• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Tinjauan Pustaka

Bayam jepang (Spinacia Oleracea L.) adalah tanaman setahun yang ditanam diwilayah beriklim sedang, khusus untuk diambil daunnya. Sistem perakaran spinasi terdiri atas banyak akar serabut lateral dangkal, berkembang dari akar tunggang gemuk yang memiliki beberapa akar lateral besar. Segera setelah fase kecambah, tanaman mencapai pola pertumbuhan roset dengan banyak daun berdaging yang melekat pada batang pendek. Jarak tanam dan kondisi lingkungan berpengaruh terhadap jumlah dan ukuran daun. Bentuk lembar daun berkisar dari bulat telur atau mendekati segitiga hingga panjang dan bentuk kepala panah sempit, bentuk yang terakhir adalah panah yang berbentuk primitif. Sembir daun rata atau bergelombang dan permukaan daun rata, agak keriput, hingga sangat keriput. Penampakan melepuh jaringan keriput disebabkan oleh perbedaan pertumbuhan jaringan parenkina diantara vena daun. Tangkai daun biasanya sama panjang dengan lebar daun, dan sering menjadi berongga ketika daun telah berkembang penuh. Pola pertumbuhan daun beragam dimulai dari merayap hingga tegak, sebagian dipengaruhi oleh jarak tanam, kemiringan dan kerapatan.

(Rubatzky dan Mas’amaguchi,1998)

(2)

Adapun klasifikasi tanaman bayam jepang adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Division : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Ordo : Caryophyttales

Family : Amaranthaceae

Genus : Spinacia

Species : C. oleracea L.

(Wikipedia , 2007)

Spinasi dikelompokkan sebagai tanaman berumah dua yang tidak sepenuhnya benar, karena terdapat variasi tipe kelamin. Tipe tanaman terdiri atas jantan, betina, atau sekaligus jantan betina, tingkat keberumah-satuan (monociousness) dipengaruhi secara genetik dan lingkungan. Bunga hermaprodit ( berkelamin ganda) kadang-kadang juga terlihat. (Decoteu,2000)

Berdasarkan bijinya, ada dua tipe tanaman, yaitu tanaman dengan biji berbentuk bundar rata, dan yang berbentuk bijinya tidak beraturan dan berduri.

Kultivar berbiji berduri dianggap sebagai tipe musim dingin, dan yang berbiji bundar sebagai tipe musim panas. Kultivar biji berduri jarang ditanam. Sebelum masa Linnaeus, ahli taksonomi mengidentifikasi tipe bundar dan tipe berduri sebagai species yang berbeda, yaitu sebagai S. spinosa dan S. inermis. Di yakini bahwa tipe biji berduri terbentuk sebelum tipe biji bundar.

(Rubatzky dan Mas’amaguchi,1998)

(3)

Pertumbuhan terbaik spinasi adalah bila suhu rata-rata 18-20 C, pada suhu 10 C pertumbuhan berlangsung lambat. Suhu juga mempengaruhi kualitas daun; suhu rendah cenderung mempertebal daun tetapi mengurangi ukuran dari kerataannya. (Pierce, 1987)

Kedinian panen berkaitan dengan laju pertumbuhan, kultivar umur-genjah tumbuh cepat. Petani memilih kultivar disesuaikan dengan kondisi pertumbuhan agar diperoleh pertumbuhan cepat dan hasil tinggi, sambil menghindari bolting.

Spinasi dapat tumbuh pada berbagai macam tipe tanah, tanaman ini menyukai tanah yang dapat menahan air dengan sangat baik dan berdrainase baik. Tanaman ini agak toleran terhadap salinitas, tetapi peka terhadap keasaman; kisaran pH yang sesuai adalah 6,5-8,0. persyaratan lengan biasanya tidak terlalu tinggi karena transpirasi berlangsung rendah selama musim dingin, saat tanaman spinasi biasanya ditanam; sekitar 250 mm sering dianggap cukup untuk satu tanaman.

Namun, karena sistem perakarannya dangkal, tanaman ini dapat dengan mudah tercekam akibat kelengasan yang tidak mencukupi. Tanah tergenang juga pengaruh buruk tanaman. (Decoteu, 2000)

Pemupukan dengan Nitrogen umumnya meningkatkan produksi spinasi yang ditanam selama musim dingin karena rendahnya nitrifikasi pada suhu tanah yang rendah. Spinasi biasanya dipupuk dengan baik untuk meningkatkan kerimbunannya, dan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan yang sangat cepat, yang terjadi dalam waktu yang singkat sebelum panen. Sekitar dua pertiga biomassa dihasilkan selama sepertiga terakhir priode pertumbuhannya. Untuk

(4)

memenuhi kebutuhan ini, penjadwalan pemupukan yang tepat sangat diperlukan.

