• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Ansietas dan Frekuensi Serangan Asma.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara Ansietas dan Frekuensi Serangan Asma."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

HUBUNGAN ANTARA ANSIETAS DAN FREKUENSI SERANGAN ASMA

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

ANITA RACHMAN G0009019

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user ABSTRAK

Anita Rachman, G0009019, 2013. Hubungan antara Ansietas dan Frekuensi Serangan Asma. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Latar Belakang: Asma adalah penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang ditandai adanya mengi episodik, batuk, dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas. Salah satu faktor pencetus serangan asma adalah kondisi psikologis pasien yang tidak stabil termasuk di dalamnya ansietas atau kecemasan. Stres dapat mengantarkan seseorang pada tingkat ansietas sehingga memicu dilepaskannya histamin yang menyebabkan penyempitan saluran napas, ditandai dengan sakit tenggorokan dan sesak napas, yang akhirnya memicu serangan asma. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya faktor risiko ansietas terhadap frekuensi serangan asma.

Metode Penelitian: Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan

pendekatan cross sectional. Subjek penelitian adalah pasien asma yang

memeriksakan diri ke RSUD Dr. Moewardi. Sebanyak 50 subjek penelitian yang

dipilih dengan menggunakan metode exhaustive sampling. Teknik pengumpulan

data dengan wawancara langsung dan pengisian kuesioner. Data dianalisis dengan

analisis regresi logistik ganda dan diolah dengan Statistical Product and Service

Solution (SPSS) 17.0 for Windows.

Hasil Penelitian: Penelitian ini menunjukkan hasil, pasien asma dengan ansietas tinggi akan mengalami serangan asma sering 14,76 kali lebih besar dibandingkan pasien yang tingkat ansietasnya rendah (OR = 14,76; CI 95% 2,62 sd 83,05; p = 0,002)

Simpulan Penelitian: Terdapat hubungan yang secara statistik signifikan antara ansietas dan frekuensi serangan asma. Ansietas tinggi meningkatkan frekuensi serangan asma.

(3)

commit to user characterized by episodic wheezing, coughing, and chest tightness. Patients’ unstable psychological condition, including anxiety, is considered as one of the trigger for asthma attack. Stress can lead to anxiety, which triggers the release of histamine, causes narrowing of the airways, characterized by sore throat and shortness of breath, which eventually triggers an asthma attack. This study aimed to investigate the risk factors of anxiety on the frequency of asthma attacks.

Method: This study was an observational analytical research using cross-sectional approach. The subjects were patients with asthma who visited to Hospital Dr. Moewardi. A total of 50 subjects were selected using exhaustive sampling method. The Data was collected by interview using a set of questionnaire. Data were analyzed by multiple logistic regression analysis and processed with the Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 17.0 for Windows.

Result: This study showed that high level of anxiety patients with asthma will experience asthma attacks 14.76 times more likely than patients with low levels of anxiety (OR = 14.76; 95% CI 2.62 till 83.05, p = 0.002)

Conclusion: There is a statistically significant association between anxiety and the frequency of asthma attacks. Anxiety increases the frequency of asthma attacks.

(4)

commit to user PRAKATA

Alhamdulillahhirobbil’aalamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang

berjudul “Hubungan antara Ansietas dan Frekuensi Serangan Asma”. Penelitian

ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa penelitian tugas karya akhir ini tidak akan berhasil tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dr. Reviono, dr., Sp.P (K) selaku Pembimbing Utama yang telah berkenan

meluangkan waktu memberikan bimbingan, saran, serta motivasi bagi penulis.

3. Prof. Bhisma Murti, dr., MPH., M.Sc., Ph.D selaku Pembimbing Pendamping

yang telah meluangkan waktu untuk membimbing hingga terselesaikannya skripsi ini.

4. Yusup Subagio Sutanto, dr., Sp.P (K) selaku Penguji Utama yang telah

memberikan banyak kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

5. Enny Ratna Setyawati, drg., M.Or selaku Penguji Pendamping yang telah

memberikan banyak kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

6. Nur Hafidha Hikmayani, dr., M Clinic. Epid dan Muthmainah, dr., M.Kes.

selaku Tim Skripsi FK UNS, atas perhatian yang sangat besar sehingga terselesaikannya skripsi ini.

7. Tim Skripsi Perpustakaan FK UNS yang banyak membantu dalam penyelesaian

skripsi.

8. Kedua orang tua saya tercinta, Bapak Ade Dahmat dan Ibu Nunung Nurul Hayat

yang senantiasa mendoakan, memberikan dukungan dan nasihat yang menenangkan hingga terselesaikannya skripsi ini.

9. Kakak-kakak dan adikku tersayang yang selalu memberikan semangat hingga

skripsi ini terselesaikan.

10. Keluarga Besar Field Lab, Dr. Diffah Hanim, dr. Anik, Ibu Retno, Fika, Sofi,

Asti, Yudo, Ali, Hima, dan Irwan

11. Sahabat dekat tersayang, Humam, Cindy, Dian, Dhita, Eby serta pihak-pihak

yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang turut membantu terselesaikannya skripsi ini.

12. R. Basoeki Soetardjo, drg., MMR selaku Dokter Utama RSUD Dr. Moewardi

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Surakarta, Januari 2013

(5)

commit to user

ix

DAFTAR ISI

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II LANDASAN TEORI ... 5

A. Tinjauan Pustaka ... 5

1. Asma ... 5

a. Definisi ... 5

b. Etiologi ... 6

c. Patofisiologi ... 7

d. Patogenesis ... 8

e. Klasifikasi Asma ... 10

f. Gejala Klinis ... 12

(6)

commit to user

2. Ansietas ... 14

a. Definisi ... 14

b. Etiologi ... 15

c. Tingkat Ansietas ... 20

d. Gejala Klinis ... 21

e. Skala Penilaian Ansietas ... 22

3. Hubungan antara Ansietas dan Frekuensi Serangan Asma ... 24

B. Kerangka Pemikiran ... 25

C. Hipotesis ... 25

BAB III METODE PENELITIAN ... 26

A.Jenis Penelitian ... 26

B.Lokasi Penelitian ... 26

C.Subyek Penelitian ... 26

D.Besar Sampel ... 27

E.Teknik Pengambilan Sampel ... 28

F. Rancangan Penelitian ... 28

G.Identifikasi Variabel Penelitian ... 29

H.Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 29

I. Instrumen Penelitian ... 31

J. Cara Kerja ... 32

(7)

commit to user

ix

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 35

A.Karakteristik Subyek Penelitian ... 35

B.Analisis Bivariat... 36

C.Analisis Regresi Logistik Ganda ... 38

BAB V PEMBAHASAN ... 40

BAB VI PENUTUP ... 44

A.Simpulan ... 44

B.Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 46

(8)

commit to user DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ... 35

Tabel 4.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Kebiasaan Merokok ... 36

Tabel 4.3 Hubungan antara Ansietas dan Frekuensi Serangan Asma... 36

Tabel 4.4 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Frekuensi Serangan

Asma ... 37

Tabel 4.5 Hubungan Jenis Kelamin dengan Frekuensi Serangan Asma ... 37

Tabel 4.6 Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda tentang Hubungan antara Ansietas dan Frekuensi Serangan Asma dengan

(9)

commit to user

ix

DAFTAR GAMBAR

Bagan 2.1 Kerangka Pemikiran 25

(10)

commit to user DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian dari Fakultas Kedokteran

Lampiran 2. Surat Pengantar Penelitian

Lampiran 3. Surat Keterangan Selesai Penelitian

Lampiran 4. Skala Ansietas TMAS

Lampiran 5. Biodata dan Informed Consent

Lampiran 6. Kuesioner Kejujuran LMMPI

Lampiran 7. Kuesioner Ansietas TMAS

Lampiran 8. Data Mentah Hasil Penelitian

(11)

commit to user BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Asma adalah penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas

yang ditandai adanya mengi episodik, batuk, dan rasa sesak di dada akibat

penyumbatan saluran napas, termasuk dalam kelompok penyakit saluran

pernapasan kronik, mempunyai tingkat fatalitas yang rendah namun

jumlah kasusnya cukup banyak ditemukan dalam masyarakat (Depkes RI,

2008).

