• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DAN REMAJA DALAM MEMAHAMI RESIKO SEKS PRA NIKAH DI SURABAYA (Studi Deskriptif Pola Komunikasi Orang Tua Dan Remaja Dalam Memahami Resiko Seks Pra Nikah Di Surabaya).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DAN REMAJA DALAM MEMAHAMI RESIKO SEKS PRA NIKAH DI SURABAYA (Studi Deskriptif Pola Komunikasi Orang Tua Dan Remaja Dalam Memahami Resiko Seks Pra Nikah Di Surabaya)."

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Deskriptif Pola Komunikasi Orang Tua Dan Remaja

Dalam Memahami Resiko Seks Pra Nikah Di Surabaya)

SKRIPSI

Oleh :

PENY CATUR RAHAYU

0743010200

PRODI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)

DALAM MEMAHAMI RESIKO SEKS PRA NIKAH DI SURABAYA

(Studi Deskriptif Pola Komunikasi Orang Tua Dan Remaja

Dalam Resiko Seks Pra Nikah Di Surabaya)

Nama Mahasiswa

: PENY CATUR RAHAYU

NPM

:

0743010200

Jurusan

: Ilmu Komunikasi

Fakultas

: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Telah Diuji dan Diseminarkan pada tanggal :

29 Desember 2010

PEMBIMBING

TIM PENGUJI :

1.

DR. Catur Suratnoadji, MSi

JUWITO, S.Sos, M.Si

NPT 3 6804 94 0028 1

NPT 3 6704 95 0036 1

2.

DR. Catur Suratnoadji, MSi

NPT 3 6804 94 0028 1

3.

Ir. Didik Tranggono, Msi

NIP

195812251990011001

Mengetahui,

KETUA JURUSAN

(3)

(Studi Deskriptif Pola Komunikasi Orang Tua Dan Remaja

Dalam Resiko Seks Pra Nikah Di Surabaya)

Nama Mahasiswa

: PENY CATUR RAHAYU

NPM

: 0743010200

Program Studi

: Ilmu Komunikasi

Fakultas

: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Telah disetujui untuk mengikuti seminar proposal

Menyetujui,

Pembimbing

DR. Catur Suratnoadji, MSI

NPT 3 6804 94 0028 1

Mengetahui

Ketua Program Studi

Ilmu Komunikasi

(4)

(Studi Deskriptif Pola Komunikasi Orang Tua Dan Remaja Dalam Resiko Seks Pra Nikah

Di Surabaya)

Disusun oleh :

PENY CATUR RAHAYU

0743010200

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui,

Pembimbing

DR. Catur Suratnoadji, MSI

NPT 3 6804 94 0028 1

Mengetahui

DEKAN

(5)

(Studi Deskriptif Pola Komunikasi Orang Tua Dan Remaja Dalam Resiko Seks Pra Nikah

Di Surabaya)

Disusun oleh :

PENY CATUR RAHAYU

0743010200

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi

Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Pada tanggal 31 Februari 2011

PEMBIMBING

TIM PENGUJI :

1.

Ketua

DR. Catur Suratnoadji, MSi

Juwito, S.Sos, M.Si

NPT 3 6804 94 0028 1

NPT 3 6704 95 0036 1

2.

Sekretaris

Drs. Syaifuddin Zuhri, MSi

NPT. 37006 94 0035 1

3.

Anggota

DR. Catur Suratnoadji, MSi

NPT 3 6804 94 0028 1

Mengetahui

DEKAN

(6)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah

memberi berkat rahmat dan hidayah – Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan

proposal dengan judul : POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DAN REMAJA

DALAM MEMAHAMI RESIKO SEKS PRA NIKAH DI SURABAYA (Studi

Deskriptif Pola Komunikasi Orang Tua Dan Remaja Dalam Memahami Resiko

Seks Pra Nikah Di Surabaya).

Terima kasih penulis ucapkan kepada bapak D.R Catur

Suratnoadji, MSI, sebagai Dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan

dalam penyusunan skripsi ini.

Selama mengerjakan skripsi ini, tak lupa penulis menyampaikan ucapan

terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan mendukung penulis.

Adapun penulis sampaikan rasa terima kasih, kepada :

1.

Tuhan Yesus Kristus, atas karunia-Nya penulis selalu diberikan kesehatan

dan kekuatan baik fisik maupun mental.

2.

Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, Msi, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3.

Bapak Juwito, S.Sos, Msi, selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi.

4.

Bapak Drs. Saifuddin Zuhri, Msi, sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu

Komunikasi.

5.

Dosen-dosen Ilmu Komunikasi banyak memberikan ilmu dan dorongan

(7)

moril maupun materiil. Terima kasih papa yang selalu mensuport penulis jika

sedang dalam keadaan yang labil.

2.

Terima kasih buat kakak - kakak penulis Mas Eko dan Mas Dwi yang selalu

memberi semangat kepada penulis.

3.

Terima kasih untuk Iwan Sandy yang selalu mau membantu penulis jika

membutuhkan bantuan dalam mengerjakan skripsi ini dan keluarganya yang

selalu mendoakan dan mensuport penulis agar cepat selesai dalam

mengerjakan skripsi ini.

4.

Untuk orang-orang terdekat penulis dan selalu memotivasi penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini, Inne, Maulia, Ros, Resky, Namira terima kasih

kalian selalu mengingatkan penulis agar terus giat untuk menyelesaikan

skripsi ini.

5.

Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis. Penulis

menyadari masih banyak sekali kekurangan dalam penyusunan laporan

magang ini. Maka penulis mengharapkan diberikan saran dan kritik yang

membangun. Terima kasih.

Penulis menerima kritikan dan saran dengan terbuka untuk kesempurnaan

skripsi ini. Diharapkan hasil laporan ini dapat memberikan manfaat.

Surabaya, Agustus 2010

(8)

LEMBAR PERSETUJUAN

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iii

ABSTRAKSI... vi

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah ...

1

1.2. Perumusan

Masalah ... 8

1.3. Tujuan

Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ...

8

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Landasan

Teori ... 9

2.1.1. Keluarga ... 9

2.1.1.1. Pengertian Keluarga...

9

2.1.1.2. Fungsi Keluarga ... 10

2.1.2. Pola Komunikasi ... 14

2.1.2.1. Pengertian Pola Komunikasi... 14

2.1.2.2. Macam – Macam Pola Komunikasi... 15

2.1.2.3. Fungsi Komunikasi Keluarga ... 16

2.1.3

Remaja ... 17

2.1.3.1. Pengertian Remaja ... 17

(9)

2.1.4.2. Kehamilan Remaja ... 22

2.1.4.3 Resiko Seks Pra Nikah………. 26

2.2. Kerangka

Berfikir ... 27

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian ... 31

3.2. Subyek

Penelitian ... 31

3.2.1. Keluarga ... 31

3.2.2. Pola Komunikasi Keluarga ... 32

3.3

Informan ... 35

3.4 Metode Pengumpulan Data... 37

3.5. Teknik Analisis Data ... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data ... 40

4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian... 40

4.1.2 Penyajian Data……… 42

4.1.3 Identitas Responden……… 43

4.2. Analisis Data……….. 52

4.2.1. Pola Komunikasi Orang Tua Dan Remaja

Dalam Memahami Resiko Seks Pra Nikah………..… 53

4.2.1.1 Pesan... 53

(10)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.

Kesimpulan……… 85

5.2.

Saran………..….... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 89

(11)

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DAN REMAJA DALAM

MEMAHAMI RESIKO SEKS PRA NIKAH DI SURABAYA (Studi

Deskriptif Pola Komunikasi Orang Tua Dan Remaja Dalam Memahami

Resiko Seks Pra Nikah Di Surabaya)

Komunikasi adalah inti dari semua perhubungan dimana ada masyarakat

yang melakukan hubungan sosial disitu ada kegiatan komunikasi. Tanggung

jawab orang tua adalah mendidik anak,maka komunikasi yang berlangsung

bernilai pendidikan yang mengandung norma agama, akhlak, sosial, etika, estetika

dan moral. Komunikasi dalam keluarga mengandung dua fungsi yaitu fungsi

sosial dan cultural. Tanpa komunikasi, kehidupan keluarga akan terasa kosong

dan berakibat kerawanan hubungan antara anggota keluarga. Oleh karena itu

komunikasi antar keluarga perlu dibangun secara harmonis dalam rangka

membangun pendidikan yang baik dalam keluarga.

Beberapa teori yang digunakan dalam penilitian ini diantaranya adalah

keluarga, pola komunikasi, remaja dan hamil diluar nikah.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan analisis kualitatif.

Yang menjadi bagian dari penelitian ini adalah remaja usia 16-21 tahun yang

melakukan hubungan seks pra nikah, orang tua remaja yang melakukan yang

melakukan hubungan seks pra nikah, remaja usia 16-21 tahun yang tidak

melakukan hubungan seks pranikah dan orang tua remaja yang tidak melakukan

hubungan seks pra nikah. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui konservasi,

interview dan studi literature. Analisis data menggunakan indepth interview.

(12)

menggunakan pola keseimbangan serta keluarga ke dua belas juga menggunakan

pola keseimbangan.

