• Tidak ada hasil yang ditemukan

Transparansi Pelayanan Publik dalam Pembuatan KTP Elektronik (KTP-el) di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Langkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Transparansi Pelayanan Publik dalam Pembuatan KTP Elektronik (KTP-el) di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Langkat"

Copied!
177
0
0

Teks penuh

(1)

Transparansi Pelayanan Publik dalam Pembuatan KTP Elektronik (KTP-el) di Dinas Kependudukan dan Pencatatan

Sipil Kabupaten Langkat

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Strata I (S-1) Ilmu Administrasi Publik

Oleh :

Mayyang Mayyuni 150903150

\

PROGRAM STUDI ILMU ADMNISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)

i

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahim

Assalaamua’laikum warahmatullaahi wabarakaatuh

Alhamdulillahi Rabbil „Alamiin, segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam. Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Transparansi Pelayanan Publik dalam Pembuatan KTP elektronik (KTP-el) di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Kabupaten Langkat”.

Tak lupa pula shalawat berangkaikan salam penulis panjatkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, semoga kelak kita mendapat syafa‟at dan pertolongan dari beliau di akhirat kelak. Amin ya Rabbil „Alamiin.

Penulisan skripsi ini diajukan memenuhi persyaratan di Program Studi Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu Administrasi Publik.

Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan dukungan, bantuan, bimbingan, dan semangat dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Muryanto Amin, S.Sos., M.Si, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Dr. Tunggul Sihombing, M.A selaku Ketua Program Studi Ilmu Adminisrasi Publik FISIP USU

3. Ibu Dra. Asima Yanti S. Siahaan, M.A Ph.D selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi Publik FISIP USU

(3)

ii

4. Ibu Dra. Elita Dewi, M.SP selaku Dosen Pembimbing yang dengan sabar telah memberikan arahan dan bimbingan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5. Seluruh dosen Program Studi Ilmu Administrasi Publik FISIP USU yang telah memberikan begitu banyak ilmu kepada penulis selama masa perkualiahan

6. Kedua orang tua tercinta, Erman Effendi dan Rusminar, terima kasih atas kasih sayang, pengorbanan dan dukungan yang diberikan kepada penulis hingga detik ini. Adik-adikku Lean Sang Lanang dan Syahmi Syaifan, yang selalu memberikan do‟a dan dukungan.

7. Pihak-pihak terkait dari BAPPEDA Kabupaten Langkat dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Langkat atas izin penelitian yang diberikan dan bantuan yang diberikan kepada penulis dalam usahanya menyelesaikan penulisan skripsi ini.

8. Sahabat-sahabatku Mifta Muharrami, Lili Syahara, Mia Amalia, Putri Yuriastika, Adinda Cahaya Putri dan Betzeba Pratiwi Sinamo, thank you for always sticking with me through ups and downs.

9. My College Buddies, Liza Khairunnisa Nasution, Ridha Asyifa Daulay, Dini Ariani, Tengku Tika Andini, terima kasih atas kebersamaan selama perkuliahan dan juga dukungan moril yang diberikan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

(4)

iii

10. Teman-teman seperjuangan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik khususnya Administrasi Publik Stambuk 2015, yang telah membantu penulis selama kuliah dan menyusun skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna dalam segi penulisan maupun isi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang mmebangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, 29 Juli 2019

Penulis

Mayyang Mayyuni 150903150

(5)

iv ABSTRAK

Transparansi dalam pelayanan memiliki peran penting dalam pengembangan praktik good governance karena sebagian besar permasalahan dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan pelayanan bersumber dari rendahnya transparansi yang menyebabkan ketidakpastian pelayanan, praktik suap, dan terlalu besarnya biaya transaksi dalam kegiatan pemerintahan dan pelayanan. Tingkat keberhasilan transparansi pelayanan publik didasari oleh proses penyelenggaraan pelayanan yang bersifat terbuka dan dapat diketahui dengan mudah oleh masyarakat yang membutuhkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguraikan sejauhmana transparansi pelayanan publik yang dilaksanakan oleh para pegawai Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Langkat dalam melayani kebutuhan masyarakat.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah interview, observasi, dan dokumentasi. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan teknik analisis Miles dan Huberman. Teori yang digunakan adalah teori Agus Dwiyanto bahwa transparansi pelayanan publik dapat dilihat melalui tingkat keterbukaan proses penyelenggaraan publik, seberapa mudah peraturan dan prosedur pelayanan dapat dipahami semua pihak, dan kemudahan memperoleh informasi mengenai berbagai aspek penyelenggaraan pelayanan publik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam melayani masyarakat yang mengurus KTP-el, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil belum sepenuhnya optimal karena minimnya publikasi terkait informasi dalam proses penyelenggaraan pelayanan pembuatan KTP-el yang masih dalam tahap persiapan. Terlepas dari hal tersebut, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Langkat tetap mampu melayani masyarakat dan dapat menjelaskan dengan baik sehingga masyarakat mudah memahami prosedur yang berjalan.

Secara umum, hal tersebut tidak menggambarkan pelayanan yang buruk, namun mengurangi transparansi dari pelayanan yang ada.

Kata kunci: Transparansi, Pelayanan Publik, KTP Elektronik (KTP-el)

(6)

v ABSTRACT

Transparency in public services has an important role in the development of good governance practices because most of the problems in the administration of government activities and services come from low transparency which causes service uncertainty, bribery practices, and too large transaction costs in government and service activities. The level of success of public service transparency is based on the process of providing services that are open and can be easily identified by people in need. The purpose of this study is to describe the extent of transparency of public services carried out by employees of the in the Office of Population and Civil Registration Langkat Regency in serving the needs of the community.

This study uses a descriptive research method with a qualitative approach.

Data collection techniques used are interviews, observation, and documentation.

The data obtained were then analyzed using Miles and Huberman's analysis techniques. The theory used is Agus Dwiyanto's theory that transparency of public services can be seen through the level of openness of the public administration process, how easily service regulations and procedures can be understood by users and other stakeholders, and the ease of obtaining information on various aspects of public service delivery.

The results of this research show that in serving the people who manage electronic identity cards (E-ID), the Department of Population and Civil Registration is not fully optimal because of the lack of publication regarding information in the service of making E-ID which is still in the preparation stage.

Apart from that, the Langkat District Population and Civil Registration Service is still able to serve the community and can explain it well so that people easily understand the procedures that are running. In general, these services are not bad, but reduce transparency of the services.

Keywords: Transparency, Public Service, Electronic Identity Card (E-ID)

(7)

vi DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penulisan ... 5

1.4 Manfaat Penulisan ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Good Governance ... 7

2.1.1 Definisi Good Governance ... 7

2.1.2 Prinsip-prinsip Good Governance ... 8

2.2 Pelayanan Publik ... 10

2.3.1 Definisi Pelayanan Publik ... 10

2.3.2 Asas-asas Pelayanan Publik ... 12

2.3.3 Prinsip-prinsip Pelayanan Publik ... 13

2.3.4 Standar Pelayanan Publik ... 15

2.3 Transparansi ... 16

2.3.1 Transparansi Pelayanan Publik ... 17

2.4 KTP Elektronik (KTP-el) ... 20

2.5 Definisi Konsep ... 22

2.6 Hipotesis Kerja ... 23

BAB III METODE PENELITIAN ... 24

(8)

vii

3.1 Bentuk Penelitian ... 24

3.2 Lokasi Penelitian ... 25

3.3 Informan Penelitian ... 25

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 26

3.5 Teknik Analisis Data ... 27

3.6 Teknik Keabsahan Data ... 28

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Dekripsi Lokasi Penelitian ... 29

