• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU TINDAKAN UNIVERSAL PRECAUTION PADA PERAWAT DI RSUD KOTA SURAKARTA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU TINDAKAN UNIVERSAL PRECAUTION PADA PERAWAT DI RSUD KOTA SURAKARTA SKRIPSI"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

i SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan

Oleh : Istanto ST.14033

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2016

(2)
(3)

iii Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Istanto

NIM : ST14033

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada Surakarta maupun di perguruan tinggi lain.

2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukkan Tim Penguji.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.

Surakarta, 30 Januari 2016 Yang membuat pernyataan,

(Istanto) NIM. ST14033

(4)

iv

Puji Syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat, hidayah serta karuniaNya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Dengan Perilaku Tindakan Universal Precaution Pada Perawat Di RSUD Kota Surakarta”. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Penulis menyadari tanpa adanya bimbingan dan dukungan maka kurang sempurna penyelesaian skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns., M.Kep. selaku ketua STIKes Kusuma

Husada Surakarta.

2. Ibu, Ns. Atiek Murharyati, M.Kep. selaku Kepala Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan juga selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan banyak masukan dan bimbingan serta arahan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Ns. Aria Nurahman Hendra Kusuma, M.Kep, selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan banyak masukan, bimbingan serta arahan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Ns. S. Dwi Sulisetyawati, M.Kep. selaku Penguji yang telah memberikan banyak masukan, bimbingan serta arahan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Direktur RSUD Kota Surakarta yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian.

6. Seluruh staf pengajar dan akademik Prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah membantu penulis.

7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

(5)

v

Surakarta, Januari 2016 Penulis

(6)

vi

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

SURAT PERNYATAAN... iii

KATA PENGANTAR ... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN... xi ABSTRAK ... xii ABSTRACT... xiii BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang Masalah... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 5

1.3.Tujuan Penelitian ... 5

1.4.Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1.Tinjauan Teori ... 8

2.1.1. Pengetahuan ... 8

2.1.2. Sikap... 13

(7)

vii

2.3.Kerangka Teori... 39

2.4.Kerangka Konsep ... 40

2.5.Hipotesis... 40

BAB III METODE PENELITIAN... 41

3.1.Jenis dan Rancangan Penelitian ... 41

3.2.Populasi dan Sampel ... 41

3.3.Tempat dan Waktu Penelitian ... 43

3.4.Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran ... 43

3.5.Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data ... 45

3.6.Uji Validitas dan Realibilitas... 48

3.7.Teknik Pengolahan dan Analisa Data ... 53

3.8.Etika Penelitian ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN... 58

4.1.Analisis univariat ... 58

4.2.Analisis bivariat ... 61

BAB V PEMBAHASAN ... 65

5.1.Umur responden ... 65

5.2.Jenis kelamin responden ... 65

5.3.Pendidikan... 66

5.4.Lama bekerja... 67 5.5.Pengetahuan perawat tentang universal precaution di

(8)

viii

Surakarta ... 68

5.7.Perilaku tindakan perawat tentang universal precaution di RSUD Kota Surakarta ... 69

5.8.Hubungan antara pengetahuan dengan perilaku tindakan universal precaution pada perawat di RSUD Kota Surakarta 70 5.9.Hubungan antara sikap dengan perilaku tindakan universal precaution pada perawat di RSUD Kota Surakarta ... 71

BAB VI PENUTUP... 73

6.1.Simpulan ... 73

6.2.Saran... 74 DAFTAR PUSTAKA

(9)

ix

Tabel 2.1 Keaslian Penelitian... 38

Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel ... 44

Tabel 3.2 Kisi-kisi Pertanyaan Pengetahuan Perawat Tentang Universal Precaution... ... 45

Tabel 3.3 Kisi-kisi Pernyataan Sikap Perawat Tentang Universal Precaution... ... 46

Tabel 3.4 Kisi-kisi Pernyataan Perilaku Perawat Tentang Universal Precaution... 47

Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas Product Moment... 50

Tabel 3.6 Hasil Uji Reliabilitas ... 52

Tabel 4.1 Karakteristik responden berdasarkan umur... 58

Tabel 4.2 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin... 58

Tabel 4.3 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan ... 59

Tabel 4.4 Karakteristik responden berdasarkan lama bekerja... 59

Tabel 4.5 Tingkat pengetahuan perawat tentang universal precaution 60 Tabel 4.6 Sikap perawat tentang universal precaution ... 60

Tabel 4.7 Perilaku tindakan perawat tentang universal precaution .... 60

Tabel 4.8 Hubungan antara pengetahuan dengan perilaku tindakan universal precaution pada perawat di RSUD Kota Surakarta 61 Tabel 4.9 Hubungan antara sikap dengan perilaku tindakan universal precaution pada perawat di RSUD kota surakarta... 63

(10)

x

Halaman

Gambar 2.1 Bagan Proses Terbentuknya Sikap Dan Reaksi... 13

Gambar 2.2 Langkah Pertama Cuci Tangan... 29

Gambar 2.3 Langkah Kedua Cuci Tangan... 30

Gambar 2.4 Langkah Ketiga Cuci Tangan... 30

Gambar 2.5 Langkah Keempat Cuci Tangan... 30

Gambar 2.6 Langkah Kelima Cuci Tangan... 31

Gambar 2.7 Langkah Keenam Cuci Tangan... 31

Gambar 2.8 Langkah Ketujuh Cuci Tangan... 31

Gambar 2.9 Sarung Tangan... 33

Gambar 2.10 Masker... 35

Gambar 2.11 Kerangka Teori... 39

(11)

xi Lampiran 1 Pengajuan Judul Skripsi

Lampiran 2 Permohonan Studi Pendahuluan Lampiran 3 Permohonan Ijin Penelitian Lampiran 4 Lembar Konsultasi

Lampiran 5 Lembar Persetujuan Responden Lampiran 6 Kueisoner Penelitian

Lampiran 7 Data Penelitian

Lampiran 8 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Lampiran 9 Hasil Analisis Data

(12)

xii Istanto

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Dengan Perilaku Tindakan Universal Precaution Pada Perawat di RSUD Kota Surakarta

Abstrak

Universal precautions merupakan upaya pencegahan infeksi yang telah mengalami perjalanan panjang, dimulai sejak dikenalnya infeksi nosokomial (infeksi yang ditimbulkan dari tindakan medis) yang terus menjadi ancaman bagi petugas kesehatan dan pasien (Depkes RI, 2010). Hasil observasi di RSUD Kota Surakarta pada bulan Agustus 2015 didapat 8 dari 10 perawat yang tidak memakai sarung tangan steril saat melakukan tindakan invasif ke pasien seperti pemasangan infus dan melepas infus. Hasil observasi di ruangan juga didapatkan 6 dari 10 perawat tidak mencuci tangan dengan benar saat sebelum dan sesudah melakukan tindakan. Hasil wawancara dengan perawat ruangan yang ditemui peneliti didapatkan 8 dari 10 perawat tidak mengetahui istilah universal precaution. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku tindakan universal precaution pada perawat di RSUD Kota Surakarta.

Rancangan penelitian cross sectional. Teknik sampling Consecutive

Sampling. Sampel penelitian sebanyak 80 perawat. Variabel yang diamati pengetahuan, sikap dan perilaku tindakan universal precaution pada perawat di RSUD Kota Surakarta. Penelitian menggunakan uji statistik chi-square.

Tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku tindakan universal precaution pada perawat di RSUD Kota Surakarta dengan nilai χ2hitung adalah sebesar 2,210 (p= 0,331 > 0,05). Ada hubungan yang signifikan

antara sikap dengan perilaku tindakan universal precaution pada perawat di RSUD Kota Surakarta dengan nilai χ2hitung adalah sebesar 5,091 (p= 0,024 < 0,05)

sehingga H0 ditolak dan Ha diterima.

Rekomendasi penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi perawat di RSUD Kota Surakarta untuk meningkatkan usaha pencegahan dan pengendalian penyakit infeksi dapat dilakukan dengan meningkatkan perilaku

universal precautions serta diberlakukan di semua unit pelayanan kesehatan maupun perorangan.

Kata Kunci : pengetahuan, sikap, perilaku, universal precaution Daftar pustaka : 42 (2000-2015)

(13)

xiii Istanto

Correlation of Knowledge and Attitude to the Behavior of

Universal Precaution of the Nurses of General Local Hospital of Surakarta City

ABSTRACT

Universal precaution is an effort to prevent infections, which have a long history as of the recognition of nosocomial infections (infections caused by medical treatment) which continuously become a threat to the health taskforces and clients (Department of Health of the Republic of Indonesia). The objective of this research is to investigate the correlation of the knowledge and the attitude to the behavior of universal precaution of the nurses of Local General Hospital of Surakarta.

The research used the cross-sectional design. Its samples were taken by using the consecutive sampling and consisted of 80 nurses. The variables observed were knowledge, attitude, and behavior of universal precaution of the nurses of the hospital. The data of research were analyzed by using the statistical test of chi-square.

There was not any significant correlation between the knowledge and the behavior of universal precaution of the nurses as indicated by the value of χ2count =

2.210 (p= 0.331 > 0.05). There was a significant correlation between the attitude and the behavior of universal precaution of the nurses as shown by the value of χ2count = 5.091 (p= 0.024 < 0.05) so that H0 was not verified, but Ha was verified.

The results of this research are expected to be considered by the nurses of the hospital as to improve the effort of preventing and controlling infectious diseases by improving the behavior of universal precautions at all health units and individuals. Keywords : Knowledge, attitude, behavior, universal precaution

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Universal Precaution atau yang dalam istilah Indonesia dikenal dengan kewaspadaan universal merupakan suatu cara penanganan baru untuk meminimalkan pajanan darah dan cairan tubuh dari semua pasien tanpa memperdulikan status infeksi. Pencegahan penularan infeksi nosokomial dengan pemutusan rantai penularan pada jalan masuk (portal of entry) dilakukan dengan memperhatikan teknik aseptik pada setiap tindakan terhadap pasien (Patricia A. et al, 2002) dalam (Yulianti, dkk. 2011).

Salah satu strategi yang bermanfaat dalam pengendalian infeksi nosokomial adalah peningkatan kemampuan petugas kesehatan dalam metode

universal precautions (Depkes, 2010). Universal precautions merupakan upaya pencegahan infeksi yang telah mengalami perjalanan panjang, dimulai sejak dikenalnya infeksi nosokomial (infeksi yang ditimbulkan dari tindakan medis) yang terus menjadi ancaman bagi petugas kesehatan dan pasien (Depkes RI, 2010). Pedoman ini untuk mencegah transmisi dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui darah di lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan. Tindakan universal precautions meliputi pengelolaan alat kesehatan, cuci tangan untuk mencegah infeksi silang, dan penggunaan alat pelindung diri misalnya kaca mata pelindung, masker muka, sarung tangan dan celemek untuk mencegah kemungkinan percikan dari tubuh. Universal

(15)

precautions diharapkan akan mendapat perlindungan maksimal dari infeksi yang telah diagnosis maupun yang belum diketahui (Kurniawati dan Nursalam, 2007). Universal precautions juga berguna untuk menurunkan transmisi infeksi saluran kemih, infeksi luka operasi, pneumonia, sepsis, dan phlebitis pada individu dan tenaga kesehatan, sehingga dapat diberlakukan di semua unit pelayanan kesehatan maupun perorangan (Nasronudin, 2007).

Universal precautions tidak hanya melindungi petugas dari risiko terpajan oleh infeksi namun juga melindungi klien yang mempunyai kecenderungan rentan terhadap segala infeksi yang mungkin terbawa oleh petugas (Kurniawati & Nursalam, 2007). Usaha pencegahan dan pengendalian penyakit infeksi antara lain dapat dilakukan dengan meningkatkan perilaku

universal precautions bagi perawat. Tindakan universal precautions diperlukan kemampuan perawat untuk mencegah infeksi, ditunjang oleh sarana dan prasarana, serta Standar Operasional Prosedur (SOP) yang mengatur langkah-langkah tindakan universal precautions (Kurniawati & Nursalam, 2007).

Hasil penelitian dari Kusmiyati (2009), bahwa faktor yang mempengaruhi rendahnya perilaku perawat dalam tindakan universal

precautions yaitu: pengetahuan, sikap, ketersediaan sarana alat pelindung pribadi dan motivasi perawat. Ketidakpatuhan atau keengganan petugas untuk melakukan prosedur universal precautions adalah karena dianggap terlalu merepotkan dan tidak nyaman. Tugas perawat yang sangat banyak juga

(16)

menjadi faktor lain menyebabkan perawat sulit untuk menerapkan universal

precautions.

Penerapan universal precaution dalam praktek sehari-hari dipengaruhi berbagai faktor, diantaranya adalah faktor perilaku. Perilaku manusia dipengaruhi oleh dua faktor besar yang mempengaruhinya yaitu faktor pengetahuan dan sikap. Perilaku merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya (Notoatmodjo, 2010).

Notoatmodjo (2005) menyatakan bahwa pengetahuan merupakan pedoman dalam membentuk tindakan dan perilaku seseorang. Adanya pengetahuan akan menimbulkan kesadaran seseorang yang akhirnya memicunya untuk berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya tersebut. Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup suatu stimulus atau objek. Sikap tidak dapat dilihat langsung, tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

Penelitian yang dilakukan oleh Anwar (2005), menunjukkan bahwa prosedur tindakan pencegahan universal masih sering diabaikan, faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu kurangnya pengetahuan dan minimnya dana yang

(17)

dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan prosedur tindakan pencegahan universal (Anwar, 2005). Penelitian yang dilakukan Giharyati (2004), ada 2 orang perawat kamar bedah di RS Roemani Semarang yang terinfeksi Hepatitis, hal ini dapat terjadi karena kurangnya disiplin perawat dalam menjalankan prosedur tindakan pencegahan universal khususnya dalam pemakaian alat pelindung pribadi.