(13)

1.1. Latar Belakang

"Jer Basuki Mawa Bea" merupakan kata-kata simbol Jawa Timur. Artinya, cita - cita hanya dapat dicapai dengan pengorbanan. Hal ini juga menjadi motto utama, khususnya masyarakat Surabaya, kota Pahlawan yang merupakan gambaran sejarah perjuangan melawan penjajah. Kota Surabaya adalah ibukota Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Dengan jumlah penduduk metropolisnya yang mencapai 3 juta jiwa, Surabaya merupakan pusat bisnis, perdagangan, industri, dan pendidikan di kawasan Indonesia timur. Surabaya terkenal dengan sebutan Kota Pahlawan karena sejarahnya yang sangat diperhitungkan dalam perjuangan merebut kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajah.

(14)

Dalam data yang diperoleh di PPT Jatim (Pusat Pelayanan Terpadu), terdapat 4 kasus yang ditangani dari tahun 2008 – 2010 dalam hal kekerasan masa pacaran. Dalam kasus ini mengakibatkan korban mengalami kehamilan. Dalam data yang dimiliki oleh Kelompok Perempuan Pro Demokrasi Samitra Surabaya pada 24 Desember 2009 – 20 November 2010 terdapat 353 perempuan yang mengalami permasalahan antara lain dalam perkosaan, pelecehan seksual dan kekerasan dalam berpacaran. Dalam data yang dimiliki Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur mulai Tahun 2008 – 2009 terdapat 68 kasus yang menimpa remaja, antara lain kasusnya adalah pemerkosaan,pencabulan, aborsi, dan pernikahan dini.

Kasus terbesar di Surabaya tentang remaja yang hamil diluar nikah, yang mencuat ke hadapan public adalah ditemukan bayi di toilet guru. Seperti yang telah dilakukan salah satu siswi smu 12 Surabaya pada pertengahan Juli 2010. Berita yang telah menggemparkan se-indonesia tentang ditemukan bayi yang sudah tidak bernyawa di toilet guru dan TU dan bayi tersebut sengaja dibunuh dengan melilitkan kabel di leher sang bayi. Di lihat dari persoalan ini dapat disimpulkan bahwa kehidupan remaja di kota besar seperti Surabaya saat ini cenderung ke arah yang negative.

(15)

tua harus lebih aktif dalam mengawasi anak – anaknya agar tidak terjun ke dunia bebas. Maka dari itu dibutuhkan kedekatan antara orang tua dan anak terutama komunikasi dari seorang ibu kepada sang anak. Tanggung jawab orang tua adalah mendidik anaknya, maka komunikasi yang berlangsung dalam keluarga bernilai pendidikan. Dalam komunikasi itu ada sejumlah norma yang ingin diwariskan oleh orang tua kepada anaknya dengan pengandalan pendidikan norma – norma itu misalnya, norma agama, norma akhlak, norma sosial, norma etika, norma estetika dan norma moral.

Komunikasi keluarga dilihat dari segi fungsinya tidak jauh berbeda dengan fungsi komunikasi pada umumnya. Paling tidak ada dua fungsi komunikasi dalam keluarga, yaitu fungsi komunikasi sosial dan fungsi komunikasi kultural. Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, untuk menghindarkan diri dari tekanan dan ketegangan. Fungsi komunikasi kultural, para sosiologi berpendapat bahwa komunikasi dan budaya mempunyai hubungan timbal baik. Peranan komunikasi disini adalah turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya. (Djamarah, 2004:37).

(16)

sebagian kecil mereka itu sama tahu, sama – sama mengalami, sama pendapat dan sama pandangan. Pada bidang tertentu selalu ada perbedaan, tidak dialami oleh pihak lain. Oleh karena itu, berkomunikasi jauh lebih komunikatif dari pada berkomunikasi mengenai bidang yang berbeda. (Djamarah, 2004:62).

Komunikasi yang diterapkan oleh keluarga sangatlah berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian seorang anak, terutama bagi remaja usia 12 – 20 tahun karena masa remaja adalah masa yang menyenangkan sekaligus masa yang sulit dalam hidup seseorang. Keluarga khususnya orang tua harus memahami dinamika pertumbuhan remaja sebab anak – anak adalah produk langsung dari orang tua, dan bukan produk langsung dari pendidikan atau sekolah. Tanggung jawab untuk membesarkan anak diletakkan pada pundak orang tua, bukan pada para pendidik sekolah. Jadi harus diakui bahwa kehidupan dan cara orang tua membesarkan anak berdampak besar pada perkembangan remaja, karena orang tua sebetulnya adalah contoh atau model hidup bagi si anak. Maksudnya, banyak hal – hal kecil yang tanpa disadari disampaikan kepada anak melalui gaya hidup atau interaksi orang tua dan anak. Hal tersebut pada akhirnya mempengaruhi masa pertumbuhan anak itu. (http:/www.sabda.org/publikasi/e-konsel/019).

(17)

keluarga yang berbeda, untuk itu diperlukan saling pengertian kedua belah pihak agar dapat menyesuaikan diri. Wanita harus dapat membuat pasangannya 'merasa' dibutuhkan secara moril, bukan secara materi, janganlah terlalu berharap banyak akan pasangan kita, selagi dia tidak mampu. (http://www.dunia-ibu.org/html/keluarga_harmonis.html)

Rumah tangga yang sudah tidak harmonis, tidak seharusnya menjadi tanggung jawab istri untuk mengharmoniskannya kembali. Jika seorang ibu berpikir demikian karena naluri keibuan merasa tidak rela anak-anak harus menanggung akibat dari kekacauan rumah tangga yang seharusnya bisa kita kendalikan dengan baik. Kalau ketidak cocokan itu memang sudah tidak dapat diperbaiki lagi, dan berpisah dianggap jalan yg terbaik, lebih baik berpisah dari pada anak dibesarkan dalam keluarga yang tidak harmonis, anak-anak berhak dibesarkan dalam kedamaian. Perceraian tidak selalu berakibat buruk, apalagi kalau setelah bercerai hubungan ortu masih tetap baik. Anak akan tetap merasakan kasih sayang dan akan belajar menerima kenyataan tanpa merasa terluka. (http://www.dunia-ibu.org/html/keluarga_harmonis.html).

(18)

dalam masyarakat. Sering kali ditemukan anak – anak yang melakukan kenakalan remaja, terutama anak yang melakukan seks bebas karena sering menonton video porno bahkan cara berpacaran yang terlalu senonoh. Sehingga di kota – kota besar banyak perempuan yang melahirkan anak sebelum menikah atau adanya pernikahan dini yang biasa disebut MBA (married by accident). Remaja yang sudah mengalami hamil diluar nikah pasti mengalami goncangan pikiran yang dapat mengakibatkan dirinya jadi stres. Semakin lama semakin meningkat adanya hamil di luar nikah sehingga menurut pandangan masyarakat hamil di luar nikah sudah menjadi hal yang tidak tabu lagi.

Usia remaja dimulai pada umur 12 tahun. Menurut Hurlock (1981) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun. Monks, dkk (2000) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. Bahkan ada yang dikenal juga dengan istilah remaja yang diperpanjang, dan remaja yang diperpendek.

(http://episentrum.com/artikel-psikologi/psikologi-remaja-karakteristik-dan-permasalahannya/#more-190).

(19)

(http://episentrum.com/artikel-psikologi/psikologi-remaja-karakteristik-dan-permasalahannya/#more-190).

Pada penelitian ini dipilih remaja usia sekitar 16 – 20 tahun karena pada usia ini pergumulan remaja biasanya berkaitan dengan penerimaan lingkungan teman – temannya terhadap dirinya ini. Permasalahan yang timbul biasanya seputar hubungan mereka dengan orang tua. Pada fase ini, sangat dibutuhkan peran orang tua dalam membimbing anaknya yang sudah salah jalan dan senantiasa berkomunikasi dengan anak – anaknya sehingga diharapkan keluarga dapat menerima apapun kondisi anak yang sudah salah langkah tersebut dan berusaha baik keluarga dan anak tersebut tidak larut dalam dampak psikologis yang terlalu mendalam.

Dalam penelitian ini, penulis memilih Surabaya untuk cakupan penelitian karena Surabaya sebagai ibukota Jawa Timur dan merupakan kota metropolis dan kota terbesar kedua setelah Jakarta dilihat dari padatnya penduduk dan berbagai permasalahan social yang terjadi.

(20)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah pola komunikasi orang tua dan remaja dalam resiko seks pra nikah di kota Surabaya.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pola komunikasi orang tua dan remaja dalam resiko seks pra nikah di kota Surabaya.

1.4. Manfaat Penelitian a. Secara teoritis

Dapat digunakan untuk menambah wacana komunikasi interpersonal atau komunikasi antar pribadi.

b. Secara Praktis

(21)

2.1. Landasan Teori 2.1.1 Keluarga

2.1.1.1. Pengertian Keluarga

Pengertian keluarga dapat ditinjau dari dimensi hubungan darah dan hubungan social. Dalam dimensi hubungan darah, merupakan kesatuan yang diikat oleh hubungan darah antara satu dengan yang lainnya. Keluarga dapat dibedakan menjadi keluarga besar dan keluarga inti.

Sedangkan dalam dimensi hubungan sosial, keluarga merupakan satu kesatuan yang diikat adanya saling berhubungan atau interaksi dan saling mempengaruhi, walaupun diantara mereka tidak terdapat hubungan darah. (Djamarah, 2004:16).

Menurut Soeleman, secara psikologis, keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing2 anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling memperhatikan dan saling menyerahkan diri. (Djamarah, 2004:17).

(22)

lingkungan keluarga, secara pontensial dapat membentuk pribadi anak atau seseorang untuk hidup secara lebih bertanggung jawab.

