PENINGKATAN KEBERANIAN BERBICARA DAN HASIL
BELAJAR BAHASA INDONESIA MELALUI STRATEGI
PEMBELAJARAN ROLE PLAYING SISWA KELAS V
SD NEGERI JETIS KLATEN TAHUN 2012/ 2013
NASKAH PUBLIKASI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar
DEWI SULISTIANINGSIH
A 54B090138
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
PENINGKATAN KEBERANIAN BERBICARA DAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA MELALUI STRATEGI
PEMBELAJARAN ROLE PLAYING SISWA KELAS V SD NEGERI JETIS KLATEN TAHUN 2012/ 2013
Oleh
Dewi Sulistianingsih* Drs. Muhroji, SE, M. Si** Program Studi S1 PGSD UMS
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk 1) Meningkatkan keberanian berbicara dalam pembelajaran Bahasa Indonesia melalui stratgi pembelaajran role playing, 2) Meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia melalui strategi pembelajaran role playing. Subyek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V yang berjumlah 14 siswa terdiri dari 7 siswa laki-laki dan 7 siswa perempuan. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang berlangsung dalam 2 siklus. Tiap siklusnya melalui 4 tahapan, yakni: perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi, tes, wawancara dan dokumentasi. Teknik validitas data yang digunakan adalah triangulasi sumber, sedangkan teknik validitas instrumen adalah teknik validitas isi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa strategi pembelajaran role playing dapat meningkatkan keberanian berbicara dan hasil belajar Bahasa Indonesia siswa kelas V SD Negeri Jetis Klaten Tahun 2012/ 2013. Peningkatan ini dapat dilihat pada siklus I. Pada siklus ini terjadi peningkatan keberanian berbicara dan hasil belajar dibandingkan dengan pra tindakan. Bila pada pra tindakan hanya 1 siswa yang berpredikat sangat berani maka pada siklus I meningkat menjadi 4 anak. Pada tahab pra siklus juga meninggalkan 1 anak yang berpredikat sangat tidak berani, namun pada siklus I tidak ada anak yang berpredikat sangat tidak berani. Kriteria beranipun mengalami peningkatan dari 1 anak pada pra tindakan menjadi 5 anak pada siklus I. Siklus ke II keberanian berbicara meningkat secara signifikan. Siswa yang berkategori sangat berani menjadi 7, 3 siswa berpredikat berani dan hanya 4 anak yang berpredikat cukup berani. Hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan tiap siklusnya. Pada pra siklus hanya terdapat 4 siswa yang memiliki nilai di atas KKM dengan rata-rata kelas 68,00, pada siklus I meningkat menjadi 8 anak yang di atas KKM denga rata-rata 70,36 dan pada siklus II siswa yang memperoleh KKM sebanyak 13 siswa dengan nilai rata-rata 80,57. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui strategi pembelajaran role playing dapat meingkatkan keberanian berbicara dan hasil belajar Bahasa Indonesia pada siswa kelas V SD Negeri Jetis Klaten tahun 2012/ 2013.
Kata kunci: keberanian berbicara, hasil belajar, role playing, Bahasa Indonesia
Keterangan:
*: Nama Mahasiswa
A. PENDAHULUAN
Bahasa Indonesia adalah mata pelajaran yang menuntut siswa untuk menguasai
aspek-aspek yang terdapat dalam mata pelajaran ini, yaitu mendengarkan, berbicara,
membaca dan menulis. Oleh sebab itu dalam membelajarkan Bahasa Indonesia guru
perlu mengenal dan melaksanakan dengan baik pedoman tentang strategi-strategi
yang mampu menggali kemampuan siswa. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia
guru di SD Negeri Jetis masih meggunakan metode konvensional dan tanya jawab.
