• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. membangun sumber daya manusia berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. membangun sumber daya manusia berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif."

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah dengan membangun sumber daya manusia berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif.

Transisi kesehatan terjadi oleh karena adanya transisi demografi dan transisi epidemiologi (Pradono dkk., 2005). Terjadinya transisi epidemiologi yang sejalan dengan transisi demografi dan transisi teknologi dewasa ini telah mengakibatkan perubahan pola penyakit infeksi ke penyakit tidak menular (PTM), yang meliputi penyakit degeneratif dan man made disease yang merupakan faktor utama masalah morbiditas dan mortalitas (Rahajeng dan Tuminah, 2009).

Menurut Arisman (2010), perubahan pola struktur masyarakat, khususnya masyarakat agraris ke masyarakat industri banyak memberi andil pada perubahan pola fertilitas, gaya hidup, sosial ekonomi yang pada gilirannya dapat memacu meningkatnya penyakit tidak menular (PTM). PTM menyumbang hampir 60%

kematian di dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan pada tahun 2020 PTM merupakan penyebab kematian 73% dan beban penyakit 60% di dunia. Demikian halnya di kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia, dilaporkan 49,7% penyebab kematian adalah akibat penyakit tidak menular (WHO, 2013).

Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi

permasalahan kesehatan serius saat ini. Hipertensi merupakan suatu keadaan

(2)

terjadinya peningkatan tekanan darah yang memberi gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga timbul kerusakan lebih berat seperti stroke, penyakit jantung koroner, gagal ginjal, diabetes dan lain-lain (Syahrini, dkk., 2012).

Dampak yang ditimbulkan oleh karena hipertensi dapat berujung pada kematian, pada tahun 2005 diperkirakan setiap tahunnya terdapat 1,4 juta kematian akibat hipertensi di wilayah Asia Tenggara (WHO, 2006).

Hipertensi merupakan tantangan dalam permasalahan kesehatan masyarakat hampir semua negara di dunia dengan angka prevalensi cukup tinggi, selain itu hipertensi merupakan salah satu faktor risiko penyakit jantung koroner.

Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2012, terjadi peningkatan prevalensi hipertensi di negara berkembang seperti di Afrika dan Asia Tenggara. Hal serupa diungkap pada hasil studi terkait prevalensi hipertensi bahwa secara global diperkirakan 972 juta jiwa menderita hipertensi dan sebesar 639 juta jiwa penderitanya terdapat pada negara berkembang. Diperkirakan pada tahun 2025 jumlah penderita hipertensi di dunia meningkat sebesar 60% atau sekitar 1,56 miliar penduduk dewasa dunia menderita hipertensi. Pada tahun 2000 secara global diperkirakan prevalensi hipertensi usia 20 tahun keatas cukup tinggi, di Amerika latin diperkirakan prevalensi hipertensi 40,1-41,4%, Karibia 34,3- 35,4%, Asia 16,1-17,9%, Sub Sahara Afrika 26,-27,7% dan China 21,2-23,9%.

Diperkirakan angka tersebut akan mengalami peningkatan pada tahun 2025 (Kearney, dkk., 2005).

Prevalensi nasional hipertensi di Indonesia pada kelompok umur lebih dari

18 tahun berdasarkan pengukuran yang dilakukan sebesar 29,8% dengan insiden

(3)

komplikasi penyakit kardiovaskular lebih banyak pada perempuan yaitu sebesar 52% (Depkes RI, 2008). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi hipertensi di Jawa Timur sebesar 37,4% atau diatas prevalensi nasional (Depkes, 2008).

Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam, bagi kebanyakan pasien etiologi patofisiologinya tidak diketahui, disebut dengan hipertensi essensial atau hipertensi primer (Depkes, 2006). Lebih dari 90% penderita hipertensi disebabkan oleh hipertensi primer yang belum diketahui penyebabnya (Rahman, 2008). Hipertensi primer mungkin akibat dari interaksi antara predisposisi genetik dan faktor lingkungan. Bila hipotesis ini benar maka hipertensi secara potensial dapat dicegah dengan usaha perubahan faktor risiko hipertensi yaitu dengan menjaga berat badan agar tidak berlebih, mengurangi konsumsi garam, mengurangi konsumsi alkohol dan olahraga (Budisantoso, 1994). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (2007) dijelaskan bahwa stroke, hipertensi, dan penyakit jantung meliputi lebih dari sepertiga penyebab kematian, hipertensi menjadi penyebab kematian kedua setelah stroke dan disusul oleh penyakit jantung (Depkes, 2008).

Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori yang meliputi tekanan darah normal, prehipertensi, hipertensi tahap 1 dan hipertensi tahap 2.

Prehipertensi termasuk kategori independen tekanan darah yang

direkomendasikan menurut The Joint National Committee (JNC 7) on Prevention,

Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure mendefinisikan

prehipertensi apabila tekanan darah sistolik (120-139 mmHg) atau tekanan darah

(4)

diastolik (80-89 mmHg) pada usia lebih dari 18 tahun. Tekanan darah dalam kisaran prehipertensi dihubungkan dengan peningkatan risiko terjadinya hipertensi dan penyakit kardiovaskuler. Studi terbaru menyebutkan bahwa apabila tekanan darah sistolik yang berada pada kisaran (120-139 mmHg) dan atau tekanan darah diastolik (80-89 mmHg) memiliki risiko lebih besar untuk terjadinya hipertensi klinis dibandingkan dengan tekanan darah dibawah kisaran tersebut (Chobanian, dkk., 2003). Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyakit hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan peluang tujuh kali lebih besar terkena stroke, enam kali lebih besar terkena congestive heart failure dan tiga kali lebih besar terkena serangan jantung (Rahajeng dan Tuminah, 2009).

Diperkirakan prevalensi prehipertensi secara global 36% (Guo, dkk., 2011). Di wilayah Asia prevalensi prehipertensi tergolong tinggi, hal tersebut diketahui dari prevalensi prehipertensi usia dewasa muda di China sebesar 47%

(Sun, dkk., 2007) sedangkan prevalensi prehipertensi di India 30,1% (Srinivas, dkk., 2013). Tidak jauh berebeda dengan wilayah Asia, prevalensi prehipertensi usia muda di Indonesia tergolong tinggi dan melebihi kedua negara tersebut yaitu 48,4% . Prehipertensi di usia muda (<35 tahun) juga berisiko untuk terjadinya arteroskelorosis pada 20 tahun kemudian, prehipertensi tidak meningkatkan mortalitas namun secara signifikan dapat meningkatkan kematian terhadap faktor risiko lain seperti penyakit jantung (Widjaja, dkk., 2013).

Penderita prehipertensi berisiko untuk mengalami hipertensi klinis 19%

pada lebih dari 4 tahun mendatang dan penyakit kardiovaskuler dikemudian hari

(Sun, dkk., 2007). Insiden hipertensi pada kelompok yang sebelumnya mengalami

(5)

prehipertensi pada usia lebih dari 65 tahun sebesar 42% sedangkan yang terjadi pada kelompok umur 35–64 tahun sebesar 27%. Sebagian besar prehipertensi dapat berkembang menjadi hipertensi grade 1, hal tersebut tidak boleh diabaikan mengingat prehipertensi juga dapat berkembang atau berlanjut menjadi hipertensi grade 2 sebasar 17% pada lebih dari empat tahun kemudian (Svetkey, 2005).

Setiap peningkatan tekanan darah sistolik (TDS) atau tekanan darah diastolik (TDD) (20/10mmHg) berisiko dua kali lipat untuk terjadinya penyakit kardiovaskular (Greendlund, dkk., 2004).

Penderita hipertensi cenderung tidak menyadari kondisi mereka dan sebagian besar insiden hipertensi baru terdeteksi pada pelayanan kesehatan primer atau ketika melakukan pemeriksaan untuk kondisi yang lain dan semacam skrining oportunistik non sistematis (Engstrom, dkk., 2011). Hal yang sama juga terjadi pada kondisi prehipertensi yang seringkali asimtomatik (tanpa gejala) pada saat diagnosis. Kondisi tanpa gejala pada hipertensi perlu diwaspadai mengingat hipertensi merupakan the silent killer dikarenakan kedatangannya yang tiba-tiba dan tanpa menunjukkan adanya gejala tertentu. Seringkali penderita hipertensi baru menyadari atau mengetahui setelah penyakit hipertensi yang dideritanya menyebabkan berbagai penyakit komplikasi (Suiraoka, 2012).

Di beberapa negara saat ini prevalensi prehipertensi terus meningkat

sejalan dengan perubahan gaya hidup dan dapat berisiko untuk terjadinya

hipertensi dikemudian hari. Beberapa faktor risiko prehipertensi seperti usia,

tingkat pendidikan, gangguan lipid, merokok, obesitas dan konsumsi alkohol

(Sun, dkk., 2007). Menurut Srinivas, dkk (2013) faktor risiko terjadinya

(6)

prehipertensi adalah usia, jenis kelamin, aktivitas fisik, konsumsi alkohol dan riwayat keluarga.