2.1.1.2. Fungsi Keluarga

Menurut Djamarah (2004:18) Konsep keluarga sudah banyak diuraikan pada bagian terdahulu, dimana pada hakikatnya keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami – istri, istri dan anak – anaknya, atau ayah dan anak – anaknya, atau ibu dan anaknya.

Hidup berkeluarga sebagai sepasang suami istri tidak bisa sembarangan. Namun nyatanya dalam kasus tertentu masih ada orang tua yang mengawinkan anaknya dalam usia dini. Misalnya seperti yang terjadi dalam masyarakat tradisional, dimana masih ada orang tua yang mengawinkan anaknya dalam keadaan usia dini. Padahal anaknya belum siap lahir batin. Penyaluran nafsu seksual secara sah menurut ajaran agama via perkawinan bukanlah tujuan utama. Karena masih ada tujuan lain yang lebih mulia yang ingin dicapai, yaitu ingin membentuk keluarga sejahtera lahir dan batin. (Djamarah, 2004:18).

(23)

Untuk menciptakan keluarga sejahtera tidak mudah. Kaya atau miskin bukan satu – satunya indikator untuk menilai sejahtera atau tidak suatu keluarga. Buktinya cukup banyak ditemukan keluarga yang kaya secara ekonomi ditengah kehidupan masyarakat, tetapi belum mendapatkan kebahagiaan. Tetapi tidak mustahil bagi keluarga yang miskin secara ekonomi ditemukan kebahagiaan. Oleh karena itu, kaya atau miskin bukan suatu jaminan untuk menilai kualitas suatu keluarga karena banyak aspek lain yang ikut menentukan, yaitu aspek pendidikan, kesehatan, budaya, kemandirian keluarga dan mental spiritual serta nilai – nilai agama yang merupakan dasar untuk mencapai dasar untuk mencapai keluarga sejahtera. (Djamarah, 2004:19).

Dalam rangka untuk membangun keluarga yang berkwalitas tidak terlepas dari usaha anggota keluarga untuk mengembangkan keluarga yang berkwalitas yang diarahkan pada terwujudnya kualitas keluarga yang bercirikan kemandirian keluarga dan ketahanan keluarga. Sedangkan penyelenggaraan pengembangan keluarga yang berkualitas ditujukan agar keluarga dapat memenuhi kebutuhan spiritual dan materiil sehingga dapat menjalankan fungsi keluarga secara optimal. Sedangkan fungsi keluarga itu sendiri berkaitan langsung dengan aspek – aspek keagamaan, budaya, cinta kasih, melindungi, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi, dan pembinaan lingkungan. (Djamarah, 2004:19).

(24)

menjadikannya insane – insane yang penuh iman dan takwa kepada Allah SWT. (Djamarah, 2004:19).

Keluarga dalam konteks sosial budaya tidak bisa dipisahkan dari tradisi budaya yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Dalam konteks sosial, anak pasti hidup bermasyarakat dan bergerumul dengan budaya yang ada dalam masyarakat. Dalam hal ini orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik anak agar menjadi orang yang pandai hidup bermasyarakat dan hidup dengan budaya yang baik dalam masyarakat. Sebagai anggota masyarakat, anak dituntut untuk terlibat langsung didalamnya dan bukan sebagai penonton tanpa mengambil peranan. (Djamarah, 2004:20).

Ketika cinta kasih antara orang tua dan anak menyelinap ke relung hati, disana terpatri keinginan untuk selalu bersama, bercengkraman dan bersenda gurau, membicarakan tentang hidup dan kehidupan. Rasa aman dalam kebersamaan mampu menumbuhkan kehangatan cinta kasih secara timbal balik. Cinta kasih yang disemai oleh orang tua mendapat sambutan hangat dari anaknya untuk membalasnya. Anak merindukan orang tua dan orang tua pun merindukan anaknya. Oleh karena itu, perpaduan cinta kasih dan kerinduan dapat mengakrabkan hubungan orang tua dengan anaknya. (Djamarah, 2004:20).

(25)

karena menderita kanker rahim, keguguran semasa banyi dalam kandungan, dan sebagainya. Dan tidak sedikit orang tua yang merasa sepi tanpa kehadiran seorang anak. Anak adalah penghibur orang tua dalam suka dan duka. Sampai kapan pun kehidupan berumah tangga itu berlangsung, suami – istri selalu mendambakan kehadiran seorang anak disisi mereka. Tak peduli, apakah anak yang akan lahir itu laki – laki atau pun perempuan, yang penting mendapatkan anak sebagai buah dari cinta kasih sepasang suami – istri. (Djamarah, 2004:21).

(26)

2.1.2 Pola Komunikasi

2.1.2.1 Pengertian Pola Komunikasi

Pola diartikan sebagai bentuk atau struktur yang tetap. Sedangkan adalah suatu proses pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang atau lebih dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.

Dengan demikian, yang dimaksud pola komunikasi adalah pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (Bahri, 2004 : 1). Pemahaman lainnya, pola komunikasi adalah suatu gambaran sederhana dari proses komunikasi yang memperlihatkan kaitan antara satu komponen komunikasi dengan komponen lainnya.

Dimensi pola komunikasi terdiri dari dua macam, yaitu pola yang berorientasi pada social yang mempunyai arah hubungan yang berlainan. (Sunarto, 2006 : 1).

(27)

Dari pengertian di atas maka suatu pola komunikasi adalah bentuk atau pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan yang mengkaitkan dua komponen, yaitu gambaran atau rencana yang meliputi langkah – langkah pada suatu aktifitas, dengan komponen – komponen yang merupakan bagian penting atas terjadinya hubungan komunikasi antar manusia atau kelompok dan organisasi.

2.1.2.2 Macam – Macam Pola Komunikasi

Empat dasar pola komunikasi akan diperkenalkan dan tiap hubungan perorangan akan menunjukan sebagai suatu perubahan pada satu dari pola dasar. Pola – pola komunikasi menurut Devito (2007:277 - 278) adalah

1. Pola Keseimbangan

Pola keseimbangan ini lebih terlihat pada teori dari pada prakteknya, tetapi ini merupakan awal yang bagus untuk melihat komunikasi pada hubungan yang penting. Pada pola komunikasi keseimbangan ini, masing – masing anggota dalam keluarga membagi sama dalam berkomunikasi.

2. Pola Keseimbangan Terbalik

(28)

Contoh : dalam keluarga yang tradisional, ayah memiliki kredibilitas yang tinggi dalam pekerjaan, sedangkan ibu memiliki kredibilitas yang tinggi pula dalam mengurus rumah tangga dan anak.

3. Pola Pemisah Tidak Seimbang

Dalam hubungan terpisah yang tidak seimbang, satu orang dalam keluarga (orang tua atau orang dewasa lainnya dalam keluarga) mendominasi. Maka dari itu, satu orang ini secara teratur mengendalikan hubungan dan hamper tidak pernah meminta pendapat anggota keluarga yang lain. Sedangkan anggota keluarga lainnya yang dikendalikan membiarkan untuk memenangkan argumentasi ataupun membuat keputusan.

4. Pola Monopoli

Dalam pola keluarga monopoli ini, orang tua dianggap sebagai penguasa. Orang tua lebih suka member nasihat dari pada berkomunikasi untuk saling tukar pendapat dengan anggota keluarga yang lainnya. Konflik sering terjadi dalam keluarga yang menganut pola komunikasi, sehingga anak sering merasa tersakiti hatinya karena tidak bias bebas untuk berpendapat.

2.1.2.3 Fungsi Komunikasi Keluarga

Fungsi komunikasi keluarga menurut Devito yaitu: 1. Fungsi menambah atau meneruskan keturunan

(29)

2. Fungsi Agama

Merupakan komunikasi keluarga yang bertujuan untuk memberikan pengertian agama atau sisi religiusitas ke dalam keluarga.

3. Fungsi ekonomi

Merupakan fungsi komunikasi dalam keluarga sebagai pengatur atau pengelola manajemen keuangan di dalam keluarga.

4. Fungsi social

Merupakan fungsi komunikasi dalam keluarga yang mengisyaratkan bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, untuk menghindarkan diri dari ketegangan.

5. Fungsi keamanan

Merupakan fungsi komunikasi dalam keluarga yang bermaksud memberikan rasa aman dan nyaman di dalam keluarga.

2.1.3 Remaja

2.1.3.1 Pengertian Remaja

(30)

2.1.3.2 Karakteristik Remaja

Ada beberapa hal yang terjadi pada remaja :

1. Yang pertama adalah perubahan – perubahan fisik. Secara fisik dia akan

mengembangkan tubuhnya dan akan memakan waktu kira – kira dari usia 11 tahun hingga 20 tahun hingga akhirnya dia mencapai bentuk akhir atau bentuk final tubuhnya.

2. Juga aka nada perubahan hormonal, aka nada hormon – hormon seksual

yang diproduksi oleh tubuhnya, sehingga dia mulai sekarang mengembangkan ketertarikan kepada lawan jenis. (http:/www.sabda.org/publikasi/e-konsel/019).

Perbedaan masa kanak – kanak dengan masa remaja adalah:

1. Secara fisik anak remaja sudah mengalami beberapa perubahan hormonal misalkan munculnya hormon – hormon seksual yang membuat mereka itu menjadi makhluk atau menjadi manusia yang harus bergerumul dengan gejolak seksualnya.

2. Mereka makin dewasa pola pikirnya bertambah abstrak, pola piker ini membuat mereka mempertanyakan nilai – nilai yang mereka telah anut sebelumnya.

