• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Coba Rancangan Modul Pelatihan ECS Untuk Meningkatkan Moral Core Dari Kecerdasan Moral Pada Siswa-siswi Kelas 4 di SD "X" Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Coba Rancangan Modul Pelatihan ECS Untuk Meningkatkan Moral Core Dari Kecerdasan Moral Pada Siswa-siswi Kelas 4 di SD "X" Bandung."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Dalam penelitian ini rancangan pelatihan ECS telah dilaksanakan pada siswa-siswi kelas 4 SD “X” Bandung. Modul pelatihan ini dirancang untuk meningkatkan moral core dari kecerdasan moral dan dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan masing-masing berkisar antara 1 – 1,5 jam.

Sampel dari penelitian ini terdiri dari 13 orang siswa-siswi kelas 4 SD “X” Bandung. Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner moral core dari kecerdasan moral yang merupakan alih bahasa dari kuesioner moral core dari kecerdasan moral yang disusun oleh Borba (2001). Kuesioner ini terdiri dari masing 10 item pertanyaan dimana setelah ditryout menjadi masing-masing 7 item setiap item memiliki validitas yang berkisar antara 0,381–0,832 dengan reliabilitas 0,918. Dengan demikian item-item yang terdapat dalam kuesioner ini sudah cukup valid dan reliabilitasnya tergolong tinggi sehingga dapat digunakan untuk mengukur kecerdasan moral.

Analisis menggunakan uji beda Wilcoxson dengan t hitung (-6, 827) < t tabel (2,176). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 13 orang siswa-siswi yang mengikuti pelatihan, 84,6 % mengalami peningkatan moral core dari kecerdasan moral. Hal ini menunjukkan bahwa modul pelatihan ECS yang digunakan dapat meningkatkan moral core dari kecerdasan moral siswa-siswi kelas 4 SD X Bandung.

(2)

ABSTRACT

In this study design has been implemented on the training ECS of the 4th grader students in Primary School "X" Bandung. This training module is designed to improve the moral core of moral intelligence and carried out in 2 meetings each ranging between 1 - 1,5 hours.

This study sample consisted of 13 students which education is at the 4th grader students in Primary School "X" Bandung. Measuring instruments used in this study is a questionnaire moral core of moral intelligence, a translation of moral intelligence questionnaire compiled by Borba (2001). This questionnaire had a high validity and reliability so that it can be used to measure moral intelligence.

(3)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN ABSTRAK

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Identifikasi Masalah ... 8

1.3.Maksud dan Tujuan Penelitian ... 8

1.3.1.Maksud Penelitian ... 8

1.3.2.Tujuan Penelitian ... 8

1.4.Kegunaan Penelitian ... 9

1.4.1.Kegunaan Teoritis... 9

1.4.2.Kegunaan Praktis ... 9

1.5.Prosedur Penelitian ... 10

(4)

2.1.1. Perkembangan Kecerdasan Moral Anak usia SD ... 11

2.1.2. Definisi Kecerdasan Moral menurut Borba ... 15

2.1.3. Faktor yang mempengaruhi Kecerdasan Moral ... 15

2.1.3. Apek-aspek Kecerdasan Moral ... 15

2.2. Pelatihan ... 43

2.2.1. Definisi Pelatihan ... 43

2.2.2. Experiential Learning ... 44

2.2.2.1. Karakteristik Experiential Learning ... 44

2.2.2.2. Faktor yang mempengaruhi Experiential Learning... 45

2.2.3. Taksonomi Bloom ... 46

2.2.4. Metode dalam Pelatihan ... 47

2.2.4.1. Exercise ... 47

2.2.4.2. Lecture (Kuliah) ... 48

2.2.4.3. Audiovisual ... 49

2.2.5. Evaluasi Program Pelatihan ... 51

2.2.6. Instruktur ... 53

2.3. Kerangka Pemikiran ... 54

2.4. Asumsi Penelitian... 59

2.5. Hipotesis Penelitian ... 59

(5)