Kelebihan berat badan dan obesitas dilaporkan secara signifikan mempengaruhi status kesehatan, hal tersebut terkait dengan diabetes, hipertensi, kadar kolesterol tinggi, asma, arthritis (Rahmouni, dkk., 2004). Kegemukan atau obesitas merupakan kondisi ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi lemak dalam jaringan adiposa. Menurut Liyasari (2007), sebagian besar penderita dengan tekanan darah tinggi adalah overweight dan hipertensi lebih sering terjadi pada obesitas. Mekanisme penyebab utama terjadinya hipertensi pada obesitas diduga berhubungan dengan kenaikan volume tubuh, peningkatan curah jantung, dan menurunnya resistensi vaskuler sistemik. Obesitas maupun kelebihan berat badan mempengaruhi terjadinya prehipertensi 17,5% dan pengendalian berat badan dapat menurunkan risiko hipertensi hingga 77% dikemudian hari (Pitsavos, dkk., 2008).

Prevalensi obesitas pada penduduk cukup tinggi. Saat ini 1,6 miliar orang

dewasa di seluruh dunia mengalami berat badan berlebih (overweight), dan

sekurang-kurangnya 400 juta diantaranya mengalami obesitas. Pada tahun 2015,

diperkirakan 2,3 milyar orang dewasa akan mengalami overweight dan 700 juta

diantaranya mengalami obesitas (Libriansyah, 2013). Di Indonesia, menurut data

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi nasional obesitas pada

penduduk 15 tahun adalah 10,3% (laki-laki 13,9% dan perempuan 23,3%) dan

Provinsi Jawa Timur memiliki prevalensi obesitas pada penduduk usia 15 tahun

(13,7%) atau melebihi prevalensi obesitas di Indonesia (Depkes, 2008).

(7)

Berdasarkan distribusi lemak, obesitas dibedakan menjadi dua jenis yaitu obesitas sentral dan obesitas umum. Obesitas sentral atau biasa disebut obesitas abdominal merupakan kondisi kelebihan lemak yang terpusat pada daerah perut.

Kelebihan jaringan adiposit di bagian viseral berhubungan dengan resistensi insulin, hiperglikemia atau diabetes mellitus tipe 2, dislipidemia, hipertensi, status protrombik dan proinflamasi (Lirbiansyah, 2013). Dikatakan obesitas sentral atau abdominal apabila lingkar perut pada laki-laki lebih dari sama dengan 90 cm dan pada perempuan lebih dari sama dengan 80 cm. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 prevalensi obesitas sentral atau abdominal di Jawa Timur mencapai 19%, dan sebesar 21,4% terdapat di daerah perkotaan (Depkes, 2008).

Terdapat hubungan kelebihan lemak tubuh yang terutama terlokalisir dibagian tengah tubuh (central obesity) erat kaitanya dengan tekanan darah dibandingkan dengan penumpukan lemak tubuh di perifer. Prehipertensi banyak terjadi pada penderita obesitas abdominal. Berdasarkan hasil studi, prehipertensi pada orang dewasa dengan obesitas abdominal di China sebesar 37,8% pada laki- laki dan 25,9% pada perempuan. Kepatuhan diet penderita prehipertensi dengan obesitas abdominal diperlukan untuk mengurangi risiko terjadinya hipertensi (Yu D, dkk., 2008).

Modifikasi gaya hidup pada prehipertensi dapat mengurangi risiko

menjadi hipertensi klinis. The Seventh Report of the Joint National Committee

(JNC 7) on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood

Pressure merekomendasikan modifikasi gaya hidup berupa diet DASH (The

(8)

Dietary Approaches to Stop Hypertension) merupakan diet dari beberapa grup makanan, termasuk lebih banyak buah, sayuran dan makanan yang kaya akan kalium dan kalsium, diet rendah natrium, aktifitas fisik, dan mengurangi konsumsi alkohol. Pada sejumlah pasien dengan pengontrolan tekanan darah cukup baik dengan terapi satu obat antihipertensi, mengurangi kosumsi garam dan mengurangi kelebihan berat badan dapat menurunkan risiko pasien dari penggunakan obat (Collier dan Landram, 2012).