Asma merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan

masyarakat di hampir seluruh negara di dunia, diderita oleh anak-anak

sampai dewasa dengan derajat penyakit yang ringan sampai berat, bahkan

dapat mematikan (Lenfant, 2002). Berdasarkan data Organisasi Kesehatan

Dunia WHO tahun 2005, jumlah penderita asma di dunia diperkirakan

mencapai 300 juta orang dan diperkirakan meningkat hingga 400 juta pada

tahun 2025 (WHO, 2005). Prevalensi asma di seluruh dunia adalah sebesar

8-10 % pada anak dan 3-5 % pada dewasa, dan dalam 10 tahun terakhir ini

meningkat sebesar 50 %. Di Indonesia prevalensi asma anak dan dewasa

berkisar antara 3-8 % (Nelson, 1996). Hasil penelitian International Study

on Asthma and Allergies in Childhood menunjukkan bahwa di Indonesia

prevalensi penyakit asma meningkat dari 4,2 % pada tahun 1995 menjadi

(12)

commit to user

Departemen Kesehatan memperkirakan penyakit asma termasuk 10

besar penyebab kesakitan dan kematian di RS dan diperkirakan 10% dari

25 juta penduduk Indonesia menderita asma. Angka kejadian asma pada

anak dan bayi sekitar 10-85% dan lebih tinggi dibandingkan oleh orang

dewasa (10 - 45%) (Oemiati R, 2010).

Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan

tetapi dapat bersifat menetap dan mengganggu aktivitas bahkan kegiatan

harian sehingga menurunkan kualitas hidup, salah satu faktor pencetus

serangan asma adalah kondisi psikologis pasien yang tidak stabil termasuk

di dalamnya ansietas atau kecemasan. Hal ini sering diabaikan oleh pasien

sehingga frekuensi kekambuhan menjadi lebih sering dan pasien jatuh

pada keadaan yang lebih buruk, kondisi ini merupakan suatu rantai yang

sulit ditentukan mana yang menjadi penyebab dan mana yang merupakan

akibat. Keadaan ansietas menyebabkan atau memperburuk serangan asma.

Ansietas adalah respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak

menyenangkan yang dialami oleh setiap mahluk hidup dalam kehidupan

sehari-hari dan pengalaman subjektif dari individu, tidak dapat diobservasi

secara langsung serta merupakan suatu keadaan emosi tanpa objek yang

spesifik (Suliswati, 2005).

Prevalensi untuk ansietas semakin meningkat seiring

perkembangan zaman. Dari sebuah studi internasional, dinyatakan

(13)

commit to user

tinggi dan masih ada kemungkinan meningkat seiring perkembangan

zaman (British Columbia Ministry of Health, 2002).

Ansietas merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari dan

merupakan gejala yang normal pada manusia. Bagi orang dengan

penyesuaian yang baik, ansietas dapat segera diatasi dan ditanggulangi.

Sedangkan bagi orang yang penyesuaiannya kurang baik, maka ansietas

merupakan bagian terbesar dalam kehidupannya. Apabila penyesuaiannya

tidak tepat, akan timbul dampak terhadap kesehatan jasmani dan psikis.

Stres dapat mengantarkan seseorang pada tingkat ansietas sehingga

memicu dilepaskannya histamin yang menyebabkan penyempitan saluran

napas, ditandai dengan sakit tenggorokan dan sesak napas, yang akhirnya

memicu serangan asma (Stuart dan Sundeen, 2002).

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk

mengadakan penelitian adakah hubungan antara ansietas dan frekuensi

serangan asma.

B. Perumusan Masalah

Adakah hubungan antara ansietas dan frekuensi serangan asma?

C. Tujuan Penelitian

Menganalisis hubungan antara ansietas dan frekuensi serangan asma.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menunjukkan hubungan antara

(14)

commit to user

b.Penelitian ini diharapkan dapat melatih kemampuan dan

meningkatkan pengetahuan peneliti dalam bidang penelitian.

2. Manfaat Aplikatif

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan edukasi kepada

masyarakat luas khususnya penderita asma tentang pentingnya

menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan terjadinya

serangan asma.

b. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan

untuk penelitian lebih lanjut.

(15)

commit to user BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Asma

a. Definisi Asma

Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya

“terengah-engah” dan berarti serangan napas pendek (Price and Wilson,

2005). Asma adalah gangguan saluran napas yang disebabkan

oleh hipersensitivitas pernapasan, peradangan dan obstruksi

intermiten. Mengi dan sesak pada asma disebabkan karena

penyempitan otot-otot polos di saluran napas (Morris, 2010).

Asma merupakan gangguan inflamasi kronik saluran napas

yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik

menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang

menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas,

dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini

hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas

yang luas, bervariasi, dan seringkali bersifat reversibel dengan

(16)

commit to user b. Etiologi

Penyebab asma sampai sekarang belum diketahui pasti. Telah

banyak penelitian yang dilakukan oleh para ahli dibidang asma

untuk menerangkan sebab terjadinya asma, namun belum ada teori

ataupun hipotesis yang dapat diterima atau disepakati para ahli

(Tanjung, 2003).

1)Faktor predisposisi

Genetik merupakan faktor pendukung timbulnya asma.

Bakat alergi merupakan hal yang diturunkan, meskipun belum

diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Faktor yang

merupakan predisposisi genetik antara atopi, hiperaktivitas

bronkus, jenis kelamin, dan ras. Bakat alergi ini membuat

penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika

terpapar faktor pencetus. Penderita biasanya mempunyai

keluarga dekat yang juga menderita penyakit alergi (Tanjung,

2003).

2)Faktor Presipitasi

Beberapa faktor yang mencetuskan serangan asma, yaitu :

a) Alergen

Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

(1) Inhalan : masuk melalui saluran pernapasan.

misal : debu, serbuk bunga, bulu binatang, polusi, asap

(17)

commit to user

(2) Ingestan : masuk melalui mulut.

misal : makanan dan obat-obatan.

(3) Kontaktan : masuk melalui kontak dengan kulit.

misal : perhiasan, logam, dan jam tangan.

b)Gangguan Emosi

Gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,

selain itu juga dapat memperberat serangan asma yang sudah

ada. Penderita asma yang mengalami gangguan emosi perlu

diberi nasihat untuk menyelesaikan masalah pribadinya.

