oleh instansi yang berwenang.
5. Unit Pengolahan, terdiri dari pengolahan teknis dan pengolahan nonteknis.
Pengolahan terknis terdirir dari kegiatan operasional, pemeliharaan dan pemantauan dari unit baku, unit produksi, dan unit distribusi. Sedangkan pengelolaan nonteknis terdiri dari administrasi dan pelayanan. (Unit Air Baku dalam Sistem Penyediaan Air Minum, Tri Joko 2010).
Sistem penyediaan air minum harus dapat menyediakan jumlah air
yang cukup untuk kebutuhan yang diperlukan. Unsur-unsur sistem dari
sumber air, fasilitas penyimpanan, fasilitas transmisi ke unit pengolahan,
fasilitas pengolahan, fasilitas transmisi dan penyimpanan, dan fasilitas
distribusi.
2.3 Sumber Air Baku
Macam-macam sumber air yang dapat digunakan untuk air bersih adalah sebagai berikut :
1. Air Laut
Mempunyai sifat asam, karena mengandung garam (NaCL), kadar garam NaCL dalam air laut 3 %. Dalam keadaan ini air laut tidak mempunyai syarat untuk air bersih.
2. Atmosfir (Air Hujan)
Dalam keadaan murni air hujan sangat bersih, teteapi karena adanya pengotoran udara yang disebabkan oleh kotoran industri dan lainnya, maka air ini menjadi tercemar. Maka dari itu, untuk menyediakan air hujan sebagai sumber air bersih hendaknya pada waktu penampungan air hujan jangan dimulai saat air hujan mulai turun, karena masih banyak mengandung kotoran yang diakibatkan adanya pencemaran udara.
3. Air Permukaan
Air permukaan adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi, pada umumnya air permukaan ini akan mendapat pengotoran selama pengairannya, misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu, dan kotoran industri, dsb.
Air permukaan ini terdiri dari beberapa macam, yaitu : a. Air Sungai, dalam penggunaannya sebagai air bersih
haruslah melalui suatu pengolahan yang sempurna, karena air ini pada umumnya tingkat kotorannya sangat tinggi.
b. Air danau / rawa, kebanyakan air danau atau rawa ini
berwarna, hal ini disebabkan oleh adanya benda-benda
yang membusuk seperti tumbuhan, lumut yang
menimbulkan warna hijau.
4. Air Tanah
Air tanah adalah air yang mempunyai rongga-rongga dalam lapisan geologi. Air tanah merupakan salah satu sumber air bagi kehidupan di muka bumi.
Jenis-jenis air tanah antara lain : a. Air Tanah Dangkal
Air tanah dangkal ini terjadi karena adanya proses peresapan air dari permukaan tanah. Lumpur akan tertahan, demikian pula dengan benda lain sehingga air tahan akan jernih. Air tanah ini terdapat pada kedalaman ± 15 meter. Sebagai sumber air bersih, air tanah dangkal ini ditinjau dari segi kualitasnya agak baik, kuantitasnya kurang dan tergantung pada musim.
b. Air Tanah Dalam
Air tanah dalam adalah lapisan air yang pertama, pengambilan air tanah dalam tidak sama dengan mata air tanah dangkal. Dalam hal ini harus digunakan bir dan memasukkan pipa kedalamnya, kedalaman 100-300 meter. Jika tekanan air tanah besar maka air akan menyembur keluar, sehingga dalam keadaan ini disebut sumber artesis. Jika air tidak dapat keluar dengan sendirinya maka digunakan pompa untuk membantu pengeluaran air tanah dalam ini.
c. Mata Air
Mata air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah. Sehingga mata air yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak terpengaruh oleh musim.
(Sumber : Unit Air Baku dalam Sistem Penyediaan Air
Minum, Tri Joko 2010)
2.4 Kebutuhan Air
Kebutuhan air pada suatu daerah sangat berhubungan dengan ketersediaan air, kebutuhan hidup, pola kebiasaan hidup, kondisi sosial ekonomi dan topogradi. Jenis pelayanan air yang banyak dikenal yaitu sambungan rumah dan kran umum. Sambungan rumah dirincikan dengan adanya kran yang disediakan sampai kedalam rumah. Penggunaan sambungan rumah terutama ditentukan oleh jumlah populasi rata-rata dalam satu rumah tangga yang dikategorikan rumah permanen. Unit sambungan umum / kran umum berupa kran atau tempat pengambilan air secara kolektif yang disediakan pada sekelompok rumah. Kran umum terutama ditujukan untuk daerah penduduk padat dan berpenghasilan rendah, sehingga penyambungan belum mungkin dilakukan. Penentuan jumlah kebutuhan kran umum didasarkan dengan hasil survey lapangan mengenai kondisi sosial di daerah pelayanan kebutuhan air domestik atau non domestik untuk kota dapat dibagi dalam beberapa kategori antara lain :
1. Kota Kategori I (Metro) 2. Kota Kategori II (Kota Besar) 3. Kota Kategori III (Kota Sedang) 4. Kota Kategori IV (Kota Kecil) 5. Kota Kategori V (Desa)
2.4.1 Kebutuhan Domestik
Kebutuhan air domestik sangat ditentukan oleh jumlah penduduk, dan konsumsi perkapita. Kecenderungan populasi dan sejarah populasi sipakai sebagai dasar perhitungan kebutuhan air domestik terutama dalam penentuan kecenderungan laju pertumbuhan (Grow Rate Trends).
Pertumbuhan ini juga tergantung dari rencana pengembangan dari tata ruang kabupaten.
Estimasi populasi untuk masa yang akan datang merupakan salah
satu parameter utama dalam penentuan kebutuhan air domestik. Laju
penyambungan juga menjadi parameter yang dipakai untuk analisis.
Propensitas untuk penyambungan perlu diketahui dengan melalukan survey kebutuhan nyata, terutama di wilayah yang sudah ada sistem penyambungan air bersih dari PDAM. Untuk penentuan penyambungan di masa yang datang maka laju penyambungan yang ada pada saat ini dapat dipakai sebagai dasar analisis.
Kebutuhan air perorangan perhari disesuaikan dengan standar yang biasa digunakan serta kriteria pelayanan berdasarkan kategori kotanya.
Dalam setiap kategori tertentu, kebutuhan air perorangan perhari berbeda- beda.
Tabel 2.1 Kriteria Perencanaan Air Bersih Berdasarkan SNI Tahun 1997
(Sumber : Dirjen Cipta Karya 1997 )
No Uraian Kategori Kota Berdasarkan Jumlah Penduduk (jiwa)
>1.000.00 0
500.000 – 1.000.000
100.000 – 500.000
20.000 – 100.000
<20.000
Metro Besar Sedang Kecil Desa
1. Konsumsi Unit Sambungan Rumah (SR) liter/orang/hari
190 170 150 130 100
2 Konsumsi Unit Hidran Umum (HU) liter/orang/hari
30 30 30 30 30
3 Konsumsi Unit Non Domestik (%)
20 - 30 20 - 30 20 - 30 20 - 30 10 - 20 4 Kehilagan Air (%) 20 – 30 20 - 30 20 - 30 20 – 30 20 5 Faktor Maksimum
Perhari
1,15 1,15 1,15 1,15 1,15
6 Faktor Pada Jam Puncak
1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
7 Jumlah Jiwa Per SR 5 5 5 5 5
8 Jumlah Rumah Per HU
100 100 100 100 100
9 Sisa Tekan di Jaringan Distribusi (meter)
10 10 10 10 10
10 Jam Operasi (jam) 24 24 24 24 24
11 Volume Reservoir 20 20 20 20 20
12 SR : HU 50:50 s/d
80:20
50:50 s/d 80/20
80:20 70:30 70:30 13 Cakupan Pelayanan
(%)
90 90 90 90 70
2.4.2 Kebutuhan Non Domestik
Yang dimaksud dengan pelayanan non domestik adalah jenis dan tingkat pelayanan untuk pelanggan bukan rumah tangga yang bersifat komersil, kebutuhan institusi, dan kebutuhan industri. Kebutuhan air komersil cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan penduduk dan perubahan tata guna lahan. Kebutuhan ini bisa mencapai 20% - 25% dari total suplai (produksi) air.
