REVISI
AMPELOCISSUS
(
VITACEAE
) DI SUMATERA
SYADWINA HAMAMA DALIMUNTHE
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Revisi Ampelocissus (Vitaceae)” di Sumatera adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
RINGKASAN
SYADWINA HAMAMA DALIMUNTHE. Revisi Ampelocissus (Vitaceae) di Sumatera. Dibimbing oleh TATIK CHIKMAWATI dan ELIZABETH ANITA WIDJAJA.
Sumatera merupakan wilayah yang kaya akan hutan hujan tropis yang menjadi habitat utama tumbuhan merambat, termasuk marga Ampelocissus. Ampelocissus memiliki ciri rambut berwarna putih hingga merah di seluruh permukaan tumbuhan, sulur pada tangkai perbungaan, perbungaan malai hingga tirsus, bunga berbilangan 4-5, cakram bunga beralur 5-10, dan potongan melintang biji berbentuk huruf T. Publikasi mengenai konsep jenis dan marga Ampelocissus sangat berkembang, tetapi kajian Ampelocissus secara lengkap dan rinci di Sumatera belum pernah dilakukan. Studi tentang permasalahan taksonomi marga ini diperlukan dengan pengkajian morfologi dan anatomi, khususnya mengenai konsep jenis, keanekaragaman, dan distribusi spasial marga Ampelocissus di Sumatera.
Prosedur penelitian mengikuti standar revisi dan pengambilan sampel mengikuti metode jelajah flora. Sebanyak 71 nomor koleksi Herbarium Bogoriense (BO), 12 nomor koleksi eksplorasi di Pulau Sumatera, serta potret-potret spesimen holotype diamati. Preparat sayatan paradermal disiapkan dengan metode Cutler dan preparat sayatan melintang disiapkan dengan teknik potongan beku (freeze sections technique). Sebanyak 25 ciri morfologi digunakan dalam analisis hubungan keserupaan dengan koefisien simple matching, dan menggunakan metode pengelompokan UPGMA (Unweighted Pair Group Method with Arithmetic Mean).
Sepuluh jenis dan satu varietas Ampelocissus ditemukan di Pulau Sumatera. Tujuh jenis sesuai diidentifikasi sesuai dengan studi sebelumnya, meliputi A. arachnoidea Planch., A. gracilis (Wall.) Planch., A. imperialis (Miq.) Planch., A. korthalsii Planch., A. ochracea (Teijsm. & Binn.) Merr., A. polythyrsa (Miq.) Gagnep., dan A. thyrsiflora (Blume) Planch. Tiga jenis dan satu varietas merupakan rekaman baru, A. elegans (Kurz) Gagnep., A. filipes Planch., A. rubiginosa Lauterb., dan A. ochracea var. trilobata Merr.
Setiap jenis Ampelocissus dibedakan atas beberapa ciri morfologi, yaitu tipe indumentum; tipe, bentuk, pangkal, tepi, dan pertulangan daun; bentuk daun penumpu; keberadaan dan ukuran daun pelindung; tipe perbungaan, bentuk kuncup bunga, dan tipe pelekatan kepala sari. Pengamatan anatomi dilakukan terhadap sepuluh jenis Ampelocissus di Sumatera, sedangkan jenis A. korthalsii tidak dapat diamati. Antara jenis Ampelocissus bervariasi pada beberapa ciri anatomi, meliputi bentuk dinding antiklinal sel epidermis adaksial dan abaksial, jumlah lapisan jaringan tiang, bentuk epidermis atas, tebal daun, keberadaan papila, tipe dan bentuk kristal kalsium oksalat, serta kedudukan stomata pada sisi abaksial daun.
Analisis gugus Ampelocissus di Pulau Sumatera berdasarkan 25 ciri morfologi menunjukkan koefisien kemiripan 0.35-0.96. Marga Ampelocissus terbagi menjadi tiga kelompok besar pada koefisien 0.55. Jenis-jenis Ampelocissus memisah berdasarkan ciri habitus, tipe daun, bentuk daun, keberadaan daun pelindung, tipe perbungaan, bentuk dan keberadaan indumentum kuncup bunga, serta tipe pelekatan kepala sari. Analisis gugus Ampelocissus di Pulau Sumatera berdasarkan 16 ciri anatomi menunjukkan koefisien kemiripan 0.48-0.81. Gugus yang ditentukan oleh ciri anatomi memiliki kesamaan dengan gugus berdasarkan ciri morfologi. Ciri anatomi merupakan ciri tambahan untuk membedakan jenis-jenis dalam marga Ampelocissus. Ciri anatomi yang memiliki nilai taksonomi penting adalah tipe bentuk dinding antiklinal, tipe rambut, keberadaan papila, dan tipe kristal oksalat.
SUMMARY
SYADWINA HAMAMA DALIMUNTHE. Revision of Ampelocissus in Sumatra. Supervised by TATIK CHIKMAWATI and ELIZABETH ANITA WIDJAJA.
Sumatra is known as a rich region with tropical rain forests where the main habitat of vines plant, including Ampelocissus is present. Ampelocissus characterized by white to red-colored trichomes, a tendril on inflorescense, cyme to thyrse inflorescense, 4-5 merous flowers, 5-10 ridge on floral disc, and T-shaped on seed cross section. The publications on species and genus concept of Ampelocissus are highly developed, yet the study of Sumatran Ampelocissus has not been undertaken. The study of Ampelocissus taxonomic aspect is necessary to be carried out by observing the morphological and anatomical characters, especially the species concept, diversity, and spatial distribution of Ampelocissus in Sumatra.
The study followed the standard procedure of taxonomic revision. A total 71 collection numbers of Herbarium Bogoriense specimens, 12 collection numbers collected during Sumatra exploration, and several holotype specimen photographs were observed. Paradermal section was prepared using Cutler procedure while the transversal section was done using freeze sections technique. Anatomical study was observed on ten species of Sumatran Ampelocissus. As many as 25 morphological characters were used to analyze the similarity relationship based on simple matching coefficient, using UPGMA clustering method.
Ten species and one variety of Ampelocissus are found in Sumatra. Seven species known from previous study, i.e.: A. arachnoidea (Hassk.) Planch., A. gracilis (Wall.) Planch., A. imperialis (Miq.) Planch., A. korthalsii Planch., A. ochracea (Teijsm. & Binn.) Merr., A. polythyrsa (Miq.) Gagnep., and A. thyrsiflora (Blume) Planch. Three species and one variety are new records, i.e.: A. elegans (Kurz) Gagnep., A. filipes Planch., A. rubiginosa Lauterb., and A. ochracea var. trilobata Merr.
Morphologically, Ampelocissus species was distinguished by several characters, i.e.: indumentum type; leaf type, shape, base, margin, venation of leaves; stipule shape; bractea presence and size; inflorescence types, flower bud shape, and anther attachment type. Among Ampelocissus species varied in several anatomical characters, i.e.: the shape of abaxial and adaxial anticlinal epidermal cell wall, number of palisade cell, shape of upper epidermal cell, leaf thickness, the presence of papilla, type and shape of calcium oxalate crystals, and stomatal position in abaxial leaves.
Ampelocissus species in Sumatra were found at 5-1400 m asl and distributed from northern to southern part of Sumatra as well as the archipelago region of Sumatra. Ampelocissus thyrsiflora showed the widest distribution on Sumatra.
presence of bract, inflorescene type, shape and presence of indumentum in flower bud, and anther attachment type. Cluster analysis of Ampelocissus in Sumatra based on 16 anatomical characters showed similarity coefficient of 0.48-0.81. The cluster based on anatomical characters can be used as additional tools to distinguish among species in Ampelocissus. The anatomical characters with high taxonomic value are shape of anticlinal epidermal cell wall, type of hair, the presence of papilla, the type and shape of calcium oxalate crystals.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Biologi Tumbuhan
REVISI
AMPELOCISSUS
(
VITACEAE
) DI SUMATERA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2016
Judul Tesis : Revisi Ampelocissus (Vitaceae) di Sumatera Nama : Syadwina Hamama Dalimunthe
NIM : G353130421
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Tatik Chikmawati MSi Ketua
Prof Dr Elizabeth A Widjaja MSc Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Biologi Tumbuhan
Dr Ir Miftahudin MSi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dahrul Syah MScAgr
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Revisi Ampelocissus (Vitaceae) di Sumatera. Penelitian ini berlangsung dari bulan Juli 2014 hingga Juli 2015.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Tatik Chikmawati MSi dan Prof Dr Elizabeth Anita Widjaja MSc selaku pembimbing yang telah banyak memberikan nasihat, saran serta bimbingan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada bapak dan ibu pengajar Biologi Tumbuhan (BOT) atas semua ilmu, pengalaman, bimbingan, dan nasihat selama ini. Terima kasih kepada Dirjen Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas pemberian Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPP-DN) 2013, International Association of Plant Taxonomy (IAPT) 2014 atas beasiswa eksplorasi, pihak-pihak Taman Nasional dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam atas perizinan penelitian. Ucapan terima kasih untuk teman-teman Biologi Tumbuhan angkatan 2013 atas kebersamaan, kecerian, kehangatan dan semangat yang telah diberikan. Terima kasih kepada Bapak Tri Harsono, Yusran, Junior, Dewi, Yeni, Lias, Septy, Evan, Hariri, dan Dwi yang telah membantu pekerjaan di lapangan.
