Sindi Amelia, 2012
Pengaruh Accelerated Learning Cycle Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Dan
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
LEMBAR PERNYATAAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... v
LEMBAR PERSEMBAHAN ... vi
UCAPAN TERIMA KASIH ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1
B.Rumusan Masalah ... 10
C.Tujuan Penelitian ... 11
D.Manfaat Penelitian ... 12
E. Definisi Operasional ... 12
F. Hipotesis Penelitian ... 14
BAB II. LANDASAN TEORI A.Accelerated Learning Cycle ... 16
B.Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 21
C.Kemampuan Koneksi Matematis ... 25
D.Pembelajaran Konvensional ... 27
E. Skala Sikap ... 27
F. Penelitian Relevan ... 28
BAB III. METODE PENELITIAN A.Desain Penelitian ... 32
B.Lokasi, Populasi, dan Sampel Penelitian ... 33
C.Instrumen Penelitian dan Pengembangannya ... 35
Sindi Amelia, 2012
Pengaruh Accelerated Learning Cycle Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Dan
E. Prosedur Penelitian ... 54 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ... 56 B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 99 C. Keterbatasan Penelitian ... 123 BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI
A. Simpulan ... 125 B. Implikasi ... 126 C. Rekomendasi ... 127 DAFTAR PUSTAKA
Sindi Amelia, 2012
Pengaruh Accelerated Learning Cycle Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Dan
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.1 Skala Keefektifan Guru ... 8 Tabel 2.1 Temuan Penelitan Accelerated Learning ... 30 Tabel 3.1 Keterkaitan antara Variabel Bebas, Variabel Terikat, dan
Variabel Kontrol ... 33 Tabel 3.2 Indikator dari Aspek Kemampuan Matematis pada Soal
Tes ... 36 Tabel 3.3 Uji Validitas Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis ... 38 Tabel 3.4 Uji Validitas Soal Tes Kemampuan Koneksi Matematis ... 39 Tabel 3.5 Uji Reliabilitas Tes ... 40 Tabel 3.6 Uji Daya Pembeda Soal Tes Kemampuan Pemecahan
Masalah dan Koneksi Matematis ... 41 Tabel 3.7 Uji Tingkat Kesukaran Soal Tes Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis ... 41 Tabel 3.8 Uji Tingkat Kesukaran Soal Tes Kemampuan Koneksi
Matematis ... 42 Tabel 3.9 Keputusan Peneliti dalam Menetapkan Soal Tes
Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi
Sindi Amelia, 2012
Pengaruh Accelerated Learning Cycle Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Dan
Tabel 4.1 Sebaran Sampel Penelitian ... 56 Tabel 4.2 Deskripsi Data KAM Siswa Kedua Pembelajaran ... 57 Tabel 4.3 Uji Normalitas Data KAM Siswa Kedua Pembelajaran ... 60 Tabel 4.4 Uji Kesetaraan Data KAM berdasarkan Pendekatan
Pembelajaran ... 61 Tabel 4.5 Deskripsi Data Pemecahan Masalah Siswa Kedua
Pembelajaran ... 62 Tabel 4.6 Uji Normalitas Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ... 64 Tabel 4.7 Uji Kesetaraan Data Pemecahan Masalah Matematis
berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ... 65 Tabel 4.8 Uji ANOVA Dua Jalur Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis terhadap Kemampuan Awal Matematis ... 67 Tabel 4.9 Deskripsi Data Pemecahan Masalah Siswa Kedua
Pembelajaran untuk Tiap Kategori ... 71 Tabel 4.10 Uji Normalitas Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis berdasarkan Kemampuan Awal Matematis ... 73 Tabel 4.11 Uji Kesetaraan Data Pemecahan Masalah Matematis
berdasarkan Kemampuan Awal Matematis ... 74 Tabel 4.12 Deskripsi Data Koneksi Matematis Siswa Kedua
Pembelajaran ... 77 Tabel 4.13 Uji Normalitas Kemampuan Koneksi Matematis
berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ... 78 Tabel 4.14 Uji Kesetaraan Data Koneksi Matematis berdasarkan
Pendekatan Pembelajaran ... 79 Tabel 4.15 Uji ANOVA Dua Jalur Kemampuan Koneksi Matematis
Sindi Amelia, 2012
Pengaruh Accelerated Learning Cycle Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Dan
Tabel 4.16 Deskripsi Data Koneksi Matematis Siswa Kedua
Pembelajaran untuk Tiap Kategori ... 85 Tabel 4.17 Uji Normalitas Kemampuan Koneksi Matematis
berdasarkan Kemampuan Awal Matematis ... 87 Tabel 4.18 Uji Kesetaraan Data Koneksi Matematis berdasarkan
Kemampuan Awal Matematis ... 88 Tabel 4.19 Distribusi Sikap Siswa terhadap Matematika ... 90 Tabel 4.20 Uji Normalitas Sikap Siswa terhadap Matematika ... 91 Tabel 4.21 Uji Kolmogorov-Smirnov Satu Sampel Data Sikap Siswa
terhadap Matematika ... 91 Tabel 4.22 Distribusi Sikap Siswa terhadap ALC ... 92 Tabel 4.23 Uji Normalitas Sikap Siswa terhadap ALC ... 93 Tabel 4.24 Uji Kolmogorov-Smirnov Satu Sampel Data Sikap
Siswa terhadap ALC ... 94 Tabel 4. 25 Distribusi Sikap Siswa terhadap Soal ... 94 Tabel 4.26 Uji Normalitas Sikap Siswa terhadap Soal ... 95 Tabel 4.27 Uji Kolmogorov-Smirnov Satu Sampel Data Sikap Siswa
Sindi Amelia, 2012
Pengaruh Accelerated Learning Cycle Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Dan
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.1 Soal Pemecahan Masalah TIMSS 2003 ... 7 Gambar 3.1 Flowchart Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 55
Gambar 4.1 Diagram Piramida Kemampuan Awal Matematis Kelas
Kontrol dan Eksperimen ... 58 Gambar 4.2 Diagram Piramida Tes Pemecahan Masalah Kelas
Kontrol dan Eksperimen ... 63 Gambar 4.3 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa
berdasarkan Pembelajaran dan Kemampuan Awal
Sindi Amelia, 2012
Pengaruh Accelerated Learning Cycle Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Dan
Gambar 4.4 Diagram Piramida Tes Pemecahan Masalah Kelas
Kontrol dan Eksperimen Tiap Kategori Siswa ... 72 Gambar 4.5 Diagram Piramida Tes Koneksi Matematis Kelas Kontrol
dan Eksperimen ... 77 Gambar 4.6 Kemampuan Koneksi Matematis Siswa berdasarkan
Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematis ... 83 Gambar 4.7 Diagram Piramida Tes Koneksi Matematis Kelas Kontrol
dan Eksperimen Tiap Kategori Siswa ... 86 Gambar 4.8 Diagram Garis Observasi Aktivitas Guru ... 97 Gambar 4.9 Diagram Garis Observasi Aktivitas Siswa ... 98 Gambar 4.10 Jawaban Pemecahan Masalah Matematis 1 Siswa Kelas
Eksperimen ... 103 Gambar 4.11 Jawaban Pemecahan Masalah Matematis 1 Siswa Kelas
Kontrol ... 104 Gambar 4.12 Jawaban Pemecahan Masalah Matematis 2 Siswa Kelas
Eksperimen ... 105 Gambar 4.13 Jawaban Pemecahan Masalah Matematis 2 Siswa Kelas
Kontrol ... 106 Gambar 4.14 Jawaban Pemecahan Masalah Matematis 3 Siswa Kelas
Eksperimen ... 106 Gambar 4.15 Jawaban Pemecahan Masalah Matematis 3 Siswa Kelas
Kontrol ... 107 Gambar 4.16 Jawaban Koneksi Matematis 1 Siswa Kelas Eksperimen ... 112 Gambar 4.17 Jawaban Koneksi Matematis 2 Siswa Kelas Eksperimen ... 113 Gambar 4.18 Petikan “Lembar Perasaanku” Siswa terhadap
Sindi Amelia, 2012
Pengaruh Accelerated Learning Cycle Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Dan
Gambar 4.21 Aktivitas Siswa Kelas Kontrol ... 122
DAFTAR LAMPIRAN
Sindi Amelia, 2012
Pengaruh Accelerated Learning Cycle Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Dan
Lampiran A.4 Sebaran Bahan Ajar dan Pembelajaran Accelerated
Learning Cycle pada Kegiatan Belajar Mengajar ... 181
