• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN YURIDIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM PERKARA SUMPAH PALSU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN YURIDIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM PERKARA SUMPAH PALSU"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

TINJAUAN YURIDIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP

PUTUSAN BEBAS DALAM PERKARA SUMPAH PALSU

(Studi Kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor. 1234 K/Pid/2009)

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh

KAROLINA JENIO KRISTI NIM. E1107169

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)

commit to user

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

TINJAUAN YURIDIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM PERKARA SUMPAH PALSU

(Studi Kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor. 1234 K/Pid/2009)

Oleh

KAROLINA JENIO KRISTI NIM. E1107169

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, Juli 2011 Dosen Pembimbing

Bambang Santoso, S.H., M. Hum. NIP.196202091089031001

(3)

commit to user

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

TINJAUAN YURIDIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM PERKARA SUMPAH PALSU

(Studi Kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor. 1234 K/Pid/2009)

Oleh

KAROLINA JENIO KRISTI NIM. E1107169

Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada

Hari :

Tanggal :

DEWAN PENGUJI

1. Kristiyadi, SH.,M.Hum : ... NIP. 19581225 198601 1001

2. Edy Herdyanto, SH.,MH : ... NIP. 19570629 198503 1002

3. Bambang Santoso, SH., M.Hum : ... NIP. 19620209 198903 1001

Mengetahui Dekan

Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M. Hum. NIP. 195702031985032001

(4)

commit to user

PERNYATAAN

Nama : Karolina Jenio Kristi

NIM : E1107169

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul: TINJAUAN YURIDIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM PERKARA SUMPAH PALSU (Studi Kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor. 1234 K/Pid/2009) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila kemudian hari terbukti

pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, Juli 2011 yang membuat pernyataan

Karolina Jenio Kristi NIM. E1107169

(5)

commit to user

ABSTRAK

KAROLINA JENIO KRISTI. E1107169. TINJAUAN YURIDIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM PERKARA SUMPAH PALSU (Studi Kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor. 1234 K/Pid/2009). Penulisan Hukum (Skripsi). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konstruksi hukum pembuktian Hakim Pengadilan Negeri Purbalingga sebagai dasar untuk menjatuhkan putusan bebas dalam perkara sumpah palsu serta untuk mengetahui Upaya hukum yang bisa ditempuh oleh Penuntut Umum terhadap putusan bebas Pengadilan Negeri Purbalingga dalam perkara sumpah palsu.

Penulisan hukum ini termasuk dalam penulisan hukum normatif yang bersifat preskriptif dan terapan. Maka dalam penelitian hukum ini menggunakan pendekatan Undang-Undang ( statue approach ), pendekatan kasus ( case approach ), pendekatan historis ( historical approach ), pendekatan komparatif ( comparative approach ) dan pendekatan konseptual ( conceptual approach ). Sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Terdakwa Taryo Bin Ramidi dimintakan upaya hukum Kasasi kepada Mahkamah Agung dalam perkara Sumpah Palsu karena dalam Putusan pada Peradilan Tingkat Pertama di Pengadilan Negeri Purbalingga Majelis Hakim memutuskan bahwa Terdakwa Taryo Bin Ramidi tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut Umum dalam dakwaan tunggal. Bahwa putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Purbalingga bukan merupakan putusan bebas tidak murni karena putusan tersebut menurut Jaksa Penuntut Umum memandang bahwa putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Purbalingga yang memeriksa dan mengadili perkara ini hanya didasarkan pada penafsiran yang keliru terhadap tindak pidana yang dimuat dalam surat dakwaan. Dan ternyata Pemohon Kasasi tidak dapat membuktikan bahwa putusan tersebut adalah merupakan pembebasan yang tidak murni, oleh karena itu permohonan kasasi Jaksa Penuntut Umum dinyatakan tidak dapat diterima dan Terdakwa tetap dibebaskan.

Kata kunci: sumpah palsu, kasasi, putusan

(6)

commit to user

ABSTRACT

KAROLINA JENIO KRISTI. E1107169. JURIDICAL REVIEW OF THE APPEAL SUBMISSION TOWARD THE FREE VERDICT IN THE CASE OF PERJURY (Case Study in Verdict of Supreme Court No. 1234 K/Pid/2009). Law writing (Thesis). Sebelas Maret University Faculty of Law in March 2011.

This study aimed to determine the law construction of verification evidence of Purbalingga District Court Judges as the basis for pronouncing the acquittal in the perjury case and to find remedies that can be taken by the General Prosecutor against the acquittal of Purbalingga District Court in the perjury case.

This law writing included normative law writing which is characterized prescriptive and applied. This law research used statue approach, case approach, historical approach, comparative approach, and conceptual approach. Material sources of law in this research are the primary law materials and secondary legal materials.

The defendant, Taryo Bin Ramidi, requested appeal remedy to the Supreme Court in the case of perjury. This because in the Verdict of the First Level of Court in Purbalingga, the Panel of Judges pronounced that the defendant, Taryo Bin Ramidi, was not proven legally and convincingly guilty of committing a crime as that charged by the General Prosecutor in single indictment. The Panel of Judges of Purbalingga District Court’s verdict was not an impure acquittal due to the consideration from The General Prosecutor that the verdict from Purbalingga District Court Judges, who examine and adjudicate the case, solely based on an erroneous interpretation of the crime contained in the indictment. It turns out that the applicant of Cassation cannot prove that the decision is an impure exemption. Therefore, the appeal from the General Prosecutor cannot be accepted and the defendant remained to be exempted.

Key words: perjury, appeals, verdict

(7)

commit to user

MOTTO

Sekarang bukanlah masa lalu tetapi masa lalu adalah bagian dari

masa sekarang jadi belajar menghargai diri sendiri dan orang lain dari

segala sisi baik positif maupun negatifnya.

Proses pembelajaran diri akan selalu menyertai kita kemanapun dan

kapanpun kita berada.

Tidak ada keberhasilan dan kegagalan dalam hidup, yang ada hanya

prestasi sebagai batu loncatan.

(8)

commit to user

PERSEMBAHAN

Dengan segala kerendahan dan ketulusan hati, kupersembahkan karya kecil ini kepada :

· Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan karuniaNya, yang mengerti akan perasaanku dan menjawab akan semua doa. Terimakasih ya Allah ku syukuri dan ku nikmati segala karuniaMu.

· Kedua orang tuaku, dan saudara-saudaraku yang sangat kusayangi.

· Pembimbing skripsiku yang telah sabar membimbing dan memberi

pengarahan.

· My sist Dewi dan Sherly yang telah memberi kehangatan, keceriaan dan dukungan tiada henti.

· Hendra Medy Setiawan yang telah mencurahkan segenap perhatian dan cintanya kepadaku dan telah banyak membantuku.

· Sahabat serta Almamater Fakultas Hukum UNS.

· Pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

(9)

commit to user

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang atas rahmat dan karunia-Nya penulis berhasil menyelesaikan penulisan hukum skripsi ini untuk melengkapi salah satu syarat dalam mencapai derajat sarjana (S1) dalam bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

dengan judul “TINJAUAN YURIDIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP

PUTUSAN BEBAS DALAM PERKARA SUMPAH PALSU (Studi Kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor. 1234 K/Pid/2009)” Yang berisi tentang proses persidangan dengan Terdakwa Taryo Bin Ramidi yang dimintakan upaya hukum Kasasi oleh Penuntut Umum.

Selama penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan baik moril maupun materiil dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada : 1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M. Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Harjono, S.H., M.H., selaku Ketua Program Non Reguler Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Bapak Bambang Santoso, S.H., M. Hum. selaku pembimbing penulisan skripsi yang dengan sabar serta perhatian yang tinggi telah berkenan membimbing dan memberikan saran-saran berguna bagi penulis.

5. Ibu TH Kus sunaryatun, S.H.MH selaku Pembimbing Akademik penulis. 6. Seluruh dosen dan staff di Fakultas Hukum UNS yang telah ikut berkontribusi

dalam pencapaian gelar sarjana penulis.