Ucapan terima kasih penulis berikan kepada orang tua (Bapak Syamsul Bahri Dalimunthe dan Ibu Nazimah AR), abang Ahriza Falahi, kakak Jehan Novida, Julia Layla, Rahma Laysa, Yumna Sofia, serta adik Fathi Ahmad atas
segala do’a, kasih sayang, semangat, dan dukungannya selama ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 3
2 TINJAUAN PUSTAKA 4
Vitaceae 4
Ampelocissus 5
Taksonomi Ampelocissus 6
Anatomi Vitaceae 8
3 METODE PENELITIAN 9
Waktu dan Lokasi Penelitian 9
Bahan 10
Prosedur Penelitan 10
Pengamatan Morfologi 11
Pengamatan Anatomi 12
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14
Variasi Ciri Morfologi Organ Vegetatif 14
Variasi Ciri Morfologi Organ Generatif 19
Variasi Ciri Anatomi Daun 22
Pengelompokan Jenis-jenis Ampelocissus 31
Sebaran 34
Sintesis Taksonomi Ampelocissus 36
Taksonomi Ampelocissus Planch. 37
Kunci Identifikasi Morfologi Marga Ampelocissus 38 Kunci Identifikasi Anatomi Marga Ampelocissus 39 Deskripsi Jenis-jenis Ampelocissus di Sumatera 39
5 SIMPULAN 62
DAFTAR PUSTAKA 63
DAFTAR TABEL
1 Ciri morfologi marga Ampelocissus yang digunakan dalam analisis
keserupaan 11
2 Ciri anatomi marga Ampelocissus yang digunakan dalam analisis
keserupaan 13
3 Variasi ciri morfologi marga Ampelocissus di Sumatera 16 4 Variasi ciri anatomi marga Ampelocissus di Sumatera 24 5 Perbandingan morfologi jenis A. imperialis dan A. ochracea 51
DAFTAR GAMBAR
1 Ilustrasi morfologi suku Vitaceae (Cissus erosa). A= daun dan bagian batang bersulur, B= batang dengan daun dan perbungaan, C= perbungaan, D= kuncup bunga, E= kelopak bunga, F= bunga dengan benang sari (antepetalous), G= ovarium, H= kepala sari, I= bakal buah dan cakram (pada beberapa jenis), J= perbuahan, K= biji, bagian abaksial dengan kalazal pada bagian tengah, L= biji, tulang biji (raphe)
dan dua alur pada bagian tengah (Wen 2007) 4
2 Bentuk potongan melintang biji suku Vitaceae dan kerabat dekat. A. Leeaceae, B. Cissus, C. Vitis, D. Tetrastigma, E. Ampelocissus, F.
Cayratia (Wen 2007) 5
3 Ciri morfologi marga Ampelocissus gracilis. A. batang dengan buah, B. bentuk perbungaan dan sulur, C. bunga, D. rambut halus pada
permukaan tumbuhan (Yeo et al. 2013) 6
4 Bentuk kristal kalsium oksalat pada suku Vitaceae. A= bintang, B=
jarum mempundi (Metcalfe dan Chalk 1950) 8
5 Lokasi pengambilan sampel penelitian di Pulau Sumatera. 1= Taman
memasai, C. membulu sikat, D. menggimbal 15
7 Letak indumentum pada abaksial daun Ampelocissus. A. menutupi seluruh bagian, B. kosong pada tulang daun utama sekunder, C-D.
hanya pada tulang daun utama dan sekunder 15
9 Morfologi daun majemuk marga Ampelocissus. A-D. bentuk daun dan jumlah pinak daun: A. bulat telur sungsang-asimetri berpinak tiga, B. bulat telur sungsang-asimetri berpinak lima, C. bulat melonjong lanset-asimetri berpinak lima, D. bulat melonjong-lanset-asimetri berpinak lima, E. daun majemuk menjari kaki, F. daun dimorfis, G. bentuk ujung daun, H. bentuk pangkal daun. 1= menjari, 2= menjari kaki, 3= bertaring, 4=
melancip, 5= runcing, 7= membaji, 8= menirus 18
10 Perbungaan. A-B. tipe perbungaan: A. malai, B. tirsus; C-D. Pelekatan
kuncup bunga: C. duduk (sesil), D. bertangkai 20
11 Cabang perbungaan. A-B. jarak ruas: A. panjang, B. pendek; C-D. keberadaan daun pelindung: C. ada, D. tidak ada 20 12 Kuncup bunga. A-B. kedudukan: A. berhadapan, B. berkarang; C-D.
keberadaan indumentum: C. wol, D. licin 21
13 Bentuk kuncup bunga. A. membulat, B. melonjong 21 14 Bentuk serta ukuran putik dan tangkai putik bunga. A. melonjong dan
panjang, B. melonjong dan pendek, C. memipih dan pendek 22 15 Tipe pelekatan kepala sari. A. basifixed, B. dorsifixed 22 16 Bentuk dinding antiklinal sel epidermis adaksial. A. tidak beraturan
bersegi, B. tidak beraturan membulat, C. berliuk 23 17 Bentuk dinding antiklinal sel epidermis abaksial. A. tidak beraturan
membulat; B. tidak beraturan melonjong; C. tidak beraturan berliuk; D.
berliuk bergelombang 25
18 Tipe rambut pada permukaan daun. A. adaksial daun, B-D. abaksial daun, sg= rambut kelenjar uniselular, sgm= rambut kelenjar
multiselular; ss= rambut beruntun tunggal 25
19 Keberadaan papila pada stomata di permukaan abaksial. A. licin, B.
berpapila rebah, C. berpapila tegak 27
20 Tipe rambut pada permukaan abaksial dan adaksial. A. permukaan adaksial dan rambut beruntun tunggal, B-D. permukaan abaksial, B. rambut beruntun tunggal, C. rambut kelenjar uniselular, D. rambut
kelenjar multiselular 28
21 Ukuran ketebalan daun jenis Ampelocissus. A. tipis, B. tebal 28 22 Jumlah lapisan jaringan tiang daun Ampelocissus. A. satu lapis, B. dua
lapis. 1= jaringan tiang satu lapis, 2= jaringan tiang dua lapis 29 23 Bentuk epidermis atas daun. A. tebal, B. tipis 29 24 Tipe kristal kalsium oksalat jarum. A. membundar, B. mempundi, C.
menjarum 30
25 Bentuk stomata pada permukaan abaksial daun Ampelocissus. A. rata,
B. rata berpapila, C. menonjol 30
26 Fenogram jenis Ampelocissus di Sumatera berdasarkan 25 ciri
morfologi 31
27 Fenogram jenis Ampelocissus di Sumatera berdasarkan 16 ciri anatomi 33 28 Kisaran sebaran jenis-jenis Ampelocissus di Sumatera 35 29 Persebaran Jenis Ampelocissus di Sumatera. =A. arachnoidea; =A.
elegans; = A. filipes; + = A. gracilis; = A. imperialis; =A.
ochracea; = A. polythyrsa; = A. rubiginosa; =A. thyrsiflora;
30 Ampelocissus arachnoidea (Docters Van Leeuwen-Reijnvaan 5387). A.
spesimen herbarium, B. bunga bertangkai 40
31 Sayatan paradermal dan melintang daun A. arachnoidea. A. rambut abaksial daun, B. stomata, C. dinding antiklinal sel epidermis, D. sayatan melintang, E. kedudukan stomata. 1= jaringan tiang satu lapis, dr= kristal kalsium oksalat bintang, k= kristal kalsium oksalat jarum, s= stomata, sg= rambut kelenjar uniselular, ss= rambut beruntun tunggal 40 32 Ampelocissus elegans (Teysmann s.n.). A. spesimen herbarium, B.
kuncup bunga sesil, C. bagian-bagian bunga 41
33 Sayatan paradermal dan melintang daun A. elegans. A. permukaan adaksial daun, B. permukaan abaksial daun, C. stomata, D. sayatan melintang, E. kedudukan stomata. 1= jaringan tiang satu lapis, k= kristal kalsium oksalat jarum, s= stomata, sg= rambut kelenjar
uniselular, ss= rambut beruntun tunggal 42
34 Ampelocissus filipes (JA Lorzing 4638). A. spesimen herbarium, B. kuncup bunga berindumentum, C. bagian-bagian bunga 43 35 Sayatan paradermal dan melintang daun A. filipes. A. dinding antiklinal
sel epidermis adaksial daun; B. permukaan abaksial daun; C. sayatan melintang. 1= jaringan tiang satu lapis, k= kristal kalsium oksalat jarum, s= stomata, sg= rambut kelenjar uniselular, ss= rambut beruntun
tunggal 44
36 Ampelocissus gracilis (W Takeuchi, E Sambas 18282). A. spesimen herbarium, B. bagian-bagian bunga, C. cakram dan kelopak bunga 45 37 Sayatan paradermal dan melintang daun A. gracilis. A. dinding
antiklinal sel epidermis adaksial daun, B. permukaan abaksial daun, C. stomata, D. sayatan melintang, E. kedudukan stomata. 1= jaringan tiang satu lapis, dr= kristal kalsium oksalat bintang, k= kristal kalsium oksalat jarum, s= stomata, sg= rambut kelenjar uniselular, ss= rambut