Kebutuhan untuk industri saat ini dapat diidentifikasi, namun kebutuhan industri yang akan datang cukup sulit untuk mendapat data yang akurat. Hal ini disebabkan jenis dan macam kegiatan industri.
2.4.3 Fluktuasi Konsumsi Kebutuhan Air
Kebutuhan air tidak akan selalu sama, tetapi akan berfluktuasi.
Konsumsi air akan berubah sesuai dengan perubahan musim dan aktivitas masyarakat. Pada umumnya kebutuhan air dibagi dalam tiga kelompok :
a. Kebutuhan harian rata-rata
Kebutuhan harian rata-rata adalah kebutuhan air untuk keperluan domestik dan non domestik termasuk kehilangan air.
Biasanya dihitung berdasarkan kebutuhan air rata-rata perorangan perhari dihitung dari pemakaian air setiap jam selama sehari (24) jam.
b. Kebutuhan pada jam puncak
Kebutuhan jam puncak adalah pemakaian air yang tertinggi dalam satu hari. Kebutuhan air pada jam puncak dihitung berdasarkan kebutuhan air harian rata-rata dengan menggunakan faktor pengali sebagai berikut (Dirjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum 1996 : III-6) :
Kebutuhan jam puncak : (1,5 – 2,00 x kebutuhan air bersih).
c. Kebutuhan harian maksimum
Kebutuhan harian maksimum adalah banyaknya air yang
dibutuhkan terbesar dalam satu tahun. Kebutuhan harian
maksimum dihitung berdasarkan kebutuhan harian rata-rata dengan menggunakan faktor pengali sebagai berikut (Dirjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum 1996 : III-6) :
Kebutuhan harian maksimum dipakai : (1,15 x kebutuhan air bersih).
2.4.4 Perhitungan Kebutuhan Air
Langkah pertama dalam suatu perencanaan penyediaan air bersih adalah memperkirakan jumlah kebutuhan air. Sulit untuk mendapatkan angka yang pasti jumlah pemakaian air suatu daerah, karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Pendekatan yang biasa dilakukan adalah memperhitungkan rata-rata pemakaian setiap orang perhari, memperkirakan jumlah penduduk pada jangka waktu tertentu dan umur rencana konstruksi.
Data masa lalu tentang suatu daerah merupakan petunjuk yang baik dalam pemilihan suatu angka tentang penggunaan air perkapita bagi tujuan-tujuan perencanaan. Disamping itu data-data mengenai jumlah penduduk sangat membantu memperkirakan atau meramalkan jumlah penduduk pada jangka waktu tertentu.
2.5 Kualitas Air Baku
Departemen kesehatan Republik Indonesia telah mengeluarkan standar kualitas air baku sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang standar kualitas di perairan umum dibedakan menjadi :
1. Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu.
2. Golongan B, yaitu air yang digunakan sebagai bahan baku air minum melalui suatu pengolahan untuk kebutuhan air minum dan keperluan rumah tangga.
3. Golongan C, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan
perikanan dan peternakan.
4. Golongan D, yaitu air yang dapat dginakan untuk keperluan pertanian dan juga untuk usaha perkotaan, industri dan PLTA.
2.6 Kehilngan Air
Dalam suatu sistem penyediaan air bersih, biasanya tidak seluruhnya air yang diproduksi instalasi sampai kepada konsumen. Biasanya terdapat kebocoran pada pipa instalasi disana sini yang biasnya disebut kehilangan air.
Kebocoran / kehilangan air biasnya berasal dari pipa instalasi itu sendiri. Hal ini dapat diakibatkan kurangnya perawatan ataupun umur pipa yang sudah tua.
2.7 Sistem Hidrolika Perpipaan
Pendistribusian air bersih pada dasarnya dapat disalurkan dengan beberapa cara. Berikut beberapa cara pengaliran distribusi air bersih (Unit Air Baku dalam Sistem Penyediaan Air Minum, Tri Joko 2010: 15) :
1. Secara Gravitasi
Cara ini dapat dilakukan apabila sumber air berada pada suatu elevasi yang lebih tinggi daripada daerah yang dilayani (Reservoir) sedemikian rupa sehingga terdapat tekanan yang cukup dalam pipa-pipa pembawa untuk memungkinkan terjadinya pengaliran secara gravitasi.
2. Sistem Pemompaan
Air dipompakan langsung ke konsumen tanpa melalui tangki-tangki penampung. Cara ini paling jarang digunakan karena :
a. Apabila pompa tidak berjalan maka penyaluran akan terputus / tidak tersalurkan kepada konsumen.
b. Biaya untuk tenaga pompa cukup tinggi karena tenaga
pompa harus ditingkatkan pada waktu-waktu
pemakaian tinggi.
Penampungan air bersih sebelum disalurkan perlu dilakukan dengan maksud sebagai berikut :
1. Untuk menyamakan pemberian air dan kebutuhan air selama pemakaian tinggi, dalam suatu jangka waktu yang lama.
2. Untuk menyimpan air cadangan bagi keprluan- keperluan darurat seperti untuk memadamkan kebakaran atau memungkinkan penyaluran pada waktu pompa tidak dapat dijalankan.
3. Air yang sudah dipompakan ke tangki yang ditinggikan letaknya, persediaan air yang ada lebih terjamin daripada air yang berada pada elevasi yang lebih rendah.
4. Memberikan tekanan air yang merata
5. Untuk mengurangi ukuran fasilitas-fasilitas penjernihan.
3. Sistem Gabungan
Ini merupakan cara yang umum dilakukan. Kelebihan air yang dipompa selama waktu-waktu pemakaian air rendah ditampung dalam tangki-tangki yang tinggi letaknya. Pada waktu-waktu pemakaian tinggi air yang tertampung tersebut dapat memenuhi kekurangan air yang dipompa.
2.7.1 Sistem Air Disuplai Melalui Pipa
Macam-macam pipa yang umumnya tersedia pada sistem distribusi air bersih yaitu :
a. Pipa primer atau pipa induk
Pipa primer adalah pipa yang mempunyai diameter yang lebih besar, yang fungsinya membawa air dari instalasi pengelolaan atau reservoir distribusi ke zone (loop).
b. Pipa Sekunder
Pipa sekunder merupakan pipa yang mempunyai diameter sama dengan atau kurang dari pada pipa primer, yang disambungkan pada pipa primer.
c. Pipa Tersier
Pipa tersier dapat disambungkan langsung ke pipa sekunder atau pipa primer, yang gunanya untuk melayani pipa service ke pipa induk sangat tidak menguntungkan, disamping dapat mengganggu lalu lintas kendaraan.
d. Pipa Service atau Pelayanan Sambungan
Pipa service mempunyai diameter yang relatif kecil. Pipa disambungkan langsung pada pipa sekunder atau tersier, yang dihubungkan pada pipa pelanggan. (Unit Air Baku dalam Sistem Penyediaan Air Minum Tri Joko 2010: 15 )
2.8 Sistem Jaringan Distirbusi
Jaringan distribusi adalah rangkaian pipa yang berhubungan dan dinakan untuk mengalirkan air ke konsumen. Tata letak distribusi ditentukan oleh kondisi topografi daerah layanan. (Unit Air Baku dalam Sistem Penyediaan Air Minum, Tri Joko 2010:17):
1. Sistem Cabang atau Branch
Pada sistem ini, air hanya mengalir dari satu arah dan pada setiap ujung pipa akhir daerah pelayanan terdapat titik akhir.
Sistem ini biasanya digunakan pada daerah dengan sifat-sifat sebagai berikut :
a. Perkembangan kota ke arah memanjang b. Sarana jaringan jalan tidak saling berhubungan
c. Keadaan topografi dengan kemiringan medan yang menuju satu arah
Keuntungan :
1. Jaringan distribusi relatif lebih searah
2. Pemasangan pipa lebih mudah
3. Penggunaan pipa lebih sedikit karena pipa distribusi hanya dipasang pada daerah yang paling padat penduduknya :
a. Kemungkinan terjadinya penimbunan kotoran dan pengendapan di ujung pipa tidak dapat dihindari sehingga setidaknya perlu dilakukan pembersihan.
b. Bila terjadi kerusakan dan kebakaran pada salah satu bagian sistem maka suplai air akan terganggu.
c. Kemungkinan tekanan air yang diperlukan tidak cukup jika ada sambungan baru.
d. Keseimbangan sistem pengaliran kurang terjamin, terutama jika terjadi tekanan kritis pada bagian pipa yang terjauh.