Akibatnya siswa tidak memiliki pengalaman belajar karena hanya dijadikan obyek
belajar saja oleh guru. Kenyataan yang terjadi, ketika siswa diminta untuk
mengerjakan soal-soal ulangan tidak sedikit siswa memperoleh nilai di bawah kriteria
ketuntasan minimal (KKM). Jika KKM yang ditentukan adalah 70 ternyata masih
banyak siswa yang memperoleh nilai kurang dari itu. Data yang diperoleh dari
ulangan harian pada semester ini menunjukkan, dari 14 anak yang duduk di kelas V
ternyata hanya 4 anak yang memperoleh hasil diatas 70. Itu berarti prosentase
keberhasilannya hanya 28,57%. Nilai rata-rata kelaspun masih rendah, yakni hanya
68,00. Selain itu, empat keterampilan bahasa yang semestinya dikuasai siswa ternyata
tidak semuanya dapat dikuasai dengan baik, terutama pada aspek keterampilan
berbicara. Siswa akan terdiam manakala guru meminta siswa untuk memberikan
tanggapan, pendapat, bahkan suasana diskusi sederhanapun tidak berjalan efektif dan
cenderung pasif. Siswa pada umumnya akan mengalami kesulitan ketika guru
memintanya untuk bercerita, berpidato, bertanya bahkan sekedar bercakap-cakappun
banyak siswa yang tidak mampu. Padahal siswa Sekolah Dasar (SD) pada dasarnya
memiliki kemampuan dasar untuk berbicara. Hal ini senada dengan teori D. Mcneill
(dalam Hamzah, 2009:lambitu.wordpress.com/) yang menyebutkan bahwa setiap anak
normal memiliki perabot yang bersifat bawaan. Perabot ini disebut perabot perolehan
Bahasa atau Language Acquisition device (LAD) yang dispekulasikan harus
menguasai bahasa apapun. Teori ini benar adanya dengan pengamatan yang dilakukan
peneliti. Bukti nyatanya adalah siswa SD tidak merasa kesulitan berbicara manakala
pada waktu jam istirahat. Siswa-siswa saling berkomunikasi tanpa adanya hambatan
berbicara. Mereka dengan mudahnya mmengeluarkan ide-ide, perasaan, pengalaman
dan gagasan melalui lisannya. Ini menunjukkan bahwa siswa SD memiliki
kemampuan dasar berbicara.
Kondisi yang terjadi pada siswa kelas V yang mengalami kesulitan berbicara dan
pembelajaran yang dimuat dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia hanya
mengedepankan aspek membaca dan menulis dan seakan mengesampingkan aspek
berbicara. Senada dengan ini menurut Bukian (2004:1) dalam penelitiannya
menyebutkan bahwa buku ajar yang digunakan guru SD memperlihatkan bahwa
pembelajaran keterampilan membaca dan menulis lebih banyak porsinya
dibandingkan keterampilan berbicara. Bahkan dalam porsi pembelajaranpun aspek
membaca dan menulislah yang selalu diterapkan oleh guru.
Seringkali guru tidak menyadari bahwa strategi pembelajaran yang diterapkan
dalam pembelajaran sangat berbengaruh terhadap hasil yang dicapai dalam
pembelajaran tersebut. Tidak jarang pula hasil akhir yang menjadi keberhasilan
pembelaran hanya dipatokkan pada prestasi belajar siswa semata tanpa mengindahkan
proses pembelajaran yang berlangsung. Praktis, siswa hanya dijejali materi-materi
pembelajaran tanpa mengajarkan bagaimana pengetahuan itu diperoleh. Metode yang
digunakan guru dalam pembelajaranpun hanya berpusat pada guru, yakni yang
dikenal dengan “one man show” atau ceramah. Metode ini digunakan oleh guru dengan alasan praktis dan untuk memperkenalkan materi-materi yang diajarkan agar
target materi dalam satu semester dapat tersampaikan. Akibatnya pembelajaran tidak
menarik, siswa cenderung pasif dan hasil belajar siswa masih jauh dari harapan. Porsi
siswa dalam pembelajaran yang relatif kecil memicu ketidak tertarikan siswa untuk
mngeluarkan pendapat ataupun ide-ide yang berujung pada ketidak beranian siswa
dalam berbicara.
