• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS A131208012 HENDRO WIDIYANTO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TESIS A131208012 HENDRO WIDIYANTO"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

i

KAJIAN SENSITIFITAS KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) K.G.P.A.A. MANGKUNAGORO I KARANGANYAR

TESIS

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Ilmu Lingkungan

Oleh

HENDRO WIDIYANTO

A131208012

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2014

(2)

ii

(3)
(4)
(5)

v

Hendro Widiyanto. A131208012. 2014. Kajian Sensitifitas Kawasan Taman Hutan Raya (TAHURA) K.G.P.A.A. Mangkunagoro I Karanganyar. Tesis. Program Pascasarjana Ilmu Lingkungan Universitas Sebelas Maret 2014. Dibimbing oleh Slamet Minardi dan Sunarto.

ABSTRAK

Taman Hutan Raya (TAHURA) KGPAA Mangkunagoro I Karanganyar mempunyai fungsi sebagai sistem penyangga kehidupan, pelestarian keanekaragaman hayati beserta ekosistem dan bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan kawasan TAHURA secara efektif dan efesien untuk menjaga kelestarian fungsi TAHURA, diperlukan penataan kawasan berupa penentuan blok/zonasi ke dalam unit-unit bagian. Kajian sensitifitas ekologi digunakan sebagai kriteria dalam penentuan blok/zonasi kawasan TAHURA. Penelitian ini bertujuan 1. Mengidentifikasi kriteria Sensitifitas kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I Karanganyar 2. Menentukan blok/zonasi kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I berdasarkan tingkat sensitifitas.

Penggabungan penggunaan Sistem Informasi Geografis (GIS) dan survei digunakan untuk mengukur tingkat sensitifitas ekologi terhadap pengaruh dinamika perubahan ekologi sesuai fungsi masing-masing blok/zonasi kawasan TAHURA. Survei vegetasi dan satwa digunakan untuk mengetahui potensi biotik kawasan TAHURA. Pengambilan sampel vegetasi dan satwa dengan membuat metode transek line masing-masing jarak 400m, jumlah sampel vegetasi sebanyak 46 petak ukur dan jumlah sampel satwa (aves) sebanyak 25 petak ukur. Pengambilan sampel vegetasi bentuk petak ukur bujur sangkar dengan ukuran kuadrat sesuai tingkat pertumbuhan, jarak antar petak ukur 100m. Pengamatan satwa (aves) dalam radius 50m dengan jarak antar titik pengamatan 200m.

Hasil survei vegetasi dan satwa diklasifikasikan dalam penilaian skoring, selanjutnya dimasukan kedalam peta vegetasi dan peta satwa. Peta kelerengan dan ketinggian tempat dibuat dengan metode Digital Elevation Model (DEM) dari peta kontur Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1:25.000 dengan interval ketinggian 12,5m dengan memanfaatkan software ArcGIS 10.0. Penentuan sensitifitas ekologi merupakan hasil overlay atau tumpang susun dari peta vegetasi, peta satwa, peta ketinggian tempat, dan peta kelerengan TAHURA.

Hasil penelitian menunjukkan tingkat Sensitifitas kawasan TAHURA Mangkunagoro I dalam penentuan blok/zonasi, yaitu: blok/zona perlindungan 107,25 ha (41,0%) sangat sensitive, blok koleksi sangat sensitif dan sensitif 136,51 ha (52,2%), blok pemanfaatan 17,46 ha (6,7%) sensitif dan tidak sensitive, dan areal 0,46 ha (0,2%) tidak sensitif berada di tengah blok perlindungan masih direncanakan sebagai blok/zona tradisional. Berdasarkan tingkat sensitifitas kawasan TAHURA Mangkunagoro I, yaitu: sangat sensitif 130,48 ha (49,9%), sensitif 122,66 ha (46,9%), dan tidak sensitif 8,55 ha (3,2%).

Kata kunci : Sensitifitas TAHURA, vegetasi, satwa, ketinggian, kelerengan, penentuan blok/zonasi.

(6)

vi

Hendro Widiyanto. A131208012. 2014. A Sensitivity Study on Taman Hutan Raya (TAHURA) Area of K.G.P.A.A Mangkunagoro I Karanganyar. Thesis. Ecology Study Program, Postgraduate Program, Sebelas Maret University, 2014. Under guidance of Slamet Minardi dan Sunarto.

ABSTRACT

Taman Hutan Raya (Tahura = Great Jungle Park) of KGPAA Mangkunagoro I Karanganyar serves to buffer life, living diversity and ecosystem preservation, and is beneficial to the community welfare. The effective and efficient management of TAHURA area to preserve the function of TAHURA requires the organization of area related to determining block/zoning in some units. The ecological sensitivity study is used as a criterion in determining block/zoning of TAHURA area. This research aimed 1) to identify the sensitivity criteria of TAHURA area of KGPAA Mangkunagoro I Karanganyar, and 2) to determine the block/zoning in TAHURA area of KGPAA Mangkunagoro I Karanganyar by sensitivity level.

The integration of geographical information system (GIS) and survey was used to measure the level of ecological sensitivity to the effect of ecological change dynamic according to the function of each block/zoning in TAHURA area. Vegetation and wildlife survey was employed to find out the biotic potency of TAHURA area. The sample of vegetation and wildlife was taken by means of developing line transect method with 400 m distance, 46 compartments of vegetation sample and 25 compartments of wildlife (aves) sample. The vegetation sample with square compartment shape was taken using squared size according to growth level and 100-m interval between compartments. The observation on wildlife (aves) was conducted in 50 m radius and 200m interval between observation points.

The result of vegetation and wildlife survey was classified in scoring, and was included into vegetation and wildlife maps. Slope and height maps were developed using Digital Elevation Model (DEM) from Indonesian Earth Surface (Rupa Bumi Indonesia = RBI) contour map in scale 1:25,000 with height interval of 12.5 m by utilizing ArcGIS 10.0 software. The determination of ecological sensitivity constituted the overlay result of vegetation, wildlife, altitude, and slope maps of TAHURA.

The result of research showed sensitivity level of TAHURA Mangkunagoro I area in determining block/zoning: protection block/zone of 107.25 ha (41.0%) was very sensitive, collection block of 136.51 ha (52.2%) was very sensitive and sensitive, utilization block of 17.46 ha (6.7%) was sensitive and not sensitive, and of 0.46 ha (0.2%) was not sensitive existing amid protection block still devised as traditional block/zone. Considering the sensitivity level, the area of TAHURA Mangkunagoro I belonged to very sensitive of 130.48 ha (49.9%), sensitive of 122.66 ha (46.9%) and not sensitive of 8.55 ha (3.2%).

(7)

vii

MOTTO

“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.”

(Al-Insyirah: 6)

“Berperilaku baik dan lemah lembutlah kepada Ibumu, Ibumu, Ibumu, dan Ayahmu” (Al-quran & Al-hadist).

Manusia tak selamanya benar dan tak selamanya salah,

kecuali ia yang selalu mengoreksi diri dan membenarkan kebenaran orang lain atas kekeliruan diri sendiri.

“kemanapun dan dimanapun hinggap tidak akan pernah menyebabkan dahan patah ataupun rusak meskipun rapuh (An-Nahl).

(8)

viii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Sebuah karya kecil ini penulis persembahkan untuk:

Istri (Regita Riyantina) yang selalu support dan mendoakanku untuk selalu bersabar, Ananda tercinta (Akhtar Reyhansyach dan Aisy Reyhansyach) yang selalu berbagi cerita dan menguatkanku

Ibu & Bapak yang selalu support dan mendoakanku untuk selalu bersabar (E.L. Murtiatun dan Saridi), Kakak Wiwi, dan Adik-adik (Edy, Rio & Rigi).

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbilalamin, puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayahNya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, memberikan kontribusi, memberikan inspirasi dan semangat yang tiada henti baik selama proses pembelajaran maupun dalam penyelesaian penelitian ini.

1. Menteri Kehutanan, Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan, Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan, Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan, dan Kepala Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi Wilayah VIII Surabaya dan berbagai pihak di jajaran Kementerian Kehutanan yang telah memberikan ijin tugas belajar.

2. Prof. Dr Ahmad Yunus, M.Sc., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

3. Prof. Dr. Ir. Slamet Minardi, MP selaku pembimbing utama yang telah banyak memberikan semangat, masukan dan arahan serta pengajaran dalam penyelesaiaan penelitian ini.

4. Dr. Sunarto, M.Si selaku pembimbing pendamping yang telah memberikan arahan dan bimbingan serta pengajaran dalam penyelesaiaan penelitianini. 5. Dr. Prabang Setiyono, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan

Pascasarjana Universitas Sebelas Maret dan penguji yang telah banyak memberikan arahan, kritik dan masukan dalam penyempurnaan tesis ini. 6. Prof. Ir. M.T Budiastuti, M.Si selaku penguji yang telah banyak memberikan

arahan, kritik dan masukan dalam penyempurnaan tesis ini.