Gambar 2.2 Jaringan Pipa Bercabang 2. Sistem Melingkar atap Loop
Pada sistem ini, jaringan pipa induk distribusi
saling berhubungan satu dengan yang lain membentuk
lingkaran-lingkaran, sehingga pada pipa induk tidak ada
titik mati dan air akan mengalir ke suatu titik yang dapat
melalui beberapa arah. Sistem ini biasanya diterapkan pada :
1. Daerah dengan jaringan jalan yang saling berhubungan
2. Daerah yang perkembangan kotanya cenderung ke segala arah
3. Keadaan topografi yang relatif datar Keuntungan :
a. Kemungkinan terjadinya penimbunan kotoran dan pengendapan lumpur dapat dihindari (air dapat disirkulasi dengan bebas).
b. Bila terjadi kerusakan, perbaikan, atau pengambilan untuk pemadam kebakaran pada bagian sistem tertentu, maka suplay air pada bagian lain tidak terganggu.
Kerugian :
1. Sistem perpipaan yang rumit
2. Perlengkapan pipa yang digunakan sangat banyak 3. Biaya yang dikeluarkan menjadi lebih besar
Gambar 2.3 Jaringan Pipa Melingkar
2.9 Perpipaan 2.9.1 Jenis-jenis Pipa
Jenis pipa ditentukan berdasarkan material pipanya, seperti CI, beton (concrete), baja (steel), AC, GI, plastik dan PVC. (Unit Air Baku dalam Sistem Penyediaan Air Minum, Tri Joko 2010:154-157)
1. Cast-Iron Pipe
Pipa CI tersedia untuk ukuran panjang 3,7 m dan 5,5 m dengan diameter 50-900 mm, serta dapat menahan tekanan air hingga 240 m tergantung besar diameter pipa.
Kelebihan :
a. Harga tidak mahal
b. Ekonomis karena berumur panjang (bisa mencapai 100 tahun)
c. Kuat dan tahan lama d. Tahan korosi jika dilapisi e. Mudah disambung
f. Dapat menahan tekanan tanpa mengalami kerusakan Kekurangan :
a. Bagian dalam pipa lama-kelamaan menjadi kasar sehingga kapasitas pengangkutan berkurang
b. Pipa berdiameter besar berat dan tidak ekonomis
c. Cenderung patah selama pengangkutan atau penyambungan
2. Concrete Pipa
Pipa beton biasa digunakan jika berada dalam tekanan dan kebocoran pada pipa tidak terlalu dipermasalahkan. Diameter pipa beton mencapai 610 mm.
Kelebihan :
a. Bagian dalam pipa halus dan kehilangan akibat friksi paling sedikit.
b. Tahan lama, sekurangnya 75 tahun
c. Tidak berkarat atau terbentuk lapisan disalamnya d. Biaya pemeliharaan murah
Kekurangan :
a. Pipa berat dan sulit digunakan
b. Cenderung patah selama pengangkatan c. Sulit diperbaiki
3. Steel Pipe
Pipa baja digunakan untuk memenuhi kebutuhan pipa yang berdiameter besar dan bertekanan tinggi. Pipa ini dibuat dengan ukuran dan diameter standar. Pipa baja kadang-kadang dilindungi dengan lapisan semen mortar.
Kelebihan : a. Kuat
b. Lebih ringan daripada CI
c. Mudah dipasang dan disambung
d. Dapat menahan tekanan hingga 70 mka (meter kolom air)
Kekurangan :
a. Mudah rusak karena air yang asam dan basa
b. Daya tahan hanya 25-30 tahun kecuali dilapisi dengan bahan tertentu.
4. Asbestos-Cement Pipe
Pipa ini dibuat dengan mencampurkan serat abses dengan semen pada tekanan tinggi. Diameternya berkisar antara 50-900 mm dan dapat menahan tekanan antara 50-250 mka tergantung kelas dan tipe pembuatan
Kelebihan :
a. Ringan dan mudah digunakan
b. Tahan terhadap air yang asam dan basa
c. Bagian dalamnya halus dan tahan terharap korosi
d. Tersedia untuk ukuran yang panjang sehingga sambungannya lebih sedikit
e. Dapat dipotong menjadi berbagai ukuran panjang dan disambungkan seperti pipa CI
Kekurangan :
a. Rapuh dan mudah patah
b. Tidak dapat digunakan untuk tekanan tinggi 5. Galvanised-Iron Pipe
Pipa GI banyak digunakan untuk saluran dalam gedung.
Tersedia untuk diameter 60-750 mm.
Kelebihan : a. Murah
b. Ringan, sehingga mudah untuk diangkat c. Mudah disambung
d. Bagian dalamnya halus sehingga kehilangan tekanan akibat gesekan kecil
Kekurangan :
a. Umurnya pendek, 7—10 tahun
b. Mudah rusak karena air yang asam dan basa serta mudah terbentuk lapisan kotoran di bagian dalamnya.
c. Mahal dan sering digunakan untuk kebutuhan pipa dengan diameter kecil
6. Plastic Pipe
Pipa plastik memiliki banyak kelebihan, seperti tahan terhadap korosi, ringan dan murni. Pipa polythene tersedia dalam warna hitam. Pipa ini lebih tahan terhadap bahan kimia, kecuali asam nitrat dan asam kuat, lemak dan minyak.
Pipa plastik terdiri atas 2 (dua) tipe :
a. Low-Density Polythene Pipe. Pipa ini lebih fleksibel,
diameter yang tersedia mencapai 63 mm, digunakan
untuk jalur panjang dan tidak cocok untuk penyediaan air minum dalam gedung.
b. High-Density Polythene Pipe. Pipa ini lebih kuat dibandingkan low-density plythene pipe. Diameter pipa berkisar antara 16-400 mm tetapi pipa berdiameter besar hanya digunakan jika terdapat kesulitan menyambung pipa berdiameter kecil. Pipa ini juga bisa dipakai untuk mengangkut air dalam jalur yang panjang.
Pipa plastik tidak bisa memenuhi standar lingkungan, yaitu jika terjadi kontak dengan bahan-bahan seperti asam organik, keton, ester, alkohol, dan sebagainya. High-Density pipe lebih buruk dibandingkan Low-Density pipe lebih buruk dibandingkan Low-Density pipe dalam permasalahan ini.
7. PVC Pipe
Kekakuan pipa PVC (Polyviny Chloride) adalah tiga kali kekakuan pipa Polythene biasa. Pipa PVC lebih kuat dan dapat menahan tekanan lebih tinggi. Sambungan lebih mudah dibuat dengan cara las.
Pipa PVC tahan terhadap asam organik, alkali, dan garam, senyawa organik serta korosi. Pipa ini banyak digunakan untuk penyediaan air dingin di dalam maupun di luar sistem penyediaan air minum, sistem pembuangan dan drainase bawah tanah. Pipa PVC tersedia dalam ukuran yang bermacam-macam.
2.10 Reservoir
Reservoir distribusi merupakan bangunan penampungan air minum sebelum dilakukan pendistribusian ke pelanggan/masyarakat, yang dapat ditempatkan di atas permukaan tanah maupun di bawah permukaan tanah.
Bangunan reservoir umumnya diletakkan di dekat jaringan distribusi
pada ketinggian yang cukup untuk mengalirkan air secara baik dan merata
ke seluruh daerah konsumen. (Unit Produksi dalam Sistem Penyediaan Air Minum, Tri Joko 2010:237)
1. Fungsi utama reservoir adalah : a. Penyimpanan
b. Perataan air dan tekanan akibat variasi pemakaian di daerah distribusi
c. Sebagai distributor, pusat atau sumber pelayanan dalam daerah distribusi.