Beberapa studi menunjukkan bahwa prehipertensi meningkatkan risiko kardiovaskular dan telah memiliki bukti mencapai target organ, seperti gangguan relaksasi ventrikel maupun mikroalbuminuria (Lee, dkk., 2005). Penderita prehipertensi memiliki risiko sebesar 5,99 kali terjadinya arteriosklerosis bila dibandingkan dengan normotensi (Ninomiya, dkk., 2007). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh The Strong Heart Study menyebutkan bahwa mulai terdapat penebalan dinding ventrikel kiri pada penderita prehipertensi dibandingkan dengan normotensi (Drukteinis, dkk., 2007). Kondisi tersebut perlu diwaspadai mengingat prehipertensi merupakan bentuk peringatan untuk segera melakukan beberapa upaya pecegahan melalui modifikasi gaya hidup agar tidak terjadi hipertensi klinis dikemudian hari (Gedikli, dkk., 2010).

1.2 Kajian Masalah

Prehipertensi termasuk dalam kategori pengukuran tekanan darah menurut

The Seventh Report of the Joint National Committee (JNC 7) on Prevention,

Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure, dan merupakan

suatu bentuk pengingat untuk campur tangan gaya hidup pasien dalam rangka

(9)

pencegahan perkembangan menuju hipertensi. Perkembangan prehipertensi menjadi hipertensi merupakan tantangan dalam permasalahan kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit jantung yang merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia, serta bertanggung jawab terhadap tingginya biaya pengobatan dikarenakan tingginya angka kunjungan ke dokter, perawatan di rumah sakit dan penggunaan obat jangka panjang.

Berdasarkan data Riskesdas Provinsi Jawa Timur tahun 2007, prevalensi hipertensi di Kabupaten Gresik sebesar 29,6% (Depkes, 2008). Hipertensi berada pada urutan ke lima dari sepuluh penyakit terbanyak di Kabupaten Gresik.

Tabel 1.1 Distribusi Jumlah Penderita Hipertensi di Kabupaten Gresik Tahun 2010-2012

Tahun Jumlah Penderita Hipertensi

2010 35.182

2011 39.895

2012 43.576

Sumber: Gresik Dalam Angka 2011-2013 (BPS)

Berdasarkan data dari BPS dalam laporan Gresik Dalam Angka (GDA) pada tahun 2010 hingga 2012, Penderita hipertensi di Kabupaten Gresik mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tingginya angka hipertensi di Kabupaten Gresik tidak menutup besar kemungkinan terjadinya prehipertensi.

Kelebihan berat badan dan obesitas secara signifikan mempengaruhi status

kesehatan. Obesitas tidak hanya berpengaruh terhadap hipertensi, namun juga

pada kejadian prehipertensi. Mekanisme penyebab utama terjadinya hipertensi

pada obesitas diduga berhubungan dengan kenaikan volume tubuh, peningkatan

curah jantung, dan menurunnya resistensi vaskuler sistemik. Prehipertensi

(10)

seringkali terjadi pada penderita obesitas abdominal. Dikatakan obesitas sentral/abdominal apabila lingkar perut pada laki-laki 90 cm dan pada perempuan 80 cm. Berdasarkan hasil studi, prehipertensi pada orang dewasa dengan obesitas abdominal di China sebesar 37,8% pada laki-laki dan 25,9% pada perempuan. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar Jawa Timur tahun 2007, prevalensi obesitas sentral/abdominal di Kabupaten Gresik tergolong tinggi 21,5% atau melebihi prevalensi di Jawa Timur (Depkes, 2008).

Penderita hipertensi cenderung tidak menyadari kondisi mereka dan sebagian besar insiden hipertensi terdeteksi pada pelayanan kesehatan primer. Puskesmas merupakan pelayanan kesehatan primer sebagai ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia, guna meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan yang meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat.

Perubahan gaya hidup seperti diet perlu diterapkan, namun demikian pada kenyataannya menjalankan diet tidakah mudah mengingat kurangnya kontrol tekanan darah dan anggapan prehipertensi bukanlah suatu penyakit sehingga seringkali menjadikan rendahnya kesadaran penderita untuk merubah perilaku berisiko.