Karena jika gangguan emosinya belum teratasi maka gejala

asmanya belum bisa diobati.

c) Perubahan Cuaca

Cuaca lembab dan udara dingin juga dapat mempengaruhi

asma. Terkadang serangan asma berhubungan dengan musim.

d) Olahraga Berlebihan

Serangan asma timbul pada sebagian besar penderita jika

melakukan aktivitas jasmani atau olahraga berat.

e) Infeksi Saluran Pernapasan (Danusaputro, 2000; Handayani,

2004; PDPI, 2006).

c. Patofisiologi

Asma adalah gangguan inflamasi kronis dari saluran

pernapasan di mana sel dan elemen seluler banyak berperan,

(18)

commit to user

sel epitel. Pada individu yang rentan, inflamasi ini menyebabkan

episode berulang mengi, sesak napas, dan batuk, terutama pada

malam hari atau di pagi hari. Episode ini berhubungan dengan

adanya obstruksi aliran udara yang luas tetapi sering bersifat

reversibel baik secara spontan atau dengan pengobatan. Obstruksi

bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran

napas menyempit pada fase tersebut. Inflamasi juga disebabkan

adanya peningkatan sensitivitas akibat berbagai

rangsangan (Morris, 2010).

Gangguan yang berupa obstruksi saluran napas dapat

dinilai secara obyektif dengan Volume Ekspirasi Paksa detik

pertama (VEP1) atau Arus Puncak Ekspirasi (APE), sedangkan

penurunan Kapasitas Vital Paksa (KVP) menggambarkan derajat

hiperinflasi paru. Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik

pada saluran napas yang besar, sedang, maupun kecil. Gejala

mengi menandakan adanya penyempitan di saluran napas besar,

sedangkan pada saluran napas kecil gejala batuk dan sesak lebih

dominan dibanding mengi (Sundaru dan Sukamto, 2009).

d. Patogenesis

Proses asma merupakan suatu interaksi yang rumit dan

sangat tergantung pada pejamu utama (khususnya genetika) dan

paparan lingkungan. Konsep terkini yaitu asma merupakan suatu

(19)

commit to user

respiratorik, menyebabkan terbatasnya aliran udara, dan

peningkatan reaktivitas saluran napas. Gambaran khas adanya

inflamasi saluran respiratorik adalah aktivasi eosinofil, sel mast,

makrofag, dan sel limfosit. Proses inflamasi ini terjadi meskipun

asmanya ringan atau tidak bergejala. Diperkirakan faktor atopi

memberikan kontribusi pada 40 % penderita asma anak dan

dewasa muda (Busse dan Lemanske, 2001; Stempel, 2003).

Reaksi imunologik yang timbul akibat paparan dengan

alergen pada awalnya menimbulkan fase sensitisasi. Akibatnya

terbentuk IgE spesifik oleh sel plasma yang kemudian melekat

pada reseptor di membran sel mast dan basofil. Bila ada

rangsangan berikutnya dari alergen serupa, akan timbul reaksi

asma cepat sehingga menyebabkan degranulasi sel mast dan

dilepaskannya mediator - mediator inflamasi seperti histamin dan

leukotrien. Mediator - mediator tersebut menimbulkan spasme otot

bronkus, hipersekresi kelenjar, oedema, peningkatan permeabilitas

kapiler, disusul dengan akumulasi sel eosinofil. Gambaran klinis

yang timbul adalah serangan asma akut dan keadaan ini akan

segera pulih kembali (serangan asma hilang) dengan pengobatan.

Beberapa jam selanjutnya akan terjadi reaksi asma lambat. Sitokin

yang diproduksi sel mast dan sel limfosit T yang teraktivasi akan

(20)

commit to user

masing-masing sel radang berkemampuan mengeluarkan mediator

inflamasi.

Eosinofil menghasilkan Eosinophil Peroxidase (EPX),

Eosinophil Cathion Protein (ECP) dan Major Basic Protein (MBP)

yang bisa menimbulkan kerusakan jaringan. Sel basofil mensekresi

histamin, Leukotrien C4 (LTC4), dan Prostaglandin D2 (PGD2)

yang dapat menyebabkan bronkospasme. Mediator inflamasi

tersebut akan membuat kepekaan bronkus berlebihan, sehingga

bronkus mudah konstriksi, kerusakan epitel, penebalan membrana

basalis, dan terjadi peningkatan permeabilitas bila ada rangsangan

spesifik maupun non spesifik. Secara klinis, gejala asma menjadi

menetap dan penderita akan lebih peka terhadap rangsangan.

Kerusakan jaringan akan menjadi irreversibel bila paparan

berlangsung terus dan penatalaksanaan kurang adekuat (Elias,

2003; Khaltaev dan Lenfant, 2002; Warner, 2001).

e. Klasifikasi Asma

1) Asma ekstrinsik

Asma ekstrinsik atau asma alergik adalah bentuk asma

paling umum yang disebabkan karena reaksi alergi penderita

terhadap alergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa

terhadap orang yang sehat. Asma alergik terutama muncul pada

waktu anak-anak. Mekanisme serangannya melalui reaksi

(21)

commit to user

2) Asma intrinsik

Asma intrinsik atau asma non-alergik adalah asma yang

tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari alergen.

Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan kondisi lingkungan

yang buruk seperti kelembaban, suhu, dan aktivitas olahraga

yang berlebihan. Namun klasifikasi tersebut pada prakteknya

tidak mudah dan sering pasien mempunyai kedua sifat alergik

dan non-alergik (Sundaru dan Sukamto, 2009).

Menurut Global Initiative for Asthma (2006),

penggolongan asma berdasarkan beratnya penyakit dibagi 4

(empat) yaitu:

a) Asma intermiten

(1) gejala < 1 kali/seminggu

(2) serangan singkat

(3) gejala pada malam hari < 2 kali/sebulan

(4) VEP1 atau APE > 80% nilai terbaik

(5) variabilitas APE (VAPE) < 20%

b) Asma persisten ringan

(1) gejala > dari 1 kali/minggu tetapi < 1 kali/hari

(2) serangan mengganggu aktivitas dan tidur

(3) gejala pada malam hari > 2 kali sebulan

(4) VEP1 atau APE > 80% nilai terbaik

(22)

commit to user

c) Asma persisten sedang

(1) gejala setiap hari

(2) serangan mengganggu aktivitas dan tidur

(3) gejala pada malam hari > 1 kali/seminggu

(4) VEP1atau APE 60 % – 80 % nilai terbaik

(5) variabilitas APE (VAPE) > 30 %

d) Asma persisten berat

(1) gejala setiap hari

(2) serangan terus - menerus

(3) gejala pada malam hari setiap hari

(4) terjadi pembatasan aktivitas fisik

(5) VEP1 atau APE < 60 % nilai terbaik

(6) variabilitas APE (VAPE) > 30 %

f. Gejala Klinis

Gejala yang dapat terlihat pada penderita asma adalah

bising mengi (wheezing) yang dapat terdengar dengan atau tanpa

stetoskop, batuk produktif terutama memburuk pada malam hari,

kesulitan bernafas (sesak nafas), dan dada terasa tertekan (GINA,

2010).

g. Penegakan Diagnosis

Penegakan diagnosis asma didasarkan pada anamnesis,

(23)

commit to user

1)Pemeriksaan anamnesis keluhan episodik batuk kronik berulang,

mengi, sesak dada, kesulitan bernafas.

2)Faktor pencetus dapat berupa iritan (debu), pendinginan saluran

nafas, alergen dan emosi, sedangkan perangsang (inducer)

berupa kimia, infeksi dan alergen.

