Sahabat Senandika
Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha
Yayasan Spiritia
No. 28, Maret 2005
Daftar Isi
Laporan Kegiatan 1
Pernyataan Bersama WHO/UNAIDS/ UNICEF tentang Penggunaan
Kotrimoksazol sebagai Profilaksis pada Anak yang Terinfeksi & Terpajan HIV 2
Pengetahuan adalah Kekuatan 2
Profilaksis Kotrimoksazol Mengurangi Risiko Kematian pada Pasien TB 4 Manfaat Klinis Tes Resistansi terhadap
ARV Terbatas 5
Konsultasi 6
Tanya – jawab 6
Tips... 6
Tips untuk orang dengan HIV 6
Positif Fund 6
Laporan Keuangan Positif Fund 6
Laporan Kegiatan
Pelatihan Pendidik Pengobatan
Lampung, 14 – 20 Maret 2005
Oleh Odon Bayu Pradjanto
Pertengahan Maret kemarin Spiritia kembali mengadakan pelatihan pendidik pengobatan untuk yang kedua kalinya di kota Lampung, pesertanya berjumlah 25 orang dengan 3 orang fasilitator dan 6 orang nara sumber. 25 orang peserta berasal dari Jayapura, Medan, Ambon, Pontianak, Singkawang, Makassar, Manado, Kupang, Lampung, Bali, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Batam dan Jakarta. Sedangkan fasilitator dari Yayasan Spiritia; Babe (Chris Green), Daniel Marguari dan Odon Bayu Pradjanto. Nara sumber yang kita undang adalah, Ibu Nafsiah Mboi mewakili KPA, Ibu Endah Lasmadiwati yang berbicara tentang Terapi Tradisional, Ibu Sri Pandam yang berbicara tentang Kewaspadaan Universal, Ibu Grace dari P2MPL, Bapak Mangku Karmaya yang berbicara tentang Hubungan Pasien dan Dokter serta Ibu Reri dari Badan POM.
Acara pelatihan ini tidak jauh berbeda dengan pelatihan pendidik pengobatan yang di Jakarta bulan Desember tahun lalu. Sebagai panitia lokal adalah Saburai Support Group Lampung yang sangat membantu terselenggaranya pelatihan ini. Pelatihan ini membahas dasar HIV, Dasar-dasar ART, Efek Samping, Resistansi, Kepatuhan, ARV dan Anak, HIV dan Perempuan, Infeksi Oportunistik, Perawatan Paliatif, HIV dan TB, HIV dan Hepatitis serta Pendekatan Algoritme yang mana dari sesi-sesi ini menurut peserta sangat bermanfaat bagi mereka walaupun pelatihan ini agak berat buat mereka yang berlangsung 5 hari.
Kebanyakan peserta mendapatkan pengetahuan yang baru dari pelatihan ini seperti;
.peserta baru menyadari tentang pentingnya kepatuhan terkait dengan resistansi, juga tentang kombinasi ARV. Setiap akhir sesi, peserta diberi kesempatan untuk diskusi dan mencoba menjawab
pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan sesi sehingga peserta dapat mengulang kembali apa yang telah diberikan.
Pada sesi nara sumber banyak terjadi diskusi yang hangat seputar sesi yang dibawakan nara sumber, seperti Peranan KPA, Terapi Tradisional,
Kewaspadaan Universal, serta Hubungan Pasien dengan Dokter. Sebahagian peserta yang tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk berdiskusi dengan nara sumber.
Di hari ketiga, panitia memberikan kesempatan untuk berekreasi ke pantai serta di berikan waktu juga untuk berbelanja membeli oleh-oleh, malamnya dilanjutkan dengan sesi lagi, sehingga sebahagian peserta kelelahan sehabis jalan-jalan, akan tetapi semangat peserta menutupi kelelahan mereka.
Sahabat Senandika
Sahabat Senandika
Sahabat Senandika
mendatang. Banyak kejadian lucu dan menjadipengalaman yang tidak terlupakan bagi teman-teman, semoga apa yang didapat dalam pelatihan ini dapat berguna bagi dirinya sendiri maupun bagi teman-teman kelompok dukungan sebaya di daerahnya masing-masing.