3.2.1. Independent Variable ... 62

3.2.1.1. Definisi Konseptual Pelatihan ECS ... 62

3.2.1.2. Definisi Operasional Pelatihan ECS ... 62

3.2.2. Dependent Variable ... 62

3.2.2.1. Definisi Konseptual Moral Core dari Kecerdasan Moral ... 62

3.2.2.2. Definisi Operasional Moral Core dari Kecerdasan Moral .... 62

3.3. Subjek Penelitian ... 63

3.3.1. Populasi Penelitian ... 63

3.3.2. Metode Penarikan Sampel ... 63

3.3.3. Sampel Penelitian ... 64

3.4. Modul Pelatihan ... 64

3.5. Alat Ukur ... 66

3.5.1. Kuesioner Kecerdasan Moral ... 66

3.5.2. Prosedur Pengisian Kuesioner ... 67

3.5.3. Sistem Penilaian ... 67

3.5.4. Uji Reliabilitas dan Validitas Alat Ukur ... 68

3.5.4.1. Validitas Alat Ukur ... 68

3.5.4.2. Reliabilitas Alat Ukur ... 69

3.5.5. Evaluasi Pelatihan ... 70

3.6. Metode Analisis ... 71

3.6.1. Teknik Analisis Reaction ... 71

(6)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1.1. Hasil Penelitian ... 81

1.1.1. Gambaran Subjek Penelitian ... 81

1.1.2. Hasil Penelitian Berdasarkan Evaluasi Level Learning ... 82

1.1.3. Hasil Penelitian Berdasarkan Evaluasi Level Reaction ... 86

1.2.Pembahasan Hasil Penelitian ... 93

1.2.1. Pembahasan Level Learning ... 93

1.2.2. Pembahasan Level Reaction ... 96

1.2.3. Dinamika Hasil Pelatihan ...100

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan ... 102

5.2. Saran ... 102

5.2.1. Saran Teoritis ... 102

5.2.2. Saran Praktis ... 103

(7)
(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Modul

(9)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1. Kerangka Pikir

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Kecerdasan Moral Lampiran 2 Hasil Pengolahan Data Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa Lampiran 4 Lembar Kerja Siswa Lampiran 5 Lembar Kerja Siswa Lampiran 6 Lembar Kerja Siswa

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia kini mengalami krisis moral yang menegaskan terjadinya ketidakpastian jati diri dan karakter bangsa. Hal ini tercermin dari semakin meningkatnya kriminalitas, pelanggaran hak asasi manusia, ketidakadilan hukum, kerusakan lingkungan yang terjadi di berbagai pelosok negeri, pergaulan bebas, pornografi dan pornoaksi, tawuran yang terjadi di kalangan remaja, kekerasan dan kerusuhan serta korupsi yang kian merambah pada semua sektor kehidupan. Pembangunan karakter bangsa yang sudah diupayakan dengan berbagai bentuk, hingga kini belum terlaksana dengan optimal (Setiawan, 2013).

(12)

2

kurang sosialisasi dengan lingkungan sekitar, tidak bertanggung jawab secara sosial, terganggu secara emosional, dan sangat reaktif, tidak berfungsinya hati nurani, menyukai tantangan dan bahaya, menceburkan diri dalam satu kegiatan tanpa menyadari resikonya, sulit berdisiplin dan mengontrol diri, liar dan cenderung jahat. Disamping itu, anak kurang memiliki pemahaman terhadap nilai-nilai spritual, perilaku baik, demokrasi, menghargai pluralisme serta dan toleransi, perbedaan pendapat dan hak asasi manusia.

