• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sahabat Senandika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sahabat Senandika"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Sahabat Senandika

Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

Yayasan Spiritia

No. 26, Januari 2005

Daftar Isi

Laporan Kegiatan 1

Diseminasi Hasil Proyek Dokumentasi Pelanggaran HAM terhadap

Odha Fase 2 1

Pengetahuan adalah Kekuatan 2

Penjatahan terapi pasti terjadi, kriteria

dibutuhkan 2

Malaria pada Plasenta Meningkatkan

Penularan HIV dari Ibu-ke-Bayi 3

Kotrimoksazol Mempengaruhi Ketahanan Hidup, Jumlah CD4 dan Viral Load 4

Pojok Info 5

Lembaran Informasi Baru 5

Konsultasi 6

Tanya-jawab 6

Tips... 6

Tips untuk orang dengan HIV 6

Positif Fund 6

Laporan Keuangan Positif Fund 6

Laporan Kegiatan

Diseminasi Hasil Proyek

Dokumentasi Pelanggaran

HAM terhadap Odha Fase 2

Jakarta, 12 Januari 2005

Oleh Shiradj Okta

Pada tanggal 12 Januari 2005, Yayasan Spiritia menyelenggarakan acara penyebarluasan hasil dokumentasi pelanggaran HAM terhadap Odha fase kedua. Proyek ini melanjutkan proyek pertama yang sudah disebarluaskan pada November 2002. Acara diselenggarakan di Hotel Gran Mahakam, Jakarta Selatan

Proyek dokumentasi fase kedua ini bertujuan mengumpulkan data diskriminasi yang terjadi terhadap Odha, dengan demikian dapat menjadi alat advokasi untuk menentukan langkah untuk menanggapi masalah diskriminasi di Indonesia ini. Pada proyek ini berhasil dikumpulkan data dari wawancara dengan 203 responden dari 20 provinsi. Wawancara yang dilakukan merupakan wawancara sebaya, dimana 9 pewawancara yang dilatih adalah Odha, hal ini dimaksudkan untuk memberikan rasa nyaman responden dalam berbagi ceritanya. Proyek ini membawa manfaat kepada Odha yang

diwawancara maupun pewawancara sebagai proses pemberdayaan mengenai hak-hak yang dimiliki Odha.

Hasil dari proyek ini adalah bahwa sejak proyek pertama, hasilnya tidak jauh berbeda dimana diskriminasi masih paling banyak terjadi di sektor pelayanan kesehatan dengan angka 30%. Namun hal ini disebabkan karena lebih luasnya wilayah wawancara jadi ada indikasi di beberapa tempat diskriminasinya berkurang, tetapi di tempat-tempat lain yang tanggapan terhadap HIV/AIDS-nya masih kurang terjadi peningkatan diskriminasi

sehingga tempat-tempat baru tersebut

menyumbang angka diskrimiasi secara keseluruhan. Selain itu masalah yang cukup tinggi juga terjadi di seputar tes HIV. Sebenarnya dibandingkan proyek pertama, angkanya menurun, tetapi

kecenderungannya terjadi di lingkungan rehabilitasi narkoba dimana terjadi tes wajib dan

pemberitahuan hasil tes yang tidak secara pribadi. Situasi ini memang dilema karena prosedur tersebut juga memiliki maksud tertentu dalam proses pemulihan.

Kemudian yang menonjol adalah meningkatnya secara drastis diskriminasi yang terjadi di

lingkungan pertemanan, namun tidak diketahui apakah diskriminasi yang merendahakan atau yang mengistimewakan.

(2)

satu diskriminasi yang terjadi.

Masalah-masalah diatas diangkat dalam acara yang mengundang berbagai pihak di tingkat nasional tersebut. Acara tersebut mengundang berbagai media massa, KPA, para dokter, rumah sakit, Odha, wakil kelompok dukungan sebaya, agen-agen PBB, badan donor, tokoh agama, wakil departemen-departemen dan juga Komnas Ham.

Bertindak sebagai panelis adalah Dr. Tuti Parwati dari Universitas Udayana sebagai peneliti proyek ini, Hermia Fardin dari Pontianak Plus sebagai wakil tim pewawancara, Dr. Haikin Rachmat dari P2ML Departemen Kesehatan, Taheri Noor dari Komnas Ham, dan Siradj Okta sebagai Koordinator Proyek dengan moderator bapak Irwan julianto (Kompas). Acara ini dibuka secara resmi oleh Bapak farid Husain dari KPA, dan ditutup oleh Ibu Jane Wilson dari UNAIDS.