Pengetahuan
adalah Kekuatan
Pernyataan Bersama WHO/
UNAIDS/UNICEF tentang
Penggunaan Kotrimoksazol
sebagai Profilaksis pada
Anak yang Terinfeksi &
Terpajan HIV
WHO, UNAIDS dan UNICEF, dituntun oleh bukti baru, bersepakat untuk mengubah untuk sementara saran saat ini(1) untuk profilaksis kotrimoksazol pada anak. Kesepakatan ini berdasarkan data dari uji coba baru-baru ini di Zambia(2).
Data ini dan bukti lain yang baru akan ditinjau kembali pada awal 2005 oleh panitia ahli yang akan disidang untuk mengubah dan memperbarui saran untuk kotrimoksazol pada orang dewasa dan anak.
Kotrimoksazol tetap penting walaupun akses pada terapi antiretroviral (ART) meningkat, karena penggunaannya dapat meningkatkan ketahanan hidup secara independen dari pengobatan khusus untuk HIV. Saran saat ini mengusulkan profilaksis tersebut dipakai sebelum anak membutuhkan ART karena penggunaan ini dapat menunda waktu anak tersebut harus mulai ART.
Pemberian profilaksis kotrimoksazol pada anak terinfeksi HIV dengan tanda atau gejala apa pun yang dapat menandai HIV adalah intervensi penting yang harus ditawarkan sebagai bagian dari paket perawatan untuk mengurangi angka kematian dan kesakitan.
Profilaksis kotrimoksazol juga adalah intervensi penting yang berpotensi menyelamatkan jiwa yang seharusnya diberi pada semua anak yang dilahirkan oleh ibu HIV-positif, bila status infeksi HIV tidak dapat ditentukan secara tepat pada 18 bulan
pertama hidupnya.
Kotrimoksazol adalah antibiotik yang tersedia secara luas dalam bentuk sirop dan tablet di kebanyakan tempat, termasuk rangkaian terbatas sumber daya. Obat ini sangat efektif untuk pengobatan dan pencegahan pneumonia
Pneumocystis. Pada anak terinfeksi HIV, obat ini juga memberi perlindungan terhadap infeksi lain, dan hal ini tetap penting walaupun dengan akses yang lebih luas pada ART.
Siapa harus mendapatkan kotrimoksazol:
•Semua anak terpajan HIV (yaitu anak yang
terlahir oleh ibu HIV-positif) dari 4-6 minggu usianya (tidak menghiraukan apakah mereka terlibat dalam program pencegahan penularan HIV dari ibu-ke-bayi)
•Setiap anak yang diidentifikasi sebagai terinfeksi
HIV dengan tanda atau gejala klinis apa pun yang menandai HIV, tidak tergantung pada usia atau jumlah CD4
Berapa lama kotrimoksazol harus diberikan:
Kotrimoksazol harus dipakai seperti berikut:
•Anak terpajan HIV - hingga dibuktikan tidak
terinfeksi HIV dan tidak disusui
•Anak terinfeksi HIV - seterusnya bila ART belum
tersedia
•Bila ART disediakan - kotrimoksazol dapat
dihentikan hanya setelah penunjuk klinis atau imunologis meyakinkan pemulihan sistem
kekebalan tubuh selama enam bulan atau lebih (juga lihat di bawah). Dengan bukti yang ada saat ini, tidak jelas apakah kotrimoksazol tetap memberi perlindungan setelah pemulihan kekebalan dicapai.
Pada keadaan apa penggunaan kotrimoksazol harus dihentikan:
•Kejadian reaksi pada kulit yang parah misalnya
sindrom Stevens Johnson, ketidaktahanan ginjal dan/atau hati, atau hepatotoksisitas (keracunan hati) parah.
•Pada anak terpajan HIV HANYA setelah
dibuktikan tidak terinfeksi HIV:
o Untuk anak yang tidak disusui berusia di
bawah 18 bulan, dengan tes PCR DNA atau RNA HIV
o Untuk anak yang disusui berusia di bawah 18
bulan - tes PCR hanya dapat dipercayai bila dilakukan enam minggu setelah penyusuan dihentikan
o Untuk anak yang disusui berusia di atas 18
•Pada anak yang terinfeksi HIV:
o Bila anak memakai ART, kotrimoksazol
HANYA boleh dihentikan waktu ada bukti bahwa pemulihan kekebalan sudah terjadi. Hal ini hanya dapat dianggap benar bila anak berusia di atas 18 bulan dan CD4% di atas 15 persen dengan DUA tes, dengan jangka waktu sedikitnya 3-6 bulan di antaranya. Bila tes CD4 tidak tersedia, penggunaan
kotrimoksazol tidak boleh dihentikan sebelum enam bulan penuh penggunaan ART dengan kepatuhan total, dan hanya bila ada bukti klinis bahwa pemulihan kekebalan sudah terjadi. Penggunaan kotrimoksazol dapat terus-menerus memberi manfaat walaupun anak sudah lebih baik secara klinis.
o Bila ART tidak tersedia, penggunaan
kotrimoksazol sebaiknya tidak dihentikan
Berapa takaran kotrimoksazol yang harus dipakai?