7. Bapak Wardoyo dan Ibu Sri Wijayanti orang tuaku tersayang dan kedua adikku Kristal Dewi Anjani dan Diana Sherly Yuningtyas yang telah memberikan kasih sayang dan cinta serta dukungannya kepada penulis.

8. Hendra Medy Setiawan tercinta yang telah banyak memberikan perhatian dan cinta kepada penulis.

(10)

commit to user

9. Ibu Endang Sri Winarni yang selalu memberikan nasehat dan motivasi serta tidak lupa juga kepada mbak Yossy dan mbak Lusy yang telah memberikan dukungannya kepada penulis.

10. Teman-teman mbak Ike, Tika, Sasa, Hanik, yang selama 4 tahun bersama selalu menemani baik dalam suka maupun duka serta terimakasih atas bantuan dan dukungannya selama ini kepada penulis.

11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan hukum ini masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu dengan lapang dada penulis mengharapkan segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan penulisan hukum ini.

Surakarta, Juli 2011

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

PERNYA ...

.

...

xi...

(11)

commit to user

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

PERNYATAAN... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Metode Penelitian ... 7

F. Sistematika Penulisan Hukum ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

A. Kerangka Teori ... 12

1. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian ... 12

2. Tinjauan Tentang Putusan ... 17

3. Tinjauan Tentang Tindak Pidana Sumpah Palsu (Pasal 242 KUHP) ... 20

4. Tinjauan Tentang Upaya Hukum ... 23

B. Kerangka Pemikiran ... 30

(12)

commit to user

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 33 A. Kesesuaian Alasan Pengajuan Kasasi oleh Penuntut

Umum terhadap Putusan Bebas dalam Perkasa

Sumpah Palsu dengan Ketentuan KUHAP ... 33 B. Kesesuaian Pertimbangan Hakim Kasasi dalam

Memeriksa dan Memutus Permohonan Kasasi Penuntut Umum terhadap Putusan Bebas Pengadilan Negeri Purbalingga dalam Perkara Sumpah Palsu

dengan KUHAP ... 57 BAB IV PENUTUP

A. Simpulan ... 60 B. Saran ... 60 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(13)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

v Bagan Kerangka Pemikiran ... 30

(14)

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan menjunjung tinggi nilai-nilai moral, etika, akhlak mulia, dan kepribadian luhur bangsa, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menghormati kebhinekaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta melindungi harkat dan martabat setiap warga negara. Sebagai Negara hukum bertujuan menciptakan adanya keamanan dan ketertiban, keadilan dan kesejahteraan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara serta menghendaki agar hukum ditegakkan, artinya hukum harus dihormati dan ditaati oleh siapapun tanpa kecuali baik oleh seluruh warga masyarakat, penegak hukum, maupun oleh penguasa Negara, sehingga segala tindakannya harus dilandasi oleh hukum.

Hukum sebagai produk kekuasaan tidak pernah lepas dari kehendak, kepentingan, atau dasar-dasar kekuasaan itu sendiri. Hukum bukan semata-mata instrument sosial, tetapi juga sebagai instrumen kekuasaan. Hukum mengatur hubungan hukum. Hubungan hukum itu terdiri dari ikatan-ikatan antara individu dan masyarakat dan antara individu itu sendiri. Ikatan-ikatan itu tercermin pada hak dan kewajiban. Dalam mengatur hubungan-hubungan hukum itu caranya beraneka ragam. Kadang-kadang hanya dirumuskan kewajiban-kewajiban seperti misalnya pada hukum pidana, yang sebagian besar peraturan-peraturannya terdiri dari kewajiban-kewajiban. Sebaliknya hukum merumuskan peristiwa-peristiwa tertentu yang merupakan syarat timbulnya hubungan-hubungan hukum.

(15)

commit to user

mengatur hak negara untuk menghukum seseorang yang melakukan perbuatan yang dilarang (Martiman Prodjohamidjojo, 1997: 7). Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan disertai ancaman (sangsi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa yang melanggar larangan tersebut (Moeljatno, 1987:54).

Di setiap Negara Hukum, pelaku penyimpangan Negara Hukum diharuskan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Hukum pada umumnya dimaksudkan adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum itu bukanlah merupakan tujuan, tetapi sarana atau alat untuk mencapai tujuan yang sifatnya nonyuridis dan berkembang karena rangsangan dari luar hukum. Faktor-faktor di luar hukum itulah yang membuat hukum itu dinamis.

Peningkatan kesadaran hukum masyarakat, yaitu menjadikan setiap anggota masyarakat mengetahui apa hak yang diberikan hukum atau undang-undang kepadanya serta apa kewajiban yang dibebankan hukum kepada dirinya. Apabila setiap orang telah menghayati hak dan kewajiban yang ditentukan hukum kepada mereka, masing-masing akan berdiri di atas hak yang diberikan hukum tersebut, serta sekaligus menaati setiap kewajiban yang dibebankan hukum kepada mereka.

Perlindungan hukum bagi masyarakat Indonesia merupakan kewajiban mutlak dari Bangsa Indonesia. Hal itu dikarenakan Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Penyelenggaraan kekuasaan haruslah bertumpu atas sendi-sendi Negara hukum dan demokrasi. Dengan landasan Negara Hukum, penyelenggaraan kekuasaan hendaknya memberikan jaminan perlindungan hukum bagi masyarakat sebagai yang diperintah. Masyarakatpun diharapkan berperan serta secara aktif dalam proses penyelenggaraan hukum dan penegakan hukum yang sah.

(16)

commit to user

hukum sangat mempengaruhi secara nyata perasaan hukum, keputusan hukum, manfaat hukum, kebutuhan atau keadilan hukum secara individual atau social. Penegakan hukum juga tidak mungkin lepas dari aturan hukum, pelaku hukum, dan lingkungan tempat terjadinya proses penegakan hukum maka dalam hal ini hukum berlaku sama bagi semua warga negara. Setiap pelanggaran hukum harus dilakukan penegakan hukum. Misalnya dalam kasus pidana Sumpah Palsu. Seseorang yang telah terbukti bersalah melakukan suatu tindak pidana atau pelanggaran hukum harus menjalani proses pidana.

Proses pidana diawali dari sebuah penyelidikan yaitu serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Setelah itu dilakukan suatu penyidikan yaitu serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang dalam undang-undang untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti ini membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Setelah adanya barang bukti yang cukup kemudian dilakukan penangkapan dan penahanan kepada tersangka.

Proses selanjutnya adalah pembuatan BAP dari kepolisian yang kemudian berkas perkara tersebut diserahkan oleh penyidik kepada Jaksa Penuntut Umum dan menyerahkan tanggungjawab atas tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum. Penuntut Umum kemudian memeriksa dan membuat surat dakwaan yang selanjutnya dikirim ke Pengadilan Negeri bagian Panmud Pidana. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai Penuntut Umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 1 butir 6a KUHAP). Sedangkan Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan Hakim (Pasal 1 butir 6a jo. Pasal 13 KUHAP).

(17)

commit to user

yang telah ditentukan oleh Pengadilan yaitu eksepsi, jawaban atas eksepsi, putusan sela, pemeriksaan saksi, pembacaan tuntutan, pledoi, replik, duplik, putusan.

Ada bermacam-macam jenis putusan pengadilan, diantaranya adalah putusan kebebasan, putusan pemidanaan dan putusan lepas dari segala tuntutan hukum yaitu apabila ternyata dalam persidangan terbukti ada kesalahan terdakwa, tetapi kesalahan tersebut bukan suatu tindak pidana. Dalam mengadili dan memutuskan suatu perkara, hakim memiliki berbagai pertimbangan, baik pertimbangan berdasarkan ketentuan dan perundangan yang berlaku atau pertimbangan kemanusiaan. Dalam mengadakan tafsiran tersebut hakim harus bergerak dalam ideologi masyarakat yang meliputi kehidupannya dan dimana ia berada.