Diskusi yang terjadi sangat menarik, namun sayangnya tidak semua undangan dapat hadir, mungkin perhatian orang-orang sekarang-sekarang ini lebih banyak ke Aceh. Wassalam.

Pengetahuan

adalah Kekuatan

Penjatahan terapi pasti

terjadi, kriteria dibutuhkan

Oleh Keith Alcorn, 6 Januari 2005

Penelitian terhadap peningkatan terapi antiretroviral (ART) di rangkaian sumber daya terbatas harus termasuk fokus pada dampak berbagai cara untuk penjatahan terapi. Demikian menurut peneliti dari AS dan Afrika Selatan pada komentar di jurnal The Lancet 31 Desember 2004.

Para peneliti, termasuk Dr. Ian Sanne, salah satu dokter HIV Afrika Selatan yang terkemuka, mengatakan bahwa penjatahan sudah terjadi dalam kenyataan akibat kekurangan sumber daya, dan

Para peneliti mengidentifikasikan beberapa bentuk penjatahan yang kemungkinan akan menjadi umum:

•Penjatahan berdasarkan kriteria klinis untuk

meyakinkan bahwa hanya pasien dengan penyakit paling lanjut menerima terapi, seperti diusulkan oleh pedoman WHO (pasien bergejala klinis)

•Penjatahan sosio-ekonomi, contohnya prioritas

terapi gratis untuk yang miskin, atau ibu dengan anak, atau pekerja terampil dan petugas

kesehatan, seperti yang dilakukan di Kenya

•Penjatahan geografis, dengan wilayah tertentu

diberikan akses yang lebih baik pada terapi, karena sifat prasarana tersedia atau keputusan eksplisit yang diambil berdasarkan epidemiologi atau politik

•Penjatahan berdasarkan penghasilan, dengan

pasien diminta membiayai sebagiannya untuk menerima terapi

•Penjatahan programatis: agar diberi manfaat dari

terapi, pasien harus mengetahui status HIV-nya, mempunyai akses pada pusat pengobatan, mempunyai akses pada petugas layanan kesehatan yang terampil, dan obat harus terjamin

ketersediaannya

•Penjatahan informal akibat loncatan antrian,

penyuapan, sikap memilih-milih untuk kelompok sosial atau etnis tertentu

“Cara penjatahan ART yang berbeda akan mempunyai dampak sosial dan ekonomi berbeda untuk populasi Afrika. Pemahaman mengenai dampak ini sangat penting bila keputusan mengenai alokasi sumber daya dan perencanaan program dapat membantu negara mencapai tujuannya berhubungan dengan lawanan terhadap HIV / AIDS dan menahan perkembangan ekonomis”, katakan para penulis.

Mereka mengusulkan bahwa damapk penjatahan dalam program terapi sebaiknya dinilai berdasarkan kriteria berikut:

•Apakah sistem penjatahan menghasilkan proporsi

pasien yang diobati secara sukses yang tinggi?

•Apakah biaya per pasien yang diobati rendah? •Pada tingkat apa sistem penjatahan terapi

(3)

•Apakah semua pasien yang memenuhi kriteria

medis mendapatkan akses yang sama pada terapi? Walaupun ART untuk perempuan hamil memberi manfaat pada kalangan yang kurang beruntung secara sosial, hal ini juga merugikan mereka yang tidak subur.

•Apakah sistem dapat ditahan? Apakah yang

miskin dapat tetap diutamakan bila dukungan dana dicabut?

“Pilihan yang sulit tidak dapat dihindari”, katakan para penulis. Mereka mengingatkan bahwa pada setiap tingkat pengambilan keputusan, dari lembaga donor internasional, hingga para pemerintah dan layanan kesehatan lokal, akan ada godaan untuk memakai sistem penjatahan yang implisit daripada membuat dan menegak pilihan yang sulit.

Mereka menyimpulkan: “Pemerintah Afrika dapat melakukan penjatahan secara sengaja, berdasarkan kriteria yang eksplisit, atau mereka dapat

membiarkan terjadinya penjatahan implisit. Tanpa analisis dan debat tentang kebijakan pemerintah, keputusan sewenang-wenang tentang akses

terhadap pengobatan akan diambil, dan penjatahan implisit akan menimbulkan baik ketidakadilan dan inefisiensi.”

“Kami menganggap bahwa para pemerintah yang membuat pilihan secara sengaja mengenai ART, dan kemudian menjelaskan dan mempertahankan pilihan tersebut pada masyarakatnya, akan lebih mungkin menahan perkembangan ekonomis dan kepaduan sosial, dan menghasilkan keuntungan yang diiginkan secara sosial dari modal yang besar yang saat ini ditanam.”