(Rubatzky dan Mas’amaguchi,1998)

Perkecambahan benih spinasi sudah optimum pada suhu 20 C, dan perkecambahan berlangsung lebih baik pada suhu rendah (5-10 C) ketimbang pada suhu tinggi (25 C), benih sering ditanam dalam barisan ganda atau dalam alur sempit (lebar 10 cm), pada guludan atau bedengan yang ditinggikan dengan kedalaman 1-3 cm. Jumlah benih per hektar beragam dengan tujuan penanaman yang diiginkan. Kerapatan tanaman untuk dijual segar rata-rata sekitar 60 tanaman per m2. Tanaman untuk dijual segar jarang dijarangkan; penjarangan dilakukan pada tanaman untuk pengolahan karena memerlukan banyak tenaga kerja.

(Decoteau, 2000)

Pengelolaan gulma adalah faktor yang sangat berpengaruh, khususnya bagi pertanaman untuk pengolahan, karena gulma adalah kontaminan, dan beberapa jenis memiliki penampakan yang mirip spinasi sehingga sulit dipisahkan. ((Rubatzky dan Mas’amaguchi,1998)

Landasan Teori

1. Faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi

Adopsi teknologi baru adalah merupakan proses yang terjadi dari petani untuk menerapkan teknologi tersebut pada usahataninya. Hal ini biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :

(5)

a. Tingkat pendidikan petani

Pendidikan merupakan sarana belajar, dimana selanjutnya akan menanamkan pengertian sikap yang menguntungkan menuju penggunaan praktek pertanian yang lebih modern. petani yang berpendidikan tinggi akan lebih cepat dalam melaksanakan adopsi.

b. Umur Petani

Makin muda petani biasanya mempunyai semangat ingin tahu apa yang belum diketahui, sehingga dengan demikian petani berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya belum berpengalaman soal adopsi inovasi tersebut

c. Luas Pemilihan Lahan

Petani yang mempunyai lahan yang luas akan lebih mudah menerapkan inovasi dari pada petani yang berlahan sempit, hal ini dikarenakan keefesienan penggunaan sarana produksi.

d. Jumlah Tanggungan

Petani dengan jumlah tanggungan semakin tinggi akan semakin lamban dalam mengadopsi inovasi karena jumlah tanggungan yang besar akan mengharuskan petani untuk memikirkan dalam pemenuhan kebutuhan hidup keluarganya. Petani yang memiliki jumlah tanggungan yang besar harus mampu mengambil keputusan yang tepat agar tidak mengalami resiko yang fatal, bila kelak inovasi yang diadopsi mengalami kegagalan.

e. Tingkat kosmopolitan

Petani dengan tingkat kosmopolitan yang semakin tinggi biasanya akan semakin cepat dalam mengadopsi inovasi, karena seorang petani dalam

(6)

mengadopsi inovasi dipengaruhi beberapa faktor luar (lingkungan) dan dalam diri (pribadi) petani.

f. Pengalaman Bertani

Petani yang sudah lebih lama bertani akan lebih mudah menerapkan inovasi daripada petani pemula, hal ini dikarenakan pangalaman lebih banyak sehingga sudah dapat membuat perbandingan dalam mengambil keputusan.

(Soekartawi, 1986) 2. Tingkat Adopsi

Berdasarkan cepat lambatnya para petani menerapkan teknologi melalui penyuluh dan informasi-informasi lain, dapat dikemukakan beberapa golongan petani yang terlibat di dalamnya, yaitu :

1. Golongan inovator

Dengan adanya inovasi, golongan inovator yang selalu merintis, mencoba dan menerapkan teknologi baru dalam pertanian menjadi terpenuhi kebutuhannya dan menjadi inovator dalam menerima para penyuluh pertanian, bahkan mengajak/menganjurkan petani lainnya untuk mengikuti penyuluhan.

Petani yang termasuk golongan ini pada umumnya adalah termasuk petani yang berada, yang memiliki lahan pertanian yang lebih luas dari petani yang rata-rata memiliki sebidang lahan yang sempit (0,5-2,5) ha di desanya. Oleh karena itu menanggung resiko dalam menghadapi kegagalan dalam setiap percobaannya, dan mampu membiayai sendiri

(7)

dalam mencari informasi-informasi guna melakukan inovasi teknologi tersebut.