Lampiran B.1 Kisi-kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa ... 215
Lampiran B.2 Naskah Soal Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis ... 218
Lampiran B.3 Alternatif Kunci Jawaban ... 220
Lampiran B.4 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis ... 223
Lampiran B.5 Kisi-kisi Skala Sikap ... 224
Lampiran B.6 Skala Sikap Siswa ... 225
Lampiran B.7 Pedoman Observasi Pembelajaran Accelerated Learning Cycle ... 227
Lampiran B.8 Lembaran Jurnal Harian Penelitian ... 229
Lampiran B.9 Lembar Perasaanku ... 230
Lampiran C.1 Lembaran Judgment ... 231
Lampiran C.2 Hasil Uji Instrumen Terbatas ... 236
Lampiran C.3 Hasil Uji Coba Instrumen ... 243
Lampiran D.1 Daftar Kemampuan Awal Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 247
Lampiran D.2 Daftar Kemampuan Awal Matematis Siswa Kelas Eksperimen ... 248
Lampiran D.3 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 249
Lampiran D.4 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa Kelas Eksperimen ... 250
Lampiran D.5 Sikap Siswa terhadap Matematika ... 251
Sindi Amelia, 2012
Pengaruh Accelerated Learning Cycle Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Dan
Lampiran D.7 Sikap Siswa terhadap Soal ... 253
Lampiran D.8 Aktivitas Guru Selama Pembelajaran ... 254
Lampiran D.9 Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran ... 255
Lampiran D.10 Uji Statistika Data Kemampuan Awal Matematis ... 256
Lampiran D.11 Uji Statistika Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 259
Lampiran D.12 Uji Statistika Data Kemampuan Koneksi Matematis ... 274
Lampiran D.13 Proses Transformasi Skala Sikap Ordinal ke Interval ... 286
Lampiran D.14 Pengolahan Data Sikap Siswa terhadap Matematika ... 287
Lampiran D.15 Pengolahan Data Sikap Siswa terhadap Accelerated Learning Cycle ... 289
Lampiran D.16 Pengolahan Data Sikap Siswa terhadap Soal ... 291
Lampiran D.17 Pengolahan Data Aktivitas Guru selama Pembelajaran ... 293
Lampiran D.18 Pengolahan Data Aktivitas Siswa selama Pembelajaran ... 294
Lampiran E.1 SK Pembimbing ... 295
Lampiran E.2 Surat Izin Penelitian dari UPI ... 297
Lampiran E.3 Surat Izin Penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat Pemerintah Propinsi Riau ... 298
Lampiran E.4 Surat Izin Penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat Pemerintah Kota Pekanbaru ... 299
Lampiran E.5 Surat Izin Penelitian dari Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru ... 300
Lampiran E.6 Surat Keterangan telah Melaksanakan Penelitian dari Kepala SMP Negeri 14 Pekanbaru ... 301
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Human Development Index (HDI) dalam sebuah situs Wikipedia
melaporkan data kualitas sumber daya manusia dari negara-negara di dunia. Pada tahun 2011, Indonesia menduduki peringkat ke-124 dari 187 negara. Jika dibandingkan dengan peringkat negara tetangga lainnya: Singapura (26), Brunei Darussalam (33), Malaysia (61), Thailand (103), dan Filipina (112), maka negara kita belum mencapai peringkat lima teratas se-Asia Tenggara dari hal life
expectancy, literacy, education, dan standards of living. Pada posisi puncak,
negara-negara maju saling bersaing seiring bersaingnya prestasi-prestasi yang telah mereka ukir. Suatu hal yang wajar apabila persaingan global memiliki hubungan yang berbanding lurus dengan sumber daya manusia. Artinya, semakin kompleks dan ketatnya persaingan global akan menuntut peningkatan kualitas sumber daya manusianya pula.
menempatkan pendidikan sebagai faktor penentu tingkat kualitas sumber daya manusia.
Matematika sebagai ilmu dasar yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, sudah tidak perlu dipertanyakan lagi peranannya dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kehidupan sehari-hari. Mulai rakyat biasa hingga pejabat, balita hingga dewasa, ilmuwan hingga penjahat sekalipun tidak terlepas dari peran matematika.
Pentingnya pendidikan matematika dapat dilihat pada sejarah perang hegemoni dunia, saat bumi dirasa tidak cukup lagi untuk berebut lahan kekuasaan, maka dua negara yang menjadi adidaya -saat itu- mencari space lain yakni ruang antariksa. Amerika Serikat yang kalah cepat dari Uni Soviet dalam menembus ruang angkasa, merasa perlu adanya perbaikan dalam kurikulum pendidikannya, dan mereka sadari bahwa kurikulum pendidikan matematikalah yang harus diperbaiki.
Cerita ini menjadi catatan sejarah kurikulum dunia, dari Matematika Tradisional, Matematika Modern, dan sempat kembali lagi ke Matematika Tradisional, sampai munculnya NCTM (National Council of Teachers of
Mathematics) yang sebenarnya sudah lama berdiri, dan akhirnya hingga kini
Pentingnya pendidikan matematika harus disambut dengan kepedulian dan perhatian yang serius dari berbagai pihak, terutama pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan pendidikan matematika. Hal ini disambut positif oleh pemerintah. Depdiknas (2006) menyatakan bahwa pembelajaran matematika membekali peserta didik untuk mempunyai kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis serta kemampuan bekerja sama. Oleh sebab itu, pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik untuk setiap jenjang pendidikan.
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah; (6) memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sitematis, kritis, kreatif serta mempunyai kemampuan bekerja sama.
Tujuan pembelajaran matematika di atas, memperlihatkan harapan agar siswa memiliki kemampuan matematika secara khusus. Poin pertama menyebutkan bahwa siswa diharapkan dapat menjelaskan keterkaitan antar konsep. Konsep disini jelaslah merupakan konsep matematis sedangkan keterkaitan berarti hubungan atau koneksi. Sehingga, dengan kata lain, tujuan pembelajaran matematika diawali dengan harapan agar siswa memiliki kemampuan koneksi matematis yang baik. Kemampuan pemecahan masalah matematis juga merupakan suatu hal yang penting untuk dijadikan suatu ukuran keberhasilan pembelajaran, sehingga pemecahan masalah telah disebutkan beberapa kali dalam teks tujuan pembelajaran matematika di atas. Seperti yang disinggung pada poin pertama dan secara detail disebutkan kembali pada poin ketiga.
Bukan hanya negara kita, pemecahan masalah matematis dan koneksi matematis menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan pembelajaran matematika di dunia. Seperti yang telah dirumuskan oleh Dewan Nasional Guru Matematika di Amerika Serikat, NCTM dan tercantum dalam bukunya yang berjudul „Principles
proof), komunikasi matematis (communication), keterkaitan dalam matematika
(connection), dan representasi (representation) merupakan standar proses pembelajaran matematika. Adapun standar materi atau standar isi meliputi; bilangan dan operasinya (number and operation), aljabar (algebra), geometri (geometry), pengukuran (measurement), dan analisis data peluang (data analysis
and probability). Ditambahkan NCTM, baik standar materi maupun standar
proses tersebut secara bersama-sama merupakan keterampilan dan pemahaman dasar yang perlu dimiliki para siswa.
