• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONTRIBUSI PENGELOLAAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DALAM PENDIDIKAN SISTEM GANDA (PSG) DAN KETERSEDIAAN SARANA PRAKTIK TERHADAP EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN : Studi Tentang Persepsi Siswa Pada Smk Negeri Dan Swasta Di Kota Cirebon.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KONTRIBUSI PENGELOLAAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DALAM PENDIDIKAN SISTEM GANDA (PSG) DAN KETERSEDIAAN SARANA PRAKTIK TERHADAP EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN : Studi Tentang Persepsi Siswa Pada Smk Negeri Dan Swasta Di Kota Cirebon."

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

Halaman

ABSTRAK …………... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah ……….. 15

C. Tujuan Penelitian ... 16

D. Manfaat Penelitian ... 17

1. Secara Teoretis ... 17

2. Secara Praktis …... 17

E. Anggapan Dasar …………... 18

F. Hipotesis Penelitian... 20

G. Definisi Operasional……… 20

H. Metode Penelitian... 22

1. Lokasi Penelitian... 22

2. Populasi dan Sampel Penelitian... 22

BAB II KAJIAN PUSTAKA………..……… 24

A. Efektivitas Pembelajaran di SMK dalam Konteks Administrasi Pendidikan ………...…..……... 26

1. Konsep Dasar Administrasi Pendidikan ………. 26

2. Konsep Dasar Efektivitas …...…... 26

3. Efektivitas Pembelajaran... 29

B. Pendidikan Sistem Ganda (PSG)………. 35

1. Pengertian PSG... 35

(2)

3. Karakteristik PSG …...…... 38

C. Pengelolaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dalam PSG …… 47

D. Sarana Pendidikan …………..……….……...… 58

1. Konsep Dasar Sarana Pendidikan ……….. 58

2. Ketersediaan Sarana Praktik... 61

BAB III METODE PENELITIAN………....……. 66

A. Pendekatan Penelitian………... 66

B. Populasi dan Sampel Penelitian... 68

1. Populasi ……….. 68

2. Sampel... 68

C. Teknik Pengumpulan Data …... 71

D. Instrumen Penelitian... 74

E. Uji Coba Instrumen... 76

1. Menguji Validitas... 77

2. Menguji Reliabilitas... 83

F. Uji Normalitas dan Uji Linieritas Data... 87

1. Uji Normalitas …... 87

2. Uji Linieritas ...………... 97

G. Analisis Data Penelitian………...………….…………. 100

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 104

A. Hasil Penelitian ……... 104

1. Hasil Analisis Data Deskriptif ……..…….……… 104

2. Pengujian Hipotesis Penelitian... 114

3. Interpretasi Hasil Analisis Korelasi... 121

B. Pembahasan …….……….……... 123

1. Gambaran Aktual Pengelolaan Kegiatan Belajar Mengajar dalam PSG …………... 123

2. Gambaran Aktual Ketersediaan Sarana Praktik……… 124

3. Gambaran Aktual Efektivitas Pembelajaran……… 126

(3)

5. Kontribusi Ketersediaan Sarana Praktik terhadap Efektivitas

Pembelajaran ………..….. 130

6. Kontribusi Pengelolaan Kegiatan Belajar Mengajar dalam PSG dan Ketersediaan Sarana Praktik terhadap Efektivitas Pembelajaran………....…………. 131

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI ... 133

A. Kesimpulan... 133

B. Implikasi……… 134

C. Rekomendasi………... 135

DAFTAR PUSTAKA ... 137

LAMPIRAN-LAMPIRAN... 140

(4)
(5)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tingkat keberhasilan pembangunan Indonesia di segala bidang sangat

tergantung pada sumber manusia sebagai aset bangsa dalam mengoptimalkan

perkembangan seluruh sumber daya manusia yang dimiliki. Dalam kondisi yang

demikian, hanya tenaga kerja berkualitas yang mampu bersaing dalam

menghadapi setiap sendi kehidupan. Menghadapi kondisi tersebut, semua negara

termasuk Indonesia sedang dan telah berupaya meningkatkan mutu sumber daya

manusia dengan meningkatkan mutu pendidikan, baik melalui jalur pendidikan

formal maupun jalur pendidikan non formal.

Salah satu lembaga pada jalur pendidikan formal yang menyiapkan

lulusannya untuk memiliki keunggulan pada dunia kerja, antara lain melalui

pendidikan menengah kejuruan. Tampaknya perhatian pemerintah saat ini

terhadap pendidikan kejuruan menjadi sangat penting mengingat tuntutan kualitas

sumber daya manusia di pasaran semakin meningkat.

Pendidikan menengah kejuruan merupakan pendidikan pada jenjang menengah yang mengutamakan pengembangan peserta didik untuk dapat bekerja pada bidang tertentu, kemampuan beradaptasi di lingkungan kerja, melihat peluang kerja, dan mengembangkan diri di kemudian hari. (Depdiknas, 2004 :1).

Sedangkan tujuan penyelenggaraan pendidikan menengah kejuruan adalah

“mempersiapkan peserta didik untuk menjadi manusia produktif yang dapat

langsung bekerja pada bidangnya melalui serangkaian pendidikan dan pelatihan

(6)

Salah satu pendidikan kejuruan jalur formal yang dikembangkan di

Indonesia adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK ). SMK merupakan suatu

lembaga pendidikan yang menyiapkan lulusannya untuk menjadi tenaga kerja

yang siap memasuki dunia kerja dan mampu mengembangkan sikap profesional

dalam bidang kejuruan. Lulusan SMK diharapkan menjadi individu yang

produktif, mampu bekerja sebagai tenaga kerja tingkat menengah saat ini semakin

didambakan masyarakat, khususnya masyarakat yang langsung berkecimpung

dalam dunia kerja. Dengan catatan, bahwa lulusan pendidikan kejuruan tersebut

memang memiliki kualifikasi sebagai (calon) tenaga kerja yang memiliki

keterampilan vokasional sesuai dengan bidangnya.

Pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional telah mengeluarkan

kebijakan yang tertuang dalam renstra Program Penguatan Kebijakan Depdiknas

dengan RPJM Bappenas, salah satunya adalah pengembangan sekolah berbasis

keunggulan lokal di setiap kabupaten/kota. Khusus mengenai SMA dan SMK

Depdiknas memiliki kebijakan untuk meningkatkan rasio SMK lebih besar dari

pada SMA yaitu 70% SMK dan 30% SMA pada tahun 2015. Kebijakan ini

merupakan salah satu bentuk kesadaran bahwa bangsa Indonesia pada saat ini

masih banyak memerlukan tenaga kerja tingkat menengah.

Kenyataan ini didasari oleh pengembangan sumber daya manusia yang

belum benar-benar mengarah kepada kondisi yang diharapkan. Hal ini ditandai

dengan (1) struktur tenaga kerja Indonesia masih didominasi oleh tenaga kerja

yang kurang terdidik, sehingga tidak banyak berpengaruh terhadap meningkatnya

(7)

hanya menjadi tugas dan dilakukan oleh SMK, sementara sebagian tamatan SMA

atau yang sederajat tidak melanjutkan pendidikannya dan masuk ke pasar kerja;

(3) tingkat pengangguran tamatan sekolah menengah masih besar, tingkat

pengangguran tamatan SMK lebih besar dari pada tamatan SMA; (4) penguasaan

kompetensi dan produktivitas tenaga kerja di Indonesia masih rendah

dibandingkan dengan tenaga-tenaga kerja di negara-negara lain di kawasan Asia

Tenggara. Semua ini menyebabkan tenaga kerja Indonesia sulit bersaing bahkan

tidak sedikit peluang kerja yang ada di Indonesia diisi oleh pekerja asing. Oleh

karena itu maka peningkatan mutu sumber daya manusia harus menjadi prioritas

dalam pembangunan.

Kebijakan yang tepat dari pemerintah sangat diperlukan untuk mengatasi

hal tersebut di atas. Untuk itulah pemerintah berupaya mengubah paradigma

bahwa sekolah kejuruan adalah sekolah “kelas dua” setelah SMA. Pemerintah

juga telah menetapkan SMK menjadi primadona sekolah menengah. Kebijakan

pemerintah yang menargetkan angka perbandingan SMK terhadap SMA hingga

70% : 30% sampai tahun 2015 mengandung pengertian bahwa ke depan SMA

hanya fokus mempersiapkan siswa yang akan mengambil karir di bidang

akademik sedangkan SMK untuk siswa yang berorientasi kerja.

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) memiliki beberapa kelebihan

dibandingkan dengan SMA, sekalipun di sisi lain juga memiliki kelemahan.

Kelebihannya antara lain bahwa lulusannya dapat mengisi peluang kerja pada

dunia usaha/industri karena terkait dengan suatu sertifikasi yang dimiliki oleh

(8)

sepanjang lulusan tersebut memenuhi persyaratan, lulusan SMK juga dapat

melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi sesuai dengan program studi dan

kriteria yang dipersyaratkan.

Sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan jumlah SMK

sehingga dicapai rasio tersebut diatas, maka jumlah SMK akan terus bertambah.

Penambahan ini dilakukan dengan cara membuat UPT SMK baru atau mengubah

SMA yang tidak berkembang, sehingga berdiri SMK-SMK baru baik negeri

maupun swasta dengan berbagai jenis dan bidang serta program studi

keahlian.Kebijakan tersebut dilaksanakan dengan meningkatkan daya tampung

dan kualitas pendidikan menengah kejuruan.

Gambaran tentang kualitas pendidikan kejuruan yang disarikan oleh

Finch dan Crunkkilton dalam (Erna Fasiati, 2005 : 7) bahwa ‘kualitas pendidikan

kejuruan menerapkan ukuran ganda yaitu ukuran sekolah atau in-school success

students dan kualitas menurut ukuran masyarakat atau out-school students’.

Kriteria pertama, meliputi aspek keberhasilan peserta didik dalam memenuhi

tuntutan kurikuler yang telah diorientasikan pada tuntutan dunia kerja. Sedangkan

keriteria kedua, meliputi keberhasilan peserta didik yang ditampilkan pada

kemampuan unjuk kerja sesuai standar kompetensi kerja nasional maupun

internasional setelah mereka berada di lapangan kerja yang sebenarnya. Kualitas

kerja yang dimaksud adalah memiliki kompetensi sesuai dengan kebutuhan

industri yaitu memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai

(9)

mengembangkan kompetensi tersebut sesuai dengan perkembangan teknologi

untuk lebih meningkatkan produktivitasnya.

Depnakertrans RI ( 2004 : 1 ) memberikan pengertian tentang Standar

Kompetensi Kerja Nasional Indonesia( SKKNI ) yaitu :

Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia adalah uraian kemampuan yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang harus dimiliki seseorang untuk menduduki jabatan pekerjaan tertentu yang berlaku secara nasional.

SKKNI yang telah disusun dan telah mendapatkan pengakuan oleh para

pemangku kepentingan akan dirasakan manfaatnya apabila telah terimplementasi

secara konsisten. SKKNI digunakan sebagai acuan untuk : (1) menyusun uraian

pekerjaan; (2) Menyusun dan mengembangkan program pelatihan dan sumber

daya manusia; (3) Menilai unjuk kerja seseorang; dan (4) Akreditasi profesi di

tempat kerja. Dengan dikuasainya kompetensi sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan, maka seseorang akan mampu : (1) Mengerjakan suatu tugas atau

pekerjaan; (2) Mengorganisasikan agar pekerjaan dapat dilaksanakan; (3)

Menentukan langkah apa yang harus dilakukan pada saat terjadi sesuatu yang

berbeda dengan rencana semula; dan (4) Menggunakan kemampuan yang

dimilikinya untuk memecahkan masalah atau melaksanakan tugas dengan kondisi

yang berbeda. Untuk mencapai kualitas lulusan pendidikan kejuruan sesuai

tuntutan dunia kerja terebut, perlu dilakukan upaya-upaya, mengingat masih

terjadi kelemahan-kelemahan pada pendidikan kejuruan model lama, sebagaimana

dijelaskan Indra Djati Sidi (2001:111) bahwa kelemahan pendidikan kejuruan

model lama umumnya berkisar pada konsep dan pelaksanaannya. Adapun

(10)

Pertama, dari segi konsep, pendidikan kejuruan model konvensional

memiliki kelemahan-kelemahan berikut ini : (1) Penerapan pendekatan “ supply

driven “ dimana totalitas penyelenggaraan pendidikan kejuruan dilakukan secara

sepihak oleh Depdiknas; (2) Penerapan “school based model “ telah membuat

peserta didik tertinggal oleh kemajuan dunia usaha/industri; (3) Pengajaran

berbasis mata pelajaran telah membuat tidak jelas pencapaian kompetensi; (4)

Pendidikan kejuruan berbasis sekolah kurang luas (kaku); (5) Tidak mengakui

keahlian yang diperoleh dari luar sekolah; (6) Pendidikan kejuruan hanya

menyiapkan tamatan untuk bekerja di sektor formal; (7) Pendidikan kejuruan

merupakan “dead-end career“ (terminal ); (8) Kurang adanya integrasi antara

pendidikan dan pelatihan kejuruan; (9) Guru kejuruan tidak memiliki pengalaman

kerja industri; (10) Pengelolaan pendidikan kejuruan terlalu sentralistis; dan (11)

Pembiayaan sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah (SMK Negeri) dan

sepenuhnya oleh siswa ( SMK Swasta ).

Kedua, dilihat dari segi praktik, pendidikan kejuruan model lama juga

memiliki banyak kelemahan, yaitu kurang mempersiapkan siswa untuk memasuki

lapangan kerja, tidak efisien, kurang mampu menjaga relevansi dengan perubahan

pasar kerja, kurang mutakhir, sukar berubah atau konservatif. Tamatan SMK

sering dikritik kurang mampu mengikuti perubahan, karena mereka kurang

dibekali hal-hal berikut ini : (1) Keterampilan dasar (baca, tulis, dengar, bicara,

hitung, dan matematika); (2) Keterampilan berpikir (berpikir kreatif, pengambilan

(11)

alasan); (3) Kualitas kalbu (tanggung jawab, kejujuran, integritas, kerja sama,

kerja keras, disiplin dan jiwa kewirausahaan).

Ketiga, dilihat dari segi sistem, pendidikan yang berlaku pada sekolah

kejuruan model lama kurang sesuai dengan tuntutan dunia usaha/industri.

Perbedaan yang mendasar antara budaya sekolah dan budaya industri ini tidak

harus terjadi sekiranya dunia usaha/industri diikutsertakan secara aktif dalam

penyelenggaraan pendidikan kejuruan.

Keempat, dilihat dari tradisi, banyak kebiasaan salah yang dilakukan terus

menerus oleh guru tanpa ada kesadaran bahwa apa yang dilakukan itu sebenarnya

salah. Diantara beberapa kebiasaan salah yang memerlukan koreksi tersebut

yaitu : (1) pelajaran praktik dasar tidak diajarkan sesuai dengan prinsip dasar yang

benar; (2) membiarkan siswa menghasilkan mutu hasil kerja asal jadi; (3)

membiarkan siswa bekerja tanpa bimbingan dan pengawasan; dan (4) membiarkan

siswa bekerja tanpa memperhatikan keselamatan kerja.

Menyadari akan kelemahan-kelemahan tersebut, maka upaya-upaya dalam

melakukan perubahan secara mendasar (reformasi) terhadap penyelenggaraan

pendidikan kejuruan konvensional di Indonesia perlu dilakukan agar dapat

mengejar ketertinggalan dalam penyiapan tamatan sekolah menengah kejuruan

yang berkualitas.

Sejalan dengan itu, Mamiek Slamet (1997:17) mengemukakan bahwa

perubahan-perubahan mendasar dalam pendidikan menengah kejuruan tersebut

adalah :

(12)

tidak mungkin atau sulit didapat di sekolah antara lain pembentukan wawasan mutu, wawasan keunggulan, wawasan nilai tambah, dan pembentukan etos kerja.

Sementara, Wardiman Djoyonegoro (2001 :6) mengungkapkan bahwa :

Hakikat pembaharuan pendidikan kejuruan sesuai dengan kebijakan link

and match, adalah adanya perubahan pola pendidikan lama yang cenderung

berbentuk pendidikan demi pendidikan ke suatu yang lebih terang, jelas dan konkret menjadi pendidikan kejuruan sebagai program pengembangan sumber daya manusia.

Link and Match adalah kebijakan pemerintah yang dicetuskan oleh

Wardiman Djoyonegoro (Mendikbud pada waktu itu) untuk perubahan pendidikan

kejuruan. Secara harfiah “link” berarti terkait, dan “match“ berarti cocok,

menyangkut hasil harus sesuai atau sepadan. Sehingga link and match sering

diterjemahkan menjadi terkait dan cocok/sepadan. Mengacu pada konsep ini,

diharapkan terdapat keterkaitan dan kecocokan antara dunia pendidikan dan dunia

kerja, yang mana orientasi pendidikan kejuruan dan pelatihan sumber daya

manusia diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dunia kerja. Untuk itu diperlukan

penerapan konsep link and match dalam berbagai kebijakan dan program-program

pendidikan. Beberapa prinsip utama dari konsep tersebut yaitu : (1) sistem

pendidikan harus terkait dan sepadan dengan kebutuhan yang terus berkembang

dari berbagai sektor industri akan tenaga kerja yang menguasai keterampilan dan

keahlian profesional dalam berbagai cabang Iptek; (2) sistem pendidikan harus

terkait dan sepadan dengan nilai, sikap, perilaku, dan etos kerja masyarakat yang

sudah mulai mengarah pada era industri dan teknologi, dan (3) sistem pendidikan

harus terkait dan sepadan dengan masa depan yang akan ditandai dengan

(13)

Dalam rangka mengantisipasi hal seperti tersebut tersebut, diamanatkan

dalam Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional dalam lembaran negara bagian c menyebutkan bahwa :

Sistem pendidikan nasional mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan-perubahan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan perubahan-perubahan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.