beruntun tunggal 46
38 Variasi tipe indumentum pada Ampelocisus gracilis. A. memasai, B.
membulu sikat 46
39 Ampelocissus imperialis (Teysmann 597). A. spesimen herbarium 47 40 Sayatan paradermal dan melintang daun A. imperialis. A. dinding
antiklinal adaksial daun, B. permukaan abaksial daun, C. sayatan melintang. 1= jaringan tiang satu lapis, k= kristal kalsium oksalat jarum, s= stomata, sgm= rambut kelenjar multiselular 48 41 Ampelocissus korthalsii (Korthals PW s.n.). Spesimen holotipe yang
tersimpan di Herbarium Meise 49
42 Ampelocissus ochracea (CHNB s.n.). A. spesimen herbarium; B. kepala
sari; C. variasi bunga berbilangan 3 50
43 Sayatan paradermal dan melintang daun A. ochracea. A. dinding antiklinal sel epidermis adaksial daun, B. permukaan abaksial daun; C. sayatan melintang. k= kristal kalsium oksalat jarum, s= stomata, sg=
rambut kelenjar uniselular 51
45 Sayatan paradermal dan melintang daun A. ochracea var. trilobata.A. permukaan adaksial daun, B. permukaan abaksial daun, C. dinding antiklinal sel epidermis, D. stomata, E. kedudukan stomata, F. sayatan melintang. 1= jaringan tiang satu lapis, k= kristal kalsium oksalat jarum, s= stomata, sg= rambut kelenjar uniselular, ss= rambut beruntun
tunggal 53
46 Ampelocissus polythyrsa (Teysmann s.n.). A. spesimen herbarium, B. kuncup bunga sesil, C. kepala sari dan tangkai sari dengan tipe
pelekatan basifixed 54
47 Sayatan paradermal dan melintang daun A. polythyrsa. A. dinding antiklinal adaksial daun, B. permukaan abaksial daun, C. stomata, D. sayatan melintang, E. kedudukan stomata. 1= jaringan tiang satu lapis, k= kristal kalsium oksalat jarum, s= stomata, sg= rambut kelenjar
uniselular, ss= rambut beruntun tunggal 55
48 Ampelocissus rubiginosa (Soepadmo 251). A. spesimen herbarium, B. daun, C. kuncup bunga berbentuk melonjong, D. kepala sari dan tangkai
sari dengan tipe pelekatan dorsifixed 56
49 Sayatan paradermal dan melintang daun A. rubiginosa. A. dinding antiklinal sel epidermis adaksial daun, B. permukaan abaksial daun, C. stomata, D. sayatan melintang, E. kedudukan stomata. 1= jaringan tiang satu lapis, 2= jaringan tiang dua lapis, k= kristal kalsium oksalat jarum, s= stomata, sg= rambut kelenjar uniselular, ss= rambut beruntun
tunggal 57
50 Ampelocissus thyrsiflora (Dalimunthe SH 6). A. spesimen herbarium, B. bunga berbilangan empat, C. kuncup bunga berbentuk membulat, D.
tipe perbuahan beri 58
51 Sayatan paradermal dan melintang daun A. thyrsiflora. A. dinding antiklinal sel epidermis adaksial daun, B. permukaan abaksial daun, C. stomata, D. sayatan melintang, E. kedudukan stomata. 1= jaringan tiang satu lapis, k= kristal kalsium oksalat jarum, p= papila, s= stomata, sg=
rambut kelenjar uniselular 59
1
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ampelocissus merupakan salah satu marga dari suku Vitaceae. Marga ini terdiri atas 95 jenis yang tersebar di Asia, Australia, Afrika, dan Amerika Tengah (Wen 2007). Kawasan Malesia merupakan wilayah sebaran utama marga Ampelocissus dan sebanyak 39 jenis Ampelocissus ditemukan pada kawasan ini (Wen et al. 2013a). Borneo dan Filipina dianggap sebagai pusat keanekeragaman marga Ampelocissus (Latiff 1982). Dua jenis Ampelocissus tercatat di Pulau Jawa (Backer dan Bakhuizen van den Brink 1963) dan juga ditemukan satu jenis baru yaitu A. asekii di Papua (Wen et al. 2013b). Habitat Ampelocissus berada pada hutan subtropis dan tropis, yaitu pada sepanjang tepi sungai dan daerah terbuka dataran rendah hutan Dipterocarpus (Yeo et al. 2013), tetapi ada beberapa jenis Ampelocissus yang dapat hidup di daerah hutan sekunder.
Ampelocissus mudah dibedakan dengan marga lain dalam suku Vitaceae dan beberapa kerabatnya dari beberapa ciri yaitu, rambut berwarna putih hingga merah di seluruh permukaan tumbuhan, sulur pada tangkai perbungaan, perbungaan malai hingga tirsus, bunga berbilangan 4-5, cakram bunga (glandular yang menempel pangkal bakal buah), putik beralur 5-10, dan potongan melintang biji berbentuk huruf T.
Jenis-jenis Ampelocissus mempunyai potensi sebagai buah konsumsi, tumbuhan obat, dan tanaman hias. Jenis A. arachnoidea Planch. merupakan tumbuhan asli Indonesia yang berpotensi sebagai tumbuhan penghasil buah yang dapat dimakan (Uji 2007). Ampelocissus thyrsiflora (Blume) Planch. dikenal
sebagai ‘gegaten harimau’ yang dalam bahasa Dairi artinya makanan harimau,
digunakan masyarakat lokal Kabupaten Dairi-Sumatera Utara sebagai obat tradisional penambah stamina (Sari 2009). Masyarakat Suku Dayak Benuaq menggunakan A. imperialis Miq.) Planch. (Miq.) Planch. sebagai obat bisul dan bengkak (Falah et al. 2013). Tidak hanya di Indonesia, A. latifolia (Roxb.) Planch. dimanfaatkan oleh masyarakat Rajasthan-India untuk menyembuhkan penyakit TBC, gastrisitis, dan juga sebagai penawar racun (Choudhary et al. 2008) dan di Afrika, kandungan polifenol dari A. grantii (Baker) Planch. dimanfaatkan sebagai antioksidan dan antimikrob (Zongo et al. 2010). Adapun kegunaan jenis-jenis Ampelocissus selain sebagai obat dan penghasil buah, yakni sebagai tanaman hias. Tiga jenis Ampelocissus asal Singapura, yaitu A. elegans Gagnep. dan A. ascendiflora Latiff. yang memiliki morfologi perbungaan yang khas dan daun yang menarik, serta A. polystachya (Wall.) Planch. mempunyai batang yang besar dengan struktur yang sesuai untuk penghias taman dan gazebo (Yeo et al. 2013).
Marga Ampelocissus pertama kali dipublikasi oleh Planchon pada tahun 1887, yang membagi marga Ampelocissus menjadi empat seksi berdasarkan bentuk perbungaan, daun, biji dan wilayah sebaran. Adapun keempat seksinya adalah seksi Ampelocissus, Kalocissus, Eremocissus dan Nothocissus. Pembagian klasifikasi ini diikuti oleh banyak ahli termasuk Gilg, Gagnepain, Merrill, Lauterbach, Graib, Suessenguth (Latiff 1982).
2
berbeda dengan seksi yang diusulkan oleh Planchon (1887). Marga Vitis L. dibagi menjadi empat seksi, yaitu seksi Ampelocissus, seksi Tetratigma, seksi Ampelopsis dan seksi Cissus. Latiff (1982) menaikkan status seksi Nothocissus menjadi marga Nothocissus (Planch.) Latiff. Jenis yang termasuk seksi ini adalahAmpelocissus spicifer (Griff.) Planch. yang direvisi menjadi Nothocissus spicifera (Griff.) Latiff. Namun, pemindahan kategori takson yang dilakukan oleh Latiff masih tidak tepat dan perlu diteliti lebih lanjut (Soejima dan Wen 2006). Studi terakhir mengenai perubahan infragenerik pada marga Ampelocissus, menyarankan seksi Ampelocissus dibagi atas subseksi Paniculate dan Cymose; seksi Kalocissus terbagi menjadi subseksi Kalocissus dan Botrya; dan seksi baru yaitu Ridleya dibagi menjadi subseksi Ridleya dan Borneocissus (Latiff 2001). Studi terbaru tentang filogenetik berdasarkan penanda kloroplas trnL-F dan atpB-rbcL, menyarankan bahwa jenis-jenis Ampelocissus yang berasal dari Asia lebih berkerabat dekat dengan jenis-jenis pada marga Pterisanthes dan Nothocissus jika dibandingkan dengan jenis Ampelocissus yang berasal dari Amerika Tengah. Jenis Ampelocissus martini Planch. dari Asia Tenggara terpisah dengan jenis lain yang berasal dari Asia (Soejima dan Wen 2006).
Pulau Sumatera merupakan pulau terbesar kelima di dunia dengan luas area 475.000 km2 dan meliputi 25% wilayah Indonesia (Laumonier 1997). Wilayah ini termasuk dalam kawasan Malesia yang memiliki keanekaragaman flora yang tinggi setelah Papua dan Borneo, serta kaya akan hutan hujan tropis yang menjadi habitat utama tumbuhan merambat (Davis et al. 1995; Roos et al. 2004), termasuk marga Ampelocissus. Tujuh jenis Ampelocissus terdapat di Pulau Sumatera dan menjadi tempat kedua lokasi temuan terbanyak Ampelocissus setelah Borneo (14 jenis) (Merril 1921). Adapun jenis yang ditemukan di Sumatera yaitu A. arachnoidea Planch., A. gracilis (Wall.) Planch., A. imperialis (Miq.) Planch., A. korthalsii Planch., A. ochraceae (Teijsm. & Binn.) Merr., A. polythyrsa (Miq.) Gagnep., A. spicifer (Griff.) Planch., dan A. thyrsiflora (Blume) Planch. (Planchon 1887; Ridley 1922; Merril 1938; Latiff 1982) yang tersebar di Sumatera bagian utara, barat dan selatan.