Dalam meneliti faktor-faktor manakah yang berpengaruh terhadap suatu putusan pidana, maka tidak dapat diabaikan bahan-bahan sosial dan psykologis. Berbagai pertimbangan yang dilakukan oleh Hakim tersebut tidak jarang menimbulkan rasa tidak puas bagi pihak-pihak yang sedang berperkara. Dengan dijatuhkannya putusan oleh Hakim dalam persidangan di pengadilan Negeri, terdakwa atau Penuntut Umum berhak melakukan suatu upaya hukum. Yang dimaksud upaya hukum di sini adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 1 butir 12 KUHAP, upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

(18)

commit to user

lembaga peradilan tertinggi di Indonesia. Jika keputusan yang diambil oleh Hakim Mahkamah Agung dirasa belum juga memenuhi rasa keadilan maka pihak-pihak yang berperkara dapat melakukan usaha terakhir yang disebut sebagai peninjauan kembali.

Berdasarkan permasalahan yang diuraikan di atas, penulis berkeinginan untuk mengadakan penelitian dalam rangka tugas akhir dengan judul

“TINJAUAN YURIDIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM PERKARA SUMPAH PALSU (Studi Kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor. 1234 K/Pid/2009)”.

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan hal yang sangat penting dalam setiap penelitian karena dibuat untuk memecahkan masalah pokok yang timbul secara jelas dan sistemtis sehingga penelitian akan lebih terarah pada sasaran yang akan dicapai. Perumusan masalah dibuat untuk lebih menegaskan masalah yang akan diteliti, sehingga dapat ditemukan satu pemecahan masalah yang tepat dan mencapai tujuan.

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini meliputi :

1. Apakah alasan pengajuan kasasi oleh Penuntut Umum terhadap putusan bebas dalam perkara sumpah palsu sudah sesuai dengan KUHAP?

2. Apakah pertimbangan hakim kasasi dalam memeriksa dan memutus

permohonan kasasi penuntut umum terhadap putusan bebas Pengadilan Negeri Purbalingga dalam perkara sumpah palsu sudah sesuai dengan KUHAP?

C. Tujuan Penelitian

(19)

commit to user 1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui kesesuaian alasan pengajuan kasasi oleh Penuntut Umum terhadap putusan bebas dalam perkara sumpah palsu dengan KUHAP.

b. Untuk mengetahui kesesuaian pertimbangan hakim kasasi dalam memeriksa dan memutus permohonan kasasi penuntut umum terhadap putusan bebas Pengadilan Negeri Purbalingga dalam perkara sumpah palsu dengan KUHAP.

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk memperoleh bahan hukum dan informasi sebagai bahan utama guna menjawab permasalahan yang dikaji dalam meraih gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Untuk menambah, memperluas, mengembangkan ilmu pengetahuan dan pengalaman penulis serta pemahaman aspek hukum di dalam teori dan praktek lapangan hukum yang sangat berarti bagi penulis sendiri khususnya dan dapat memberi manfaat bagi masyarakat.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian tentunya sangat diharapkan adanya manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dalam penelitian tersebut. Adapun manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

a. Untuk menambah pengetahuan pada umumnya dan manfaat dalam mengembangkan ilmu hukum pada khususnya.

b. Memberikan jawaban yang jelas mengenai pembuktian Hakim dalam menjatuhkan suatu putusan serta upaya hukum yang dilakukan oleh Penuntut Umum dalam perkara sumpah palsu.

(20)

commit to user 2. Manfaat Praktis

a. Untuk memberikan jawaban atas permasalahan-permasalahan yang diteliti oleh penulis yaitu mengetahui tinjauan yuridis pengajuan kasasi terhadap putusan bebas dalam perkara sumpah palsu (Studi Kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor. 1234 K/Pid/2009).

b. Dengan penulisan skripsi ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang hukum sebagai bekal untuk terjun ke dalam masyarakat nantinya.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dan memberi masukan serta tambahan pengetahun bagi pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan penulis adalah sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian

Penelitian hukum normatif atau doctrinal research dari pendapat Hutchinson yaitu “Reasearch wich provides a systematic exposition of rules governing a particular legal category, analyses the relathionship between

rules,explain areas of difficulty and perhaps,predict future development”

(Peter Mahmud Marzuki, 2006: 32). Dalam bahasa Indonesia dapat diartikan penelitian yang mencakup paparan tentang aturan-aturan yang sistematis memuat peraturan resmi, menganalisis hubungan antar peraturan – peraturan, menjelaskan kesulitan-kesulitan, dan mungkin memprediksi perkembangan masa depan.

(21)

commit to user 2. Sifat Penelitian

Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai, keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2006:22).

Penelitian ini bersifat preskriptif, yaitu dimaksudkan untuk memberikan argumentasi atas hasil penelitian yang telah dilakukan. Argumentasi disini dilakukan untuk memberikan perspektif atau penelitian mengenai benar atau salah menurut hukum terhadap fakta atau peristiwa hukum dari hasil penelitian.

3. Pendekatan Penelitian

Cara pendekatan (approach) yang digunakan dalam suatu penelitian normatif akan memungkinkan seorang peneliti untuk memanfaatkan hasil-hasil temuan ilmu hukum empiris dan ilmu-ilmu lain untuk kepentingan dan analisis serta eksplanasi hukum tanpa mengubah karakter ilmu hukum sebagai ilmu normatif. Berbagai bahan hukum banyak yang memiliki sifat empiris seperti perbandingan hukum, sejarah hukum, dan kasus-kasus hukum yang telah diputus. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya bahwa ilmu hukum normatif dapat dan harus memanfaatkan berbagai temuan ilmu hukum lain, serta berinteraksi secara positif dengan ilmu-ilmu lain khususnya ilmu hukum empiris (Jhonny Ibrahim, 2006:300).

Macam-macam pendekatan dalam penelitian hukum menurut Peter Mahmud Marzuki adalah pendekatan Undang-Undang (statue approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach) ( Peter Mahmud Marzuki, 2006:93 ).

(22)

commit to user

yang dibahas yaitu perkara Sumpah Palsu dengan Putusan No. 1234 K/Pid/2009.

4. Jenis dan Sumber Penelitian Hukum

Sebagaimana dikemukakan oleh Peter Mahmud Marzuki dalam Bab II bukunya yang berjudul Penelitian Hukum, penelitian hukum tidak mengenal adanya data. Untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya, diperlukan sumber-sumber penelitian. Sumber-sumber peneltian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder (Peter Mahmud Marzuki, 2006:141).

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum atau bahan pustaka yang mempunyai kekuatan mengikat secara yuridis, adapun yang penulis gunakan adalah :

1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP);

2) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);

3) Putusan Mahkamah Agung Nomor. 1234 K/Pid/2009. b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan hukum primer, seperti :

1) Hasil karya ilmiah para sarjana yang relevan /terkait dalam penelitian ini.

2) Hasil-hasil penelitian yan relevan dengan penelitian ini. 3) Buku-buku penunjang lain.

c. Bahan Hukum Tertier

(23)

commit to user

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Berdasarkan penelitian ini, teknik pengumpulan bahan hukumnya adalah dengan dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan bahan-bahan yang berupa buku-buku dan bahan pustaka lainnya yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti yang digolongkan sesuai dengan katalogisasi.

Metode pengumpulan bahan hukum ini berguna untuk mendapatkan landasan teori yang berupa pendapat para ahli mengenai hal yang menjadi obyek penelitian seperti peraturan perundangan yang berlaku dan berkaitan dengan hal-hal yang perlu diteliti.