2. Struktur Reservoir
Tujuan pembuatan reservoir ini adalah untuk menapung air baku dari hasil pemompaan. Selain itu reservoir juga bisa berfungsi sebagai tempat pengolahan air baku sehingga aman untuk dikonsumsi, kemudian air siap untuk didistribusikan.
Volume reservoir dihitung dengan dua cara :
a. Volume reservoir dihitung sebesar 20% dari kebutuhan air harian maksimum.
b. Volume resevoir dihitung sebesar 20% dari Kolam Tandon Harian (KHT)
3. Kapasitas Reservoir
Reservoir dapat berupa tangki atau bak di atas permukaan tanah maupun berupa bak atau tangki di atas bangunan bak penampung.
Untuk mengetahui kapasitas volume dimensi reservoir yang dibutuhkan untuk menghasilkan produksi yang besarnya tertentu dapat menggunakan rumus :
V = P x L x D (2.1)
dimana :
V = Volume (m
3)
L = Lebar (m)
P = Panjang (m)
D = Kedalaman (m)
2.11 Hukum Kontinuitas
Apabila zat cair tak kompresibel mengalir secara kontinyu melalui pipa atau saluran, dengan tampang aliran konstan ataupun tidak konstan, maka volume zat yang lewat tiap satuan waktu adalah sama di semua tampang. Keadaan ini disebut dengan hukum kontinuitas zat cair. (Hidraulika I Bambang Triatmodjo, 1995 :136)
Gambar 2.4 Saluran pipa dengan diameter berbeda Q
masuk= Q
keluarV
1A
1= V
2A
2(2.2)
atau
Q = A x V = konstan (2.3)
dimana :
V
1A
1= volume zat cair yang masuk tampang 1 tiap satuan waktu
V
2A
2= volume zat cair yang masuk tampang 2 tiap satuan waktu
Menurut Triatmodjo (1995), untuk pipa bercabang berdasarkan persamaan kontinuitas, debit aliran yang menuju titik cabang harus sama dengan debit yang meninggalkan titik tersebut.
Gambar 2.5 Persamaan kontinuitas pada pipa bercabang
Q
1= Q
2+ Q
3(2.4) atau
A
1V
1= A
2V
2+ A
3V
3(2.5)
2.11.1 Kecepatan Aliran
Di dalam praktek, faktor penting dalam hidrolika adalah kecepatan (v) atau debit aliran (Q). Dengan hitungan praktis, rumus yang banyak digunakan adalah persamaan kontinuitas
Q = A x V = ¼ π D
2V (2.6)
V =
4𝑄𝜋𝐷²
(2.7)
Dimana :
Q = debit aliran(meter/detik) V = kecepatan aliran (meter/detik) D = diameter pipa (meter)
2.11.2 Kehilangan Tekanan
Dalam perjalanan sepanjang pipa, air kehilangan energi. Hal ini antara lain oleh gesekan atau friksi dengan dinding pipa. Kehilangan tekanan ada dua macam :
1. Mayor Losses
a. Persamaan Darcy Wesbach
Kehilangan energi utama sepanjang pipa karena gesekan menurut Darcy Wesbach menggunakan persamaan :
hf = f
𝐿𝑥𝑉²𝐷.2𝑔
(2.8)
Dimana :
hf = kehilangan energi (m)
f = koefisien gesek (Darcy)
V = kecepatan aliran air (m/detik)
g = percepatan gravitasi (9,81 m/dt
2)
D = diameter pipa (m) L = panjang pipa (m)
Nilai f diddapat dari grafik Moody.
Gambar 2.6 Grafik Moody b. Persamaan Hazen Wiliams
Persamaan ini sangat dikenal ddi USA. Persamaan kehilangan energi sedikit lebih sederhana dibandingkan Persamaan Darcy Wesbach karena koefisien kehilangannya tidak berubah terhadap angka Reynold. Persamaan ini hanya bisa digunakan untuk air.
Q = C
ux C
HWx D
2,63x i
0,54(2.9)
hf =
𝑄^1,85(0,2785 𝑥 D^2,63 x C)^1,85
x L (2.10) Dimana :
C
u= 0,2785
C
HW= koefisien Hazen William
i = kemiringan atau slope garis tenaga (i =
ℎ𝑓𝐿
) Q = debit (m
3/detik)
D = diameter pipa (m)
Hf = kehilangan energi (m)
L = panjang pipa (m)
2.12 Program Waternet
Program ini dirancang untuk melakukan simulasi air atau fluida lainnya (bukan gas) dalam pipa baik dengan jaringan tertutup (loop) maupun jaringan terbuka dan sistem pengaliran (distribusi) fluida dapat menggunakan sistem gravitasi, sistem pompanisasi, maupun keduanya. Waternet dirancang dengan memberikan banyak kemudahan sehingga pengguna dengan pengetahuan minimal tentang jaringan distribusi (aliran dalam pipa) dapat menggunakannya juga. Input data dibuat interaktif sehingga memudahkan dalam simulasi jaringan dan memperkecil kesalahan penggunaan saat menggunakan Waternet. Hasil hitungan yang tidak dapat diedit, ditampilkan dan dilindungi agar tidak diedit oleh pengguna. Secara umum pointeer mouse akan menunjukkan karakteristik apakah data dapat diubah, diganti, atau tidak.
Fasilitas Waternet dibuat agar proses editing dan analisa pada perancangan dan optimasi jaringan distribusi air dapat dilakukan dengan mudah. Output waternet dibuat dalam bentuk database, teks, maupun grafik yang mempermudah pengguna untuk selanjutnya memprosesnya langsung menjadi hardcopy atau proses lebih lanjut dengan program lain sebagai yang menyuluruh.
Kemampuan dan fasilitas waternet dalam simulasi jaringan pipa secara garis besar adalah sebagai berikut:
a. Menghitung debit dan tekanan di seluruh jaringan pipa pada setiap node yang merupakan titik dengan elevasi tidak berubah dengan instalasi reservoir, pompa, katup dan tangki.
b. Menghitung demand atau air yang dapat diambil pada sebuah node jika tekanan pada node tersebut telah ditentukan.
c. Fasilitas pompa dapat diatur penggunaan waktunya pada jam-
jam tertentu oleh pengguna, atau bekerja terus sepanjang
simulasi. Pompa juga dapat diatur sistem kerjanya berdasarkan
elevasi tangki yang disuplai, sehingga pompa secara otomatis
tidak bekerja pada saaat tangki telah penuh dan bekerja kembali
saat tangki hampir kosong.
d. Fasilitas default diberikan untuk memudahkan pengguna dalam input data. Data default akan digantikan untuk seetiap pip, pompa, node tang ditentukan oleh pengguna.
e. Fasilitas pustaka untuk kekasaran pipa dan kehilangan energi tenaga sekunder. Fasilitas ini mempermudah pengguna untuk menentukan atau memperkirakan nilai diameter kekasaran pipa serta kehilangan tinggi tenaga sekunder di setiap belokan, sambungan dan lain-lain.
f. Fasilitas katup PRV (Pressure Reducing Valve), FCV (Flow Control Valve), PBV (Pressure Breaking Valve), dan TCV (Throttling Control Valve) yang sangat diperlukan oleh jaringan pipa.
g. Fasilitas tipe aliran berubah yang sangat berguna untuk simulasi perubahan elevasi di dalam tangki akibat fluktuasi pemakaian air oleh masyarakat yang dipengaruhi oelh jumlah pemakaian air berdasarkan jam-jaman. Pada akhirnya fasilitas ini dapat digunakan untuk menghitung volume tangki yang optimal serta menguji kinerja jaringan untuk debit yang fluktuatif. Pengguna dapat memeriksa tinggi tekanan dan debit di setiap node, serta debit dan kecepatan aliran di setiap time step (interval waktu ) 60 menit, 30 menit, 15 menit, dan 6 menit.
h. Fluktuasi kebutuhan air di setiap node dapat ditentukan oleh pengguna. Fasilitas ini membuat simulasi jaringan distribusi menjadi lebih realistis karena kebutuhan setiap node dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan sebenarnya pada lokasi perencanaan, misalnya kebutuhan air untuk perumahan, pabrik, rumah sakir, sekolah, hidran kebakaran, dan lain-lain yang berbeda setiap jamnya.
i. Fasilitas editing dalam bentuk grafik interaktif sangat memudahkan pengguna dalam merencanakan jaringan pipa.