3
Tujuan Penelitian
4
2
TINJAUAN PUSTAKA
Vitaceae
Vitaceae adalah kelompok tumbuhan merambat, herba sukulen hingga berkayu. Suku ini sangat mudah dikenali dari beberapa ciri yaitu daun tunggal, majemuk menjari-menjari kaki, sulur yang letaknya berhadapan dengan daun, kelenjar mutiara yang muncul di permukaan daun, perenkima yang mengandung kristal kalsium oksalat, bunga malai hingga tirsus, buah beri bertangkai atau duduk, dan morfologi biji yang unik dengan sepasang lipatan dorsal atau ventral pada kalaza (Gambar 1).
Gambar 1 Ilustrasi morfologi suku Vitaceae (Cissus erosa). A= daun dan bagian batang bersulur, B= batang dengan daun dan perbungaan, C= perbungaan, D= kuncup bunga, E= kelopak bunga, F= bunga dengan benang sari (antepetalous), G= ovarium, H= kepala sari, I= bakal buah dan cakram (pada beberapa jenis), J= perbuahan, K= biji, bagian abaksial dengan kalazal pada bagian tengah, L= biji, tulang biji (raphe) dan dua alur pada bagian tengah (Wen 2007)
5 Cyphostemma (Planch.) Alston, Nothocissus (Miq.) Latiff, Parthenocissus Planch., Pterisanthes Blume, Rhoicissus Planch., Tetrastigma (Miq.) Planch., Vitis L., dan Yua C.L. Li (Ren 2011). Setiap marga memiliki pola distribusi geografisnya sendiri, seperti marga Ampelopsis Michx. (20 jenis), tersebar pada wilayah beriklim hangat; Parthenocissus Planch. (15 jenis), dan Vitis L. (~60 jenis), tersebar di Asia Timur dan Amerika Utara. Ampelocissus Planch. (~90 jenis), Cayratia Juss. (~50 jenis), Leea Royen ex L. (~30 jenis) dan Tetrastigma Planch. (~90 jenis) sebagian besar tersebar di Asia selatan dan Malesia; namun Ampelocissus juga ditemukan di Afrika. Cissus L. (~300 jenis) tersebar di seluruh dunia dengan keanekaragaman terbesar di Amerika Selatan dan Afrika tropis. Cyphostemma (Planch.) Alton (~200 jenis), Rhoicissus Planch. (~12 jenis) terutama tersebar di Afrika. Nothocissus (Planch.) Latiff (6 jenis) dan Pterisanthes Bl. (20 jenis), endemik di Malaysia dan Borneo. Yua C.L. Li (3 jenis) endemik di China dan India, Clematicissus Planch. (1 jenis) endemik di Australia, dan Acareosperma Gagnep. (1 jenis) adalah jenis langka dari Laos (Chen dan Manchester 2007).
Suku Vitaceae memiliki morfologi biji yang unik dengan sepasang lipatan dorsal atau ventral kalaza pada bagian tengah biji. Potongan biji secara melintang pada tiap marga memiliki bentuk yang bervariasi, sehingga dapat dijadikan karakter pembeda antara marga dalam suku Vitaceae (Gambar 2). Karakter biji dapat digunakan untuk membedakan marga dari suku Vitaceae, dan dapat memberikan dasar yang baik guna menginterpretasikan sisa-sisa fosil untuk merekonstruksi sejarah evolusi serta fitogeografi grup basal Rosid (Chen dan Manchester 2007).
Gambar 2 Bentuk potongan melintang biji suku Vitaceae dan kerabat dekat. A. Leeaceae, B. Cissus, C. Vitis, D. Tetrastigma, E. Ampelocissus, F.Cayratia (Wen 2007)
Ampelocissus
6
potongan melintang biji berbentuk T dan jumlah kromosomnya 20 (2n=40) (Wen 2007; Wen et. al. 2013a). Antara jenis dalam marga ini dapat dibedakan berdasarkan bagian vegetatif dan generatif (Gambar 3). Adapun beberapa ciri yang dapat membedakan satu jenis dengan jenis lainnya pada marga Ampelocissus, yaitu daun tunggal bercuping 3-5 hingga majemuk menjari 3-9; daun mahkota berbentuk memanjang, membulat-memanjang, menyebar atau membengkok pada antesis; cakram bunga (glandular yang menempel pangkal bakal buah), putik beralur 5-10. Buah dengan 1-4 biji dengan bentuk memanjang hingga bundar telur sungsang (Wen 2007).
Gambar 3 Ciri morfologi marga Ampelocissus gracilis. A. batang dengan buah, B. bentuk perbungaan dan sulur, C. bunga, D. rambut halus pada permukaan tumbuhan (Yeo et al. 2013)
Taksonomi Ampelocissus
Planchon memperkenalkan marga Ampelocissus pertama kali pada tahun 1884 dan dimuat dalam majalah La vigne Américaine: sa culture, son avenir en- Europe yang terbit di Eropa. Planchon mempublikasi dan mempertelakan marga baru Ampelocissus berdasarkan jenis Vitis latifolia (Roxb.) Planch. yang disimpan di herbarium Paris (Planchon 1884). Tiga tahun kemudian sebanyak 54 pertelaan jenis baru marga Ampelocissus dipublikasi dalam Monographie des Ampélidées vrais diterbitkan dalam Monographiae phanaerogamarum (Planchon 1887).
Berdasarkan bentuk perbungaan dan wilayah distribusi, Ampelocissus dibagi menjadi empat seksi, yaitu Ampelocissus dengan ciri perbungaan tirsus, tersebar di Asia, Afrika, dan Amerika; Kalocissus dengan perbungaan malai, tersebar di Malesia; Nothocissus dengan perbungaan malai seperti cambuk, tersebar di Malesia, dan Eremocissus dengan malai linear kecil, ditemukan hanya satu jenis di Amerika Tengah (Planchon 1884).
7 membagi seksi tersebut menjadi subseksi Paniculate dan Cymose; seksi Kalocissus terbagi menjadi subseksi Kalocissus dan Botrya; terakhir seksi baru yaitu Ridleya dibagi menjadi subseksi Ridleya dan Borneocissus. Pembagian infragenerik pada marga Ampelocissus ini juga berdasarkan bentuk perbungaan, daun, biji juga wilayah distribusinya. Seiring berjalannya waktu dan berdasarkan hasil penelitian yang akan datang, tingkatan takson ini diprediksi dapat berpindah lagi ke golongan takson lain (Yeo et al. 2013).
Dalam studi hubungan filogenetik suku Vitaceae, enam marga yang memiliki bunga berbilangan lima, disarankan membentuk klad Parthenocissus -Ampelocissus-Vitis-Nothocissus-Pterisanthes-Yua (Ren 2011), juga didukung kedekatan hubungan antara marga Nothocissus dan Pterisanthes dari pada jenis kogenerik di Amerika Tengah (Soejima dan Wen 2006). Dengan berkembangnya pengkajian terhadap suku Vitaceae, marga-marga tersebut dapat dikategorikan ke tingkatan takson yang lain (Chen dan Manchester 2007). Marga Pterisanthes, merupakan marga endemik Malesia dengan 20 jenis, memiliki biji dan tipe perbungaan yang sangat mirip dengan Ampelocissus. Marga ini memiliki sulur pada perbungaannya, tetapi dengan struktur tangkai berbentuk laminar. Kesamaan morfologi antara Pterisanthes dan Ampelocissus telah lama diakui (Latiff 1982), dan data molekuler menunjukkan bahwa Pterisanthes merupakan subklad Ampelocissus (Soejima dan Wen 2006).
Ampelocissus terdiri dari 95 jenis yang sebagian besar tersebar di wilayah Malesia, Asia selatan, Afrika serta lima jenis ditemukan di Amerika Tengah. Di Indonesia tercatat sebanyak 25 jenis Ampelocissus, tujuh jenis di antaranya terdapat di pulau Sumatera, tiga jenis di pulau Jawa (Backer dan Bakhuizen van den Brink Jr. 1963), 14 jenis di Borneo (Merril 1921), dan 1 jenis di Papua (Wen 2013b). Ketujuh jenis Ampelocissus yang terdapat di Sumatera antara lain adalah, A. arachnoidea, A. gracilis, A. imperialis, A. korthalsii, A. ochracea, A. polythyrsa, A. spicifer, dan A. thyrsiflora (Planchon 1887; Merril 1938; Latiff 1982). Jenis tersebut tersebar di Sumatera bagian utara, barat dan selatan.
Marga yang berkerabat dekat dengan Ampelocissus adalah Nothocissus. Marga ini diangkat dari salah satu seksi pada empat seksi Ampelocissus yang dibagi oleh Planchon. Nothocissus dipisahkan dari Ampelocissus karena memiliki perbungaan seperti cambuk dan permukaan biji yang berkerut (Latiff 1982). Pemindahan tingkatan takson tersebut masih dipertanyakan (Chen dan Manchester 2007), sehingga perlu peninjauan ulang jenis yang dikelompokkan ke dalam marga Nothocissus (Soejima dan Wen 2006). Pada awalnya, N. spicifera (Griff.) Latiff adalah satu-satunya jenis dalam marga ini, kemudian lima jenis Cissus dipindahkan ke dalam marga Nothocissus, dua jenis di antaranya endemik Papua, sedangkan tiga jenis lainnya berasal dari Australia (Latiff 2001).