6. Teknik Analisa Bahan Hukum

Menurut Philipus M.Hadjon sebagaimana dikutip oleh Peter Mahmud Marzuki metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh aristoteles penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis mayor (pernyataan bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor (bersifat khusus). Dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2006:47). Di dalam logika silogistik untuk penalaran hukum yang bersifat premis mayor adalah aturan hukum sedangkan premis minornya adalah fakta hukum. Sedangkan menurut Johnny Ibrahim, mengutip pendapat Bernand arief Shiharta, logika deduktif merupakan suatu teknik untuk menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi khusus yang bersifat individual (Johnny Ibrahim, 2008:249).

(24)

commit to user

F. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk memberikan gambaran secara jelas mengenai keseluruhan dari isi penulisan hukum, maka penulis membagi penulisan hukum ini menjadi empat bab. Adapun sistematika dari penulisan hukum ini sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, jadwal penelitian dan sistematika penelitian.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini penulis menguraikan tentang teori-teori yang melandasi penelitian hukum. Pada bab ini dibahas mengenai tinjauan umum tentang pembuktian, putusan, tindak pidana tentang sumpah palsu, dan tinjauan tentang upaya hukum.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini diuraikan mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini akan berisi mengenai simpulan dan saran terkait dengan pembahasan permasalahan yang diteliti.

(25)

commit to user

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian a. Pengertian Pembuktian

Yang dimaksud dengan “membuktikan” ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Dengan demikian nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam persengketaan atau perkara di muka Hakim atau Pengadilan. Tugas hakim atau Pengadilan adalah menetapkan hukum untuk suatu keadaan tertentu (Subekti, 2005:1).

Pembuktian menurut pemahaman umum adalah menunjukkan kehadapan tentang suatu keadaan yang bersesuaian dengan induk persoalan, atau dengan kata lain adalah mencari kesesuaian antara peristiwa induk dengan akar-akar peristiwanya (Hartono, 2010:59).

Ketidakpastian hukum (rechtsonzekerheid) dan kesewenang-wenangan (willekeur) akan timbul apabila hakim, dalam melaksanakan tugasnya itu, diperbolehkan menyandarkan putusannya hanya atas keyakinannya, biarpun itu sangat kuat dan sangat murni. Keyakinan hakim itu harus didasarkan pada sesuatu, yang oleh undang-undang dinamakan alat bukti. Dengan alat bukti ini masing-masing pihak berusaha membuktikan dalilnya atau pendiriannya yang dikemukakan kepada hakim yang diwajibkan memutusi perkara tersebut.

Dapat dilihat bahwa hukum pembuktian itu sebenarnya merupakan suatu bagian daripada hukum acara, karena ia memberikan aturan-aturan tentang bagaimana berlangsungnya suatu perkara di muka hakim (Law of procedure).

Dari apa yang dibicarakan di atas, dapat juga kita simpulkan bahwa para pihak yang bersengketa itu diwajibkan membuktikan tentang “duduknya perkara”. Tentang bagaimana hukumnya, bukanlah kewajiban

(26)

commit to user

mereka untuk membuktikannya karena adalah kewajiban hakim untuk mengetahui hukum itu dan menerapkan hukum ini sesudah ia mengetahui tentang duduk perkaranya tadi. Berat juga beban hakim, yang dianggap mengetahui segala-galanya tentang hukum yang harus diterapkan itu, biar itu adalah hukum dari suatu Negara asing sekalipun. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hukum pembuktian dimaksud sebagai suatu rangkaian peraturan tata tertib yang harus diindahkan dalam melangsungkan pertarungan di muka hakim, antara kedua belah pihak yang sedang mencari keadilan.

b. Sistem/Teori Pembuktian

1) Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-undang secara positif (Positief Wet Telijke bewijs Theorie)

Pembuktian yang didasarkan melulu kepada alat-alat pembuktian yang disebut Undang-undang disebut sistem atau teori pembuktian berdasar Undang-undang secara positif (Positief Wet Telijke bewijs Theorie). Dikatakan secara positif, karena hanya

didasarkan kepada undang-undang melulu. Artinya jika telah terbukti suatu perbuatan sesuai dengan alat-alat bukti yang disebut oleh undang-undang, maka keyakinan hakim tidak diperlukan sama sekali. Sistem ini disebut juga teori pembuktian formil (formele bewijstheorie).

Menurut D. Simons, sistem atau teori pembuktian berdasar undang-undang secara positif (positief wettelijk) ini berusaha untuk menyingkirkan semua pertimbangan subjektif hakim dan mengikat hakim secara ketat menurut peraturan-peraturan pembuktian yang keras. Dianut di Eropa pada waktu berlakunya asas inkisitor (inquisitoir) dalam acara pidana. Teori pembuktian ini sekarang tidak

(27)

commit to user

2) Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Melulu Teori ini disebut juga conviction intime. Disadari bahwa alat bukti berupa pengakuan terdakwa sendiri pun tidak selalu membuktikan kebenaran. Pengakuan pun kadang-kadang tidak menjamin terdakwa benar-benar telah melakukan perbuatan yang didakwakan. Oleh karena itu diperlukan bagaimanapun juga keyakinan hakim sendiri. Bertolak pangkal pada pemikiran itulah maka teori berdasar keyakinan hakim melulu yang didasarkan kepada keyakinan hati nuraninya sendiri ditetapkan bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang didakwakan. Dengan system ini pemidanaan dimungkinkan tanpa didasarkan kepada alat-alat bukti dalam undang-undang. Sistem ini dianut oleh peradilan jury di Perancis.

3) Sistem atau Teori Pembuktian Berdasar keyakinan Hakim Atas Alasan yang Logis (La Conviction Raisonnee)

Menurut teori ini, hakim dapat memutuskan seseorang bersalah berdasar keyakinannya, keyakinan mana didasar kepada dasar-dasar pembuktian disertai dengan suatu kesimpulan (conclusie) yang berlandaskan kepada peraturan-peraturan pembuktian tertentu. Jadi, putusan hakim dijatuhkan dengan suatu motivasi. Sistem atau teori pembuktian ini disebut juga pembuktian bebas karena hakim

bebas untuk menyebut alasan-alasan keyakinannya (vrije

bewijstheorie).

(28)

commit to user

terdakwa tidak mungkin dipidana tanpa adanya keyakinan hakim bahwa ia bersalah.

Perbedaannya ialah bahwa yang tersebut pertama berpangkal tolak pada keyakinan hakim, tetapi keyakinan itu harus didasarkan kepada suatu kesimpulan (conclusie) yang logis, yang tidak didasarkan kepada undang-undang, tetapi ketentuan-ketentuan menurut ilmu pengetahuan hakim sendiri, menurut pilihannya sendiri tentang pelaksanaan pembuktian yang mana yang ia akan pergunakan. Sedangkan yang kedua berpangkal tolak kepada aturan-aturan pembuktian yang ditetapkan secara limitative oleh undang-undang, tetapi hal itu harus diikuti dengan keyakinan hakim.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa perbedaannya ada dua yaitu yang pertama pangkal tolaknya pada keyakinan hakim, sedangkan yang kedua pada ketentuan undang-undang. Kemudian, pada yang pertama dasarnya ialah suatu konklusi yang tidak didasarkan undang, sedangkan yang kedua didasarkan kepada ketentuan undang-undang yang disebut secara limitatif.

Dalam Hukum Acara Pidana dipakai yang dinamakan sistem negatif menurut undang-undang, system mana terkandung dalam Pasal 294 (1) RIB (Reglemen Indonesia yang diperbaharui), yang berbunyi sebagai berikut :

“Tiada seorangpun dapat dihukum, kecuali jika Hakim berdasarkan alat-alat bukti yang sah, memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak

pidana telah terjadi dan bahwa terdakwa telah bersalah

melakukannya”.

Sistem “negatif menurut Undang-Undang” tersebut di atas, mempunyai maksud sebagai berikut :

(29)

commit to user

b) Namun demikian, biarpun bukti bertumpuk-tumpuk, melebihi minimum yang ditetapkan dalam undang-undang tadi, jikalau hakim tidak berkeyakinan tentang kesalahan terdakwa ia tidak boleh mempersalahkan dan menghukum terdakwa tersebut.