4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Langkat ... 29

4.1.1.1 Letak Geografi ... 29

4.1.1.2 Kondisi Demografi ... 30

4.1.1.2.1 Jumlah Penduduk, Pertumbuhan Penduduk, dan Kepadatan Penduduk ... 30

4.1.1.2.2 Jumlah dan Proporsi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin ... 32

4.1.1.2.3 Jumlah Penduduk Wajib KTP Elektronik (KTP-el) .. 33

4.1.1.3 Visi dan Misi Kabupaten Langkat ... 34

4.1.1.3.1 Visi Kabupaten Langkat ... 34

4.1.1.3.2 Misi Kabupaten Langkat ... 34

4.1.2 Gambaran Umum Dinas Kependudukan dan pencatatan Sipil Kabupaten Langkat ... 35

4.1.2.1 Visi dan Misi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Langkat ... 36

4.1.2.1.1 Visi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Lnagkat ... 36

4.1.2.1.2 Misi Dinas Kpendudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Langkat ... 37

4.1.3 Profil Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Langkat ... 38

4.1.3.1 Struktur Organisasi ... 40

4.1.3.2 Kedudukan, Tugas dan Fungsi ... 42

4.1.3.3 Strategi, Kebijakan dan Proram Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Langkat ... 43

4.1.3.4 Sumber Daya SKPD ... 44

4.2 Standar Pelayanan Peenerbitan KTP Elektronik (KTP-el) ... 45

4.3 Transparansi Pelayanan Publik dalam Pembuatan KTP Elektronik (KTP-el) di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Langkat ... 46

4.2.1 Keterbukaan Proses Penyelenggaraan Pelayanan Publik ... 47

(9)

viii

4.2.1.1 Syarat pembuatan KTP-el ... 48

4.2.1.2 Biaya Pembuatan KTP-el ... 52

4.2.1.3 Waktu Pembuatan KTP-el ... 56

4.2.1.4 Prosedur Pembuatan KTP-el ... 61

4.2.2 Kemudahan Peraturan dan Prosedur Pelayanan Dapat Dipahami oleh Semua Pihak ... 64

4.2.3 Kemudahan Memperoleh Informasi Mengenai Berbagai Aspek Penyelenggaraan Pelayanan Publik ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

5.1 Kesimpulan ... 79

5.2 Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 83

(10)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Informan Penelitian ... 26 Tabel 4.1.1.2.1.1 Jumlah Penduduk, Pertumbuhan Penduduk dan

Kepadatan Penduduk ... 31 Tabel 4.1.1.2.2.1 Jumlah dan Proporsi Penduduk Menurut Umur dan Jenis

Kelamin ... 32 Tabel 4.1.1.2.3.1 Jumlah Penduduk Wajib KTP Elektronik (KTP-el) ... 33 Tabel 4.1.3.3.1 Strategi dan Kebijakan Dinas Kependudukan dan Pencatatan

Sipil Kabupaten Langkat ... 43 Tabel 4.2.1 Standar Pelayanan Penerbitan KTP Elektronik (KTP-el) ... 45

(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Loket Pelayanan ... 4

Gambar 4.1.1.1.1 Peta Kabupaten Langkat ... 30

Gambar 4.2.1 Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Langkat ... 35

Gambar 4.1.3.1.1 Struktur Organisasi ... 41

Gambar 4.2.1.1.1 Brosur Persyaratan Administrasi Kependudukan ... 48

Gambar 4.2.1.3.1 Form Pengambilan KTP-el ... 60

Gambar 4.2.2.1 Mobil Pelayanan Keliling ... 68

Gambar 4.2.2.2 Surat Perintah Tugas ... 69

Gambar 4.2.2.2 Loket Pelayanan ... 71

Gambar 4.2.3.1 Tampilan Situs Disdukcapil ... 74

(12)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman Wawancara ... 1

Lampiran 2 Pedoman Observasi ... 13

Lampiran 3 Pedoman Dokumentasi ... 14

Lampiran 4 Transkrip Wawancara ... 15

Lampiran 5 Transkrip Observasi ... 49

Lampiran 6 Transkrip Dokumentasi ... 52

Lampiran 7 Standart Operational Procedure (SOP) Pelayanan Penerbitan KTP-el ... 70 Lampiran 8 Surat Izin Penelitian ... 73

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemerintah memiliki kewajiban dan tanggungjawab dalam memberikan pelayanan publik yang baik dan profesional untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasar masyarakat. Berbicara tentang pemerintahan yang memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat adalah berbicara tentang pemerintah yang menepati janji dan memenuhi komitmennya sebagai pelayanan rakyat (Napitupulu, 2007:46).

Dalam melayani masyarakat, pemerintah harus terus mengoptimalkan kinerjanya agar sesuai dengan yang diharapkan karena berimplikasi luas dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, pemerintah perlu membangun kepercayaan masyarakat sejalan dengan harapan dan tuntutan masyarakat tentang peningkatan pelayanan publik.

Pelayanan publik menjadi titik strategis dalam pengembangan good governance. Santosa (2017:57) menyatakan bahwa dalam kerangka good governance, setiap pejabat publik berkewajiban memberikan perlakuan yang sama bagi setiap warga masyarakat dalam menjalankan fungsi-fungsi sebagai pelayanan publik. Secara umum, penerapan prinsip akuntabilitas publik, kepastian hukum (rule of law), dan transparansi publik diakui sebagai landasan awal bagi terwujudnya tata kepemerintahan yang baik (Masthuri (2001) dalam Santosa, (56:2017).

(14)

2

Transparansi dalam pelayanan memiliki peran penting dalam pengembangan praktik good governance karena sebagian besar permasalahan dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan pelayanan bersumber dari rendahnya transparansi yang menyebabkan ketidakpastian pelayanan, praktik suap, dan terlalu besarnya biaya transaksi dalam kegiatan pemerintahan dan pelayanan. Karakteristik transparansi menurut United Nation Development Program/UNDP dalam Serdamayanti (2003:7), transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi. Proses lembaga dan informasi secara langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan. Informasi harus dapat dipahami dan dipantau. Pelaksanaan transparansi dalam pelayanan publik berpedoman pada Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik yang kemudian dijabarkan bahwa transparansi bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.

Dwiyanto (2005:8) menyatakan bahwa pelayanan publik di Indonesia seringkali dicirikan oleh adanya inefisiensi yang sangat tinggi, melalui prosedur yang berbelit-belit, serta tidak adanya kepastian waktu dan biaya yang diperlukan dalam penyelenggaraan pelayanan. Banyak pelayanan publik yang belum mengindikasikan adanya transparansi, seperti syarat dalam pelayanan yang tidak diketahui. Untuk hal-hal yang sangat penting seperti persyaratan, biaya dan waktu yang diperlukan dalam pelayanan, para petugas pemberi pelayanan harus mempublikasikan maupun menjelaskannya kembali, atau mengecek kembali

(15)

3

ketika berinteraksi dengan pengguna layanan. Pemerintah harus memberikan informasi kepada masyarakat tanpa mempersulit proses dan prosedur, dilaksanakan secara cepat dalam pelayanan, biaya ringan, dan dengan cara yang sederhana. Pemerintah perlu proaktif memberikan informasi lengkap tentang kebijakan dan layanan yang disediakannya kepada masyarakat. Pemerintah perlu mendayagunakan berbagai jalur komunikasi seperti melalui brosur, pengumuman melalui koran, radio, televisi lokal, serta melalui internet (Kewo, 2014:1).

Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil merupakan instansi pemerintah yang melaksanakan pelayanan administrasi kependudukan meliputi mendaftarkan dan menerbitkan Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga, serta berbagai Akta Catatan Sipil maupun pencatatan mutasi dan pengelolaan data penduduk.

Pemerintah bertanggungjawab dalam menyediakan data kependudukan yang akurat dan terkini dalam rangka mewujudkan tertib administrasi kependudukan serta keberlangsungan penyediaan data kependudukan secara nasional.

Dilansir dari iglobalnews.co.id, beberapa waktu yang lalu, jajaran Disdukcapil se-Indonesia dikejutkan dengan pemberitaan aparat Dukcapil yang terciduk pungli. (Diakses dari https://www.iglobalnews.co.id/2018/09/pelayanan- dukcapil-harus-terus-berinovasi/ pada tanggal 30 Januari 2019)

Dalam melakukan pelayanan pengurusan KTP-el, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dituntut untuk terbuka terkait standar pelayananannya, salah satunya mengenai rincian biaya. Dilihat dari kasus di atas, masih ada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil yang tidak berlaku transparan dalam memberikan informasi khususnya biaya pelayanan kepada pemohon karena masih rendahnya kemampuan petugas untuk melaksanakan fungsi kepemerintahan yang

(16)

4

baik, jujur, bersih dan profesional sesuai dengan tugas yang diembannya, dalam artian tidak melakukan praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).

Pelayanan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil menuai banyak soal, utamanya terkait standar waktu pelayanan KTP El. Rata-rata pengguna layanan mengeluhkan lamanya waktu tunggu layanan KTP elektronik. Warga diminta untuk cek kembali beberapa waktu mendatang tanpa ada kepastian waktu.

Akibatnya pengguna layanan harus bolak balik dari rumah ke kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil hanya untuk sekedar mengecek kapan KTP el nya bisa diterima. Konsekuensi biaya dan tenaga tentu harus ditanggung pengguna layanan. (Diakses dari https://www.ombudsman.go.id/artikel/r/artikel--menunggu- -ktp-elektronik pada tanggal 30 Januari 2019)

Standar pelayanan perlu dipublikasikan guna menciptakan transparansi pelayanan kepada masyarakat. Berdasarkan pra penelitian yang peneliti lakukan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Langkat, terlihat bahwa tidak ada papan informasi yang memuat standar pelayanan di loket pelayanan, hal ini tentu sangat tidak mensyaratkan adanya transparasi. Selain itu, proses penyelesaian KTP-el memakan waktu yang lama. Masyarakat sebagai pemohon KTP-el berhak mendapat kepastian jangka waktu penyelasaian sehingga masyarakat tidak harus bolak-balik karena pembuatan KTP-el lebih lama dari jadwal yang ditentukan.

Gambar 1.1 Loket Pelayanan

Sumber: Dokumentasi Pra Penelitian, 2019

(17)

5

Upaya penerapan transparansi dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang berkelanjutan perlu dilakukan guna mewujudkan pelayanan publik yang sesuai dengan harapan masyarakat. Aparatur negara diharapkan semakin efisien dan efektif dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dalam menyelenggarakan pelayanan dengan mengutamakan kecepatan, keterpaduan, kesederhanaan, biaya murah dan kemudahan serta menimbulkan kepuasan bagi masyarakat yang dilayani. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Transparansi Pelayanan Publik dalam Pembuatan KTP Elektronik (KTP-el) di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Langkat”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana Transparansi Pelayanan Publik dalam Pembuatan KTP Elektronik (KTP-el) di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Langkat?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan transparansi pelayanan publik dalam pembuatan KTP elektronik (KTP-el) yang ada di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Langkat.

(18)

6 1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

a. Secara Teoritis, penelitian ini diharapkan mampu mengembangkan dan menambah pengetahuan dan ilmu dalam bidang Administrasi Publik khususnya yang berkaitan dengan transparansi pelayanan publik.

b. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan ide atau gagasan bagi pihak-pihak yang berkompeten dalam pencarian informasi, atau sebagai bahan referensi mengenai transparansi pelayanan publik dalam pembuatan KTP elektronik (KTP-el) di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Langkat.

c. Secara Praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam hal penerapan transparansi pelayanan publik.

(19)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Good Governance

2.1.1 Definisi Good Governance

Good governance adalah tata kelola pemerintah yang baik yang telah didefinisikan oleh berbagai lembaga. Menurut United Nation Development Program/UNDP (1997) dalam (Serdamayanti, 2003:7), good governance adalah hubungan yang sinergis dan konstruktif di antara negara, sektor swasta dan masyarakat (society). Menurut Kooiman (2003) dikutip dalam (Salam, 2004:224), governance merupakan serangkaian proses interaksi sosial politik antara pemerintah dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingan-kepentingan tersebut.

Governance merujuk pada tiga pilar, yakni: public governance merujuk pada lembaga pemerintah, corporate governance merujuk pada pihak swasta/dunia usaha, dan civil society (masyarakat sipil). Untuk mewujudkan good governance, upaya pembenahan pada salah satu pilar harus dibarengi dengan pembenahan pada berbagai pilar lainnya secara serentak dan seimbang (Keban, 2011:23).

Tata kepemerintahan yang baik dapat diwujudkan apabila terdapat keseimbangan peran antar ketiga pilar, yaitu pemerintahan, dunia usaha swasta, dan masyarakat. Ketiga pilar tersebut memiliki peran masing-masing.

Pemerintahan (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) berperan menjalankan dan menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif bagi unsur-unsur lain dalam governance. Dunia usaha swasta memiliki peran dalam penciptaan

(20)

8

lapangan kerja dan pendapatan. Dan masyarakat memiliki peran dalam penciptaan interaksi sosial, ekonomi, dan politik. Dalam memainkan perannya, ketiga unsur tersebut harus sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang ada dalam tata kepemerintahan yang baik. Adanya pembagian peran yang seimbang dan saling melengkapi antar ketiga unsur tersebut bukan hanya memungkinkan adanya check and balance, tetapi juga menghasilkan sinergi yang baik dalam mewujudkan kesejahteraan bersama (Dwiyanto, 2005:18).

Berkaitan dengan good governance, Mardiasmo (2002) dalam Tangkilisan (2005:114), mengemukakan bahwa orientasi pembangunan sektor publik adalah untuk menciptakan good governance, dimana pengertian dasarnya adalah pemerintahan yang baik. Kondisi ini berupaya untuk menciptakan suatu penyelenggaraan pembangunan yang solid dan bertanggungjawab sejalan dengan prinsip demokrasi, efesiensi, pencegahan korupsi, baik secara politik maupun administrasi. Tata pemerintahan adalah penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negara pada semua tingkat.

Dari berbagai pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa tata kepemerintahan yang baik (good governance) adalah suatu konsep mengenai penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, demokratis, dan efektif. Selain sebagai suatu konsep tentang penyelenggaraan pemerintahan, tata kepemerintahan yang baik juga merupakan suatu gagasan dan nilai untuk mengatur pola hubungan antara pemerintah, swasta dan masyarakat.

2.1.2 Prinsip-prinsip Good Governance

Untuk mewujudkan tata kepemerintahan yang baik, maka diperlukan prinsip-prinsip good governance sebagai tolok ukur kinerja suatu pemerintahan.

United Nation Development Program/UNDP (1997) dalam Tangkilisan

(21)

9

(2005:115) mengemukakan bahwa prinsip-prinsip good governance, yaitu sebagai berikut:

1. Partisipasi (Participation). Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya.

Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.