Referensi: Rosen S et al. Hard choices: rationing antiretroviral therapy for HIV/AIDS in Africa. The Lancet (diterbit online 31 December 2004).

URL: http://www.aidsmap.com/en/news/D8D8D2ED-601D-4ABD-9AF0-ACB2448B5DF2.asp

Malaria pada Plasenta

Meningkatkan Penularan

HIV dari Ibu-ke-Bayi

Oleh Andrew Ahiante, This Day (Lagos),

3 September 2004

Infeksi malaria pada plasenta selama kehamilan meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu-ke-bayi secara bermakna. Hal ini diungkapkan oleh penelitian di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health.

Menurut laporan tersebut, penelitian terhadap perempuan HIV-positif di Rakai, Uganda

menemukan bahwa angka penularan HIV dari ibu-ke-bayi adalah 40 persen di antara perempuan dengan malaria plasenta dibandingkan 15,4 persen untuk perempuan tanpa malaria.

Para peneliti menganggap bahwa intervensi untuk mencegah malaria selama kehamilan berpotensi untuk mengurangi penularan HIV dari ibu-ke-bayi.

“Penemuan kami menunjukkan bahwa infeksi bersama dengan malaria plasenta dan HIV selama kehamilan meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu-ke-bayi secara bermakna. Pencegahan dan pengobatan malaria selama kehamilan dapat menjadi cara yang bermanfaat dan hemat-biaya untuk mengurangi penularan HIV dari ibu-ke-bayi,” ujar Dr. Heena Brahmbhatt, penulis utama

penelitian dan asisten ilmuwan di Department of Population and Family Health Sciences di the School of Public Health.

Brahmbhatt menambahkan bahwa HIV dan malaria adalah penyakit dengan prevalensi yang paling tinggi di Afrika sub-Sahara.

Menurut penelitian ini, Brahmbhatt dan rekan memantau 746 ibu HIV-positif dan bayinya yang hidup di Rakai, Uganda, antara 1994 dan 1999. Para peserta dilibatkan dari penelitian lebih besar terhadap kesehatan ibu dan bayi dan pengobatan infeksi menular seksual selama kehamilan.

(4)

Kotrimoksazol

Mempengaruhi Ketahanan

Hidup, Jumlah CD4 dan

Viral Load

Oleh Keith Alcorn, 18 Oktober 2004

Kotrimoksazol harian menghasilkan pengurangan yang bermakna pada kematian, kerumahsakitan, malaria dan diare selama 18 bulan pemantauan pada sekelompok 509 Odha di Uganda. Hal ini menurut laporan para peneliti dari CDC AS yang diterbitkan di jurnal The Lancet edisi 16 Oktober 2004.

Penelitian ini juga menemukan bahwa jumlah CD4 menurun lebih pelan setelah orang memulai profilaksis tersebut, dan angka peningkatan viral load lebih rendah.

Profilaksis kotrimoksazol dapat mencegah perkembangan berbagai infeksi oportunistik, termasuk PCP, toksoplasmosis dan infeksi bakteri. Walaupun profilaksis kotrimoksazol sudah

disarankan oleh WHO untuk semua Odha dengan jumlah CD4 di bawah 500 di Afrika bagian sub-Sahara, sampai saat ini masih hanya sedikit yang menerimanya. Dua penelitian secara acak dikontrol dengan plasebo tentang profilaksis kotrimoksazol

Satu keprihatinan tentang profilaksis adalah karena sudah ada angka resistansi yang tinggi akibat pengobatan untuk malaria. Penelitian CDC ini bermaksud untuk menguji dampak profilaksis kotrimoksazol di wilayah dengan tingkat resistansi yang tinggi oleh kuman pada kotrimoksazol.

Penelitian ini melibatkan 509 Odha klien The AIDS Support Organisation (TASO) dan 1522 anggota rumah tangga HIV-negatif sebagai kelompok kontrol untuk menilai angka kesakitan dalam populasi.

Setelah lima bulan pemantauan, Odha itu ditawarkan profilaksis kotrimoksazol dan diminta menyediakan darah untuk tes CD4 dan malaria. Kemudian dilakukan pemantauan selama 18 bulan, dengan rumah tangganya dikunjungi setiap minggu untuk mencatat informasi tentang kesehatan peserta penelitian.

74 persen Odha adalah perempuan, dengan usia rata-rata 34 tahun. Usia rata-rata peserta kelompok kontrol adalah 10 tahun.

Pada awal 27 persen peserta Odha mempunyai jumlah CD4 di bawah 200, 37 persen antara 200-500 dan 36 persen di atas 200-500.