Fasilitas ini meliputi menggambar dan menentukan pipa baik
arah maupun hubungan (sambungan) antara pipa satu dengan pipa lainnya dalam jaringan, menentukan letak pompa, resevoir, tangki, dan katup. Menghapus piap, reservoir, tangki dan katup yang tidak dikehendaki. Fasilitas notasi node dan pipa yang memudahkan pengguna mengikat lokasi yang dimaksud dan secara sepintas melihat data jaringan maupun hasil hitungan.
Editing juga dapat dilakukan dengan berfokus pada tabel misalnya tabel data node atau pipa. Pada saat yang sama lokasi yang diedit pada tabel ditunjukkan pada gambar jaringan pipa.
Dengan demikian pengguna dapat mengenali pipa atau node yang sedang diedit dan bukan sekedar berhadapan dengan angka-angka seperti nomor node dan pipa.
j. Hasil hitungan secara keseluruhan dapat ditampilkan dengan fasilitas lain baik dalam bentuk grafik maupun tabel. Waternet menyediakan fasilitas untuk menampilkan grafik tekanan, kebutuhan maupun perubahan elevasi atau kedalaman tangki serta fasilias untuk menampilkan hasil dalam tabel berformat teks. Hasil tampilan tersebut akan dengan mudah dianalisa, dan jika hasil menunjukkan bahwa jaringan belum memuaskan, jaringan dapat dengan mudah diedit kembali.
k. Fasilitas mengubah posisi node dan pipa yan tidak digunakan dapat dilakukan dengan sangat mudah mengikuti gambar peta yang ada. Dalam hal ini, jika penggambaran pipa dipilih dengan tipe skalatis (pilihan diberikan oleh waternet), maka perpindahan node juga merupakan perubahan panjang pipa yang berhubungan dengan node tersebut.
l. Fasilitas penggambaran secara skalatis juga merekam panjang
pipa baik pipa lurus maupun belok, berdasarkan koordinat x, y,
z. Maksudnya panjang pipa dihitung berdasarkan lokasi x, y
serta ketinggian atau elevasi kedua ujung pipa.
m. Fasilitas Link Importance sangat dibutuhkan untuk melihat tingkat layanan tiap pipa terhadap keseluruhan jaringan sehingga jumlah pipa dalam suatu jaringan distribusi dapat dihemat (dikurangi), atau sebaliknya, jika Link Importance dari sebuah pipa terlalu tinggi maka perlu dpikirkan kemungkinan pipa pararel.
n. Kontur dapat dibuat berdasarkan peta kontur topografi yang dapat mempermudah input elevasi node mengikuti kontur yang dibuat.
o. Masih banyak fasilitas lain yang tersedia yang dirasakan sangat membantu dalam usaha menghitung dan merencanakan jaringan distribusi air atau fluida dalam.
2.13 Debit Air Kotor
Menurut Suhardjono (1984), debit air kotor dapat diperhitungkan berdasarkan kebutuhan air untuk setiap orang dalam satu hari. Diperkirakan besarnya air buangan yang masuk kedalam saluran sebesar 90 % dari standar kebutuhan air dalam satu hari.
Tahapan dari perhitungan debit air kotor tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan air bersih maksimum per hari
= kebutuhan air bersih rata-rata / hari x 1,15 2. Jumlah air buangan maksimum per hari (qm)
= kebutuhan air bersih maksimum / hari x 0,90
3. Jumlah air buangan maksimum rata-rata pada hari maksimum (qr)
= jumlah air buangan maksimum / jam
𝑞𝑚24 𝑗𝑎𝑚
4. Debit air buangan maksimum
(Q
peak) = p x qm (2.11)
P = 1,5 +
2,5√𝑞𝑚
(2.12)
5. Debit puncak air buangan (air kotor)
= Q
peakx kepadatan penduduk
2.14 Drainase
Drainase berasal dari bahasa Inggris yakni drainage yang memiliki arti membuang, mengalirkan air, atau menguras. Umumnya, tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan air yang berasal dari air hujan, rembesan, maupun kelebihan air irigasi dari suatu kawasan disebut drainase. Sehingga lahan atau kawasan tidak terganggu sama sekali. (Suripin, 2004).
Usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dapat diartikan juga sebagai drainase. Tidak hanya air permukaan saja yang termasuk dalam drainase, tapi air tanah juga termasuk di dalamnya.
2.14.1 Fungsi Drainase
Menurut Mulyanto (2013) dalam bukunya “Penataan Drainase Perkotaan” fungsi drainase sebagai berikut :
1. Membuang Air Lebih
Fungsi ini berjalan dengan mengalirkan air lebih ke tujuan akhirnya yaitu perairan bebas yang dapat berupa sungai, danau maupun lau. Ini merupakan fungsi utama untuk mencegah menggenangnya air pada lahan perkotaan maupun di dalam parit-parit (saluran-saluran) yang menjadi bagian dari sistem drainase.
2. Mengangkat Limbah dan Mencuci Polusi dari Daerah Perkotaan
Di atas lahan perkotaan tertumpuk bahan polutan berupa debu dan
sampah organik yang berpotensi mencemari lingkungan hidup. Oleh air
hujan yang jatuh, polutan akan terbawa ke dalam sistem drainase dan
dialirkan pergi sambil dinetralisir secara alami. Secara alami suatu badan
air seperti sungai, saluran drainase mempunyai kemampuan untuk
menetralisir cemaran yang memasuki/terbawa alirannya dalam jumlah
terbatas/batas-batas tertentu menjadi zat-zat anorganik yang tidak
berbahaya/ tidak mencemari lingkungan.
3. Mengatur Arah dan Kecepatan Aliran
Air buangan berupa air hujan dan limbah harus diatur alirannya melewati sistem drainase dan diarahkan ke tempat penampungan akhir atau perairan beban di mana sistem drainase bermuara. Arah aliran akan ditentukan melewati sistem drainase sehingga tidak menimbulkan kekumuhan. Disamping itu kecepatan alirannya dapat diatur sebaik mungkin sehingga tidak akan terjadi penggerusan atau pengendapan pada saluran-saluran drainase.
4. Mengatur Elevasi Muka Air Tanah
Pada kondisi muka air tanah dangkal, daya serap lahan terhadap hujan kecil dan dapat menambah potensi banjir. Muka air tanah yang dalam akan menyulitkan tetumbuhan penghijauan kota untuk menyerapnya khususnya pada musim kemarau tetapi daya serap terhadap hujan sangat tinggi. Disamping itu apabila terjadi penurunan muka air tanah akan terjadi pemadatan atau subsidensi yaitu menurunnya muka tanah di atas muka air tanah. Pemadatan ini disebabkan ruang antar butir dalam tanah yang tadinya terisi air akan menjadi kosong sehingga tanah memadat.
5. Menjadi Sumber Daya Air Alternatif
Makin bertambahnya kebutuhan akan air makin dibutuhkannya sumber daya air. Daur ulang air dari sistem drainase dapat menjadi alternatif pemenuhan akan sumber daya air dengan beberapa syarat.
6. Di daerah perbukitan sistem drainase salah satu prasarana mencegah erosi
dan gangguan stabilitas lereng. Run off permukaan akibat hujan yang jatuh
pada daerah perbukitan akan mengalir dengan keceparan tinggi jika tidak
mengalami hambatan cukup dan menimbulkan erosi permukaan. Untuk
mengendalikannya diperlukan pembuatan sistem drainase teknis untuk
menata aliran run off permukaan maupun aliran di dalam saluran.
2.14.2 Sistem Drainase
Sistem drainase secara umum dapat didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. (Suripin, 2004).
Bangunan sistem drainase terdiri dari saluran penerima (interceptor drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran pembawa (conveyor drain), saluran induk (main drain), dan badan air penerima (receiving waters).
1. Saluran Interceptor (Saluran Penerima)
Berfungsi sebagai pencegah terjadinya pembebanan aliran dari suatu daerah terhadap daerah lain di bawahnya. Saluran ini biasanya dibangun dan diletakkan pada bagian yang relatif sejajar dengan garis kontur. Outlet dari saluran ini biasanya terdapat di saluran collector atau conveyor atau langsung di natural drainage / sungai alam.