3)Pemeriksaan fisik sesak nafas (dispnea), mengi, nafas cuping

hidung pada saat inspirasi (anak), bicara terputus - putus, agitasi,

hiperinflasi toraks, lebih suka posisi duduk. Tanda-tanda lain

sianosis, ngantuk, susah bicara, takikardia dan hiperinflasi torak.

4)Pemeriksaan uji fungsi paru sebelum dan sesudah pemberian

metakolin atau bronkodilator sebelum dan sesudah olahraga

dapat membantu menegakkan diagnosis asma.

Asma sulit didiagnosis pada anak di bawah umur 3 tahun.

Untuk anak yang sudah besar (> 6 tahun) pemeriksaan fungsi paru

sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru yang sederhana dengan peak

flow meter atau yang lebih lengkap dengan spirometer, uji yang lain

dapat melalui provokasi bronkus dengan histamin, metakolin,

latihan (exercise), udara kering dan dingin, atau dengan NaCl

hipertonis. Penggunaan peak flow meter merupakan hal penting dan

perlu diupayakan, karena selain mendukung diagnosis, juga

mengetahui keberhasilan tatalaksana asma, selain itu dapat juga

menggunakan lembar catatan harian sebagai alternatif (Dahlan,

(24)

commit to user 2. Ansietas

a. Definisi

Ansietas atau kecemasan dalam Bahasa Inggris “anxiety”

berasal dari Bahasa Latin “angustus” yang berarti kaku, dan “ango,

anci” yang berarti mencekik (Trismiati, 2004). Menurut Hawari

(2010), ansietas adalah gangguan alam perasaan (affective) yang

ditandai dengan perasaan takut atau khawatir yang mendalam dan

berkelanjutan, tetapi kemampuan dalam menilai realitas (Reality

Testing Ability/RTA) tidak terganggu, kepribadian juga masih utuh

(tidak mengalami keretakan kepribadian/splitting of personality),

sedangkan perilaku dapat terganggu walaupun masih dalam

batas-batas normal. Pada manusia, ansietas dapat memperlihatkan

perasaan seperti gelisah, sejumlah perilaku (tampak khawatir,

gelisah dan resah) maupun respon-respon fisiologis. Ansietas

bersifat kompleks dan merupakan keadaan suasana hati yang

berorientasi pada masa yang akan datang dengan kekhawatiran

karena tidak dapat memprediksi dan mengontrol kejadian di masa

yang akan datang (Durand dan Barlow, 2006 ).

Sensasi ansietas sering dialami oleh hampir semua manusia.

Ansietas adalah suatu sinyal yang menyadarkan, memperingatkan

adanya ancaman dan memiliki kualitas menyelamatkan hidup.

Ansietas adalah suatu penyerta yang normal dari pertumbuhan, dari

(25)

commit to user

pernah dicoba (Kaplan dan Saddock, 2010). Menurut Maramis

(2009) ansietas dapat bersifat normal maupun patologis. Ansietas

normal terjadi jika individu yang mendapatkan suatu stressor

kemudian dapat segera melakukan penyesuaian diri. Tetapi,

terkadang sistem ansietas individu tidak berfungsi dengan baik atau

terlalu berlebihan sehingga terjadilah ansietas yang patologis. Jika

ansietas terjadi bukan pada saat yang tepat atau sangat hebat dan

berlangsung lama sehingga mengganggu aktivitas kehidupan yang

normal, maka hal ini sudah merupakan suatu penyakit.

b. Etiologi

Ada beberapa teori mengenai penyebab ansietas:

1) Teori Psikologis

Dalam teori psikologis terdapat 3 bidang utama:

a) Teori psikoanalitik

Freud menyatakan bahwa ansietas adalah suatu sinyal

kepada ego yang memberitahukan adanya suatu dorongan

yang tidak dapat diterima dan menyadarkan ego untuk

mengambil tindakan defensif terhadap tekanan dari dalam

tersebut. Idealnya, penggunaan represi sudah cukup untuk

memulihkan keseimbangan psikologis tanpa menyebabkan

gejala, karena represi yang efektif dapat menahan dorongan

di bawah sadar. Namun jika represi tidak berhasil sebagai

(26)

commit to user

pengalihan, dan regresi) mungkin menyebabkan

pembentukan gejala dan menghasilkan gambaran gangguan

neurotik yang klasik (seperti histeria, fobia, neurosis

obsesif-kompulsif) (Maramis, 2009).

b)Teori perilaku

Teori perilaku menyatakan bahwa ansietas disebabkan

oleh stimuli lingkungan spesifik. Pola berpikir yang salah,

terdistorsi, atau tidak produktif dapat mendahului atau

menyertai perilaku maladaptif dan gangguan emosional.

Penderita gangguan ansietas cenderung menilai lebih

terhadap derajat bahaya dalam situasi tertentu dan menilai

rendah kemampuan dirinya untuk mengatasi ancaman

(Durand dan Barlow, 2006).

c) Teori eksistensial

Teori ini memberikan model gangguan ansietas umum

dimana tidak terdapat stimulus yang dapat diidentifikasikan

secara spesifik untuk suatu perasaan ansietas yang kronis

(Durand dan Barlow, 2006).

2)Teori Biologis

Peristiwa biologis dapat mendahului konflik psikologis

(27)

commit to user

a) Sistem saraf otonom

Stresor dapat menyebabkan pelepasan epinefrin dari

adrenal melalui mekanisme berikut ini:

Ancaman dipersepsi oleh panca indera, diteruskan ke korteks

serebri diteruskan ke sistem limbik menuju Reticular

Activating System (RAS) kemudian ke hipotalamus lalu ke

hipofisis merangsang kelenjar adrenal mensekresikan

katekolamin kemudian stimulasi saraf otonom (Mudjaddid,

2006).

Hiperaktifitas sistem saraf otonom akan mempengaruhi

berbagai sistem organ dan menyebabkan gejala tertentu,

misalnya: kardiovaskular (contohnya: takikardi), muskular

(contohnya: nyeri kepala), gastrointestinal (contohnya: diare),

pernafasan (contohnya: nafas cepat).

b) Neurotransmiter

Tiga neurotransmitter utama yang berhubungan dengan

ansietas adalah norepinefrin, serotonin, dan

Gamma-Aminobutyric Acid (GABA).

(1) Norepinefrin

Pasien yang menderita gangguan ansietas mungkin

memiliki sistem noradrenergik yang teregulasi secara

buruk. Badan sel sistem noradrenergik terutama berlokasi

(28)

commit to user

korteks serebral, sistem limbik, batang otak, dan medulla

spinalis. Percobaan pada primata menunjukkan bahwa

stimulasi lokus sereleus menghasilkan suatu respon

ketakutan dan ablasi lokus sereleus menghambat

kemampuan binatang untuk membentuk respon ketakutan.

Pada pasien dengan gangguan ansietas, khususnya

gangguan panik, memiliki kadar metabolit noradrenergik

yaitu 3-methoxy-4-hydroxyphenylglycol (MHPG) yang

meninggi dalam cairan serebrospinalis dan urin (Kaplan

dan Saddock, 2010; Idrus, 2006).

(2) Serotonin

Badan sel pada sebagian besar neuron serotonergik

berlokasi di nukleus raphe di batang otak rostral dan

berjalan ke korteks serebral, sistem limbik, dan

hipotalamus.

Pemberian obat serotonergik pada binatang

menyebabkan perilaku yang mengarah pada ansietas.