Koneksi matematis juga menuntut adanya berbagai kemampuan matematis yang lain. Siswa yang baik dalam konsep matematisnya tentu tidak akan kesulitan dalam menyelesaikan persoalan koneksi matematis. Begitu pula beberapa kemampuan yang lain akan menjadi penentu meningkatnya koneksi matematis siswa. Seperti yang diungkapkan oleh Coxford, Arthur F (1995):
“The mathematical processes aspect of mathematical connection includes (1) representation, (2) application, (3) problem solving, and (4) reasoning.”
“Assuming that connection serve as problem solving tools, several instructional implications can be derived. First and foremost, this view of connections result in a dual instructional task: classroom activities must prepare students both to establish new connections and to use established connections in problem settings. If students are unable to establish connections, then connections can never play a role in problem solving. Likewish, an inability to use established connections renders their establishment irrelevant. thus, the accomplishment of both of these objectives underlies successful problem solving”.
Dari biimplikasi antara kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematis di atas, secara teori antara kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis siswa terdapat hubungan atau saling mempengaruhi satu sama lain.
Namun, dari hasil pengamatan di lapangan, tidak luput dari kesesuaian bahwa matematika itu merupakan pelajaran yang kurang disenangi oleh banyak orang. Banyak siswa yang cenderung menghindar dari pelajaran matematika.
Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) (2007)
melaporkan hasil penelitiannya bahwa kemampuan matematika siswa Indonesia kelas VIII berada pada peringkat 36 dari 56 negara peserta dengan perolehan rataan 397 di bawah skala rataan internasional yang ditargetkan dengan perolehan rataan 500. Perolehan rataan negara kita ini turun dari perolehan rataan data TIMSS sebelumnya. Malaysia sebagai negara serumpun Indonesia, juga mendapatkan perolehan rataan di bawah rataan internasional. Namun, Malaysia hanya kekurangan 26 poin untuk mencapai target tersebut.
International Student Assessment (PISA) (2009). Rataan Indonesia untuk data ini
adalah 371 yang juga berada pada di bawah targetan rataan internasional yakni 496.
Ditambah lagi, kemampuan khusus siswa seperti pemecahan masalah masih jauh dari harapan. TIMSS (2003, dalam Kemendiknas, 2011) menyampaikan bahwa siswa kita lemah dalam mengerjakan soal-soal yang menuntut kemampuan pemecahan masalah, berargumentasi, dan berkomunikasi. Sebagai contoh, untuk soal pemecahan masalah di bawah ini:
Gambar 1.1
Soal Pemecahan Masalah TIMSS 2003
Untuk soal di atas, TIMSS melaporkan bahwa hanya 3,0% saja siswa kita yang menjawab benar, sebanyak 4,6% siswa menjawab benar sebagian, sementara 92,4% siswa menjawab salah. Kemampuan koneksi matematis pun tidak menggambarkan hal yang menggembirakan. Masih rendahnya kemampuan mengaitkan konsep matematika ke ranah matematika lain, ranah ilmu pengetahuan lainnya, dan ranah kehidupan, telah dinyatakan oleh Yuniawatika (2011) dan Qohar (2010).
Total biaya perjalanan untuk semua siswa harus sebesar 500 zeds atau kurang. Semuanya ada 30 siswa. Di bawah ini adalah biaya kunjungan untuk masing-masing kota.
Kota mana yang dapat mereka kunjungi? Tuliskan langkah-langkah penyelesaiannya Ke Kota A atau C
TARIF PELAJAR Tiket Pulang-Pergi : 25 zeds
Potongan harga 1/3 untuk rombongan 25 siswa atau lebih
Ke Kota B atau D TARIF PELAJAR Tiket Pulang-Pergi : 20 zeds
Hal ini barangkali disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: siswa kita dibiasakan bertemu soal-soal rutin; siswa sering diujikan soal-soal yang sifatnya pemahaman, sedangkan untuk soal yang sifatnya mengujikan kemampuan khusus matematika jarang diberikan, sehingga ketika siswa bertemu soal yang sifatnya high order thinking, siswa kita kaget; siswa kita kurang dibiasakan mengkaitkan materi pembelajaran dengan materi yang telah diterima sebelumnya, pembelajaran di luar matematika, bahkan kehidupan sehari-hari; serta pembelajaran di kelas yang melulu menggunakan pembelajaran konvensional.
Pembelajaran konvensional tidaklah buruk, namun jika selalu digunakan dampaknya juga akan tidak baik bagi siswa. Siswa pastinya ingin ada sesuatu yang baru dalam setiap kegiatan menerima ilmunya. Pembelajaran konvensional menjadikan pembelajaran di kelas berpusat pada guru (teacher centered). Hal ini bertolak belakang dengan keinginan pemerintah yang tertuang pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (dalam KTSP, 2007) yang berbunyi:
“...Prinsip tersebut menyebabkan adanya pergeseran paradigma proses pendidikan, dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Paradigma pengajaran yang lebih menitikberatkan peran pendidik dalam mentransformasikan pengetahuan kepada peserta didiknya bergeser pada paradigma pembelajaran yang memberikan peran lebih banyak kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dan kreativitas dirinya ...”
hal tersebut, tabel skala keefektifan guru terhadap retensi siswa di bawah ini dapat menjadi pertimbangan diterapkannya student centered.
Tabel 1.1
Skala Keefektifan Guru
Teknik Guru Retensi Siswa setelah Satu Minggu
Ceramah 5% (dari yang mereka dengar)
Membaca 10% (dari yang mereka baca)
Audio Visual 20% (dari yang mereka dengar dan lihat)
Demonstrasi 30% (dari yang mereka lihat)
Diskusi Kelompok 50% (dari yang mereka lihat, dengar, dan katakan) Melakukan Latihan 75% (dari yang mereka lakukan)
Hubungkan dengan hal lain atau
menggunakannya secara langsung 90% (dari yang mereka katakan dan lakukan)
Sumber : Vernon A. Magnesen, 1983 (dalam Nicolls, Martina, 2004)
Dari Tabel Skala Keefektifan Guru di atas, perlu dirancang program pengalaman belajar yang tepat agar siswa aktif dan merasakan bermaknanya pembelajaran namun tetap gesit, bersemangat, penuh gairah, enjoy, dan nyaman. Salah satu pembelajaran yang mendukung hal tersebut adalah Accelerated
Learning Cycle. Prinsip belajar yang ditawarkan oleh Accelerated Learning Cycle
bermakna dan mengedepankan munculnya emosi positif siswa dimana siswa belajar dengan aktif, gesit, penuh gairah, enjoy, dan tidak tertekan.
Accelerated Learning Cycle terdiri dari lima fase pembelajaran, yakni;
Learner Preparation Phase (Fase Persiapan Siswa), Connection Phase (Fase
Koneksi), Creative Presentation Phase (Fase Penyajian Kreatif), Activation Phase (Fase Aktivasi), dan Integration Phase (Fase Integasi) (Kinard, Karen dan Mary Parker, 2007). Pembelajaran ini juga dapat mengoptimalkan pada peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa, hal ini dikarenakan koneksi matematis dapat dikembangkan secara fokus pada tahapan kedua pembelajaran ini, yakni
Connection Phase (Fase Koneksi).
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Accelerated Learning Cycle terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa”.