Anatomi Vitaceae
8
abaksial daun (tipe anomositik) dan keberadaan trikoma pada epidermis daun terdapat pada beberapa kulitvar Vitis (Najmaddin 2014).
Pada studi sebelumnya, Ren et al. (2003) juga telah melakukan pengamatan terhadap beberapa jenis Vitaceae termasuk marga Ampelocissus. Hasil pengamatan jaringan anatomi daun selaras dengan Najmaddin (2014) yakni variasi bentuk sel epidermis daun rata atau tidak teratur, dan dinding sel antiklinal berbentuk rata, berliuk atau berliuk bergelombang.
Variasi kedudukan stomata ditemukan pada bagian epidermis bawah daun pada beberapa kultivar Vitis, yakni menonjol keatas (sel penjaga berada di atas, dan dikelilingi oleh sel pelengkap); rata (sel penjaga sama tinggi dengan sel pelengkap) dan tenggelam (sel penjaga tenggelam terhadap sel pelengkap) yang tersebar acak dan orientasi yang tidak beraturan.Trikoma ditemukan terutama pada permukaan bawah daun, dapat berbentuk uni atau multicellular rebah atau tegak yang berbentuk paku kecil (Monteiro et al. 2013).
Karakter anatomi yang khas pada suku Vitaceae termasuk marga Ampelocissus adalah kristal kalsium oksalat yang berada pada seluruh jaringan tumbuhan. Kalsium (Ca) bersifat racun sehingga tumbuhan mengubah kalsium (Ca) menjadi kristal kalsium oksalat untuk perlindungan terhadap hewan herbivora. Bentuk kristal kalsium oksalat suku Vitaceae yang sangat berperan protektif terhadap hewan pemakan tumbuhan adalah raphid (kristal jarum). Penelitian terbaru menunjukkan bahwa setiap jenis memiliki bentuk dan dimensi kristal kalsium oksalat yang bervariasi. Jenis-jenis Vitis memiliki berbagai morfologi kristal kalsium oksalat, yang terdapat di organ vegetatif ataupun generatif. Bentuk kristal kalsium oksalat jarum dan druse (bintang) yang dimiliki tiap jenis dalam marga Ampelocissus dapat dipengaruhi oleh karakteristik tanah, kondisi lingkungan dan faktor genetik (Ifrim et al. 2012).
Pada umumnya kristal kalsium oksalat pada daun terdistribusi pada jaringan tiang hingga bunga karang (Gambar 4). Kristal kalsium oksalat jarum mempunyai beberapa bentuk yaitu menjarum (solitary), membulat (acicular) atau mempundi (clustered). Kristal kalsium oksalat yang bentuknya membulat atau pun mempundi dapat membentuk idioblas (kantung yang berisi kristal kalsium oksalat bintang dan kristal kalsium oksalat lainnya). Selain itu, terdapat juga sel getah (mucilage cell) yang terletak di dalam kristal kalsium oksalat jarum yang kosong (Metcalfe dan Chalk 1950).
Gambar 4 Bentuk kristal kalsium oksalat pada suku Vitaceae. A= bintang, B= jarum mempundi (Metcalfe dan Chalk 1950)
A
9
3
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni 2014 sampai Mei 2015. Pengamatan pendahuluan dilakukan di Herbarium Bogoriense (BO) – LIPI. Pengambilan sampel dilakukan di Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Kerinci Seblat, Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, Taman Nasional Way Kambas, Taman Hutan Raya Bung Hatta, Taman Wisata Alam dan Cagar Alam Sibolangit, Kabupaten Banyuasin dan Provinsi Bangka-Belitung (Gambar 5). Pemrosesan sampel dilakukan di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Pengamatan ciri morfologi dilaksanakan di Laboratorium Biosistematika, Bidang Botani – LIPI. Persiapan serta pengamatan preparat anatomi dilakukan di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam – Institut Pertanian Bogor, Pusat Penelitian Biologi, Laboratorium Biosistematika, Bidang Botani dan Bidang Zoologi - LIPI.
Gambar 5 Lokasi pengambilan sampel penelitian di Pulau Sumatera. 1=Taman Nasional Gunung Leuser, 2=Taman Wisata Alam dan Cagar Alam Sibolangit, 3=Taman Hutan Raya Bung Hatta, 4=Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, 5=Taman Nasional Kerinci Seblat, 6=Kabupaten Banyuasin, 7=Taman Nasional Way Kambas, 8=Provinsi Bangka-Belitung
1
2
3
4
5
6
10
Bahan
Bahan tumbuhan yang digunakan berupa 71 nomor koleksi Herbarium Bogoriense (BO), 12 nomor koleksi yang ditemukan dari kegiatan eksplorasi Sumatera, dan foto-foto nomor koleksi holotipe yang diperoleh jaringan resmi herbarium Brux, K, L, dan P.
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian mengikuti standar revisi oleh Rifai (2013) yaitu: (1) Penentuan konsep takson dan geografi, (2) Pengumpulan data dari spesimen di Herbarium Bogoriense (BO) serta spesimen yang dikumpulkan dari lapangan, (3) Peninjauan pustaka/publikasi, (4) Pengelompokan spesimen berdasarkan karakter morfologi, (5) Pemeriksaan spesimen, (6) Pengujian karakter morfologi yang dipakai oleh peneliti sebelumnya sebagai perbandingan pada karakter yang diamati, (7) Pemeriksaan konsep marga dan jenis berdasarkan studi sebelumnya, (8) Penentuan hubungan kekerabatan, (9) Penyelesaian masalah tata nama, (10) Penyusunan kunci identifikasi, (11) Pemberian etiket identifikasi baru, (12) Penyusunan pertelaan setiap jenis, (13) Pembuatan gambar, dan (14) Penyusunan naskah untuk publikasi.
Data yang dikumpulkan berupa deskripsi data morfologi berdasarkan pengamatan spesimen di Herbarium Bogoriense (BO) – LIPI sebagai studi awal dan koleksi segar dari Pulau Sumatera. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode jelajah flora (Rugayah et al. 2004). Sampel yang diambil merupakan ranting berdaun dengan bunga atau buah sebanyak tiga rangkap. Selanjutnya sampel diberi label gantung yang berisi nomor dan catatan lapangan. Jenis-jenis Ampelocissus yang ditemukan didokumentasikan dan dicatat karakter penting meliputi habitat, lingkungan tempat tumbuh, tinggi tumbuhan, warna indumentum dan buah. Lokasi spesimen temuan jenis-jenis Ampelocissus ditentukan dengan Global Positioning System (GPS) dan data ekologi dari sampel temuan dicatat atau didokumentasikan. Data koordinat lokasi hasil Global Positioning System (GPS) digambarkan dalam peta Sumatera dengan perangkat lunak ArcMap versi 10.2 untuk mengetahui distribusi spasial marga Ampelocissus di Sumatera.
11
Pengamatan Morfologi
Ciri dan sifat ciri morfologi Ampelocissus diamati mengacu pada Chen (2009) dan deskriptor Vitis spp. (IPGRI 1997). Jenis Ampelocissus korthalsii merupakan jenis yang ditemukan di Sumatera (Planchon 1887), tetapi spesimen herbarium tidak diketemukan. Pengamatan morfologi A. korthalsii. berdasarkan potret nomor koleksi holotype yang tersimpan di Herbarium Meise (Brux). Pengamatan potret A. korthalsii dilakukan hanya pada organ vegetatif, sedangkan organ generatif tumbuhan tidak dapat diamati, sehingga informasi mengenai ciri organ generatif tidak dikemukakan. Ciri batang pada tumbuhan marga Ampelocissus tidak tersedia pada lembaran herbarium, sehingga informasi mengenai ciri batang tidak dikemukakan.
Tabel 1 Ciri morfologi marga Ampelocissus yang digunakan dalam analisis keserupaan
No. Ciri Sifat Ciri
1. Habitus 0=liana; 1=herba
2. Tipe indumentum 0=membulu sikat; 1=wol; 2=memasai;
3=menggimbal;
3. Bentuk daun 0=menjantung; 1=bulat telur; 2=bulat telur
sungsang; 3=lonjong; 4=melanset
4. Tipe daun 0=tunggal; 1=majemuk
5. Permukaan kesat pada permukaan
adaksial daun 0=ada; 1=tidak ada
6. Tepi daun 0=rata; 1=bergigi; 2=menggergaji ganda
7. Tipe pertulangan 0=menjari tiga; 1=menyirip
8. Bentuk ujung daun 0=berembang; 1=runcing; 2=melancip;
3=bertaring
9. Bentuk pangkal daun 0=menjantung; 1=membaji; 2=menirus
10. Bentuk pangkal menjantung daun 0=1=bersudut; 2.menyegi
11. Tangkai anak daun 0=tidak ada; 1=ada
12. Dimorfisme daun 0=tidak ada; 1=ada
13. Cuping daun 0=tidak ada; 1=ada
14. Cuping daun menajam 0=tidak ada; 1=ada
15. Ukuran daun pelindung (cm) 0=< 1; 1=≥ 2
16. Cabang sulur 0=tidak ada; 1=ada
17. Tangkai bunga 0=tidak ada; 1=ada
18. Bentuk kuncup bunga 0=bulat; 1=lonjong
19. Indumentum kuncup bunga 0=tidak ada; 1=ada
20. Tipe pelekatan kepala sari 0=dorsifixed; 1=basifixed
21. Bentuk perbungaan 0=membulat; 1=menyegitiga; 2=
memanjang
22. Jumlah cabang perbungaan 0=≥15; 1=≤10
23. Panjang ruas (cm) 0=≥2; 1= ≥1; 2=≤0.9
24. Kedudukan bulir 0=bertangkai tidak beraturan;
1=berhadapan; 2=berkarang
12
Identifikasi jenis dilakukan berdasarkan protolog Merril (1938), Planchon (1887), dan Latiff (1982, 2001). Hasil pengamatan ditulis dalam bentuk deskripsi dan kunci determinasi yang disusun mengikuti Wen (2007).