•Penggunaan sirop disarankan untuk anak yang
sangat muda dengan berat badan di bawah 10-12kg
•Takaran yang disarankan adalah 6-8mg/kg sekali
sehari
•Setelah tablet dapat diminum oleh anak, separo
dari tablet baku untuk orang dewasa dapat
dihancurkan menjadi bubuk dan dipakai untuk anak sampai 10kg berat badan, satu tablet utuh untuk 10-25kg, dua tablet biasa (480mg) atau satu tablet forte (960kg) untuk anak di atas 25kg (tablet kotrimoksazol biasa mengandung 400mg sulfametoksazol dan 80mg trimetoprim)
Pemantauan apa yang dibutuhkan?
•Penilaian atas toleransi dan kepatuhan: profilaksis
kotrimoksazol harus menjadi bagian yang baku dari perawatan dan pengobatan untuk anak yang terinfeksi dan terpajan HIV, dan dinilai pada setiap kunjungan berkala pada klinik atau kunjungan pemantauan oleh petugas layanan kesehatan dan/ atau anggota lain tim perawatan multidisipliner
Pemantauan anak di klinik pada awal diusulkan setiap bulan, kemudian setiap tiga bulan setelah jelas anak dapat tidak bermasalah dengan kotrimoksazol.
MASALAH OPERASIONAL LAIN
Pembekalan obat•Kotrimoksazol harus diresepkan oleh dokter
yang bertanggung jawab atas perawatan HIV pada anak
•Dokter harus menyakinkan bahwa kotrimoksazol
dapat diberi secara berkesinambungan dengan
mutu yang tinggi, dan meyakinkan bahwa anak diberi cukup untuk dipakai sampai kunjungan berikut untuk pemantauan berkala atau perawatan terkait ART. Hal ini harus meyakinkan bahwa dosis tidak dilewatkan
•Para pemerintah harus memastikan pembekalan
obat secara berkesinambungan, baik untuk pengobatan maupun untuk profilaksis. Harus ada sistem untuk meramalkan kebutuhan program
•Sistem distribusi yang ada sebaiknya dipakai
untuk pembekalan
•Sektor swasta termasuk industri dan asuransi
kesehatan harus didorong untuk memberi profilaksis pada keluarga termasuk untuk anak
Informasi pasien
Pasien harus paham bahwa, walaupun
kotrimoksazol tidak dapat menyembuhkan HIV, penggunaan dengan kepatuhan tinggi adalah penting untuk melindungi anak dari infeksi yang umum atau lebih mungkin terjadi terkait infeksi HIV. Kotrimoksazol bukan pengganti ART.
Informasi kebijakan dan program
Disarankan bahwa:
•Kebijakan dan strategi perawatan, dukungan dan
pengobatan AIDS nasional termasuk penyediaan profilaksis kotrimoksazol
•Pedoman nasional untuk ART, pencegahan
penularan HIV dari ibu-ke-bayi dan perawatan klinis memasuki profilaksis kotrimoksazol untuk anak yang terinfeksi atau terpajan HIV
•Dokter pada setiap tingkat dipekakan dan dilatih
untuk memberi profilaksis kotrimoksazol pada anak yang terinfeksi atau terpajan HIV
•Negara sebaiknya memberi kotrimoksazol pada
anak secara gratis atau dengan subsidi bila mungkin
Pemantauan dan evaluasi
Agar memantau kemajuan terhadap pemberian perawatan, dukungan dan pengobatan AIDS yang komprehensif, program nasional seharusnya menilai luasnya penjangkauan penerapan layanan perawatan terkait HIV, dan menentukan tujuan jelas untuk anak. Profilaksis kotrimoksazol adalah intervensi kesehatan esensial yang harus
dimasukkan pada layanan kesehatan anak, layanan pencegahan penularan HIV dari ibu-ke-bayi, layanan TB dan layanan ART (berdasarkan rumah sakit/pusat kesehatan dan komunitas). Pemantauan kemajuan mencapai tujuan tersebut harus
termasuk:
•Pemantauan ketersediaan profilaksis
Sahabat Senandika
Sahabat Senandika
Sahabat Senandika
layanan perawatan kesehatan yang ada (termasukperawatan HIV pediatrik, perawatan di rumah, dan perawatan untuk ibu dan anak)
•Catatan proporsi bayi terpajan HIV dalam
program pencegahan penularan HIV dari ibu-ke-bayi yang menerima intervensi kotrimoksazol sampai konfirmasi status infeksi HIV-nya
•Pemantauan nasional resistansi pneumonia,
disentri dan malaria terhadap antimikroba di sarankan karena kotrimoksazol sudah dipakai secara luas untuk indikasi klinis lain.