Di SD “X”, Bandung, perilaku kenakalan yang mengarah pada krisis moral sudah mulai tampak. Dari observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti sebagai konselor di sekolah kepada siswa-siswi dan guru-guru senior (pengalaman mengajar berkisar 12-20 tahun) pengamatan mereka akan karakter anak didik menunjukkan penurunan kualitas karakter. Menurut Borba (2001), anak yang memiliki moral yang baik mampu menunju mampu memahami yang benar dan salah, mampu membedakannya dan mampu untuk berlaku benar dengan cara yang terhormat. Untuk siswa kelas 4 A misalnya, menurut wali kelasnya sekitar 70% siswa saat marah atau bersilang pendapat dengan temannya anak tidak dapat menerima perbedaan sudut pandang dan saat perbedaan tersebut meruncing anak mengeluarkan kata-kata yang kasar atau sampai melakukan tindakan fisik kepada anak lain. Wali kelas 4 lainnya juga menyebutkan bahwa ada sekitar 10% anak sering lupa tidak mengerjakan PR dan anak berani berbohong karena takut konsekuensi yang diberikan guru.

(13)

3

dan menunda pemenuhan kebutuhan, mendengarkan dari berbagai pihak sebelum menilai; menerima dan menghargai perbedaan; menolak pilihan yang tidak etis; berempati; melawan ketidakadilan; dan memperlakukan orang lain dengan belas kasih dan menghargai. Contoh perilaku moral yang baik misalnya pada beberapa anak ia selalu menanyakan terlebih dahulu kepada guru apakah dia boleh melakukan sesuatu atau tidak. Ada pula anak kelas yang lebih besar yang selalu memberikan salam kepada guru. Ada juga anak yang senang membantu temannya sehingga menurut ceritanya ia merasa dimanfaatkan oleh teman-temannya.

Dalam kesehariannya secara umum siswa-siswi sekolah ini masih terus diingatkan supaya bersikap sopan dan dalam berkata-kata masih terus diingatkan untuk mengucapkan kata tolong, terimakasih, permisi. Pengajaran materi kepada siswa-siswi juga diusahakan mencakup pula nilai-nilai moral melalui pendidikan agama dan diberikan juga nasehat dari guru kepada murid-muridnya. Namun bila diamati secara langsung, hanya sedikit anak yang melakukan hal tersebut dengan tulus. Umumnya siswa-siswi masih harus diinstruksikan baik oleh guru maupun orang tua yang mendampingi untuk mengawasi perilaku dan perkataan mereka. Hal ini menunjukkan minimnya kecerdasan moral anak.

(14)

4

dan cenderung kasar. Beberapa kasus yang terjadi, beberapa siswa dari kelas ini pernah melakukan pemukulan kepada siswa kelas lain, suka menjahili teman sampai menangis. Selain itu juga perilaku siswa-siswi di kelas kurang terkontrol dimana mereka cenderung menimpali dan berkata-kata sebelum mendengarkan apa yang dijelaskan oleh guru. Cukup sering pula siswa menanyakan hal yang sebelumnya sudah dipaparkan sejelas mungkin, dengan cara yang kurang sopan bahkan terkadang dengan memotong perkataan guru. Kelas ini meskipun dari segi jumlah merupakan kelas yang paling kecil namun keributan yang ditimbulkan lebih dibandingkan kelas yang lain. Guru-guru yang mengajar di kelas ini pun sudah menunjukkan keengganan untuk mengajar kelas ini. Dari fakta tersebut dapat dikatakan bahwa siswa-siswi tersebut kurang memiliki karakter yang baik (Lickona, 1991).

(15)

5

Orang yang memiliki karakter yang baik adalah yang memiliki pengetahuan moral, perasaan moral dan perilaku moral yang baik (Lickona, 1991). Menurut Lickona, ketiga komponen ini harus terbangun secara kontinu untuk dapat mengembangkan moralitas seseorang. Pendidikan moral yang paling awal diterima oleh anak berasal dari keluarga, dimana anak belajar mengikuti standar ayah dan ibunya. Robert Coles (1997), salah satu pencetus awal ide kecerdasan moral, dalam bukunya “The Moral Intelligence of Children”, menyebutkan bahwa karakter atau perkembangan moral adalah interaksi antara nature dan

nurture. Perkembangan moral adalah hasil dari interaksi orang tua, cara

pendisiplinan yang seimbang, dan pilihan anak.