3. Para remaja juga mudah sekali mengikuti trend, mengikuti apa yang sedang

(31)

Sekurang – kurangnya ada tiga tahapan yang harus dilewati oleh seorang remaja :

1. Usia sekitar 12 – 14 tahun. Pada tahap ini pergumulan remaja biasanya

berkaitan dengan penerimaan diri secara jasmaniah. Biasanya yang menjadi masalah adalah dia tidak menyukai bagian – bagian tubuhnya atau dia tidak bias menerima dirinya apa adanya. Kegagalan untuk bias menerima diri secara fisik, bissa membuahkan kekurang percayaan diri.

2. Usia sekitar 15 – 18 tahun. Pada usia ini pergumulan remaja biasanya

berkaitan dengan penerimaan lingkungan teman – temannya terhadap dirinya ini. Apakah teman – temannya bisa menerimanya sebagai seseorang yang masuk dalam kelompok mereka.

3. Usia 19 tahun hingga 20 tahun atau 21 tahun. Ini memang sudah tumpang

tindih dengan tahapan dewasa awal, sebab memang transisinya masuk ke tahapan dewasa awal. (http:/www.sabda.org/publikasi/e-konsel/019).

2.1.4 Hamil Di Luar Nikah 2.1.4.1 Seksualitas Remaja

(32)

Pergaulan bebas yang tak terkendali secara normative dan etika – moral antar remaja yang berlainan jenis, akan berakibat adanya hubungan seksual di luar nikah (sex pre - material). (Agoes Dariyo, 2004 : 89).

Hal – hal yang mendorong remaja melakukan hubungan seks di luar pernikahan, menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Keluarga Kaiser (Kaiser Family Foundation, dalam Santok, 1998) adalah (a) factor mis-persepsi terhadap pacaran: bentuk penyaluran kasih – sayang yang salah di masa pacaran, (b) factor religiusitas: kehidupan iman yang tidak baik, dan (c) factor kematangan biologis.

a. Hubungan seks: bentuk penyaluran kasah sayang yang salah dalam masa

pacaran. Sering kali remaja mempunyai pandangan yang salah bahwa masa

pacaran merupakan masa dimana seseorang boleh mencintai maupun dicintai oleh kekasihnya. Dalam hal ini, bentuk ungkapan rasa cinta (kasih sayang) dapat dinyatakan dengan berbagai cara, misalnya pemberian hadiah bunga, berpelukan, berciuman, dan bahkan melakukan hubungan seksual. Dengan anggapan yang salah ini, maka juga akan menyebabkan tindakan yang salah. Karena itu, sebelum pacaran sebaiknya orang tua wajib member pengertian yang benar kepada anak remajanya agar mereka tidak terjerumus pada tindakan yang salah.

b. Kehidupan iman yang rapuh. Kehidupan beragama yang baik dan benar

(33)

menempatkan diri dan mengendalikan diri agar tidak berbuat hal – hal yang yang bertentangan dengan ajaran agama. Dalam hatinya, selalu ingat terhadap Tuhan, sebab mata Tuhan selalu mengawasi setiap perbuatan manusia. Oleh karena itu, ia tak akan melakukan hubungan seksual dengan pacarnya, sebelum menikah secara resmi. Ia akan menjaga kehormatan pacarnya, agar terhindar dari tindakan nafsu seksual sesaat. Bagi individu yang taat beragama, akan melakukan hal itu dengan sebaik – baiknya. Sebaliknya, bagi individu yang rapuh imannya, cenderung mudah melakukan pelanggaran terhadap ajaran – ajaran agamanya. Agama hanya dijadikan kedok atau topeng untuk mengelabuhi orang lain (pacar), sehingga tak heran, kemungkinan besar orang tersebut dapat melakukan hubungan seksual pranikah.

c. Factor kematangan biologis. Dapat diketahui bahwa masa remaja ditandai

(34)

pengendalian diri akan membawa kebahagiaan remaja di masa depannya, sebab ia tidak akan melakukan hubungan seksual pranikah.

2.1.4.2 Kehamilan Remaja

Salah satu masalah yang cukup pelik yang berkembang di berbagai Negara baik Negara maju maupun Negara berkembang, termasuk Indonesia ialah terjadinya kehamilan di kalangan remaja wanita. Kehamilan merupakan konsekwensi logis dari hubungan pergaulan bebas antar remaja yang berbeda jenis kelamin, yang cenderung tidak dapat dikendalikan dengan baik. Kehamilan di luar nikah merupakan cermin dari ketidakmampuan seseorang remaja dalam mengambil keputusan dalam pergaulannya dengan lawan jenis. (Agoes Dariyo, 2004 : 89).

Juhasz, seorang psikolog remaja (dalam Thornburg, 1982) menyebutkan 2 hal pertimbangan yang harus dihadapi oleh remaja ketika akan mengambil suatu keputusan, yakni apakah dirinya akan memiliki anak atau tidak memiliki anak.

a. Keputusan mempunyai anak. Bila remaja memutuskan untuk

mempunyai anak, maka berarti ia akan melakukan hubungan seksual, mengalami dan merawat kehamilan, melahirkan anak, memelihara dan mendidik anak, dan seterusnya. Keputusan ini dianggap salah, sebab dirinya belum terikat dalam pernikahan yang sah dengan pacarnya.

b. Keputusan untuk tidak mempunyai anak. Sebaliknya, remaja yang tidak

(35)

Hal ini tentu dirinya akan dapat mempertahankan keperawanan maupun keperjakaan seorang remaja. Dengan demikian, ia melakukan keputusan yang tepat (adequate decision making) bagi dirinya.

Lebih lanjut, Thornburg (1982) sendiri, member penjelasan yang cukup mendalam bagi remaja yang hamil. Tentu remaja yang hamil dihadapkan dengan dua (2) pilihan, yakni (a) apakah ia akan melahirkan bayinya atau (b) melakukan aborsi (menggugurkan) janin yang dikandungnya.

a. Pilihan melahirkan bayi yang dikandungnya

Bila remaja memilih untuk melahirkan, maka memiliki 2 konsekwensi yaitu:

1. Ia akan menjadi orang tua dari anak yang di lahirkanya. Sebagai orang

(36)

b. Pilihan melakukan aborsi.

Bila remaja memilih untuk melakukan aborsi, maka remaja memerlukan pelayanan kesehatan untuk dapat mengeluarkan naninnya secara aman dan biaya murah. Namun dalam hal aborsi pun, remaja dihadapkan pada masalah apakah harus dilakukan secara resmi atau tidak resmi. Aborsi resmi artinya pengguguran janin dilakukan dan disetujui oleh pihak lembaga kesehatan (rumah sakit, klinik, puskesmas, dokter, bidan), oleh remaja dan orang tua remaja sendiri. Jadi diakui secara hokum perundang – undangan. Di Amerika Serikat, mungkin aborsi telah disetujui dan diresmikan oleh pemerintah. Namun di Negara berkembang seperti Indonesia, aborsi belum di akui secara resmi. Tindakan aborsi dianggap melanggar nilai – nilai agama dan norma social – masyarakat, karena aborsi berarti melakukan pembunuhan terhadap calon – calon manusia.

Dampak lanjutan dari kehamilan remaja ternyata cukup komplek, sehingga membuat remaja merasa tertekan, stress dan sering kali tidak mampu menghadapinya dengan baik. Para ahli dari berbagai bidang pendidikan, sosiologi, ekonomi, kedokteran, hokum menyimpulkan ada 5 masalah konsekuensi logis dari kehamilan yang harus ditanggung oleh remaja, yaitu sebagai berikut:

a) Konsukuensi terhadap pendidikan : putus sekolah (DO). Remaja yang

(37)

remaja laki – laki yang menjadi pelaku utama penyebab kehamilan itu, mau tidak mau juga akan mengalami nasib yang sama, yaitu drop-out dari sekolahnya. Hal ini dilakukan karena pihak sekolah tidak mau dicemari oleh tindakan yang tidak terpuji seperti itu.

b) Konsukuensi sosiologis. Orang tua yang anaknya hamil diluar nikah akan

merasa malu. Maka untuk menyelesaikan masalah ini, jalan terbaiknya adalah segera menikahkan anaknya yang sedang hamil dengan laki – laki yang menghamilinya. Demikian pula, masyarakat akan mencemooh, mengisolasi atau mengusir terhadap orang – orang yang melanggar norma masyarakat.

c) Konsukuensi penyesuaian dalam keluarga baru. Sebagai orang yang telah

menikah, tentu remaja harus dapat menyesuaikan diri dalam keluarga yang baru. Ketidak mampuan dalam menyesuaikan diri, sehingga sering terjadi konflik – konflik, pertengkaran, percek – cokan, maka dapat akan berakhir dengan perceraian. Dengan demikian, ia akan berstatus duda muda atau janda muda.

d) Konsekuensi ekonomis : pemenuhan kebutuhan ekonomis keluarga.

(38)

member bayaran gaji yang layak. Gaji yang kecil akan mempersulit dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Dengan penghasilan yang rendah, menyebabkan remaja tak mampu untuk membiayai kebutuhan ekonomi keluarga, ia selalu kekurangan dan uang selalu pas – pasan. Hal ini membawa akibat pada masalah – malah percek – cokan sehingga membawa kearah perceraian, kemiskinan dan ketidak puasan kerja.

e) Konsekuensi hokum. Karena telah hamil, maka untuk memperkuat rasa

tanggung jawab, maka sebaiknya remaja melakukanpernikahan secara resmi yang diakui oleh pemerintah melalui kantor catatan sipil atau kantor urusan agama. Dengan menikah resmi, mereka akan terhindar dari sangsi social, sebab mereka menjadi suami istri yang sah. Sehingga kalau mereka mempunyai anak, maka anak mereka sudah sah secara hokum yang tertuang dalam hokum perkawinan.