Sistem pembuktian tersebut sekarang dimuat dalam Pasal 183 Kitab undang Hukum Acara Pidana (KUHP, Undang-undang No. 8 Tahun 1981).

Jadi, dalam sistem tadi, yang pada akhirnya menentukan nasibnya si terdakwa adalah keyakinan Hakim. Jika, biarpun bukti bertumpuk-tumpuk hakim tidak yakin akan kesalahan terdakwa itu, ia harus membebaskannya. Karena itu, maka dalam tiap-tiap putusan hakim pidana, yang menjatuhkan hukuman, dapat kita baca pertimbangan : “bahwa Hakim, berdasarkan bukti-bukti yang sah, berkeyakinan akan kesalahan terdakwa”.

c. Jenis Alat Bukti

Menurut Pasal 295 RIB dalam perkara pidana hanya diakui sebagai alat-alat bukti yang sah :

1) Kesaksian 2) Surat-surat 3) Pengakuan

4) Petunjuk-petunjuk

Sedangkan menurut Pasal 184 KUHAP alat bukti yang sah ialah : 1) Keterangan saksi

2) Keterangan ahli 3) Surat

4) Petunjuk

5) Keterangan terdakwa

(30)

commit to user

tingkat pertama untuk pemeriksaan perkara-perkara pidana, dalam Pasal 78, menyatakan sebagai alat-alat bukti yang sah :

1) Pengetahuan Hakim 2) Keterangan terdakwa 3) Keterangan saksi 4) Keterangan orang ahli 5) Surat-surat

Sudah berlainan jika dibandingkan dengan Pasal 295 RIB yang dibicarakan di atas Rib adalah dari tahun 1848. Rupanya Pasal 78 Undang-undang Mahkamah Agung tersebut mengutip 47 Landgerechtreglement (dari tahun 1912), yaitu peraturan hukum acara yang dipakai dalam jaman penjajahan oleh Pengadilan Landgerecht, yaitu suatu Pengadilan untuk perkara pelanggaran pidana ringan untuk semua golongan penduduk.

2. Tinjauan Tentang Putusan

a. Pengertian Putusan

Pemeriksaan suatu perkara di muka hakim, diakhiri dengan suatu putusan atau vonis. Menurut Pasal 1 butir 11 KUHAP, Putusan Pengadilan adalah pernyataan Hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Putusan yang dalam amarnya mengandung suatu penghukuman dinamakan condemnatoir, putusan yang menyatakan suatu keadaan sebagai suatu keadaan yang sah dinamakan declaration, sedangkan putusan yang dalam amarnya menciptakan suatu keadaan yang baru dinamakan constitutive. Adakalanya suatu putusan mengandung baik suatu declaratoir maupun suatu penghukuman.

(31)

commit to user

tenggang waktu untuk meminta banding lewat tanpa dipergunakan, sedangkan Putusan Pengadilan Tinggi memperoleh kekuatan mutlak seketika setelah tenggang waktu untuk mengajukan permohonan kasasi lewat tanpa dipergunakan. Putusan Mahkamah Agung dengan sendirinya seketika mempunyai kekuatan mutlak, karena sudah tidak ada lagi upaya hukum yang dapat dipergunakan terhadapnya. Pada umumnya putusan hakim itu baru dapat dijalankan (dieksekusi) apabila ia sudah memperoleh kekuatan mutlak tersebut di atas. Kekecualian hanya terdapat apabila putusan Pengadilan negeri atau Pengadilan Tinggi dinyatakan dapat dilaksanakan “terlebih dahulu” berdasarkan Pasal 180 (1) RIB. Artinya “terlebih dahulu” ialah dengan tidak usah menunggu sampai putusan itu memperoleh kekuatan mutlaknya.

Dalam rangka Hukum Pembuktian, baiklah diperhatikan bahwa surat keputusan hakim/Pengadilan itu merupakan suatu akte otentik, dan karena itu ia memiliki segala kekuatan pembuktian yang ada pada suatu akte otentik. Di samping itu, putusan hakim tadi mempunyai suatu kekuatan eksekutorial, yaitu dapat dipaksakan dengan bantuan kekuatan umum (Angkatan Bersenjata). Dan akhirnya putusan yang sudah memperoleh kekuatan mutlak itu mempunyai kekuatan “mengikat”, dalam arti bahwa tidak boleh perkara yang sudah diputus itu diajukan lagi di muka Hakim, sehingga tiap-tiap perkara baru dapat ditangkis dengan menunjukkan kepada penggugat putusan tersebut (Ne bis in idem).

Dalam Pasal 197 ayat (1) KUHAP diatur formalitas yang harus dipenuhi suatu putusan hakim, dan menurut ayat (2) Pasal itu salah ketentuan tersebut tidak dipenuhi kecuali yang tersebut pada huruf g dan i putusan batal demi hukum. Ketentuan tersebut adalah :

1) Kepala putusan berbunyi : DEMI KEADILAN BERDASARKAN

KETUHANAN YANG MAHA ESA;

2) Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tempat lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa;

(32)

commit to user

4) Pertimbangan yang disusun sacara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa;

5) Tuntutan pidana sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan;

6) Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakwa;

7) Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa oleh hakim tunggal;

8) Pernyataan kesalahan terdakwa pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan delik disertai denjgan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan;

9) Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan

menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti;

10) Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan;

11) Hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutuskan dan nama panitera.

Kemudian, dalam Pasal 200 KUHAP dikatakan bahwa surat putusan ditandatangani oleh hakim dan panitera seketika setelah putusan itu diucapkan.

1) Jenis Putusan

a) Putusan Pemidanaan

(33)

commit to user

“ Een veroordeling zal de rechter uitspreken, als hij de overtuiging

heft verkregen, dat de verdachte het te laste gelegde feit heft began

en hij feit en verdachte ook straf baar acht”.

(putusan pemidanaan dijatuhkan oleh hakim jika ia telah mendapat keyakinan bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang didakwakan dan ia menganggap bahwa perbuatan dan terdakwa dapat dipidana).

b) Putusan Bebas (vrijspraak)

Putusan bebas dijatuhkan jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan maka terdakwa diputus bebas (Pasal 191 ayat (1) KUHAP).

c) Putusan Lepas dari Segala Tuntutan Hukum

Putusan ini dijatuhkan jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana (Pasal 191 ayat (2) KUHAP).

3. Tinjauan Tentang Tindak Pidana Sumpah Palsu (Pasal 242 KUHP)

Pasal 242 KUHP :

a. Barangsiapa dalam keadaan dimana undang-undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian, dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan atau tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

(34)

commit to user

c. Disamakan dengan sumpah adalah janji atau penguatan yang diharuskan menurut aturan-aturan umum atau yang menjadi pengganti sumpah.

Keterangan dibawah sumpah : a. Dengan lisan atau dengan tulisan b. Sendiri atau oleh wakilnya

Keterangan dengan lisan ini berarti bahwa seseorang mengucapkan keterangan di muka seorang pejabat dengan disertai sumpah, yaitu memohon kesaksian Tuhan bahwa ia memberi keterangan yang benar seperti, misalnya, seorang saksi di dalam sidang pengadilan. Cara sumpah adalah menurut peraturan agama masing-masing.

Keterangan dengan tulisan kini berarti, bahwa seorang pejabat menulis keterangan dengan mengatakan bahwa keterangan itu diliputi oleh sumpah jabatan yang dulu diucapkan pada waktu ia mulai memangku jabatannya seperti, misalnya, seorang pegawai polisi membikin proses verbal dari suatu pemeriksaan dalam penyidik perkara pidana.

Kalau keterangan dibawah sumpah diberikan oleh seorang wakil, maka wakil itu harus diberi kuasa khusus, artinya dalam surat kuasa harus disebutkan dengan jelas isi keterangan yang akan diucapkan oleh wakil itu. Menurut ayat (3), disamakan dengan sumpah suatu kesanggupan akan memberi keterangan yang benar, atau penguatan kebenaran keterangan yang telah diberikan, yaitu apabila menurut undang-undang sumpah dapat diganti dengan kesanggupan atau penguatan tadi.