Pembaharuan pendidikan perlu dilakukan secara terencana, terarah, dan

berkesinambungan dalam rangka menyiapkan sumber daya manusia yang sesuai /

relevan dan yang mampu memenuhi kebutuhan dunia usaha/dunia industri. Oleh

karena itu pendidikan dan pelatihan sudah seharusnya dirancang dan dilaksanakan

berdasarkan apa yang dapat dilakukan di tempat kerja yang diarahkan kepada

unjuk kerja sesuai dengan standar kompetensi kerja yang dibutuhkan oleh dunia

kerja.

Pendidikan Sistem Ganda atau Dual System merupakan salah satu

konkretisasi dari reformasi pendidikan kejuruan sebagaimana diuraikan tersebut.

Pendidikan Sistem Ganda (PSG) merupakan suatu bentuk penyeleng-garaan pendidikan dan pelatihan kejuruan yang memadukan secara sistematik dan sinkron antara program pendidikan di sekolah dan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui praktik langsung di dunia kerja (Indra Djati Sidi, 2001 : 127).

Dengan demikian, para siswa SMK dengan program Pendidikan Sistem

Ganda ini akan memiliki tingkat profesional yang sambung dengan dunia kerja

yang dibutuhkan. Sebagaimana gambar di bawah ini yang menunjukan putaran

(14)

Gambar 1.1.

Interaksi antara Sekolah dan Industri melalui Para Siswa Sumber : Indra Djati Sidi ( 2001 : 128 ).

Dalam pengertian tersebut, terdapat dua pihak yaitu lembaga pendidikan

(sekolah) dan dunia kerja (industri/ perusahaan) secara bersama-sama

menyeleng-garakan suatu program pendidikan dan pelatihan. Pergeseran pendidikan kejuruan

dari model konvensional menuju model Pendidikan Sistem Ganda merupakan

perubahan yang sangat mendasar (reformasi), oleh karena itu memerlukan

perubahan-perubahan dalam sistem, budaya, dan pelakunya. Menyadari akan hal

ini, Depdikbud (pada waktu itu) melakukan perbaikan-perbaikan terutama

terhadap konsep, program, serta operasionalisasinya melalui pengarahan,

pembimbingan, serta dukungan terhadap proses maupun hasil kinerja Pendidikan

Sistem Ganda. Dengan pendekatan sistem ganda, diharapkan kualifikasi tamatan

TEORI PRAKTIK

Pemerintahan Dunia Usaha

Pembiayaan oleh Pemerintah Pembiayaan oleh Perusahaan

Sekolah Kejuruan Perusahaan

(15)

pendidikan kejuruan dapat sesuai dengan standar kompetensi kerja yang

dibutuhkan oleh dunia kerja.

Secara umum, Pendidikan Sistem Ganda bertujuan untuk menjawab

tantangan industri. Sedangkan secara rinci, Pendidikan Sistem Ganda bertujuan :

(1) menghasilkan tenaga kerja yang memiliki keahlian profesional yaitu tenaga

kerja yang memiliki tingkat kemampuan kompetensi, dan etos kerja yang sesuai

dengan tuntutan lapangan kerja; (2) meningkatkan dan memperkokoh keterkaitan

dan kesepadanan antara lembaga pendidikan kejuruan dan dunia usaha; (3)

meningkatkan efisiensi proses pendidikan dan pelatihan tenaga kerja berkualitas

profesional; dan (4) memberi pengakuan terhadap pengalaman kerja sebagai

bagian dari proses pendidikan (Indra Djati Sidi, 2001:128). Sebagai bagian dari

sistem penyelenggaraan pendidikan kejuruan, dalam Pendidikan Sistem Ganda

dituntut adanya perubahan terhadap pengelolaan kegiatan belajar dimana terdapat

dua tempat penyelenggaraan pendidikan yaitu sekolah dan institusi pasangan.

Sebagaimana dijelaskan dalan Buku Panduan PSG tentang Pengelolaan Kegiatan

Belajar Mengajar, yaitu :

Pengelolaan kegiatan belajar mengajar dalam Pendidikan Sistem Ganda merupakan serangkaian proses merencanakan, mengorganisasikan, melak-sanakan, dan mengevaluasi kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan di sekolah dan di institusi pasangan sebagai suatu kesatuan yang utuh (Depdikbud, 1997:1).

Melalui proses tersebut, diharapkan dapat dicapai kompetensi lulusan

SMK yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Di samping itu perubahan

penyelenggaraan pendidikan kejuruan dari sistem persekolahan ( School Broe

(16)

adanya perubahan terhadap pengelolaan peralatan dan bahan praktik sebagai salah

satu konsekuensinya. Dengan kata lain, ketersediaan peralatan dan bahan praktik

menjadi prasyarat bagi terselenggaranya pendidikan kejuruan. “Peralatan dan

bahan praktik yang dimaksud adalah peralatan dan bahan praktik yang digunakan

untuk pelaksanaan praktik dasar dan praktik industri/ keahlian yang disusun

bersama antara sekolah dan dunia industri “. (Depdikbud, 1997 : 1). Oleh karena

itu, perlu pemikiran tentang suatu sistem pengelolaan peralatan dan bahan praktik

yang efektif dan efisien.

Memperhatikan uraian tersebut diatas, Pendidikan Sistem Ganda

merupakan bentuk kerja sama yang win-win antara sekolah dan industri untuk

memenuhi tugas dan fungsi masing-masing. Sekolah melakukan semacam out

sourcing yang dilaksanakan di industri dalam bentuk pemanfaatan sarana praktik,

instruktur dan pengalaman. Sedangkan industri dapat memandang sekolah sebagai

bagian dari HRD (Human Resource Departement) mereka untuk menyiapkan

tenaga ahli yang profesional. Dengan demikian sumber-sumber (resources) yang

digunakan bagi kedua belah pihak menjadi sangat efektif dan efisien. Efektivitas

dan efisiensi tersebut pada akhirnya akan meningkatkan mutu pendidikan

sekaligus meningkatkan mutu produk dengan harga yang bersaing.

Lembaga pendidikan dalam hal ini SMK bermutu sangat berhubungan

dengan harapan keberhasilan siswa setelah lulus, yaitu memiliki moral yang baik,

keterampilan yang dapat bermanfaat bagi masyarakat, serta kemampuan

intelektual sehingga pengguna lulusan puas terhadap mutu lulusan sebagai hasil

(17)

adalah sekolah yang terfokus pada kepuasan pelanggan ( custumer satisfaction )

baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal. Hal ini berarti sekolah harus

menyadari bahwa siswa, orang tua, dan stakeholder merupakan pelanggan yang

harus diperhatikan keberadaannya sehingga keberhasilan sistem pendidikan di

sekolah tetap terjaga. Sebagai industri jasa penyelenggara pendidikan, sekolah

dapat dianalogikan dengan proses produksi. Sekolah dapat dipandang sebagai

lembaga yang memproduksi atau menjual jasa kepada pelanggannya. Dengan

berpegang pada konsep ini, maka mutu suatu pendidikan ditentukan oleh sejauh

mana pelanggan baik internal maupun eksternal merasa puas terhadap layanan

yang diberikan oleh sekolah. Dengan kata lain, sekolah yang bermutu adalah

sekolah yang penyelenggaraannya sesuai dengan harapan dan kepuasan para

pelanggannya, dalam hal ini adalah sekolah yang dapat menghasilkan lulusan

dengan kompetensi kerja sesuai harapan dan tuntutan dunia usaha / industri.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan baik melalui pengamatan maupun

wawancara secara tidak formal dengan sejumlah siswa, walaupun Pendidikan

Sistem Ganda telah diterapkan sebagai sistem dalam penyelenggaraan pendidikan

pada semua SMK Negeri dan swasta di Kota Cirebon, akan tetapi dalam

pelaksanaannya masih terdapat beberapa kesenjangan, antara lain : (1) Pihak

sekolah masih kesulitan mencari dunia usaha/industri yang relevan. Dunia

usaha/dunia industri sebagi institusi pasangan dalam penyelenggaraan pendidikan

sistem ganda sangat heterogen baik dalam tingkat pemahaman maupun tingkat

partisipasi dan keterlibatannya dalam kerja sama dengan sekolah untuk

(18)

umumnya sampai saat ini pelaksanaan pendidikan dan pelatihan masih bersifat

supply driven yaitu pengembangan program pendidikan yang lebih mementingkan

jumlah siswa yang tamat, bukan banyaknya tamatan yang bekerja sesuai dengan

kompetensi yang dibutuhkan pada dunia kerja (demand driven). Diindikasikan

hanya sebagian kecil (kurang dari 30 %) tamatan yang bekerja sesuai dengan

bidang yang dipelajarinya; (3) Respon dunia usaha/ industri belum begitu tinggi

terhadap sekolah. Pengelolaan kegiatan belajar yang sejalan dengan konsep

pendidikan sistem ganda belum sesuai dengan harapan. Kesenjangan ini di satu

pihak disebabkan partisipasi institusi pasangan dalam penyelenggaraan

pendidikan masih rendah. Keterlibatannya sebagian besar hanya pada kegiatan

pengujian yang dilaksanakan pada akhir masa pendidikan. Sementara penyusunan

program dan partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar lebih

banyak sekolah yang memiliki peran. Disamping itu, sumber daya sekolah antara

lain guru dengan latar belakang dan kemampuan yang beragam, serta kualitas dan

kuantitas sarana praktik yang belum terstandar .