2.1.4.3 Resiko Seks Pra Nikah

(39)

Seorang remaja yang tidak mampu mengendalikan diri, sehingga terlibat dalam kehidupan seksual secara bebas (di luar aturan norma sosial), misalnya seks pra nikah, kumpul kebo (sommon leaven), prostitusi, akan berakibat negative seperti:

a. Terjangkit STD’s (seksually transmitted diseases), b. Kehamilan (pregnancy) dan

c. Drop out dari sekolah.

Biasanya merekalah yang tidak mempunyai konsistenan antara pengetahuan, sikap dan perilakunya (Agoes Dariyo, 2004 : 88).

2.2 Kerangka Berfikir

[image:39.612.137.520.227.524.2]

Kerangka piker dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Gambar 2.1

Kerangka Pikir Penelitian

Permasalahan : Berkomunikasi itu tidak mudah. Terkadang seseorang dapat berkomunikasi dengan baik kepada orang lain. Di lain waktu seseorang mengeluh tidak dapat berkomunikasi dengan baik kepada orang lain. Apa yang ingin disampaikan tidak dapat dimengerti dengan baik oleh orang lain. Mereka mengeluh tentang kesenjangan komunikasi antara dirinya dan keluarga, terutama dengan orang tuanya. Apalagi bagi seorang anak yang merasakan hidupnya terkekang dan ingin merasakan dunia luar yang tidak

Hubungan Orang Tua Dan Remaja

Remaja Yang Melakukan Kenakalan Remaja

Remaja Yang Melakukan seks

(40)

karuan. Dan sekarang melakukan hubungan seks di luar nikah sudah menjadi hal yang tidak tabu lagi. Karena tertekan, seorang anak ingin merasakan kebebasan dengan cara yang salah. Pada masa ini anak juga harus mulai beradaptasi dengan perubahan hidupnya yang baru dengan hal – hal yang biasanya tidak dirasakan oleh seorang anak ketika ia sudah melakukan hubungan seks di luar nikah.

Dalam hal ini pola komunikasi orang tua terhadap anak sangat berpengaruh, mereka harus bisa meyakinkan pada anak tentang bahaya melakukan hubungan seks di luar nikah. Orang tua juga terkadang belum memberikan penjelasan yang lebih jelas kepada anaknya. Bagi anak yang gagal beradaptasi, ia akan membawa perasaan anak yang gagal, tidak berharga dan tidak dicintai. Perasaan – perasaan itu yang mengakibatkan seorang anak tersebut mengalami stress, trauma hingga mrlakukan pergaulan bebas.

Faktor Penyebab : Peran serta orang tua dalam mendidik anak harus senantiasa diterapkan karena seorang anak pasti mengalami pergolakan batin antara keinginan dan harapan mereka terhadap suatu kenyataan. Apabila seorang anak tidak dapat beradaptasi maka akan mempengaruhi perkembangan psikologisnya, seperti menjadi stress, menjadi seorang anak yang pemurung, ataupun jadi anak yang pemberontak.

(41)

menurut apa yang dianggap terbaik oleh dirinya sendiri saja sehingga ada yang bersifat otoriter, memanjakan anak, acuh tak acuh tetapi ada juga yang penuh cinta kasih. Perbedaan pola komunikasi orang tua yang seperti itudapat berpengaruh terhadap perkembangan emosi remaja (Mohammad, 2004). Pola komunikasi sendiri menurut Devito (2007:277-278) terbagi dalam pola keseimbangan, pola keseimbangan terbalik, pola pemisah tidak seimbang dan pola monopoli.

Kajian Teoritis : Teori komunikasi antar pribadi yang digunakan sebagai landasan teori dalam penelitian ini adalah Teori Pertukaran Sosial, merupakan satu teori yang telah dikembangkan oleh pakar psikologi John Thibaut dan Harlod Kelley (1959),ahli sosiologi seperti George Homans (1961), Richard Emerson (1962), dan Peter Blau (1964). Berdasarkan teori ini, kita memasuki dalam hubungan pertukaran dengan orang lain kerana dari padanya kita dapat memperolehi sesuatu ganjaran. Dengan kata lain hubungan pertukaran dengan orang lain akan menghasilkan sesuatu ganjaran. Bagi kita teori pertukaran sosial melihat antara perilaku dengan lingkungan hubungan yang saling mempengaruhi (reciprocal). (http://www.scribd.com/doc/20807303/teori-pertukaran-sosial).

(42)
(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah pola komunikasi yang diterapkan dalam keluarga yang kepada anak remajanya dalam memahami resiko seks di luar nikah di Surabaya. Untuk itu metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode deskriptif dan menggunakan analisis kwalitatif. Menggunakan metode deskriptif karena penelitian bertujuan melukiskan secara sistematis fakta dan karakteristik populasi secara factual dan cermat (Rakmat, 1999:22). Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kwalitatif yaitu suatu pendekatan yang tidak menggunakan statistic atau angka – angka tertentu.

Hasil dari penelitian kualitatif ini tidak dapat digeneralisasikan (membuat kesimpulan yang bersifat umum) atau bersifat universal, jadi hanya berlaku pada situasi dan keadaan yang sesuai dengan situasi dan keadaan dimana penelitian serupa dilakukan (Kontur, 2003:29).

3.2 Subyek Penelitian 3.2.1 Keluarga

(44)

diikat oleh hubungan darah antara satu dengan yang lainnya. Keluarga dapat dibedakan menjadi keluarga besar dan keluarga inti.

Sedangkan dalam dimensi hubungan social, keluarga merupakan satu kesatuan yang diikat adanya saling berhubungan atau interaksi dan saling mempengaruhi, walau pun di antara mereka tidak terdapat hubungan darah. (Djamarah, 2004 : 16).

3.2.2 Pola Komunikasi Keluarga

Pola komunikasi adalah pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (Bahri, 2004 : 1). Pemahaman lainnya, pola komunikasi adalah suatu gambaran sederhana dari proses komunikasi yang memperlibatkan kaitan antara satu komponen komunikasi dengan komponen lain.

Dimensi pola komunikasi terdiri dari dua macam, yaitu pola yang berorientasi pada konsep dan pola yang berorientasi pada social yang mempunyai arah hubungan yang berlainan. (Sunarto, 2006 : 1).

(45)

struktur system. Bagaimana orang merespon satu sama lain menentukan jenis hubungan yang mereka miliki.

Pada hakekatnya, para orang tua mempunyai harapan besar agar anak – anak mereka tumbuh dan berkembang menjadi anak yang baik, tahu membedakan apa yang yang baik dan yang tidak baik, tidak mudah terjerumus dalam perbuatan – perbuatan yang dapat merugikan dirinya dan orang lain. Harapan – harapan ini kiranya akan lebih mudah terwujud apabila sejak semula orang tua telah menyadari akan peranan mereka sebagai orang tua yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan moral anak. (Sally S. Adiwardhana : 2008 : 60).

Adapun beberapa sikap orang tua yang perlu mendapat perhatian guna perkembangan moral anaknya adalah :

1. Konsistensi dalam mendidik dan mengajar anak – anak. Suatu tingkah laku

anak yang dilarang oleh orang tua pada suatu waktu, harus pula dilakukan kembali pada waktu yang lain. Harus ada konsistensi dalam hal – hal apa yang mendatangkan pujian atau hukuman pada anak. Juga antara ayah dan ibu harus ada kesesuaian dalam melarang atau memperbolehkan tingkah – tingkah laku tertentu pada anak. Tidak adanya konsistensi akan mengaburkan pengertian anak tentang apa yang baik dilakukan atau yang tidak baik dilakukan.

(46)

langsung, yaitu melalui proses peniruan. Anak meniru sikap dari orang – orang yang paling dekat dengan dirinya dan yang ditemuinya setiap hari. 3. Penghayatan orang tua akan agama yang dianutnya. Orang tua yang sungguh –

sungguh menghayati kepercayaannya kepada Tuhan, akan mempengaruhi sikap dan tindakan mereka sehari – hari. Hal ini akan berpengaruh pula terhadap cara – cara orang tua mengasuh, memelihara, mengajar dan mendidik anak – anaknya. Anak yang banyak dibekali dengan ajaran – ajaran agama, hidup dalam kepercayaan dan kesetiaan kepada Tuhan, semua itu dapat menjadi dasar yang kuat untuk perkembangan moral anak serta keseluruhan kehidupannya di kemudian hari.

4. Sikap konsekuensi dari orang tua dalam mendisiplinkan anaknya. Orang tua

(47)

3.3 Informan

Dalam penelitian kualitatif posisi narasumber sangat penting, sebagai individu yang sangat penting. Informan merupakan tumpuan pengumpulan data bagi peneliti dalam mengungkap permasalahan penelitian. Makna informan dan responden berbeda. Responden adalah jenis sumber data yang berupa manusia dalam penelitian. Posisinya sekedar untuk memberi tanggapanpada apa yang diminta atau ditentukanoleh peneliti. Informan adalah tidak sekedar memberi tanggapan pada yang diminta si peneliti, tetapi ia bisa lebih memilih arah dan selera dalam menyajikan informasi yang dimilikinya. Dan informan posisi sumber datanya sangat penting perannya sebagai individu yang memiliki informasi. (HP Sutopo : 2006 : 57-58).