2. Kerangka Hukum (Rule of Law). Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutamahukum untuk hak asasi manusia.

3. Transparansi (Transparancy). Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi. Proses lembaga dan informasi secara langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan. Informasi harus dapat dipahami dan dapat dimonitor.

4. Daya Tanggap (Responsiveness). Lembaga dan proses harus mencoba untuk melayani setiap stakeholder.

5. Berorientasi Konsensus (Consensus Orientation). Good governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik dalam hal kebijakan maupun prosedur.

6. Berkeadilan (Equity). Semua warga negara, baik laki-laki maupun perempuan, mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga kesejahteraan mereka.

7. Efektivitas dan Efisiensi (Effectiveness and Efficiency). Proses dan lembaga menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan menggunakan sumber yang tersedia sebaik mungkin.

8. Akuntabilitas (Accountability). Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektorswasta, dan masyarakat (civil society) bertanggung jawab kepada publik dan lembaga stakeholder. Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat, misalnya apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau eksternal organisasi.

9. Visi Strategis (Strategic Vision). Para pemimpin dan publik harus mempunyai perspektif good governance dan pengembangan manusia yang luas, serta jauh ke depan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan semacam ini.

Prinsip-prinsip diatas merupakan suatu karakteristik yang harus dipenuhi dalam hal pelaksanaan good governance yang berkaitan dengan kontrol dan pengendalian, yakni pengendalian suatu pemerintahan yang baik agar cara dan penggunaan cara sungguh-sugguh mencapai hasil yang dikehendaki. Secara

(22)

10

umum, kesembilan prinsip tersebut dalam konteks good governance dapat disarikan menjadi tiga hal, yaitu; akuntabilitas publik, kepastian hukum (rule of law), dan transparansi publik seperti yang dinyatakan Masthuri (2001) dalam (Santosa, 56:2017). Dalam kerangka good governance, setiap pejabat publik berkewajiban memberikan perlakuan yang sama bagi setiap warga masyarakat dalam menjalan fungsi-fungsi sebagai pelayanan publik. Ketiga intisari dari good governance tersebut merupakan unsur penting dalam suatu negara.

2.2 Pelayanan Publik

2.2.1 Definisi Pelayanan Publik

Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia.

Pengertian pelayanan publik/umum/masyarakat bisa dijabarkan sebagai pelayanan yang diberikan oleh instansi pemerintah/intitusi-institusi lain atas nama pemerintah kepada masyarakat (Lukman, 2015:15). Menurut Kurniawan (2005:4) pelayanan umum atau pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.

Pelayanan publik dapat diartikan sebagai segala kegiatan dalam rangka pemenuhan dasar sesuai dengan hak-hak dasar setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa dan atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan yang terkait dengan kepentingan publik. Adapun penyelenggaranya adalah lembaga dan petugas pelayanan publik baik Pemerintah Daerah maupun Badan Usaha Milik Daerah yang menyelenggarakan pelayanan publik. Penerima pelayanan publik adalah orang perseorangan dan atau kelompok orang dan atau badan hukum yang memiliki hak, dan kewajiban terhadap suatu pelayanan publik (Rohman, 2008:3).

(23)

11

Dalam hakekatnya, fungsi pelayanan adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terkait perannya sebagai warga negara sehingga pelayanan tersebut terus berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dalam prakteknya, pelayanan memiliki fungsi yang lebih terperinci. Lebih lanjut, Dwiyanto (2011:20) menyatakan bahwa negara berkewajiban untuk menjaga akses warganya terhadap berbagai pelayanan dasar yang menjadi kebutuhan minimal bagi warga untuk hidup secara layak dan bermartabat.

Menurut Barata (2004:11) terdapat empat unsur penting dalam proses pelayanan publik yaitu:

1. Penyedia layanan, yaitu pihak yang dapat memberikan suatu layanan tertentu kepada konsumen, baik berupa layanan dalam bentuk penyediaan dan penyerahan barang (goods) atau jasa-jasa (services).

2. Penerima layanan, yaitu mereka yang disebut sebagai konsumen (costomer) atau customer yang menerima berbagai layanan dari penyedia layanan.

3. Jenis layanan, yaitu layanan yang dapat diberikan oleh penyedia layanan kepada pihak yang membutuhkan layanan.

4. Kepuasan pelanggan, dalam memberikan layanan penyedia layanan harus mengacu pada tujuan utama pelayanan, yaitu kepuasan pelanggan. Hal ini sangat penting dilakukan karena tingkat kepuasan yang diperoleh para pelanggan itu biasanya sangat berkaitan erat dengan standar kualitas barang dan atau jasa yang mereka nikmati.

Pelayanan publik dapat dibedakan menjadi dua kategori utama, yaitu kebutuhan dasar dan pelayanan umum. Menurut Mahmudi dalam Hardiansyah (2011:20-23) mengemukakan dua jenis pelayanan publik, yaitu:

1. Pelayanan kebutuhan dasar

Pelayanan kebutuhan dasar yang harus diverikan oleh pemerintah tersebut meliputi: kesehatan, pendidikan dasar dan pelayanan bahan kebutuhan pokok masyarakat.

2. Pelayanan umum, yang meliputi:

Pelayanan umum yang harus diberikan pemerintah terbagi dalam tiga kelompok, yaitu:

(24)

12

a. Pelayanan administratif yakni pelayanan berupa penyediaan berbagai bentuk dokumen yang dibutuhkan oleh publik, misalnya:

pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), sertifikat tanah, akta kelahiran, akta kematian, paspor dan lain sebagainya.

b. Pelayanan barang, yakni pelayanan yang menghasilkan berbagai macam bentuk/jenis barang yang menjadi kebutuhan publik, misalnya: jaringan telepon, penyediaan tenaga listrik, penyediaan air bersih.

c. Pelayanan jasa yakni pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan publik, misalnya pendidikan tinggi dan menengah, pemeliharaan kesehatan, penyelenggaraan transportasi, jasa pos, penanggulangan bencana serta pelayanan sosial (asuransi atau jaminan sosial/social security).

Berdasarkan uraian di atas, maka pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara.

Pelayanan dapat berjalan baik jika pemerintah selaku penyelenggara pelayanan publik memiliki orientasi yang benar mengenai hakekat dari kedudukannya sebagai abdi masyarakat dan menganggap masyarakat sebagai klien yang harus dijaga kepuasan atas pelayanan yang telah diberikan kepada mereka.

2.2.2 Asas-asas Pelayanan Publik

Penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi asas-asas pelayanan untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan pengguna jasa. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan publik yang profesional. Sinambela (2011:6) mengemukakan asas-asas dalam pelayanan publik tercermin dari:

a. Transparansi; Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.

b. Akuntabilitas; Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Kondisional; Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas.

(25)

13

d. Partisipatif; Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.

e. Kesamaan hak; Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, agama, ras, golongan, gender dan status ekonomi.

f. Keseimbangan hak dan kewajiban; Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Suatu proses kegiatan pelayanan terdapat beberapa faktor atau unsur yang saling mendukung jalannya kegiatan. Menurut Moenir (2002:8), unsur-unsur tersebut antara lain:

a. Sistem, prosedur, dan metode;

Dalam pelayanan perlu adanya informasi, prosedur dan metode yang mendukung kelancaran dalam memberikan pelayanan.

b. Personil;

Personil lebih ditekankan pada perilaku aparatur dalam pelayanan, aparatur pemerintah selaku personil pelayanan harus profesional, disiplin dan terbuka terhadap kritik dari pelanggan atau masyarakat.

c. Sarana dan prasarana;

Dalam pelayanan diperlukan peralatan dan ruang kerja serta fasilitas pelayanan. Misalnya seperti ruang tamu, tempat parkir yang memadai dan sebagainya.

d. Masyarakat sebagai pelanggan;

Dalam pelayanannya, masyarakat selaku pelanggan sangatlah heterogen yaitu tingkat pendidikannya maupun perilakunya.