B. Rumusan Masalah
Penemuan akan dipandu dengan mengikuti pertanyaan berikut ini sebagai rumusan masalah penelitian:
B.1. Apakah siswa yang memperoleh pembelajaran Accelerated Learning
Cycle memiliki kemampuan pemecahan masalah matematis yang lebih
baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional, ditinjau dari: (a) keseluruhan siswa?; dan (b) kemampuan awal matematis? B.2. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa berbeda antar
kemampuan awal matematis?
B.3. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematis terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa?
B.4. Apakah siswa yang memperoleh pembelajaran Accelerated Learning
Cycle memiliki kemampuan koneksi matematis yang lebih baik daripada
siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional, ditinjau dari: (a) keseluruhan siswa?; (b) kemampuan awal matematis?
B.5. Apakah kemampuan koneksi matematis siswa berbeda antar kemampuan awal matematis?
B.6. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematis terhadap kemampuan koneksi matematis siswa?
B.7. Apakah siswa memiliki sikap positif terhadap matematika, pembelajaran
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah :
C.1. Menelaah, mendeskripsikan, dan membandingkan antara siswa yang memperoleh pembelajaran Accelerated Learning Cycle dan pembelajaran konvensional terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis, ditinjau dari: (a) keseluruhan siswa; dan (b) kemampuan awal matematis. C.2. Menelaah, mendeskripsikan, dan membandingkan antara kemampuan
pemecahan masalah matematis dan kemampuan awal matematis siswa. C.3. Menelaah, mendeskripsikan, dan melihat pengaruh interaksi antara
pembelajaran dan kemampuan awal matematis terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
C.4. Menelaah, mendeskripsikan, dan membandingkan antara siswa yang memperoleh pembelajaran Accelerated Learning Cycle dan pembelajaran konvensional terhadap kemampuan koneksi matematis, ditinjau dari: (a) keseluruhan siswa; dan (b) kemampuan awal matematis.
C.5. Menelaah, mendeskripsikan, dan membandingkan antara kemampuan koneksi matematis dan kemampuan awal matematis siswa.
C.6. Menelaah, mendeskripsikan, dan melihat pengaruh interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematis terhadap kemampuan koneksi matematis siswa.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi:
D.1. Siswa, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis, sehingga dapat menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
D.2. Guru, dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pembelajaran di SMP untuk melihat kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis siswa di sekolah guna meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukannya.
D.3. Peneliti, sebagai landasan berpijak di ruang lingkup yang lebih luas, serta membuka wawasan penelitian bagi para ahli pendidikan matematika untuk mengembangkannya.
E. Definisi Operasional
Dalam usulan penelitian ini, akan ditemukan beberapa istilah yang terkait dengan penelitian, untuk menghindari perbedaan makna, maka peneliti akan menguraikan makna yang dimaksud dalam penelitian ini, di antara istilahnya adalah :
E.1. Accelerated Learning Cycle yang dimaksud pada penelitian ini adalah
Learning Cycle terdiri dari lima fase, diantaranya; Learner Preparation
Phase (Fase Persiapan Siswa), Connection Phase (Fase Koneksi), Creative
Presentation Phase (Fase Penyajian Kreatif), Activation Phase (Fase
Aktivasi), dan Integration Phase (Fase Integrasi).
E.2. Kemampuan pemecahan masalah matematis dapat dimaknai sebagai kegiatan untuk melakukan penyelesaian masalah non-rutin yang sifatnya matematis dimana dibutuhkan pengetahuan sebelumnya untuk menyelesaikannya.
E.3. Koneksi matematis berarti kegiatan menghubungkan antar konsep matematika; menghubungkan konsep matematika dengan konsep pelajaran lainnya; menerapkan pemikiran dan pemodelan matematika untuk menyelesaikan masalah yang muncul dalam disiplin ilmu lainnya seperti seni, musik, psikologi, sains, dan bisnis; bahkan juga merupakan kegiatan menghubungkan konsep matematika dengan kehidupan sehari-hari.
E.5. Sikap siswa diartikan sebagai suatu alat untuk mengukur pendapat siswa tentang suatu hal, dapat berupa pengetahuan, tanggapan, dan kecenderungan terhadap objek yang dihadapi.
F. Hipotesis Penelitian
Sudjana (2005) mengungkapkan bahwa hipotesis adalah asumsi atau dugaan mengenai sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu yang sering dituntut untuk melakukan pengecekannya. Sedangkan menurut Sugiyono (2010), hipotesis diartikan sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dari dua pendapat di atas, peneliti sepakat bahwa hipotesis merupakan dugaan sementara yang didasarkan oleh rumusan masalah dan dituntut untuk melakukan pengujian.
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :
F.1. Siswa yang memperoleh pembelajaran Accelerated Learning Cycle memiliki kemampuan pemecahan masalah matematis yang lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional, ditinjau dari: (a) keseluruhan siswa; dan (b) kemampuan awal matematis.
F.2. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa berbeda antar kemampuan awal matematis.
F.4. Siswa yang memperoleh pembelajaran Accelerated Learning Cycle memiliki kemampuan koneksi matematis yang lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional, ditinjau dari: (a) keseluruhan siswa; (b) kemampuan awal matematis.
F.5. Kemampuan koneksi matematis siswa berbeda antar kemampuan awal matematis.
F.6. Terdapat pengaruh interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematis terhadap kemampuan koneksi matematis siswa.
F.7. Siswa memiliki sikap positif terhadap matematika, pembelajaran
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan desain eksperimen berupa perbandingan kelompok statik. Dalam rencana penelitian ini sampel yang digunakan terdiri dari dua kelompok, dimana pada setiap kelompok diterapkan pembelajaran yang berbeda. Kelompok pertama (kelompok eksperimen) mendapatkan pembelajaran Accelerated Learning Cycle, kelompok kedua (kelompok kontrol) diterapkan pembelajaran konvensional. Desain rencana penelitian untuk eksperimen ini diilustrasikan sebagai berikut:
X O
--- O
Sumber : (Ruseffendi, 2005) Keterangan :
O : pemberian tes (tes kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis siswa)
X : pendekatan Accelerated Learning Cycle
materi dan strategi yang akan dipelajari siswa dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, pemberian tes awal dipandang kurang efektif. Pemberian tes awal juga dikhawatirkan akan mempengaruhi hasil tes akhir.
Variabel-variabel pada penelitian ini terdiri dari variabel bebas, variabel terikat, dan variabel kontrol. Variabel bebas yaitu pendekatan Accelerated
Learning Cycle; variabel terikat adalah kemampuan pemecahan masalah dan
koneksi matematis; serta variabel kontrol adalah kemampuan awal matematis. Kemampuan awal matematis diperoleh dari data hasil tes mid semester siswa, dimana materi yang disajikan dalam soal mid semester merupakan materi lingkaran. Data tes mid semester siswa diranking kemudian dikelompokkan berdasarkan kategori kemampuan awal, diantaranya kategori tinggi, sedang, dan rendah dengan menggunakan kriteria Sudjana (2010) yaitu 27% masing-masing untuk kategori kemampuan awal tinggi dan rendah. Keterkaitan antara variabel bebas, variabel terikat, dan variabel kontrol disajikan pada tabel berikut.