Permasalahan keberanian berbicara yang rendah dan hasil belajar siswa yang
rendah pada kelas V SD Negeri Jetis tersebut harus segera dipecahkan. Hal ini
mengingat berbicara merupakan salah satu aspek yang akan dinilai dalam ujian
praktek kelak di kelas VI. Selain itu SD Negeri Jetis merupakan salah satu sekolah
yang menyuplai siswanya dalam ajang lomba berpidato untuk mewakili
Karangnongko. Alasan terakhir SD Negeri Jetis merupakan salah satu SD favorit yang
memiliki reputasi positif khususnya di Karangnongko. Untuk itu dalam proses
pembelajaran seyogyanya guru memperhatikan strategi pembelajarannya agar
pembelajaran lebih efektif, menyenangkan dan bermakna. Untuk memperoleh hasil
yang maksimal sesuai dengan tahap perkembangan anak, maka strategi yang guru
gunakan dalam menyampaikan sesuatu baik yang berupa penanaman sikap, mental,
motode yang sesuai dengan karakter peserta didik akan memudahkan peserta didik
dalam menyerap apa yang diajarkan oleh guru. Kaitannya dengan permasalahan
rendahnya keberanian berbicara dan hasil belajar siswa yang tidak sesuai harapan
maka strategi pembelajaran konvensional (ceramah) harus segera ditanggalkan dan
menggantikannya dengan strategi pembelajaran yang mengedepankan peran siswa
sebagai subyek pembelajaran. Belajar aktif merupakan suatu pendekatan dalam
pengelolaan sistem pembelajaran melalui cara-cara belajar yang aktif menuju belajar
yang mandiri (Surtikanti dan Joko Santoso, 2008:63). Sesuai dengan persepsi Dewey
(dalam Surtikanti dan Joko Santoso, 2008: 63-64) peran siswa dan guru dalam
konteks belajar sangat penting. Guru berperan aktif sebagai fasilitator yang membantu
memudahkan siswa belajar, sebagai narasumber yang mampu mengundang pemikiran
dan daya kreasi siswa sebagai pengelola yang mampu merancang dan melaksanakan
kegiatan belajar yang bermakna, dan yang mampu mengelola sumber belajar yang
diperlukan. Kaitannya dengan keberanian berbicara siswa yang rendah, strategi
pembelajaran yang dapat diterapkan adalah strategi pembelajaran role playing.Role playing sebagai suatu strategi pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa menemukan makna diri (jati diri) di dunia sosial dan memecahkan dilema dengan
bantuan kelompok. Artinya, melalui role playing siswa belajar menggunakan konsep peran, menyadari adanya peran-peran yang berbeda dan memikirkan perilaku dirinya
dan perilku orang lain. Proses bermain peran ini dapat memberikan contoh kehidupan
manusia yang berguna sebagai sarana bagi siswa untuk: 1) menggali perasaannya, 2)
memperoleh inspirasi san pemahaman yang berpengaruh terhadap sikap, nilai, dan
persepsinya, 3) mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan
masalah, dan 4) mendalami mata pelajaran dengan berbagai macam cara (Uno,
2007:26). Strategi pembelajaran role playing dianggap tepat dalam memecahkan permasalahan keberanian berbicara siswa yang rendah karena strategi ini memiliki
beberapa kelebihan. Menurut Djamarah dan Aswan Zain (2002:101) strategi
pembelajaran role playing memiliki kelebihan siswa akan terlatih untuk berinisiatif
dan berkreatif. Dari kelebihan strategi pembelajaran role playing tersebut mengandung arti bahwa melalui stretgi pembelajaran role playing yang mengedepankan permainan peran akan menumbuhkan keberanian berbicara siswa
Tujuan dari penelitian ini adalah: pertama untuk meningkatkan keberanian berbicara siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia kedua untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia
Menurut Uno (2007:25) stretegi pembelajaran role playing adalah pertama, dibuat berdasarkan asumsi bahwa sangatlah mungkin menciptakan analogi otentik ke dalam
suatu situasi permasalahan kehidupan nyata. Kedua, bahwa bermain peran dapat mendorong siswa mengeks-presikan perasaannya dan bahkan melepaskannya. Ketiga, bahwa proses psikologis melibatkan sikap, nilai, dan keyakinan (belief) kita serta mengarahkan pada kesadaran melalui keterlibatan spontan yang disertai analisis. Role