Beberapa laporan menyatakan obat-obatan yang

menyebabkan pelepasan serotonin, menyebabkan

peningkatan ansietas pada pasien dengan gangguan

(29)

commit to user

(3) Gamma-Aminobutyric Acid (GABA)

Peranan GABA dalam gangguan ansietas telah

dibuktikan oleh manfaat benzodiazepine sebagai salah satu

obat beberapa jenis gangguan ansietas. Benzodiazepine

yang bekerja meningkatkan aktivitas GABA pada reseptor

GABAA terbukti dapat mengatasi gejala gangguan ansietas

umum bahkan gangguan panik. Beberapa pasien dengan

gangguan ansietas diduga memiliki fungsi reseptor GABA

yang abnormal (Kaplan dan Saddock, 2010; Idrus, 2006).

Kartini (2000) menjelaskan bahwa ansietas timbul

dari rangsangan - rangsangan sebagai berikut:

(a) Ketakutan yang terus - menerus disebabkan oleh

kesusahan dan kegagalan yang bertubi-tubi

(b) Represi terhadap macam - macam masalah emosional

(c) Kecenderungan - kecenderungan harga diri yang

terhalang

(d) Dorongan - dorongan seksual yang terhambat

Rangsangan-rangsangan tersebut akan

menimbulkan respon dari sistem saraf yang mengatur

pelepasan hormon tertentu. Akibatnya muncul

perangsangan pada organ-organ, seperti lambung, jantung,

(30)

commit to user c. Tingkat Ansietas

Tingkat ansietas ada 4 yaitu

1) Ansietas Ringan

Ansietas ini berhubungan dengan ketegangan dalam

kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi

waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Ansietas dapat

memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan

kreativitas.

2) Ansietas Sedang

Ansietas ini memungkinkan seseorang untuk memusatkan

pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain.

Sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun

dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.

3) Ansietas Berat

Ansietas ini mengurangi lahan persepsi seseorang.

Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang

terinci dan spesifik dan tidak dapat berfikir tentang hal lain.

Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang

tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat

memusatkan pada suatu area lain.

4) Tingkat Panik

Berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror.

(31)

commit to user

kendali, orang yang mengalami panik tidak mampu melakukan

sesuatu walaupun dengan pengarahan. Dengan panik, terjadi

peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk

berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan

kehilangan pemikiran rasional (Stuart dan Sundeen, 2002;

Sudiyanto, 2005).

d.Gejala Klinis

Keluhan dan gejala umum yang berkaitan dengan ansietas

dapat dibagi menjadi gejala somatik dan psikologis.

Gejala somatik berupa:

1) Keringat berlebih.

2) Ketegangan pada otot skelet: sakit kepala, kontraksi pada bagian

belakang leher atau dada, suara bergemetar, nyeri punggung.

3) Sindrom hiperventilasi: sesak nafas, pusing, paraestesi.

4) Gangguan fungsi gastrointestinal: nyeri abdomen, tidak nafsu

makan, mual, diare, konstipasi.

5) Ritabilitas kardiovaskular: hipertensi, takikardi.

6) Disfungsi genitourinaria: sering buang air kecil, sakit saat

berkemih, impoten, sakit pelvis pada wanita, kehilangan nafsu

(32)

commit to user e. Skala Penilaian

1)Tes TMAS

Salah satu instrumen sebagai alat bantu diagnostik keadaan

ansietas adalah the Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS).

Skala ini disusun oleh Taylor untuk menyeleksi subjek penelitian

dengan tingkat dorongan ansietas tinggi dan rendah guna

mempelajari pengaruh ansietas tingkat tinggi pada penampilan

dalam berbagai situasi eksperimental.

Instrumen TMAS berbentuk kuesioner yang berisi 50 butir

pertanyaan. Subjek penelitian menjawab keadaan ya atau tidak

sesuai dengan keadaan dirinya dengan memberi tanda (X) pada

kolom jawaban ya atau tidak. Pada pertanyaan favorable jika

diisi jawaban ”ya” maka diberi nilai 1, sedangkan pada

pertanyaan unfavorable jika diisi jawaban ”tidak” maka diberi

nilai 1. Tiap nilai dari masing-masing pertanyaan kemudian

dijumlah.

a) Nilai Total < 21 menunjukkan ansietas rendah

b)Nilai Total > 21 menunjukkan ansietas tinggi

TMAS mempunyai derajat validitas yang cukup tinggi, akan

tetapi dipengaruhi juga oleh kejujuran dan ketelitian subjek

penelitian dalam mengisinya (Azwar, 2007). Karena itu peneliti

(33)

commit to user

perhitungan hasil yang mungkin invalid karena kesalahan atau

ketidakjujuran subjek penelitian.

2)Lie Minnesota Multiphasic Personality Inventory (L-MMPI)

Merupakan tes kepribadian yang terbanyak penggunaannya

di dunia sejak tahun 1942. Dikembangkan oleh Hathaway

(psikolog) dan Mc Kinley (psikiater) dari Universitas

Minnesota, Mineapolis, USA sejak tahun 1930-an (Butcher,

2005).

Dalam penelitian ini hanya dipergunakan skala L dalam

keseluruhan tes MMPI. Skala L dipergunakan untuk mendeteksi

ketidakjujuran subjek termasuk kesengajaan subyek dalam

menjawab pertanyaan supaya dirinya terlihat baik (Graham,

2005).

Tes ini berfungsi sebagai skala validitas untuk

mengidentifikasi hasil yang mungkin invalid karena kesalahan

atau ketidakjujuran subjek penelitian. Tes terdiri dari 15 soal

dengan jawaban ”ya” atau ”tidak” atau ”tidak menjawab”

dengan nilai batas skala adalah 10, artinya apabila subjek

penelitian mempunyai nilai ≥ 10 maka jawaban tersebut

(34)

commit to user

3) Hubungan antara Ansietas dan Frekuensi Serangan Asma

Asma dapat dipengaruhi oleh stres, kecemasan, kesedihan,

seperti halnya pengaruh zat-zat iritan atau alergen, olah raga dan

infeksi. Pertimbangan terbaru dalam bidang Psikoneuroimunologi

(PNI) menghubungkan antara ansietas, sistem saraf pusat, perubahan

dalam fungsi imun dan endokrin menghasilkan jalur biologi yang

masuk akal diduga dimana ansietas berdampak pada tanda-tanda asma.

Ansietas adalah keadaan emosional yang tidak menyenangkan, yang

dapat saja memiliki sumber yang kurang jelas. Ansietas merupakan

suatu respon terhadap stress yang dapat menjadi pencetus serangan

asma, bahkan bisa memperberat serangan asma yang sudah ada

(Tampubolon, 2008).

Stres dapat mengantarkan individu pada kecemasan sehingga

memicu dilepaskannya histamin dan leukotrien yang menyebabkan

terjadinya kontraksi otot polos, peningkatan produksi mukus, dan

peningkatan permeabilitas kapiler. Keadaan ini membuat diameter

saluran napas menyempit (bronkokonstriksi). Saat bronkokonstriksi

terjadi, penderita sangat sulit bernapas sehingga memicu obstruksi

saluran pernafasan, kemudian terjadi serangan asma. (Widiyawati,

(35)

commit to user B.Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

C.Hipotesis

Terdapat hubungan antara ansietas dan frekuensi serangan asma

c.Mengaktivasi sel mast

- Alergen - Olahraga Berlebihan

- Ansietas - Infeksi Saluran Pernafasan - Perubahan Cuaca

b. Sel mast melepaskan mediator inflamasi (histamin dan leukotrien)

1. Alergen 4. Olahraga Berlebihan

(36)

commit to user BAB III

METODE PENELITIAN

A.Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional

dengan pendekatan cross-sectional. Penelitian analitik bertujuan

menganalisis variabel-variabel. Penelitian observasional karena peneliti

hanya mengamati (mengukur) variabel, tidak memberikan intervensi

(perlakuan). Penelitian cross-sectional (potong lintang) karena semua

variabel diukur pada saat yang sama, baik status ansietas maupun

frekuensi serangan asma diukur pada waktu yang sama (Murti, 2006).