Referensi:
1. Provisional WHO/UNAIDS Secretariat Recommendations UNAIDS On The Use Of Cotrimoxazole Prophylaxis In Adults And Children Living With HIV/AIDS In Africa, accessible at: http:// www.unaids.org/EN/other/functionalities/Search.asp
2. Co-trimoxazole as prophylaxis against opportunistic infections as HIV-infected Zambian children (CHAP): a chap a double-blind randomized placebo-controlled trial. Chintu C, GJ Bhat, AS Walker, V Mulenga, F Sinyinza, L Farrelly, Kagangson, A Zumla, Gillespie, A Nunn, D M Gibb Lancet 2004;364: 1865-71
Profilaksis Kotrimoksazol
Mengurangi Risiko
Kematian pada Pasien TB
Oleh Theo Smart, 3 Februari 2005
Profilaksis kotrimoksazol mengurangi risiko kematian pada pasien TB pada rangkaian dengan prevalensi HIV yang tinggi. Hal ini ditemukan sebagai hasil dari penelitian Afrika Selatan yang dilaporkan pada jurnal AIDS edisi 28 Januari 2005. Menawarkan kotrimoksazol pada semua orang dewasa dengan TB pada awal pengobatan anti-TB dapat menjadi cara yang efektif, mudah, dan aman untuk mengurangi angka kematian, terutama pada rangkaian dengan infeksi HIV bersama yang umum.
Latar Belakang
Pasien yang terinfeksi bersama dengan TB dan HIV mempunyai risiko kematian yang tinggi bukan hanya karena TB tetapi juga mereka lebih rentan terhadap pneumonia dan infeksi lain.
Kotrimoksazol adalah obat yang dipakai secara sangat luas karena efektifitasnya terhadap beraneka macam mikroorganisme. Pada awal epidemi AIDS, kotrimoksazol ditunjukkan mengurangi kematian disebabkan oleh pneumonia pneumocystis (PCP), toksoplasmosis dan infeksi lain.
Belakangan ini, dua uji coba klinis besar di Afrika Barat menemukan bahwa kotrimoksazol
mengurangi angka kematian pada orang dewasa yang terinfeksi bersama dengan HIV dan TB.
Karena PCP dan toksoplasmosis tidak umum pada populasi ini, manfaat dianggap disebabkan oleh dampak perlindungan kotrimoksazol terhadap infeksi bakteri dan malaria.
Namun, ada keprihatinan bahwa penemuan ini mungkin tidak berlaku pada bagian dunia yang lain dengan risiko malaria lebih rendah dan dengan resistansi bakteri terhadap kotrimoksazol lebih tinggi.
Salah satu rangkaian tersebut adalah Afrika Selatan, yang mempunyai beban malaria yang rendah tetapi resistansi bakteri terhadap kotrimoksazol adalah umum. Walaupun begitu, pemerintah Afrika Selatan memberi profilaksis kotrimoksazol pada semua warga negara yang diketahui HIV-positif.
Namun penggunaan profilaksis ini agak rendah karena program hanya menjangkau orang yang melakukan proses konseling dan tes HIV sukarela (VCT); sepertinya di Afrika Selatan ini hanya sebagian kecil pasien yang mungkin mengambil manfaat dari obat tersebut.
Satu cara untuk menjangkau orang tersebut mungkin adalah untuk menawarkan obat tersebut pada semua pasien dengan TB, karena banyak pasien dengan TB di Afrika Selatan juga terinfeksi HIV.