Fenomena tersebut merupakan bagian dari lemahnya manajemen/

pengelolaan pembelajaran yang mengakibatkan penyelenggaraan sekolah kurang

efektif.

Berdasarkan uraian tersebut , masalah ini menarik untuk dikaji lebih

mendalam melalui penelitian yang difokuskan pada judul penelitian “Kontribusi

Pengelolaan Kegiatan Belajar Mengajar dalam Pendidikan Sistem Ganda

(PSG) dan Ketersediaan Sarana Praktik terhadap Efektivitas Pembelajaran”

(Studi Tentang Persepsi Siswa pada SMK Negeri dan Swasta di Kota

(19)

B. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah

Sebagaimana telah diuraikan pada latar belakang masalah, bahwa terdapat

beberapa kesenjangan dalam penyelenggaraan PSG di SMK khususnya di Kota

Cirebon baik negeri maupun swasta. Dari beberapa permasalahan yang ada,

masalah pengelolaan pembelajaran dan sarana merupakan masalah yang

urgensinya sangat menonjol. Sementara, keduanya merupakan faktor yang sangat

berpengaruh terhadap keberhasilan penyelenggaraan Pendidikan Sistem Ganda

dalam meningkatkan efisiensi proses pendidikan dan pelatihan tenaga kerja

berkualitas profesional, yang secara otomatis berpengaruh terhadap efektivitas

pembelajaran. Dengan demikian, batasan masalah dalam penelitian ini adalah

pengelolaan kegiatan belajar mengajar dalam PSG dan ketersediaan sarana praktik

terhadap efektivitas pembelajaran. Sehubungan dengan berbagai keterbatasan, saat

ini penelitian baru dilakukan ditinjau dari aspek persepsi siswa.

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah

diuraikan tersebut, masalah dalam penelitian ini dirumuskan berupa

pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut.

1. Bagaimanakah gambaran secara aktual pengelolaan kegiatan belajar mengajar

dalam PSG pada SMK Negeri dan Swasta di Kota Cirebon.

2. Bagaimanakah gambaran secara aktual tentang ketersediaan sarana praktik

pada SMK Negeri dan Swasta di Kota Cirebon.

3. Bagaimanakah gambaran sacara aktual tentang efektivitas pembelajaran pada

(20)

4. Seberapa besar kontribusi pengelolaan kegiatan belajar mengajar dalam PSG

terhadap efektivitas pembelajaran pada SMK Negeri dan Swasta di Kota

Cirebon.

5. Seberapa besar kontribusi ketersediaan sarana praktik terhadap efektivitas

pembelajaran pada SMK Negeri dan Swasta di Kota Cirebon.

6. Seberapa besar kontribusi pengelolaan kegiatan belajar mengajar dalam PSG

dan ketersediaan sarana praktik secara bersama-sama terhadap efektivitas

pembelajaran pada SMK Negeri dan Swasta di Kota Cirebon.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan

konsep, teori, dan pendekatan yang berkaitan dengan pengelolaan kegiatan belajar

mengajar dalam PSG, ketersediaan sarana praktik, dan efektivitas pembelajaran.

Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data, mengolah,

menganalisis dan menarik kesimpulan yang didasarkan pada hasil analisis data

dan teori yang dikemukakan para ahli pada bidang tersebut.

Secara khusus, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah

untuk mengetahui dan menganalisis:

1. Gambaran secara aktual tentang pengelolaan kegiatan belajar mengajar dalam

PSG pada SMK Negeri dan Swasta di Kota Cirebon.

2. Gambaran secara aktual tentang ketersediaan sarana praktik pada SMK Negeri

dan Swasta di Kota Cirebon.

3. Gambaran secara aktual tentang efektivitas pembelajaran pada SMK Negeri

(21)

4. Kontribusi pengelolaan kegiatan belajar mengajar dalam PSG terhadap

efektivitas pembelajaran pada SMK Negeri dan Swasta di Kota Cirebon.

5. Kontribusi ketersediaan sarana praktik terhadap efektivitas pembelajaran pada

SMK Negeri dan Swasta di Kota Cirebon.

6. Kontribusi pengelolaan kegiatan belajar mengajar dala PSG dan ketersediaan

sarana praktik terhadap efektivitas pembelajaraan pada SMK Negeri dan

Swasta di Kota Cirebon.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan pada penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan studi lanjutan yang

relevan dan bahan kajian ke arah pengembangan konsep-konsep tentang

peningkatan efektivitas pembelajaran. Pembahasan topik ini merupakan bagian

tak terpisahkan dari peningkatan efektivitas sekolah.

2. Manfaat Praktis

Pada tataran praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

kepala sekolah, guru maupun lembaga pendidikan. Dari penelitian ini diharapkan

dapat ditemukan kondisi nyata, bagaimana meningkatkan efektivitas pembelajaran

sehingga sekolah dapat melakukan perbaikan-perbaikan dalam pelaksanaan

pembelajaran untuk memenuhi harapan dunia usaha/industri melalui pengelolaan

kegiatan belajar mengajar dan ketersediaan sarana praktik. Bagi peneliti lain,

(22)

untuk mencari permasalahan lain yang ada diluar pembahasan masalah penelitian

ini.

E. Anggapan Dasar

Pengelolaan kegiatan belajar mengajar dalam PSG dan ketersediaan sarana

praktik dapat memberikan kontribusi terhadap efektivitas pembelajaraan pada

SMK Negeri dan Swasta di Kota Cirebon, penulis perlu mengemukakan anggapan

dasar dalam penelitian ini. Anggapan dasar dapat membantu peneliti dalam

memecahkan masalah sehingga hasil penelitian dapat diterima secara ilmiah.

Dengan kata lain, penelitian yang baik memerlukan pedoman sebagai dasar

penelitian sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Dapat dikatakan

bahwa asumsi merupakan titik tolak dilakukannya penelitian ditinjau dari segi

permasalahan. Hal ini ditegaskan oleh Winarno Surakhmad dalam Suharsimi

Arikunto (2006:65) yang menyatakan bahwa asumsi atau anggapan dasar atau

postulat adalah “sebuah titik tolak pemikiran, kebenarannya diterima oleh

penyelidik”. Anggapan dasar yang dikemukakan oleh penulis dalam penelitian ini

yaitu:

1. Dalam pelaksanaan PSG terdapat dua tempat penyelenggaraan pendidikan dan

pelatihan yang berbeda, yaitu sekolah dan institusi pasangan. Implikasi dari

kedua penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan tersebut terdapat dua

pengelolaan kegiatan belajar mengajar yang berbeda, akan tetapi tetap utuh

sebagai suatu rangkaian upaya pencapaian kompetensi siswa. Pengelolaan

kegiatan belajar mengajar dalam PSG merupakan serangkaian proses

(23)

mengajar yang dilaksanakan di sekolah dan di Institusi Pasangan sebagai satu

kesatuan utuh. (Depdikbud, 1997 :1).

2. Sarana atau peralatan praktik pada SMK merupakan salah satu sarana

pendidikan yaitu peralatan yang digunakan untuk pelaksanaan praktik dasar

dan praktik keahlian yang disusun bersama antara sekolah dan dunia usaha/

industri (Depdikbud, 1997:1). Dalam rangka mendukung pelaksanaan

Pendidikan Sistem Ganda, maka setiap SMK minimal memiliki beberapa jenis

peralatan, bahan, perabot, dan peralatan penunjang praktik baik untuk praktik

dasar maupun praktik keahlian. Untuk itu, ketersediaan sarana praktik sangat

mempengaruhi pencapaian kompetensi siswa.