Spesimen yang diamati berasal dari Herbarium Bogoriense (BO) dan hasil eksplorasi Sumatera dikelompokkan menurut kesamaan ciri morfologi. Penamaan yang terdapat pada lembar spesimen herbarium BO diabaikan terlebih dahulu. Pengumpulan data dilakukan dengan memeriksa dan mencatat setiap ciri serta sifat ciri spesimen herbarium, yang selanjutnya disusun dalam bentuk matriks. Pengujian ciri dan sifat ciri oleh peneliti sebelumnya dilakukan dengan membandingkan matriks data ciri morfologi hasil studi sebelumnya dengan matriks ciri morfologi yang didapat dari hasil pemeriksaan spesimen herbarium. Pemeriksaan dan penentuan konsep jenis dilakukan berdasarkan ciri serta sifat ciri yang terkumpul dari studi sebelumnya.
Hasil karakterisasi ciri morfologi dibuat dalam bentuk matriks data biner ataupun multistate yang selanjutnya digunakan untuk analisis keserupaan menggunakan perangkat lunak NTSYS-pc (Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System) 2.11a (Rohlf 2000). Koefisien keserupaan dianalisis dengan SIMQUAL, menggunakan indeks simple matching dan dengan metode pengelompokan UPGMA (Unweighted Pair Group Method with Arithmetic Mean).
Penyelesaian masalah tata nama dengan mengklarifikasi konsep jenis dengan cara membandingkan spesimen herbarium, hasil studi sebelumya dan data yang didapat dari hasil penelitian. Penentuan ciri kunci setiap jenis yang telah diteliti, digunakan dalam penyusunan kunci identifikasi jenis Ampelocissus yang terdapat di Sumatera. Variasi-variasi morfologi yang belum dilaporkan oleh peneliti sebelumnya dipaparkan. Tahap selanjutnya, pemberian etiket identifikasi baru, dapat berupa jenis, subjenis atau varietas baru. Setiap jenis Ampelocissus yang terdapat di Sumatera dipertelakan dan disusun berdasarkan ciri dan sifat ciri umum ke khusus. Pada tahapan terakhir, pembuatan gambar seluruh jenis ataupun jenis yang memiliki variasi signifikan terhadap jenis yang pernah dipertelakan atau digambar pada studi sebelumnya.
Pengamatan Anatomi
Pengamatan anatomi dilakukan dengan membuat sayatan paradermal dan melintang daun dari 33 nomor koleksi Herbarium Bogoriense (BO), dan empat nomor koleksi dari kegiatan eksplorasi Sumatera. Sampel yang digunakan mewakili sepuluh jenis Ampelocissus di Sumatera, sedangkan jenis A. korthalsii tidak dapat diamati, karena sampel daun tidak diperoleh. Pembuatan preparat yang diamati menggunakan daun dewasa dari tumbuhan Ampelocissus yang dipotong dengan ukuran 1x1 cm.
13 menghilangkan klorofilnya, dicuci dengan aquades dan direndam di dalam larutan pewarna safranin 2% selama 1 menit. Sayatan selanjutnya diletakkan di atas gelas preparat yang telah ditambahkan dengan 1 tetes gliserin kemudian ditutup dengan kaca penutup. Bagian tepi kaca penutup ditutup dengan kuteks jernih sehingga menjadi preparat semi permanen dan preparat siap untuk diamati.
Preparat sayatan melintang disiapkan dengan teknik potongan beku (freeze sections technique) dengan alat pemotong mikrotom beku (freeze microtome). Adapun tahapannya, daun dewasa dipotong dengan ukuran 1x1 cm dan potongan daun dibekukan (freezing) dengan gas CO2. Setelah beku, sediaan disayat
menggunakan mikrotom beku Yamato RV-240 dengan ukuran 20-25 µm. Proses selanjutnya yang dilakukan, sama dengan penyiapan pewarnaan pada sayatan paradermal.
Parameter yang diamati dari sayatan paradermal dan melintang meliputi, bentuk dinding antiklinal sel epidermis adaksial dan abaksial, jumlah lapisan jaringan tiang, bentuk epidermis atas, tebal daun, keberadaan papila, tipe dan bentuk kristal kalsium oksalat, serta kedudukan stomata pada sisi abaksial daun (Tabel 2). Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop Nikon e80i, kemudian gambar ditangkap melalui kamera Nikon dengan layar proyeksi yang dihubungkan ke mikroskop. Identifikasi variasi ciri pada pengamatan anatomi sayatan paradermal dan melintang daun mengikuti Metcalfe dan Chalk (1950). Tabel 2 Ciri anatomi marga Ampelocissus yang digunakan dalam analisis
keserupaan
No. Ciri Sifat ciri
1. Bentuk dinding antiklinal adaksial 0=berliuk; 1=tidak beraturan membulat; 2=tidak beraturan persegi
2. Bentuk dinding antiklinal abaksial 0=berliuk; 1=tidak beraturan melonjong; 2=tidak beraturan membulat; 3=berliuk bergelombang
3. Rambut adaksial 0=licin; 1=rambut beruntun tunggal
4. Rambut abaksial kelenjar multiselular 0=tidak ada; 1=ada
5. Rambut abaksial kelenjar uniselular 0=tidak ada; 1=ada
6. Rambut abaksial rambut beruntun tunggal 0=tidak ada; 1=ada
7. Keberadaan dua tipe rambut pada permukaan abaksial
0=tidak ada; 1=ada
8. Keberadaan papila pada stomata 0=tidak ada; 1=ada
9. Struktur papila 0=rata; 1=berumbai; 2=berumbai rebah;
3=memipih bersatu
10. Tebal daun (μm) 0=<250; 1= >250
11. Bentuk epidermis atas daun 0=tipis; 1=tebal
12. Jumlah lapisan jaringan tiang 0=1; 1=2
13. Kedudukan stomata 0=rata; 1=cembung
14. Kristal kalsium oksalat menjarum 0=tidak ada; 1=ada
15. Kristal kalsium oksalat mempundi 0=tidak ada; 1=ada
14
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sepuluh jenis dan satu varietas marga Ampelocissus ditemukan di Pulau Sumatera, yaitu A. arachnoidea Planch., A. elegans Gagnep., A. filipes Planch., A. gracilis (Wall.) Planch., A. imperialis (Miq.) Planch., A. korthalsii Planch., A. ochracea (Teijsm. & Binn.) Merr., A. polythyrsa (Miq.) Gagnep., A. rubiginosa Lauterb., A. thyrsiflora (Blume) Planch., dan A. ochracea var. trilobata.
Variasi Ciri Morfologi Organ Vegetatif
Setiap jenis Ampelocissus dibedakan atas beberapa ciri morfologi dari organ vegetative, yakni habitus , tipe daun, bentuk daun, tipe pangkal dan ujung daun, tipe tepi daun, tipe pertulangan daun, bentuk daun penumpu, keberadaan daun pelindung, ukuran daun pelindung, serta keberadaan indumentum pada bagian tumbuhan (Tabel 3). Berikut ini dijelaskan ciri-ciri morfologi Ampelocissus dan istilah yang sering digunakan dalam mempertelakannya.
Habitus
Marga Ampelocissus memiliki habitus (perawakan) terna hingga liana merambat, dengan ciri utama adanya sulur berhadapan dengan daun. Jenis A. gracilis dan A. polythyrsa memiliki habitus herba merambat. Jenis-jenis lainnya dan satu varietas Ampelocissus di Sumatera memiliki habitus merambat berkayu.
Cabang
Cabang tumbuhan berbentuk gilig dan menjadi persegi memipih saat dewasa dengan bagian dalam cabang yang padat hingga berongga. Keseluruhan permukaan cabang ditutupi oleh tipe indumentum yang bervariasi. Hampir semua jenis Ampelocissus yang ditemukan di Sumatera memiliki batang berongga, kecuali jenis A. thyrsiflora memiliki cabang berongga hingga padat.
Sulur
Sulur pada marga Ampelocissus terdiri dari dua variasi, yakni sulur tunggal dan sulur bercabang. Sulur bercabang (dichotomus) ditemukan pada jenis A. arachnoidea, A. polythyrsa dan A. ochracea var. trilobata. Jenis-jenis Ampelocissus lainnya mempunyai sulur tunggal.
Indumentum
15 Tipe indumentum wol dimiliki oleh sebagian besar jenis Ampelocsisus di Sumatera (A. elegans, A. filipes, A. imperialis, A. korthalsii, A. ochracea, A. thyrsiflora dan A. ochracea var. trilobata). Tipe indumentum memasai terdapat pada jenis, A. gracilis dan A. polythyrsa. Tipe indumentum membulu sikat terdapat pada jenis A. arachnoidea. Tipe indumentum menggimbal terdapat pada jenis A. rubiginosa.