Adapun langkah – langkah peneliti untuk mendapatkan informan adalah sebagai berikut :

1. Melakukan kontak awal dan cara masuk.

Tugas untuk melakukan kontak awal pada orang – orang yang diperlukan dilokasi studi serta mendapatkan cara masuk yang dianggap palin tepat adalah merupakan aspek formal ataupun aspek informal. Sehubung dengan hal ini, peneliti harus memahami peta organisasi dengan beragam jabatan ataupun kewenangan.

2. Negoisasi perhatian dan merundingkan kesepakatan.

(48)

kepercayaan para informannya dan keterbukaan ini juga akan menimbulkan rasa aman dalam memberikan informan secara jujur.

3. Mengembangkan dan menjaga reliabilitas penelitian.

Kepercayaan dan rasa aman pada informan akan menjadi ketersediaan dan terbeberkannya data yang lengkap, mendalam, bisa dipercaya dan benar. Begitu peneliti mendapatkan kepercayaan maka proses kegiatan penelitiannya akan bisa dilakukan secara lancar.

4. Identifikasi dan pemilihan informan.

Karena peneliti ingin menggali dan mengumpulkan data yang benar dan bisa dipercaya, maka ia perlu memikirkan pilihan informannya secara tepat. Pilihan informan ditentukan oleh pengetahuan mengenai posisi dan akses informasi yang lengkap, belum tentu ia mau atau bisa memberikan informasi secara apa adanya atau berterus terang secara jujur. Dalam hal ini peneliti wajib memahami konteksnya agar bisa memahami sikap informannya. (HB Sutopo : 2006 : 187-189).

Pada penelitian ini, informan kunci yag digunakan adalah :

1. Orang tua yang mempunyai remaja yang pernah melakukan seks pra nikah. 2. Remaja putra dan putri yang pernah melakukan hubungan seks di luar nikah. 3. Orang tua yang mempunyai anak remaja yang tidak melakukan hubungan seks

pra nikah.

(49)

3.4 Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan :

1. Wawancara yaitu pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara

langsung oleh pewawancara kepada responden. Jawaban – jawaban responden dicatat dan direkam dengan tape recorder. Wawancara yang dilakukan adalah indepth interview atau wawancara secara mendalam, yaitu mendapatkan

informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan, dengan maksud mendapatkan gambaran lengkap tentang topic yang di teliti (Bugin, 2001:110). Peneliti mengajukan pertanyaan – pertanyaan dan sedetail – detailnya guna mendapatkan informasi yang diharapkan. Daftar pertanyaan untuk wawancara disebut interview schedule. Sedangkan catatan secara garis besar tantang pokok – pokok pertanyaan disebut interview guide (pedoman wawancara) (Soehartono, 2004:67-68).

Adapun langkah – langkah wawancara adalah 1. Menetapkan kepada siapa wawancara itu di lakukan.

2. Menyiapkan pokok – pokok masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan.

3. Mengawali atau membuka alur wawancara. 4. Melangsungkan alur wawancara.

5. Mengkonfirmasikan ikhtisar wawancara dan mengakhirinya. 6. Menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan.

7. Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh.

(50)

2. Observasi adalah pengamatan dengan menggunakan indera penglihatan yang tidak mengajukan pertanyaan – pertanyaan (Soehartono, 2004:69). Data yang didapat dengan cara mencatat perilaku subyek (orang), objek (benda), atau kejadian yang sistematik tanpa adanya komunikasi atau pertanyaan dengan individu yang diteliti.

3. Study literature adalah teknik pengumpulan data dengan mencari data

penunjang dengan mengolah buku – buku dan nara sumber bacaan lain yang berkaitan dengan masalah penelitian.

3.5 Teknik Analisis Data

Setelah seluruh data diperoleh dari indepth interview, maka peneliti akan menganalisis data tersebut berdasarkan pola komunikasi yang ada. Selanjutnya peneliti akan mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberi kode dan mengkategorikan data secara deskriptip untuk mengetahui bagaimana pola komunikasi orang tua dan remaja dalam memahami resiko seks di luar nikah di kota Surabaya.

Adapun langkah – langkah analisisnya adalah sebagai berikut : 1. Reduksi Data (Data Reduction), yaitu proses pemilihan, pemusatan

perhatian pada penyerdehanaan. Abstraksi dan transformasi data kasar yang diperoleh di lapangan studi.

2. Penyajian Data (Data Display), yaitu deskripsi kumpulan informasi

(51)

pengambilan tindakan. Penyajian data kualitatif yang lazim digunakan adalah dalam bentuk teks naratif.

3. Penarikan Kesimpulan dan Verivikasi (conclusion drawing and

(52)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data 4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Pengertian keluarga dapat ditinjau dari dimensi hubungan darah dan hubungan social. Dalam dimensi hubungan darah, merupakan kesatuan yang diikat oleh hubungan darah antara satu dengan yang lainnya. Keluarga dapat dibedakan menjadi keluarga besar dan keluarga inti.

Sedangkan dalam dimensi hubungan social, keluarga merupakan satu kesatuan yang diikat adanya saling berhubungan atau interaksi dan saling mempengaruhi, walaupun diantara mereka tidak terdapat hubungan darah. (Djamarah, 2004 : 16).

Keluarga merupakan wadah pembentukan pribadi anggota keluarga terutama untuk anak – anaknya yang sedang mengalami pertumbuhan fisik dan rohani. Dengan demikian kedudukan keluarga sangat fundamental dan mempunyai peranan yang vitak bagi pendidikan seorang akan lingkungan keluarga, secara potensial dapat membentuk pribadi anak atau seseorang untuk hidup secara lebih bertanggung jawab.

(53)

dua orang atau lebih dalam pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. (Bahri, 2004 : 1). Pemahaman lainnya, pola komunikasi adalah suatu gambaran sederhana dari proses komunikasi yang memperlibatkan kaitan antara satu komponen komunikasi dengan komponen lain.

Dalam Peraturan Pemerintah RI No. 21 Tahun 1994 tentang penyelenggaraan pembangunan keluarga sejahtera, Bab I, Pasal I, Ayat 2, disebutkan, bahwa: Keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materiil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antara anggota dan antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungan (Djamarah, 2004:19).

(54)

Dalam rangka untuk membangun keluarga yang berkwalitas tidak terlepas dari usaha anggota keluarga untuk mengembangkan keluarga yang berkwalitas yang diarahkan pada terwujudnya kualitas keluarga yang bercirikan kemandirian keluarga dan ketahanan keluarga. Sedangkan penyelenggaraan pengembangan keluarga yang berkualitas ditujukan agar keluarga dapat memenuhi kebutuhan spiritual dan materiil sehingga dapat menjalankan fungsi keluarga secara optimal. Sedangkan fungsi keluarga itu sendiri berkaitan langsung dengan aspek – aspek keagamaan, budaya, cinta kasih, melindungi, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi, dan pembinaan lingkungan. (Djamarah, 2004:19).

4.1.2 Penyajian Data

Penelitian ini dilakukan di Surabaya selama tiga minggu. Sebagaimana telah ditetapkan sebelumnya, subjek penelitian yang dijadikan informan adalah orang tua yang mempunyai remaja yang pernah melakukan seks pra nikah, remaja putra dan putri yang pernah melakukan hubungan seks di luar nikah, orang tua yang mempunyai anak remaja yang tidak melakukan hubungan seks pra nikah dan remaja putra dan putri yang tidak melakukan hubungan seks pra nikah.

(55)

tersebut akan disajikan secara deskriptip dan dianalisis secara kualitatiif sehingga diperoleh gambaran, jawaban serta kesimpulan dari pokok permasalahan.

4.1.3 Identitas Responden

Dalam penelitian ini yang dijadikan sebagai responden atau informan adalah :

1. Keluarga, khususnya keluarga yang terdiri dari ayah, ibu serta anak remaja. Pemilihan jenis keluarga pada penelitian ini lebih ditujukan pada orang tua yang mempunyai anak remaja yang melakukan seks pra nikah dan remaja yang tidak melakukan seks pra nikah. Untuk member keragaman jawaban atas pertanyaan – pertanyaan yang diajukan dalam wawancara, keluarga yang dipilih yaitu keluarga yang terlalu otoriter dan keluarga yang tidak mengekang remajanya.

2. Remaja, dalam penelitian ini adalah remaja dengan kategori usia 16 – 21 tahun

karena pada usia ini pergaulan remaja mulai berkaitan dengan teman – temannya sekolah atau sekitar lingkungannya terhadap dirinya. Narasumber bisa berjenis kelamin laki – laki ataupun perempuan.

3. Identitas Informan I

(56)

satu universitas di Surabaya mengambil jurusan Pariwisata Perhotelan. Karena membuka usaha di rumah, jadi waktu untuk bekerja bisa setiap saat. Agama yang dianut Ayah adalah Islam, ibu dan remaja putri menganut Kristen protestan. Dalam keluarga pertama terdapat lima orang anak. Waktu bertemu remaja dengan keluarga khususnya dengan orang tua terjadi saat jam makan bersama yaitu saat makan pagi dan makan malam. Remaja lebih sering bertemu dengan ibunya karena si ayah selalu keluar rumah untuk mengantar kiriman jaitan atau sedang ada panggilan untuk mengukur ukuran baju dirumah pelanggan. Di dalam keluarga pertama selalu ada bercengkeramah bersama saat ada dimeja makan bersama atau sedang menonton tv bersama saat malam hari. Disitu baru terlihat ada komunikasi antar keluarga. Namun yang diceritakan dalam obrolan bukan masalah pribadi yang dialami keseharian namun menganai tayangan tv yang pasa saat itu diliat, misalnya tentang gossip artis atau mengenai ranah politik. Untuk masalah pribadi, anak remaja selalu menceritakan kepada ibunya.