Asas pelayanan di atas merupakan pedoman dalam penyelenggaraan pelayanan publik oleh instansi pemerintah dan juga berfungsi sebagai indikator dalam penilaian serta evaluasi kinerja bagi penyelenggara pelayanan publik.

2.2.3 Prinsip-prinsip Pelayanan Publik

Dalam proses kegiatan pelayanan publik, diatur juga mengenai prinsip pelayanan sebagai pedoman dalam mendukung jalannya kegiatan. Adapun prinsip-prinsip penyelenggaraan pelayanan publik menurut (Boediono, 2003:68- 67) harus mengandung sendi-sendi sebagai berikut:

(26)

14

1. Kesederhanaan: prosedur pelayanan tidak berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan.

2. Kejelasan: persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik; unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/sengketa; rincian biaya dan tata cara pembayaran.

3. Kepastian waktu: pelaksanaan pelayanan dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

4. Akurasi: produk layanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah.

5. Keamanan: proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum.

6. Tanggung jawab: pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas pelayanan dan penyelesaian keluhan/sengketa.

7. Kelengkapan sarana dan prasarana: sarana dan prasarana kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk sistem TI dan telekomunikasi.

8. Kemudahan akses: tempat dan lokasi pelayanan mudah dijangkau dan mudah dalam memanfaatkan sistem TI dan telekomunikasi.

9. Kedisiplinan: pemberi pelayanan harus disiplin, sopan, dan ramah.

10. Kenyamanan: lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman yang dilengkapi sarana pendukung pelayanan seperti parkir, toilet, dan lain-lain.

Setiap pelayanan yang diberikan oleh instansi pemerintahan harus selalu ditingkatkan kualitasnya sesuai dengan keinginan masyarakat yang ada di bawahnya. Masyarakat sebagai pelanggan dari pelayanan publik, juga memiliki kebutuhan dan harapan pada kinerja penyelenggara pelayanan publik yang profesional, efektif dan efisien. Sehingga sudah menjadi tugas pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan publik yang mampu memuaskan masyarakat.

(27)

15 2.2.4 Standar Pelayanan Publik

Penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan.

Standar pelayanan publik menurut Surjadi (2009:69), meliputi:

1) Prosedur pelayanan

Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan.

2) Waktu penyelesaian

Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan.

3) Biaya pelayanan

Biaya atau tarif pelayanan termasuk rinciannya yang dititipkan dalam proses pemberian pelayanan.

4) Produk Pelayanan

Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

5) Sarana dan prasarana

Penyedia sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik.

6) Kompetensi petugas pemberi pelayanan

Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan.

Standar pelayanan publik adalah tolok ukur yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban kepada organisasi terkait masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur terkait data dan informasi program dan kegiatan yang dibutuhkan. Dengan adanya standar dalam kegiatan pelayanan publik ini diharapkan masyarakat mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan prosesnya memuaskan dan tidak menyulitkan masyarakat.

(28)

16 2.3 Transparansi

Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi bagi setiap orang. Menurut Tahir (2015:109) transparansi adalah keterbukaan (opennesess) pemerintah dalam memberikan informasi yang terkait dengan aktivitas pengelolaan sumber daya publik kepada pihak-pihak yang membutuhkan informasi. Transparansi adalah konsep yang sangat penting sejalan dengan semakin kuatnya keinginan untuk mengembangkan praktik good governance.

Adanya transparansi menjadi salah satu syarat good governance dalam proses penyelenggaraan pemerintahan secara keseluruhan (Dwiyanto, 2005:229).

Tansparansi adalah salah satu aspek mendasar bagi terwujudnya penyelenggaraan pemerintah yang baik. Perwujudan tata pemerintahan yang baik mensyaratkan adanya keterbukaan, keterlibatan, dan kemudahan akses bagi masyarakat terhadap proses penyelenggaraan pemerintah. Keterbukaan dan kemudahan informasi penyelenggaran pemerintahan memberikan pengaruh untuk mewujudkan berbagai indikator lainnya (Sabarno, 2007:38).

Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintah, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan serta hasil yang dicapai (Loina, 2003:13). Dengan memberikan akses terhadap berbagai jenis informasi mengenai penyelenggaraan pemerintah, maka dapat mempermudah upaya masyarakat dalam menilai apakah pemerintah telah benar-benar mengabdi pada kepentingan masyarakat atau kepentingan pihak lain. Masyarakat dapat menilai sejauh mana keberpihakan pemerintah terhadap kepentingan mereka dan mengambil sikap yang tepat dalam merespon kebijakan yang diambil oleh pemerintah tersebut.

(29)

17

Dari pengertian tersebut dapat diartikan bahwa transparansi tidak hanya sekedar menyediakan informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, namun harus disertai dengan kemudahan bagi masyarakat untuk memperoleh informasi tersebut karena masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintahan tersebut. Transparansi memiliki prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi mengenai kebijakan, proses pembuatan, pelaksanaan, dan hasil yang dicapai.

2.3.1 Transparansi Pelayanan Publik

Transparansi tidak hanya memegang peranan penting dalam penyelenggaraan pemerintah, tetapi juga dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Menurut Ratminto (2005:19) transparansi dalam konteks penyelenggaraan pelayanan publik adalah terbuka, mudah, dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan serta disediakan secara memadai dan mudah dimengerti.

Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan, penerima kebutuhan pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang- undangan (Ratminto, 2005:18).

Transparansi penyelenggaraan pelayanan publik merupakan pelaksanaan tugas dan kegiatan yang bersifat terbuka bagi masyarakat dari proses kebijakan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan/pengendaliannya, serta mudah diakses oleh semua pihak yang membutuhkan informasi. Prinsip keterbukaan pelayanan

(30)

18

memberikan petunjuk untuk menginformasikan secara terbuka segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian pelayanan kepeda masyarakat.

Istianto (2011:115), menyatakan hal-hal yang perlu diupayakan dalam prinsip ini, ialah:

1. Penginformasian instrumen pelayanan secara terbuka (seperti: bagan alir mekanisme pelayanan, daftar persyaratan, daftar tarif, jadwal waktu, nama loket/petugas/meja kerja).

Langkah ini dapat dilakukan dengan mempersiapkan membuat:

a) Bagan alir prosedur/tata cara dan persyaratan, untuk dipasang/ditempel di tempat ruang pelayanan, sekaligus dilengkapi dengan keterangan jadwal waktu penyelesaian pelayanan.

b) Setiap satuan kerja/loket pelayanan dan nama pejabat/petugas penanggungjawabnya perlu dibuat, dicantumkan nama secara jelas dan terbuka.

c) Tarif dan rincian biaya/tarif yang harus dibayar oleh pemohon pelayanan, diinformasikan secara terbuka;

2. Menyediakan fasilitas media informasi, (seperti papan informasi/pengumuman, loket informasi/information desk, kotak saran, media cetak/brosur, monitor TV, yang berfungsi memberikan informasi menyangkut kegiatan pelayanan.

3. Mengadakan program penyuluhan kepada masyarakat, untuk membantu penyebaran dan pemahaman informasi kepada masyarakat, mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pelayanan.