2. Saluran Collector (Saluran Pengumpul)
Berfungsi sebagai pengumpul debit yang diperoleh dari saluran drainase yang lebih kecil dan akhirnya akan dibuang ke saluran conveyor (pembawa).
3. Saluran Conveyor (Saluran Pembawa)
Berfungsi sebagai pembawa air buangan dari suatu daerah ke lokasi pembuangan tanpa harus membahayakan daerah yang dilalui.
Menurut keberadaannya, sistem jaringan drainase dapat menjadi 2, yaitu:
a. Natural Drainage (Drainase Alami)
Terbentuk melalui proses alamiah yang terbentuk sejak bertahun-tahun mengikuti hukum alam yang berlaku.
Dalam kenyataannya sistem ini berupa sungai beserta anak- anak sungainya yang membentuk suatu jaringan alur aliran.
b. Artifical Drainage (Drainase Buatan)
Dibuat oleh manusia, dimaksudkan sebagai upaya penyempurnaan atau melengkapi kekurangan-kekurangan sistem drainase alamiah dalam fungsinya membuang kelebihan air yang mengganggu. Jika ditinjau dari sistem jaringan drainase, kedua sistem tersebut harus merupakan kesatuan tinjauan yang berfungsi secara bersama. Menurut fungsinya, saluran drainase dapat dibedakan menjadi:
1. Single purpose, yaitu saluran hanya berfungsi mengalirkan satu jenis air buangan saja.
2. Multi purpose, yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan beberapa jenis air buangan, baik secara tercampur maupun bergantian. Menurut konstruksinya, saluran drainase dapat dibedakan menjadi:
a. Drainase saluran terbuka
Saluran drainase primer biasanya berupa saluran terbuka, baik berupa saluran dari tanah, pasangan batu kali atau beton.
b. Drainase saluran tertutup
Pada kawasan perkotaan yang padat, saluran drainase biasanya berupa saluran tertutup. Saluran dapat berupa buis beton yang dilengkapi dengan bak pengontrol, atau saluran pasangan batu kali / beton yang diberi plat penutup dari beton bertulang. Karena tertutup, maka perubahan penampang saluran akibat sedimentasi, sampah dan lain-lain tidak dapat terlihat dengan mudah.
Dua macam aliran tersebut dalam banyak
hal mempunyai kesamaan tetapi berbeda dalam
satu ketentuan penting. Perbedaan tersebut
adalah pada aliran saluran terbuka mempunyai permukaan bebas, sedang aliran tertutup tidak mempunyai permukaan bebas karena air mengisi seluruh penampang saluran. (Suripin, 2004).
Pada umumnya dalam perencanaan saluran drainase digunakan saluran
terbuka. Ada beberapa macam bentuk penampang melintang saluran yang
biasa digunakan dalam perencanaan saluran drainase. Macam-macam bentuk
penampang saluran dapat dilihat pada gambar berikut:
Sumber : Chow, 1992
Gambar 2.7 Beberapa bentuk penampang saluran drainase
2.15 Analisa Hidrologi
Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat-sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama dengan makhluk hidup. Penerapan ilmu hidrologi dapat dijumpai dalam beberapa kegiatan seperti perencanaan dan operasi bangunan air, penyediaan air untuk berbagai keperluan (air bersih, irigasi, perikanan, peternakan), pembangkit listrik tenaga air, pengendali banjir, pengendali erosi dan sedimentasi, transportasi air, drainase, pengendali polusi, air limbah, dan sebagainya.
Hidrologi banyak dipelajari oleh para ahli di bidang teknik sipil dan pertanian. Ilmu tersebut dapat dimanfaatkan untuk beberapa kegiatan berikut :
1. Memperkirakan besarnya banjir yang ditimbulkan oleh hujan deras sehingga dapat direncanakan bangunan-bangunan untuk mengendalikannya seperti pembuatan tanggul banjir, saluran drainase, gorong-gorong, jembatan, dan sebagainya.
2. Memperkirakan jumlah air yang dibutuhkan oleh suatu jenis tanaman sehinggga dapat direncanakan bangunan untuk melayani kebutuhan tersebut.
3. Memperkirakan jumlah air yang tersedia di suatu airv(mata sungai, danau, dan sebagainya) untuk dapat dimanfaatkan guna berbagai keperluan seperti air baku. (Triatmodjo, 2008)
2.15.1 Parameter Statistik
Menurut Triatmodjo (2008), Rangkaian data hidrologi diolah dengan mengetahui parameter-parameter statistik. Parameter ini berfungsi dalam menentukan analisa distribusi frekuensi. Persamaan yang digunakan dalam menghitung parameter statistik yang dimaksud adalah :
C
k=
𝑛 ∑ (𝑋𝑖−X͞𝑛
𝑖=1 )³
(𝑛−1)𝑥 (𝑛−2)𝑥 𝑆𝑑³
(2.13)
C
k=
𝑛 ∑ (𝑋𝑖−X͞)𝑛𝑖=1 ⁴
(𝑛−1)𝑥(𝑛−2)𝑥(𝑛−3)𝑥 𝑆𝑑⁴
(2.14)
C
v=
𝑆𝑑𝑋
(2.15)
S
d= √
∑ (𝑋𝑖−𝑥 )²𝑛 𝑖=1
𝑛−1
(2.16)
dimana :
C
s= Koefisien kepencengan C
k= Koefisien kepuncakan C
v= Koefisien variasi Sd = Standar deviasi
2.15.2 Analisa Frekuensi
Menurut Suripin (2004), Analisa frekuensi curah hujan maksimum dimaksud untuk memprediksi besaran curah hujan maksimum dengan periode ulang tertentu, yang nantinya akan dipergunakan untuk perhitungan debit banjir rencana dengan metode empiris. Metode analisis frekuensi yang digunakan adalah:
1. Distribusi Normal 2. Distribusi Log Normal 3. Distribusi Log-Person III 4. Distribusi Gumbel
Menurut Tiatmodjo (2008), dapat dilihat persyaratan untuk masing-masing distribusi. Syarat dan cirinya adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2 Bentuk Distribusi yang Digunakan Dalam Analisa
(Sumber : Triatmodjo, 2008)
Bentuk Distribusi Syarat Hasil Perhitungan Kriteria
Normal Cs = 0
Ck = 3
Cs = 0,089 Ck = 0,010
Tidak Memenuhi
Log Normal Cs = 3
Ck = 3 x Cv
Cs = 0,089 Ck = 0,010
Tidak Memenuhi
Log Person tipe III Cs = Bebas Ck = Bebas
Cs = 0,089 Ck = 0,010
Memenuhi
Gumbel Cs = 1,1396
Ck = 5,4002
Cs = 0,089 Ck = 0,010
Tidak Memenuhi
2.15.2.1 Distribusi Normal
Menurut Suripin (2004), untuk analisis frekuensi curah hujan menggunakan metode distribusi Normal, dengan persamaan sebagai berikut :
X
T= X͞ + k.S
x(2.17)
dengan:
X
T= Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan rencana untuk periode ulang T tahun.
X = Harga rata-rata dari data =
∑ 𝑋𝑖𝑛1
𝑛
(2.18)
S
d= Standart Deviasi = √
∑ (𝑋𝑖−𝑋 )²𝑛−1
(2.7) k = Variabel reduksi Gauss.
2.15.2.2 Distribusi Log Normal
Menurut Suripin (2004), untuk analisis frekuensi curah hujan menggunakan metode distribusi Log Normal, dengan persamaan sebagai berikut:
Log = Log X͞ + k.S log X (2.19)
dengan:
Log X = Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan rancangan untuk periode ulang T tahun.
Log X͞ = Harga rata-rata dari data =
∑ log 𝑋𝑛
(2.20)
S
d= Standart Deviasi = √
(log 𝑋−𝐿𝑜𝑔 𝑋 )²𝑛−1
(2.21)
k = Variabel reduksi Gauss.