Penelitian
Peneliti Inggris dan Afrika Selatan merancang penelitian ini untuk menilai apakah kotrimoksazol memberi manfaat pada pasien TB tidak
menghiraukan status HIV-nya, pada rangkaian dengan risiko malaria rendah dan resistansi bakteri terhadap kotrimoksazol adalah umum.
Penelitian ini dilakukan di antara pasien TB dari daerah pedesaan KwaZulu Natal, Afrika Selatan. Data dari 1.321 orang dewasa yang diobati TB antara Juni 2001 dan Juni 2002, dalam kombinasi dengan profilaksis kotrimoksazol (960mg sekali sehari untuk enam bulan selama pengobatan TB) dibandingkan dengan kelompok kontrol terdiri dari 2.004 pasien yang diobati TB antara 1998 dan 2000. Tidak ada perbedaan bermakna dalam sifat masing-masing kelompok pada awal selain prevalensi HIV kemungkinan lebih tinggi pada kelompok yang memakai kotrimoksazol.
Hasil
Masalah kepatuhan
Manfaat kepada bertahan hidup mungkin akan lebih tinggi lagi bila pasien lebih patuh pada pengobatan kotrimoksazol. 58 persen (743 pasien) adalah patuh pada kotrimoksazol pada tiga bulan, dan 43 persen (523) pada enam bulan. Kepatuhan terhadap kotrimoksazol pada tiga bulan
meramalkan secara baik bertahan hidup setelah enam bulan. Hanya 12 (1,8 persen) pasien yang patuh sudah meninggal pada enam bulan
dibandingkan 27 (6 persen) pasien yang tidak patuh (p < 0,001).
Masalah kepatuhan tidak disebabkan oleh efek samping - secara umum kotrimoksazol ditahan dengan baik dengan hanya sedikit reaksi buruk ditemukan. Alasan ketidakpatuhan yang paling umum diketahui berhubungan dengan masalah pengambilan obat dari klinis: “hambatan finansial, transportasi dan fisik; atau tempat klinik terlalu jauh untuk dikunjungi setiap bulan untuk mengambil tablet.”
Setelah enam bulan pengobatan TB, hanya sedikit pasien meneruskan pengobatan kotrimoksazol, walaupun kenyataan bahwa sudah banyak
terdiagnosis HIV. Yang tidak mengherankan, tidak ada perbedaan pada angka kematian di antara kedua kelompok antara 6 dan 12 bulan.
Implikasi
Para penulis penelitian menganggap bahwa kepatuhan dapat ditingkatkan “dengan mengkaitkan distribusi tablet [kotrimoksazol] dengan
pengobatan TB, dengan memberikan tablet melalui pengawas DOTS atau memberikan semua obat secara bersama selama jangka pengobatan TB.” Mereka juga menganggap bahwa komunitas mungkin dapat mengambil manfaat dari kampanye pendidikan yang menjelaskan konsep pengobatan pencegahan (profilaksis).
Salah satu tujuan awal tim peneliti adalah
mendorong pasien TB untuk mencari VCT. Namun mereka menemukan bahwa penggunaan layanan tersebut sering adalah rendah, mungkin karena ada ketakutan menerima dua diagnosis yang buruk bersama.
Namun mereka menganggap bahwa menawarkan kotrimoksazol pada semua pasien TB selain segara menberikan manfaat dari kotrimoksazol juga dapat “menjadi insentif untuk tes HIV dengan
mengkaitkan profilaksis pada paket perawatan yang keseluruhan untuk orang yang baru diketahui terinfeksi, yang dapat meliputi terapi antiretroviral.”
Referensi: Grimwade K et al. Effectiveness of cotrimoxazole prophylaxis on mortality in adults with tuberculosis in rural South
Manfaat Klinis Tes
Resistansi terhadap ARV
Terbatas
Oleh Will Boggs, MD, Reuters Health, 7
Desember 2005
Walaupuan ada usulan secara luas yang
mendukung pengunaannya, tes resistansi terhadap obat antiretroviral (ARV) menimbulkan manfaat yang terbatas dalam penanganan klinis pasien terinfeksi HIV yang sudah memakai ARV. Hal ini menurut laporan pada jurnal AIDS, 5 November 2004.