Di RSUD Kota Surakarta belum pernah dilakukan penelitian tentang perilaku pencegahan universal. Berdasarkan observasi di lapangan pada bulan Agustus 2015 didapat 8 dari 10 perawat yang tidak memakai sarung tangan steril saat melakukan tindakan invasif ke pasien seperti pemasangan infus dan melepas infus. Hasil observasi di ruangan juga didapatkan 6 dari 10 perawat tidak mencuci tangan dengan benar saat sebelum dan sesudah melakukan tindakan. Hasil wawancara dengan perawat ruangan yang ditemui peneliti didapatkan 8 dari 10 perawat tidak mengetahui istilah universal precaution. Sementara hasil wawancara dengan koordinator ruangan pada bulan Agustus 2015 didapatkan bahwa 4 dari 10 perawat bersikap acuh terhadap tindakan

universal precaution, misalnya apabila telah diketahui bahwa pasien yang dihadapi tidak terinfeksi Hepatitis B. Padahal banyak penyakit infeksi lain selain Hepatitis B yang mungkin diderita pasien dan mungkin penyakit itu jauh lebih berbahaya dari Hepatitis B, seperti HIV dan Hepatitis C. Kurangnya sosialisasi SOP menjadi kendala bagi perawat dalam melakukan tindakan pencegahan universal. Terlebih SOP tentang universal precaution sedang dalam proses penyusunan sehingga belum disahkan oleh pembuat kebijakan.

(18)

Berdasarkan fenomena di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku tindakan universal precaution pada perawat di RSUD Kota Surakarta”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan data yang telah diuraikan pada latar belakang di atas, maka perumusan masalahnya adalah “Apakah ada hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku tindakan universal precaution pada perawat di RSUD Kota Surakarta?“.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku tindakan universal

precaution pada perawat di RSUD Kota Surakarta. 1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi pengetahuan perawat tentang universal

precaution di RSUD Kota Surakarta.

2. Mengidentifikasi sikap perawat tentang universal precaution di RSUD Kota Surakarta.

3. Mengidentifikasi perilaku perawat tentang universal precaution di RSUD Kota Surakarta.

(19)

4. Menganalisa hubungan pengetahuan dengan perilaku universal

precaution pada perawat di RSUD Kota Surakarta.

5. Menganalisa hubungan sikap dengan perilaku universal

precaution pada perawat di RSUD Kota Surakarta.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi RSUD Kota Surakarta

Memberikan masukan bagi RSUD Kota Surakarta sebagai layanan kesehatan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan perilaku perawat dalam penerapan universal precaution yang merupakan salah satu strategi pengendalian infeksi dan penularan penyakit, sehingga bisa menjadi pertimbangan untuk menentukan kebijakan dalam mencegah infeksi dan penularan penyakit.

2. Perawat di RSUD Kota Surakarta

Memberi masukan kepada profesi keperawatan RSUD Kota Surakarta mengenai pentingnya menerapkan tindakan pencegahan

universal untuk mencegah terjadinya infeksi dan penularan penyakit pada pasien dan tenaga kesehatan.

3. Instansi Pendidikan

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya disiplin ilmu keperawatan mengenai pentingnya menerapkan universal precautions untuk mencegah

(20)

terjadinya infeksi dan penularan penyakit pada pasien dan tenaga kesehatan.

4. Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi bagi masyarakat sebagai bahan kajian pengetahuan terutama yang berkaitan di bidang pelayanan keperawatan, sehingga diharapkan masyarakat juga dapat memberikan masukan dan saran dalam peningkatan layanan keperawatan sesuai harapan masyarakat.

5. Peneliti

Sebagai masukan bagi penulis untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan, sikap dan perilaku perawat dalam penerapan universal

precaution yang merupakan salah satu strategi pengendalian infeksi dan penularan penyakit, sehingga bisa menjadi pertimbangan untuk menentukan kebijakan dalam mencegah infeksi dan penularan penyakit bagi dirinya sendiri dan petugas lain.

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan (knowledge) merupakan domain yang sangat penting untuk dikuasai, karena dengan mengetahui sesuatu kita dapat melaksanakan dan menjadikan pedoman untuk tindakan selanjutnya (Sastroasmoro, 2008). Pengetahuan merupakan pedoman dalam membentuk tindakan dan perilaku seseorang. Adanya pengetahuan akan menimbulkan kesadaran seseorang yang akhirnya memicunya untuk berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya tersebut (Notoatmodjo, 2005). 2. Tingkat pengetahuan

Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkatan yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan (Notoatmodjo, 2010):

a. Tahu (know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (mengingat) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu

(22)

tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya. b. Memahami (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan apabila seseorang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang telah diketahui tersebut pada situasi yang lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan memisahkan, dan mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang telah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau mengelompokan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut.

(23)

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Mubarak dkk (2007) ada tujuh faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu:

a. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap

(24)

seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai baru diperkenalkan.

b. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.

c. Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek psikis dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis besar ada empat kategori perubahan, yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis dan mental taraf berfikir seseorang semakin matang dan dewasa. d. Minat

Sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih dalam.

e. Pengalaman

Adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang baik seseorang akan berusaha untuk

(25)

melupakan, namun jika pengalaman terhadap objek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang membekas dalam emosi sehingga menimbulkan sikap positif. f. Kebudayaan

Kebudayaan lingkungan sekitar, apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan.

g. Informasi

Kemudahan memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

4. Pengukuran tingkat pengetahuan

Menurut Arikunto (2006), untuk mengukur tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari objek penelitian atau responden. Penilaian-penilaian didasarkan pada suatu kriteria yang di tentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu (A. Wawan dan Dewi, 2011):

(26)

a. Baik : hasil presentase 76% - 100%. b. Cukup : hasil presentase 56% - 75%. c. Kurang : hasil presentase < 56%. 2.1.2 Sikap

1. Pengertian

Sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseroang terhadap sutatu aspek di lingkungan sekitarnya (Azwar, 2012). Sikap individu merupakan bagian dari reaksi individu terhadap rangsangan yang tidak dapat diamati secara langsung oleh individu. Sikap sebagai bagian dari perilaku individu berupa reaksi tertutup terhadap stimulus yang ada (Notoatmodjo, 2003).

Bagan 2.1

Bagan Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi (Notoatmodjo, 2003)

Setiap individu memiliki sikap yang berbeda-beda satu sama lain. Individu memiliki sikap yang positif ketika individu merasa senang dan mampu menempatkan dirinya pada tingkatan sikap yang ada (Sarlito, 2009). Menurut Azwar (2009) Sikap

Stimulus Rangsangan Proses Rangsangan Reaksi Tingkah Laku (Terbuka) Sikap (Tertutup)

(27)

seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut.

2. Jenis-jenis sikap

Menurut Moenir (1992) pada dasarnya sikap umum orang terhadap suatu objek tertentu minimal ada 8 macam, yaitu:

a. Sikap menerima

Dengan sikap menerima ini, maka seseorang akan melakukan aktivitas atau perbuatan-perbuatan secara ikhlas dan sesuai dengan apa yang diisyaratkan. Maka hasil pekerjaan akan dapat memenuhi standart.

b. Sikap curiga

Sikap ini pada dasarnya menerima tetapi belum sepenuhnya dan diiringi dengan rasa curiga terhadap segala sesuatu yang menyelimuti pekerjaan. Sejak dari manajemen aturan dan situasi pekerjaan membuat kecurigaan.

c. Sikap ragu-ragu

Sesuai dengan arti kata ragu-ragu itu sendiri sikap ini menunjukkan tidak ada kepastian, masih memerlukan proses pertimbangan. Ada kemungkinan menerima ada kemungkinan menolak jadi belum jelas. Sikap ragu- ragu akan menghasilkan sesuatu yang tidak sesuai dengan aturan permainan. Bahkan

(28)

adakalanya yang di hasilkan justru sama sekali rusak, karena dalam pengerjaannya hanya separuh hati.