(10)

x

8. Balai Pengelolaan DAS Solo Kementerian Kehutanan yang telah membantu penulis dalam penyediaan data.

9. Segenap Dosen Program Studi S2 Ilmu Lingkungan Universitas Sebelas Maret, yang telahmengajarkan ilmu pengetahuan kepada penulis.

10.Segenap Karyawan dan Staf Pengelola Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret yang telah membantu selama proses perkuliahan.

11.Rekan-rekan mahasiswa S2 Program Studi Ilmu Lingkungan Angkatan 2012 Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. yang selalu menemani disaat suka dan duka, memberikan bantuan, dorongan dan motivasi selama menempuh studi pascasarjana dan penyusunan tesis ini. Semoga persaudaraan yang ada akan tetap selalu terjalin.

12.Husain Nukman, Baroto Agus Aryhadi, Rusiman, dan segenap teman alumni IKA SKMA yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

13.Keluarga Bapak Sudjono, Bapak Suparmin dan Ibu Nasriah yang selalu memberikan doa dan dukungan kepada penulis.

14.Teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu dan seluruh pihak yang ikut membantu dalam penelitian ini.

Penulis menyadari dengan sesungguhnya bahwa tulisan ini sangat jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan, oleh karena itu koreksi dan saran pembaca sangat diharapkan. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi pembaca.

Surakarta, Desember 2014

Penulis

(11)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING TESIS ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI TESIS ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... ... v

ABSTRACT ... ... vi

MOTTO ... ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ... ix

DAFTAR ISI ... ... xi

DAFTAR TABEL ... ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Rumusan Masalah... 5

C.Tujuan Penelitian ... 6

D.Manfaat Penelitian ... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

A.Tinjauan Pustaka ... 7

1. Lingkungan Hidup ... 7

a. Pengertian Lingkungan Hidup ... 7

b. Konsep Lingkungan Hidup ... 7

c. Komponen dan Manfaat Lingkungan Hidup... 8

d. Jenis Lingkungan Hidup ... 9

e. Asas Lingkungan Hidup ... 9

2. Hutan ... 11

(12)

xii

Tanah dan Bentang Alam ... 12

c. Jenis-jenis Hutan Berdasarkan Pembentukan... 13

d. Jenis-jenis Hutan Berdasarkan Status ... 13

e. Jenis-jenis Hutan Berdasarkan Jenis Tanaman ... 13

f. Jenis-jenis Hutan Berdasarkan Fungsi ... 14

g. Hutan Rakyat ... 15

3. Zonasi Hutan... 17

a. Zona Inti... ... 18

b. Zona Rimba; Zona Perlindungan Bahari untuk Wilayah Perairan . 18 c. Zona Pemanfaatan ... 18

d. Zona Tradisional ... 19

e. Zona Rehabilitasi ... 19

f. Zona Religi, Budaya dan Sejarah ... 19

g. Zona Khusus ... 19

4. Taman Hutan Raya (TAHURA) KGPAA Mangkunagoro I ... 20

B.Penelitian yang Relevan ... 24

C.Kerangka Pemikiran Penelitian ... 25

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 28

1. Waktu Penelitian ... 28

2. Tempat Penelitian ... 28

B. Sumber Data dan Peralatan ... 28

1. Sumber Data….. ... 28

2. Peralatan dan Bahan ... 30

C. Tatalaksana Penelitian ... 30

1. Jenis Penelitian ... 30

2. Prosedur Penelitian... 30

3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 34

4. Variabel Penelitian…….. ... 38

(13)

xiii

1. Vegetasi ... 41

2. Satwa ... 41

3. Ketinggian Tempat ... 41

4. Kelerengan…….. ... 42

E. Penentuan Blok Pengelolaan ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 44

1. Letak, Luas, dan Batas ... 44

2. Geologi ... 44

3. Topografi ... 45

4. Iklim dan Hidrologi ... 45

5. Kondisi Tutupan Lahan ... 46

6. Potensi Hayati ... 47

7. Potensi Bukan Hayati ... 51

8. Aksesbilitas ... 53

9. Pengelolaan ... 53

10. Sejarah Kawasan ... 54

11. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat ... 55

B. Kriteria Sensitifitas ... 56

1. Penilaian Sensitifitas Ekologi ... 56

2. Penentuan Blok/Zonasi Berdasarkan Tingkat Sensitifitas ... 58

3. Pengelolaan Kawasan Tahura Mangkunagoro I ... 64

a. Blok Perlindungan ... 65

b. Blok Koleksi ... 69

c. Blok Pemanfaatan... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

A. Kesimpulan ... 76

B.Implikasi ... 77

C.Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... ... 78

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 28

Tabel 2. Jenis Data yang diambil ... 35

Tabel 3. Penilaian Sensitifitas Ekologi ... 39

Tabel 4. Klasifikasi Penilaian Sensitifitas. ... 40

Tabel 5. Sistem Skoring Sensitifitas. ... 40

Tabel 6. Komposisi Kelas Kelerengan Kawasan TAHURA Mangkunagoro I... 45

Tabel 7. Curah Hujan Rata-rata di Beberapa Kecamatan Sekitar Mangkunagoro I Periode 2003 – 2008.. ... 46

Tabel 8. Kondisi Tutupan Lahan TAHURA Mangkunagoro I ... 46

Tabel 9. Komposisi Tumbuhan Berdasarkan Famili. ... 48

Tabel 10. Indek Nilai Penting (INP) Vegetasi. ... 49

Tabel 11. Hasil Penilaian kelerengan Dalam Penentuan Blok/zonasi. ... 63

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Berpikir ... 27

Gambar 2 Peta Kawasan TAHURA Mangkunagoro I ... 29

Gambar 3 Metode Sensitifitas Ekologi ... 42

Gambar 4 Penentuan Blok/zonasi TAHURA Mangkunagoro I berdasarkan Tingkat Sensitifitas ... 43

Gambar 5 Peta Vegetasi TAHURA Mangkunagoro I ... 57

Gambar 6 Peta Satwa Liar TAHURA Mangkunagoro I ... 59

Gambar 7 Peta Ketinggian TAHURA Mangkunagoro I ... 60

Gambar 8. Peta Kelerengan TAHURA Mangkunagoro I ... 61

Gambar 9. Peta Sensitifitas TAHURA Mangkunagoro I ... 62

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Identifikasi Kawasan TAHURA Mangkunagoro I ... 80

Lampiran 2. Peta Pengambilan Sampel Vegetasi. ... 81

Lampiran 3. Peta Pengambilan Sampel Satwa (Aves) ... 82

Lampiran 4. Kondisi Sosial Ekonomi Desa Sekitar TAHURA Mangkunagoro I 83 Lampiran 5. Data Vegetasi Berdasarkan Tingkat Pertumbuhan Dalam Blok/zona.. ... 85

Lampiran 6. Data Vegetasi Tumbuhan Bawah………..………88

Lampiran 7. Data Penyebaran Satwa (Aves) ... 89

Lampiran 8. Data Penyebaran Satwa (Mamalia) ... 91

Lampiran 9. Data Tabulasi Sensitifitas Ekologi Dalam Penentuan Blok/zonasi TAHURA Mangkunagoro I ... 92

Lampiran 10. Foto Tempat Wisata Sekitar TAHURA Mangkunagoro I ... 96

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hutan merupakan salah satu kawasan yang mempunyai berbagai macam jenis tumbuhan dan hewan yang saling berinteraksi di dalamnya. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan (Undang-undang Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan). Definisi lain, menjelaskan bahwa hutan adalah areal yang cukup luas dengan tanah beserta segala isinya yang di dalamnya tumbuh berbagai jenis pohon bersama-sama organisme lain, nabati maupun hewani, yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup yang mempunyai kemampuan untuk memberikan manfaat-manfaat lain secara lestari (Bab I Pasal 1 Keputusan Menteri Kehutanan No.70/Kpts–II/2001).

UU RI No. 41 Tahun 1999 menyatakan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Dalam UU RI No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjelaskan hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai oleh Negara, memberikan manfaat serbaguna bagi umat manusia, karenanya wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara optimal, serta dijaga kelestariannya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, bagi generasi sekarang maupun mendatang.