Teori mengenai kecerdasan moral disusun secara lebih terstruktur lagi oleh Michelle Borba (2001). Ia mengemukakan bahwa ada 7 nilai penting dalam kecerdasan moral. Adapun ke 7 nilai tersebut adalah empathy, conscience, self

control, respect, kindness, tolerance, dan fairness. Dalam bukunya Building Moral Intelligence: The Seven Virtues That Teach Kids To Do The Right Thing,

kecerdasan moral mensyaratkan 3 moral core yang akan membentuk kecerdasan moral yaitu empathy, conscience dan self control berada pada taraf minimum yang cukup baik sebelum 4 aspek lainnya dapat berkembang. Menurut Borba (2001), bila salah satu dari ketiga nilai tersebut tertinggal perkembangannya maka akan mempengaruhi perkembangan moral anak. Ia juga menekankan pentingnya melatih moralitas anak dan melatih sedini mungkin perilaku moral yang baik.

(16)

6

baik bila ditingkatkan, memiliki masalah potensial dan tingkatan yang paling rendah adalah memerlukan bantuan. Bila dirumuskan kedalam dua bagian besar yakni golongan atas dan bawah maka moral core 76,9 % siswa-siswi kelas 4 SD “X” berada pada golongan bawah (memiliki masalah potensial dan memerlukan bantuan) sedangkan 21,3% berada pada golongan atas (lebih baik bila ditingkatkan). Bila dilihat dalam perilakunya sehari-hari siswa-siswi di kelas ini memang sebagian besar menunjukkan perilaku moral yang kurang baik. Dari ketiga moral core yang dimiliki siswa kelas 4 SD “X” aspek conscience adalah yang paling banyak memerlukan peningkatan yakni 92,3% kemudian disertai dengan self control, 84,7% dan empathy 61,6%.

(17)

7

Untuk mengetahui derajat moral core dari kecerdasan moral anak maka kepada guru wali kelas diberikan kuesioner untuk masing-masing anak. Adapun rencana kegiatan yang akan diberikan kepada anak adalah berupa informasi atau pengetahuan mengenai nilai-nilai moral ditambah dengan belajar melalui observasi (film/ klip). Di sini aspek yang akan dilatih adalah 3 aspek moral core yaitu empathy, conscience, dan self control yang menurut Borba akan menjadi dasar bagi berkembangnya 4 aspek selanjutnya. Diharapkan dengan meningkatkan ketiga aspek mendasar ini maka anak akan mampu mengoptimalkan 4 aspek selanjutnya. Awalnya anak akan diberi materi yang berupa film yang mencakup ketiga aspek moral core kemudian anak akan diberikan aktivitas yang disusun sedemikian rupa agar saat anak mengerjakan aktivitas tersebut anak dapat mengenai aspek empathy, conscience dan self control-nya. Dengan tahapan kognitif yang masih concrete operational maka anak akan diberi lembar kerja yang berkaitan dengan kejadian sehari-hari. Kemudian akan diberikan evaluasi untuk melihat apakah perilaku anak benar dan apa yang seharusnya dilakukan dalam keseharian. Selain itu anak akan diberikan materi yang merangkum ketiga aspek moral core dan trik-trik praktis yang mudah diingat anak. Setelah beberapa waktu kepada guru wali kelas akan diberikan kembali kuesioner derajat moral

core dari kecerdasan moral anak. Hasilnya kemudian akan dibandingkan, apakah

akan terjadi perubahan tingkat kecerdasan moral anak atau tidak.

(18)

8

sekolah untuk mengembangkan moral core dari kecerdasan moral siswa-siswi di SD X Bandung.

1.2. Identifikasi Masalah

Apakah pelatihan ECS yang diberikan dapat meningkatkan moral core dari kecerdasan moral siswa-siswi kelas 4 di SD “X” Bandung?