d. Sikap Menolak

Sikap menolak dalam pekerjaan menimbulkan persoalan bagi organisasi kerja dan bagi pelaku yang bersangkutan. Karena banyak di temui pertentangan-pertentangan yang hakikatnya sangat merugikan bagi pekerjaannya itu sendiri dan organisasi secara keseluruhan. e. Sikap pura-pura

Sikap pura-pura adalah sikap yang tidak sebenarnya, sikap yang di buat-buat untuk suatu tujuan tertentu yang di sembunyikan.

f. Sikap tidak menentu

Sikap tidak menentu berlainan dengan sikap ragu-ragu. Landasan sikap tidak menentu tidak dapat diketahui secara pasti, baik oleh dirinya sendiri apalagi oleh orang lain. Sikap tidak menentu akan membuahkan perbuatan yang juga tidak menentu baik cara maupun arahnya.

g. Sikap Ketergantungan

Ketergantungan disini dimaksudkan ketergantungan kepada perbuatan pada perbuatan orang lain. Segala sesuatu untuk kebutuhan dirinya senantiasa bergantung pada oranng lain, sehingga ia dapat dikatakan tidak mandiri dalam beberapa

(29)

hal. Akibatnya banyak kecanggungan yang di temui manakala ia terpaksa berhadapan dengan keadaan yang berbeda dengan yang biasa ditemui.

h. Sikap tidak peduli (apatis)

Sikap ini barang kali satu sikap yang paling sulit disembuhkan. Karenanya jika dalam lingkungan kerja terdapat pegawai yang bersikap apatis ini, benar-benar harus disingkirkan sementara, karena kalau tidak akan sangat mengganggu mekanisme kerja apalagi jika hal ini terjadi pada tugas/pekerjaan pelayanan maka efektifnya dapat berupa kesan negatif terhadap organisasi kerja yang bersangkutan.

3. Struktur sikap

Menurut Azwar (2012) struktur sikap terdiri dari tiga komponen yang saling menunjang yaitu:

a. Komponen Kognitif

Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.

b. Komponen Afektif

Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap.

(30)

c. Komponen Prilaku/Konatif

Komponen prilaku atau konatif dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana prilaku atau kecenderungan berprilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.

4. Fungsi sikap

Menurut Walgito (2010) terdapat empat fungsi sikap, antara lain:

a. Sikap berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Bahwa sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable, artinya sesuatu yang mudah menjalar, sehingga mudah pula menjadi milik bersama.

b. Sikap berfungsi sebagai pengatur tingkah laku.

c. Sikap berfungsi sebagai alat pengukur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman dari dunia luar sikapnya tidak pasif, tetapi diterima secara aktif, artinya pengalaman yang berasal dari dunia luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih mana-mana yangperlu dan mana yang tidak perlu dilayani.

d. Sikap berfungsi sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang. Ini sebabnya karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya.

(31)

5. Bentuk-bentuk sikap

Adapun bentuk-bentuk sikap sosial dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

a. Sikap positif

Dalam buku Interaksi Sosial dijelaskan bahwa: “Bentuk sikap sosial yang positf seseorang yaitu berupa tenggang rasa, kerjasama, dan solidaritas” (Nawawi, 2000). Selanjutnya dalam buku Metodologi Ilmu Pengetahuan Sosial dijelaskan bahwa: “Sikap sosial dapat dilihat dari adanya kerjasama, sikap tenggang rasa, dan solidaritas” (Soetjipto dan Sjafioedin, 1994).

1) Aspek Kerjasama

Kerjasama merupakan suatu hubungan saling bantu membantu dari orang-orang atau kelompok orang dalam mencapai suatu tujuan. Dalam buku Psikologi Sosial dijelaskan bahwa: “Kerjasama adalah kecenderungan untuk bertindak dalam kegiatan kerja bersama-sama menuju suatu tujuan” (Ahmadi, 2000). Dengan demikian sikap kerjasama adalah merupakan suatu kecenderungan untuk bertindak dalam kegiatan kerjasama untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Selanjutnya dalam buku Pedoman Umum Budi Pekerti dijelaskan bahwa: “Ciri-ciri orang yang mampu bekerjasama dengan orang lain adalah berperan

(32)

dalam berbagi kegiatan gotong royong tidak membiarkan teman atau keluarga mengalami suatu masalah secara sendiri dan bersikap mengutamakan hidup bersama berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah” (Depdikbud, 2001). 2) Aspek Solidaritas

Solidaritas mempunyai arti adanya kecenderungan seseorang dalam melihat ataupun memperhatikan keadaan orang lain. Menurut Gerungan dalam bukunya Psikologi Sosial dijelaskan bahwa: “Solidaritas dapat diartikan sebagi kecenderungan dalam bertindak terhadap seseorang yang mengalami suatu masalah yakni berupa memperhatikan keadaan orang tersebut” (Gerungan, 1996). Dengan demikian solidaritas merupakan salah satu bentuk sikap sosial yang dapat dilakukan seseorang dalam melihat ataupun memperhatikan orang lain terutama seseorang yang mengalami suatu masalah.

3) Aspek Tenggang Rasa

Dalam buku Psikologi Sosial dijelaskan bahwa: “Tenggang rasa adalah seseorang yang selalu menjaga perasaan orang lain dalam aktifitasnya sehari-hari” (Ahmadi, 2000). Selanjutnya dalam buku Pedoman Pedoman Umum Budi Pekerti dijelaskan bahwa: “Sikap tenggang rasa dapat dilihat dari adanya saling menghargai satu sama lain,

(33)

menghindari sikap masa bodoh, tidak menggangu orang lain, selalu menjaga perasaan orang lain, dalam bertutur kata tidak menyinggung perasaan orang lain, selalu menjaga perasaan orang lain dalam pergaulan dan sebagainya” (Depdikbud, 2001). Dengan demikian dari pendapat ahli jelaslah bahwa tenggang rasa adalah perwujudan sikap dan prilaku seseorang dalam menjaga, menghargai dan menghormati orang lain.

b. Sikap negatif

Bentuk-bentuk sikap sosial seseorang yang negatif antara lain:

1) Egoisme yaitu suatu bentuk sikap dimana seseorang merasa dirinya adalah yang paling unggul atas segalanya dan tidak ada orang atau benda apapun yang mampu menjadi pesaingnya.

2) Prasangka sosial adalah suatu sikap negatif yang diperlihatkan oleh individu atau kelompok terhadap individu lain atau kelompok lain.

3) Rasisme, yaitu suatu sikap yang didasarkan pada kepercayaan bahwa suatu ciri yang dapat diamati dan dianggap diwarisi seperti warna kulit merupakan suatu tanda perihal inferioritas yang membenarkan perlakuan

(34)

diskriminasi terhadap orang-orang yang mempunyai ciri-ciri tersebut.

4) Rasialisme, yaitu suatu penerapan sikap diskriminasi terhadap kelompok ras lain. Misalnya diskriminasi ras yang pernah terjadi di Afrika Selatan.

5) Stereotip, yaitu citra kaku mengenai suatu ras atau budaya yang dianut tanpa memerhatikan kebenaran citra tersebut. Misalnya stereotip masyarakat Jawa adalah lemah lembut dan lamban dalam melakukan sesuatu. Stereotip tersebut tidak selalu benar, karena tidak semua orang Jawa memiliki sifat tersebut (Ahmadi, 2007).

6. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap

Faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap menurut Azwar (2009) adalah:

a. Pengalaman pribadi

Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial.