Tabel 3.1
Keterkaitan antara Variabel Bebas, Variabel Terikat, dan Variabel Kontrol Kemampuan yang diukur
Pemecahan Masalah (PM) Koneksi Matematis (KM) Pembelajaran Pembelajaran Konvensional (PK) Accelerated Learning Cycle (ALC) Pembelajaran Konvensional (PK) Accelerated Learning Cycle (ALC) Kemampuan Awal Matematis
Tinggi (T) PM-PK-T PM-ALC-T KM-PK-T KM-ALC-T Sedang (S) PM-PK-S PM-ALC-S KM-PK-S KM-ALC-S Rendah (R) PM-PK-R PM-ALC-R KM-PK-R KM-ALC-R
Keseluruhan PM-PK PM-ALC KM-PK KM-ALC
Lokasi penelitian adalah di SMP Negeri 14 Pekanbaru yang merupakan sekolah dengan kategori sedang. Kategori sedang menjadi pilihan peneliti, karena sekolah pada kategori ini merupakan sekolah kebanyakan yang ada di daerah Pekanbaru.
Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII di semester II yang terdapat di SMP N 14 Pekanbaru tahun ajaran 2011/2012. Dari populasi tersebut dipilih dua kelas sebagai sampel penelitian, yakni kelas VIII-1 dan VIII-2. Kelas VIII-1 sebagai kelas kontrol dan kelas VIII-2 sebagai kelas eksperimen. Dua kelas yang terpilih sebagai sampel penelitian ditentukan dengan pertimbangan terhadap pencapaian materi pembelajaran dan waktu penelitian. Karena dua kelas tersebut memiliki karakteristik atau gaya belajar yang hampir sama, berbeda dengan kelas yang lain, sehingga, pemilihan sampel penelitian dilakukan berdasarkan data yang ditawarkan oleh pihak sekolah. Artinya, pengambilan sampel tidak dilakukan secara acak.
siswa pada matematika. Alasan pemilihan SMP Negeri 14 Pekanbaru, hal ini dikarenakan sekolah ini berada pada level sekolah dengan kategori sedang dan lokasinya yang strategis sehingga memungkinkan peneliti untuk dapat meningkatkan mobilitas, sehingga memperlancar kegiatan penelitian.
C. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya C.1. Instumen Pengumpul Data
C.1.a. Tes kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis
Data hasil tes setelah dilaksanakannya perlakuan, dikumpulkan untuk kepentingan observasi. Materi pelajaran yang diteskan adalah Garis Singgung Lingkaran. Instrumen tes pemecahan masalah terdiri dari tiga soal berbentuk uraian, sedangkan instrumen tes koneksi matematis terdiri dari lima soal berbentuk uraian. Alokasi waktu untuk pengerjaan tes ini adalah 2x40 menit. Alasan pemilihan soal berbentuk uraian adalah agar terlihat sistematika proses berpikir, kelogisan, serta kejelasan jawaban siswa.
Indikator dari setiap aspek kemampuan pada perangkat soal dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.2
Indikator dari Aspek Kemampuan Matematis pada Soal Tes
Aspek Indikator yang diukur Nomor
Soal
Pemecahan Masalah Matematis
1. Mengindentifikasi kecukupan data untuk pemcahan masalah
2. Menyelesaikan masalah
3. Mengamati dan merefleksikan dalam proses pemecahan masalah matematis 4. Membuat model matematis dari
situasi/masalah sehari-hari
1c, 2, 3
Koneksi Matematis
1. Menghubungkan konsep matematika dengan kehidupan sehari-hari
2. Menghubungkan konsep matematika dengan konsep pelajaran lain
3. Mengenali representasi yang ekuivalen dari konsep-konsep yang sama
4. Menghubungkan antar konsep matematika
5. Menghubungkan pengetahuan konsep dan prosedur
1a, 1b, 1d, 4a,
4b
validitas muka yang dimaksud adalah kejelasan bahasa/redaksional dan gambar/representasi dari setiap butir tes yang diberikan.
Peneliti berkonsultasi dengan dua orang dosen pembimbing. Peneliti mendapat masukan untuk menambahkan indikator pada kisi-kisi kemampuan dan untuk sumber soal, agar dimunculkan jika mengutip dari soal yang telah ada. Berikutnya pemeriksaan validitas isi dilakukan oleh dua orang rekan-rekan sesama mahasiswa S2 pendidikan matematika UPI. Hasil pertimbangan mengenai validitas muka dan validitas isi dari kedua orang ahli disajikan pada lampiran C.1.
Selanjutnya peneliti menguji coba instrumen tes ini kepada beberapa orang siswa kelas IX, diantaranya seorang siswa kelas IX SMP Negeri 4 Pekanbaru dan seorang siswi Kelas IX Pesantren Khairul Ummah Indragiri Hulu, Riau. Dari hasil
judgment ahli dan ujicoba terbatas, peneliti sedikit mengubah posisi soal.
Selanjutnya, instrumen tes diujicobakan kepada 12 siswa kelas IX-A SMP Plus As-Salam Bandung. Kemudian data tes dinilai tingkat validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran untuk memperoleh instrumen tes yang baik. Perhitungan tingkat validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran soal tes dianalisis dengan bantuan Software Anates Uraian Versi 4.0.5. Berikut hasil analisisnya:
1) Validitas butir soal
Validitas butir soal dari suatu tes adalah ketepatan mengukur yang dimiliki oleh sebutir soal dalam mengukur apa yang seharusnya diukur lewat butir soal tersebut (Sudijono, 2001). Sebuah butir soal dikatakan valid bila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Interpretasi berdasarkan nilai koefisien korelasi validitas butir soal yang bersumber dari pendapat Suherman dan Kusumah (1990).
[image:33.595.113.514.223.680.2]Rangkuman hasil uji validitas tes kemampuan pemecahan masalah disajikan pada Tabel 3.3 berikut:
Tabel 3.3 Uji Validitas Soal Tes
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Nomor
Soal
Koefisien
Korelasi Interpretasi
1 0,471 Cukup
2 0,557 Cukup
Hasil uji validitas di atas memperlihatkan adanya variasi interpretasi. Pada tes kemampuan pemecahan masalah, soal nomor 4c memiliki interpretasi tinggi, sedangkan soal nomor 1 dan 2 memiliki validitas yang cukup. Walaupun interpretrasi untuk validitas soal nomor 1 dan 2 adalah cukup, peneliti berpendapat bahwa soal nomor 1 dan 2 bukan merupakan soal yang kurang baik. Hal ini dilandasi oleh fakta bahwa siswa dapat menjawab soal tersebut. Rangkuman hasil uji validitas tes kemampuan koneksi matematis disajikan pada Tabel 3.4 berikut:
Tabel 3.4 Uji Validitas Soal Tes Kemampuan Koneksi Matematis Nomor
Soal
Koefisien
Korelasi Interpretasi
3a 0,883 Tinggi
3b 0,752 Tinggi
4a 0,499 Cukup
4b 0,499 Cukup
4d 0,621 Cukup
Dari uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa soal tes pemecahan masalah dan koneksi matematis tersebut, cocok digunakan untuk siswa kelas VIII SMP Semester 2.
2) Reliabilitas butir soal
Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama akan menghasilkan data yang sama. Hasil penelitian yang reliabel terjadi jika terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda (Sugiyono, 2010). Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap (Arikunto, 2010).
Sejalan dengan hal tersebut, Sudjana (2010) mengungkapkan bahwa reliabilitas berarti kapan pun alat penilaian digunakan akan memberikan hasil yang relatif sama. Jadi, reliabilitas harus menghasilkan informasi yang sebenarnya. Reliabilitas juga menuntut suatu hasil yang konsisten, atau minimal mendekati hasil sebelumnya. Reliabilitas soal merupakan ukuran yang menyatakan tingkat keajegan suatu soal tes.
[image:35.595.109.515.213.604.2]Sebagai patokan menginterpretasikan derajat reliabilitas digunakan kriteria yang didasarkan pada klasifikasi Guilford (Ruseffendi, 2006). Sehingga rangkuman perhitungan reliabilitas tes untuk kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis seperti yang tampak pada tabel berikut.