Dalam konteks transparansi, pelaksana pelayanan publik, pelaksana harus terbuka pada setiap tindakannya dan siap menerima kritikan maupun masukan, terutama yang dapat dari masyarakat adalah merupakan kebutuhan utama agar aparatur memahami aspirasi masyarakat. Keterbukaan sangat diperlukan untuk mengurangi peluang timbulnya perilaku aparatur yang dapat merugikan negara dan masyarakat. Selanjutnya, menurut Ratminto (2005:209-216), ada 10 (sepuluh) dimensi atau kondisi aktual yang diharapkan terjadi dalam transparansi penyelenggaraan pelayanan publik, yaitu:

a. Manajemen dan pelaksanaan pelayanan publik harus diinformasikan dan mudah diakses oleh masyarakat.

(31)

19

b. Prosedur pelayanan harus dibuat dalam bentuk Bagan Alir.

c. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan harus diinformasikan secara jelas pada masyarakat.

d. Kepastian rincian biaya pelayanan harus diinformasikan secara jelas pada masyarakat.

e. Kepastian dan kurun waktu penyelesaian pelayanan harus diinformasikan secara jelas pada masyarakat.

f. Pejabat/petugas yang berwenang dan bertanggung jawab memberikan pelayanan harus ditetapkan secara formal berdasarkan SK.

Pejabat/petugas yang berwenang dan bertanggung jawab memberikan pelayanan dan atau menyelesaikan keluhan/

g. persoalan/sengketa, diwajibkan memakai tanda pengenal dan papan nama di meja/tempat kerja petugas. Pejabat/petugas tersebut harus ditetapkan secara formal berdasarkan Surat Keputusan/Surat Penugasan dari pejabat yang berwenang.

h. Lokasi pelayanan harus jelas.

i. Janji pelayanan harus tertulis secara jelas.

j. Standar pelayanan publik harus realistis dan dipublikasikan pada masyarakat.

k. Informasi Pelayanan harus dipublikasikan dan disosialisasikan pada masyarakat melalui media.

Jika segala aspek proses penyelenggaraan pelayanan seperti persyaratan, biaya dan waktu yang diperlukan, cara pelayanan, serta hak dan kewajiban penyelenggara dan pengguna dipublikasikan secara terbuka sehingga mudah diakses dan dipahami oleh publik maka praktik penyelenggaraan pelayanan itu dapat dinilai memiliki transparansi tinggi. Sedangkan jika sebagaian atau seluruh aspek dari proses penyelenggaraan pelayanan itu tertutup dan informasinya sulit diperoleh oleh para pengguna layanan, maka penyelenggaraan pelayanan belum dapat dikatakan transparan. Dwiyanto (2005:243-246) mengungkapkan tiga indikator yang dapat digunakan untuk mengukur transparansi pelayanan publik, antara lain:

1. Mengukur tingkat keterbukaan proses penyelenggaraan pelayanan publik. Penilaian terhadap tingkat keterbukaan disini meliputi seluruh proses pelayanan publik, termasuk di dalamnya adalah persyaratan,

(32)

20

biaya, dan waktu yang dibutuhkan serta cara pelayanan. Persyaratan yang harus dipenuhi harus terbuka dan mudah diketahui oleh pengguna.

2. Indikator kedua merujuk pada seberapa mudah peraturan dan prosedur pelayanan dapat dipahami oleh pengguna dan stakeholders yang lain.

3. Indikator ketiga merupakan kemudahan memperoleh informasi mengenai berbagai aspek penyelenggaraan pelayanan publik. Semakin mudah pengguna memperoleh informasi mengenai berbagai aspek pengelengaraan publik, semakin tinggi transparansi.

Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa transparansi penyelenggaraan pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang bersifat terbuka, mudah, dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan serta disediakan secara memadai dan mudah dimengerti oleh semua penerima kebutuhan pelayanan yang bertujuan untuk memberikan kejelasan bagi seluruh penyelenggara pelayanan publik dalam melaksanakan pelayanan publik agar berkualitas dan sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat. Masyarakat selaku penerima pelayanan perlu memiliki akses terhadap informasi mengenai berbagai hal yang terkait dengan pelayanan publik yang mereka perlukan.

2.4 KTP Elektronik (KTP-el)

KTP-el digunakan sebagai identitas resmi penduduk yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 96 Tahun 2018 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil pasal 1 (8), Kartu Tanda Penduduk Elektronik yang selanjutnya disingkat KTP-el adalah

(33)

21

Kartu Tanda Penduduk yang dilengkapi cip yang merupakan identitas resmi penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota atau Unit Pelaksana Teknik Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.

Pasal 63 UU 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan sebagai perubahan terhadap UU No 23 Tahun 2006 menyebutkan bahwa Penduduk Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap (ITAP) yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki KTP-el. KTP-el sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku secara nasional dan hanya memiliki 1 (satu) KTP-el.

KTP-el mencantumkan gambar lambang Garuda Pancasila dan peta wilayah Negara Republik Indonesia, memuat keterangan tentang NIK, nama, tempat tanggal lahir, laki-laki atau perempuan, agama, status perkawinan, golongan darah, alamat, pekerjaan, kewarganegaraan, pas foto, masa berlaku, tempat dan tanggal dikeluarkan KTP-el, tanda tangan pemegang KTP-el, serta memuat nama dan nomor induk pegawai pejabat yang menandatanganinya.

Penerapan KTP-el tidak memungkinkan seseorang dapat memiliki KTP-el lebih dari satu dan dipalsukan KTP-el nya, mengingat dalam KTP-el tersebut telah memuat kode keamanan dan rekaman elektronik data penduduk, antara lain berupa iris mata maupun sidik jari penduduk. Pemberlakuan KTP-el yang diatur dalam Pasal 64 UU 24 Tahun 2013 ayat (4) yakni berlaku 5 (lima) tahun menjadi seumur hidup, sepanjang tidak adanya perubahan atas elemen data penduduk dan berubahnya domisili penduduk.

(34)

22

Penerbitan KTP-el bagi Penduduk WNI atau Penduduk Orang Asing berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 96 Tahun 2018 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil pasal 14 terdiri atas:

a. penerbitan KTP-el baru;

b. penerbitan KTP-el karena pindah datang;

c. penerbitan KTP-el karena perubahan data;

d. penerbitan KTP-el karena perpanjangan bagi Penduduk Orang Asing yang memiliki izin tinggal tetap;

e. penerbitan KTP-el karena hilang atau rusak; dan f. penerbitan KTP-el di luar domisili.

2.5 Definisi Konsep

Definisi konsep adalah pemaknaan dari konsep yang digunakan, sehingga memudahkan peneliti untuk mengoperasikan konsep tersebut di lapangan (Singarimbun, 2002:66). Berdasarkan pengertian tersebut, maka peneliti mengemukakan definisi konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pelayanan publik adalah segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat maupun daerah dalam hal untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Transparansi adalah penyediaan informasi yang terbuka, mudah, dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan serta disediakan secara memadai dan mudah dimengerti.

3. KTP-el adalah Kartu Tanda Penduduk yang dilengkapi cip yang merupakan identitas resmi penduduk dan berlaku seumur hidup

(35)

23

sepanjang tidak adanya perubahan atas elemen data penduduk dan berubahnya domisili penduduk.