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita anggap penting, seseorang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah dan

(35)

pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita kecewakan, atau seseorang yang berarti khusus bagi kita.

c. Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila kita hidup dalam budaya yang mempunyai norma longgar bagi pergaulan heteroseksual, sangat mungkin kita akan mempunyai sikap yang mendukung terhadap masalah kebebasan pergaulan heteroseksual.

d. Media massa

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dll mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang.

e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu.

f. Pengaruh faktor emosional

Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang

(36)

didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

7. Pengkuran sikap

Beberapa teknik pengukuran sikap antara lain (A. Wawan dan Dewi, 2011):

a. Skala Thurstone (Method of Equel-Appearing Intervals)

Metode ini mencoba menempatkan sikap seseorang pada rentangan kontinum dari yang sangat unfavorabel hingga sangat favorabel terhadap suatu obyek sikap. Favorabilitas penilai diekspresikan melalui titik skala rating yang memiliki rentang 1-11. Sangat tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 sangat setuju. Tugas penilai ini buka untuk menyampaikan setuju tidaknya mereka terhadap pernyataan itu. Responden diminta untuk menunjukkan seberapa besar kesetujuan atau ketidaksetujuannya pada masing-masing item sikap tersebut. b. Skala Likert (Method of Summated Ratings)

Likert (1932) mengajukan metodenya sebagai alternatif yang lebih sederhana dibandingkan dengan skala Thurstone. Skala Thurstone yang terdiri dari 11 point disederhanakan menjadi dua kelompok, yaitu yang favorabel dan unfavorabel. Sedangkan item yang netral tidak disertakan. Untuk mengatasi hilangnya netral tersebut, Likert menggunakan teknik

(37)

konstruksi test yang lain. Masing-masing responden diminta melakukan egreement atau disegreement untuk masing-masing item dalam skala yang terdiri dari 5 point (sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak setuju). Semua item yang favorabel kemudian diubah nilainya dalam angka, yaitu untuk sangat setuju nilainya 5 sedangkan untuk yang sangat tidak setuju nilainya 1. Sebaliknya, untuk item yang

unfavorabel nilai skala sangat setuju adalah 1 sedangkan untuk yang sangat tidak setuju nilainya 5.

2.1.3 Perilaku 1. Pengertian

Perilaku adalah keseluruhan dari penghayatan dan perbuatan yang dilakukan seseorang akibat kegiatan kognitif, afektif dan motorik (Pieter dan Lubis, 2010). Notoatmodjo, (2007) sebelum orang mengadopsi perilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni: a) Awareness (kesadaran), b) Interest (merasatertarik), c) Evaluation

(menimbang-nimbang), d) Trial (mencoba), e) Adoption (adopsi). Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long

(38)

pengetahuan dan kesadaran, maka akan tidak berlangsung lama (Herpan dan Wardani, 2012).

Sudhiarti dan Sholikah (2012) menyatakan bahwa komponen perilaku dalam struktur bersikap menunjukan bagaimana kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya, perubahan perilaku yang terjadi dalam diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi, akan tetapi setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda, meskipun mengamati objek yang sama. 2. Bentuk perilaku

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respon ini bernentuk dua macam, yakni (A. Wawan dan Dewi, 2011):

a. Bentuk pasif adalah respon internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan.

b. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung, karena perilaku tersebut sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata (overt behaviour).

(39)

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

Menurut Pieter dan Lubis (2010) Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku diantaranya:

a. Emosi, dengan adanya emosi seperti bahagia, sedih, takut, cemas maka akan membuat seseorang memahami objek sehingga seseorang mengubah perilakunya.

b. Persepsi, dengan adanya persepsi maka akan membuat seseorang mengenal objek melalui penglihatan, pendengaran, penciuman dan persepsi dapat dipengaruhi dari kebiasaan, minat, dan kepentingan.

c. Motivasi, motivasi merupakan suatu dorongan dari diri seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan dan hasil motivasi dapat dilakukan dalam perilakunya.

d. Belajar, melalui belajar seseorang dapat berubah perilaku yang lebih baik dari sebelumnya.

e. Pengetahuan atau kognitif, merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior). f. Inteligensi, inteligensi merupakan kemampuan seseorang dalam menyesuaikan dari keadaan-keadaan yang baru secara cepat.

(40)

2.1.4 Universal Precaution 1. Pengertian

Kewaspadaan Universal (KU) atau Universal Precautions (UP) adalah suatu cara untuk mencegah penularan penyakit dari cairan tubuh, baik dari pasien ke petugas kesehatan dan sebaliknya juga dari pasien ke pasien lainnya (Kurniawati dan Nursalam, 2007). Nasronudin (2007), universal precautions merupakan suatu pedoman yang ditetapkan oleh the Centers for Disease Control

and Prevention CDC Atlanta dan the Occupational Safety and

Health Administration (OSHA), untuk mencegah transmisi dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui darah di lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan.

2. Tujuan universal precautions

Kurniawati dan Nursalam (2007), menyebutkan bahwa

Universal precautions perlu diterapkan dengan tujuan: a. Mengendalikan infeksi secara konsisten

Universal precautions merupakan upaya pengendalian infeksi yang harus diterapkan dalam pelayanan kesehatan kepada semua pasien, setiap waktu, untuk mengurangi risiko infeksi yang ditularkan melalui darah.

b. Memastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak didiagnosis atau tidak terlihat seperti berisiko

Prinsip universal precautions diharapkan akan mendapat perlindungan maksimal dari infeksi yang ditularkan

(41)

melalui darahmaupun cairan tubuh yang lain baik infeksi yang telah diagnosismaupun yang belum diketahui.

c. Mengurangi risiko bagi petugas kesehatan dan pasien

Universal precautions tersebut bertujuan tidak hanya melindungi petugas dari risiko terpajan oleh infeksi HIV namun jugamelindungi klien yang mempunyai kecenderungan rentan terhadapsegala infeksi yang mungkin terbawa oleh petugas.

d. Asumsi bahwa risiko atau infeksi berbahaya

Universal precautions ini juga sangat diperlukan untuk mencegah infeksi lain yang bersifat nosokomial terutama untuk infeksi yang ditularkan melalui darah/cairan tubuh. 3. Macam universal precautions

Tindakan pencegahan universal meliputi hal-hal sebagai berikut (Kurniawati & Nursalam, 2007):

a. Cuci tangan

Cuci tangan harus dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan walaupun memakai sarung tangan dan alat pelindung diri lain. Tindakan ini penting untuk mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran infeksi dapat dikurangi dan lingkungan kerja terjaga dari infeksi.

(42)

Indikator mencuci tangan digunakan dan harus dilakukan untuk antisipasi terjadinya perpindahan kuman melalui tangan yaitu:

1) Sebelum melakukan tindakan, misalnya saat akan memeriksa (kontak langsung dengan klien), saat akan memakai sarung tangan bersih maupun steril, saat akan melakukan injeksi dan pemasangan infus.

2) Setelah melakukan tindakan, misalnya setelah memeriksa pasien, setelah memegang alat bekas pakai dan bahan yang terkontaminasi, setelah menyentuh selaput mukosa.

3) Prinsip-prinsip cuci tangan yang efektif dengan sabun atau handsrub yang berbasis alkohol menggunakan 7 langkah (WHO dalam Prosedur Tetap RSUD Kota Surakarta, 2015):

a) Basahi kedua telapak anda dengan air mengalir, lalu beri sabun ke telapak usap dan gosok dengan lembut pada kedua telapak tangan.