No. Kemampuan Interpretasi
1 Pemecahan Masalah 0,33 Rendah
2 Koneksi Matematis 0,92 Sangat Tinggi
3) Daya pembeda
Arikunto (2010) dan Arifin (2009) mengungkapkan bahwa daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dan siswa yang berkemampuan rendah. Suatu soal juga dikatakan tidak baik apabila soal tersebut tidak dapat dijawab dengan benar oleh siswa yang berkemampuan tinggi maupun siswa yang berkemampuan rendah.
[image:36.595.113.512.207.708.2]Daya pembeda instrumen tes kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis menggunakan interpretasi dari Depdiknas (2006). Rangkuman hasil uji daya pembeda kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis disajikan pada Tabel 3.6 berikut.
Tabel 3.6
Uji Daya Pembeda Soal Tes
Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Nomor
Soal Kemampuan
Koefisien Daya
Pembeda Interpretasi 1
Pemecahan Masalah
0,33 Baik
2 0,33 Baik
4c 0,75 Sangat Baik
3a
Koneksi Matematis
0,83 Sangat Baik
3b 0,39 Baik
4a 0,17 Tidak Baik
4b 0,17 Tidak Baik
4) Analisis Tingkat Kesukaran Soal
Analisis tingkat kesukaran soal perlu dilakukan pada instrumen untuk mengetahui derajat kesukaran dalam butir soal yang kita buat. Butir-butir soal dikatakan baik, jika butir-butir soal tersebut tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah (Arikunto, 2010). Klasifikasi interpretasi tingkat kesukaran butir soal yang digunakan bersumber dari Depdiknas (2006).
[image:37.595.115.510.218.604.2]Rangkuman hasil perhitungan uji tingkat kesukaran untuk tiap butir soal tes kemampuan pemecahan masalah dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.7
Uji Tingkat Kesukaran Soal Tes
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Nomor
Soal
Koefisien Tingkat
Kesukaran Interpretasi
1 0,75 Mudah
2 0,75 Mudah
4c 0,37 Sedang
Tabel di atas, memperlihatkan adanya gradasi untuk tingkat kesukaran soal. Soal nomor 1 dan 2 termasuk kategori soal mudah, namun jjika diperhatikan nilai koefisien tingkat kesukarannya, soal nomor 1 dan 2 mengarah ke kategori sedang, artinya soal ini bukan soal yang benar-benar mudah. Sedangkan untuk soal nomor 3, kategori sedang disini juga mengarah ke kategori sulit, tergambar dari nilai koefisien tingkat kesukarannya yang mencapai 0,37.
Rangkuman hasil perhitungan uji tingkat kesukaran untuk tiap butir soal tes kemampuan koneksi matematis dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.8
Kemampuan Koneksi Matematis Nomor
Soal
Koefisien Tingkat
Kesukaran Interpretasi
3a 0,47 Sedang
3b 0,69 Sedang
4a 0,92 Mudah
4b 0,92 Mudah
4d 0,06 Sukar
Tabel 3.9 telah memperlihatkan adanya gradasi interpretasi yang menarik, yakni terdapat kategori soal sukar hingga soal mudah. Jika diperhatikan lebih seksama, untuk soal dengan kategori sedang juga terjadi variasi nilai koefisien, soal nomor 3a kategori sedang yang mengarah ke arah sulit, sedangkan soal nomor 3b, kategori sedangnya mengarah ke arah mudah. Soal nomor 4d yang pada awalnya bernomor 1d, soal ini memang tidak banyak yang mencoba menjawab dengan sempurna bahkan banyak juga siswa yang tidak berusaha untuk menjawab.
Hal ini barangkali dikarenakan soal tersebut tercakup pada materi yang sudah lama dipelajari oleh siswa, sehingga peneliti berpendapat bahwa siswa lupa dengan rumus yang diminta yang pada akhirnya tidak banyak siswa yang berhasil untuk soal tersebut. Ditambah lagi, dugaan peneliti adalah siswa yang barangkali tidak biasa bertemu soal yang sifatnya mengukur High Order Thinking dimana untuk kasus ini, lebih dikhususkan pada kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis.
[image:38.595.115.517.112.553.2]keputusan peneliti dalam menetapkan soal tes kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis siswa.
Tabel 3.9
Keputusan Peneliti dalam Menetapkan Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa
No
Soal Kemampuan Keputusan Catatan
1 Pemecahan Masalah Menggunakan Soal 2 Pemecahan Masalah Menggunakan Soal
3a Koneksi Menggunakan Soal
3b Koneksi Menggunakan Soal
4a Koneksi Menggunakan Soal
4b Koneksi Menggunakan Soal
4c Pemecahan Masalah Menggunakan Soal
4d Koneksi Menggunakan Soal
Nominal pada soal dipandang terlalu besar, dan siswa kesulitan dalam melakukan operasi aljabarnya,
maka peneliti
membatasi jawaban siswa tidak diharuskan menjawab sampai sempurna.
C.1.b. Skala sikap
Skala sikap digunakan untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan yang berkenaan dengan matematika, Accelerated
Learning Cycle, dan soal. Skala sikap yang dipakai dalam penelitian ini adalah
siswa. Pemberian skor skala sikap untuk setiap pilihan jawaban berturut-turut 4, 3, 2, 1 untuk pernyataan positif dan sebaliknya pemberian skor 1, 2, 3, 4 untuk pernyataan negatif.
Sikap terhadap matematika terdiri dari dua indikator, diantaranya; (1) menunjukkan minat terhadap pembelajaran matematika, dan (2) menunjukkan persepsi terhadap mata pelajaran matematika. Dari dua indikator ini dikembangkan menjadi tiga pernyataan positif dan dua pernyataan negatif.
Sikap siswa terhadap pembelajaran Accelerated Learning Cycle terdiri dari tiga indikator, diantaranya; (1) menunjukkan minat terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan ALC, (2) menunjukkan kesungguhan belajar matematika dengan menggunakan ALC, dan (3) menunjukkan manfaat yang dirasakan terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan ALC. Dari tiga indikator ini, menghasilkan enam pernyataan positif dan lima pernyataan negatif. Sedangkan sikap siswa terhadap soal, satu indikator dirasa telah cukup untuk menghasilkan tiga pernyataan positif dan dua pernyataan negatif, indikator tersebut yakni menunjukkan apresiasi terhadap soal-soal kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis.
validitas isi skala sikap juga diberikan kepada beberapa siswa kelas VIII SMP, agar bahasa skala sikap cocok untuk siswa kelas tersebut.
Untuk menganalisa respon siswa pada skala sikap yang diberikan, digunakan dua jenis skor respon yang dibandingkan yaitu, skor respon siswa yang diberikan melalui angket dan skor respon netral. Jika skor respon siswa lebih besar daripada jumlah skor respon netral, maka subjek tersebut mempunyai sikap positif. Sebaliknya jika skor respon siswa kurang dari jumlah skor respon netral maka subjek tersebut memiliki sikap negatif.
C.1.c. Lembar observasi
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran untuk setiap kali pertemuan. Data aktifitas siswa dan guru selama proses pembelajaran dikumpulkan dengan menggunakan lembar observasi terfokus. Lembar observasi terfokus ini berupa hasil pengamatan dan kritik/saran tentang jalannya pembelajaran yang sedang berlangsung sehingga dapat diketahui aspek-aspek apa yang harus diperbaiki/ditingkatkan.