B.Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di RSUD Dr. Moewardi pada bulan

Mei-Juni 2012.

C.Subjek Penelitian

1. Populasi

Populasi sasaran adalah penderita asma usia 19-60 tahun. Populasi

sumber adalah populasi yang datang berobat ke RSUD Dr. Moewardi.

2. Sampel

Penderita asma usia 19 - 60 tahun yang datang berobat ke RSUD Dr.

(37)

commit to user

a. Kriteria Inklusi :

1)Penderita asma intermitten, asma persisten ringan, asma persisten

sedang dan asma persisten berat

2)Usia antara 19 – 60 tahun

3)Bersedia sebagai subjek penelitian dan menandatangani informed

consent

4)Bersedia diwawancarai

b. Kriteria Eksklusi :

1) Penderita asma dengan infeksi saluran nafas

2) Penderita asma dengan payah jantung

3) Skor L-MMPI > 10

4) Tidak bersedia menjadi subjek penelitian

D.Besar Sampel

Penelitian ini menggunakan analisis multivariat untuk mengontrol

pengaruh faktor perancu (confounding faktor) yang dapat menurunkan

validitas penelitian. Rasio yang dianjurkan antara ukuran sampel dan

jumlah variabel independen (Murti, 2006).

n = jumlah sampel

Penelitian ini menggunakan tiga variabel independen yaitu

ansietas, kebiasaan merokok, dan jenis kelamin.

(38)

commit to user

Dengan demikian sampel yang dibutuhkan untuk penelitian ini

sebesar ≥ 45-60 subyek.

E.Teknik Pengambilan Sampel

Subyek penelitian dipilih dengan menggunakan exhaustive

sampling, yaitu mengambil semua subjek dari populasi sumber sebagai

sampel untuk diteliti dan purposive sampling, berdasarkan kriteria

inklusi dan ekslusi yang telah ditetapkan (Murti, 2006).

F.Rancangan Penelitian

Gambar 3.1 Rancangan Penelitian Analisis Data

Frekuensi serangan asma

jarang

Pasien Asma, usia 19-60 tahun yang berobat ke RSUD Dr.

(39)

commit to user G. Identifikasi Variabel Penelitian

1.Variabel bebas : Ansietas

2.Variabel terikat: Frekuensi serangan asma

3.Variabel luar

a. Variabel luar terkendali: usia, jenis kelamin, infeksi saluran

pernafasan, payah jantung, merokok.

b. Variabel luar tidak terkendali: perubahan cuaca, alergen, genetik,

perubahan biopsikososial, serta subjektivitas pasien dalam

menjawab kuesioner.

H. Definisi Operasional Variabel 1. Ansietas

a. Definisi : gangguan alam perasaan (affective) yang ditandai dengan

perasaan takut atau khawatir yang mendalam dan berkelanjutan,

tetapi kemampuan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability/

RTA) tidak terganggu, kepribadian juga masih utuh (tidak mengalami

keretakan kepribadian/splitting of personality), sedangkan perilaku

dapat terganggu walaupun masih dalam batas-batas normal.

b. Alat ukur : Kuesioner TMAS

Kuesioner TMAS berbentuk kuesioner yang berisi 50 butir

pertanyaan. Responden menjawab keadaan ya atau tidak sesuai

dengan keadaan dirinya dengan memberi tanda (X) pada kolom

jawaban ya atau tidak. Pada pertanyaan favorable jika diisi jawaban

(40)

commit to user

diisi jawaban ”tidak” maka diberi nilai 1. Tiap nilai dari

masing-masing pertanyaan kemudian dijumlah.

1) Nilai Total < 21 menunjukkan ansietas rendah

2) Nilai Total > 21 menunjukkan ansietas tinggi

c. Skala pengukuran : Kontinyu. Untuk keperluan analisis data, maka

data kontinyu ansietas diubah menjadi kategorik.

2. Frekuensi Serangan Asma

a. Definisi: jumlah timbulnya serangan asma yang ditandai dengan

timbulnya gejala seperti mengi (wheezing), sesak nafas, dada terasa

ditekan, dan batuk produktif terutama malam hari.

b. Alat Ukur :

1) Diagnosis Dokter

2) Kuesioner

c. Skala pengukuran : Kontinyu dan untuk keperluan analisis data,

maka data empat kategorik asma diubah menjadi dikotomi.

1) Frekuensi Serangan Asma Jarang

a) Asma Intermiten

b) Asma Persisten Ringan

2) Frekuensi Serangan Asma Sering

a) Asma Persisten Sedang

(41)

commit to user

3. Kebiasaan Merokok

a. Definisi : Perbuatan di mana seseorang mengisap rokok lebih dari

100 sigaret sepanjang hidupnya dan pada saat ini masih merokok

atau telah berhenti merokok kurang dari satu tahun.

b. Alat Ukur: Kuesioner

c. Skala Pengukuran : Kategorik

1) Merokok

2) Tidak Merokok

4. Jenis Kelamin

a. Definisi : Kelompok yang terbentuk dalam suatu spesies sebagai

sarana atau sebagai akibat proses reproduksi seksual untuk

mempertahankan keberlangsungan spesies pada manusia, dikenal

laki-laki dan perempuan.

b. Alat Ukur: Kuesioner

c. Skala Pengukuran: Kategorik

1) Laki-laki

2) Perempuan

I.Instrumen Penelitian

Alat dan bahan penelitian :

1. Formulir biodata

Formulir berisi identitas subyek yang diberikan kuesioner.

(42)

commit to user

3. Kuesioner L-MMPI

Tes ini berfungsi sebagai skala validitas untuk mengidentifikasi

hasil yang mungkin invalid karena kesalahan atau ketidakjujuran subjek

penelitian. Tes terdiri dari 15 soal dengan jawaban ”ya” atau ”tidak” atau

”tidak menjawab” dengan nilai batas skala adalah 10, artinya apabila

subjek penelitian mempunyai nilai ≥ 10 maka jawaban subjek penelitian

tersebut dinyatakan invalid.

4. Kuesioner TMAS

Kuesioner TMAS berisi 50 butir pertanyaan, subjek penelitian

menjawab keadaan ya atau tidak sesuai dengan keadaan dirinya dengan

memberi tanda (X) pada kolom jawaban ya atau tidak. Setiap pertanyaan

diberikan nilai 1. Pada pertanyaan favorable jika diisi jawaban ”ya” maka

diberi nilai 1, sedangkan pada pertanyaan unfavorable jika diisi jawaban

”tidak” maka diberi nilai 1. Tiap nilai dari masing-masing pertanyaan

kemudian dijumlah. Dinilai berdasarkan kriteria cut off point yaitu :

a. Ansietas tinggi : bila skor TMAS ≥ 21

b. Ansietas rendah : bila skor TMAS < 21

J. Cara Kerja

1. Peneliti menentukan sampel pasien asma

2. Subjek Penelitian mengisi biodata

3. Subjek Penelitian mengisi kuesioner L-MMPI untuk mengetahui angka

(43)

commit to user

4. Subjek Penelitian mengisi kuesioner TMAS untuk mengetahui angka

ansietas

5. Pengolahan dan analisis data

K. Teknik Analisis Data Statistik

Karakteristik sampel data kontinyu dideskripsikan dalam n, mean,

SD, minimum, dan maksimum. Untuk karakteristik sampel data kategorikal

dideskripsikan dalam n dan persen.