2.6 Hipotesis Kerja

Dalam penelitian kualitatif, hipotesis kerja bagian penting untuk melengkapi data peneliti dan bertujuan untuk membantu peneliti menjawab pertanyaan sementara dari apa yang peneliti teliti. Menurut Sugiyono (2015:96) hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Hipotesis kerja dalam penelitian ini, yaitu transparansi pelayanan publik dalam pembuatan KTP Elektronik (KTP-el) di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Langkat yang meliputi keterbukaan proses penyelenggaraan pelayanan publik, mudahnya peraturan dan prosedur pelayanan untuk dipahami oleh semua pihak dan ketersediaan informasi yang mudah untuk diakses mengenai berbagai aspek penyelenggaraan pelayanan publik.

(36)

24 BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Bentuk Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif menggambarkan dan meringkas berbagai kondisi atau fenomena yang ada pada objek penelitian. Pendekatan kualitatif yang bersifat deskriftif ini menjelaskan fenomena secara mendalam melalui pengumpulan data atau informasi yang teliti, lengkap dan akurat.

Penelitian deskriftif adalah suatu metode penelitian yang bertujuan mendeskripsikan apa-apa yang saat ini berlaku, di dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang terjadi atau ada (Singarimbun, 2002:5).

Bogdan dan Taylor (1975) dalam Moleong (2012:4) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai proses penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses penyimpulan hubungan fenomena-fenomena penelitian yang diamati dengan menggunakan logika ilmiah. Penelitian kualitatif dinilai mampu memberikan jawaban yang valid atas permasalahan yang akan diselesaikan dalam sebuah penelitian. Hal ini sejalan dengan tujuan penelitian dalam melihat bagaimana transparansi pelayanan publik dalam pembuatan KTP Elektronik (KTP-el) di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Langkat.

(37)

25 3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Langkat yang beralamat di Jalan Jl. T. Amir Hamzah Stabat, Kabupaten Langkat. Pemilihan lokasi penelitian ini didasari oleh tidak transparannya pelayanan pembuatan KTP-el, seperti tidak adanya papan informasi yang memuat standard pelayanan yang tertera di loket pelayanan. Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin mengetahui bagaimana transparansi pelayanan publik dalam pembuatan KTP-el di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Langkat.

3.3 Informan Penelitian

Subjek penelitian atau informan adalah orang yang mampu memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian (Moleong, 2012:97). Adapun informan dalam penelitian ini adalah mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi yang jelas, akurat dan terpercaya yang diperlukan terkait dengan objek penelitian yang dibahas. Dalam penelitian ini teknik penentuan informan menggunakan teknik purposive sampling.

Menurut Sugiyono (2015:124) purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya informan tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan sehingga memudahkan peneliti menjelajahi objek/situasi sosial yang diteliti.

Berdasarkan uraian tersebut, informan dalam penelitian terkait dengan

(38)

26

Transparansi Pelayanan Publik dalam Pembuatan KTP Elektronik (KTP-el) di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Langkat, yaitu terdiri atas:

Tabel 3.1 Informan Penelitian

No Informan Informasi yang

Dibutuhkan Metode Jumlah

1 Kepala Dinas

Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Langkat

Informasi terkait transparansi pelayanan publik yang meliputi:

1. Proses

penyelenggaraan pelayanan publik 2. Kemudahan

peraturan dan prosedur

pelayanan untuk dipahami

3. Ketersediaan informasi yang mudah untuk diakses

Wawancara 1

2 Kepala Bidang Pelayanan Pendaftaran Penduduk

Wawancara 1 3 Kepala Bidang Pengelola

Informasi Administrasi Kependudukan

Wawancara 1

4 Kepala Seksi Pendataan Penduduk

1

5 Staf Pelayanan

Pendaftaran Penduduk

Wawancara 1 6 Masyarakat pengguna jasa

pelayanan KTP-el di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Langkat.

Wawancara 10

Jumlah Informan 15

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama penelitian adalah untuk mendapatkan data (Sugiyono, 2015:308). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya:

1. Wawancara (Interview), digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin

(39)

27

mengetahui hal-hal lain dari informan yang lebih mendalam (Sugiyono, 2015:194)

2. Pengamatan (Observasi), digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar (Sugiyono, 2015:203)

3. Dokumentasi, ditujukan untuk memperoleh data langsung dari tempat penelitian, meliputi: buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan, lapora kegiatan, foto-foto, film dokumenter data yang relevan (Fhatoni, 2006:105).

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain (Sugiyono, 2015:335).

Teknik analisis data dalam penelitian ini dimulai dengan mengolah data yang diperoleh dari berbagai sumber, sampai dengan penarikan kesimpulan.

Dalam melakukan analisis data penelitian, penulis mengacu pada beberapa tahapan yang dijelaskan Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2015:337-341), aktivitas dalam analisis data, yaitu:

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian, data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

2. Penyajian Data (Data Display)

Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

3. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi (Conclusion Drawing/verification) Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan

(40)

28

konsisten saat peneliti kembali ke lapangan untuk mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

3.6 Teknik Keabsahan Data

Keabsahan data diperlukan untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik.

Peneliti menggunakan teknik triangulasi dalam penelitian ini untuk menemukan kebenaran data sehingga menjadi suatu data yang valid dan bisa dipertanggungjawabkan. Menurut Sugiyono (2015:372) terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data dan triangulasi waktu. Triangulasi sumber dilakukan dengan cara membandingkan data yang diperoleh dari subjek penelitian yang satu dengan yang lain. Triangulasi waktu dilakukan dengan cara membandingkan data yag diperoleh berdasarkan waktu penelitian.

Sedangkan triangulasi teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber/subjek yang sama dengan teknik yang berbeda, yaitu melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Bila dari masing-masing teknik tersebut menghasilkan data yang berbeda-beda, maka dilakukan diskusi lebih lanjut dengan sumber yang bersangkutan atau yang lainnya untuk memastikan data mana yang dianggap benar. Atau hasil data yang diperoleh semuanya benar dikarenakan sudut pandang yang berbeda-beda.

(41)

29 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Langkat

Kabupaten Langkat adalah sebuah Kabupaten yang terletak di Sumatera Utara, Indonesia. Ibu kotanya berada di Stabat. Kabupaten Langkat terdiri dari 23 Kecamatan dan 240 Desa serta 37 Kelurahan Definitif. Nama Langkat diambil dari nama Kesultanan Langkat yang dulu pernah ada di tempat yang kini merupakan kota kecil bernama Tanjung Pura, sekitar 20 km dari Stabat.

4.1.1.1 Letak Geografi

Secara geografis Kabupaten Langkat berada pada 3o 14' 00" - 4o 13' 00"

Lintang Utara, 97o 52' 00" - 98o 45' 00" Bujur Timur dan 4 - 105 m dari permukaan laut. Kabupaten Langkat menempati area seluas +- 6.260,29 Km2. Area Kabupaten Langkat di sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Aceh dan Selat Malaka, di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo, di sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Aceh, dan di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kota Binjai.

Berdasarkan luas daerah menurut Kecamatan di Kabupaten Langkat, luas daerah terbesar adalah Kecamatan Bahorok dengan luas 1.101,83 Km2 atau 17,59 persen diikuti Kecamatan Batang Serangan dengan luas 899,38 Km2 atau 14,36 persen. Sedangkan luas daerah terkecil adalah Kecamatan Binjai dengan luas 42,05 Km2 atau 0,67 persen dari total luas wilayah Kabupaten Langkat.

(42)

30

Gambar 4.1.1.1.1 Peta Kabupaten Langkat

Sumber: Profil Kabupaten Langkat

4.1.1.2 Kondisi Demografis

Demografis merupakan tinjauan mengenai dinamika kependudukan suatu wilayah. Salah satu tinjauan tersebut adalah berdasarkan suku, agama, tingkat pendidikan, kewarganegaraan, atau kriteria-kriteria lain yang dapat mencerminkan keadaan tertentu.