3. Efektivitas berarti terjadi suatu efek atau akibat yang dikehendaki dalam suatu

perbuatan. Setiap pekerjaan yang efisien berarti juga efektif, karena dilihat dari

segi hasil, tujuan, atau akibat yang dikehendaki dari perbuatan itu telah dicapai

secara maksimal baik mutu atau jumlahnya (The Liang Gie, 1981:109).

“Efektivitas merupakan suatu dimensi tujuan manajemen yang berfokus pada

hasil, sasaran, dan target yang diharapkan” (Komariah, 2006:28). Efektivitas

pembelajaran dapat dicapai apabila semua unsur dan komponen yang terdapat

pada sistem pembelajaran berfungsi sesuai dengan tujuan dan sasaran yang

ditetapkan. Efektivitas pembelajaran dapat dicapai apabila rancangan pada

perencanaan, implementasi dan evaluasi dapat dijalankan sesuai dengan

prosedur dan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dengan demikian dapat

diasumsikan bahwa efektivitas pembelajaran pada SMK adalah tercapainya

(24)

/industri, ketercapaiannya dapat dipengaruhi oleh pengelolaan kegiatan belajar

mengajar dan ketersediaan sarana praktik.

F. Hipotesis Penelitian

Berkenaan dengan masalah yang diteliti, maka dirumuskan hipotesis

penelitian dirumuskan sebagai berikut.

1. Pengelolaan kegiatan belajar mengajar dalam PSG berkontribusi signifikan

terhadap efektivitas pembelajaran pada SMK Negeri dan Swasta di Kota

Cirebon.

2. Ketersediaan sarana praktik berkontribusi signifikan terhadap efektivitas

pembelajaran pada SMK Negeri dan Swasta di Kota Cirebon.

3. Pengelolaan kegiatan belajar mengajar dalam PSG dan ketersediaan sarana

praktik secara simultan berkontribusi signifikan terhadap efektivitas

pembelajaraan pada SMK Negeri dan Swasta di Kota Cirebon.

G. Definisi Operasional

Definisi operasional dimaksudkan untuk menjelaskan makna variabel yang

sedang diteliti. Singarimbun, M. (2003:46-47) memberikan pengertian tentang

definisi operasional, yaitu “definisi operasional adalah unsur penelitian yang

memberitahukan cara mengukur suatu variabel, dengan kata lain definisi

operasional merupakan petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu

variabel”. Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Pengelolaan kegiatan belajar mengajar dalam PSG adalah serangkaian proses

merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan

(25)

kesatuan yang utuh. Indikator pengelolaan kegiatan belajar mengajar dalam

PSG menurut Depdikbud (1997:1) meliputi : (a) perencanaan, (b) pelaksanaan,

(c) penilaian, dan (d) sertifikasi.

2. Ketersediaan Sarana Praktik adalah suatu kondisi yang menunjukkan tentang

kemampuan menyediakan peralatan pokok dan peralatan penunjang yang

langsung digunakan dalam kegiatan pembelajaran terutama kegiatan praktik

baik praktik dasar maupun praktik keahlian agar tujuan pembelajaran tercapai.

Indikator ketersediaan sarana praktik menurut Ambar Arum (2007:8) meliputi:

(a) perencanaan, (b) pengadaan, (c) penyimpanan, (d) penggunaan, (e)

pemeliharaan, (f) penghapusan.

3. Efektivitas Pembelajaran dikatakan efektif apabila dalam proses pembelajaran

setiap elemen berfungsi secara keseluruhan. Efektivitas pembelajaran

menun-jukkan ketercapaian sasaran atau tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Indikator efektivitas pembelajaran menurut Stufflebeam (Tim MKDK

Kurikulum dan Pembelajaran, 2000:40) meliputi: (a) Konteks (context); (b)

Masukan (input); (c) Proses (process); dan (d) Hasil (product).

Lebih jelasnya, model dari hubungan yang terdapat antara variabel

pengelolaan kegiatan belajar mengajar dalam pendidikan PSG (X1), ketersediaan

sarana praktik (X2), dan efektivitas pembelajaran (Y) digambarkan sebagai

(26)

Gambar 1.2. Paradigma Penelitian

H. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan suatu cara atau langkah dalam

mengumpul-kan atau mengorganisasimengumpul-kan, menganalisis serta menginterpretasimengumpul-kan data. Metode

yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif, dengan

pendekatan kuantitatif dan teknik survey. Sedangkan sebagai alat pengumpul data

menggunakan teknik dokumentasi, wawancara, dan angket (kuesioner).

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri dan

Swasta di lingkungan Dinas Pendidikan Kota Cirebon.

2. Populasi dan Sampel Penelitian

Berkenaan dengan penelitian ini, yang dijadikan populasi adalah siswa-siswa

SMK Negeri dan Swasta dari Program Studi Keahlian Teknik Mekanik

Otomotif yang sedang atau telah mengikuti Praktik Kerja Industri (kelas XI

atau kelas XII ) berjumlah 574 orang. r x2.y R2yx1x2

r x1.y Pengelolaan Kegiatan

Belajar dalam PSG (X1)

Depdikbud (1997:1)

Ketersediaan Sarana Praktik (X2) Ambar Arum (2007:8)

Efektivitas Pembelajaran (Y)

Stufflebeam (Tim MKDK Kurikulum dan Pembelajaran, 2000:40)

(27)

Sampel diambil sacara acak (teknik random sampling) dengan anggapan

bahwa populasi siswa SMK Negeri dan Swasta Program Studi Keahlian

Teknik Mekanik Otomotif yang sedang atau telah mengikuti Praktik Kerja

Industri adalah homogen. Untuk menghitung ukuran sampel penulis

menggunakan rumus menurut Taro Yamane dalam Riduwan (2010:65) yang

didasarkan pada estimasi statistik 10 %, sehingga jumlah sampel dalam

(28)

66

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Metode penelitian merupakan cara atau langkah dalam mengumpulkan,

mengorganisasikan, menganalis, serta menginterpretasikan data. Hal ini sejalan

dengan pendapat Winarno Surakhmad (1994:134) yang menyatakan bahwa:

Metode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai tujuan, misalnya untuk menguji serangkaian hipotesis dengan menggunakan teknik serta alat tertentu. Dalam hal ini cara utama itu digunakan setelah penyelidik memperhitungkan kewajarannya ditinjau dari tujuan penyelidikan serta situasi penyelidikan.

Sugiyono (2008:6) mengemukakan bahwa:

Metode penelitian pendidikan dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam pendidikan.

Berdasarkan pengertian tersebut, disamping sebagai cara atau pendekatan

yang digunakan untuk mencari jawaban dari permasalahan yang diteliti, metode

penelitian juga merupakan cara utama untuk mencapai tujuan penelitian yang

telah ditetapkan.

Berdasarkan tingkat penjelasan dan bidang penelitian, jenis penelitian ini

merupakan penelitian deskriptif dan verifikatif. Traver Travens dalam (Husain

Umar, 2001: 21) menjelaskan bahwa : “Penelitian dengan menggunakan metode

deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel

mandiri, baik satu variabel atau lebih (independent) tanpa menghubungkan

(29)

deskripsi atau gambaran mengenai pengelolaan kegiatan belajar mengajar dalam

PSG, ketersediaan sarana praktik, dan efektivitas pembelajaran pada Sekolah

Menengah Kejuruan melalui persepsi siswa yang telah atau sedang melaksanakan

praktik kerja industri sebagai responden dalam penelitian ini. Adapun sifat

penelitian yang verifikatif pada dasarnya bertujuan untuk menguji kebenaran dari

suatu hipotesis yang dilaksanakan melalui pengumpulan data di lapangan.

Berdasarkan jenis penelitian tersebut, metode yang akan digunakan dalam

penelitian ini adalah metode survey. Menurut Kerlinger dalam (Sugiyono,2008:7)

dijelaskan bahwa:

Penelitian survey adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi, dan hubungan-hubungan antar variabel sosiologis maupun psikologis.

Dalam penelitian yang menggunakan metode ini, informasi dari sebagian

populasi dikumpulkan langsung di tempat kejadian secara empirik dengan tujuan

mengetahui pendapat dari sebagian populasi terhadap objek yang sedang diteliti.

Selain itu, karena penelitian ini dilakukan pada kurun waktu kurang dari satu

tahun yakni mulai bulan April sampai dengan bulan Agustus 2010, metode yang

digunakan adalah cross sectional method yaitu metode penelitian dengan cara

mempelajari objek dalam kurun waktu tertentu (tidak berkesinambungan dalam

(30)

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi merupakan sekelompok objek yang dapat dijadikan sumber

dalam penelitian. Menurut Sudjana ( 1992:6):

Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin hasil menghitung atau pengukuran kuantitatif maupun kualitatif mengenai karakteristik-karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan yang lengkap dan jelas yang dipelajari sifat-sifatnya”.