Tindakan preventif dalam rangka pencegahan penyakit hipertensi harus

dilakukan, prehipertensi merupakan suatu bentuk peringatan untuk terjadinya

hipertensi dikemudian hari. Komplikasi prehipertensi dan hipertensi memiliki

(11)

dampak yang besar pada kualitas hidup. Promosi kesehatan, deteksi dini dan peranan intervensi penting dilakukan dalam mencegah komplikasi. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis determinan prehipertensi pada obesitas abdominal di Kabupaten Gresik.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan kajian masalah tersebut diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini adalah: “Apa determinan prehipertensi pada obesitas abdominal di Kabupaten Gresik?”.

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Menganalisis determinan prehipertensi pada obesitas abdominal di Kabupaten Gresik

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik responden prehipertensi pada obesitas abdominal yang meliputi (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan riwayat keluarga dengan hipertensi)

2. Mengidentifikasi besar prevalensi prehipertensi pada obesitas abdominal di Kabupaten Gresik

3. Mengidentifikasi frekuensi konsumsi makan pada obesitas abdominal.

4. Menganalisis hubungan antara usia dengan prehipertensi pada obesitas abdominal.

5. Menganalisis hubungan antara jenis kelamin dengan prehipertensi pada

obesitas abdominal.

(12)

6. Menganalisis hubungan antara tingkat pendidikan dengan prehipertensi pada obesitas abdominal.

7. Menganalisis hubungan antara riwayat keluarga dengan hipertensi dengan prehipertensi pada obesitas abdominal.

8. Menganalisis hubungan antara aktivitas fisik dengan prehipertensi pada obesitas abdominal.

9. Menganalisis hubungan antara kebiasaan merokok dengan prehipertensi pada obesitas abdominal.

10. Menganalisis hubungan antara kolesterol total dengan prehipertensi pada obesitas abdominal.

11. Menganalisis hubungan antara LDL dengan prehipertensi pada obesitas abdominal.

12. Menganalisis hubungan antara HDL dengan prehipertensi pada obesitas abdominal.

13. Menganalisis hubungan antara trigliserida dengan prehipertensi pada obesitas abdominal.

14. Menganalisis hubungan antara diabetes mellitus dengan prehipertensi pada obesitas abdominal.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Instansi Dinas Kesehatan

Dapat mengetahui prevalensi prehipertensi pada obesitas

abdominal di Kabupaten Gresik, yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai

acuan dan masukan bagi pelaksanaan rencana kerja dalam rangka

(13)

menentukan kebijakan sehingga penatalaksanaan pelayanan kesehatan khususnya terkait hipertensi dapat bersifat preventif, kuratif maupun rehabilitatif.

1.5.2 Bagi Masyarakat

Sebagai sumber informasi dan edukasi bagi masyarakat dalam memahami faktor risiko prehipertensi pada obesitas abdominal dan diharapkan dapat melakukan upaya pengendalian faktor risiko serta upaya pencegahan sedini mungkin untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

1.5.3 Bagi Peneliti

Mampu mengembangkan dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan

yang diperoleh, dan dapat digunakan untuk kepentingan pembangunan

kesehatan masyarakat.

Gambar

Tabel  1.1  Distribusi  Jumlah  Penderita  Hipertensi  di  Kabupaten  Gresik  Tahun  2010-2012

Referensi

Dokumen terkait

 Walaupun terdapat banyak dialek di China yang sebutannya mungkin berbeza Walaupun terdapat banyak dialek di China yang sebutannya mungkin berbeza antara satu dengan yang lain

Basis data (database database) merupakan kumpulan dari data yang saling berhubungan ) merupakan kumpulan dari data yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tersimpan

[3.1] Menimbang bahwa maksud dan tujuan Pengaduan Pengadu adalah terkait dengan dugaan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu yang dilakukan oleh para Teradu; [3.2]

Semakin berkembangnya perdagangan dari kegiatan maupun perilaku dari masyarakat sehingga perlu direncanakan pula suatu pusat perbelanjaan yang tidak hanya mengakomodasikan

Lalu keingintahuan penulis mengapa Rusia menjadikan Jerman sebagai mitra dagangnya atau mitra kerjasama dalam energi, padahal sangat memungkinkan Rusia bekerjasama dengan negara

Perbandingan komposisi kimia ikan cakalang dengan bluefin tuna (Thunnus orientalis) dan tongkol (Euthynnus lineatus) dapat dilihat pada Tabel 3. Contoh perhitungan

Secara teknikal Candle terbentuk Morning Doji Star yang mengindikasikan Bullish.. Indikator Stochastic

Dalam struktur pertahanan, Negara Indonesia memiliki alat pertahanan negara yang terdiri dari militer dan POLRI sebagai sistem pertahanan Negara Indonesia.