Penelitian ini menggunakan model analisis regresi logistik ganda

dengan program Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 17.0

for windows. untuk menganalisis hubungan antara ansietas dan frekuensi

serangan asma dengan mengontrol sejumlah faktor perancu (confounding

faktor).

Persamaan model analisis regresi logistik ganda :

L.

Keterangan :

p = Probabilitas untuk serangan asma sering

1-p = Probabilitas untuk serangan asma jarang

X1 = Ansietas (0 : rendah; 1: tinggi)

X2 = Kebiasaan merokok (0 : tidak; 1 : ya)

X3 = Jenis Kelamin (0 : laki-laki; 1 : perempuan)

In

(44)

commit to user

a = Konstanta adalah perkiraan besarnya rata-rata variabel p ketika nilai

variabel X1 = 0. Dengan kata lain, meskipun tanpa pengaruh suatu variabel

independen, variabel p sudah memiliki suatu nilai tertentu yang konstan

sifatnya.

Analisis regresi logistik ganda ini merupakan model statistik yang

sangat kuat untuk menganalisis hubungan antara paparan (ansietas) dan

efek (frekuensi serangan asma). Dengan mengendalikan sejumlah faktor

perancu potensial. Dengan menggunakan analisis regresi logistik ganda

diharapkan penelitian akan lebih valid karena telah mengendalikan variabel

perancu. Besar faktor risiko dihitung menggunakan Odd Ratio. Kemaknaan

Odd Ratio di uji dengan uji Wald dan hasilnya ditunjukkan dengan nilai p

(45)

commit to user BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian mengenai Hubungan antara Asma dan Frekuensi Serangan

Asma, dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2012 di RSUD Dr. Moewardi. Pada

penelitian ini subjek berjumlah 60 pasien asma dan yang telah memenuhi

syarat inklusi yaitu 50 subjek penelitian. Dan subjek penelitian yang

didapatkan adalah pasien asma dengan berbagai tingkatan derajat asma.

Berikut ini adalah hasil penelitian dalam bentuk tabel.

A. Karakteristik Subjek Penelitian

Tabel 4.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Frekuensi (n) %

1. Perempuan 31 62

2. Laki-laki 19 38

Jumlah 50 100

Berdasar tabel 4.1 dapat diketahui bahwa dalam penelitian ini pasien

asma yang memeriksakan diri di Poliklinik Paru RSUD Dr. Moewardi paling

banyak berjenis kelamin perempuan dibandingkan jenis kelamin laki-laki.

Persentase yang didapatkan yaitu 62 % pasien perempuan dan 38% pasien

(46)

commit to user

Tabel 4.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Kebiasaan Merokok

No. Kebiasaan Merokok Frekuensi (n) %

1. Merokok 5 10

2. Tidak Merokok 45 90

Jumlah 50 100

Dari tabel 4.2 didapatkan pasien asma yang tidak memiliki kebiasaan

merokok lebih banyak dari pada yang memiliki kebiasaan merokok. Presentase

yang didapatkan yaitu 90 % pasien asma tidak memiliki kebiasaan merokok dan

10 % pasien asma memiliki kebiasaan merokok.

B. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel

bebas (tingkat ansietas) terhadap variabel terikat (frekuensi serangan asma).

Analisis juga dilakukan terhadap faktor perancu, yaitu kebiasaan merokok

dan jenis kelamin. Adanya faktor perancu berpengarh terhadap hasil

analisis data yang didapat. Untuk mengendalikannya, dilakukan analisis

regresi logistik. Uji statistik menggunakan Chi-Square.

Tabel 4.3 Analisis Bivariat Hubungan Ansietas dan Frekuensi Serangan Asma

(47)

commit to user

Dari Tabel 4.3 menunjukkan frekuensi serangan asma sering lebih banyak

dijumpai pada pasien dengan tingkat ansietas tinggi 29 orang (80,6%).

Tabel 4.4 Analisis Bivariat Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Frekuensi

merokok dengan frekuensi serangan asma jarang sebanyak 16 orang (35,6%) dan

frekuensi serangan asma sering 29 orang (64,4%). Sedangkan pada pasien yang

memiliki kebiasaan merokok dengan frekuensi serangan asma jarang sebanyak 1

orang (20%) dan frekuensi serangan asma sering 4 orang (80%).

Tabel 4.5 Analisis Bivariat Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Frekuensi Serangan Asma

Dari Tabel 4.5 menunjukkan frekuensi serangan asma sering pada pasien

laki-laki 16 orang (84,2%), sedangkan untuk frekuensi serangan asma sering pada

(48)

commit to user C. Analisis Regresi Logistik Ganda

Analisis multivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

regresi logistik ganda, dengan memperhitungkan variabel tingkat ansietas,

kebiasaan merokok, dan jenis kelamin. Sehingga didapatkan hasil yang lebih

valid karena telah mengontrol variabel perancu yang dapat mempengaruhi

hubungan antara ansietas dan frekuensi serangan asma.

Tabel 4.6 Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda tentang Hubungan antara Ansietas dan Frekuensi Serangan Asma dengan Mengontrol

Kebiasaan Merokok, dan Jenis Kelamin

Tabel 4.6 menunjukkan terdapat hubungan yang secara statistik

signifikan antara tingkat ansietas dan frekuensi serangan asma. Pada pasien asma

dengan dengan tingkat ansietas tinggi berisiko untuk sering mendapatkan

(49)

commit to user

rendah (OR = 14,76; CI 95% 2,62 sd 83,05 ; p = 0,002). Simpulan ini diperoleh

setelah mengontrol variabel perancu yaitu kebiasaan merokok dan jenis kelamin.

Hasil analisis di atas memperlihatkan nilai -2 log likelihood sebesar 46,9

yang menunjukkan terdapat kesesuaian antara model regresi logistik yang

digunakan dengan data sampel (hampir sama karena mendekati nol dan nilainya

berada pada kisaran antara 0 sampai 100).

Dengan model regresi logistik ganda, variabel tingkat ansietas,

kebiasaan merokok, dan jenis kelamin secara bersamaan di dalam model regresi

logistik mampu menjelaskan frekuensi serangan pada pasien asma sebesar 40,3 %

(Nagelkerke R2).

(50)

commit to user BAB V PEMBAHASAN

Penelitian dengan judul “Hubungan antara Ansietas dan Frekuensi

Serangan Asma” dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2012 di RSUD Dr.

Moewardi Surakarta. Dari total subjek penelitian tersebut telah dilakukan

pemisahan dengan cara pengeluaran dari penelitian untuk yang memenuhi

syarat eksklusi dan dimasukkan dalam penelitian untuk yang memenuhi syarat

inklusi. Berdasarkan pemisahan ini didapatkan 50 subjek penelitian.