1.3. Maksud, Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1. Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai apakah program intervensi berupa pelatihan ECS yang diberikan di sekolah akan mengembangkan moral core dari kecerdasan moral pada siswa-siswi kelas 4 SD “X” Bandung.

1.3.2. Tujuan Penelitian

(19)

9

1.4.Kegunaan Penelitian

1.4.1. Kegunaan Teoritis

- Memberikan sumbangan ilmu bagi Psikologi Pendidikan untuk memperdalam pemahaman dan memperkaya pengetahuan mengenai rancangan program pelatihan kecerdasan moral pada anak SD.”

- Memberikan informasi bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai pelatihan kecerdasan moral pada anak SD.

1.4.2. Kegunaan Praktis

- Memberikan suatu model intervensi pada pihak sekolah dalam prosesnya membantu mengembangkan kecerdasan moral anak secara optimum.

- Memberikan masukan mengenai program preventif agar anak dapat meningkatkan kecerdasan moralnya.

- Memberikan informasi kepada guru mengenai tingkat moral core dari kecerdasan moral siswa-siswi kelas 4 di SD “X Bandung.

- Memberikan masukan kepada guru kelas untuk mengembangkan program yang mendukung kecerdasan moral murid didik mereka.

- Memberi informasi kepada siswa-siswi di SD “X” mengenai kecerdasan moral agar tercipta lingkungan dan perilaku yang bermoral.

1.5. Prosedur Penelitian

(20)

10

moral sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan pada siswa-siswi kelas 4 SD “X” di Bandung. Metode penelitian yang digunakan adalah Single Group Pre-Test –

Post-Test Design (Before-After). Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini

adalah kuesioner mengenai moral core dari kecerdasan moral anak yang diisi oleh guru wali kelas sebelum dan sesudah pelatihan. Kuesioner ini disusun oleh Borba (2001) dan dialihbahasakan ke bahasa Indonesia oleh peneliti. Adapun moral core dari kecerdasan moral yang akan dilatihkan adalah empathy, conscience, dan

self-control. Treatmen yang diberikan berupa pelatihan dengan metode experiential learning. Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi SD kelas 4 “X” Bandung.

Rancangan penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Bagan 1.1. Rancangan Penelitian

(21)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1.Simpulan

Pada penelitian ini yang terbatas oleh kesempatan yang dapat diberikan oleh sekolah (waktu yang tebatas dengan jam belajar anak di sekolah), berdasarkan hasil uji coba modul pelatihan ECS yang diberikan kepada 13 peserta pelatihan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil learning peserta pelatihan maka rancangan program pelatihan ECS dapat digunakan sebagai salah satu program untuk meningkatkan derajat moral core dari kecerdasan moral anak kelas 4 SD “X” Bandung.

2. Rancangan program pelatihan ECS sesuai diterapkan kepada siswa kelas 4 SD “X” Bandung dengan revisi program pelatihan untuk memaksimalkan manfaat pelatihan.

5.2.Saran

5.2.1. Saran Teoritis

Untuk penelitian selanjutnya alangkah baiknya apabila:

(22)

95

2. Dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui keefektifan modul untuk meningkatkan pada kecerdasan moral.

3. Materi yang disampaikan dalam pelatihan diberikan dalam durasi yang lebih singkat namun dengan intensitas yang lebih sering.

4. Untuk lembar kerja yang diberikan kepada siswa, perlu dipertimbangkan kembali waktu dan proses pengerjaannya. Dipertimbangkan pula apakah akan lebih mudah bila anak mengerjakan lembar kerja dalam bahasa Indonesia. 5. Bila waktu dan tempat memungkinkan perlu dipertimbangkan juga untuk

memberikan aktivitas lain sebagai sarana anak untuk belajar dan mengalami langsung.

6. Dapat dicoba juga untuk menggunakan lebih dari 1 rater untuk mengetahui seobyektif mungkin penilaian yang diberikan akan keefektifan pelatihan.