2. Penerap inovasi teknologi lebih dini ( early adopter )

Golongan inovator mengusahakan sendiri pembaharuan teknologi pertanian itu dan lebih yakin setelah adanya PPL, maka golongan early adopter adalah orang-orang yang lebih dini mau menyambut kedatangan para penyuluh ke desa yang akan menyebarkan dan menerapkan teknologi pertanian.

Golongan ini kadang-kadang mengundang kedatangan para penyuluh dan mendampingi para penyuluh dalam mengadakan pembaharuan atau mengusahakan perubahan

3. Penerap inovasi teknologi awal ( Early Mayority )

Sifat dari golongan early mayority merupakan sifat yang dimiliki kebanyakan para petani. Penerapan teknologi baru dapat dikatakan lebih lambat dari kedua golongan di atas, akan tetapi lebih mudah terpengaruh dalam hal teknologi baru itu telah meyakinkannya dapat lebih meningkatkan usahataninya. Yaitu lebih meningkatkan pendapatan dan lebih memperbaiki cara kerja dan cara hidupnya

4. Penerapan inovasi teknologi lebih akhir ( Late Mayoriy )

Termasuk dalam golongan ini adalah petani yang pada umumnya kurang mampu, lahan pertanian yang dimiliki sangat sempit, rata-rata di bawah 0,5 ha, oleh karena itu petani selalu berbuat dengan waspada lebih hati- hati karena takut mengalami kegagalan. Petani ini baru akan mau mengikuti dan menerapkan teknologi apabila kebanyakan para petani di

(8)

lingkungannya telah menerapkan dan benar-benar dapat meningkatkan perikehidupannya.

5. Penolak inovasi ( Laggard )

Para petani yang termasuk golongan ini adalah petani yang berusia lanjut, berumur sekitar 50 tahun ke atas, biasanya fanatik terhadap tradisi dan sulit untuk memberi pengertian yang dapat mengubah cara berpikir, cara bekerja dan cara hidupnya, petani ini berpikir apatis terhadap adanya teknologi baru. ( Kartasapoetrra, 1988 )

Mengingat sikap pandangan, keadaan dan kemampuan daya pikir dan daya tangkap para petani yang terbagi atas beberapa golongan di atas, maka dengan sendirinya keberhasilan penyuluhan untuk sampai kepada tahapan yang meyakinkan para petani sehingga mau menerapkan materi penyuluhan akan melalui beberapa tahapan. Tahapan tersebut sebagai berikut :

1. Mengetahui dan menyadari ( Awareness) 2. Menaruh minat ( Interest )

3. Penilaian ( evaluation )

4. Melakukan percobaan ( Trial ) 5. Penerapan ( Adoption )

(Mardikanto, 1993)

Pada akhirnya suatu teknologi baru diterapkan atau tidak terletak pada petani itu sendiri, dimana petani dapat diasumsikan bersifat positif terhadap teknologi baru, bila dalam dirinya terdapat keinginan dan kesadaran akan perlunya perubahan serta keinginan bahwa pembaharuan yang diusulkan penyuluh itu baik dan dapat diterapkan. Semakin mampu penyuluh meraih

(9)

kepercayaan petani terhadap dirinya dan semakin mampu penyuluh bertindak dengan penuh kebijaksanaan, semakin besar pula harapannya dapat mempengaruhi perasaan petani tersebut. (Kaslan, 1982)

Kerangka Pemikiran

Petani sayur bayam jepang dalam melakukan budidaya bayam jepang melakukan tahapan-tahapan seperti : pembibitan, pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit, dan pemanenen. Penyuluh mempunyai peranan penting dalam memperkenalkan teknologi tersebut kepada petani karena dengan bantuan penyuluh maka inovasi akan cepat diterima oleh masyarakat tani khususnya para petani sayur bayam jepang. Disamping itu media massa juga berperan dalam mempercepat proses penyampaian teknologi kepada petani seperti : radio, TV, majalah, koran dan lain-lain .

Dalam mengadopsi suatu teknologi, maka petani dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu : umur, tingkat pendidikan, tingkat kosmopolitan, status kepemilikan lahan, pengalaman bertani, luas lahan, jumlah tanggungan dan total pendapatan petani

Petani yang memiliki lahan luas akan lebih mudah dalam menerapkan inovasi bila dibandingkan dengan petani yang memiliki lahan sempit hal ini dikarenakan keefisienan sarana produksi.