Gambar 6 Tipe indumentum pada permukaan cabang Ampelocissus. A. wol, B. memasai, C. membulu sikat, D. menggimbal
Indumentum pada daun marga Ampelocissus juga bervariasi. Indumentum pada daun umumnya terdapat pada bagian abaksial, sedangkan pada bagian adaksial, indumentum terdapat hanya pada pertulangan daun. Tipe indumentum wol yang menutupi seluruh permukaan abaksial daun ditemukan hampir pada semua jenis Ampelocissus. Jenis A. imperialis memiliki indumentum wol yang menutupi seluruh permukaan abaksial daun, kecuali pada pertulangan utama ataupun sekunder bagian abaksial daun. Jenis A. polythyrsa dan A. rubiginosa memiliki indumentum menggimbal yang terdapat hanya pada bagian adaksial dan abaksial pertulangan daun utama ataupun sekunder (Gambar 7). Seluruh jenis hanya memiliki satu tipe indumentum pada semua bagian tumbuhan, terkecuali jenis A. arachnoidea yang memiliki dua tipe indumentum pada bagian tubuhnya.
Gambar 7 Letak indumentum pada abaksial daun Ampelocissus. A. menutupi seluruh bagian, B. kosong pada tulang daun utama sekunder, C-D. hanya pada tulang daun utama dan sekunder
Daun
Daun pada Ampelocissus terbagi menjadi dua tipe, yaitu monomorfis dan dimorfis. Sebagian besar jenis Ampelocissus di Sumatera mempunyai tipe monomorfis, yaitu satu jenis tumbuhan memiliki satu tipe daun tunggal atau majemuk, baik ketika tumbuhan muda hingga dewasa. Tipe kedua adalah dimorfis yang terdapat hanya pada jenis A. filipes dengan daun muda mempunyai tipe
A B C D
A B C D
5 mm 5 mm
16
Tabel 3. Variasi ciri morfologi marga Ampelocissus di Sumatera
Keterangan: 1=A. arachnoidea, 2=A. elegans, 3=A. filipes, 4=A. gracilis, 5=A. imperialis; 6=A. korthalsii, 7=A. ochracea, 8= A. ochracea var. trilobata, 9=A. polythyrsa, 10=A. rubiginosa, 11=A. thyrsiflora,(+)=Ada, (-)=Tidak ada, (*) morfologi tumbuhan muda dan dewasa berbeda (dimorfis), AB=seluruh permukaan abaksial daun, AL= berhadapan, AS=asimetri, AB= seluruh abaksial, B=basifixed, CO=Majemuk, CR=menjantung, D=dorsifixed, H=herba, L=liana, M=malai, NA=kecuali pertulangan, O=melonjong, OB=Bulat telur sungsang, OV=bulat telur, P=menjari, PA=panjang, PE=pendek, PD=menjari kaki, PI=menyirip, R=membulat, S=membulu sikat, SE=sedang, SM=Tunggal, T=menggimbal, TI=tirsus, TR=menjari tiga, V=memasai, VA=pertulangan abaksial, VE=berkarang, W=wol
Ciri/ Jenis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Habitus L L L H L L L L H L L
Indumentum tumbuhan W-S W W V W W W W V T W
Indumentum daun AB AB AB AB NA AB AB AB VA VA AB
Indumentum kuncup bunga - - + - - - - + - - -
Tipe daun SM CO CO* SM SM CO SM SM CO CO CO
Tipe majemuk daun - P P - - P - - P-PD P-PD P
Bentuk daun CR OB-AS OB-AS* OV-CR CR OB-AS CR CR OB-AS OB-AS OB-AS
Pertulangan daun TR PI PI PI TR PI TR TR PI PI PI
Jumlah pinak daun 1 3 3 1 1 5 1 1 5-7 5-7 5-7
Tangkai anak daun - - + - - + - - + + +
Tipe perbungaan M TI TI TI TI TI TI TI TI TI TI
Ukuran ruas cabang perbungaan PA PE PE SE PE PE PE PE SE SE PE
Keberadaan daun pelindung - - - + - - -
Kedudukan kuncup bunga AL AL AL AL AL AL AL AL AL AL, VE
Bentuk kuncup dan putik O R R O R O R R O O R
Ukuran panjang tangkai putik PA PE PE PE PE PE PE PE PE PE PE
Tipe pelekatan kepala sari D D D D D - D D B D D
17 tunggal dan ketika dewasa menjadi daun majemuk. Tipe daun tunggal terdapat pada jenis A. arachnoidea, A. gracilis, A. imperialis, A. ochracea, dan Ampelocissus ochracea var. trilobata. Tipe daun majemuk menjari terdapat pada jenis A. elegans, A. korthalsii, dan A. thyrsiflora. Adapun tipe daun majemuk menjari kaki ditemukan pada jenis A. polythyrsa dan A. rubiginosa. (Gambar 8).
Gambar 8Morfologi daun marga Ampelocissus. A-B. Tipe daun: A. monomorfis bentuk menjantung, B. dimorfis, daun muda tunggal menjantung dan daun dewasa majemuk berbentuk bulat telur sungsang-asimetri, C. bentuk ujung daun. 1= runcing, 2= melancip, 3= bercuping, 4= bertaring, D. bentuk pangkal daun 5= menjantung tumpang tindih, 6= menjantung terbuka, 7= menjantung terbuka menyegi
Daun majemuk menjari pada jenis A. elegans mempunyai tangkai anak daun yang pendek hampir duduk (≤5 mm), berbeda dengan jenis A. korthalsii, A. polythyrsa, A. rubiginosa dan A. thyrsiflora yang memiliki tipe daun majemuk dengan tangkai anak daun yang panjang (≥15 mm). Helaian daun dan anak daun dapat dijadikan ciri untuk membedakan jenis dalam marga Ampelocissus (Gambar 9). Enam variasi bentuk helaian daun dan anak daun yang dimiliki marga Ampelocissus, yaitu menjantung, bundar telur, bundar telur sungsang, melanset, hingga asimetri. Helaian daun berbentuk menjantung hingga bundar telur merupakan bentuk daun A. arachnoidea, A. gracilis, A. imperialis, A. ochracea, dan A. ochracea var. trilobata. Helaian anak daun berbentuk bundar telur sungsang, melanset, hingga asimetri terdapat pada jenis A. korthalsii, A. elegans, A. polythyrsa, A. rubiginosa dan A. thyrsiflora.
5
7 6
4 3
1
2
A B
C C
18
Gambar 9 Morfologidaun majemuk marga Ampelocissus. A-D. bentuk daun dan jumlah pinak daun: A. bulat telur sungsang-asimetri berpinak tiga, B. bulat telur sungsang-asimetri berpinak lima, C. bulat melonjong lanset-asimetri berpinak lima, D. bulat melonjong-asimetri berpinak lima, E. daun majemuk menjari kaki, F. daun dimorfis, G. bentuk ujung daun, H. bentuk pangkal daun. 1= menjari, 2= menjari kaki, 3= bertaring, 4= melancip, 5= runcing, 7= membaji, 8= menirus
Ujung daun tunggal dibedakan menjadi dua, yaitu ujung daun bercuping menjari dan ujung daun tidak bercuping. Ujung daun bercuping hanya ditemukan pada jenis A. arachnoidea dan A. ochracea var. trilobata, sedangkan jenis lainnya tidak memiliki ujung daun bercuping. Variasi bentuk ujung daun dan anak daun terbagi tiga, yaitu bentuk runcing, melancip, dan bertaring. Bentuk ujung daun dan anak daun runcing, terdapat pada jenis A. elegans dan A. imperialis. Bentuk ujung daun dan anak daun melancip, ditemukan pada jenis A. korthalsii, A. filipes,
A
H
7
8 3
4
5
E D
B C
G A
1
F
19 A. ochracea, dan A. rubiginosa, sedangkan bentuk ujung daun dan anak daun bertaring terdapat pada A. arachnoidea, A. gracilis, A. polythyrsa, A. thyrsiflora dan Ampelocissus ochracea var. trilobata. Bentuk pangkal daun tunggal dan mejemuk marga Ampelocissus juga memiliki variasi. Pangkal helaian daun tunggal memiliki bentuk menjantung, terbagi menjadi menjantung bertumpang tindih, menjantung terbuka, menjantung terbuka menyegi. Pangkal helaian daun menjantung bertumpang tindih, ditemukan pada jenis A. imperialis. Pangkal helaian daun menjantung terbuka, ditemukan pada jenis A. arachnoidea dan A. gracilis, sedangkan pangkal helaian daun menjantung terbuka menyegi didapat pada jenis A. ochracea dan A. ochracea var. trilobata. Bentuk pangkal helaian daun mejemuk, memiliki variasi bentuk membaji hingga menirus. Bentuk pangkal helaian daun membaji, ditemukan pada jenis A. elegans. Bentuk pangkal helaian daun menirus, ditemukan pada jenis A. filipes, A. korthalsii, A. polythyrsa, A. rubiginosa dan A. thyrsiflora.