(18)

erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan (Undang-undang RI No.41 Bab I pasal 1 tentang Kehutanan). Setiap wilayah hutan mempunyai kondisi yang berbeda- beda sesuai dengan keadaan fisik, topografi, flora dan fauna, serta keanekaragaman hayati dan ekosistemnya. Mendasarkan pada karakteristik khusus pada hutan tersebut manusia dapat memanfaatkan sumberdaya hutan yang terkandung di dalamnya, terutama pada kawasan hutan produksi. Pemanfaatan hutan ini bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat dengan tetap menjaga kelestarian hutan itu sendiri (Pasal 15 PP No.34/2002). Keberadaan kawasan hutan dalam suatu wilayah merupakan bagian dari ruang wilayah provinsi maupun kabupaten/kota yang bersangkutan sehingga kebijakan penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota akan memberikan implikasi luas terhadap keberadaaan kawasan hutan tersebut (Syahadat, 2012).

Taman Hutan Raya (TAHURA) KGPAA Mangkunagoro I Karanganyar adalah kawasan yang perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah kabupaten maupun pihak lain yang peduli sehingga tetap terjaga kelestariannya. Sebagaimana tertuang dalam PP RI No: 28 tahun 2011 Pasal 1 Ayat 10 yang mengungkapkan bahwa Taman Hutan Raya (TAHURA) Mangkunagoro I merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli atau bukan jenis asli, yang tidak invasif dan dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi.

Secara struktur organisasi, TAHURA Mangkunagoro I dikelola oleh Balai Penelitian Tumbuhan dan Pengelolaan Taman Hutan Raya (BPTP Tahura) yang merupakan Unit Pelaksana Teknis Daerah Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah. Dalam pengelolaan TAHURA perlu dilakukan upaya kegiatan perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan, satwa dan pemanfaatan secara lestari.

(19)

yang berpotensi dapat mengganggu dan mengancam kelestariannya. Kehidupan masyarakat/penduduk di sekitar hutan yang sangat bergantung pada hutan, dikhawatirkan kurang memiliki kontrol sehingga dapat berdampak buruk bagi lingkungan hutan.

Masyarakat sekitar hutan pada umumnya mempunyai tingkat pendidikan yang rendah dan tidak memiliki ketrampilan yang memadai, sehingga mereka bekerja hanya berdasarkan pengalaman kecil dan secara tradisional. Masyarakat sekitar hutan dengan alasan desakan kebutuhan hidup, memiliki kecenderungan merusak hutan seperti melakukan pencurian hasil hutan kayu, ”membibrik” tanah hutan untuk mendapatkan tanah garapan, menggembalakan ternak secara liar di sekitar hutan, membuat arang yang dapat menimbulkan kebakaran hutan, serta mengakibatkan kerusakan hutan yang berpengaruh terhadap ketidakmampuan hutan berfungsi baik.

Masyarakat sekitar hutan adalah masyarakat yang tinggal di sekitar hutan, baik yang memanfaatkan hasil hutan secara langsung maupun tidak langsung. Pertengahan tahun 2000, Departemen Kehutanan menyebutkan bahwa sekitar 30 juta penduduk secara langsung mengandalkan hidupnya pada sektor kehutanan meskipun tingkat ketergantungan tidak didefinisikan. Sebagian besar masyarakat hutan hidup dengan berbagai strategi ekonomi tradisional, yakni menggabungkan perladangan dengan berburu, dan mengumpulkan hasil hutan seperti kayu, rotan, madu dan hasil hutan lainnya (Hardjasoemantri, 1985).

Keberadaan masyarakat di sekitar hutan secara langsung menimbulkan keinginan dan motivasi untuk pemanfaatan hasil hutan. Timbulnya keinginan motivasi tersebut dipicu oleh kesadaran masyarakat disamping faktor sosial, ekonomi, budaya, adat istiadat, pendidikan, dan perilaku masyarakat (Kartasapoetra, 1987).

(20)

fauna, tanah gundul, tanah longsor, serta menjadi padang alang-alang.

Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan sesungguhnya dapat menjadi pilar bagi terciptanya pengelolaan hutan secara lestari. Perilaku mereka merupakan perilaku yang paling kruisal dalam berinteraksi dengan hutan akan mengarah pada terciptanya pengeksploitasian dan pemanfaatan hutan secara tidak bertanggung jawab yang berujung pada kerusakan hutan yang pada akhirnya juga akan berdampak buruk terhadap kehidupan mereka sendiri (Dephutbun, 1999). Masyarakat sekitar hutan sebenarnya memiliki potensi tinggi apabila diberdayakan, tetapi dalam hal ini masyarakat harus dilibatkan dalam pengelolaan hutan. Peningkatan pendapatan masyarakat sekitar hutan harus mempunyai prioritas utama dalam suatu pengelolaan hutan (Arief, 2001).

Permasalahan lain yang ada di TAHURA Mangkunagoro I Karanganyar adalah pada pembagian blok/zonasi yang belum jelas, sehingga pengelolaan belum optimal. Dalam Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2011 bahwa TAHURA KGPAA Mangkunagoro I Karanganyar harus memiliki blok/zonasi pembagian atau pemecahan suatu areal ke dalam beberapa bagian atau zona sesuai dengan fungsi dan tujuan pengelolaan misalnya, zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba, dan zona lain yang ditetapkan menteri.

Salah satu upaya yang dilakukan untuk menjaga kelestarian TAHURA adalah dengan melakukan kajian sensitifitas ekologi hutan. Dengan kajian sensitifitas kawasan hutan yang tepat dan jelas berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2011, maka pengelola dan masyarakat akan lebih bijak dalam memanfaatkan serta melestarikan fungsi kawasan TAHURA. Diharapkan dari hasil kajian sensitifitas TAHURA, kedepannya pengelolaan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I akan semakin optimal serta pembagian wilayah yang ada di TAHURA KGPAA Mangkunagoro terealisasikan oleh pihak-pihak terkait atau yang bertugas. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian dengan judul ”Kajian

Sensitifitas Kawasan Taman Hutan Raya (TAHURA) K.G.P.A.A.

Mangkunagoro I Karanganyar”.

(21)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan pada latar belakang diatas, kajian sensitifitas kawasan TAHURA ditujukan sebagai dasar dalam penataan kawasan berupa penetapan blok/zonasi TAHURA. Penataan kawasan berupa penentuan blok/zonasi dapat dilakukan dengan penentuan kriteria berdasarkan derajat tingkat kepekaan ekologis (sensitivity of ecology) dari yang paling peka sampai yang tidak peka. Penetapan

blok/zonasi sesuai fungsi kawasan memiliki peran penting dalam implementasi pengelolaan kawasan yang efektif. Ada beberapa permasalahan mendasar yang perlu dikaji dalam penataan kawasan dalam penetapan blok/zonasi, yaitu:

 Penataan kawasan TAHURA berupa penentuan blok/zonasi berdasarkan kriteria derajat kepekaan ekologis secara rinci belum tersedia dalam peraturan daerah, sehingga pengelola TAHURA mengalami kesulitan dalam pelaksanaan penentuan blok/zonasi kawasan.

 Pengelola TAHURA dalam penataan kawasan berupa penentuan blok/zonasi menggunakan batas administrasi dan batas alam terhadap fungsi kawasan hutan sebelumnya, serta belum mengakomodir aspek-aspek penting kawasan seperti biofisik (ecologi, biodiversitas, landsystem), potensi dan ancaman yang ada dan tidak memperhatikan ketersediaan sumberdaya manusia dan pendanaan organisasi pengelola.

 Penataan batas kawasan dalam penentuan blok/zonasi di TAHURA secara fisik tidak jelas di lapangan sehingga sulit dikenali oleh petugas lapangan, akibatnya pengelolaan dilevel tapak tidak berjalan efektif.

Berdasarkan permasalahan yang ada, di dapatkan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kriteria sensitifitas kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I Karanganyar?

2. Bagaimana penentuan blok/zonasi kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I berdasarkan tingkat sensitifitas?

(22)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi kriteria sensitifitas kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I Karanganyar.

2. Menentukan blok/zonasi kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I berdasarkan tingkat sensitifitas.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain:

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian Balai Penelitian dan Pengelolaan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I Karanganyar.

2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi atau bahan acuan penelitian selanjutnya mengenai Kajian Sensitifitas Kawasan TAHURA.

3. Dari informasi yang diperoleh dalam penelitian ini, dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan khususnya di bidang lingkungan Taman Hutan Raya dan potensi sumberdaya alam.

4. Dapat dijadikan refrensi bagi pemerintah dan masyarakat setempat mengenai penataan kawasan dalam penetapan blok/zonasi berdasarkan Kajian Sensitifitas Kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I Karanganyar.

(23)

7

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Lingkungan Hidup

a. Pengertian Lingkungan Hidup

Secara khusus, sering menggunakan istilah lingkungan hidup untuk menyebutkan segala sesuatu yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup segenap makhluk hidup di bumi. Berdasarkan Undang-undang Lingkungan Hidup (UULH) No. 32 tahun 2009, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda dan kesatuan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup.