(35)

commit to user

Tindak pidana dapat dibedakan atas dasar-dasar tertentu, yaitu :

a. Menurut sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan (misdrijven) dimuat dalam buku II dan pelanggaran (overtredingen) dimuat dalam buku III. b. Menurut cara merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana formil

(formeel delicten) dan tindak pidana materiil (materiel delicten).

c. Berdasarkan bentuk kesalahannya, dibedakan antara tindak pidana sengaja (daleus delicten) dan tindak pidana tidak dengan sengaja (culpose delicten).

d. Berdasarkan macam perbuatannya, dapat dibedakan antara tindak pidana aktif/positif dapat juga disebut tindak pidana komisi (delicta commissionis) dan tindak pidana pasif/negatif disebut juga tindak pidana omisi (delicta omissionis).

e. Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya, maka dapat dibedakan antara tindak pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam waktu lama atau berlangsung lama/ berlangsung terus.

f. Berdasarkan sumbernya, dapat dibedakan antara tindak pidana umum dan tindak pidana khusus.

g. Dilihat dari sudut subjek hukumnya, dapat dibedakan antara tindak pidana communia (delicta communia, yang dapat dilakukan oleh siapa saja), dan tindak pidana proparia (dapat dilakukan hanya oleh orang yang memiliki kualitas pribadi tertentu).

h. Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan, maka dibedakan antara tindak pidana biasa (gewone delicten) dan tindak pidana aduan (klacht delicten).

i. Berdasarkan berat ringannya pidana yang diancamkan, maka dapat dibedakan antara tindak pidana bentuk pokok (eenvoudige delicten), tindak pidana yang diperberat (gequalificeerde delicten) dan tindak pidana yang diperingan (gepriviligieerde delicten).

(36)

commit to user

benda, tindak pidana pemalsuan, tindak pidana terhadap nama baik, terhadap kesusilaan dan lain sebagainya.

k. Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan, dibedakan antara tindak pidana tunggal (enkelvoudige delicten) dan tindak pidana berangkai (samengestelde delicten).

4. Tinjauan Tentang Upaya Hukum

a. Pengertian Upaya Hukum

Upaya hukum adalah hak terdakwa atau Penuntut Umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 1 butir 12 KUHAP).

b. Jenis Upaya Hukum 1) Upaya Hukum Biasa

Upaya hukum biasa terdiri dari dua bagian, bagian kesatu tentang pemeriksaan banding dan bagian kedua tentang pemeriksaan kasasi.

a) Pemeriksaan Tingkat Banding

Kalau Pasal 233 ayat (1) KUHAP ditelaah dan dihubungkan dengan Pasal 67 KUHAP, maka dapat disimpulkan bahwa semua putusan pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Negeri) dapat dimintakan banding ke pengadilan tinggi oleh terdakwa atau yang khusus dikuasakan untuk itu atau penuntut umum dengan beberapa kekecualian. Kekecualian untuk mengajukan banding menurut Pasal 67 KUHAP tersebut ialah :

(1) Putusan bebas (Vrijspraak)

(2) Lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut kurang tepatnya penerapan hukum

(37)

commit to user Sebenarnya tujuan banding itu ada dua :

(1) Menguji putusan pengadilan tingkat pertama tentang

ketepatannya;

(2) Untuk pemeriksaan baru untuk keseluruhan perkara itu Oleh sebab itu banding sering disebut juga revisi.

Pemeriksaan banding sebenarnya merupakan suatu penilaian baru (judicium novum). Jadi, dapat diajukan saksi-saksi baru, ahli-ahli dan surat-surat baru.

Yang berhak mengajukan banding ialah terdakwa atau yang dikuasakan khusus untuk itu atau penuntut umum. Waktu untuk mengajukan banding ialah tujuh hari sesudah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir (Pasal 233 ayat (1) dan (2) KUHAP). Jika waktu tujuh hari telah lewat tanpa diajukan banding oleh yang bersangkutan dianggap telah menerima putusan (Pasal 234 ayat (1) KUHAP). Dalam hal ini panitera mencatat dan membuat akta mengenai hal itu serta melekatkan akta tersebut pada berkas perkara (Pasal 234 ayat (2) KUHAP).

Berhubung dengan tidak diperkenankannya banding terhadap putusan bebas (vrijspraak) itu, perlu diperhatikan adanya istilah “bebas murni” dan “bebas tidak murni” (zuivere vrijspraak en nietzuivere vrijspraak) dan “ lepas dari segala tuntutan hukum

terselubung (bedekte ontslag van rechtsvervolging). Istilah-istilah tersebut sangat penting karena telah berkembang suatu yurisprudensi yang mengatakan bahwa bebas dari dakwaan (vrijspraak) tidak boleh dibanding berarti yang bebas murni (zuivere vrijspraak). Sedangkan yang bebas tidak murni (niet-zuivere vrijspraak) dapat dibanding.

b) Kasasi

(38)

commit to user

dengan Undang-undang atau keliru dalam menerapkan hukum (Andi Hamzah, 2000:292). Kemudian dalam perundang-undangan Belanda tiga alasan untuk melakukan kasasi yaitu :

(1) Apabila terdapat kelalaian dalam acara (vormverzuim)

(2) Peraturan hukum tidak dilaksanakan atau ada kesalahan pada pelaksanaannya

(3) Apabila tidak dilaksanakan cara melakukan peradilan menurut cara yang ditentukan Undang-undang.

Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 dan Pasal 248 guna menentukan :

(1) Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya;

(2) Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan Undang-undang;

(3) Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya. Suatu permohonan kasasi dapat diterima atau ditolak untuk diperiksa oleh Mahkamah Agung, Menurut KUHAP, suatu permohonan ditolak jika :

(1) Putusan yang dimintakan kasasi ialah putusan bebas (Pasal 244 KUHAP) . Senada dengan ini putusan Mahkamah Agung tanggal 19-9-1956 Nomor. 70 K/Kr/1956.

(2) Melewati tenggang waktu penyampaian permohonan kasasi kepada panitera pengadilan yang memeriksa perkaranya, yaitu empat belas hari sesudah putusan disampaikan kepada terdakwa (Pasal 245 KUHAP). Senada dengan itu, putusan mahkamah Agung tanggal 12-9-1974 Nomor. 521/K/Kr/1975.

(39)

commit to user

(4) Permohonan tidak mengajukan memori kasasi ( Pasal 248 ayat (1) KUHAP, atau tidak memberitahukan alasan kasasi kepada panitera, jika pemohon tidak memahami hukum ( Pasal 248 ayat (2) KUHAP), atau pemohon terlambat mengajukan memori kasasi, yaitu empat belas hari sesudah mengajukan permohonan kasasi ( Pasal 248 ayat (1) dan (4) KUHAP).

(5) Tidak ada alasan kasasi atau tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 253 ayat (1) KUHAP tentang alasan kasasi.

Selain syarat-syarat yang ditentukan oleh KUHAP tersebut, juga perlu ditinjau yurisprudensi Mahkamah Agung yang berkaitan dengan penolakan kasasi seperti:

(1) Permohonan diajukan oleh seorang kuasa tanpa kuasa khusus (Putusan Mahkamah Agung tanggal 11 September 1958 Nomor. 117 K/ Kr/1958.

(2) Permohonan kasasi diajukan sebelum ada putusan akhir Pengadilan Tinggi (Putusan Mahkamah Agung tanggal 17 Mei 1958 Nomor. 66 K/Kr/1958).

(3) Permohonan kasasi terhadap putusan sela (Putusan Mahkamah Agung tanggal 25 Februari 1958 Nomor. 320 K/Kr/1957.

(4) Permohonan kasasi dicap jempol tanpa pengesahan oleh pejabat berwenang (Putusan Mahkamah Agung tanggal 5 Desember 1961 Nomor. 137 K/Kr/1961.