4. Identitas Informan II

(57)

terdapat dua orang anak. Komunikasi yang terjalin pada keluarga kedua ini terjadi saat weeken saja ketika si ayah telah pulang atau pada saat satu keluarga ini sedang keluar bersama entah sekedar jalan – jalan atau menghadiri acara keluarga. Jika komunikasi antara ibu dan remaja terjalin jika ibu bertanya lebih dulu kepada putrinya tentang suatu hal, jika ibu tidak menanyai terlebih dulu maka remaja ini tidak akan cerita apapun. Karena remaja ini sering ditinggal ayahnya dan jarang bertemu ayahnya, dia merasa kehilangan sosok ayah dalam hidupnya sehingga remaja ini mencari pacar yang usianya jauh darinya yang hanya pantas menjadi seorang ayahnya. Remaja ini memang nyaman berdampingan dengan pacarnya karena pacarnya bisa mengerti dan dapat memahami remaja ini.

5. Identitas Informan III

(58)

tergolong keluarga yang sibuk karena dari pagi sampai sore orang tua bekerja, dan remaja ini juga membantu ayahnya bekerja. Namun memang dibiasakan kalau sore waktu santai diterapkan untuk berkumpul bersama entah itu sekedar ngobrol – ngobrol atau onton tv bareng sebelum tidur. Hal tersebut dilakukan agar hubungan orang tua dan anak tidak terjadi kerenggangan dan anak bisa menganggap orang tua sebagai teman agar ada keterbukaan satu sama lain. 6. Identitas Informan IV

Informan empat terdiri dari Ayah, yang berusia 46 tahun, Ibu yang berusia 32 tahun dan remaja putra yang berusia 21 tahun. Orang tua informan keempat bekerja sebagai wiraswasta. Tempat tinggalnya di daerah Sutorejo Surabaya. Seorang ayah bekerja sebagai pedagang bakso keliling dan ibu bekerja penjahit sprei, sedangkan remaja putra sedang tidak bekerja setelah tamat SMU dan sukanya terus saja pergi nongkrong bersama teman - temanya. Agama yang dianut keluarga keempat adalah Islam. Dalam keluarga keempat terdapat tiga orang anak. Remaja ini orang tuanya sudah bercerai, namun dia tinggal bersama ibu tirinya dan ibu kandungnya ada di luar pulau. Ayahnya tidak terlalu menghiraukan remaja ini, dia hanya sibuk mencari uang tanpa memikirkan anaknya. Dengan gampangnya dia memasukan anaknya ke pondok pesantren demi mendapatkan ajaran yang benar, namun di situlah awal mula ayah ini lepas tangan untuk mengontrol anaknya.

7. Identitas Informan V

(59)

Tempat tinggalnya di daerah Mulyosari Surabaya. Seorang ibu bekerja sebagai EO, sedangkan remaja putra bekerja jadi pegawai di salah satu perusahaan swasta. Karena EO adalah pekerjaan yang bisa dikatakan partime, maka setiap saat ibu ini ada dirumah jika tidak ada job. Agama yang dianut ibu pada keluarga kelima adalah islam dan agama yang dianut oleh remaja putra adalah Kristen Protestan. Dalam keluarga kelima terdapat tiga orang anak. Keluarga kelima ini mengalami keluarga yang broken home. Si ayah langsung pergi meninggalkan anak – anaknya setelah bercerai dan tidak ada kabar. Namun disini anak – anak remajanya sangat santun menghadapi orang terlebih mamanya sendiri. Di keluarga ini mama merupakan sahabat serta kakak bagi remaja ini, tidak ada renggang hubungan sedikit pun. Apa yang dilakukan remaja ini, si ibu pun tau, remaja ini pun tidak pernah berbohong kepada ibunya dan berusaha tidak menyakiti hati ibunya. Si ibu tidak pernah marah kepada anak – anaknya dan begitu pula remaja – remajanya tidak pernah membuat ulah yang sampai membuat ibunya marah. Waktu untuk berbincang bersama setiap sore sehabis remaja ini pulang kerja, setiap hari pasti terjadi seperti itu agar tidak ada kerenggangan hubungan antara ibu dengan anak. 8. Identitas Informan VI

(60)

penjaga toko elektronik. Ayah dari informan keenam ini bekerja sehari – hari dari pukul 08.30 – 21.00 WIB sedangkan remaja putri bekerja dari jam 08.00 – 16.00 WIB. Agama yang dianut keluarga keenam ini adalah islam. Remaja ini tergolong cuek dengan ayahnya, begitu pula sebaliknya. Bertemunya anak dengan ayahnya saat sore hari setelah mereka pulang bekerja. Itu pun jarang sekali mereka ngobrol – ngobrol dan bersendau gurau. Apabila remaja ini membuat kesalahan dan sampai dimarahi ayahnya itu pasti ada orang yang memberitahukan ke ayahnya tentang suatu hal mengenai remajanya. Orang luar itu seperti keluarga yang tidak tinggal satu atap dengan keluarga keenam. Ayah dari keluarga keenam ini seolah lebih percaya kata – kata orang dari pada anaknya sendiri.

9. Identitas Informan VII

(61)

orang tua tidak ada yang disembunyikan, dari masalah kecil hingga besar pun pasti diceritakan dengan orang tua. Konteks bertemunya keluarga ini lebih banyak pada malam hari di atas jam 21.00 karena pada jam itu keluarga baru kumpul dan bercengkeramah bersama seusai pulang kerja. Namun hubungan yang terjalin sangat harmonis walau waktu yang digunakan untuk bersama – sama sangat sedikit.

10. Identitas Informan VIII

Informan kedelapan terdiri dari Ibu yang bernama Sumiatun berusia 43 tahun dan remaja putra bernama Firman Abdul Aziz yang berusia 16 tahun. Orang tua informan kedelapan ini bekerja sebagai wiraswasta. Tempat tinggalnya di Nginden Kota II/74b Surabaya. Seorang ibu membuka usaha yaitu warung dan juga sebagai tukang pijat atau tukang urut, sedangkan remaja putra sedang melakukan studi SMU 20 Surabaya. Ibu dari informan kedelapan ini berangkat kerja mulai pukul 09.00 – 17.00 WIB. Agama yang dianut keluarga kedelapan ini adalah Islam. Waktu untuk berkumpul keluarga ini sehabis magrib, karena ibu pada jam segitu sudah tidak aktif lagi untuk bekerja. Warung miliknya pun tutup sekitar pukul empat sore, dan setiap harinya sebelum tidur keluarga ini pasti berkumpul untuk menceritakan ada kejadian apa saja yang dialami masing – masing individu di luar.

11. Identitas Informan IX

(62)

kesembilan ini bekerja sebagai wiraswasta, yaitu membuka usaha salon dirumah. Tempat tinggalnya di Wonorejo Selatan no 28 Rungkut Surabaya. Orang tua membuka usaha salon dirumah, untuk jam kerja tidak dibatasi, sedangkan remaja putri sedang melakukan studi di UPN Veteran Jatim mengambil jurusan Komunikasi. Agama yang dianut keluarga di kedelapan adalah islam. Karena orang tua membuka peluang usaha dirumah, maka saat untuk bertemu dan bercengkeramah dengan remaja putrinya bisa terjadi setiap saat. Apa lagi saat menonton tv bersama, pasti ada interaksi untuk mengomentari suatu hal. Pada keluarga ke Sembilan ini kasih sayang dan kebutuhan ekonomi terjadi seimbang sehingga remaja tidak merasa kekurangan.

12. Identitas Informan X

(63)

bersama. Saat malam hari sudah tidak ada jadwal les privat, si ayah biasanya ngobrol bareng. Karena ibu sudah tidak bersama remaja putra ini lagi, jadi remaja putra ini dekat dengan ayahnya dan ayahnya pun berusaha mendekatkan diri ke remajanya agar remajanya tidak mencari kesenangan dengan hal negative.

13. Identitas Informan XI

(64)

14. Identitas Informan XII

Informan kedua belas terdiri dari Ibu bernama Wiwik Widawati yang berusia 56 tahun dan remaja putri yang berusia 21 tahun. Orang tua informan kedua belas ini pensiunan BRI dan membuka toko kecil – kecilan di rumah. Sedangkan remaja putri baru mendapat gelar S1 Ikom di UPN Veteran Jatim pada tanggal 8 Januari 2011. Tempat tinggalnya di Keputeran Pasar Kecil I/57 Surabaya. Karena membuka usaha di rumah, jadi waktu untuk bekerja bisa setiap saat. Agama yang dianut keluarga kedua belas adalah islam. Ayah sudah meninggal sekitar setahun yang lalu. Remaja putrid ini tergolong remaja yang mandiri dan tidak menyusahkan orang tua karena setelah tamat SMU sudah terdidik untuk bekerja freelance dan kuliah. Apa yang dilakukan remaja ini, orang tua mengetahuinya. Dari masalah kampus, masalah teman – tenabnya hingga pacar pun ibunya mengetahuinya. Konteks untuk berkumpul dengan keluarga tentunya tidak terbatas lagi karena orang tua sudah pension, jadi setiap saat bias terjadi.