Lingkungan hidup berdasarkan Undang-undang Lingkungan Hidup (UULH) No. 4 tahun 1982, menyatakan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

Salah seorang ahli ilmu lingkungan, yaitu Otto Soemarwoto mengemukakan bahwa dalam bahasa Inggris istilah lingkungan adalah environment. Lingkungan atau lingkungan hidup merupakan segala sesuatu

yang ada pada setiap makhluk hidup atau organisme dan berpengaruh pada kehidupannya.

b. Konsep Lingkungan Hidup

Konsep dasar lingkungan hidup antara lain:

1) Lingkungan hidup adalah keseluruhan ruang yang ada di bumi yang terdiri dari air, tanah, udara, makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya. 2) Norma yang mendasari lingkungan hidup adalah norma sosial dan norma

hukum.

(24)

3) Lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu lingkungan alami, lingkungan binaan, dan lingkungan sosial budaya.

4) Lingkungan hidup yang baik adalah lingkungan hidup yang masing-masing makhluk hidup dan komponen di dalamnya dapat berinteraksi dengan baik.

5) Lingkungan hidup yang berada di bumi, baik benda mati atau hidup, manusia dan alam mampu berhubungan secara timbal balik.

Permasalahan lingkungan mikro yang dominan menyebabkan kerawanan lingkungan adalah penyediaan air minum dan pembuangan sampah domestik, sedangkan pada lingkungan kerja adalah pemborosan energi dan pada lingkungan makro adalah kerusakan dan kemerosotan kualitas ekosistem (Nadira, 2012).

c. Komponen dan Manfaat Lingkungan Hidup

Menurut Nadira (2012), komponen lingkungan hidup yaitu: 1) Lingkungan Hidup Alami

Lingkungan hidup alami adalah lingkungan yang telah ada di alam tanpa campur tangan manusia. Contoh: hutan belantara.

2) Lingkungan Hidup Binaan

Lingkungan binaan adalah lingkungan yang sudah direkayasa oleh manusia. Contoh: sekolah, perumahan dan perkantoran.

3) Lingkungan Hidup Sosial Budaya

Lingkungan sosial budaya yaitu lingkungan yang dipengaruhi oleh sosial budaya masyarakat setempat.

Manfaat lingkungan hidup menurut Nadira (2012), antara lain: 1) Menyediakan sumberdaya alam bagi kebutuhan hidup manusia.

2) Menyediakan ruang bagi manusia dan makhluk hidup lain untuk melakukan aktifitas keseharian, untuk bertahan hidup dan berkembang biak.

3) Memberikan kesempatan bagi manusia terutama untuk bereksplorasi, membuat berbagai macam penemuan baru dengan ilmu dan pengetahuan yang diperoleh manusia melalui pengamatan dan penelitian.

(25)

4) Membantu manusia mengenal siapa dirinya dan apa peran serta dalam suatu ekosistem.

d. Jenis Lingkungan Hidup

Unsur-unsur lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1) Unsur Hayati (Biotik)

Unsur hayati (biotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari makhluk hidup, seperti manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan jasad renik. Contoh: lingkungan hayati di kebun sekolah, didominasi oleh tumbuhan dan di dalam kelas, lingkungan hayati yang dominan adalah teman-teman atau sesama manusia.

2) Unsur Sosial Budaya

Unsur sosial budaya, yaitu lingkungan sosial dan budaya yang dibuat manusia yang merupakan sistem nilai, gagasan, dan keyakinan dalam perilaku sebagai makhluk sosial. Kehidupan masyarakat dapat mencapai keteraturan berkat adanya sistem nilai dan norma yang diakui dan ditaati oleh segenap anggota masyarakat.

3) Unsur Fisik (Abiotik)

Unsur fisik (abiotik), yaitu unsur lingkunganhidup yang terdiri dari benda-benda tidak hidup, seperti tanah, air, udara, iklim, dan lain-lain. Keberadaan lingkungan fisik sangat besar peranannya bagi kelangsungan hidup segenap kehidupan di bumi.

e. Asas lingkungan

Asas-asas lingkungan diantaranya adalah hukum termodinamika pertama atau yang disebut hukum konservasi energi. Energi dapat berubah dari suatu bentuk ke bentuk lain, tetapi tidak dapat dihancurkan atau diciptakan. Energi yang memasuki organisme hidup, populasi atau ekosistem dapat dianggap sebagai energi yang tersimpan atau terlepaskan. Sistem kehidupan dapat dianggap sebagai pengubah energi. Ada berbagai strategi untuk mentransformasikan energi (Setyono, 2008).

(26)

dalam bentuk yang kurang bermanfaat. Misalnya energi yang masuk kedalam tubuh organisme berbentuk bahan makanan yang padat dan bermanfaat, sedangkan energi yang keluar dari tubuh hewan berbentuk panas (Setyono, 2008).

Asas ketiga menyangkut sumber alam. Materi, energi, ruang, waktu dan keanekaragaman semuanya termasuk kategori sumber alam. Pengubahan energi oleh sistem biologi diharapkan berlangsung pada kecepatan yang sebanding dengan materi dan energi yang ada di alam lingkungannya (Setyono, 2008).

Asas keempat dinamakan asas penjenuhan, yaitu kemampuan lingkungan habitat untuk menyokong suatu materi ada batasnya. Kemampuan untuk menyokong pencemar ada batasnya.

Asas kelima menyangkut pengaturan populasi dengan faktor ketergantungan pada kepadatan. Pada asas ini terangkut situasi sumber alam yang tidak menimbulkan rangsangan penggunaan lebih lanjut.

Asas keenam menyangkut persaingan. Individu dan spesies yang mempunyai lebih banyak keturunan daripada saingannya cenderung berhasil mengalahkan saingannya.

Asas ketujuh menyangkut keteraturan yang pasti dalam suatu lingkungan dalam periode relatif lama. Ada fluktuasi penurunan dan kenaikan kondisi lingkungan disemua habitat, tingkat kesukaran diramalkan berbeda-beda (Setyono, 2008).

Asas kedelapan menyangkut habitat dan keanekaragaman takson. Kelompok taksonomi tertentu suatu jasad hidup ditandai keadaan lingkungan yang khas, disebut nicia.

Asas kesembilan berbunyi keanekaragaman sebanding dengan biomassa atau produktivitas. Konsep kestabilan selalu diikuti dengan keanekaragaman yang tinggi sehingga rantai makanan terbentuk stabil dengan komponen biotik yang lengkap. Hal ini mempengaruhi peningkatan produktivitas.

(27)

representasi aliran energi yang dinamis menurut kesetimbangan yang tertoleransi sehingga fluktuasi kuantitas biomassa dan produktivitas meningkat.

Asas kesebelas berbunyi sistem yang sudah mantab (dewasa) mengeksploitasi sistem yang belum mantab. Tingkat makanan, populasi atau ekosistem yang sudah dewasa memindahkan, energi, biomassa dan keanekaragaman tingkat energi kearah yang belum dewasa (Setyono, 2008).

Asas keduabelas lahir dari asas keenam dan ketujuh. Kalau seleksi berlaku, tetapi keanekaragaman meningkat dilingkungan mantap, akan ada perbaikan sifat adaptasi terhadap lingkungan.

Asas ketigabelas adalah perkembangan asas ketujuh, Sembilan dan duabelas.

Asas keempatbelas berbunyi derajat pola keteraturan fluktuasi populasi bergantung kepada pengaruh sejarah populasi sebelumnya.

2. Hutan

Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undang-undang tersebut, Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.

Berdasarkan definisi hutan yang disebutkan, terdapat unsur-unsur yang meliputi :

a. Suatu kesatuan ekosistem b. Berupa hamparan lahan

c. Berisi sumberdaya alam hayati beserta alam lingkungan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain

d. Mampu memberikan manfaat secara lestari (Rahmawaty, 2004).

(28)

memiliki kawasan yang mencakup wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

a. Jenis-Jenis Hutan di Indonesia

Jenis-jenis hutan di Indonesia berdasarkan iklim adalah:

1) Hutan Hujan Tropika, adalah hutan yang terdapat didaerah tropis dengan curah hujan sangat tinggi. Hutan jenis ini sangat kaya akan flora dan fauna. Di kawasan ini keanekaragaman tumbuh-tumbuhan sangat tinggi. Luas hutan hujan tropika di Indonesia lebih kurang 66 juta hektar Hutan hujan tropika berfungsi sebagai paru-paru dunia. Hutan hujan tropika terdapat di Pulau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.