4.1.1.2.1 Jumlah Penduduk, Pertumbuhan Penduduk, dan Kepadatan Penduduk

Kabupaten Langkat tidak tergolong padat, hal ini dapat dilihat pada table 4.1 di bawah ini. Dengan luas 6.260,29 Km2, Kabupaten Langkat didiami oleh 1.043.249 jiwa/Km2. Dengan kata lain, rata-rata setiap Km2 Kabupaten Langkat didiami sebanyak 167 jiwa.

(43)

31

Tabel 4.1.1.2.1.1 Jumlah Penduduk, Pertumbuhan Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Langkat Tahun 2018

No Kecamatan Luas

(Km2)

Jumlah Penduduk

Pertumbuhan Penduduk

(%)

Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2)

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 Bahorok 1.101,83 40.963 9,30 37

2 Salapian 221,73 26.331 7,43 119

3 Kuala 206,23 41.529 4,79 201

4 Sei Bingei 333,17 52.825 7,90 159

5 Binjai 42,05 46.600 7,89 1108

6 Selesai 167,73 73.544 6,72 438

7 Stabat 108,85 89.333 6,48 821

8 Wampu 194,21 42.726 6,76 220

9 Secanggang 231,19 71.796 2,74 311

10 Hinai 105,26 53.816 -3,10 511

11 Tanjung Pura 176,61 69.175 -2,33 392

12 Padang Tualang 221,14 52.935 -5,77 239

13 Gebang 178,49 48.497 0,30 272

14 Babalan 76,41 57.691 -8,42 755

15 Pangkalan Susu 151,35 44.200 -2,10 292

16 Besitang 720,74 46.923 -2,58 65

17 Sei Lepan 280,68 51.304 -4,26 183

18 Berandan Barat 89,80 24.549 -0,36 273

19 Batang Serangan 899,38 36.987 -3,03 41

20 Sawit Seberang 209,10 26.952 -4,88 129

21 Sirapit 98,50 17.149 0,85 174

22 Kutambaru 236,84 14.408 2,39 61

23 Pematang Jaya 209,00 13.016 -2,10 62

Total 6.260,29 1.043.249 1,02 167

Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Langkat Tahun 2018

Jika dilihat persebaran di setiap Kecamatan, Kecamatan Binjai merupakan wilayah terpadat dengan kepadatan sebesar 1108 jiwa/Km2. Sedangkan wilayah dengan kepadatan terendah adalah Kecamatan Bahorok, yaitu sebesar 37 jiwa/km2.

(44)

32

4.1.1.2.2 Jumlah dan Proporsi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa penduduk Kabupaten Langkat sebagian besar merupakan penduduk usia produktif, yaitu pada kelompok umur antara 15- 64 tahun (72,23%) dengan komposisi terbesar berada pada penduduk berumur 20- 24 tahun (8,88%). Demikian pula dengan komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin, terlihat bahwa penduduk laki-laki yang terbesar adalah kelompok umur 20-24 tahun, begitu pula dengan penduduk perempuan ada pada kelompok umur 20-24 tahun.

Tabel 4.1.1.2.2.1 Jumlah dan Proporsi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2018

Kelompok Umur

Laki-laki Perempuan Jumlah

n (jiwa) % n (jiwa) % n (jiwa) %

00-04 32.296 3,10 29.774 2,85 62.070 5,95

05-09 46.051 4,41 42.151 4,04 88.202 8,45

10-14 43.186 4,14 39.845 3,82 83.031 7,96

15-19 46.586 4,47 44.247 4,24 90.833 8,71

20-24 47.516 4,55 45.137 4,33 92.653 8,88

25-29 46.442 4,45 44.049 4,22 90.491 8,67

30-34 45.871 4,40 44.314 4,25 90.185 8,64

35-39 46.452 4,45 44.930 4,31 91.282 8,76

40-44 37.551 3,60 37.669 3,61 75.220 7,21

45-49 34.970 3,35 35.606 3,41 70.576 6,77

50-54 29.735 2,85 30.951 2,97 60.686 5,82

55-59 25.670 2,46 26.315 2,52 51.985 4,98

60-64 20.033 1,92 19.480 1,87 39.513 3,79

65-69 12.850 1,23 12.148 1,16 24.998 2,40

70-74 5.992 0,57 6.720 0,64 12.712 1,22

>75 9.494 0,91 9.218 0,88 18.712 1,79

Jumlah 100 100 1.043.249 100

Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Langkat Tahun 2018

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar (72,23%) merupakan penduduk usia produktif (usia kerja). Dan sisanya sebanyak 22,36%

(45)

33

merupakan penduduk usia muda (berusia di bawah 15 tahun) dan 5,41%

merupakan penduduk lanjut usia (65 tahun ke atas).

4.1.1.2.3 Jumlah Penduduk Wajib KTP Elektronik (KTP-el)

Informasi mengenai jumlah penduduk wajib KTP-el diperlukan untuk mensukseskan program nasional KTP-el. Penduduk Kabupaten Langkat sendiri tersebar di 23 Kecamatan seperti yang bisa dilihat melalui tabel di bawah ini.

Table 4.1.1.2.3.1 Jumlah Penduduk Wajib KTP Elektronik (KTP-el) Tahun 2018

No Kecamatan Wajib KTP-el

1 Bahorok 30.465

2 Salapian 20.091

3 Kuala 31.334

4 Sei Bingei 39.556

5 Binjai 34.642

6 Selesai 55.161

7 Stabat 66.551

8 Wampu 31.780

9 Secanggang 53.195

10 Hinai 39.226

11 Tanjung Pura 50.868

12 Padang Tualang 38.385

13 Gebang 35.119

14 Babalan 42.284

15 Pangkalan Susu 32.781

16 Besitang 34.307

17 Sei Lepan 37.612

18 Berandan Barat 17.952

19 Batang Serangan 27.112

20 Sawit Seberang 19.828

21 Sirapit 12.627

22 Kutambaru 10.813

23 Pematang Jaya 9.505

Total 771.194

Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Langkat Tahun 2018

Berdasarkan tabel tersebut, Kecamatan Selesai merupakan Kecamatan dengan jumlah wajib KTP-el terbanyak, yaitu 55.161 jiwa. Sedangkan wilayah

Gambar

Gambar 1.1 Loket Pelayanan
Tabel 3.1 Informan Penelitian
Gambar 4.1.1.1.1 Peta Kabupaten Langkat
Tabel  4.1.1.2.1.1  Jumlah  Penduduk,  Pertumbuhan  Penduduk  dan  Kepadatan  Penduduk Kabupaten Langkat Tahun 2018
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana kualitas pelayanan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil sebelum dan

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana kualitas pelayanan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil sebelum dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Implementasi Kebijakan Pelayanan KTP- el di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir sudah cukup baik, namun masih

Kepala Dinas Kependudukan clan Pencatatan Sipil Kabupaten Tanjung Jabung Barat, 20 Maret 2015 Dalam menjalankan fungsi pelayanan KTP-el telah jelas mengenai tugas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Transparansi Pegawai dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nunukan sudah

Menurut hasil wawancara operator perekaman KTP-el di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Fakfak yang ditemui di kantor mengatakan kepada peneliti tentang prosedur yang

Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan urian pembahasan yang telah dilakukan kualitas pelayanan publik dalam pembuatan KTP Elektronik pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan

Hasil penelitian menunjukan Kualitas Pelayanan Dalam Pembuatan Kartu Tanda Penduduk Elektronik E-KTP di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Barito Selatan Adapun kendala