Distribusi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin (Tabel 4.1)

didapatkan pasien asma yang memeriksakan diri di RSUD Dr. Moewardi

terbanyak yaitu perempuan, berjumlah 31 orang (62%) dibandingkan dengan

laki-laki yang berjumlah 19 orang (38%).

Berdasarkan Tabel 4.2 didapatkan pasien asma yang memiliki

kebiasaan merokok lebih sedikit yaitu 5 orang (10%) dibandingkan dengan

pasien asma yang tidak memiliki kebiasaan merokok yaitu 45 orang (90%).

Hal tersebut menunjukkan bahwa sudah tingginya pengetahuan pasien

mengenai pengaruh paparan asap rokok yang dihirup terhadap asma yang

(51)

commit to user

Pada Tabel 4.3 menunjukkan hubungan yang signifikan antara tingkat

ansietas dengan frekuensi serangan asma (p < 0,001) dengan Odd Ratio

=10,36. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah ada, yaitu penelitian

hubungan antara faktor psikologis dan asma. Ketika subjek diperlakukan

seperti melihat film emosional, di bawah tekanan, diberikan masalah

bertubi-tubi dan selalu gagal, serta mendengarkan interaksi penuh emosional, 15-30%

subjek penderita asma mengalami peningkatan bronkokonstriksi (Wrigh,

1998). Stres dapat mengantarkan individu pada ansietas sehingga memicu

dilepaskannya histamin dan leukotrien yang menyebabkan terjadinya

kontraksi otot polos, peningkatan produksi mukus, dan peningkatan

permeabilitas kapiler. Keadaan ini membuat diameter saluran napas

menyempit (bronkokonstriksi). Saat bronkokonstriksi terjadi, penderita sangat

sulit bernapas sehingga memicu obstruksi saluran pernafasan, kemudian

terjadi serangan asma. (Widiyawati, 2004)

Pada Tabel 4.4 menunjukkan hubungan yang tidak signifikan antara

kebiasaan merokok dan frekuensi serangan asma (OR = 2,21, p = 0,49).

Kebiasaan merokok dapat menaikkan risiko serangan asma walaupun masih

sedikit bukti-bukti yang menjelaskan (Danusaputro, 2000). Asap rokok yang

dihasilkan mengandung amonia, nitrogen oksida menjadi partikel dan iritan

yang dapat memicu terjadinya serangan asma (Sundaru dan Sukamto, 2009).

Hasil yang tidak signifikan ini mungkin dapat disebabkan karena pasien asma

(52)

commit to user

yang dihirup sehingga walaupun terpapar asap rokok tidak terjadi serangan

asma.

Pada Tabel 4.5 menunjukkan hubungan yang signifikan antara jenis

kelamin dan frekuensi serangan asma (OR = 0,23, p = 0,033). Berdasarkan

jenis kelamin, pasien dengan frekuensi serangan asma sering terbanyak adalah

laki-laki 16 orang (84,2%) dan perempuan 17 orang (54,8%). Hasil ini tidak

sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa pada orang dewasa dengan asma

kebanyakan penderitanya adalah perempuan (Sundaru dan Sukamto, 2009).

Presdiposisi perempuan yang mengalami asma lebih tinggi dari pada laki-laki

mulai ketika masa pubertas, sehingga prevalensi asma pada anak yang semula

laki-laki lebih tinggi dari perempuan mengalami perubahan dimana nilai

prevalensi pada perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki (GINA, 2006). Hal

ini bisa disebabkan karena beberapa hal, seperti : kondisi rumah pada pasien

asma pada laki-laki lebih banyak terpapar debu, serta dari paparan lingkungan

pekerjaan yang menyebabkan presentase asma sering pada laki-laki lebih

tinggi dibandingkan dengan perempuan.

Untuk semakin memperjelas hubungan dari hasil analisis data yang

didapat maka dilakukan kontrol terhadap variabel perancu, yaitu jenis kelamin

dan kebiasaan merokok dengan analisis regresi logistik ganda. Tabel 4.6

menunjukkan hubungan signifikan antara tingkat ansietas dengan frekuensi

serangan asma (p = 0,002) dengan Odd Ratio = 14,76. Hasil yang diperoleh

ini akan menjadi lebih valid karena dalam penelitian variabel-variabel perancu

(53)

commit to user

Penelitian ini memiliki beberapa kelemahan, yaitu : (1) jumlah sampel

yang sedikit, hal ini disebabkan karena keterbatasan waktu dalam penelitian,

(2) tidak semua variabel perancu dianalisis dalam penelitian ini, sehingga

tidak diketahui pengaruhnya terhadap frekuensi serangan asma. Karena

hal-hal di atas, maka terjadi Confidence Interval (CI) yang mempunyai skala

terlalu lebar (CI 95% = 2,62 hingga 83,05) yang mengakibatkan presisi

penelitian terlalu lebar.

(54)

commit to user BAB VI PENUTUP

A. Simpulan

1. Terdapat hubungan yang secara statistik signifikan antara ansietas dan

frekuensi serangan asma.

2. Pada pasien asma dengan tingkat ansietas yang tinggi memiliki

kemungkinan mengalami serangan asma sering 14,76 kali lebih besar

dibandingkan pasien yang tingkat ansietasnya rendah (OR = 14,76; CI

95% 2,62 sd 83,05; p = 0,002).

B. Saran

Berdasarkan dengan hasil penelitian, analisis data dan simpulan yang

diperoleh maka dapat diberikan saran-saran sebagai berikut :

1. Pemahaman oleh petugas kesehatan perlu diberikan kepada pasien asma

dan keluarganya bahwa ansietas dapat meningkatkan risiko terjadinya

serangan asma

2. Pasien asma juga harus menghindari faktor - faktor pencetus serangan asma

(55)

commit to user

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara ansietas

dengan frekuensi serangan asma dengan memperhitungkan faktor-faktor

pencetus asma lainnya seperti kondisi rumah, lingkungan pekerjaan, polusi

Gambar

Tabel 4.1.
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Gambar 3.1 Rancangan Penelitian
Tabel 4.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pada siklus 2 terjadi peningkatan ketercapaian rerata kompetensi dasar (diatas KKM) pada ketiga aspek kompetensi dasar, demikian juga pada kualitas proses

Jumlah kajian tentang fungsi anggaran DPD RI dari staf ahli dan tim ahli serta unit pendukung Penguatan Kelembagaan DPD RI dalam sistim Demokrasi (Peningkatan penyusunan

Penggunaan model wimba tipe deduktif gambar yang dalam proses pembelajarnnya peserta didik belajar dari yang umum menuju yang khusus dimulai dari melatih penguasaan konsep

Di Malaysia terdapat banyak pusat pengobatan bekam yang khusus untuk pengobatan bekam. Antaranya Pusat Pengobatan Bekam Al-Yakin yang dibina untuk mencegah penyakit

Pengamatan kadar ph digunakan untuk mengetahui tingkat keasaman pada tanah yang terdapat di kawasan tersebut Salah satu faktor lingkungan yang penting adalah keasaman pH tanah,

Peubah terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil tanaman (t/ha), sedangkan peubah bebasnya adalah tinggi tanaman, tinggi tongkol, umur bunga betina,

If your class meets after banking hours, students can visit a bank as homework or use the internet to get the information. Divide students into groups of 2 or 3 depending on how

KEUANGAN PERUSAHAAN DAN NILAI PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR (Studi pada Perusahaan Tekstil dan Garment yang terdaftar di BEI) ”. 1.2