Berkaitan dengan itu, Sugiyono (2008:90) mendefinisikan populasi

sebagai “wilayah generalisasi yang terdiri atas objek, subjek yang mempunyai

kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti, untuk dipelajari

kemudian ditarik kesimpulannya“.

Berdasarkan pengertian tersebut, populasi dalam penelitian ini adalah

siswa SMK Program Studi Keahlian Teknik Mekanik Otomotif yang ada di Kota

Cirebon, baik negeri maupun swasta yaitu:

Tabel 3.1

SMK Taman Karya Madya Teknik SMK Al Hidayah

Pengambilan sampel dari populasi yang representatif dan mewakili, maka

diupayakan setiap subjek dalam populasi mempunyai peluang yang sama untuk

(31)

adalah “sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti”. Sedangkan menurut

Sugiyono (2008:118), yang dimaksud sampel adalah ”bagian dari jumlah

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tertentu”. Dengan demikian sampel

dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi penelitian yaitu sebagian dari

jumlah siswa Program Studi Keahlian Teknik Mekanik Otomotif pada Sekolah

Menengah Kejuruan Negeri dan Swasta di Kota Cirebon.

Dalam suatu penelitian, belum tentu semua populasi dapat diteliti, hal ini

disebabkan oleh beberapa faktor antara lain keterbatasan biaya, tenaga, dan waktu

yang tersedia. Oleh karena itu peneliti diperkenankan untuk mengambil sebagian

dari objek populasi yang ditentukan dengan catatan bagian yang diambil tersebut

mewakili objek yang diteliti. Hal ini sejalan dengan pendapat Sugiyono

(2008 :118 ):

Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel tersebut kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili).

Suharsimi Arikunto (2006:134) berpendapat bahwa untuk sekedar

perkiraan, apabila subjek penelitian kurang dari 100 lebih baik diambil semua

sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Tetapi jika jumlah

subjeknya besar, dapat diambil antara 10 % - 15 % , atau 20 % - 25 % atau lebih,

tergantung setidak-tidaknya pada: (a) kemampuan peneliti dilihat dari waktu,

tenaga dan dana; (b) sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek,

karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya data; serta (c) Besar kecilnya resiko

(32)

Memperhatikan pernyataan tersebut, dengan jumlah populasi lebih dari

100, maka penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik random

sampling (secara acak) dan bersifat proporsional dengan anggapan bahwa

populasi siswa Program Studi Keahlian Teknik Mekanik Otomotif pada Sekolah

Menengah Kejuruan negeri maupun swasta , merupakan populasi yang homogen.

Sedangkan penentuan jumlah sampel menggunakan rumus Taro Yamane atau

Slovin dalam Riduwan (2010:65), yaitu:

1

d2 = presisi (ditetapkan 10 % dengan tingkat kepercayaan 95 %)

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut, diperoleh jumlah sampel sebagai berikut.

85

Agar mendapat ukuran sampel yang representatif, setiap subjek populasi diupayakan mendapat peluang yang sama untuk menjadi sampel. Dengan jumlah sampel 85 orang, penentuan sampel pada tiap-tiap sekolah dihitung secara proporsional dengan menggunakan rumus berikut.

xS N = jumlah seluruh populasi

(33)

Berdasarkan rumus tersebut, maka dapat dihitung besarnya sampel dari

masing-masing sekolah seperti di bawah ini:

Tabel 3.2

Penyebaran Proporsi dan Sampel Pada Setiap Sekolah

No Sekolah Proporsi Sampel

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Sudi dokumentasi, digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena

dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan (L. J. Moleong, 2002: 161). Dalam penelitian ini , dokumen adalah alat yang digunakan sebagai pengumpul data yang berhubungan dengan karakter responden antara lain jumlah siswa, jumlah rombongan belajar, jumlah dan jenis program studi keahlian yang dimiliki oleh sekolah, dan sebagainya.

(34)

serta mengetahui hal-hal tentang responden yang lebih mendalam . Hal ini

sesuai dengan pendapat Sugiyono (2008:194), yaitu:

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/ kecil. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau

self report atau setidak-tidaknya pada pengetahuan atau keyakinan pribadi.

Teknik pengumpulan data dengan wawancara ini digunakan

berdasarkan beberapa anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam

menggunakan metode ini sebagaimana dikemukakan oleh Sugiyono

(2008:194) yaitu sebagai berikut (a) bahwa subjek (responden) adalah orang

yang paling tahu tentang dirinya; (b) bahwa apa yang dinyatakan subjek

kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya; (c) bahwa interpretasi subjek

tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti kepadanya adalah sama

dengan apa yang dimaksud oleh peneliti.

Dalam penelitian ini digunakan teknik wawancara tidak berstruktur atau

terbuka, yaitu wawancara bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman

wawancara yang telah disusun secara sistematis dan lengkap untuk

pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa

garis-garis permasalahan yang akan ditanyakan.Teknik pengumpulan data

dengan wawancara dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh

mana persepsi siswa terhadap masalah-masalah yang terjadi berkaitan dengan

(35)

3. Angket (Kuesioner)

“Angket atau kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada

responden untuk dijawabnya”. (Sugiyono,2008:199). Angket juga merupakan

teknik pengumpulan data yang efisien, sebagaimana dikemukakan Sugiyono

(2008:199) Teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan

pasti variabel yang akan diukur, dan tahu apa yang diharapkan dari responden.

Hal senada dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto ( 1993 : 29 ) tentang

keuntungan menggunakan angket sebagai teknik pengumpulan data, yaitu (a)

tidak memerlukan hadirnya peneliti; (b) dapat dibagikan secara serentak

kepada banyak responden; (c) dapat dijawab oleh responden mmenurut

kecepatannya masing-masing dan menurut waktu senggang responden; (d)

dapat dibuat anonim, sehingga responden bebas, jujur, dan tidak malu-malu

menjawab; (e) dapat dibuat terstandar sehingga semua responden dapat diberi

daftar pertanyaan yang benar-benar sama.

Secara umum angket dibedakan atas angket terbuka dan angket tertutup.

Dalam penelitian ini digunakan angket tertutup yaitu angket yang disajikan

dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden dapat memilih satu jawaban

yang sesuai dengan karakteristik dirinya dengan cara memberikan tanda silang

atau check list (Akdon dan Sahlan Hadi, 2005:132). Angket tertutup memberi

keleluasaan kepada responden dalam merespon pertanyaan / pernyataan yang

(36)

D. Instrumen Penelitian

“Instrumen penelitian adalah alat pengumpul data yang digunakan untuk

mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati”. (Sugiyono, 2006:116).

Instrumen dalam penelitian ini merupakan alat untuk mengumpulkan data di

lapangan berupa daftar pertanyaan/ pernyataan tentang persepsi siswa terhadap

pengelolaan kegiatan belajar mengajar dalam pendidikan sistem ganda,

ketersediaan sarana praktik dan efektivitas pembelajaran yang disusun

berdasarkan indikator dari masing-masing variabel tersebut.

Jumlah item pertanyaan / pernyataan untuk mengukur masing-masing

indikator tersebut adalah sebagai berikut.

1. Variabel pengelolaan kegiatan belajar mengajar dalam PSG 25 item;

2. Variabel ketersediaan sarana praktik 25 item;

3. Variabel efektivitas pembelajaran 25 item.

Penyusunan instrumen dalam penelitian ini menggunakan metode self

assessment yaitu meminta responden untuk memilih jawaban atas pertanyaan/

pernyataan tentang pengelolaan kegiatan belajar mengajar dalam PSG,

ketersediaan sarana praktik, dan efektivitas pembelajaran atas keadaan yang

dirasakannya. Data yang dihasilkan berupa data berskala pengukuran interval

menggunakan skala Likert dengan kisaran skor 1 sampai 4. Alternatif jawaban

untuk pernyataan / pernyataan positif sebagai berikut. skor 4 untuk jawaban

sangat setuju (SS); skor 3 untuk jawaban setuju (S); skor 2 untuk jawaban tidak

setuju (STS); dan skor 1 untuk jawaban sangat tidak setuju (STS). Sedangkan

(37)

sebagai berikut: skor 1 untuk jawaban sangat setuju (SS); skor 2 untuk jawaban

setuju (S); skor 3 untuk jawaban tidak setuju (TS); dan skor 4 untuk jawaban

sangat tidak setuju (STS). Adapun kisi-kisi penyusunan instrumen tersebut adalah

sebagai berikut.