playing dalam proses belajar mengajar memiliki tujuan agar siswa dapat memahami
perasaan orang lain; dapat tepa seliro dan toleransi (Roestiyah 2001:90). Dari
pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa stretegi pembelajaran role playing atau
bermain peran adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui
pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan
penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda
mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu
bergantung kepada apa yang diperankan. Menurut Djamarah dan Aswan Zain
(2002:101) strategi pembelajaran role playing memiliki kelebihan sebagai berikut: a)
Siswa melatih dirinya untuk melatih, memahami dan mengingat isi bahan yang akan
didramakan. Sebagai pemain harus memahami, menghayati isi cerita secara
keseluruhan, terutama untuk materi yang harus diperankannya. Dengan demikian
daya ingatan siswa harus tajam dan tahan lama. b) Siswa akan terlatih untuk
berinisiatif dan berkreatif. Pada waktu main drama para pemain dituntut untuk
mengemukakan pendapatnya sesuai dengan waktu yang tersedia. c) Bakat yang
terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan muncul atau tumbuh
bibit seni drama dari sekolah. Jika seni drama mereka dibina dengan baik
kemungkinan besar mereka akan menjadi pemain yang baik kelak.d) Kerjasama
antar-pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik-baiknya. e) Siswa memperoleh
kebiasaan untuk menerimadan membagi tanggung jawab dengan sesamanya. f)
Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang baik agar mudah dipahami
orang lain.
Dari kajian teori berikut dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut:
dan hasil belajar Bahasa Indonesia siswa kelas V SD Negeri Jetis Klaten tahun 2012/
2013.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Jetis, Kecamatan karangnongko, Kabupaten
Klaten. Waktu pelaksanaannya pada periode semester II tahun pelajaran 2012/ 2013,
dari bulan Januari hingga April 2013. Subyeknya adalah siswa kelas V SD Negeri
Jetis sebanyak 14 siswa yang terdiri dari 7 siswa laki-laki dan 7 siswa perempuan.
Secara garis besar penelitian ii melalui 4 tahap, yakni perencanaan, pelaksanaan,
observasi dan refleksi.
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: pertama, data kualitatif. Data kualitatif merupakan data yang berupa kalimat kalimat atau data yang dikatagorikan
berdasarkan kualitas objek yang diteliti, misalnya: baik, buruk, pandai dan lain
sebagainya. Data kualitatif ini berupa keberanian berbicara peserta didik dan kegiatan
pembelajaran. Kedua, data kuantitatif. Data kuantitatif, merupakan data yang berupa angka atau bilangan, baik yang di peroleh dari hasil pengukuran maupun diperoleh
dengan cara mengubah data kualitatif menjadi data kuantitatif. Data kuantitatif ini
berupa nilai ulangan ( tes formatif) peserta didik. Teknik pengumpulan datanya yaitu
observasi, tes, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan instrumennya berupa lembar
observasi dan soal tes. Untuk mengecek validitas data yang diperoleh yaitu
menggunakan triangulasi sumber sedangkan validitas instrumen menggunakan teknik
veliditas isi. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis interaktif.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian tindakan kelas dengan judul Peningkatan Keberanian Berbicara dan
Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas V SD Negeri Jetis Klaten Tahun 2012/
2013 ini, peneliti menerapkan penelitiannya dalam 2 siklus. Siklus I terdapat 4
tahapan, yaitu perencanaan, pelaksaan, observasi dan refleksi. Pada tahap
perencanaan guru menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), Guru
menyiapkan skenario drama yang akan dipentaskan dan menunjuk pemain-pemain
yang akan mementaskannya, guru menyusun lembar kegiatan siswa dan lembar
evaluasi serta menyiapkan lembar kegiatan pembelajaraan dan lembar observasi.