Membandingkan masa pemantauan waktu memakai kotrimoksazol dengan masa pengamatan lima bulan sebelum mulai profilaksis, para peneliti menemukan:

•Angka kematian adalah 46 persen lebih rendah

selama masa profilaksis (p = 0,0006). Penurunan hanya bermakna untuk pasien dengan jumlah CD4 di bawah 200 atau dengan penyakit stadium 3 atau 4 WHO.

•Angka malaria 72 persen lebih rendah selama

masa profilaksis (p < 0,001) dan bukti ada infeksi parasit malaria di darah menurun 78 persen (p < 0,001). Malaria lebih umum pada Odha.

•Laporan diare menurun 35 persen (p < 0,001)

selama masa profilaksis walaupun 83 persen bakteri dalam kotoran selama masa ini ternyata resistan terhadap kotrimoksazol.

•Kerumahsakitan menurun 15-30 persen. •Umumnya tidak ada efek samping yang berat

terhadap kotrimoksazol. Hanya satu pasien harus menghentikan pengobatan dan tiga pasien Penularan HIV dari ibu-ke-bayi terjadi pada 20

persen peserta, tetapi lebih tinggi secara bermakna bila si ibu malaria plasenta.

“Penemuan ini dapat mempunyai relevansi pada kesehatan masyarakat karena intervensi untuk mencegah malaria plasenta selama kehamilan dapat mengurangi risiko penularan HIV dari ibu-ke-bayi dan ini dapat melengkapi pendekatan pada saat ini yang memakai obat ARV.”

Uji klinis secara acak dengan penanggulangan malaria secara intensif terhadap perempuan HIV-positif dibutuhkan secara mendesak, kara

Brahmbhatt.

(5)

Pojok Info

Lembaran Informasi Baru

Pada Januari 2005, Yayasan Spiritia telah menerbitkan sepuluh lagi lembaran informasi untuk Odha, sbb:

•Pencegahn Penularan HIV

Lembaran Informasi 152—Daya Menular Lembaran Informasi 156—Penggunaan Narkoba dan HIV

•Efek Samping

Lembaran Informasi 561—Hepatotoksisitas

•Terapi Penunjang & Alternatif

Lembaran Informasi 700—Terapi Penunjang & Alternatif

Lembaran Informasi 726—Echinacea Lembaran Informasi 735—Silymarin

Lembaran Informasi 740—Kurkuma (Kunyit) Lembaran Informasi 741—Temu Lawak Lembaran Informasi 742—Bawang Putih Lembaran Informasi 760—Hepasil

Dengan ini, sudah diterbitkan 104 lembaran informasi dalam seri ini.

Juga ada lima lembaran informasi yang direvisi:

•Informasi Dasar

Lembaran Informasi 001—Daftar Lembaran Informasi

•Infeksi Oportunistik

Lembaran Informasi 512—PCP (Pneumonia Pneumocystis)

Lembaran Informasi 518—Wasting AIDS Lembaran Informasi 519—Herpes Simpleks

•Obat untuk Infeksi Oportunistik

Lembaran Informasi 534—Flukonazol

Untuk memperoleh lembaran baru/revisi ini atau seri Lembaran Informasi komplet, silakan hubungi Yayasan Spiritia dengan alamat di halaman

belakang. Anggota milis WartaAIDS dapat akses file ini dengan browse ke:

<http:// groups.yahoo.com/group/wartaaids/files/ Lembaran%20Informasi/>

pasien memakai sedikitnya 75 persen dosis berdasarkan laporan sendiri.

•Angka penurunan rata-rata per tahun pada

jumlah CD4 lebih rendah selama profilaksis, dari 203 menjadi 77 per tahun.

•Angka peningkatan rata-rata per tahun pada viral

load menurun dari 0,90 log menjadi 0,08 log per tahun.

Para penulis menganggap bahwa kecenderungan viral load dan CD4 selama profilaksis

kotrimoksazol mungkin disebabkan oleh dampak profilaksis pada frekuensi infeksi oportunistik. Viral load cenderung naik saat infeksi akut, yang

mungkin dalam giliran dapat mengakibatkan penurunan lebih cepat pada jumlah CD4, dengan demikian lebih melemahkan tanggapan sistem kekebalan tubuh terhadap infeksi.

“Para penatalaksana program HIV sebaiknya mempertimbangkan pemberian profilaksis kotrimoksazol pada semua Odha,” penulis menyatakan, “karena jumlah orang yang harus diobati untuk menyelamatkan satu jiwa per tahun pada penelitian kami adalah 2,6 untuk Odha dengan jumlah CD4 di bawah 200 dan 8,3 untuk semua peserta. Intervensi biaya rendah, efektif, mudah terjangkau dan relatif tidak toksik ini sebaiknya menjadi unsur dasar perawatan HIV/AIDS di seluruh Afrika.”