Lembar observasi berupa daftar ceklis yang digunakan oleh observer untuk disesuaikan dengan keadaan pada saat penelitian berlangsung. Sebelum memulai penelitian, peneliti memberi arahan dan penjelasan tentang pembelajaran
Accelerated Learning Cycle yang berkaitan dengan kegiatan observasi. Tujuan
C.1.d. Lembar perasaanku
Lembar perasaanku merupakan lembaran perasaan siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan pendekatan Accelerated Learning Cycle. Lembar perasaanku ini memuat dua buah simbol emotion bahagia dan sedih ditambah kolom masukan untuk pembelajaran berikutnya. Sehingga, lembar perasaanku ini, fungsinya hampir sama dengan lembar observasi guru dan siswa, yakni sebagai refleksi peneliti untuk pembelajaran selanjutnya.
C.1.e. Jurnal penelitian
Sebagai catatan atau temuan peneliti selama penelitian berlangsung. Jurnal penelitian, lembar observasi, dan lembar perasaanku memiliki fungsi yang sama yakni sebagai bahan refleksi peneliti untuk pembelajaran selanjutnya. Namun bedanya dalam hal pengisi lembaran tersebut. Untuk lembar observasi dilakukan oleh observer yang dalam hal ini adalah guru bidang studi matematika di SMP N 14 Pekanbaru, lembar perasaanku diisi oleh siswa, sedangkan jurnal penelitian dilakukan oleh peneliti, sehingga hasil observasi pembelajaran lebih komprehensif.
C.2. Penunjang Penelitian C.2.a. Silabus
kompetensi. Sesuai dengan prinsip tersebut maka silabus mata pelajaran matematika memuat identitas sekolah, standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian yang meliputi jenis tagihan, bentuk tagihan dan contoh instrumen, serta alokasi waktu dan sumber belajar.
C.2.b. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
Rencana pelaksanaan pembelajaran dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai kompetensi dasar (Depdiknas, 2007). Rencana pelaksanaan pembelajaran bertujuan membantu peneliti dalam mengarahkan jalannya proses pembelajaran agar terlaksana dengan baik. RPP disusun secara sistematis memuat standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, materi ajar, model dan metode pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, bahan/sumber belajar dan penilaian hasil belajar yang mengacu pada langkah-langkah Accelerated Learning Cycle.
D. Teknik Analisis Data
Data yang dianalisis adalah hasil tes kemampuan awal matematis, kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis siswa, serta hasil skala sikap siswa. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan software SPSS 16, dan
Microsoft Office Excel 2010.
Dalam melakukan pengolahan terhadap hasil tes siswa digunakan
Microsoft Office Excel dan software SPSS 17. Hal pertama yang dilakukan adalah
melakukan analisis deskriptif yang bertujuan untuk melihat gambaran umum pencapaian siswa yang terdiri dari rerata dan simpangan baku. Kemudian dilakukan analisis inferensial untuk melihat kesamaan dua rerata, interaksi beberapa faktor antara kelas kontrol dan kelas eksperimen.
Sebelum data hasil penelitian diolah, terlebih dahulu dipersiapkan beberapa hal, antara lain:
a) Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan alternatif jawaban dan pedoman penskoran yang digunakan.
b) Membuat tabel skor tes siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.
c) Menetapkan tingkat kesalahan atau tingkat signifikansi yaitu 5%
( ).
Sebelum dilakukan uji hipotesis, perlu dilakukan uji normalitas distribusi data dan uji homogenitas variansi data. Uraian uji normalitas distribusi data dan uji homogenitas variansi data sebagai berikut.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi data yang menjadi syarat untuk menentukan jenis statistik yang digunakan dalam analisis selanjutnya. Hipotesis yang diuji adalah:
Uji normalitas ini menggunakan statistik Uji yaitu Kolmogorov-Smirnov. Kriteria pengujian, jika nilai signifikansi > maka H0 diterima.
b. Uji Homogenitas
Pengujian homogenitas antara dua kelompok data dilakukan untuk mengetahui apakah varians kedua kelompok homogen atau tidak homogen. Adapun hipotesis yang akan diuji adalah:
H0 : variansi pada tiap kelompok sama
H1 : tidak semua variansi pada tiap kelompok sama
Uji statistiknya menggunakan Uji Levene. Kriteria pengujian H0 diterima apabila nilai signifikansi > taraf signifikansi ( ).
Hipotesis penelitian diuji menggunakan statistik inferensial. Adapun uji statistik yang digunakan pada pengolahan data penelitian berupa tes sebagai berikut.
a. Uji perbedaan dua rerata
Uji perbedaan dua rerata yang digunakan tergantung dari hasil uji normalitas data dan uji homogenitas variansi data. Adapun hipotesis yang diuji dalam uji perbedaan dua rerata antara lain:
H1 : atau
2) Uji sepihak/searah (one-tailed) H0 :
H1 :
Jika kedua data berdistribusi normal, maka uji perbedaan dua rerata menggunakan uji statistik parametrik, yaitu uji Idependent-Samples T Test. Jika variansi kedua kelompok data homogen, nilai signifikansi yang diperhatikan yaitu nilai pada baris “Equal variances assumed”. Sedangkan jika variansi kedua kelompok data tidak homogen, nilai signifikansi yang diperhatikan yaitu nilai pada baris “Equal variances not assumed”. Sedangkan jika terdapat minimal satu data tidak berdistribusi normal, maka uji perbedaan dua rerata menggunakan uji statistik non-parametrik, yaitu uji Whitney. Alasan pemilihan uji Mann-Whitney yaitu dikarenakan kedua sampel diuji saling bebas (independen) (Ruseffendi, 1993). Kriteria penerimaan H0 untuk uji dua pihak yaitu bila nilai signifikansi > 0,05.
b. Uji ANOVA dua jalur
Adapun hipotesis yang diuji dalam uji ANOVA dua jalur antara lain: 1) Pengaruh pembelajaran terhadap peningkatan kemampuan pemecahan
masalah dan koneksi matematis H0 :
2) Pengaruh kemampuan awal matematis terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis
H0 : (semua sama)
H1 : (tidak semua sama)
3) Pengaruh interaksi faktor pembelajaran dan faktor kemampuan awal matematis terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis
H0 : tidak terdapat pengaruh interaksi antara faktor pembelajaran dan faktor kemampuan awal matematis
H1 : terdapat pengaruh interaksi antara faktor pembelajaran dan faktor kemampuan awal matematis
Kriteria penerimaan H0 yaitu bila nilai signifikansi > . ( = 0,05) c. Uji perbandingan tiga rerata
Uji ini dilakukan membandingkan rerata tiga kemampuan awal yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Uji yang digunakan adalah uji Scheffe karena uji ini dapat digunakan untuk membandingkan sampel yang saling bebas. Selain itu, uji ini juga berlaku untuk membandingkan sampel yang tidak sama besar (Ruseffendi, 1993). Hipotesis yang diuji adalah
H0 :
H1 :
D.2. Pengolahan Data Skala Sikap
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap siswa terhadap matematika, pembelajaran dengan ALC, dan soal. Perhitungan skor sikap siswa dilakukan dengan memberikan skor pada setiap jawaban siswa. Skor sikap siswa merupakan data ordinal, sehingga agar operasi hitung dapat dilakukan, maka data ditransformasi terlebih dahulu menjadi data interval.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengkuantifikasi data kualitatif ordinal adalah Methods of Successive Internal (MSI). Tahapan MSI yang bersumber dari Harun Al-Rasyid (1994, dalam Sundayana, 2010) adalah sebagai berikut:
a) Menentukan frekuensi responden yang mendapat skor 4, 3, 2, dan 1. b) Membuat proporsi dari setiap jumlah frekuensi.
c) Menentukan nilai proporsi kumulatif. d) Menentukan luas z tabel.
e) Menentukan nilai tinggi densitas untuk setiap nilai z.
f) Menentukan Scale Value (SV) dengan menggunakan rumus:
Sehingga nilai terkecil menjadi 1 dan mentransformasikan masing-masing skala menurut perubahan skala terkecil sehingga diperoleh transformed scale value (TSV)
Data sikap siswa yang telah di transformasi menjadi data interval, kemudian ditentukan skor netralnya. Kemudian untuk menjawab rumusan masalah deskriptif, ditentukan pula skor ideal. Skor ideal adalah skor yang ditetapkan dengan asumsi bahwa setiap siswa pada setiap pernyataan memberi jawaban dengan skor tertinggi. Selanjutnya untuk menjawab rumusan masalah tersebut, dapat dilakukan dengan cara membagi jumlah skor hasil penelitian dengan skor ideal Sugiyono (2010).