2) Upaya Hukum Luar Biasa

a) Pemeriksaan Tingkat Kasasi demi Kepentingan Hukum

(40)

commit to user

hukum dengan tidak dapat merugikan pihak-pihak yang

berkepentingan. Jadi hanya dibedakan kasasi pihak dan kasasi karena jabatan Jaksa Agung. Kasasi karena jabatan inilah yang sama dengan kasasi demi kepentingan hukum sebagai upaya hukum luar biasa menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Menurut Pasal 259 ayat (1) KUHAP, Jaksa Agung dapat mengajukan satu kali permohonan kasasi terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekutan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, demi kepentingan hukum. Sebagai upaya hukum luar biasa, kasasi demi kepentingan hukum itu maksudnya ialah untuk mencapai kesatuan penafsiran hukum oleh pengadilan.

(41)

commit to user

b) Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan yang Telah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap

Mengenai perkara pidana, diatur dalam Pasal 9, yang mengatakan bahwa Mahkamah Agung dapat meninjau kembali suatu putusan pidana yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang mengandung pemidanaan, dengan alasan :

(1) Apabila dalam putusan-putusan yang berlainan terdapat keadaan-keadaan yang dinyatakan terbukti, akan tetapi satu sama lain bertentangan.

(2) Apabila terdapat sesuatu keadaan, sehingga menimbulkan persangkaan yang kuat, bahwa apabila keadaan itu diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, putusan yang akan dijatuhkan akan mengandung pembebasan terpidana dari tuduhan, pelepasan dari tuntutan hukum atas dasar perbuatan bahwa perbuatan yang akan dijatuhkan itu tidak dapat dipidana, pernyataan tidak dapat diterimanya tuntutan jaksa untuk menyerahkan perkara ke persidangan pengadilan atau penerapan ketentuan-ketentuan pidana lain yang lebih ringan.

Dibanding dengan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang tersebut pada Pasal 263 ayat (2) KUHAP, maka terlihat keduanya hampir sama. Ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana itu mengatakan :

Permintaan peninjauan kembali dilakukan atas dasar :

(1) Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;

(42)

commit to user

dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain;

(3) Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

Kemudian, ayat (3) Pasal 273 KUHP tersebut mengatakan bahwa atas dasar alasan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan permintaan peninjauan kembali apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan.

Pasal 266 ayat (2) KUHAP ditentukan bahwa dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permintaan peninjauan kembali dapat diterima untuk diperiksa, berlaku ketentuan sebagai berikut :

(1) Apabila mahkamah Agung tidak membenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung menolak permintaan peninjauan kembali dengan menetapkan bahwa putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu tetap berlaku disertai dasar pertimbangannya.

(2) Apabila Mahkamah Agung membenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung membatalkan putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu dan menjatuhkan putusan yang dapat berupa :

(a) Putusan bebas

(b) Putusan lepas dari segala tuntutan hukum

(c) Putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum (d) Putusan dengan menetapkan ketentuan pidana yang lebih

(43)

commit to user

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 1.1 Skematik Kerangka Pemikiran

Penjelasan :

Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, sebagai negara hukum Indonesia menerima hukum sebagai ideologi untuk menciptakan ketertiban, keamanan, keadilan serta kesejahteraan bagi warga negaranya. Konsekuensi dari dianutnya hukum sebagai ideologi oleh suatu negara adalah bahwa hukum mengikat setiap tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia, maka hukum juga wajib memberikan timbal balik terhadap negara yang menerimanya sebagai ideologi, dengan cara memperhatikan kebutuhan dan

kepentingan-kepentingan anggota-anggota masyarakat serta memberikan

pelayanan kepada masyarakat.

Negara Hukum

Perkara Sumpah Palsu

Proses Pengadilan

Upaya Hukum

Pengajuan Kasasi Alasan Kasasi

(44)

commit to user

Bukti konkrit dari hukum yang mengikat dan mengatur setiap tindakan yang dilakukan oleh setiap warga Negara Indonesia adalah setiap warga negara yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan harus mendapatkan proses peradilan untuk memepertanggung jawabkan perbuatan yang dilakukannya tersebut. Tujuan umum dari proses peradilan pidana tidaklah semata-mata menjatuhkan hukuman. Keseluruhan proses pemeriksaan ditujukan pada pengungkapan kebenaran materiil. Penting dalam keseluruhan proses persidangan adalah mengungkap apa yang sesungguhnya telah terjadi dan mengapa itu terjadi.

Proses peradilan pidana dalam pengungkapan kebenaran dilakukan dengan pembuktian yaitu mengajukan alat-alat bukti berupa keterangan saksi (keterangan korban), keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Ditinjau dari perspektif sistem peradilan pidana, perihal pembuktian merupakan hal yang sangat determinan bagi setiap pihak yang terlibat secara langsung dalam proses pemeriksaan perkara pidana, khususnya dalam hal menilai terbukti atau tidak terbuktinya kesalahan yang dilakukan seseorang.

Dalam perkara sumpah palsu ini setiap pihak yang tidak merasa puas oleh akan adanya putusan yang telah dijatuhakan hakim, maka para pihak dapat mengajukan upaya hukum untuk mendapatkan keadilan seperti yang mereka harapakan atau mereka inginkan. Upaya hukum selanjutnya yang harus ditempuh yakni upaya hukum banding. Tujuan dari diadakannya banding yaitu, pertama untuk menguji keputusan pengadilan tingkat pertama tentang ketepatannya, dan kedua untuk pemeriksaan baru untuk keseluruahan perkara itu. Oleh karena itu banding juga dapat disebut dengan revisi.

(45)

commit to user

Mahkamah Agung dalam peradilan kasasi, adakalanya tindakan kolerasi itu sekaligus menciptakan ”hukum baru” dalam bentuk yurisprudensi. Dan yang ketiga yaitu bertujuan untuk pengawasan terciptanya keseragaman penerapan hukum.

(46)

commit to user

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kesesuaian Alasan Pengajuan Kasasi oleh Penuntut Umum terhadap Putusan Bebas dalam Perkara Sumpah Palsu dengan Ketentuan

KUHAP

1. Deskripsi Kasus

Bahwa Terdakwa Taryo Bin Ramidi pada hari Selasa tanggal 5

Februari 2008 dihadapkan ke depan persidangan sebagai saksi oleh pihak Penggugat Bambang Setyako dkk dalam perkara Perdata Nomor. 21/Pdt. G/ 2007/PN. Pbg, antara Bambang Setyako dkk, melawan Yanti Marsiti dkk. Dalam kesaksiannya di atas sumpah Terdakwa memberikan keterangan yang antara lain adalah Terdakwa disuruh oleh saksi Yanti Marsiti dan saksi Bambang Kristianto untuk meminjam uang kepada saksi Bambang Setyako dan saksi Edi Setyako sebesar Rp.147.785.000,- dengan jaminan 21 lembar warkat pengambilan tabungan/pinjaman di Kospin Jasa Bobotsari, padahal Terdakwa menyadari bahwa keterangan yang diberikan tersebut adalah keterangan yang tidak benar atau palsu dan yang sebenarnya adalah saksi Yanti Marsiti dan saksi Bambang Kristianto tidak pernah menyuruh Terdakwa untuk meminjam uang kepada saksi Bambang Setyako dan saksi

Edi Setyako dengan jaminan 21 lembar Warkat tersebut.

Akibat keterangan yang tidak benar/palsu yang telah diterangkan oleh Terdakwa sewaktu menjadi saksi dalam perkara gugatan tersebut mengakibatkan sasksi Yanti Marsiti dan saksi Bambang Kristianto merasa dirugikan baik materiil maupun immateriil. Atas perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 242 ayat (1) KUHP.

Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Purbalingga Nomor. 108/Pid.B/2008/PN. Pbg, tanggal 6 Januari 2009 dan Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah dengan putusan Nomor. 227/Pdt/2008/ Pt. Smg tanggal 6 Oktober 2008 yang mana Penuntut Umum merasa bahwa peraturan hukum

(47)

commit to user

tidak diterapkan sebagaimana mestinya oleh Majelis Hakim dalam memeriksa dan mengadili perkara tersebut sehingga Penuntut Umum melakukan upaya hukum Kasasi.

2. Identitas Terdakwa

Nama : TARYO BIN RAMIDI.

Tempat lahir : Pemalang.

Umur/tanggal lahir : 38 Tahun/01 Juli 1970.

Jenis kelamin : Laki-laki.

Kebangsaan : Indonesia.

Tempat tinggal : Kelurahan Sukorejo RT. 07, RW. 08,

Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang.

Agama : Islam.

Pekerjaan : Swasta.

3. Dakwaaan

DAKWAAN :

Bahwa Terdakwa Taryo Bin Ramidi pada hari Selasa, tanggal 5 Pebruari 2007 sekira pukul 11.00 Wib atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Pebruari 2008, bertempat di Pengadilan Negeri Purbalingga Jalan Akhmadi Nomor. D-80 Purbalingga Kabupaten Purbalingga, atau setidak-tidaknya disekitar tempat itu yang masih termasuk dalam Daerah hukum Pengadilan Negeri Purbalingga, dalam hal-hal dimana undang undang menentukan supaya memberi keterangan diatas sumpah, atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian, dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan ataupun tulisan olehnya sendiri maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, dengan cara-cara sebagai berikut :

(48)

commit to user

21/Pdt.G/2007/PN.Pbg, antara Bambang Setyako, dkk melawan Yanti Marsiti dkk, dan sebelum Terdakwa memberikan keterangannya sebagai saksi dalam perkara gugatan tersebut, dihadapan Majelis Hakim Terdakwa disumpah dahulu menurut agamanya;

Bahwa dalam kesaksian diatas sumpah tersebut Terdakwa memberikan keterangan yang antara lain adalah Terdakwa disuruh oleh saksi Yanti Marsiti dan saksi Bambang Kristianto untuk meminjam uang kepada saksi Bambang Setyako sebesar Rp.147.785.000,- dengan jaminan 21 lembar warkat pengambilan tabungan/ pinjaman di Kospin Jasa Bobotsari, pada hal Terdakwa menyadari bahwa keterangan yang diberikan tersebut adalah keterangan yang tidak benar atau palsu dan yang sebenarnya adalah saksi Yanti Marsiti dan saksi Bambang Kristianto tidak pernah menyuruh Terdakwa untuk meminjam uang kepada saksi Bambang Setyako dan saksi Edi Setyako dengan jaminan 21 lembar warkat tersebut;

Bahwa 21 lembar warkat yang ditanda tangani oleh saksi Yanti Marsiti dan saksi Bambang Kristianto berada ditangan Terdakwa adalah sebagai pembayaran atas pengambilan barang oleh saksi Yanti Marsiti berupa pakaian jadi kepada Terdakwa dengan tanggal jatuh tempo antara 2 (dua) bulan sampai 3 (tiga) bulan;

Bahwa selain saksi Yanti Marsiti membeli pakaian jadi kepada Terdakwa, Terdakwa juga membeli pakaian jadi kepada saksi Yanti Marsiti dengan pembayaran tempo selama 2 (dua) minggu tanggungan Terdakwa yang harus dibayar kepada saksi Yanti Marsiti adalah sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah);

Bahwa oleh karena Terdakwa tidak membayar tanggungan pembelian pakaian jadi kepada saksi Yanti Marsiti sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) sesuai yang disepakati, kemudian saksi Yanti Marsiti memblokir 20 lembar warkat pengambilan tabungan/pinjaman di Kospin Jasa Bobotsari ;

(49)

commit to user

Bahwa akibat keterangan yang tidak benar/palsu yang telah diterangkan oleh Terdakwa sewaktu menjadi saksi dalam perkara gugatan tersebut mengakibatkan saksi Yanti Marsiti dan saksi Bambang Kristianto merasa dirugikan baik materiil maupun immaterial;

Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 242 ayat (1) KUHP.

4. Tuntutan

Membaca tuntutan pidana Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Purbalingga tanggal 25 Nopember 2008 sebagai berikut :

Agar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Purbalingga yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan :

a. Menyatakan Terdakwa Taryo Bin Ramidi, bersalah melakukan tindak pidana sumpah palsu sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 242 ayat (1) KUHP sebagaimana diuraikan dalam surat dakwaan;

b. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Taryo Bin Ramidi dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dikurangi selama Terdakwa ditahan dengan terdakwa tetap ditahan ;

c. Menyatakan barang bukti berupa :

1) Foto Copy salinan putusan perkara perdata Pengadilan Negeri Purbalingga Nomor. 21/Pdt.G/2007/PN.Pbg ;

2) Buku piutang ; 3) Buku hutang ;

4) 20 (dua puluh) lembar warkat TT Kospin Jasa Bobotsari tetap terlampir dalam berkas perkara.

(50)

commit to user 5. Amar Putusan

Membaca putusan Pengadilan Negeri Purbalingga Nomor.

108/Pid.B/2008/PN.Pbg tanggal 6 Januari 2009 yang amar lengkapnya sebagai berikut :

a. Menyatakan Terdakwa Taryo Bin Ramidi tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut Umum dalam dakwaan tunggal ;

b. Membebaskan Terdakwa Taryo Bin Ramidi dari dakwaan tersebut ;

c. Menetapkan, memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya ;

d. Menyatakan barang bukti berupa :

1) Bukti Foto copy salinan putusan perkara perdata Pengadilan Negeri Purbalingga Nomor. 21/Pdt.G/2007/PN.Pbg., buku piutang dan buku hutang tetap terlampir dalam berkas;

2) 20 (dua puluh) lembar warkat TT Kospin Jasa Bobotsari dikembalikan kepada saksi Bambang Setyako;

e. Membebankan biaya perkara kepada Negara.

6. Alasan Kasasi

Bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/Jaksa Penuntut Umum pada pokoknya adalah sebagai berikut :

(51)

commit to user

Bahwa Pengadilan Negeri Purbalingga tidak memasukkan/

mempertimbangkan jawaban Jaksa Penuntut Umum terhadap pembelaan penasehat hukum Terdakwa.

Bahwa putusan Pengadilan Negeri Purbalingga tidak

mempertimbangkan saksi-saksi dan alat bukti surat yang membuktikan perbuatan Terdakwa.

Gambar

Gambar 1.1 Skematik Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Kemampuan psikomotor siswa sebagian besar telah sesuai dengan kriteria penilaian tes praktek serta elemen kompetensi dan KUK untuk produksi susu kedelai, kecuali

Dari definisi diatas dapat kita lihat bahwa tujuan dari Public Relations adalah menciptakan hubungan yang baik dan harmonis dengan public di luar lembaga, sehingga

Pada penelitian ini peneliti mengusulkan suatu metode dalam analisis sentimen guna mengetahui sentimen user dalam aplikasi android, dengan menggunakan metode kalsifikasi naïve

dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikanya dan menampilkan atau mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa

Dengan demikian, H7 yang menyatakan Interaksi sosial akan memiliki efek positif dan signifikan terhadap motivasi hedonis dalam menelusuri produk melalui aplikasi

Berdasarkan tabel tersebut, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ini dikatakan valid apabila mendapatkan persentase ≥61%. Analisis Data Hasil Angket Respon Siswa Analisis ini

Penelitian ini bertujuan untuk; 1) mendeskripsikan proses pembelajaran sejarah yang selama ini dilaksanakan di SMAN 3 Purwokerto, 2) mengembangkan desain

Berdasarkan hasil pemeriksaan ketersediaan dokumen V-Legal untuk produk yang wajib dilengkapi dengan dokumen V-Legal, Auditee telah menerapkan penggunaan dokumen