2) Hutan Monsun, disebut juga hutan musim. Hutan monsun tumbuh didaerah yang mempunyai curah hujan cukup tinggi, tetapi mempunyai musim kemarau yang panjang. Pada musim kemarau, tumbuhan di hutan monsun biasanya menggugurkan daunnya. Hutan monsun biasanya mempunyai tumbuhan sejenis, misalnya hutan jati, hutan bambu, dan hutan kapuk. Hutan monsun banyak terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

b. Jenis-Jenis Hutan di Indonesia Berdasarkan Variasi Iklim, Jenis Tanah, dan Bentang Alam.

Jenis-jenis hutan di Indonesia berdasarkan variasi iklim, jenis tanah, dan bentang alam adalah sebagai berikut:

1) Kelompok Hutan Tropika :

a) Hutan Hujan Pegunungan Tinggi b) Hutan Hujan Pegunungan Rendah c) Hutan Tropika Dataran Rendah d) Hutan Subalpin

e) Hutan Pantai f) Hutan Mangrove g) Hutan Rawa h) Hutan Kerangas i) Hutan Batu Kapur

(29)

j) Hutan pada batu Ultra Basik 2) Kelompok Hutan Monsun

a) Hutan Monsun Gugur Daun

b) Hutan Monsun yang Selalu Hijau (Evergreen) c) Sabana

c. Jenis-Jenis Hutan di Indonesia Berdasarkan Pembentukan

Jenis-jenis hutan di Indonesia berdasarkan pembentukan adalah sebagai berikut:

1) Hutan alam, yaitu suatu lapangan yang bertumbuhan pohon-pohon alami yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya. Hutan alam juga disebut hutan primer, yaitu hutan yang terbentuk tanpa campur tangan manusia.

2) Hutan buatan disebut hutan tanaman, yaitu hutan yang terbentuk karena campur tangan manusia.

d. Jenis-Jenis Hutan di Indonesia Berdasarkan Status

Jenis-jenis hutan di Indonesia berdasarkan status adalah sebagai berikut:

1) Hutan negara, yaitu hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah. Beberapa hutan negara yang dikelola oleh badan usaha atau pemerintah yaitu; Perum Perhutani, Ijin Usaha Pemanfataan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK).

2) Hutan hak, yaitu hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. Hak atas tanah, misalnya hak milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU), dan hak guna bangunan (HGB). Hutan hak merupakan hutan yang status kepemilikan tanahnya milik rakyat, atau disebut hutan rakyat. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas minimal 0.25 ha.

3) Hutan adat, yaitu hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.

(30)

e. Jenis-Jenis Hutan di Indonesia Berdasarkan Jenis Tanaman

Jenis-jenis hutan di Indonesia berdasarkan jenis tanaman adalah sebagai berikut:

1) Hutan Homogen (Sejenis), yaitu hutan yang arealnya lebih dari 75 % ditutupi oleh satu jenis tumbuh-tumbuhan. Misalnya: hutan jati, hutan bambu, dan hutan pinus.

2) Hutan Heterogen (Campuran), yaitu hutan yang terdiri atas bermacam-macam jenis tumbuhan.

f. Jenis-Jenis Hutan di Indonesia Berdasarkan Fungsi

Jenis-jenis hutan di Indonesia berdasarkan fungsi adalah sebagai berikut:

1) Hutan Lindung

Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan.

2) Hutan Konservasi.

Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Hutan konservasi terdiri atas:

a) Hutan Suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan, satwa dan ekosistemnya serta berfungsi sebagai wilayah penyangga kehidupan. Kawasan hutan suaka alam terdiri atas cagar alam, suaka margasatwa dan Taman Buru.

b) Kawasan Hutan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik didarat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberalam hayati dan ekosistemnya. Kawasan pelestarian alam terdiri atas taman nasional, taman hutan raya (TAHURA) dan taman wisata alam.

(31)

3) Hutan Produksi

Hutan produksi adalah kawasan hutan yang diperuntukkan guna produksi hasil hutan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya serta pembangunan, industri, dan ekspor pada khususnya. Hutan produksi dibagi menjadi tiga, yaitu hutan produksi terbatas (HPT), hutan produksi tetap (HP), dan hutan produksi yang dapat dikonversikan (HPK). (Kainde, 2011) g. Hutan Rakyat

Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas minimal 0.25 ha. Penutupan tajuk didominasi oleh tanaman perkayuan, dan atau tanaman tahun pertama minimal 500 batang (Dephutbun, 1999). Penanaman pepohonan di tanah milik masyarakat oleh pemiliknya, merupakan salah satu butir kearifan masyarakat dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Dengan semakin terbatasnya kepemilikan tanah, peran hutan rakyat bagi kesejahteraan masyarakat semakin penting. Pengetahuan tentang kondisi tanah dan faktor-faktor lingkungannya untuk dipadukan dengan pengetahuan jenis-jenis pohon yang akan ditanam untuk mendapatkan hasil yang diharapkan oleh pemilik lahan, merupakan faktor yang menentukan keberhasilan pembangunan hutan rakyat. (Rahmawaty, 2004)

Pengelolaan di areal hutan rakyat dapat dilakukan penanaman dengan mengkombinasikan tanaman perkayuan dengan tanaman pangan/palawija yang biasa dikenal dengan istilah agroforestry. Pola pemanfaatan lahan seperti ini banyak manfaatnya, antara lain:

1) Pendapatan per satuan lahan bertambah 2) Erosi dapat ditekan

3) Hama dan penyakit lebih dapat dikendalikan 4) Biaya perawatan tanaman dapat dihemat 5) Waktu petani di lahan lebih lama.

Beberapa tanaman perkayuan yang dikembangkan di hutan rakyat, adalah: sengon (Paraserianthes falcataria), kayu putih (Melaleuca leucadendron), aren (Arenga pinata), sungkai (Peronema canescens), akasia

(32)

(Aleurites moluccana), kapuk randu (Ceiba petandra), jabon (Anthocepallus cadamba), mahoni (Swietenia macrophylla), bambu (Bambusa), mimba

(Azadirachta indica), cemara pantai (Casuarina equisetifolia), dan kaliandra (Calliandra calothyrsus).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan perkebunan No. 677/Kpts-II/1998, hutan kemasyarakatan adalah hutan negara yang dicadangkan atau ditetapkan oleh menteri untuk dikelola oleh masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan dengan tujuan pemanfaatan hutan secara lestari sesuai dengan fungsinya dan menitikberatkan kepentingan mensejahterakan masyarakat. Pengusahaan hutan kemasyarakatan bertumpu pada pengetahuan, kemampuan dan kebutuhan masyarakat itu sendiri (Community Based Forest Management), proses berjalan melalui

perencanaan bawah-atas, dengan bantuan fasilitasi dari pemerintah secara efektif, terus menerus dan berkelanjutan. (Dephutbun, 1999).

Pengusahaan hutan kemasyarakatan dikembangkan berdasarkan keberpihakan kepada rakyat khususnya rakyat yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan, dengan prinsip-prinsip:

1) Masyarakat sebagai pelaku utama

2) Masyarakat sebagai pengambil keputusan

3) Kelembagaan pengusahaan ditentukan oleh masyarakat. 4) Kepastian hak dan kewajiban semua pihak

5) Pemerintah sebagai fasilitator dan pemandu program

6) Pendekatan didasarkan pada keanekaragaman hayati dan keanekaragaman budaya.

Berdasarkan jenis komoditas, pengusahaan hutan kemasyarakatan memiliki pola yang berbeda untuk setiap status kawasan hutan, disesuaikan dengan fungsi utama, yaitu:

1) Kawasan hutan produksi dilaksanakan dengan tujuan utama untuk memproduksi hasil hutan berupa kayu dan non kayu serta jasa lingkungan, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk diusahakan.

(33)

pemanfaatan hasil hutan berupa hasil hutan non kayu dan jasa rekreasi, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk diusahakan. Tidak diperkenankan pemungutan hasil hutan kayu.

3) Kawasan pelestarian alam dilaksanakan dengan tujuan utama untuk perlindungan sumberdaya alam hayati dan ekosistem, yang pada hakekatnya perlindungan terhadap plasma nutfah. Oleh karena itu pada kawasan ini kegiatan hutan kemasyarakatan terbatas pada pengelolaan jasa lingkungan khususnya jasa wisata.

3. Zonasi Hutan

Kawasan Suaka Alam (KSA) adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan, satwa dan ekosistem yang berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Kawasan Pelestarian Alam (KPA) adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik daratan maupun perairan yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistem. (Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2011).