Siklus I dilaksanakan pada tanggal 6-7 Maret 2013 dengan diawali guru
mempersiapkan media/ alat bantu pembelajaran, guru menyampaikan apersepsi dan
memberi motivasi kepada siswa. Pada kegiatan inti secara singkat guru menjelaskan
unsur-unsur intrinsik dalam cerita, guru mempersiapkan siswa yang telah ditunjuk
untuk memainkan drama, siswa dibagi kedalam 3 kelompok, 4 siswa yang telah
ditunjuk diminta untuk memerankan drama di depan kelas, siswa yang lain
mengamati dan menyelesaikan lembar kerja yang telah dipersiapkan, masing-masing
kelompok menyampaikan hasil diskusi dari pengamatan drama dan guru memberikan
penguatan materi. Pada kegiatan akhir guru membimbing siswa membuat catatan dan
menyimpulkan materi pembelajaran. Observasi dilakukan oleh teman sejawat, yakni
Bapak Sumardiyono, S. Pd selaku wali kelas V yang secara umum mengetahui seluk
beluk siswa kelas V. Hal-hal yang ditemukan selam observasi adalah 1) Pelaksanaan
pembelajaran belum sesuai dengan perencanaan yang dibuat, 2) Persiapan media yang
mendadak membuat penggunaannya kurang optimal, 3) Penyampaian apersepsi oleh
guru kurang sesuai dengan materi pembelajaran, 4) Permaslahan yang diperkenalkan
guru terlalu panjang sehingga menyita waktu, 5) Pengaturan setting tempat
pementasan oleh guru tidak sesuai dengan cerita yang diperankan, 5) Drama yang
diperankan siswa menarik minat belajar siswa, 6) Banyak siswa yang terdorong untuk
mengeluarkan ide atau tanggapan, 7) Hasil belajar siswa mengalami peningkatan, 8)
Guru menguasai kelas dengan baik, 9) hasil belajar siswa mengalami meningkatan
dari hanya 4 anak yang memperoleh nilai di atas KKM menjadi 8 anak. Pada tahap
refleksi diketemukan 1) Guru kurang siap dalam membuka pembelajaran, 2)
Dominasi guru yang masih sangat terlihat ketika penyampaian permasalahan yang
akan diperankan siswa, 3) Guru kurang pandai menempatkan properti sebagai sarana
penunjang pementasan drama, 4) Media pembelajaran yang dipersiapkan guru berupa
properti dalam pementasan drama kurang dapat memperjelas cerita, 5) Guru kurang
melibatkan peran siswa dalam membuat rangkuman.
Berdasarkan hasil observasi tersebut bahwa keberanian berbicara dan hasil belajar
siswa telah mengalami peningkatan meskipun belum optimal. Hal ini dikarenakan
masih terdapat beberapa kekurangan selama proses pembelajaran. Untuk itu peneliti
dan observer sepakat dalam perbaikan siklus II skenario drama yang akan dipentaskan
N
Indikator keberanian berbicara Kriteria
M
PENSKORAN KEBERANIAN BERBICARA SISWA
No Indikator Deskriptor Skor A. Mengungkapkan ide atau
pemikiran secara sukarela
1.Secara spontan siswa memberikan ide atau
• Tampak deskriptor kedua skor 2
• Tampak deskriptor ketiga skor 1
B. Tegas dalam
menyampaikan pendapat
1.Tanpa ragu-ragu dalam menyampaikan pendapat 2.Tidak terpengaruh
dengan sorakan teman 3.Mengungkapkan dengan
bahasa yang santun
• Tampak 3 deskriptor skor 3
• Tampak 2 deskriptor skor 2
• Tampak 1 deskriptor skor 1.
C. Lancarnya kata-kata yang keluar
1.Pendapat disampaikan tanpa terbata-bata. 2.Tidak ada kesulitan
dalam penyampaian. 3.Pilihan kata yang
disampaikan tidak menyulitkan.