1. Perencanaan a. Guru dan Instruktur

b. Orientasi dan Sosialisasi Program c. Pola pelaksanaan PSG

d. Alat dan bahan e. Bahan ajar

f. Waktu dan jadwal kegiatan g. Perangkat lunak/Administratif 2. Pelaksanaan a. Koordinasi melibatkan berbagai unsur

b. Penanggungjawab pelaksanaan c. Pembelajaran di sekolah

d. Pembelajaran di industri / Institusi Pasangan

e. Pengawasan dan pengendalian

11 12 13, 14 15, 16

17, 18

3. Penilaian a. Penilaian hasil belajar komponen normatif, adaptif dan teori kejuruan b. Penilaian komponen praktik keahlian c. Uji kompetensi setelah praktik

keahlian

d. Uji profesi dilakukan oleh asosiasi profesi

19

20 21

22

4. Sertifikasi a. Pengakuan setelah menyelesaikan paket pendidikan (STTB)

b. Pengakuan kewenangan untuk melakukan tugas oleh Institusi Pasangan

c. Pengakuan kewenangan oleh badan / asosiasi profesi

23

24

(38)

1 2 3 4

b. Menetapkan prioritas kebutuhan c. Penyusunan program

1, 2

a. Usulan pengadaan sarana praktik b. Pengadaan sesuai prioritas

kebutuhan/kemampuan

c. Mengacu standar sarana praktik pada institusi pasangan b. Aspek Administratif

11, 12

c. Pendayagunaan secara optimal d. Inventarisasi

a. Manfaat pemeliharaan b. Prosedur pemeliharaan

a. Prosedur penghapusan 24, 25

Efektivitas

b. Sasaran yang ingin dicapai c. Masalah ketenagaan

1, 2,3

a. Peningkatan kompetensi siswa sesuai bidang keahliannya

24, 25

Berdasarkan kisi-kisi penyusunan instrumen, maka disusun item-item

pernyataan (yang valid dan reliabel) sesuai dengan indikator dan jumlah item yang

telah ditetapkan (setelah diuji coba).

E.Uji Coba Instrumen

Sebelum digunakan pada penelitian yang sesungguhnya, terlebih dahulu

(39)

untuk mengetahui kualitas instrumen yang meliputi sekurang-kurangnya validitas

dan reliabilitas instrumen.

Uji coba instrumen dalam penelitian ini dilakukan kepada 30 orang

rosponden. Responden untuk uji coba instrumen ditetapkan dengan pertimbangan

bahwa ketigapuluh responden tersebut memiliki karakteristik yang relatif sama

dengan subjek penelitian sesungguhnya.

1. Menguji Validitas

Uji validitas dilakukan berkenaan dengan ketepatan alat ukur terhadap

konsep yang diukur sehingga benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur.

Berkaitan dengan pengujian validitas instrumen menurut Riduwan (2009:97)

menjelaskan bahwa validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat

keandalan atau kesahihan suatu alat ukur. Alat ukur yang kurang valid berarti

memiliki validitas rendah. Untuk menguji validitas alat ukur, terlebih dahulu

dicari harga korelasi antara bagian-bagian dari alat ukur secara keseluruhan

dengan cara mengkorelasikan setiap butir alat ukur dengan skor total yang

merupakan jumlah tiap skor butir. Untuk menghitung validitas alat ukur

digunakan rumus Pearson Product Moment adalah.

(

Kaidah keputusan : Jika r hitung > r tabel berarti valid sebaliknya

(40)

Jika instrumen itu valid, maka dilihat kriteria penafsiran mengenai indeks

korelasinya (r) sebagai berikut.

Antara 0,800 – 1,000 : sangat tinggi

Antara 0,600 – 0,799 : tinggi

Antara 0,400 – 0,599 : cukup

Antara 0,200 – 0,399 : rendah

Antara 0,000 – 0,199 : sangat rendah (tidak valid).

a. Pengelolaan Kegiatan Belajar Mengajar dalam PSG (X1)

Bedasarkan hasil uji coba instrumen penelitian untuk variabel pengelolaan

kegiatan belajar mengajar dalam PSG (X1) diperoleh kesimpulan bahwa dari 35

item tersebut yang dinyatakan valid ada 25 item, yaitu item No: 1; 2; 3; 4; 5; 6;8;

9; 11; 12; 13; 14; 17; 19; 21; 23; 25; 26; 27; 30;31; 32; 33; 34; dan 35. Sedangkan

yang tidak valid sebanyak 10 item, yaitu item No: 7; 10; 15; 16; 18; 20; 22; 24;

28 dan 29.

Dalam analisis ini apabila item dikatakan valid harus dibuktikan dengan

perhitungan. Untuk mengetahui tingkat validitas perhatikan angka pada Corrected

Item-Total Correlation yang merupakan korelasi antara skor item dengan skor

total item (nilai r hitung) di bandingkan dengan nilai r Tabel. Jika nilai r hitung lebih besar dari nilai r Tabel atau nilai r hitung > nilai r Tabel, maka item tersebut adalah

valid dengan menggunakan distribusi (Tabel r) untuk α = 0,05 dengan derajat

kebebasan (dk=n–2 = 30 – 2= 28) sehingga didapat r Tabel = 0,374. Contoh korelasi

item No.1 = 0,577; item No.2 = 0,577dan seterusnya sampai item No.35 = 0,577.

(41)

Tabel 3.4

Uji Validitas Item Variabel Pengelolaan Kegiatan Belajar Mengajar dalam PSG (X1)

(42)

b. Ketersediaan Sarana Praktik (X2)

Dari hasil uji coba instrumen penelitian untuk variabel ketersediaan sarana

praktik (X2) diperoleh kesimpulan bahwa dari 30 item yang dinyatakan valid ada

25 item yaitu: item No.1; 2; 3; 4; 5; 6; 7; 9; 11; 12; 13; 14; 15; 16; 17; 19; 21; 22;

24; 25; 26; 27; 28; 29 dan 30. Sedangkan yang tidak valid sebanyak 5 item, yaitu

No.8; 10; 18; 20; dan No.23.

Dalam analisis ini apabila item dikatakan valid harus dibuktikan dengan

perhitungan. Untuk mengetahui tingkat validitas perhatikan angka pada Corrected

Item-Total Correlation yang merupakan korelasi antara skor item dengan skor

total item (nilai r hitung) di bandingkan dengan nilai r Tabel. Jika nilai r hitung lebih besar dari nilai r Tabel atau nilai r hitung > nilai r Tabel, maka item tersebut adalah

valid dengan menggunakan distribusi (Tabel r) untuk α = 0,05 dengan derajat

kebebasan (dk=n–2 = 30 – 2= 28) sehingga didapat r Tabel = 0,374. Contoh korelasi

item No.1 = 0,602; item No.2 = 0,807 dan seterusnya sampai item No.30 = 0,602

Keputusannya dapat dilihat pada Tabel 3.5 berikut.

Tabel 3.5

Uji Validitas Item Variabel Ketersediaan Sarana Praktik (X2) ITEM r hitung r Tabel

α = 0,05; n=30

Keputusan

1 2 3 4

Item No.1 0,602 0,374 Valid

Item No.2 0,807 0,374 Valid

Item No.3 0,557 0,374 Valid

Item No.4 0,807 0,374 Valid

Item No.5 0,454 0,374 Valid

Item No.6 0,549 0,374 Valid

(43)

1 2 3 4

Item No.8 0,122 0,374 Tidak Valid

Item No.9 0,481 0,374 Valid

Item No.10 0,164 0,374 Tidak Valid

Item No.11 0,526 0,374 Valid

Item No.12 0,557 0,374 Valid

Item No.13 0,642 0,374 Valid

Item No.14 0,807 0,374 Valid

Item No.15 0,474 0,374 Valid

Item No.16 0,743 0,374 Valid

Item No.17 0,741 0,374 Valid

Item No.18 0,225 0,374 Tidak Valid

Item No.19 0,515 0,374 Valid

Item No.20 0,106 0,374 Tidak Valid

Item No.21 0,573 0,374 Valid

Item No.22 0,855 0,374 Valid

Item No.23 0,106 0,374 Tidak Valid

Item No.24 0,675 0,374 Valid

Item No.25 0,586 0,374 Valid

Item No.26 0,508 0,374 Valid

Item No.27 0,526 0,374 Valid

Item No.28 0,591 0,374 Valid

Item No.29 0,642 0,374 Valid

Item No.30 0,602 0,374 Valid

c. Efektivitas Pembelajaran (Y)

Dari hasil uji coba instrumen penelitian untuk variabel efektivitas

pembelajaran (Y) diperoleh kesimpulan bahwa dari 30 item yang dinyatakan

valid ada 25 item yaitu: item No.1; 2; 3; 4; 5; 6; 7; 8; 9; 11; 13; 14; 15; 16; 17; 19;

21; 22; 24; 26; 27; 29 dan 30. Sedangkan yang tidak valid sebanyak 5 item, yaitu

(44)

Dalam analisis ini apabila item dikatakan valid harus dibuktikan dengan

perhitungan. Untuk mengetahui tingkat validitas perhatikan angka pada Corrected

Item-Total Correlation yang merupakan korelasi antara skor item dengan skor

total item (nilai r hitung) di bandingkan dengan nilai r Tabel. Jika nilai r hitung lebih

besar dari nilai r Tabel atau nilai r hitung > nilai r Tabel, maka item tersebut adalah

valid dengan menggunakan distribusi (Tabel r) untuk α = 0,05 dengan derajat

kebebasan (dk=n–2 = 30 – 2= 28) sehingga didapat r Tabel = 0,374. Contoh korelasi

item No.1 = 0,743; item No.2 = 0,663 dan seterusnya sampai item No.30 = 0,463.