Zonasi taman nasional adalah suatu proses pengaturan ruang dalam taman nasional menjadi zona-zona, yang mencakup kegiatan tahap persiapan, pengumpulan dan analisi data, penyusunan draft rancangan rancangan zonasi, konsultasi publik, perancangan, tata batas, dan penetapan, dengan mempertimbangkan kajian-kajian dari aspek-aspek ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. (Peraturan Menteri Kehutanan No. P.56/Menhut-II/2006).

Zonasi dalam taman nasional terdiri dari zona inti, zona rimba; zona perlindungan bahari untuk wilayah perairan, zona pemanfaatan dan ada beberapa zona lain, yaitu: zona tradisional, zona rehabilitasi, zona religi, budaya dan sejarah serta zona khusus. Penataan zona taman nasional didasarkan pada potensi dan fungsi kawasan dengan memperhatikan aspek ekologi, sosial, ekonomi dan budaya. (Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:

(34)

a. Zona inti

Zona inti merupakan bagian taman nasional yang mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya yang merupakan ciri khas ekosistem dalam kawasan taman nasional yang kondisi fisiknya masih asli dan belum diganggu oleh manusia. Kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia; mempunyai luasan yang cukup dan bentuk tertentu yang cukup untuk menjamin kelangsungan hidup jenis-jenis tertentu untuk menunjang pengelolaan yang efektif dan menjamin berlangsungnya proses ekologis secara alami. Ciri khas potensinya dan dapat merupakan contoh yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi; komunitas tumbuhan dan atau satwa liar beserta ekosistemnya yang langka yang keberadaannya terancam punah. Zona inti merupakan habitat satwa dan atau tumbuhan tertentu yang prioritas dan khas/endemik serta tempat aktivitas satwa migran.

b. Zona rimba; zona perlindungan bahari untuk wilayah perairan

Zona rimba adalah kawasan yang merupakan habitat atau daerah jelajah untuk melindungi dan mendukung upaya perkembangbiakan dari jenis satwa liar. Memiliki ekosistem dan atau keanekaragaman jenis yang mampu menyangga pelestarian zona inti dan zona pemanfaatan. Zona rimba merupakan tempat kehidupan bagi jenis satwa migran.

Zona perlindungan bahari untuk wilayah perairan yaitu bagian dari kawasan untuk wilayah perairan laut yang yang ditetapkan sebagai tempat perlindungan jenis tumbuhan, satwa dan ekosistem, serta system penyangga kehidupan yang karena letak, kondisi, dan potensinya mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti.

c. Zona pemanfaatan

Zona pemanfaatan mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau berupa formasi ekosistem tertentu serta formasi geologinya yang indah dan unik. Luasan yang cukup untuk menjamin kelestarian potensial dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam. Kondisi lingkungan yang mendukung pemanfaatan jasa lingkungan, pengembangan

(35)

pariwisata alam, penelitian dan pendidikan. Merupakan wilayah yang memungkinkan dibangunnya sarana prasarana bagi kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan, pariwisata alam, rekreasi, penelitian dan pendidikan. Zona pemanfaatan tidak berbatasan langsung dengan zona inti.

d. Zona tradisional

Zona tradisional terdapat potensi dan kondisi sumberdaya alam hayati non kayu tertentu yang telah dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat setempat guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Wilayah perairan terdapat potensi dan kondisi sumberdaya alam hayati tertentu yang telah dimanfaatkan melalui kegiatan pengembangbiakan, perbanyakan dan pembesaran oleh masyarakat setempat guna memenuhi kebutuhan hidupnya

e. Zona rehabilitasi

Pada zona rehabilitasi terdapat perubahan fisik, sifat fisik dan hayati yang secara ekologi berpengaruh kepada kelestarian ekosistem yang pemulihannya diperlukan campur tangan manusia. Adanya invasif spesies yang mengganggu jenis atau spesies asli dalam kawasan. Pemulihan kawasan sekurang-kurangnya memerlukan waktu 5 (lima) tahun.

f. Zona religi, budaya dan sejarah

Pada zona ini terdapat lokasi untuk kegiatan religi yang masih dipelihara dan dipergunakan oleh masyarakat, serta terdapat situs budaya dan sejarah baik yang dilindungi undang mapun tidak dilindungi undang-undang.

g. Zona khusus

Pada zona khusus telah terdapat sekelompok masyarakat dan sarana penunjang kehidupannya yang tinggal sebelum wilayah tersebut ditunjuk/ditetapkan sebagai taman nasional. Terdapat sarana prasarana antara lain telekomunikasi, fasilitas transportasi dan listrik, sebelum wilayah tersebut ditunjuk/ditetapkan sebagai taman nasional. Lokasi zona khusus tidak berbatasan dengan zona inti.

(36)

fauna khas beserta habitatnya yang peka terhadap gangguan dan perubahan, sumber plasma nutfah dari jenis tumbuhan dan satwa liar, untuk kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya. Zona rimba untuk kegiatan pengawetan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan alam bagi kepentingan penelitian, pendidikan konservasi, wisata terbatas, habitat satwa migran dan menunjang budidaya serta mendukung zona inti. Zona pemanfaatan untuk pengembangan pariwisata alam dan rekreasi, jasa lingkungan, pendidikan, penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan, kegiatan penunjang budidaya. Zona tradisional untuk pemanfaatan potensi tertentu Taman Nasional oleh masyarakat setempat secara lestari melalui pengaturan pemanfaatan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Zona rehabilitasi untuk mengembalikan ekosistem kawasan yang rusak menjadi mendekati kondisi ekosistem alamiahnya. Zona religi, budaya dan sejarah untuk memperlihatkan dan melindungi nilai-nilai hasil karya, budaya, sejarah, arkeologi maupun keagamaan, sebagai wahana penelitian; pendidikan dan wisata alam sejarah, arkeologi dan religius. Zona khusus untuk kepentingan aktivitas kelompok masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut sebelum ditetapkan sebagai Taman Nasional dan sarana penunjang kehidupannya, serta kepentingan yang tidak dapat dihindari berupa sarana telekomunikasi, fasilitas transportasi dan listrik. (Peraturan Menteri Kehutanan No. P.56/Menhut-II/2006) 4. Taman Hutan Raya (TAHURA) KGPAA Mangkunagoro I

Dalam Undang-undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999, pasal 6, disebutkan bahwa hutan ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan fungsi pokok, yaitu : (1) hutan konservasi, (2) hutan lindung, dan (3) hutan produksi. Hutan konservasi terdiri dari kawasan hutan suaka alam, kawasan hutan pelestarian alam, dan taman buru. Sementara itu kawasan pelestarian alam terdiri dari: (a) Taman Nasional, (b) Taman Hutan Raya, dan (c) Taman Wisata Alam (UU No.5 Tahun 1990).

(37)

budaya, pariwisata dan rekreasi.

Taman Hutan Raya (TAHURA) adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami dan atau buatan, jenis asli atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya pariwisata dan rekreasi (UU No. 5 Tahun 1990, Pasal 1 (15). TAHURA mempunyai fungsi sebagai sumber genetik dan plasma nutfah, peredam erosi, pusat informasi dan penelitian, tempat pendidikan, latihan dan penyuluhan konservasi, sarana rekreasi dan pariwisata dan estetika. Sedangan secara sederhana TAHURA merupakan kawasan konservasi yang mempunyai potensi sumberdaya alam yang mempunyai nilai kebanggaan di tingkat propinsi pada khususnya dan kebanggan nasional pada umumnya.

Suatu kawasan ditunjuk sebagai kawasan tahura apabila memenuhi kriteria sebagai berikut (PP No.28/2011, pasal 9):

a. Memiliki keindahan alam dan/atau gejala alam;

b. Mempunyai luas wilayah yang memungkinkan untuk pengembangan koleksi tumbuhan dan/atau satwa; dan

c. Merupakan wilayah dengan cirri khas baik asli maupun buatan, pada wilayah yang ekosistemnya masih utuh ataupun wilayah yang ekosistemnya sudah berubah.

TAHURA KGPAA Mangkunagoro I merupakan kawasan pelestarian alam untuk menunjang, pendidikan, pariwisata dan rekreasi. Merupakan satu-satunya Taman Hutan Raya di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Di dalam tahura ini terdapat berbagai jenis flora terdiri dari berbagai jenis vegetasi endemik, dan fauna yang sebagian merupakan fauna langka yang tidak kurang dari 34 jenis binatang. Selain sebagai tempat rekreasi juga untuk kegiatan penelitian dan perkemahan. Terletak di Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar tepat berada dibelakang Candi Sukuh.

(38)

patroli menggunakan motor dan kuda, pemeliharaan koleksi satwa, persemaian dan rehabilitasi hasil hutan.