• Tampak 3 deskriptor skor 3
• Tampak 2 deskriptor skor 2
• Tampak 1 deskriptor skor 1
• Tidak tampak satupun deskriptor skor 1 D. Volume suara yang cukup
bagi pendengar
1.Suara cukup untuk didengar seluruh audien di kelas
2.Volume dapat didengar oleh sebagian siswa 3.Volume sangat kecil
sehingga tidak terdengar oleh siswa yang lain
• Tampak deskriptor pertama skor 3
• Tampak deskriptor kedua skor 2
• Tampak deskriptor ketiga skor 1
E. Santai dan tidak tegang 1.Sikap berbicara tidak tegang.
2.Kalimat yang diucapkan runtut.
3.Tidak terpengaruh dengan kondisi di luar. kelas
• Tampak 3 deskriptor skor 3
• Tampak 2 deskriptor skor 2
• Tampak 1 deskriptor skor 1
• Tidak tampak satupun deskriptor skor 1
Kriteria penggolongan keberanian berbicara siswa
Skor Kriteria
X : Jumlah skor keberanian siswa
Data diatas bila direkapitulasi dapat digambarkan sebagi berikut:
Skor Kriteria Siklus I
X: Jumlah skor keberanian berbicara siswa
Kekurangan-kekurangan yang ada pada siklus I dilakukan perbaikan pada siklus
II. Sama halnya dengan siklus I, siklus ini terdiri dari 4 tahapan. Pada tahap
perencanaan guru menyusun RPP yang disertai lembar kerja siswa dan lembar
observasi, guru mempersiapkan lembar observasi kegiatan pembelajaran dan aktivitas
siswa, serta mempersiapkan lembar penilaian. Pelaksanaan siklus II pada tanggal
13-14 Maret 2013. Pelaksaan ini diawali dengan guru mengucap salam yang kemudian
dilanjutkan do’a, guru mengabsen kehadiran siswa, guru dan siswa membahas
pekerjaan rumah bersama siswa, guru mempersiapkan media pembelajaran, guru
menyampaikan apersepsi dan motivasi. Pada kegiatan inti guru membagi kelas
menjadi 4 kelompok, secara singkat guru menyampaikan materi membaca memindai,
Setiap kelompok membuat teks drama dengan ketentuan: Kelompok I : skenario
pementasan memilih daftar, Kelompok II : skenario pementasan membaca jadwal
perjalanan pesawat terbang di suatu bandara, Kelompok III : skenario pementasan
membaca jadwal acara televisi dalam surat kabar, Kelompok IV : skenario
pementasan mencari daftar nama pasien dalam rumah sakit. Setiap kelompok
mementaskan skenario yang telah dibuat di depan kelas. Kelompok yang lain
mengamati dan mencatat hal-hal penting yang diperoleh dari pementasan dan
memberi penilaian. Guru meluruskan kesalah pemahaman siswa dan memberi
penguatan materi. Pada kegiatan akhir guru bersama siswa menyimpulkan
pembelajaran. Observasi masih dilakukan oleh teman sejawat yang sama dengan
siklus I. Hal-hal yang diketemukan dalam observasi adalah: 1) Pelaksanaan
pembelajaran telah sesuai dengan perencanaa, 2) Guru mengatur pembelajaran dengan
baik, 3)Dominasi guru sudah tidak tampak, 4) Pembuatan naskah drama yang
dilakukan oleh siswa memudahkan siswa dalam mementaskannya, 5) Siswa sudah
tidak canggung dengan strategi role playing, 6) Media yang digunakan guru
membantu pentransferan ilmu kepada siswa, 7) Pengaturan setting panggung drama
belum sesuai dengan cerita, 8) Pembelajaran menarik siswa untuk mengeluarkan ide
atau tanggapan, 9) Hasil belajar mengalami peningkatan dengan hanya menyisakan 1
Data keberanian berbicara pada siklus II dapat digambarkan sebagai berikut:
PENSKORAN KEBERANIAN BERBICARA SISWA
No Indikator Deskriptor Skor A. Mengungkapkan ide atau
pemikiran secara sukarela
1.Secara spontan siswa memberikan ide atau
• Tampak deskriptor kedua skor 2
• Tampak deskriptor ketiga skor 1
B. Tegas dalam
menyampaikan pendapat
1.Tanpa ragu-ragu dalam menyampaikan pendapat 2.Tidak terpengaruh
dengan sorakan teman
• Tampak 3 deskriptor skor 3
• Tampak 2 deskriptor skor 2
Indikator keberanian berbicara Kriteria
3.Mengungkapkan dengan bahasa yang santun
• Tampak 1 deskriptor skor 1.