5.2.2. Saran Praktis

Secara praktis, disarankan kepada pihak sekolah agar:

1. Setelah direvisi, pelatihan ECS ini dapat dijadikan modul sebagai salah satu upaya preventif dan pendukung perkembangan karakter anak di sekolah. 2. Guru menggunakan slide, film atau klip yang lebih mendukung untuk

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Borba, Michele. 2001. Building Moral Intelligence: The Seven Essential Virtues

That Teach Kids to Do the Right Thing. San Fransisco: Jossey-Bass.

Coles, Robert. 1997. The Moral Intelligence of Children. London: Bloomsbury Publishing Plc.

Ghozali, Imam. 2006. Statistik Non–Parametrik–Teori dan Aplikasi dengan Program SPSS. Semarang.

Graziano, A.M. & M.L. Raulin. 2000. Research Methods, A Process of Inquiry,

4th ed. Boston: Allyn & Bacon.

Kirkpatrick, D. 1998. Evaluating training program 2nd Edition. Boston: Berrete-Koehler Publisher. Inc.

Lickona, Thomas. 2003. Character Matters: How to Help Our Children Develop

Good Judgement, Integrity, and Other Essential Virtues. New York: Simon &

Schuster.

Lickona, Thomas. 2013. Pendidikan Karakter: Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik. Bandung: Penerbit Nusa Media.

Papalia, Diane E., Feldman, Ruth Duskin & Martorell, Gabriela. 2012. Experience Human Development – 12th edition.New York: McGraw-Hill Companies.

Petersen, Katia S. 2008. Safe and Caring Schools: Skills for School. Skills for Life. Minneapolis: Free Spirit Publishing.

Tan, Oon Seng, Richard D. Parsons, Stephanie Lewis Hinson, Deborah Sardo-Brown. 2003. Educational Psychology: A Practitioner-Researcher approach (An

Asian Edition). Singapore: Seng Lee Press.

(24)

Siegel, Sidney. 1992. Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Silberman, Mel. 1990. Active Training. New York: Lexington Books.

Walter GA, Marks S.E. 1981. Experiential Learning and Change: Theory, Design

(25)

DAFTAR RUJUKAN

http://komnaspa.wordpress.com/2011/12/21/catatan-akhir-tahun-2011-komisi-nasional-perlindungan-anak [Maret, 2013]

https://sites.google.com/a/go.rbe.sk.ca/moral-intelligences-monthly/why-moral-intelligences [Maret, 2013]

Donald Duck – Self Control, http://www.youtube.com/watch?v=14UdSeNlIlM

Kusrahmadi, Sigit Dwi. Pentingnya Pendidikan Moral Bagi Anak Sekolah Dasar. Dinamika Pendidikan No. 1/ Th. XIV/ Mei 2007.

Pay it Forward.

Referensi

Dokumen terkait

Motivasi Rusia menganeksasi Semenanjung Krimea pada tahun 2014 dapat dijelaskan akibatnya adanya ancaman terhadap pengaruh politik dan keamanan Rusia dari ekspansi politik

Therefore, Muslim entrepreneur in Malaysia as well as Muslim of other countries shall develop a cooperative framework to promote Islamic entrepreneurship,

PENGARUH PANGAN YANG DICEMARI LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) TERHADAP KADAR TIMBAL PADA CACING Lumbricus

[r]

Dengan melihat adanya inkonsistensi hasil penelitian-penelitian terdahulu, maka perlu dianalisis lebih lanjut megenai faktor-faktor yang mempengarui kebijakan hutang, yang dalam hal

In the experimental results, maximum estimated output power from proposed TEG is about 75W and calculated efficiency of the TEG is about 10.0%, overall efficiency of

pengambilan kebijakan-kebijakan politik yang diambil oleh suprastruktur politik, guna sebagai penyalur atau penyampai aspirasi dari berbagai kelompok pada suatu Negara dalam

Bandar Udara El Tari Kupang mengalami penigkatan jumlah penumpang dan barang dari tahun ke tahun, maka permasalahan yang dihadapi Bandar Udara El Tari Kupang semakin