Sebagai Taman Rekreasi dan lokasi Penelitian TAHURA KGPAA Mangkunagoro I juga dapat dijadikan gudang ilmu pengetahuan. Keanekaragaman flora dan fauna dapat dikembangkan sebagai media pendidikan dan penelitian. Di kawasan ini terdapat Taman Bougenvile, dengan berbagai macam spesies bunga bougenvile, warna-warni dan menyejukkan mata.

Asas, maksud, tujuan dan fungsi TAHURA KGPAA Mangkunagoro I, Jawa Tengah berdasarkan Perda No.3/2011 adalah Pengelolaan Tahura berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan dan keterpaduan. Pengaturan pengelolaan TAHURA dimaksudkan untuk pelaksanaan pengelolaan TAHURA yang optimal berdasarkan fungsinya. Pengelolaan TAHURA bertujuan:

a. Menjamin kelestarian TAHURA

b. Membina dan mengembangkan koleksi tumbuhan dan satwa serta potensi TAHURA

c. Mengoptimalkan manfaat TAHURA untuk penelitian, pendidikan, ilmu pengetahuan, menunjang budidaya dan budaya, pariwisata alam dan rekreasi bagi kesejahteraan masyarakat

d. Meningkatkan fungsi tata air

e. Memberikan perlindungan TAHURA.

Tahura berfungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

Berdasarkan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Taman Hutan Raya (TAHURA) KGPAA Mangkunagoro I Provinsi Jawa Tengah periode 2013 – 2022, dijelaskan bahwa sejarah TAHURA KGPAA Mangkunagoro I sebagai berikut:

(39)

Tambak Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan Lawu Utara, Kesatuan Pemangkuan Hutan Surakarta, Kabupaten Dati II Karanganyar, Propinsi Jawa Tengah, menjadi Kawasan Pelestarian Alam dengan Fungsi sebagai Taman

Hutan Raya dengan nama Taman Hutan raya ”Ngargoyoso/Mangkunagoro I”.

b. Ditindaklanjuti dengan pembentukan Tim Pembangunan dan Pengembangan Taman Hutan Raya (TAHURA) di Provinsi Jawa Tengah melalui Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 522.05/74/1999 tanggal 21 Desember 1999.

c. Pada tahun 2002 Menteri Kehutanan meningkatkan status kawasan dari penunjukan menjadi penetapan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 233/Kpts-II/2003 tentang Penetapan Kawasan Hutan seluas 231,1 ha sebagai Kawasan Hutan Tetap dengan Fungsi Taman Hutan Raya Ngargoyoso/Mangkunagoro I.

d. Sejak tahun 2002 sampai sekarang TAHURA KGPAA Mangkunagoro I dikelola oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.

e. Tahun 2008 dibentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah dengan nama Balai Penelitian Tumbuhan dan Pengelolaan Taman Hutan Raya (BPTP TAHURA) yang memiliki tugas pokok dan fungsi sebagai pelaksana teknis pengelolaan Kebun Raya Baturraden dan Taman Hutan Raya Mangkunagoro I.

(40)

dan tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktifitas manusia.

Penataan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Perda No.3/2011 Pasal 7 huruf a berupa kegiatan penataan kawasan TAHURA ke dalam blok/zona, meliputi:

a. Blok/zona Perlindungan

Blok/zona Perlindungan adalah bagian kawasan Taman Hutan Raya yang mutlak dilindungi dan tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktifitas manusia.

b. Blok/zona Pemanfaatan

Blok/zona Pemanfaatan adalah bagian dari kawasan Taman Hutan Raya yang dijadikan pusat rekreasi dan kunjungan wisata.

c. Blok/zona Koleksi

Blok/zona Koleksi adalah bagian dari kawasan Taman Hutan Raya yang dijadikan untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan/atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi.

d. Blok/zona Lainnya

Blok/zona Lainnya adalah blok/zona di luar: perlindungan, pemanfaatan, dan koleksi karena fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai blok/zona tertentu seperti blok/zona: rimba, pemanfaatan tradisional, rehabilitasi, dan disesuai dengan fungsi kebutuhan pengelola.

B. Penelitian yang Relevan

(41)

kawasan, peningkatan mutu fungsi kawasan, pelestarian sumberdaya alam dan ekosistem, penyuluhan kehutanan, pembagian zonasi dan pembangunan pariwisata. Kegiatan yang dilaksanakan tersebut bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas TAHURA Sultan Adam.

2. Penelitian yang berjudul Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) Dalam Penentuan Sensitifitas Kawasan di Taman Nasional Alas Purwo oleh Ardiansah Paramita (2002) menunjukkan hasil pangkalan data kawasan Taman Nasional Alas Purwo berupa pangkalan data kelas status flora fauna, keanekaragaman hayati, kelerengan, jenis tanah, sungai, dan curah hujan. Penampilan dari semua data dihasilkan tiga tingkatan sensitifitas kawasan, yaitu wilayah dengan sensitifitas tinggi, sedang, dan rendah dengan masing-masing luasa 8.220 Ha (18.55%), 18.729 Ha (42.27%), dan 17. 160 Ha (39. 18%).

C. Kerangka Pemikiran

Taman Hutan Raya (TAHURA) adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi.

Keberadaan masyarakat sekitar TAHURA sebagian besar bergantung pada hutan untuk melangsungkan hidup mereka. Masyarakat yang semakin bertambah banyak akan semakin besar pula kemungkinan memanfaaatkan hutan untuk kebutuhan hidup mereka. Penebangan hutan, penggunaan lahan untuk pembangunan rumah, atau pemanfaatan hasil hutan secara berlebihan. Pemanfaatan hasil hutan yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan kerusakan pada lingkungan hutan.

Pemetaan dalam pembagian blok/zona merupakan salah satu upaya untuk membantu menanggulangi persoalan tersebut. Dengan pembagian blok/zona secara jelas, maka diharapkan gangguan yang ada akan lebih bisa terkontrol. Kawasan TAHURA terdapat pembagian blok/zona dengan tingkat sensitifitas yang berbeda. Perbedaan tingkat sensitifitas tersebut ditentukan oleh berbagai faktor seperti vegetasi, satwa liar, ketinggian dan kelerengan. Dalam penilaian sensitifitas semua faktor penentu tersebut memiliki parameter yang akan berpengaruh pada hasil

(42)

penilaian skoring. Berdasarkan penghitungan skor maka akan diketahui tingkatan sensitifitas pada masing-masing blok/zona. Penentuan atau pengukuran tingkat sensitifitas diperlukan karena dengan mengetahui tingkat sensitifitas dari setiap blok/zona yang ada, maka diharapkan kelestarian lingkungan hutan akan tetap terjaga.

Sebagaimana aturan yang ada, blok/zona perlindungan seharusnya memiliki tingkat sensitifitas sangat sensitif, blok/zona koleksi memiliki tingkat sensitifitas sensitif, sedangkan pada blok/zona pemanfaatan memiliki tingkat sensitifitas tidak

sensitif. Blok/zona perlindungan sudah seharusnya memiliki tingkat sensitifitas

sangat sensitif karena blok perindungan merupakan bagian yang mutlak untuk

dilindungi dan perlu adanya larangan dari aktifitas apapun dari manusia sehingga mengakibatkan perubahan atau kerusakan. Blok/zona koleksi memiliki tingkat sensitifitas sensitif karena blok/zona tersebut merupakan kawasan yang dapat dijadikan untuk tujuan koleksi tumbuhan, satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan/atau bukan asli, yang dapat dimanfaatkan untuk penelitian, ilmu pengetahuan, dan sebagainya. Blok/zona pemanfaatan memiliki tingkat sensitifitas tidak sensitif karena wilayah tersebut merupakan bagian dari kawasan TAHURA yang dapat dijadikan pusat rekreasi dan kunjungan wisata.

(43)

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

TAMAN HUTAN RAYA KGPAA MANGKUNAGORO I, KARANGANYAR

Identifikasi Kriteria Sensitifitas Ekologi

Peta Satwa

BLOK/ZONASI KAWASAN TAHURA MANGKUNAGORO I

(44)

28

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Waktu penelitian pada bulan Januari 2014 sampai dengan Desember 2014 dengan rincian sebagai berikut.

Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian

No. Alokasi Waktu Kegiatan Keterangan

1. 21 Februari 2014 Seminar Proposal 2. 24 Februari 2014 s/d.

14 Maret 2014

Pengumpulan data lapangan dan sekunder.

3. 17 Maret – Juli 2014 Analisis data dan pembuatan draft tesis.

4. 18 Agustus 2014 Seminar hasil 5. 11 Desember 2014 Ujian tesis

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Taman Hutan Raya (TAHURA) KGPAA Mangkunagoro I Ngargoyoso Karanganyar Jawa Tengah Juli sampai dengan Oktober 2014. Daerah penelitian secara administratif terletak di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah. (Gambar.2).