Tabel 2.3 Variabel Reduksi Gaus
No Periode ulang, T (tahun) Peluang KT
1 1,001 0,999 -3,05
2 1,005 0,995 -2,58
3 1,010 0,990 -2,33
4 1,050 0,950 -1,64
5 1,110 0,900 -1,28
6 1,250 0,800 -0,84
7 1,330 0,750 -0,67
8 1,430 0,700 -0,52
9 1,670 0,600 -0,25
10 2,000 0,500 0
11 2,500 0,400 0,25
12 3,330 0,300 0,52
13 4,000 0,250 0,67
14 5,000 0,200 0,84
15 10,000 0,100 1,28
16 20,000 0,050 1,64
17 50,000 0,020 2,05
18 100,000 0,010 2,33
19 200,000 0,005 2,58
20 500,000 0,002 2,88
21 1000,000 0,001 3,09
(Sumber : Suripin, 2004)
2.15.2.3 Distribusi Log Normal Person Tipe III
Menurut Suripin (2004), untuk analisis frekuensi curah hujan menggunakan metode Log Person Tipe III, dengan persamaan sebagai berikut:
Log X = Log X͞ + K.S
d(2.22)
dengan :
Log X = Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan rancangan untuk periode ulang T-tahun.
Log X͞ = Harga rata-rata dari data =
∑ log 𝑋𝑛
(2.23)
S
d= Standart Deviasi = √(log 𝑋−log 𝑋 )²
𝑛−1
(2.24)
K = Koefisien frekuensi, didapat berdasarkan hubungan nilai C
sdengan periode ulang T tahun.
C
s= Koefisien kemencengan =
𝑛 (∑ (log 𝑋−log 𝑋)³𝑛1(𝑛−1)𝑥(𝑛−2)𝑥 𝑆 log 𝑋³
(2.25)
Tabel 2.4 Nilai K untuk Distribusi Log-Person Tipe III
Interval kejadian (Recurrence Interval), tahun (periode ulang)
Koef. G 1,0101 1,2500 2 5 10 25 50 100
Persentase peluang terlampaui (percent change of being exceeded)
99 80 50 20 10 4 2 1
3,0 -0,667 -0,636 -0,396 0,420 1,180 2,278 3,152 4,051 2,8 -0,714 -0,666 -0,384 0,460 1,210 2,275 3,114 3,973 2,6 -0,769 -0,696 -0,368 0,499 1,238 2,267 3,071 2,889 2,4 -0,832 -0,725 -0,351 0,537 1,262 2,256 3,023 3,800 2,2 -0,905 -0,752 -0,330 0,574 1,284 2,240 2,970 3,705 2,0 -0,990 -0,777 -0,307 0,609 1,302 2,219 2,192 3,605 1,8 -1,087 -0,799 -0,282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,499 1,6 -1,197 -0,817 -0,254 0,675 1,329 2,163 2,780 3,388 1,4 -1,318 -0,832 -0,225 0,705 1,337 2,128 2,706 3,271 1,2 -1,449 -0,844 -0,195 0,732 1,340 2,087 2,626 3,149 1,0 -1,588 -0,852 -0,164 0,758 1,340 2,043 2,542 3,022 0,8 -1,733 -0,856 -0,132 0,780 1,336 1,993 2,453 2,891 0,6 -1,880 -0,857 -0,099 0,800 1,328 1,939 2,359 2,755 0,4 -2,029 -0,855 -0,066 0,816 1,317 1,880 2,261 2,615 0,2 -2,178 -0,850 -0,033 0,830 1,301 1,818 2,159 2,472 0,0 -2,326 -0,842 0,000 0,842 1,282 1,751 2,051 2,326 -0,2 -2,472 -0,830 0,033 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178
-0,4 -2,615 -0,816 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029 -0,6 -2,755 -0,800 0,099 0,857 1,200 1,528 1,720 1,880 -0,8 -2,891 -0,780 0,132 0,856 1,166 1,778 1,606 1,733 -1,0 -3,022 -0,758 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588 -1,2 -2,149 -0,732 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449 -1,4 -2,271 -0,705 0,225 0,832 1,041 1,198 1,270 1,318 -1,6 -2,388 -0,675 0,254 0,817 0,994 1,116 1,166 1,197 -1,8 -3,499 -0,634 0,282 0,799 0,945 1,035 1,069 1,087 -2,0 -3,605 -0,609 0,307 0,777 0,895 0,959 0,980 0,990 -2,2 -3,705 -0,574 0,330 0,752 0,844 0,888 0,900 0,905 -2,4 -3,800 -0,537 0,351 0,725 0,795 0,823 0,830 0,832 -2,6 -3,889 -0,490 0,368 0,696 0,747 0,764 0,768 0,769 -2,8 -3,973 -0,469 0,384 0,666 0,702 0,712 0,714 0,714 -3,0 -4,051 -0,420 0,396 0,636 0,660 0,666 0,666 0,667 0,4 -2,029 -0,855 -0,066 0,816 1,317 1,880 2,261 2,615 0,2 -2,178 -0,850 -0,033 0,830 1,301 1,818 2,159 2,472 0,0 -2,326 -0,842 0,000 0,842 1,282 1,751 2,051 2,326 -0,2 -2,472 -0,830 0,033 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178
(Sumber : Suripin, 2004)
2.15.2.4 Distribusi E. J Gumbel Tipe I
Menurut Suripin (2004), untuk analisis frekuensi curah hujan menggunakan metode E. J. Gumbel, dengan persamaan sebagai berikut :
X
T= X + K.s (2.26)
dengan :
X
T= Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan rencana untuk periode ulang T tahun.
X = Harga rata-rata dari data =
∑ 𝑋𝑖𝑛
(2.27)
S = Standar Deviasi = √
∑(𝑋𝑖−𝑋)²𝑛−1
(2.28)
K = Faktor frekuensi yang merupakan fungsi dari periode ulang
dan tipe frekuensi.
Untuk menghitung faktor frekuensi E. J. Gumbel mengambil harga :
K =
𝑌𝑇𝑟−𝑌𝑛𝑆𝑛
(2.29)
dengan :
Y
n= Reduced mean sebagai fungsi dari banyak data (n)
S
n= Reduced standard deviation sebagai fungsi dari banyak data (n)
Y
Tr= Reduced variate sebagai fungsi dari periode ulang T = -In {-In
𝑇𝑟−1𝑇𝑟
} (2.30)
Tabel 2.5 memperlihatkan hubungan antara Reduced Variate dengan periode ulang (Tr).
Tabel 2.5 Reduced Mean (Yn)
(Sumber : Suripin, 2004)
N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,4952 0,4996 0,5035 0,5070 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,5220 20 0,5236 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5309 0,5320 0,5332 0,5343 0,5353 30 0,5362 0,5371 0,5380 0,5388 0,5396 0,5403 0,5401 0,5418 0,5424 0,5436 40 0,5436 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5463 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481 50 0,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518 60 0,5521 0,5524 0,5527 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545 70 0,5548 0,5550 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567 80 0,5569 0,5570 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,5586 90 0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0,5599 100 0,5600 0,5602 0,5503 0,5604 0,5606 0,5607 0,5608 0,5609 0,5610 0,5611
Tabel 2.6 Reduced Standard Deviation (Sn)
N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,9496 0,9676 0,9833 0,9971 1,0095 1,0206 1,0316 1,0411 1,0493 1,0565 20 1,0628 1,0696 1,0754 1,0811 1,0864 1,0915 1,0961 1,1004 1,1047 1,1080 30 1,1124 1,1159 1,1193 1,1226 1,1255 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1,1388 40 1,1413 1,1436 1,1458 1,1480 1,1499 1,1519 1,1538 1,1557 1,1574 1,1590 50 1,1607 1,1623 1,1638 1,1658 1,1667 1,1681 1,1696 1,1708 1,1721 1,1734 60 1,1747 1,1759 1,1770 1,1782 1,1793 1,1803 1,1814 1,1824 1,1834 1,1844 70 1,1854 1,1863 1,1873 1,1881 1,1890 1,1898 1,1906 1,1915 1,1923 1,1930 80 1,1938 1,1945 1,1953 1,1959 1,1967 1,973 1,1980 1,1987 1,1994 1,2001 90 1,2007 1,2013 1,2020 1,2026 1,2032 1,2038 1,2044 1,2049 1,2055 1,2060 100 1,2065 1,2069 1,2073 1,2077 1,2081 1,2084 1,2087 1,2090 1,2093 1,2096
(Sumber : Suripin, 2004)
Tabel 2.7 Reduced Variate (Y
TR) Sebagai Fungsi Periode Ulang
(Sumber : Suripin, 2004)
2.15.3 Uji Kesesuaian Distribusi
Menurut Triatmodjo (2008), pemeriksaan uji kesesuaian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah distribusi frekuensi yang telah dipilih bisa digunakan atau tidak untuk serangkaian data yang tersedia. Uji kesesuaian ini ada dua macam yaitu uji Smirnov-Kolomogrov dan Uji Chi- Square. Pengujian ini terlebih dahulu harus dilakukan ploting data pengamatan pada kertas probabilitas. Dalam kasus ini kertas probabilitas Log
Periode ulang (Tr) (Tahun)
Reduced Variate (TTR)
Periode Ulang (Tr) (Tahun)
Reduced Variate (TTR)
2 0,3665 100 4,6012
5 1,5004 200 5,2969
10 2,2510 250 5,5206
20 2,9709 500 6,2149
20 3,1993 1000 6,9087
50 3,9028 5000 8,5118
75 4,3117 10000 9,2121
Person Tipe III dengan garis durasi sesuai. Ploting dilakukan dengan tahapan sesuai berikut :