Gambar 2.2

Langkah Pertama Cuci Tangan

b) Gosok masing-masing pungung tangan secara bergantian.

(43)

Gambar 2.3

Langkah Kedua Cuci Tangan

c) Jari jemari saling masuk untuk membersihkan sela-sela jari.

Gambar 2.4

Langkah Ketiga Cuci Tangan

d) Gosokan ujung jari (buku-buku) dengan mengatupkan jari tangan kanan terus gosokan ke telapak tangan kiri bergantian.

Gambar 2.5

Langkah Keempat Cuci Tangan e) Gosok dan putar ibu jari secara bergantian.

(44)

Gambar 2.6

Langkah Kelima Cuci Tangan

f) Gosokkan ujung kuku pada telapak tangan secara bergantian.

Gambar 2.7

Langkah Keenam Cuci Tangan

g) Menggosok kedua pergelangan tangan dengan cara diputar dengan telapak tangan bergantian setelah itu bilas dengan menggunakan air bersih dan mengalir, lalu keringkan.

Gambar 2.8

(45)

b. Penggunaan alat pelindung diri (APD)

Alat pelindung diri digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir petugas dari resiko pajanan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret, ekskreta kulit yang tidah utuh dan selaput lendir pasien. Penggunaan alat pelindung diri yang sesuai untuk setiap tindakan seperti:

1) Penggunaan Sarung Tangan

Melindungi tangan dari bahan infeksius dan melindungi pasien dari mikroorganisme pada tangan petugas. Alat ini merupakan pembatas fisik terpenting untuk mencegah penyebaran infeksi dan harus selalu diganti untuk mecegah infeksi silang. Menurut Tiedjen (2004), ada tiga jenis sarung tangan yaitu:

a) Sarung tangan bedah, dipakai sewaktu melakukan tindakan infasif atau pembedahan.

b) Sarung tangan pemeriksaan, dipakai untuk melindungi petugas kesehatan sewaktu malakukan pemeriksaan atau pekerjaan rutin.

c) Sarung tangan rumah tangga, dipakai sewaktu memproses peralatan, menangani bahan-bahan terkontaminasi, dan sewaktu membersihkan permukaan yang terkontaminasi. Pemakaian sarung tangan steril

(46)

menurut Prosedur Tetap Keperawatan RSUD Kota Surakarta (2015) meliputi: Gambar 2.9 Sarung Tangan Pelaksanaan:

a) Cuci tangan dengan seksama.

b) Buka pembungkus bagian luar kemasan sarung tangan dengan memisahkan dan melepaskan sisi-sisinya. c) Pegang bagian dalam kemasan dan letakkan pada

permukaan yang bersih dan datar, buka kemasan, jaga sarung tangan tetap pada kemasan dalam.

d) Jika sarung tangan kanan dan kiri, kenakan sarung tangan yang dominan terlebih dahulu.

e) Dengan ibu jari dan telunjuk tangan non dominan, pegang tepi manset untuk tangan yang dominan, sentuh hanya permukaan bagian dalam sarung tangan.

(47)

f) Pakai sarung tangan dominan, pastikan manset tidak tertumpuk di pergelangan tangan, ibu jari dan jari-jari lainnya berada pada tempat yang tepat.

g) Dengan tangan dominan yang bersarung tangan, selipkan jari di dalam manset sarung tangan kedua. h) Kenakan sarung tangan kedua pada tangan non

dominan.

i) Setelah sarung tangan kedua dikenakan, tautkan kedua tangan, manset biasanya jatuh ke bawah.

j) Sarung tangan yang sudah dipakai dibuang pada tempatnya.

2) Penggunaan gaun pelindung

Gaun bedah, petama kali digunakan untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang terdapat di abdomen dan lengan dari staf perawatan kesehatan sewaktu pembedahan. 3) Penggunaan celemek (skort)

Jenis bahan dapat berupa bahan tembus cairan dan bahan tidak tembus cairan. Tujuannya untuk melindungi petugas dari kemungkinan genangan atau percikan darah maupun cairan tubuh lain yang dapat mencemari baju seragam. 4) Penggunaan Masker dan kaca mata (google)

Masker dan kaca mata atau pelindung wajah (google), tujuannya melindungi membran mukosa mata, hidung dan

(48)

mulut, digunakan selama melakukan tindakan perawatan pasien yang memungkinkan terjadi percikan darah atau cairan tubuh lain.

Langkah-langkah perawat/bidan dalam memakai masker agar tidak terjadi infeksi nosokomial baik bagi pasien maupun perawat di ruang rawat inap (Kurniawati & Nursalam, 2007).

Gambar 2.10

Masker Prosedur:

a) Memasang masker menutupi hidung dan mulut, kemudian mengikat tali-talinya.

b) Tali bagian atas diikat ke belakang kepala melewati bagian atas telinga.

(49)

d) Menanggalkan masker dengan melepaskan ikatan talitalinya, kemudian masker dilipat dengan bagian luar di dalam.

e) Masker direndam dengan larutan desinfektans. f) Cuci tangan.

5) Sepatu tertutup

Sepatu tertutup, dipakai pada saat memasuki daerah ketat. Sepatu ini dapat berupa sepatu tertutup biasa sebatas mata kaki dan sepatu booth tertutup yang biasa dipakai pada operasi yang memungkinkan terjadinya genangan percikan darah atau cairan tubuh pasien, misalnya pada operasi

sectio caesarea atau laparatomy.

c. Pengelolaan dan pembuangan alat benda tajam secara hati-hati Alat benda tajam sekali pakai (disposable) dipisahkan dalam wadah khusus untuk insenerasi. Bila tidak ada insenerator, dilakukan dekontaminasi dengan larutan chlorine 0,5% kemudian dimasukkan dalam wadah plastik yang tahan tusukan misalnya kaleng untuk dikubur dan kapurisasi.

d. Pengelolaan alat kesehatan dengan cara melakukan dekontaminasi, desinfeksi, sterilisasi.

Dekontaminasi dan desinfeksi dilakukan di ruang perawatan dengan menggunakan cairan desinfektan chlorine

(50)

0,5%, glutaraldehyde 2%, presept atau desinfektan oleh bagian sterilisasi dengan mesin autoclave.

e. Pengelolaan linen yang tercemar dengan benar

Linen yang basah dan tecemar oleh darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi, harus dikelola secara hati-hati dengan mencegah pemaparan kulit dan membran mukosa serta kontaminasi pakaian.

2.2 Keaslian Penelitian

Sepengetahuan penulis penelitian tentang hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku tindakan universal precaution pada perawat di RSUD Kota Surakarta belum pernah diteliti, namum penelitian lain yang membahas tentang pengetahuan dan sikap dengan perilaku tindakan universal precaution adalah:

(51)

Tabel 2.1 Keaslian Penelitian No Nama

Peneliti Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian 1. Kusmiyati (2009) Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku universal precautions di Ruang ICU Rumah Sakit Telogorejo Semarang Menggunakan metode deskriptif correlation dengan rancangan cross sectional.

Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan, sikap, ketersediaan sarana alat pelindung pribadi dan motivasi dengan perilaku perawat dalam menjalankan

universal precautions

di ruang ICU Rumah Sakit Telogorejo Semarang. 2. Mahardini (2010) Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan perawat menerapkan universal precaution ketika melakukan kemoterapi pasien kanker di RSUD dr. Moewardi Surakarta Jenis penelitian explanatory research dengan rancangan cross sectional Hubungan yang signifikan pengetahuan, sikap dan pendidikan dengan perawat menerapkan universal precaution 3. Moch. Udin Kurnia Putra (2012) Hubungan tingkat pengetahuan dan sikap dengan perilaku penggunaan alat pelindung diri pada Mahasiswa Profesi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Jenis penelitian deskriptif korelasi

Hasil penelitian ini menunjukkan tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku penggunaan APD (p=0,465; Į=0,05). Terdapat hubungan signifikan antara sikap dengan perilaku penggunaan APD (p=0,004; Į=0,05)

(52)

2.3 Kerangka Teori Keterangan: : Tidak diteliti : Diteliti Gambar 2.11 Kerangka Teori

Sumber: Notoatmodjo (2003), Moch. Udin Kurnia Putra (2012)

2.4 Kerangka Konsep

Dalam penelitian ini, penulis akan menganalisa hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan perilaku tindakan universal precaution pada perawat di RSUD Kota Surakarta. Maka pada penelitian ini variabel

Pengetahuan Tentang Universal Precaution Faktor-faktor yang mempengaruhi: 1. Pendidikan 2. Pelatihan 3. Pengalaman Perilaku Tindakan Universal Precaution

1. Pengelolaan dan pembuangan alat benda tajam secara hati-hati.

2. Pengelolaan alat kesehatan dengan cara melakukan dekontaminasi, desinfeksi, sterilisasi.

3. Pengelolaan linen yang tercemar dengan benar.

Sikap Tentang

Universal Precaution

Sikap Individu:

1. Positif (Mendukung)

2. Negatif (Tidak Mendukung)

Macam Universal Precautions: 4. Cuci tangan.

5. Penggunaan alat pelindung diri.

Sikap Individu: 1. Baik

(53)

independen adalah pengetahuan dan sikap sedangkan variabel dependen adalah perilaku tindakan universal precaution pada perawat di RSUD Kota Surakarta.

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.12 Kerangka Konsep

2.5 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian (Sugiyono, 2007). Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

HA1 = Ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku tindakan

universal precaution pada perawat di RSUD Kota Surakarta.

H01 = Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku tindakan

universal precaution pada perawat di RSUD Kota Surakarta.

HA2 = Ada hubungan antara sikap dengan perilaku tindakan universal

precaution pada perawat di RSUD Kota Surakarta.

H02 = Tidak ada hubungan antara sikap dengan perilaku tindakan universal

precaution pada perawat di RSUD Kota Surakarta. Pengetahuan

Perilaku Tindakan

Universal Precaution

(54)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, yaitu lebih menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metoda statistika. Pada dasarnya, pendekatan kuantitatif dilakukan pada penelitian interensial (dalam rangka pengujian hipotesis) dan menyandarkan kesimpulan hasilnya pada suatu probabilitas kesalahan penolakan hipotesis nihil. Pada umumnya, penelitian kuantitatif merupakan penelitian sampel besar (Azwar, 2012).

Penelitian ini menggunakan pendekatan crossectional yaitu jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran atau observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat. Pada jenis ini, variabel independen dan dependen dinilai secara simultan pada suatu saat, jadi tidak ada tindak lanjut. Dalam studi ini akan diperoleh prevalensi atau efek suatu fenomena (variabel independen) dihubungkan dengan penyebab (variabel dependen) (Nursalam, 2013).

3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam penelitian (Saryono, 2011). Populasi dalam penelitian ini

(55)

adalah semua perawat di RSUD Kota Surakarta, dengan jumlah populasi 100 perawat.

3.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang terdiri atas sejumlah anggota yang dipilih dari populasi. Kata lain, sejumlah, tapi tidak semuanya, elemen dari populasi akan membentuk sampel (Sekaran, 2006). Penelitian ini menarik sampel dengan menggunakan rumus Slovin dalam Husein Umar (2007: 78) yaitu:

2 1 Ne N n + = Dimana: N : Besarnya populasi n : Besarnya sampel e : Nilai presisi 5% ) 05 , 0 ( 100 1 100 2 + = n 25 , 1 100 = n 80 = n

Maka didapat sampel dalam penelitian ini sebanyak 80 perawat di RSUD Kota Surakarta.

3.2.3 Teknik Sampling

Teknik sampling dalam penelitian ini adalah Consecutive

(56)

menetapkan subjek yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah responden dapat terpenuhi (Nursalam, 2008).

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah: 1. Perawat dengan masa kerja minimal 1 tahun 2. Bersedia menjadi responden.

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah: 1. Perawat yang sedang cuti/libur.

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Kota Surakarta pada bulan Agustus - Desember 2015.

3.4 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran

Variabel merupakan sesuatu yang bervariasi (Saryono, 2011). Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependent). Definisi operasional merupakan definisi variabel secara operasional yang diukur secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena dengan menggunakan parameter tertentu (Hidayat, 2007). Komponen pada bagian ini meliputi variabel, definisi operasional, alat ukur, hasil ukur, dan jenis data.

(57)

Tabel 3.1

Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel Uraian Definisi

Operasional

Alat

Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Variabel Independen Pengetahuan perawat tentang universal precaution Pemahaman perawat tentang universal precaution. Kuesioner Kuesioner dengan sejumlah 17 pertanyaan menggunakan alternatif jawaban: - Benar (1) - Salah (0)

1. Baik: skor jawaban lebih dari 76 - 100%. 2. Cukup: skor jawaban 56% - 75%. 3. Kurang: skor jawaban kurang dari 56%. Ordinal Sikap perawat tentang universal precaution Pandangan, penilaian, dan perasaan terhadap universal precaution. Kuesioner Kuesioner dengan sejumlah 15 pernyataan menggunakan skala likert. pernyataan menggunakan alternatif jawaban: - Sangat Setuju (4) - Setuju (3) - Tidak Setuju (2) - Sangat Tidak Setuju (1)

- Sikap positif: nilai skor • 31

- Sikap negatif: nilai skor < 31 Nominal Variabel Dependen Perilaku tindakan universal precaution pada perawat. Persepsi terhadap tindakan dan penggunaan semua jenis universal precaution di tempat praktik. Kuesioner Kuesioner dengan sejumlah 15 pernyataan menggunakan skala likert. pernyataan menggunakan alternatif jawaban: - Tidak Pernah (1)

1. Perilaku baik: nilai skor • 35

2. Perilaku tidak baik: nilai skor < 35

(58)

- Jarang (2) - Sering (3) - Selalu (4) (Putra, 2012)

3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data 3.5.1 Alat penelitian

Alat penelitian pada variabel independen dan dependen menggunakan kuesioner. Kuesioner tersebut terdiri dari karakteristik responden, pengetahuan, sikap dan perilaku tindakan

universal precaution. Pertanyaan pengetahuan responden tentang

universal precaution terdiri dari 17 pertanyaan tertutup dengan jawaban benar atau salah. Pertanyaan pengetahuan meliputi pengertian, manfaat, tujuan, macam-macam dan prosedur universal

precaution . Gambaran kuesioner dapat dilihat dari tabel kisi-kisi pertanyaan pengetahuan perawat tentang universal precaution sebagai berikut:

Tabel 3.2

Kisi-kisi Pertanyaan Pengetahuan Perawat Tentang Universal Precaution

No Indikator Jumlah

Item Favorable Unfavorable 1. 2. 3. Pengertian Manfaat Tujuan 1 2 1 1 2,3 4 - - - 2. Macam-macam 4 5,6,7,8 - 3. Prosedur 9 9,10,11,12,14, 15,16 13,17

(59)

Skoring dilakukan berdasarkan jawaban dengan skala 1 dan 0. Pada pertanyaan yang bersifat positif (benar), bila responden memberikan jawaban positif maka diberi skor 1 dan bila memberi jawaban negatif diberi skor 0. Sebaliknya pada pertanyaan yang bersifat negatif, bila responden memberi jawaban positif maka diberi skor 0 dan bila memberi jawaban negatif maka diberi skor 1.