Keputusannya dapat dilihat pada Tabel 3.6 berikut.

Tabel 3.6

Uji Validitas Item Variabel Efektivitas Pembelajaran (Y) ITEM r hitung r Tabel

α = 0,05; n=30

Keputusan

1 2 3 4

No.1 0,743 0,374 Valid

No.2 0,663 0,374 Valid

No.3 0,647 0,374 Valid

No.4 0,662 0,374 Valid

No.5 0,622 0,374 Valid

No.6 0,600 0,374 Valid

No.7 0,612 0,374 Valid

No.8 0,722 0,374 Valid

No.9 0,632 0,374 Valid

No.10 0,181 0,374 Tidak Valid

No.11 0,685 0,374 Valid

No.12 0,185 0,374 Tidak Valid

No.13 0,722 0,374 Valid

No.14 0,668 0,374 Valid

No.15 0,722 0,374 Valid

No.16 0,708 0,374 Valid

(45)

1 2 3 4

Uji reliabilitas dilakukan untuk mendapatkan tingkat ketepatan

(keter-andalan atau keajegan) alat pengumpul data (instrumen) yang digunakan. Uji

reliabilitas instrumen dilakukan dengan rumus alpha. Metode mencari reliabilitas

internal yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, rumus

yang digunakan adalah Alpha sebagai berikut:

Langkah-langkah mencari nilai reliabilitas dengan metode Alpha sebagai berikut.

Langkah 1: Menghitung Varians Skor tiap-tiap item dengan rumus:

(46)

Langkah 2: Kemudian menjumlahkan Varians semua item dengan rumus:

Keterangan : ΣΣΣΣ Si = Jumlah Varians semua item S1, S2, S3…..n = Varians item ke-1,2,3…...n

Langkah 3: Menghitung Varians total dengan rumus:

Keterangan : St = Varians total

Langkah 4: Masukkan nilai Alpha dengan rumus :

Keterangan : r11 = Nilai Reliabilitas

Σ Si = Jumlah varians skor tiap-tiap item St = Varians total

k = Jumlah item

Kemudian diuji dengan Uji reliabilitas instrumen dilakukan dengan rumus

Korelasi Pearson Product Moment dengan teknik belah dua awal-akhir yaitu:

(

karenya disebut rawal-akhir. Untuk mencari reliabilitas seluruh tes digunakan rumus

Spearman Brown yakni:

b

dengan derajat kebebasan (dk=n–2). Kemudian membuat keputusan

(47)

a. Pengelolaan Kegiatan Belajar Mengajar dalam PSG (X1)

Pengujian reliabilitas dapat dilihat nilai korelasi Guttman Split-Half

Coefficient = 0,956. Nilai korelasi tersebut, berada pada kategori sangat kuat. Bila

dibandingkan dengan r Tabel (0,374) maka r hitung lebih besar dari r Tabel. Dengan

demikian bisa disimpulkan bahwa item pengelolaan kegiatan belajar mengajar

dalam PSG (X1) tersebut adalah reliabel, seperti Tabel 3.7 sebagai berikut.

Tabel 3.7

Uji Reliabilitas Item Pengelolaan Kegiatan Belajar Mengajar dalam PSG (X1)

b. Ketersediaan Sarana Praktik (X2)

Pengujian reliabilitas dapat dilihat nilai korelasi Guttman Split-Half

Coefficient = 0,856. Nilai korelasi tersebut, berada pada kategori sangat kuat. Bila

dibandingkan dengan r Tabel (0,374) maka r hitung lebih besar dari r Tabel. Dengan

demikian bisa disimpulkan bahwa item ketersediaan sarana praktik (X2) tersebut

adalah reliabel. seperti Tabel 3.8 sebagai berikut.

Reliability Statistics

The items are: item1, item2, item3, item4, item5, item6, item7, item8, item9, item10, item11, item12, item13, item14, item15, item16, item17, item18.

a.

The items are: item18, item19, item20, item21, item22, item23, item24, item25, item26, item27, item28, item29, item30, item31, item32, item33, item34, item35.

(48)

Tabel 3.8

Uji Reliabilitas Item Ketersediaan Sarana Praktik (X2)

c. Efektivitas Pembelajaran (Y)

Pengujian reliabilitas dapat dilihat nilai korelasi Guttman Split-Half

Coefficient = 0,883. Nilai korelasi tersebut, berada pada kategori sangat kuat. Bila

dibandingkan dengan r Tabel (0,374) maka r hitung lebih besar dari r Tabel. Dengan

demikian bisa disimpulkan bahwa item efektivitas pembelajaran (Y) tersebut

adalah reliabel.

Tabel 3.9

Uji Reliabilitas Item Efektivitas Pembelajaran (Y) Reliability Statistics

The items are: item1, item2, item3, item4, item5, item6, item7, item8, item9, item10, item11, item12, item13, item14, item15. a.

The items are: item16, item17, item18, item19, item20, item21, item22, item23, item24, item25, item26, item27, item28, item29, item30.

The items are: item1, item2, item3, item4, item5, item6, item7, item8, item9, item10, item11, item12, item13, item14, item15. a.

The items are: item16, item17, item18, item19, item20, item21, item22, item23, item24, item25, item26, item27, item28, item29, item30.

(49)

F. Uji Normalitas dan Uji Linieritas Data

Langkah-langkah atau prosedur pengolahan data yang dilakukan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) menyeleksi data agar dapat

diolah lebih lanjut, yaitu dengan memeriksa jawaban responden sesuai

dengan kriteria yang telah ditetapkan; (2) menentukan bobot nilai untuk

setiap kemungkinan jawaban pada setiap item variabel penelitian dengan

menggunakan skala penilaian yang telah ditentukan, kemudian menentukan

skornya; (3) melakukan analisis secara deskriptif, untuk mengetahui

kecenderungan data. Dari analisis ini dapat diketahui rata-rata, median,

standar deviasi dan varians data dari masing-masing variabel; (4) Melakukan

Uji Persyaratan Analisis karena kita menggunakan analisis parametrik.

Sebelum melakukan analisis data statistik parametrik (teknik korelasi, regresi

dan path analysis) harus memenuhi persyaratan uji analisis yang akan

digunakan. Analisis regresi atau korelasi mempunyai persyaratan analisis,

yaitu (1) data berbentuk interval dan ratio; (2) data dipilih secara random

(acak); (3) sebaran data berdistribusi normal; (4) data linier (5) setiap data

yang dikorelasikan mempunyai pasangan yang sama. Untuk menganalisi data

yang sudah ditabulasi terlebih dahulu diuji, apakah data tersebut memiliki

persyaratan tersebut dengan menguji persyaratan analisis, yaitu (1) uji normalitas

dan (2) uji linieritas Riduwan (2010:184). Bisa juga untuk mempercepat

perhitungan digunakan bantuan program SPSS 14.

1. Uji Normalitas

Pengujian normalitas masing-masing variabel dilakukan dengan maksud

Gambar

Gambar 1.2.   Paradigma Penelitian
Tabel 3.1 Keadaan Populasi Penelitian
Tabel 3.2  Penyebaran Proporsi dan Sampel Pada Setiap Sekolah
Tabel 3.3. Kisi-kisi Penyusunan Instrumen Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian peneliti dan peneliti di atas dapat disimpulkan bahwa stres oksidatif pada diabetes melitus dapat diatasi dengan pemberian ekstrak mengkudu yang dapat dilihat

Halaman 1 RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN

Analisis Pengaruh Customer Service Experience Terhadap Behavior Intentions Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu.. DAFTAR

Kegunaan teoritis, hasil penelitian ini dapat memperkaya konsep, prinsip dasar dan dalil berkenaan dengan manajemen mutu pendidikan tinggi pariwisata, dan secara empirik

[r]

Setiamanah dalam meningkatkan partisipasi masyarakat sebagai upaya untuk menciptakan rumah layak huni dengan sasaran masyarakat miskin. Hal ini dikarenakan

Artinya mahasiswa diberikan waktu yang disederhanakan untuk mengelola kelas yang disederhanakan pula, secara langsung menerapkan keterampilan mengajar, yaitu sejak

Observasi adalah persiapan yang paling penting sebelum melaksanakan program PPL. Observasi tersebut berupa kegiatan pengamatan di sekolah yang dituju untuk kegiatan