Referensi:

Maynart M et al. Primary prevention with co-trimoxazole for HIV-1-infected adults: results of the pilot study in Dakar, Senegal. J Acquir Immune Defic Syndr 26: 130-136, 2001.

Mermin J et al. Effect of co-trimoxazole prophylaxis on morbidity, mortality, CD4 cell count and viral load in HIV infection in rural Uganda. Lancet 364: 1428-1434, 2004.

Wiktor SZ et al. Efficacy of trimethoprim-sulphamethoxazole prophylaxis to decrease morbidity and mortality in HIV-1-infected patients with tuberculosis in Abidjan, Cote d’Ivoire: a randomised controlled trial. Lancet 353: 1469-1475, 1999.

(6)

Sahabat Senandika

Diterbitkan sekali sebulan oleh

Yayasan Spiritia

dengan dukungan

T H E FORD T H E FORD T H E FORD T H E FORD T H E FORD FOU N D FOU N D FOU N D FOU N D

FOU N DAAAAAT I ONT I ONT I ONT I ONT I ON

Kantor Redaksi: Jl Radio IV/10 Kebayoran Baru Jakarta 12130

Telp: (021) 7279 7007 Fax: (021) 726-9521

Tips untuk orang dengan

HIV

Merangsang Nafsu makan

Odha sering kekurangan nafsu makan dan ini menambahkan kehilangan berat badan, gejala khas infeksi HIV. Ada beberapa masalah penyebab kehilangan nafsu, misalnya: mual sebagai efek samping obat, diare akibat infeksi oportunistik dan infeksi jamur dalam tenggorokan. Kadang kala, masalah ini dapat diobati dan sebaiknya konsultasi dengan dokter. Berikut ini beberapa tips untuk membantu agar Odha ingin makan:

•Menyajikan makanan dengan porsi kecil,

tetapi sering.

•Menyusun makanan agar kelihatan menarik. •Mencoba menyediakan makanan yang lebih

bervariasi

•Jelas, sajiannya harus selezat mungkin.

Tips...

Positif Fund

Laporan Keuangan Positive Fund Yayasan Spiritia

Periode Januari 2005

Saldo aw al 1 Januari 2005 7,360,800

Penerimaan di bulan

Januari 2005 520,000

___________+ Total penerimaan 7,880,800

Pengeluaran selama bulan Januari :

Item Jumlah

Pengobatan 29,000

Transportasi 0

Komunikasi 0

Peralatan / Pemeliharaan 0

Modal Usaha 0

_________+

Total pengeluaran 29,000

-Saldo akhir Positive Fund

per 31 Januari 2005 7,851,800

Konsultasi

Tanya-jawab

T: Saya terinfeksi HIV, tetapi viral load saya tidak terdeteksi. Apa artinya? Apakah saya sembuh?

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) koreksi at-sensor dan at-surface reflectance merupakan metode koreksi yang paling efektif dan sekaligus stabil untuk dijadikan basis

nasabah dan/atau Perusahaan termasuk atau tidak terbatas pada ilustrasi produk, brosur, kuitansi, polis dan/atau dokumen lainnya milik Perusahaan, yang dari waktu ke waktu

Dalam konteks penyuluhan kelautan dan perikanan, seseorang tersebut adalah lingkup PUSLUHDAYA KP dalam ruang lingkup yang kecil atau BPSDMP KP dalam ruang lingkup yang lebih

simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap rentabilitas ekonomi. Sedangkan untuk mengetahui signifikan pengaruh tingkat perputaran piutang dan tingkat perputaran

Pengumpulan data atau survei dilakukan hanya pada tempat yang biasanya menjadi asal dan tujuan responden, seperti: pusat-pusat perbelanjaan, sekolah, perkantoran dan perumahan.

Sebelum program KATPD semester 2, mahasiswa diwajibkan menyerahkan rencana judul penelitian Disertasi ke Ketua Program Studi atau ke bagian akademik.. KATPD semester 2

Untuk mengatakan bahwa hasil ulangan IPS terpadu adalah valid untuk mengukur tingkat kompetensi IPS terpadu siswa, maka perlu dibuktikan bahwa soal-soal tersebut telah

Setelah melaksanakan tindakan dan mengumpulkan berbagai data sesuai dengan tujuan perbaikan pembelajaran, maka langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh guru