B. Sumber Data dan Peralatan

1. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder:

a. Data primer, meliputi: catatan lapangan (field report) sebagai hasil pengamatan langsung dan wawancara kepada informan yang berkepentingan.

(45)

29

(46)

b. Data sekunder, meliputi:

Peta penggunaan lahan, peta topografi/peta kelerengan, peta indeks vegetasi, peta ketinggian, peta satwa liar, dan peta wilayah TAHURA KGPAA Mangkunagoro I.

2. Peralatan dan Bahan

Alat survei yang digunakan meliputi: alat tulis menulis, GPS Receiver, plastik, kamera, tally sheet, meteran 5m, tabung okuler, rol meter 20m, tali rafia, plastik terpal, haga meter, kantong spesimen, sunto meter, ember plastik, dan kompas. Alat pengolah data, yaitu: komputer dan printer, Software ArcGIS 10.0, Microsoft exel. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah literatur dan citra quick TAHURA Ngargoyoso Karanganyar (1:500.000), peta identifikasi kawasan Taman Hutan Raya Ngargoyoso Karanganyar (skala 1:500.000), peta kontur dan peta penutupan lahan dengan skala 1:15.000 (peta Rupa Bumi Indonesia).

C. Tatalaksana Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan peneliti adalah penelitian deskriptif kualitatif karena data yang dikumpulkan dinyatakan dalam bentuk nilai relatif, pada umumnya dilakukan pada penelitian sosial dan hasilnya bersifat obyektif, berlaku sesaat dan setempat. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk memaparkan, melaporkan dan menuliskan suatu peristiwa sehingga dapat dianalisis serta penyajian data dapat disajikan secara sistematik (Sukandarrumidi, 2006).

2. Prosedur Penelitian a. Metode Pemetaan

(47)

Secara skematis pelaksanaan kegiatan studi disajikan pada gambar 1. Teknik pelaksaanaan kegitan dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Identifikasi Awal

a) Delineasi batas-batas kawasan TAHURA, pengumpulan dokumen yang berkaitan dengan TAHURA.

b) Pengumpulan data yang terkait dengan rencana pengelolaan baik di dalam kawasan maupun di luar kawasan.

c) Pengumpulan data sekunder lainnya seperti data sosial, ekonomi dan budaya

b. Penentuan Satuan Pemetaan

Penentuan satuan pemetaan tahap awal sebelum analisa SIG dirancang dan dilaksanakan adalah penentuan unit mapping (satuan pemetaan) sebagai dasar analisa SIG. Analisis hasil inventarisasi vegetasi dan satwa merupakan hasil survei sebagai parameter penentu skor, selanjutnya hasil skor dimasukan dalam data kriteria pemetaan. Parameter penentu ketinggian dan kelerengan berdasarkan karakteristik yaitu dari penampakan peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) dan di Parameter penentu didelinasi dan diklasifikasikan dalam satuan luas masing-masing dalam bentuk peta. Peta masing-masing parameter penentuan kemudian di tumpang susun (overlay) dalam bentuk peta sensitifitas kawasan TAHURA. Unit pemetaan didasarkan pada landasan teoritis dan observasi awal kawasan yang menggambarkan karakteristik fisik kawasan. Langkah pertama penentuan satuan pemetaan adalah membagi kawasan ke dalam unit-unit geomorfologi/unit lahan. Tahap berikutnya penentuan tingkat keanekaragaman hayati dan nilai arkeologis secara spasial. Hasil tumpang susun (overlay) ketiga faktor diatas dipakai sebagai dasar unit mapping.

c. Dasar Pelaksanaan Analisa SIG

Secara umum untuk analisa SIG dibagi dalam beberapa tahapan, yaitu: (1) Desain database, (2) Digitasi/pemasukan data, (3) Klasifikasi, (4) Analisis. (5) Kartografis.

(48)

1) Desain Data Base dan Pemasukan Data (Digitasi)

Desain data base berkaitan dengan rancangan klasifikasi dan struktur data base yang akan dibuat dalam kerangka hasil akhir yang akan dicapai baik penstrukturan data spasial maupun data yang berbentuk tabular. Input data/masukan data dilakukan dengan cara digitasi, merubah data analog (peta hardcopy) ke dalam data digital. Data analog yang didigitasi adalah peta dasar dan peta tematik hasil interpretasi data penginderaan jauh.

2) Editing

Merupakan proses perbaikan setelah proses pemasukan data selesai dikerjakan dan sebelumnya proses editing berlangsung dilakukan pembangunan topologi. Editing bertujuan untuk melakukan perbaikan dari kesalahan yang terjadi pada waktu digitasi atau pemasukan data. antara lain overshoot maupun undershoot.

a) Transformasi Data

Pada dasarnya transformasi data bertujuan untuk merubah koordinat meja ke koordinat geografi maupun koordinat UTM. Tranformasi ini dilakukan terhadap semua peta yang telah didigitasi layer per layer baik peta dasar maupun peta tematik yang telah ditentukan.

b) Analisis Data

Pada tahap ini merupakan pembangunan database untuk pelaksanaan analisis dan pembuatan peta akhir. Dalam Analisa data ini menggunakan Software ArcGIS 10.0, dimana proses dilakukan dengan cara tumpang susun tumpang susun (overlay) pada tingkat I dalam klasifikasi unit pemetaan yang dibuat. Sedangkan pada analisa berikutnya adalah dengan proses analisa spasial- tabuler dalam penentuan zonasi kawasan.

c) Proses Kartografis

(49)

dalam proses kegiatan: desain komponen peta, simbol, penentuan tujuan peta, parameter peta, layout peta, data simbol dan peta tabuler.

Pelaksanan pengumpulan data di lapangan sebagai dasar dalam penentuan letak dan luasan kawasan digunakan peta kawasan Taman Hutan Raya Ngargoyoso, peta kontur dan peta penutupan lahan dengan skala 1:10.000. GPS digunakan dalam penentuan titik-titik pengamatan dan ketingian tempat (mdpl). Pengamatan kondisi kawasan baik flora maupun fauna yang ada dilakukan dengan pedoman identifikasi flora dan fauna dan mengunakan alat pengamatan jarak jauh (Binokuler), membuat petak pengamatan dengan mengunakan tali tambang/roll meter. Analisis data penataan blok digunakan aplikasi ArcGis dalam Sistem Informasi Geografis (SIG).

Perencanaan dan persiapan survei, sebagai berikut: a. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam penelitian

b. Membuat titik ikat untuk memulai pengambilan jalur menggunakan tali rapia

c. Memotong garis kontur tanah dengan tujuan untuk mewakili data yang akan diambil dalam penelitian

d. Membuat petak ukur dengan ukuran 20 x 20 m (pohon), 10 x 10 m (tiang), 5 x 5 m (pancang) dan 2 x 2 m (semai)

e. Melakukan pengamatan langsung di lapangan berdasarkan petak ukur yang telah ditentukan.

f. Menghitung vegetasi, satwa, ketinggian dan kelerengan serta penggunaan lahan yang terdapat pada area pengamatan

g. Mengamati bentuk lahan penelitian yang sudah ditetapkan

h. Pengamatan satwa beserta jejak dan posisi geografis dimasukkan dalam table

i. Inventarisasi mamalia dilakukan dengan Metode Transek.

j. Pengamatan burung dilakukan pada pagi hari dengan metode Point count.

Gambar

Gambar 4 Penentuan Blok/zonasi TAHURA Mangkunagoro I berdasarkan Tingkat
Gambar 1. Kerangka Pemikiran commit to user
Gambar 2. Peta Kawasan Taman Hutan Raya (TAHURA) KGPAA Mangkunagoro I, Karanganyar
Tabel 2. Jenis data yang diambil.
+7

Referensi

Dokumen terkait

- Bahwa benar fakta tersebut dikuatkan oleh keterangan para Saksi dan Terdakwa yang menerangkan sejak Terdakwa meninggalkan kesatuan Kodim-0721/Blora

oeI>oopi

Pendidikan :- Tidak Turun Status 123 Titik Akiriningsih, SS, M.Hum Sekolah Tinggi Pariwisata Sahid Surakarta. Nunung

Adapun  bentuk  menunaikan  amanah  dalam  urusan  yang  berhubungan  dengan  hak‐hak  manusia  adalah  dengan  bergaul  manusia  dengan  cara  menasehati  mereka 

Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 25/PMK.07 /2015 tentang Rincian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Menurut

(2) Pembiayaan untuk badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan dalam bentuk kredit modal kerja, kredit investasi, termasuk Overseas inancing

Daftar perusahaan importir alet dan mesin pertanian Myanmar1. Good Brothers Co.,

[r]