• Tidak tampak satupun deskriptor skor 1
C. Lancarnya kata-kata yang keluar
1.Pendapat disampaikan tanpa terbata-bata. 2.Tidak ada kesulitan
dalam penyampaian. 3.Pilihan kata yang
disampaikan tidak menyulitkan.
• Tampak 3 deskriptor skor 3
• Tampak 2 deskriptor skor 2
• Tampak 1 deskriptor skor 1
• Tidak tampak satupun deskriptor skor 1 D. Volume suara yang cukup
bagi pendengar
1.Suara cukup untuk didengar seluruh audien di kelas
2.Volume dapat didengar oleh sebagian siswa 3.Volume sangat kecil
sehingga tidak terdengar oleh siswa yang lain
• Tampak deskriptor pertama skor 3
• Tampak deskriptor kedua skor 2
• Tampak deskriptor ketiga skor 1
E. Santai dan tidak tegang 1.Sikap berbicara tidak tegang.
2.Kalimat yang diucapkan runtut.
3.Tidak terpengaruh dengan kondisi di luar. Kelas
• Tampak 3 deskriptor skor 3
• Tampak 2 deskriptor skor 2
• Tampak 1 deskriptor skor 1
• Tidak tampak satupun deskriptor skor 1
Kriteria penggolongan keberanian berbicara siswa
Skor Kriteria
X : Jumlah skor keberanian siswa
Data tersebut bila dibuat grafik dapat digambarkan sebagai berikut:
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan pada siklus II dapat dikatakan
bahwa penggunaan strategi pembelajaran role playing dapat meningkatkan keberanian
berbicara dan hasil belajar siswa, khususnya pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Karena pada siklus II telah menunjukkan peningkatan yang optimal, maka penelitian
dihentika pada siklus II. Adapun nilai hasil evaluasi pembelajaran dapat dilihat pada
tabel di bawah ini:
Data hasil evaluasi dari Pra Tindakan sampai siklus II
No Nama Siswa Pra Tindakan Siklus I Siklus II
1 Ahmad Nur Fauzi 60 60 72
2 Ananda Novianto Pamungkas 65 70 78
3 Defik Fitriana 68 70 70
4 Fitriyani 68 65 80
5 Maulana Irvanudin 60 60 70
6 Fajar Sidiq 65 65 80
7 Tutik Alawiyah 70 75 85
8 Wahyu Danang Peryanto 78 80 85
9 Mahfut Ali Ma’sum 68 70 90
10 Afina Marfuani Nifayatu. Y 50 65 68
11 Agus Triana Indriyani 85 85 90
12 Fendi Triwibowo 62 60 80
13 Annisa Putri Ismanto 80 85 92
14 Wahyu Fitriyani 68 75 88
Jumlah 952 985 1.128
Rata-rata 68,00 70,36 80,57
Prosentase keberhasilan 28,57% 57,14% 92,57%
Data tersebut bila dibuat dalam bentuk grafik dapat dilihat seperti di bawah ini
Gambar grafik hasil evaluasi dari Pra Tindakan sampai siklus II
Dari data diatas menunjukkan bahwa selalu terjadi peningkatan hasil belajar pada
tiap siklusnya. Bila pada pra tindakan hanya ada 4 siswa yang memiliki nilai diatas
KKM maka siklus I menjadi 8 siswa dan 13 siswa pada siklus II. Nilai rata-rata juga
mengalami peningkatan. Dari 6,00 pada pra tindakan menjadi 70,36 pada siklus I dan
80,57 pada siklus II. Prosentase keberhasilannya dari pra tindakan sampai siklus II
mengalami peningkatan yang signifikan. Bila pada pra tindakan tingkat keberhasilan
hanya 28,57%, maka pada siklus I menjadi 57,14% dan meningkat lagi pada siklus II
menjadi 92,85%.