“Pedoman sebaiknya mengurangi antusiasme tentang tes resistansi terhadap ARV,” Dr. John P. A. Ioannidis, dari University of Ioannina School of Medicine di Yunani, mengatakan pada Reuters Health.
Dr. Ioannidis dan rekan melakukan meta-analisis terhadap sepuluh percobaan yang relevan,
dilakukan secara acak dan dikontrol, untuk menentukan besarnya dampak tes resistansi terhadap ARV pada berbagai ukuran hasil HIV.
Para penulis melaporkan bahwa terapi yang bertuntun tes genotipe berhubungan dengan proporsi pasien yang lebih besar secara bermakna yang mendapatkan viral load yang tidak terdeteksi pada tiga dan enam bulan. Namun tidak ada hubungan dengan peningkatan pada jumlah CD4.
Terapi yang bertuntun tes fenotipe tidak berhubungan dengan perbedaan apa pun yang bermakna secara statistik pada tanggapan virologis atau imunologis pada tiga atau enam bulan, menurut laporan.
Terapi yang bertuntun tes fenotipe virtual menunjukkan kecenderungan perbaikan pada tanggapan imunologis, tetapi terkait hasil virologis tidak lebih baik secara bermakna dibandingkan dengan terapi empiris.
“Meta-analisis meliputi pasien yang pernah memakai ARV, dan manfaat tampaknya terbatas dalam semua analisis subkelompok tanpa ada perbedaan pada subkelompok utama apa pun,” katakan Dr. Ioannidis. “Walaupun timbulnya manfaat kecil, kemungkinan manfaat itu tidak begitu besar dalam praktek klinis biasa.”
Sahabat Senandika
Sahabat Senandika
Sahabat Senandika
Sahabat Senandika
Diterbitkan sekali sebulan olehYayasan Spiritia
dengan dukungan
T H E FORD T H E FORD T H E FORD T H E FORD T H E FORD FOU N D FOU N D FOU N D FOU N D
FOU N DAAAAAT I ONT I ONT I ONT I ONT I ON
Kantor Redaksi: Jl Radio IV/10 Kebayoran Baru Jakarta 12130
Telp: (021) 7279 7007 Fax: (021) 726-9521
E-mail: yayasan_spiritia@yahoo.com Editor:
Hertin Setyowati
Copyright 2002 Yayasan Spiritia. Izin dikeluarkan bukan untuk diperdagangkan, sehingga bila mengutip isinya Anda harus mencantumkan sumber (termasuk alamat dan nomor telepon). Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar
untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Tips untuk orang dengan
HIV
Silymarin adalah semacam jamu yang terbuat dari sari bibit tanaman Silybum marianum, yang juga disebut sebagai milk thistle. Jamu ini dapat diperoleh di toko obat di kota besar seperti Guardian atau Century. Jamu ini sudah dipakai selama lebih dari 2000 tahun untuk mengobati masalah hati.
Untuk orang dengan HIV, terutama yang juga terinfeksi virus hepatitis B atau C (HBV dan HCV), silymarin dapat melindungi hati dari kerusakan yang disebabkan oleh terapi antiretroviral (ART).
Silymarin juga mengurangi sakit perut sebagai efek samping ARV. Beberapa ahli menganjurkan agar silymarin tidak dipakai oleh perempuan hamil, karena dapat mempengaruhi perkembangan janin. Pastikan dokter mengetahui bila kita memakai Silymarin.
Tips...
Konsultasi
Tanya – jawab
T: saya sudah memakai obat Antiretroviral selama 3 tahun. Yang ingin saya tanyakan berapa obat antiretroviral akan berhasil menekan virus di dalam tubuh saya?
J: Terapi antiretroviral dengan kombinasi tiga obat telah dipakai selama lebih dari delapan tahun. Jika kita sangat patuh, kita dapat berharap memakai kombinasi yang sama untuk bertahun-tahun.
Positif Fund
Laporan Keuangan Positive Fund Yayasan Spiritia
Periode M aret 2005
Saldo aw al 1 Maret 2005 7,821,800
Penerimaan di bulan
Maret 2005 800,000 __________+
Total penerimaan 8,621,800
Pengeluaran selama bulan Maret :
Item Jumlah Pengobatan 353,900
Transportasi 0
Komunikasi 0
Peralatan / Pemeliharaan 326,026
Modal Usaha 0
_________+
Total pengeluaran 679,926
-Saldo akhir Positive Fund