Petani yang memiliki pendapatan yang rendah pada umumnya lebih lambat dalam mengadopsi suatu inovasi karena petani umumnya lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan hidup petani bila dibandingkan dengan mengadopsi

(10)

suatu inovasi, petani tidak mau untuk mengambil resiko yang besar jika nantinya inovasi itu tidak berhasil.

Petani yang sudah lama bertani akan lebih mudah dalam menerapkan inovasi daripada petani pemula, karena dengan pengalaman yang lebih banyak sudah dapat membuat perbandingan dalam membuat keputusan dalam mengadopsi inovasi (teknologi).

Petani yang memiliki pandangan luas dengan dunia luar dengan kelompok sosial yang lain, umumnya lebih mudah dalam mengadopsi suatu inovasi bila dibandingkan dengan golongan masyarakat yang hanya berorientasi pada kondisi lokal atau dengan istilah “lokaliterness” karena pengalaman petani yang terbatas petani sulit dalam menerima perubahan atau mengadopsi suatu inovasi. Hal ini disebabkan petani belum pernah atau bahkan belum mengenal informasi yang cukup tentang invosi tersebut.

Dalm pelaksanaan penyuluhan pertanian khususnya pemberian teknologi budidaya anjuran juga ditemukan masalah-masalah, baik masalah yang dihadapi penyuluh, maupun petani sayur bayam jepang. Untuk itu penyuluh maupun petani telah melakukan upaya-upaya dalam mengatasi masalah-masalah tersebut.

Petani dalam mengadopsi teknologi budidaya sayur bayam jepang tidak sama. Ada yang cepat dan ada yang lambat. Oleh karena itu tingkat adopsi dapat dikategorikan rendah, sedang dan tinggi.

(11)

Secara skematis kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :

Keterangan :

= Berhubungan

Gambar. 1 . Skema Kerangka Pemikiran Petani Sayur Bayam Jepang

Usahatani Bayam Jepang

Teknologi Budidaya Bayam Jepang

Faktor-faktor yang mempengaruhi :

- Umur

- Tk. Pendidikan - Tk. Kosmopolitan - Status kepemilikan

lahan

- Lama bertani - Luas lahan - Jlh. Tanggungan - Total pendapatan

Tinggi Sedang

Rendah

Adopsi Masalah dan

upaya Tahapan-tahapan teknologi budidaya bayam jepang :

- Pembibitan - Persiapan

lahan - Penanaman - Pemeliharaan - Pengendalian

H & P - Pemanenan

Sumber Informasi

- Koran - Radio - Tv- Majalah - Dll

(12)

Hipotesis Penelitian

Untuk mengarahkan penelitian sesuai dengan identifikasi masalah dan tujuan penelitian maka dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

1. Tingkat adopsi petani sayur bayam jepang terhadap teknologi budidaya anjuran di daerah penelitian tergolong kategori tinggi.

2. Ada hubungan yang nyata antara faktor sosial ekonomi petani (umur, tingkat pendidikan, tingkat kosmopolitan, status kepemilikan lahan, pengalaman bertani, luas lahan, jumlah tanggungan, total pendapatan) dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya sayur bayam jepang di daerah penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Umur petani adalah salah satu faktor yang berkaitan erat dengan kemampuan kerja dalam melaksanakan kegiatan usahatani, umur dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam melihat

Perusahaan perkebunan, yang secara khusus dalam hal ini bagian kebun, kelapa sawit PTPN IV Adolina memiliki banyak tenaga kerja yang dibedakan dalam beberapa golongan sebagaimana

Dalam pelaksanaannya para penyuluh pertanian turun bersama pada jadwal yang ditentukan untuk melakukan penyuluhan dengan materi yang disesuaikan dengan kebutuhan petani saat

1) Dari indeks harga yang diterima petani (It) dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang yang dihasilkan petani. Indeks ini juga digunakan sebagai data penunjang dalam

Petani merupakan individu yang melakukan suatu kegiatan usahatani, dalam hal ini adalah usahatani bunga rosella. Usahatani bunga rosella adalah usahatani yang memproduksi

sikap petani terhadap kinerja penyuluh pertanian lapangan tersebut positif yang. akhirnya akan menghasilkan perilaku yang positif pula, begitu

Untuk mengukur bagaimana sikap petani terhadap inovasi baru tidaklah mudah, karena sikap merupakan suatu hal yang tertutup, dimana dalam keadaan tertentu sikap dapat

Dengan melihat pendapatan yang diperoleh petani di dalam suatu usahatani kakao, akan dapat diketahui layak tidaknya usaha tani lada tersebut untuk dilaksanakan. Untuk