Dari data di atas diketahui baahwa terjadi perubahan dari pra siklus hingga siklus
II. Perubahan tersebut adalah meningkatnya keberanian berbicara dan hasil belajar
siswa. Peningkatan tersebut membuktikan bahwa strategi pembelajaran role playing
dapat meningkatkan keberanian berbicara dan hasil belajar siswa seperti dalam
landasan teori yang diungkapkan Djamarah dan Aswan Zain (2002:101) tentang
kelebihan strategi pembelajaran role playing yang dapat membina Bahasa lisan siswa
menjadi bahasa yang baik dan memberanikaan diri untu mengungkapkannya serta
teori Conny dkk (1992:83) yang menyebutkan bahwa strategi pembelajaran role
playing siswa akan lebih menghayati pelajaran yang diberikan yang pada akhirnya
dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
D. SIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dalam dua siklus dan seluruh pembahsan
serta analisis diatas maka dapat disimpulkan. 1) Strategi pembelajaran role playing
dapat meningkatkan keberanian berbicara dalam pembelajaran Bahasa Indonesia
siswa kelas V SD Negeri Jetis Klaten tahun 2012/ 2013. Hal ini dapat dilihat
deskripssi persiklus yang menggambarkan peningkatan tersebut. Bila pada pra
tindakan hanya terdapat 1 siswa yang berpredikat sangat berani maka pada siklus I
meningkat menjadi 4 anak dan meningkat lagi pada siklus II menjadi 7 anak. Bila
pada pra tindakan masih meninggalkan 1 anak yang berpredikat sangat tidak berani,
maka pada siklus I dan II sudah tidak ada anak yang berpredikat sangat tidak berani.
Siswa yang berpredikat berani juga mengalami peningkatan. Bila pada pra tindakan
hanya 1 anak yang berpredikat berani, maka pada siklus I meningkat menjadi 5 anak
dan pada siklus II menjadi 3 anak dan pada siklus II 4 anak berkriteria cukup berani.
Dari data tersebut maka keberanian berbicara siswa pada akhirnya menjadi 100%. 2)
Strategi pembelajaran role playing yang diterapkan dalam pembelajaran dapat
meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia. Hal ini dapat dilihat adanya
peningkatan siswa yang memperoleh nilai diatas KKM. Bila pada pra tindakan hanya
4 anak yang memiliki nilai diatas 70, maka pada siklus I menjadi 8 anak dan
meningkat lagi pada siklus II menjadi 13 anak. Dengan demikian prosentase
keberhasilan dapat diketahui bahwa pada pra tindakan hanya 28,57%, pada siklus I
meningkat menjadi 57,14% dan pada siklus II menjadi 92,86%. Nilai rata-rata
kelaspun meningkat dari 68,00 pada pra tindakan menjadi 70,36 pada siklus I dan
meningkat lagi menjadi 80,57 pada siklus II.
Implikasi setelah dilaksanakan penelitian ini adalah sebagai berikut: pertama
keterampilan guru dalam mengajar dan mengelola kelas menjadi meningkat setelah
menggunakan strategi pembelajaran aktif role playing, kedua kenggunaan strategi pembelajaran role playing membuat siswa lebih termotivasi dalam mengikuti
DAFTAR PUSTAKA
Conny, Semiawan dkk. 1992. Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: Rineka Cipta
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta
Roestiyah. N. K. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta
Surtikanti dan Joko Joko Santoso. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Surakarta: BP-FKIP UMS