Tepi daun Ampelocissus memiliki tiga variasi bentuk yaitu, menggergaji ganda, bergigi, dan rata. Tepi daun bergigi ditemui hampir pada seluruh jenis Ampelocissus, kecuali jenis dan A. thyrsiflora. Memilki bentuk tepi daun bergigi hingga rata, sedangkan jenis A. arachnoidea, A. ochracea dan A. ochracea var. trilobata memiliki bentuk tepi daun menggergaji ganda.
Jenis Ampelocissus memiliki variasi dalam tipe pertulangan daun yaitu, menyirip, menjari tiga, dan menjala. Seluruh jenis Ampelocissus dengan tipe daun dewasa majemuk berpinak 3-5 memiliki tipe pertulangan daun menyirip. Jenis-jenis dengan tipe daun tunggal juga memiliki tipe pertulangan daun menyirip, kecuali jenis A. arachnoidea, A. ochracea dan A. ochracea var. trilobata memiliki tipe pertulangan menjari tiga dan jenis A. imperialis memiliki tipe pertulangan daun menjala.
Variasi Ciri Morfologi Organ Generatif
Ampelocissus mempunyai bunga sempurna yakni pada satu bunga terdapat organ reproduksi jantan (benang sari) dan organ reproduksi betina (putik). Jenis dalam marga Ampelocissus mempunyai variasi dalam tipe perbungaan, bentuk perbungaan, jarak ruas, keberadaan daun pelindung, kedudukan kuncup, tipe indumentum, bentuk, jumlah serta jarak kuncup bunga pada cabang perbungaan, keberadaan tangkai bunga, bentuk putik, tipe pelekatan kepala sari, dan ukuran putik.
Perbungaan
20
Gambar 10 Perbungaan. A-B. tipe perbungaan: A. malai, B. tirsus; C-D. Pelekatan kuncup bunga: C. duduk (sesil), D. Bertangkai
Panjang ruas cabang perbungaan Ampelocissus di Sumatera bervariasi dari
pendek (≤0.9 cm), sedang (≥1 cm), hingga panjang (≥2 cm). Jenis A. arachnoidea memiliki ruas perbungaan panjang. Jenis A. gracilis, A. polythyrsa, dan A. rubiginosa merupakan jenis dengan ukuran ruas cabang perbungaan sedang, sedangkan jenis lainnya memiliki ukuran ruas perbungaan pendek. Variasi keberadaan daun pelindung pada perbungaan ditemukan pada satu jenis Ampelocissus. Jenis A. ochracea var. trilobata memiliki daun pelindung pada pangkal cabang dan sulur perbungaan (>0.7 cm), sedangkan jenis lainnya tidak memiliki daun pelindung pada perbungaan (Gambar 11).
Gambar 11 Cabang perbungaan. A-B. jarak ruas: A. panjang, B. pendek; C-D. keberadaan daun pelindung: C. ada, D. tidak ada
Kuncup bunga
Kuncup bunga memiliki dua variasi pada kedudukannya, yaitu kedudukan kuncup bunga berhadapan dan berkarang. Seluruh jenis Ampelocissus memiliki kedudukan kuncup bunga berhadapan, kecuali A. thyrsiflora memiliki kedudukan kuncup bunga berkarang dan berhadapan. Pada kuncup bunga juga ditemukan variasi tipe indumentum, yakni kuncup bunga licin dan kuncup bunga ditutupi oleh indumentum. Variasi tipe indumentum wol yang menutupi seluruh permukaan kuncup bunga terdapat pada jenis A. filipes dan A. thyrsiflora, sedangkan jenis lainnya memiliki kuncup bunga licin (Gambar 12).
B C
A D
C
D
21
Gambar 12 Kuncup bunga. A-B. kedudukan: A. berhadapan, B. berkarang; C-D. keberadaan indumentum: C. wol, D. licin
Struktur kuncup pada tiap jenis juga bervariasi. Dua variasi bentuk kuncup bunga jenis-jenis Ampelocissus di Sumatera, yaitu membulat dan melonjong. Jenis A. ochracea, A. elegans, A. filipes, A. imperialis, A. thyrsiflora dan A. ochracea var. trilobata, memiliki kuncup bunga membulat, sedangkan jenis lainnya mempunyai bentuk kuncup bunga melonjong (Gambar 13).
Gambar 13 Bentuk kuncup bunga. A. membulat, B. melonjong
Organ bunga
Perbungaan marga Ampelocissus, terdiri atas bunga sempurna, yaitu organ reproduksi jantan dan betina berada pada satu bunga. Bagian bunga terdiri atas kelopak berbentuk seperti mangkok, mahkota berlepasan, tangkai sari menempel pada kepala sari yang berbilangan empat hingga lima, kepala putik berlobus, putik pendek, putik beralur, bakal buah beruang dua dan glandular yang menempel pangkal bakal buah disebut sebagai cakram bunga.
Bentuk dan panjang putik bervariasi dalam tiga bentuk, yakni melonjong (A. arachnoidea, A. gracilis, A. rubiginosa, dan A. polythyrsa, membulat (A. elegans, A. filipes, A. imperialis, A. ochracea, dan A. ochracea var. trilobata), dan memipih (A. thyrsiflora). Akan tetapi, jenis A. thyrsiflora memiliki dua variasi bentuk putik, membulat dan memipih. Dua variasi ukuran panjang tangkai putik ditemukan, yaitu tangkai putik pendek (≤0.2 mm) dan panjang (≥0.3 mm). Tangkai putik panjang hanya terdapat pada jenis A. arachnoidea dan jenis lainnya memiliki tangkai putik pendek (Gambar 14).
A B C D
0.5 mm 0.5 mm
A B
22
Gambar 14 Bentuk serta ukuran putik dan tangkai putik bunga. A. melonjong dan panjang, B. melonjong dan pendek, C. memipih dan pendek
Bunga marga Ampelocissus juga bervariasi dalam tipe pelekatan tangkai sari terhadap kepala sari. Hampir seluruh jenis yang ditemukan di Sumatera memiliki tipe pelekatan bagian tengah (dorsifixed), dan hanya satu jenis memiliki tipe pelekatan pada bagian bawah (basifixed), yaitu ditemukan pada jenis A. polythyrsa (Gambar 15).
Gambar 15 Tipe pelekatan kepala sari. A. basifixed, B. dorsifixed
Variasi Ciri Anatomi Daun
Marga Ampelocissus tidak hanya bervariasi pada ciri morfologi organ vegetatif dan generatif, tetapi juga bervariasi dalam ciri anatomi daun. Pengamatan dilakukan terhadap sembilan jenis dan satu varietas Ampelocissus di Sumatera, sedangkan satu jenis lainnya, yakni A. korthalsii tidak dapat diamati, karena sampel daun tidak diperoleh. Variasi anatomi yang ditemukan adalah bentuk dinding antiklinal sel epidermis adaksial dan abaksial, jumlah lapisan jaringan tiang, bentuk epidermis atas, tebal daun, keberadaan papila, tipe dan
0.5 mm
A B C
A B
23 bentuk kristal kalsium oksalat, serta kedudukan stomata pada sisi abaksial daun (Tabel 4). Ciri anatomi sayatan paradermal maupun melintang daun merupakan ciri tambahan yang memiliki nilai taksonomi penting untuk membedakan jenis-jenis dalam marga Ampelocissus.
Ciri anatomi sayatanparadermal
Lima variasi ciri anatomi dari sayatan paradermal daun jenis-jenis Ampelocissus di Sumatera ditemukan, meliputi bentuk dinding antiklinal sel epidermis adaksial dan abaksial, kehadiran papila pada sel tetangga stomata, bentuk papila, kerapatan rambut, dan tipe rambut.
Pada bagian adaksial daun jenis-jenis Ampelocissus memiliki tiga bentuk dinding antiklinal epidermis, yaitu bentuk dinding antiklinal sel epidermis tidak beraturan (polygonal) membulat, tidak beraturan bersegi, dan berliuk (sinuolate). Jenis A. elegans, A. filipes, A. rubiginosa, dan A. thyrsiflora memiliki tipe dinding antiklinal sel epidermis tidak beraturan membulat. Ampelocissus imperialis, A. ochracea, dan A. polythyrsa memiliki tipe dinding antiklinal sel epidermis tidak beraturan persegi. Jenis A. arachnoidea, A. gracilis, dan A.ochracea var. trilobata memiliki tipe dinding antiklinal sel epidermis berliuk (Gambar 16).
Gambar 16 Bentuk dinding antiklinal sel epidermis adaksial. A. tidak beraturan bersegi, B. tidak beraturan membulat, C. berliuk
Bagian abaksial daun jenis-jenis Ampelocissus memiliki empat bentuk dinding antiklinal sel epidermis. Adapun bentuk dinding antiklinal sel epidermis bagian abaksial daun, yakni, bentuk dinding antiklinal sel epidermis tidak beraturan membulat, tidak beraturan melonjong; tidak beraturan berliuk dan berliuk bergelombang. Dinding antiklinal sel epidermis berliuk ditemukan pada jenis A. arachnoidea, A. elegans, A. gracilis, dan A. ochracea. Dinding antiklinal sel epidermis berliuk bergelombang hanya ditemukan pada jenis A. ochracea var. trilobata. Bentuk dinding antiklinal sel epidermis tidak beraturan membulat ditemukan pada jenis A. imperialis dan A. thyrsiflora , sedangkan bentuk dinding antiklinal sel epidermis tidak beraturan melonjong terdapat pada jenis A. filipes, A. polythyrsa dan A. rubiginosa (Gambar 17).
100μm
A
100μm 100μm