Untuk mengetahui apakah sikap positif siswa signifikan atau tidak, maka dilakukan uji hipotesis. Sikap siswa dikatakan positif jika rerata skor sikap siswa untuk setiap butir pernyataan lebih besar dari skor netralnya. Sebaliknya sikap siswa dinyatakan negatif jika rerata skor sikap kurang dari skor netral.
Untuk sikap siswa terhadap matematika, ALC, dan soal, skor netral yang digunakan untuk pengujian hipotesis adalah 2,5. Adapun hipotesis uji sepihak yang diuji antara lain:
H0 : μ = 2,5 H1 : μ > 2,5
tidak berdistribusi normal, maka akan diuji dengan uji non-parametrik
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test.
D.3. Pengolahan Data Hasil Observasi
Data hasil observasi yang dianalisis adalah aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Tujuannya adalah untuk membuat refleksi terhadap proses pembelajaran, agar pembelajaran berikutnya dapat menjadi lebih baik dari pembelajaran sebelumnya dan sesuai dengan perencanaan yang telah disusun. Data yang diperoleh dari observasi merupakan data interval, sehingga pengolahan data hasil observasi dilakukan dengan menghitung persentase jawaban dari observer. Kemudian dihitung persentase rerata masing-masing pernyataan.
E. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian mengenai kegiatan pembelajaran dengan pendekatan
Accelerated Learning Cycle untuk meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah dan koneksi matematis ini, dirancang untuk memudahkan dalam pelaksanaan penelitian. Prosedur dalam penelitian ini adalah :
E.1 Melakukan studi kepustakaan, yaitu mengidentifikasi dan merumuskan masalah, dan melakukan studi literatur.
E.2 Menyusun instrumen penelitian dan bahan ajar.
E.3 Memvalidasikan isi dan muka instrumen oleh para ahli. E.4 Menguji coba instrumen secara terbatas.
Sindi Amelia, 2012
Pengaruh Accelerated Learning Cycle Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertam
: Studi Kuasi-Eksperimen Pada Salah Satu Smp Negeri Di Pekanbaru
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
E.6 Menentukan subjek penelitian, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
E.7 Menentukan kategori kemampuan awal matematis siswa yang diperoleh dari data hasil mid semester matematika siswa.
E.8 Melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan ALC pada kelompok eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelompok kontrol. E.9 Memberikan tes pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol untuk
mengetahui kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis. E.10 Memberikan skala sikap dan melakukan observasi (lembar observasi,
lembar perasaanku, serta jurnal penelitian) terhadap kelas eksperimen mengenai sikap siswa terhadap pelajaran matematika, pendekatan ALC, dan soal-soal kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis. E.11 Mengolah dan menganalisis data.
E.12 Menganalisis temuan dari hasil pengolahan dan analisis data. E.13 Menyimpulkan hasil penelitian.
Untuk lebih jelasnya mengenai prosedur penelitian dapat diperhatikan pada
flowchart di bawah ini:
Uji coba instrumen terbatas
Pembelajaran dengan Accelerated
Studi Kepustakaan: identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, studi literatur, dll
Uji coba instrumen Penyusunan instrumen dan bahan ajar
Judgment instrumen oleh ahli
Perbaikan instrumen Analisis hasil uji coba
Penentuan Subjek Penelitian
Gambar 3.1.
[image:52.595.120.507.226.608.2]BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, diperoleh beberapa simpulan berikut.
A.1. Secara keseluruhan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan Accelerated Learning
Cycle lebih baik daripada pembelajaran konvensional. Bila memperhatikan
kemampuan awal matematis, pada semua kategori kemampuan awal matematis, yakni; kategori rendah, sedang, dan tinggi, kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pendekatan
Accelerated Learning Cycle lebih baik daripada pembelajaran
konvensional.
A.2. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa tidak berbeda signifikan antar kemampuan awal matematis. Artinya, perbedaan kemampuan awal matematis tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. A.3. Tidak ditemukan pengaruh interaksi yang signifikan antara faktor
A.4. Secara keseluruhan kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan Accelerated Learning Cycle lebih baik daripada pembelajaran konvensional. Bila memperhatikan kemampuan awal matematis, pada kategori kemampuan awal matematis rendah, kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pendekatan Accelerated Learning Cycle lebih baik daripada pembelajaran konvensional. Sedangkan untuk kategori tinggi dan sedang tidak ditemukan perbedaan yang signifikan.
A.5. Kemampuan koneksi matematis siswa tidak berbeda signifikan antar kemampuan awal matematis. Artinya, perbedaan kemampuan awal matematis tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa.
A.6. Tidak ditemukan pengaruh interaksi yang signifikan antara faktor pembelajaran dan kemampuan awal matematis terhadap kemampuan koneksi matematis.
A.7. Siswa memiliki sikap positif terhadap matematika, pendekatan Accelerated
Learning Cycle, dan soal.
B. Implikasi
Implikasi yang ditemukan dari simpulan di atas adalah sebagai berikut: B.1. Pembelajaran matematika dengan pendekatan Accelerated Learning Cycle
B.2. Penerapan pembelajaran Accelerated Learning Cycle dapat mengubah paradigma lama menjadi paradigma baru dimana dimana guru sebagai pusat pembelajaran menjadi siswa sebagai pusat pembelajaran dan guru sebagai motivator dan fasilitator.
C. Rekomendasi
Berdasarkan simpulan dan implikasi penelitian, berikut ini disajikan beberapa rekomendasi yang bersesuaian, di antaranya:
C.1. Perlu diteliti bagaimana pengaruh pembelajaran Accelerated Learning
Cycle terhadap kemampuan matematis lainnya.
C.2. Penelitian ini hanya terbatas pada materi Garis Singgung Lingkaran. Diharapkan pada peneliti lainnya untuk mengembangkan pendekatan
Accelerated Learning Cycle pada materi-materi pelajaran lainnya.
C.3. Sampel penelitian yang diambil hanya dua kelas sehingga hasil penelitian ini belum tentu sesuai dengan sekolah atau daerah lain yang memiliki karakteristik dan psikologi siswa yang berbeda. Diharapkan kepada peneliti lainnya agar bisa menggunakan sampel yang lebih besar, dengan tujuan memperkuat generalisasi dan mendapatkan generalisasi yang lebih akurat.
C.4. Kemampuan pemecahan masalah dapat dikembangkan pada fase presentasi kreatif dan fase aktivasi pada pembelajaran Accelerated
C.5. Kemampuan koneksi matematis dapat dikembangkan pada fase persiapan siswa, fase koneksi, dan fase integrasi pada pembelajaran Accelerated
Learning Cycle ini.
C.6. Materi-materi yang perlu dipertimbangkan dalam penerapan pembelajaran
Accelerated Learning Cycle ini adalah materi menggambar lingkaran