4.2 Analisis Data

(65)

Pada wawancara yang dilakukan peneliti diperoleh informasi bagaimana pola komunikasi orang tua dengan remaja tentang memahami resiko seks pra nikah, tetapi dari hasil wawancara dan pengamatan langsung terhadap para informan yang digunakan dalam penelitian ini yang berjumlah dua belas keluarga dengan latar belakang yang berbeda selain itu mayoritas informan remaja adalah mahasiswa atau kuliah sebanyak lima orang.

Pesan yang diberikan orang tua kepada remaja putra – putrinya pada umumnya sama, yaitu agar remaja menjaga hubungan dengan teman – teman agar tidak terjerumus ke hal yang negative. Orang tua dan remaja melakukan komunikasi bersama saat santai, biasanya saat kumpul bersama, dan saat menonton tv bersama. Pola komunikasi yang ada dalam penelitian ini terdapat pola komunikasi monopoli, pola komunikasi keseimbangan dan pola komunikasi pemisah tidak seimbang.

4.2.1 Pola Komunikasi Orang Tua Dan Remaja Dalam Memahami Resiko Seks Pra Nikah

4.2.1.1Pesan

Dalam sebuah keluarga pasti terjadi komunikasi antara suami dengan istri, ayah dengan anak, ibu dengan anak dan anak dengan anak. Dengan seringnya berkomunikasi antara anggota keluarga satu dengan yang lain dapat mempererat tali kekeluargaan sehingga menjadi keluarga yang harmonis.

(66)

di luar rumah agar dapat dipantau untuk tidak melakukan hal – hal negative. Tidak cukup dengan itu saja, orang tua juga harus melakukan pendekatan kepada anak agar anak tersebut merasa nyaman dengan orang tuanya sehingga anak mau menceritakan keluh kesahnya. Dan tidak lupa orang tua tetap member petuah – petuah kepada anak – anaknya agar tidak melakukan hal – hal yang negative.

Di bawah ini terdapat pernyataan dari orang tua mengenai pesan – pesan yang disampaikan kepada anak – anak mereka,

A. Keluarga Gagal

Keluarga gagal disini dapat ditafsirkan jika dalam hubungan keluarga tidak adanya kebahagiaan serta keluarga tersebut sedang bermasalah. Seperti keluarga tersebut tidak bahagia, membawa maksud keluarga menjadi kucau dan kocar - kacir. Terdapat banyak masalah atau krisis rumah tangga hingga menyebabkan anggota keluarga tidak tenteram. Keluarga bermasalah adalah keluarga yang mempunyai krisis yang meruncing di dalam rumah tangga akibat daripada masalah keluarga. Krisis-krisis ini kemudiannya telah mengakibatkan timbul berbagai keadaan negatif dalam perhubungan keluarga tersebut. Seterusnya, keadaan negative ini boleh mencetuskan suasana kelam kabut dan tidak terurus dalam sesebuah keluarga. Dan beberapa masalah keluarga seperti: Penceraian, Penjagaan Anak - anak, Penderaan Kanak-kanak, Keganasan rumahtangga, Keluarga Tunggal, Ibu bapa bekerja sepenuh masa dan Konflik keluarga.(msgsabah.blogspot.com/2009/04/institusi-keluarga.html).

(67)

berkaitan dengan kenakalan remaja yang dilakukan remaja – remaja pada zaman sekarang ini, seperti yang diutarakan dalam teks berikut ini :

Informan 1 (Ibu)

“…Kadang – kadang aku bilang gini: kalau kuliah itu, kuliah yang bener, jangan dibuat main. Terkadang sembrono, terkadang aku gini: kuliah sih boleh aja kuliah tapi harus punya pegangan yang lain. Kuliah kan belum tentu bekerja sama suaminya nggak boleh. Apa ya.. kursus desain, ato bahasa inggris…”

(Interview : Sabtu, 1 januari 2011 pukul 20.00 WIB)

Ibu dari informan pertama ini sebenarnya mempunyai kekhawatiran terhadap remaja putrinya. Dia terus member petuah seperti itu supaya remaja putrinya tidak membolos dan selalu hura – hura di luar sana. Si ibu tahu apa yang selalu dilakukan remaja – remaja jaman sekarang yang sering bolos sekolah dan melakukan kegiatan yang tidak penting di luar sekolah.

Informan 2 (Ibu)

“…Ya sangat dekat karena selalu bersama – sama kan…” (Interview : Minggu, 2 januari 2011 pukul 17.00 WIB)

Informan 2 (Remaja)

“…Diomelin. Kalo uda gede diomelin kan sama aja nyakitin hati kita sendiri kok kitanya ya tega sampai dimarahi orang tua…”

(Interview : Minggu, 2 januari 2011 pukul 17.00 WIB)

(68)

tuanya jengkel. Dalam keluarga kedua ini anggota keluarga berusaha saling mengerti kondisi satu sama lain agar tidak terjadi keluarga yang tidak harmonis.

Informan 3 (Ibu)

“…Ya pernah mbak, paling ya dinasihati saja, boleh pacaran tapi jangan terlalu yang berlebihan gitu aja sih…”

(Interview : Selasa, 4 januari 2011 pukul 19.00 WIB) Informan 3 (Ayah)

“…O.. ya tentu mbak, soalnya anak saya ini selalu saya peringati hal seperti itu. Kayak hubungan bebas, seks itu bukannya saya nggak mau memperkenalkan tapi saya Cuma ingatkan saja anak saya jangan sampai terjerumus kayak anak yang nggak bener itu…”

(Interview : Selasa, 4 januari 2011 pukul 19.00 WIB)

Pada keluarga ketiga ini hubungan antara orang tua dan anak sangat harmonis. Remaja putra sering bercerita tentang semua hal kepada orang tuanya, lebih – lebih pada ibunya. Remaja putra ini sangat menghormati kedua orang tuanya. Dalam mendidik anak, orang tua dari informan ketiga ini tidak pernah melakukan kekerasan karena tidak ingin anaknya ada rasa dendam dan benci. Orang tua informan ketiga ini sering mengingatkan remaja putranya untuk tidak melakukan hal – hal negative.

Informan 4 (Ayah)

“…Ya nggak ada hukumannya mbak, Cuma dinasihati dan diarahkan untuk yang lebih baik. Gitu aja…”

(Interview : Rabu, 5 januari 2011 pukul 07.00 WIB)

Informan 4 (Ibu)

(69)

jangan merusak masa depanmu,kan kamu masih muda dan masa depan pun masih panjang. Jadi ya saya Cuma bilang itu aja mbak…”

(Interview : Rabu, 5 januari 2011 pukul 07.00 WIB)

Pada keluarga keempat ini sebenarnya orang tua tidak terlalu memperhatikan remaja putranya karena orang tuanya sibuk dengan kerjaannya masing – masing. Untuk member nasihat saja jarang, komunikasi antar keluarga pun jarang dilakukan sampai remaja putra tidak merasakan kasih saying dan perhatian dari orang tua. Karena remaja putra ini pernah dimasukan ke pondok pesantren maka orang tuanya menganggap remeh dan jarang untuk member arahan kepada anaknya. Dianggap anaknya pasti sudah mengerti tentang norma – norma agama sehingga tidak perlu untuk mengarahkan kembali.

Informan 5(Ibu)

“…Kalo mengenai seks, awal mula aku utamakan ke anak itu agama, trus mental. Agama mungkin aku beda agama ya sama Hendy, saya islam Hendy Kristen. Aku bersyukur karena antara agamaku dan agamanya Hendy tidak ada saling cres, mana salah mana yang benar. Jadi untuk seks itu sendiri aku lebih menghubungkan dengan agama sehingga dia lebih bisa menerima. Trus resiko seumpama dia melanggar, resikonya seperti ini dan dia harus mempertanggung jawabkan atas apa yang dia lakukan baik itu sama pasangannya atau paling utama dia harus tanggung jawab sama Tuhannya kan. Nah disitu saya selalu kasih pengertian seperti itu. Seks dini yang mungkin banyak dilakukan oleh anak – anak di luaran sana. Kalo untuk saya pribadi, saya nggak akan pernah kawatir anak saya melakukan hal seperti itu karena saya percaya bahwa dia cukup bekal…”

(Interview : Rabu, 5 januari 2011 pukul 17.00 WIB)

(70)

agama. Ibu selalu memberi tahu akibat jika anak melakukan suatu hal. Jadi ibu ini tidak pernah khawatir anaknya melakukan kesalahan karena ibu sudah merasa cukup untuk member bekal.

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Rahayu Sentosa dalam pencatatan transaksi hingga membuat laporan keuangan yang terdiri dari laporan buku besar, neraca saldo, neraca lajur, laba rugi, neraca

ProportionateStratified Random Sampling. Alat analisis yang digunakan adalah Analisis Regresi Linier Berganda. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa

Diploma III Pada jurusan Teknik Elektro Program Studi Teknik Listrik Politeknik.. Negeri

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan pelayanan prima administrasi kependudukan di Kecamatan Cinambo Kota Bandung (1) Ukuran dan tujuan

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara iklim organisasi dengan disiplin kerja di perum bulog sub divisi regional IV banyumas1. Penelitian

berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham, sedangkan pada penelitian ini tidak menguji Dividen Per Share dan NPM secara simultan maupun

Hal ini juga berlaku bagi para pelaku bisnis kios seluler atau pedagang pulsa. Sebelum melakukan pembelian, konsumen akan membandingkan berbagai faktor-faktor yang dimiliki oleh

dan karuia-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan antara Stress Kerja dengan Turnover Intention pada Karyawan di perusahaan Pembiayaan