Pengumpulan data pada variabel sikap perawat tentang

universal precaution menggunakan kuesioner dengan menggunakan skala model likert. Sedangkan untuk respon jawaban, skala ini memiliki 4 respon jawaban dimana masing-masing jawaban menunjukkan kesesuaian pernyataan yang diberikan dengan keadaan yang dirasakan responden, yaitu 4=“Sangat Setuju” (SS), 3=“Setuju” (S), 2=“Tidak Setuju” (TS) dan 1=“Sangat Tidak Setuju” (STS). Pernyataan sikap perawat tentang universal precaution terdiri dari 15 pernyataan tertutup. Gambaran kuesioner dapat dilihat dari tabel kisi-kisi pernyataan sikap perawat tentang universal precaution sebagai berikut:

Tabel 3.3

Kisi-kisi Pernyataan Sikap Perawat Tentang Universal Precaution No Indikator Jumlah

Item Favorable Unfavorable

1. Kognitif 3 1, 2, 3, - 2. 3. Afektif Konatif 7 5 4,5,6,10 11,13,14,15 7,8,9 12

(60)

Pengumpulan data pada variabel perilaku tindakan

universal precaution menggunakan kuesioner dengan menggunakan skala model likert. Sedangkan untuk respon jawaban, skala ini memiliki 4 respon jawaban dimana masing-masing jawaban menunjukkan kesesuaian pernyataan yang diberikan dengan keadaan yang dirasakan responden, yaitu 4=“Selalu” (S), 3=“Sering” (S), 2=“Jarang” (J) dan 1=“Tidak Pernah” (TP). Pernyataan perilaku perawat tentang universal

precaution terdiri dari 20 pernyataan tertutup. Gambaran kuesioner dapat dilihat dari tabel kisi-kisi pernyataan perilaku perawat tentang universal precaution sebagai berikut:

Tabel 3.4

Kisi-kisi Pernyataan Perilaku Perawat Tentang Universal Precaution No Indikator Jumlah

Item Favorable Unfavorable

1. Motivasi 5 1, 2, 3, 4 6

2. Persepsi 3 7, 8, 14

3. Kognitif 7 5, 11, 12, 13, 15 9, 10

3.5.2 Cara pengumpulan data

Tahapan-tahapan cara pengumpulan data adalah sebagai berikut:

a. Mengajukan judul penelitian.

b. Mengajukan surat permohonan studi pendahuluan.

c. Konsultasi dengan pembimbing guna menyusun proposal dan instrumen penelitian.

(61)

d. Pengajuan ijin pelaksanaan penelitian kepada Kepala RSUD Kota Surakarta.

Setelah mandapatkan ijin dari Kepala RSUD Kota Surakarta selajutnya adalah:

a. Bertemu dengan responden dalam hal ini perawat di RSUD Kota Surakarta yang menjadi responden untuk memberi penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitan sekaligus membuat perjanjian (Informed Consent) mengenai kesanggupan respoden terlibat dalam penelitian ini.

b. Memberikan kuesioner untuk diisi oleh responden dan mendampinginya apabila ada kesulitan dalam pemahaman kuesioner sekaligus menarik kembali kuesioner untuk dilakukan pengolahan data.

c. Setelah seluruh data terkumpul oleh peneliti, kemudian data diolah dalam bentuk penyajian kategorik dan dianalisis menggunakan bantuan SPSS dan dilakukan penyusunan bab IV dan V yang berisi hasil dan pembahasan dan selanjutnya dilakukan seminar skripsi.

3.6 Uji Validitas dan Reliabilitas

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang dapat dipercaya secara ilmiah, maka data hasil penelitian harus menggambarkan kondisi sebenarnya tentang variabel yang diteliti. Dengan demikian instrumen penelitian harus teruji kemampuannya dalam mendapatkan data yang tepat dan akurat. Untuk

(62)

menguji ketepatan dan keakuratan instrumen maka dilakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen (Dharma, 2011).

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan terhadap perawat di RSUD Banyudono Boyolali dengan menyebar 30 kuesioner. Arikunto (2006) menyatakan bahwa jumlah responden untuk uji coba disyaratkan minimal 30 orang dimana dengan jumlah minimal ini, distribusi skor/nilai akan lebih mendekati kurva normal. Uji instrumen tersebut adalah sebagai berikut: 3.6.1 Uji validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen (Arikunto, 2010). Uji validitas dilakukan terhadap masing-masing butir pertanyaan untuk mengetahuai apakah masing-masing butir pertanyaan mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Koefisien korelasi yang tinggi menunjukkan kesesuaian antara fungsi item dengan fungsi tes secara keseluruhan. Untuk mengetahui tingkat validitas instrumen digunakan rumus product moment, yaitu:

rXY =

¦

¦

¦

¦

¦

¦

¦

− − − ) ) ( . ( ) ( . ( ) )( ( . 2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY N Dimana:

rxy = Angka indeks korelasi r product moment

N = Jumlah responden

XY = jumlah hasil perkalian antara skor X dan Y ™X = Jumlah seluruh skor X

Gambar

Tabel 2.1   Keaslian Penelitian  No  Nama
Gambar 2.12  Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

N-heksan merupakan pelarut yang inert, sehingga hanya bisa mengekstrak minyak, sedangkan pelarut etanol merupakan pelarut polar yang dapat mengekstrak senyawa resin,

1. Melakukan usaha menghimpun, mengelola dan menyalurkan dana sesuai dengan prinsip syariah untuk mengatasi masalah permodalan, pembiayaan dan jasa keuangan

Hasil dari penelitian ini sangat bermanfaat bagi siswa untuk menguasai keterampilan menulis khususnya menulis surat resmi dengan baik dan benar. Siswa

Sistem pentanahan yang digunakan adalah solid grounding, sehingga arus gangguan ground fault akan sangat besar sehingga dapat menyebabkan miskoordinasi dengan pengaman

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas guru dan siswa yang menggunakan pembelajaran dengan Media Lottery Card berkelompok dan pembelajaran dengan

Komunikasi merek memiliki pengaruh tidak langsung terhadap loyalitas merek dengan variabel kepercayaan merek sebagai variabel perantara, menunjukkan hasil T-value

Uji ahli dimaksudkan untuk menilai validitas modul (aspek grafis, penyajian dan isi). uji ahli dilakukan untuk memperoleh tanggapan awal kedua ahli tersebut dalam

Setelah berdiskusi diputuskan untuk pelaksanaan kegiatan pengabdian masyakarat dilaksanakan dengan 2 kegiatan yaitu penanaman mangrove dan ketapang serta pembersihan