1. Data curah hujan maksimum harian rata-rata diurutkan dari besar ke kecil.
2. Hitung peluang (probabilitas) tiap data hujan dengan rumus Weibull sebagai berikut :
P =
𝑚𝑛+1
x 100%
dimana :
P = Probabilitas (%)
m = Nomor urut data dari kecil ke besar n = Banyaknya data
3. Ploting data curah hujan (Xi) dan peluang pada kertas probabilitas yang sesuai.
2.15.3.1 Uji Smirnov Kolomogrov
Uji kecocokan Smirnov Kolomogrov disebut juga dengan uji kecocokan non parametik karena dalam pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu, namun dengan memperhatikan kurva dan penggambaran data pada kertas probabilitas. Dari gambar tersebut dapat diketahui jarak penyimpangan setiap titik data terhadap kurva. Jarak penyimpangan erbesar disebut nilai ∆
maksdengan kemungkinan didapat nilai lebih kecil dari nilai ∆
kriti,maka jenis distribusi yang dipilih dapat digunakan.
Nilai ∆
kritikdiperoleh dari tabel 2.8 sebagai berikut :
Tabel 2.8 Nilai Kritis D
ountuk Smirnov Kolomogrov
N α
0,20 0,10 0,05 0,01
5 0,45 0,51 0,56 0,67
10 0,32 0,37 0,41 0,49
15 0,27 0,30 0,34 0,40
20 0,23 0,26 0,29 0,36
25 0,21 0,24 0,27 0,32
(Sumber : Triadmodjo, 2008)
2.15.3.2 Uji Chi-Kuadrat
Menurut Triadmodjo, 2008 uji Chi-Kuadrat menggunakan nilai X
2yang dapat dihitung dengan persamaan berikut :
X
2= ∑
(𝑂𝑓−𝐸𝑓)²𝐸𝑓
𝑛𝑡=1
(2.31)
dengan :
X
2= Nilai Chi-Kuadrat terhitung
Ef = Frekuensi yang diharapkan sesuai dengan pembagian kelasnya
Of = Frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama N = Jumlah sub kelompok dalam satu grup
Nilai X
2yang diperoleh harus lebih kecil dari nilai X
2cr(Chi-Kuadrat kritik), untuk suatu derajat nyata tertentu, yang sering diambil 5 %. Derajat kebebasan dihitung dengan persamaan :
DK = K – (α + 1 ) (2.32)
dengan :
DK = Derajad Kebebasan K = Banyak kelas
α = Banyaknya ketertarikan (banyaknya parameter), untuk uji Chi-Kuadrat adalah 2.
30 0,19 0,22 0,24 0,29
35 0,18 0,20 0,23 0,27
40 0,17 0,19 0,21 0,25
45 0,16 0,18 0,20 0,24
50 0,15 0,17 0,19 0,23
N > 50 1,07 𝑁0,5
1,22 𝑁0,5
1,36 𝑁0,3
1,63 𝑁0,5
Nilai X
2crdiperoleh dari tabel 2.9 Disarankan agar banyaknya kelas tingkat kurang dari 5 dan frekuensi absolut tiap kelas tidak kurang dari 5 juga.
Tabel 2.9 Nilai untuk X
2cr(Sumber : Triadmodjo, 2008)
α 0.1 0.05 0.025 0.01 0.005
db 1 2.70554 3.84146 5.02390 6.63489 7.87940
2 4.60518 5.99148 7.37778 9.21035 10.59653 3 6.25139 7.81472 9.34840 11.34488 12.83807 4 7.77943 9.48773 11.14326 13.27670 14.86017 5 9.23635 11.07048 12.83249 15.08632 16.74965 6 10.64464 12.59158 14.44935 16.81187 18.54751 7 12.01703 14.06713 16.01277 18.47532 20.27774 8 13.36156 15.50731 17.53454 20.09016 21.95486 9 14.68366 16.91896 19.02278 21.66605 23.58927 10 15.98717 18.30703 20.48320 23.20929 25.18805 11 17.27501 19.67515 21.92002 24.72502 26.75686 12 18.54934 21.02606 23.33666 26.21696 28.29966 13 19.81193 22.36203 24.73558 27.68818 29.81932 14 21.06414 23.68478 26.11893 29.12116 31.31943 15 22.30712 26.29622 27.48836 30.57795 32.80149 16 23.54182 26.29622 28.84532 31.99986 34.26705 17 24.76903 27.58710 30.19098 33.40872 35.71838 18 25.98942 28.86932 31.52641 34.80524 37.15639 19 27.20356 30.14351 32.85234 36.19077 38.58212 20 28.41197 31.41042 34.16958 37.56627 39.99686 21 29.61509 32.67056 35.47886 38.93223 41.40094 22 30.81329 33.92446 36.78068 40.28945 42.79566 23 32.00689 35.17246 38.07561 41.63833 44.18139 24 33.19624 36.41503 39.36406 42.97978 45.55836 25 34.38158 37.65249 40.64650 44.31401 46.92797 26 35.56316 38.88513 41.92314 45.64164 48.28978 27 36.74123 40.11327 43.19452 46.96284 49.64504 28 37.91591 41.33715 44.46079 48.27817 50.99356 29 39.08748 42.55695 45.72228 49.58783 52.33550 30 40.25602 43.77295 46.97922 50.89218 53.67.187
2.15.4 Analisa Intensitas Curah Hujan
Menurut Suripin (2004), intensitas curah hujan adalah banyaknya curah hujan yang terjadi di suatu daerah dalam satuan waktu tertentu.
Lama waktu konsentrasi untuk berbagai daerah berbeda-beda.
Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin besar kala ulangnya makin tinggi pula intensitasnya. Kala ulang adalah waktu hipotetik di mana hujan dengan suatu besaran tertentu akan disamai atau dilampaui.
Hubungan anta intensitas, lama hujan, dan frekuensi hujan dinyatakan dalam lengkung IDF (Intensity-Duration-Frequency Curve). Hujan pendek, 5, 10 menit dan jam-jaman untuk membentuk lengung IDF. Data hujan jenis ini hanya dapat diperoleh dari pos penakaran hujan otomatis.
Selanjutnya, berdasarkan data hujan jangka pendek tersebut lengkung IDF dapat dibuat dengan salah satu dari beberapa persamaan, antara lain rumus Talbot, Sherman dan Ishiguro.
Pada data curah hujan harian maka intensitas hujan dapat dihitung dengan rumus Mononobe. Data curah hujan dalam suatu waktu tertentu yang tercatat pada alat otomatis dapat diubah menjadi intensitas curah hujan per jam. Rumus ini digunakan apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data hujan harian. Intensitas hujan (I) di dalam rumus Rasional dapat dihitung dengan rumus :
I =
𝑅₂₄24
x (
24𝑇𝐶
)
2
3